SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
1
Kondisi Geologi Regional Daerah Salem (Fisiografi
Regional, Stratigrafi Regional dan Struktur Regional )
a. Fisiografi Regional
Gambar 1 Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949).
Secara fisiografis Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah dengan enam
satuan (Gambar. 2.1), yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Pantai Utara
Jawa, Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan
Serayu Selatan, Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah
penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng
(Menurut Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah ini didominasi oleh bentukan
morfologi perbukitan.
b. Stratigrafi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949), serta Kastowo dan Suwarno (1996)
menyatakan bahwa batuan tertua yang terdapat di daerah ini adalah batuan yang
berumur Eosen (Formasi Jampang) yang tersusun atas konlomerat polimik serta
batupasir. Terdapat juga serpih-batulempung yang kaya akan globigerina, napal,
batupasir tufaan dan batugamping foraminifera.
Diatas satuan ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Pemali yang berumur
Miosen Awal. Formasi Pemali merupakan formasi tertua yang tersingkap di bagian
barat North Serayu Range. Diatas Formasi Pemali secara berurutan diendapkan Formasi
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
2
Rambatan, Formasi Lawak, Formasi Halang dan Formasi Kumbang. Hubungan formasi-
formasi tersebut selaras, terkecuali Formasi Halang dan Formasi Kumbang bersifat
menjemari. Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbiditik pada
kipas bawah laut (submarine fan).
Diatas Formasi Kumbang diendapkan secara selaras Formasi Tapak dan Formasi
Kalibiuk, yang diperkirakan diendapkan pada laut dangkal pada kala Pliosen Awal –
Tengah. Formasi Kaliglagah diendapkan secara selaras diatas Formasi Kalibiuk pada
lingkungan transisi sampai darat pada kala Pliosen Akhir. Diatas Formasi Kaliglagah
diendapkan Formasi Mengger dan Formasi Gintung pada lingkungan darat, Formasi
Mengger merupakan produk dari Old Slamet Volcanic yang berumur Pliosen Awal,
sedangkan Formasi Gintung berumur Pliosen Tengah.
Selaras diatas Formasi Gintung diendapkan Formasi Linggopodo pada
lingkungan darat pada kala Pliosen Akhir. Formasi ini merupakan produk volkanik
Gunung Slamet Muda dengan Endapan Aluvial pada lingkungan darat saat kala
Holosen.
Formasi Jampang
Formasi Jampang terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen andesit
hornblende dan hipersten didalam masa dasar pasir tufaan. Tidak terpilah, di beberapa
tempat terdapat bongkah-bongkah lava berserakan. Di beberapa tempat terdapat pola
sisipan batupasir tufaan berbutir kasar. Dasarnya tidak tersingkap.
Formasi Pemali
Lokasi Tipe Formasi Pemali terletak di Sungai Cibabakan, dekat Kali Pemali di
daerah Bumiayu. Van Bemmelen (1949) mengkorelasikan formasi ini dengan Formasi
Merawu di Daerah Karangkobar.
Formasi Pemali tersusun atas napal-globigerina berwarna biru keabu-abuan dan
hijau keabu-abuan. Kadang terdapat sisipan batugamping pasiran berwarna abu-abu
kebiruan, batupasir tufaan dan lensa-lensa batupasir kasar. Perlapisan umumnya kurang
baik.
Kandungan foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah (menurut
Marshak,1957), sedangkan menurut Kastowo dan Sunaryo (1996) menyebutnya umur
dari formasi ini adalah Miosen Awal. Tebal formasi ini mencapai 900 meter.
Formasi Rambatan
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
3
Nama Formasi Rambatan ini pertama kali ditemukan oleh Sumarso 1974, op.cit.
Kartanegara et al., 1978, Van Bemmelen menyebutnya Rambatan Belt, sedangkan Ter
Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menamakan satuan ini sebagai Rambatan Serie. Lokasi
tipe satuan ini berada di Kali Rambatan dekat Cikeusal.
Formasi Rambatan bagian bawah tersusun atas batupasir gampingan dan
konglomerat berselang-seling dengan lapisan tipis napal dan serpih. Sedangkan bagian
atas tersusun atas batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai biru keabu-
abuan. (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).
Mengenai umur dari formasi ini masih terdapat perbedaan antara para peneliti
terdahulu. Kandungan Foraminifera besar menunjukan umur Miosen Tengah,
sedangkan foraminifera plankton menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen Awal.
Tebal dari Formasi Rambatan ini berbeda disetiap tempat dari 400-900 m.
Formasi Lawak
Lokasi tipe dari formasi ini berada di Kali Lawak, dekat Bumiayu. Formasi
Lawak tersusun atas napal kehijauan dengan beberapa sisipan batugamping foraminifera
dan batupasir gampingan. Bagian atas dari formasi ini tersusun atas napal globigerina
dengan beberapa sisipan batupasir. Kandungan foraminifera menunjukkan bahwa umur
dari formasi ini Miosen Tengah. Tebal diperkirakan mencapai 150 m (menurut Marks,
1957).
Formasi Halang
Nama Formasi pertama kali ditemukan oleh Sumarso (1974, op.cit. Kartanegara
et al., 1978, sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menyebutnya Halang Serie.
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Sungai Cikabuyutan yang melewati Geger
Halang – Malahayu.
Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen turbiditik pada zona Bathyal
atas (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Struktur sedimen yang terlihat jelas, antara
lain berupa perlapisan bersusun, convolute lamination, flute cat, dan sebagainya.
Litologinya tersusun atas batupasir tufaan, konglomerat, napal dan batulempung yang
berselang-seling dan beerlapis baik. Batupasir pada umumnya bersifat wacke dengan
fragmen batuan andesitic. Dibagian bawah dari satuan terdapat breksi dengan susunan
fragmen andesit. Di beberapa tempat dibagian atas formasi terdapat batugamping
terumbu (menurut Marks, 1957).
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
4
Di Bantarkawung, kandungan foraminifera menujukan umur Miosen Atas,
sedangkan di dekat Majenang, foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah
(menurut Maks,1957). Ketebalan formasi ini beragam dari 390-2600 m.
Formasi Kumbang
Lokasi tipe dari formasi ini terletak pada hulu Sungai Babakan di dekat Gunung
Kumbang. Formasi ini merupakan hasil endapan yang khas dari produk gunungapi
Pliosen (menurut Marks, 1957). Tetapi menurut Van Bemmelen (1949) menyebuttnya
Miosen Akhir, sedangkan menurut Kastowo dan Suwarna (1996) menyatakan bahwa
umur dari formasi ini Miosen Tengah-Pliosen Awal.
Formasi Kumbang tersusun atas breksi gunungapi yang bersifat andesitis, massif
dan berlapis buruk dengan fragmen yang umumnya menyudut. Terdapat juga aliran lava
dan retas andesit, tufa, tufa pasiran dan batupasir tufaan yang berlapis, konglomerat dan
sisipan tipis magnetit. Sebagian breksi mengalami propilitisasi.
Ketebalan maksimum dari formasi ini adalah 750 -2000 m dan menipis kearah
timur. Menurut Darman (1991) bahwa formasi ini di endapkan di bagian atas dari kipas
bawah laut (upper fan) dengan mekanisme turbiditik.
Formasi Tapak
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Gunung Tapak, 12 km NNE dari
Bantarkawung. Formasi Tapak tersusun oleh batulempung gampingan secara dominan,
kadang-kadang napal tidak berlapis, atau batugamping dengan sisipan batupasir. Sering
dijumpai pecahan-pecahan cangkang moluska yang merupakan ciri khas dari formasi ini
(menurut Kartanegara, 1987).
Satuan ini juga tersusun oleh batupasir kasar kehijauan pada bagian bawah yang
berangsur-angsur berubah menjadi batupasir lebih menghalus kehijauan kea rah atas
dengan sisipan berupa napal berwarna kelabu sampai kekuningan (menurut Kastowo
dan Suwarna, 1996). Setempat dijumpai batugamping terumbu (menurut Marks, 1957).
Formasi Kalibiuk
Formasi Kalibiuk tersusun atas batulempung dan napal kebiruan dengan
kandungan fosil. Pada bagian tengah ditemukan sisipan lensa-lensa batupasir kehijauan
dengan kandungan moluska yang melimpah. Kelompok moluska tersebut
mengindikasikan tidal zone facies yang berumur Pliosen. Menurut Marks (1957)
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
5
menjelaskan bahwa umur dari formasi ini adalah bagian bawah Pliosen Atas, atau
bagian atas Pliosen Bawah.
Formasi ini memiliki ketebalan 2500m (Kastowo dan Suwarna, 1996). Formasi
Kalibiuk dapat dikoreasikan dengan Formasi Cijulang dibagian barat atau dengan Bodas
Series di bagian timur (menurut Marks, 1957).
Formasi Kaliglagah
Formasi Kaliglagah tersusun atas batupasir kasar dengan sisipan konglomerat,
batulempung dan napal. Setempat ditemukan lapisan lignit dengan ketebalan 0,6 – 1,0
m. batupasir pada umumnya menunjukan struktur sedimen berupa silang siur dengan
mengandung beberapa lapisan tipis batubara muda (lignit). Pada formasi ini ditemukan
fosil mamalia dan moluska air tawar yang mengindikasikan bahwa umur dari formasi
ini adalah Pliosen Akhir.
Pada bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal kehijauan dan
batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Pada umumnya batupasir menunjukkan
struktur sedimen berupa silang siur dengan beberapa lapisan batubara muda (lignit).
Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996).
Formasi Mengger
Lokasi tipe satuan ini berada di Gunung Mengger, 10 km arah NNW dari
Bumiayu, singkapan terbaik terdapat di Desa Cisaat. Formasi Mengger tersusun atas
tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan dengan sisipan konglomerat dan lapisan tipis
magnetit. Pada formasi ini juga ditemukan fosil mamalia yang termasuk kategori Upper
Vertebrate Zone yang menunjukan umur Pliestosen Awal. Ketebalan dari formasi ini
diperkirakan mencapai 150m (menurut Marks, 1957).
Formasi Gintung
Formasi Gintung tersusun atas perselingan konglomerat bersusun andesit dan
batupasir kelabu kehijauan, batulempung pasiran dan batulempung. Formasi ini juga
dicirikan dengan hadirnya konkresi batupasir karbonatan dan napal. Pada bagian atas
dijumpai perselingan tufa.
Sepanjang Kaligintung, tebal dari formasi ini mencapai 800 meter. Formasi ini
berada di atas Upper Vertebrate Zone (Formasi Mengger), sehingga diperkirakan bahwa
umur dari satuan ini Plistosen Awal-Akhir (menurut Marks, 1957).
Formasi Linggopodo
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
6
Formasi Linggopodo ini merupakan produk gunungapi, tersusun atas breksi tufa
dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung Copet (menurut Van
Bemmelen, 1949). Formasi ini menindih secara tidak selaras formasi yang berada
dibawahnya, serta ditutupi oleh produk Gunung Slamet Muda. Komposisi dari formasi
ini secara umum dapat disetarakan dengan Formasi Kumbang. Oleh karena itu,
diperkirakan keduanya berasal dari produk gunungapi yang sama atau setipe dengan
waktu yang berbeda. Lokasi tipe dari satuan ini berada di Gunung Linggopodo.
c. Struktur Geologi Regional
Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi
lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda.
Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra
satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur
dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa.
Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang disebut
dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan
yang berkembang di Pulau Jawa (menurut Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk
pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal).
Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan
Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda. Pola
Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen
Awal-Oligosen Awal).
Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di
dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-timur
(E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik seperti
Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (menurut Van Bemmelen, 1949 op.cit.
Pulunggono dan Martodjojo, 1994).
Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan
interpretasi Foto ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa Tengah
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
7
adalah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya dan beberapa pola struktur sesar
mempunyai arah barat-timur.
Gambar 2 Pola struktur geologi Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994.
Untuk struktur geologi regional yang dijumpai pada daerah lembar majenang
sendiri berupa sesar, lipatan, kelurusan dan kekar, yang melibatkan batuan yang
berumur Oligo-Miosen sampai Holosen. Sesar yang dijumpai umumnya berarah jurus
Baratlaut – Tenggara sampai Timurlaut – Baratdaya. Jenis sesar berupa sesar naik, sesar
normal, dan sesar geser menganan serta mengiri, yang melibatkan batuan yang berumur
Oligo – Miosen sampai Plistosen. Sesar naik secara umum membentuk busur yang
memperlihatkan variasi kemiringan bidang sesar kearah selatan sampai barat, sedangkan
sesar normal terdapat secara setempat. Pola lipatan yang terdapat pada lembar ini
berarah Baratlaut – Tenggara. Kelurusan yang sebagian diduga sesar mempunyai pola
penyebaran seperti pola sesar, dan umumnya berarah jurus Barat Baratlaut – Timur
Tenggara, dengan beberapa Timurlaut – Baratdaya, yang di beberapa tempat saling
memotong. Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan berumur
Tersier dan Plistosen.
Tektonik pada daerah ini paling tidak ada dua perioda, yang menghasilkan
struktur berbeda. Yang pertama, terjadi pada Kala Miosen Tengah dan menghasilkan
pengangkatan yang diikuti oleh penerobosan andesit dan basalt. Formasi Jampang,
Pemali, Rambatan, Lawak, dan Batugamping Kalipucang terlipat dan tersesarkan,
terutama membentuk sesar normal yang berarah Barat laut-Tenggara dan Timurlaut-
Baratdaya. Periode kedua, yang berlangsung pada Kala Plio-Plistosen menghasilkan
sesar geser-jurus dan sesar naik berarah dari Baratlaut-Tenggara sampai Timurlaut-
Baratdaya. Menurut Simandjuntak (1979) menjelaskan bahwa pada periode tektonika
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
8
Plio – Plistosen sesar yang terbentuk umumnya berupa sesar bongkah. Data geofisika
menunjukkan atau memperlihatkan bahwa kegiatan tektonika yang terakhir ini
menggiatkan kembali sebagian sesar normal (menurut Wiriosudarmo, 1979).
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
9
Kondisi Geologi Lokal Daerah Salem yang
mencangkup Geomorfologi, Stratigrafi dan Struktur
Daerah Salem.
a. Geomorfologi daerah Salem
Secara fisiografis daerah Salem terletak pada zona fisiografi Antiklinuorium
Bogor-Serayu Utara-kendeng (Van Bemmelen, 1949) morfologi pada zona ini pada
umumnya berupa suatu perbukitan. Berdasarkan analisis peta topografi dan foto
udara daerah penelitian menunjukkan bahwa bentang alam daerah penelitian secara
umum memiliki perbedaan tinggi dan relief yang tercermin dalam kerapatan dan
bentuk penyebaran kontur pada peta topografi dan pembuktiannya ketika observasi
lapangan, daerah penelitian secara umum merupakan suatu perbukitan lipatan
dengan pola utama sinklin dimana terdapat beberapa perbukitan yang memanjang
dengan arah relative barat-timur dengan beberapa lembah diantaranya. Ketinggian
perbukitan tersebut berkisar antara 370 mdpl-720mdpl.
Titik tertinggi daerah Salem terletak di Barat Laut yaitu daerah Gunung
Ciamnglid, sedangkan titik terendah berada pada bagian Timur daerah Salem yaitu
utara desa Ganggawang dengan ketinggian 282 mdpl. Secara umum daerah Salem
berupa cekungan seperti magkuk dengan beberapa lipatan di tengahnya. Morfologi
ini tersusun oleh batuan beku dan batuan sedimen dengan arah jurus relative Barat-
Timur dengan arah kemiringan yang bervariasi ke Utara dan ke Selatan karana
pengaruh dari aktivitas structural.
Daerah Salem tersusun atas punggungan dan lembah dengan perbedaan
elevasi diantaranya. Hal tersebut menginterpertasikan keterdapatan gejala dari
aktivitas struktur geologi dan perbedaan tingkat ketahanan terhadapa erosi pada
material penyusunnya.
Sungai-sungai pada daerah Salem secara umum berpola pararel yang terletak
di bagian Utara dan sungai dengan pola sub dendritik yang terletak di bagian tengah
dan selatan daerah Salem. Menurut genetiknya, sungai konsekuen adalah sungai
yang alirannya searah dengan kemiringan batuan. Sungai dengan tipe genetik ini
tersebar di anak sungai Cibinong, sungai Cigunung dan Sungai Citatah. Sedangkan
sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurus batuan,
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
10
pada daerah Salem tersebar pada sungai Citatah, sungai Cibinong, sungai Cigarugak
dan sungai Cigunung. Untuk sungai obsekuen adalah sungai yang arah alirannya
berlawan dengan kemiringan lapisan batuan yang tersebar pada sungai Cigunung
dan anak sungai Cigunung.
Secara geomorfologi indikasi adanya lipatan-lipatan di daerah penelitian
dapat diidentifikasikan dengan adanya sungai-sungai dengan pola pararel, hal
tersebut dibuktikan dengan pola struktur umum daerah Salem yang bersisitem
lipatan besar dengan lipatan-lipatan yang berdimensi kecil didalamnya. Secara
umum sebagian bagian tengah dan selatan daerah Salem digambarkan dengan
sungai berpola sub dendritik namun pada bagian-bagian tertentu terdapat sungai
berkelok yang diinterpretasikan merupakan jejak-jejak dari kekar-kekar yang ada di
daerah Salem. Sung ai Cigunung merupakan sungai utama pada daerah Salem,
dimana seluruh sungai-sungai kecil pada daerah Salem bermuara sungai ini, muara
besar sungai ini terletak di bagian timur daerah Salem.
Satuan geomorfologi yang terdapat di daerah Salem di bagi menjadi 3 satuan
yaitu :
Satuan Perbukitan Lipatan Pabuaran
Satuan ini dicirikan dengan adanya perbukitan yang memanjang berarah
Barat – Timur dengan ketinggian 418 – 517 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan
menurut Van Zuidam (1985) masuk kedalam kelas lereng bergelombang – berbukit
sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan interpretasi kemiringan
lapisan yang relatif berlawanan, sehingga membuat bentukan terlipat. Pola kontur
topografi pada satuan ini menunjukkan pola kontur rapat - kontur landai. Daerah
dengan pola kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran
tinggi atau berbukit – bukit, seperti pada daerah Pabuaran dan Tembongraja.
Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “U”. Lembah sungai yang berbentuk “U”
menunjukan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai Citatah. Adapun litologi
penyusun satuan ini berupa batupasir dan breksi. Keberadaan litologi batupasir dan
breksi menunjukkan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga tampak seperti
morfologi berbukit-bukit.
Satuan Pegunungan Sinklin Wanoja
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
11
Satuan ini dicirikan dengan pegunungan yang memanjang dengan arah Barat
– Timur pada bagian Utara dan berarah Utara – Selatan pada bagian Barat
penelitian dengan ketinggian 421 – 735 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan
menurut Van Zuidam (1985) masuk ke dalam kelas lereng berombak –
bergelombang sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan
interpretasi kemiringan lapisan yang relatif searah dengan kelerengan bukit. Pola
kontur topografi pada satuan ini menunjukan pola kontur rapat. Daerah dengan pola
kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran tinggi atau
berbukit – bukit, seperti pada daerah Indrajaya, Gunung Tajem, Gunung Jaya,
Banjaran, Tembongraja, dan Wanoja.
Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “V” dan “U”. Lembah sungai yang
berbentuk “V” menunjukan tahapan geomorfik muda, seperti Sungai Cilingga,
Sungai Cilalaki, Sungai Cipodol, Sungai Cilayu, dan Sungai Ciwindu. Lembah
sungai yang berbentuk “U” menunjukkan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai
Citimbang, Sungai Cigede dan Sungai Cigunung.
Litologi penyusun satuan ini berupa breksi, batupasir, dan batulempung.
Adanya litologi breksi menunjukan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga
tampak seperti morfologi berbukit – bukit. Bentukan morfologi yang bersifat agak
landai umumnya disusun oleh litologi batupasir dan batulempung yang bersifat
kurang resisten terhadap erosi.
Satuan Endapan Aluvial Ganggawang
Satuan ini terdiri dari lumpur dan batuan yang berasal dari rombakan batuan
yang telah ada sebelumnya (baik berasal dari batuan sedimen atau batuan beku yang
berukuran lempung hingga bongkah). Satuan ini memiliki ketinggian antara 282 –
288 mdpl. Penamaan satuan ini sendiri didasarkan karena satuan ini terletak pada
sebagian besar desa Ganggawang. Adanya satuan endapan aluvial ini dapat
dijadikan suatu indikasi adanya erosi , gaya eksogen bumi secara umum.
b. Stratigrafi daerah Salem
Satuan batuan daerah Salem dan sekitarnya terbagi menjadi tujuh satuan batuan
yang diklasifikasikan berdasarkan ciri batuan yang terdeskripsi rinci dan berdasarkan
data sayatan petrografi yang telah dilakukan sebelumnya. Satuan ini sendiri dari yang
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
12
paling tua ke yang muda, terbagi menjadi satuan breksi I, satuan batupasir I, satuan
batulempung, satuan batupasir II, satuan Breksi II, satuan intrusi sill, dan satuan
endapan aluvial.
Secara umum, batuan pada lokasi penelitian ini termasuk ke dalam lima formasi
geologi, yakni Formasi Kumbang, Formasi Tapak, Formasi Kalibiuk, Formasi
Kaliglagah, dan Formasi Linggopodo.
c. Struktur Geologi daerah Salem
Struktur yang dapat dijumpai di daerah ini sendiri meliputi struktur sesar dan
struktur lipatan. Struktur sesar pada daerah ini terdiri atas sesar – sesar geser yang
berarah relatif Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya.
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
13
Kajian Batubara di daerah Salem yang mencangkup
kuantitas, penyebaran dan kualitasnya.
Cekungan Bentarsari merupakan kawasan yang terdapat di Kecamatan Salem,
Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada posisi 07º05’00’’LS –
07º20’00”LS dan 108º45’00’’BT – 109º00’00’’BT. Direktorat Inventarisasi Sumber
Daya Mineral melalui penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah bitumen padat yang
prospek batubara di Cekungan Bentarsari sebanyak 24,38 juta ton. Penelitian yang telah
dilakukan tersebut belum memberikan informasi mengenai lapisan dan kedalaman
kandungan bitumen padat sehingga penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk
memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Bitumen padat merupakan batuan
sedimen yang mengandung material organik yang pada umumnya berasosiasi dengan
batubara. Hal ini berkaitan dengan proses pengendapan batuan tersebut. Berdasarkan hal
itu, penyebaran bitumen padat di Indonesia dapat diasumsikan sama dengan penyebaran
formasi batuan pembawa batubara.
Perbedaan densitas lapisan-lapisan batuan bawah permukaan dapat berakibat
terjadinya perbedaan densitas batuan di sekitarnya, sehingga menghasilkan variasi
medan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gravitasi di antara
satu titik terhadap titik lainnya di permukaan bumi disebut sebagai anomali medan
gravitasi.
Gambar 3. Cekungan Bntarsari
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
14
Cekungan Bentarsari berada pada koordinat 7,06 º – 7,17 ºLS dan 108,72 º –
108,90 ºBT dengan arah memanjang relatif dari Barat Laut ke Tenggara, serta panjang
dan lebar cekungan masing-masing 19 km dan 15km. Cekungan Bentarsari berupa
lapisan-lapisan batuan dengan berbagai variasi ketebalan, kedalaman dan kontras
densitas.. Secara keseluruhan kedalaman bagian atas lapisan batuan berkisar antara 300
– 2900 m. Cekungan Bentarsari diperoleh lima buah lapisan batuan. Lapisan batuan
dengan nilai densitas 2,82g/cm3 diperkirakan sebagai breksi yang berperan sebagai
batuan dasar (basement) yang diperkirakan berasal dari formasi Kumbang. Di atas
breksi terdapat andesit dengan densitas 2,67g/cm3 yang juga diduga berasal dari formasi
Kumbang. Nilaidensitas batuan andesit sama dengan densitas rata-rata batuan kerak
bumi, sehingga nilai kontras densitasnya sama dengan nol. Di atas andesit diendapkan
batuan sedimen berupa batupasir dengan nilai densitas 2,32g/cm3 dari formasi Tapak.
Selanjutnya batulempung dari formasi Kalibiuk diendapkan di atas formasi Tapak
dengan densitas 2,25g/cm3. Sedangkan batuan paling atas di kawasan Cekungan
Bentarsari adalah batulempung pasiran dengan nilai densitas 2,17g/cm3. Berdasarkan
informasi geologi batuan tersebut berasal dari formasi Kaliglagah sebagai batuan
pembawa bitumen padat, yang diperkirakan mengandung batubara, sebagaimana pernah
diungkapkan oleh Van Bemmelen.
Gambar 4. Batubara didaerah Salem
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
15
Berdasarkan catatan Van Bemmelen (1949) mengenai keberadaan batubara di
daerah Brebes, Jawa Tengah, diketahui bahwa pada daerah tersebut diketemukan tiga
seams batubara yang terletak pada cekungan Bantarsari. Ketebalan seams dari batubara
ini sendiri bervariasi antara 1, 55 meter hingga 2 meter. Batubara ini diketemukan
diantara batupasir dan mudstones. Batubara ini sendiri sudah termasuk ke dalam kelas
lignit.
Komposisi dari batubara yang ditemukan oleh Van Bemmelen ini terdiri atas
H2O 31,8% - 40,7%; ash 14,3%; cal. value 2475 – 3015; tar 0,44% - 0,60%. Pelamparan
dari seams ini melingkupi daerah seluas kira-kira 1.5km dengan kemiringan 14˚ – 45˚.
Ketiga seam ini sendiri dianggap tidak ekonomis (lihat: Van Bemmelen R.W, 1949, The
Geology of Indonesia, Vol. II: Economic Geology, Government Printing Office, Hague,
halaman 63-65).
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
16
Kajian Kelayakan Usaha dari Potensi Batubara di
daerah Salem
Penilaian kelayakan suatu usaha tambang merupakan usaha untuk menjamin
agar pengeluaran modal yang ketersediaannya bersifat terbatas, betul-betul mencapai
tujuannya seperti yang diharapkan, ditinjau dari segi manfaat ekonomi, finansial
maupun sosial.
Kajian kelayakan yang dapat dilakukan adalah penilaian kelayakan usaha
tambang baik berupa investasi baru maupun pengembangan usaha tambang.
Studi kelayakan memuat keterangan dan data kuantitatif mengenai usaha
tambang tersebut. Di sini dapat dilihat apakah penambangan bisa dilaksanakan menurut
perbandingan biaya dan hasil yang layak untuk cara kerja dan jangka waktu tertentu.
Studi kelayakan ini harus dilakukan karena investasi di sektor pertambangan memiliki
resiko yang cukup besar akibat dari ketidak pastian keberadaan sumber daya mineral.
Sehingga diharapkan, dengan adanya studi kelayakan, maka dapat menekan resiko
kegagalan yang mungkin akan dialami.
Keterdapatan potensi batubara di Cekungan Bentarsari , Salem kabupaten Brebes
Jawa Tengah telah menimbulkan banyak pertanyaan terkait prospek atau tidaknya
batubara tersebut sehingga perlu dilakukan Kajian Kelayakan Usaha Potensi Batubara di
daerah ini. Kajian fisik ini umumnya dilakukan di desa – desa yang termasuk ke dalam
Cekungan Bentarsari Salem. Parameter yang akan digunakan untuk mengkaji komponen
fisik adalah kondisi dan aktivitas pertambangan, hidrologi, erosi, perubahan bentang
alam, kondisi infrastruktur, gerakan tanah, tata guna lahan dan upaya reklamasi.
Aspek komponen fisik yang akan dikaji meliputi:
1. Hidrologi
Aspek hidrologi yang akan diteliti adalah pengaruh penambangan terhadap air
permukaan maupun bawah permukaan. Aspek hidrologi ini akan dipengaruhi oleh
tingkat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya
reklamasi.
2. Erosi
TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA
Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013)
17
Besarnya pengaruh erosi di daerah penambangan menjadi salah satu pertimbangan
dalam penilaian kelayakan penambangan. Aspek erosi ini akan dipengaruhi oleh tingkat
kerusakan fisik lingku-gan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi.
3. Perubahan Bentang Alam
Penambangan bahan galian golongan C yang sering terjadi menyebabkan terjadinya
perubahan bentang alam. Hal ini menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian
kelayakan pertamba-gan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik
lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi.
4. Kondisi Infrastruktur
Aspek infrastruktur difokuskan pada penggunaan infrastruktur dalam kegiatan
penambangan, seperti jalan desa, fasilitas umum lainnya. Apakah dengan adanya
penambangan penyebab-an kerusakan pada infrastruktur disekitarnya. Kondisi
infrastruktur akan dipengaruhi banyak-ya lokasi penambangan, Jarak penambangan de-
gan pemukiman dan fasilitas umum serta fasilitas sosial dan Pemanfatan fasilitas umum
oleh penambang.
5. Gerakan Tanah
Aspek ini mengkaji tentang gerakan tanah yang terjadi dan potensinya yang berada
disekitar lokasi penambangan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik
lingkungan.
6. Tata Guna Lahan
Aspek tata guna lahan merupakan penilaian se-eapa besar dampak kerusakan atau
perubahan tata guna lahan setelah dilakukan kegiatan pe-nambagan. Aspek ini akan
dipengaruhi oleh ting-kat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan
dan upaya reklamasi.
8. Upaya Reklamasi
Dari penambangan baik yang masih berlangsung maupun setelah ditambang, dilakukan
upaya yang mengarah ke reklamasi atau belum.

More Related Content

What's hot

59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineralrramdan383
 
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan Hidrocarbon
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan HidrocarbonVan Krevelen Diagram dan Pembentukan Hidrocarbon
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan HidrocarbonFauziah Maswah
 
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiAlbum mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiIndra S Syafaat
 
Petrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanPetrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanMahdi Salam
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone'Oke Aflatun'
 
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihBab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihRomi Fadli
 
Tekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuTekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuInri Pata'dungan
 
Pembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detilPembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detiloilandgas24
 
NE ( Northeast ) java basin
NE ( Northeast ) java basinNE ( Northeast ) java basin
NE ( Northeast ) java basinEka Wifayañti
 
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)Estrela Bellia Muaja
 
Proses pembentukan magma
Proses pembentukan magmaProses pembentukan magma
Proses pembentukan magmaEdugrafis Bumi
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Mario Yuven
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastikyadil142
 

What's hot (20)

59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
59103938 bab-4-klasifikasi-endapan-mineral
 
Piroksen
PiroksenPiroksen
Piroksen
 
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan Hidrocarbon
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan HidrocarbonVan Krevelen Diagram dan Pembentukan Hidrocarbon
Van Krevelen Diagram dan Pembentukan Hidrocarbon
 
Mikropal
MikropalMikropal
Mikropal
 
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiAlbum mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
 
Petrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanPetrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluan
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
 
Endapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabarEndapan epithermal agus sabar
Endapan epithermal agus sabar
 
Kuliah genesa bahan galian
Kuliah genesa bahan galianKuliah genesa bahan galian
Kuliah genesa bahan galian
 
Endapan phorpiry
Endapan phorpiryEndapan phorpiry
Endapan phorpiry
 
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijihBab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
Bab 3-bentuk-dan-tekstur-bijih
 
Tekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan bekuTekstur khusus batuan beku
Tekstur khusus batuan beku
 
Pembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detilPembuatan statigrafi detil
Pembuatan statigrafi detil
 
NE ( Northeast ) java basin
NE ( Northeast ) java basinNE ( Northeast ) java basin
NE ( Northeast ) java basin
 
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)
Manifestasi panas bumi (estrela bellia muaja, geotermal b semester dua)
 
Proses pembentukan magma
Proses pembentukan magmaProses pembentukan magma
Proses pembentukan magma
 
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
Materi Kuliah Teknik Pertambangan ; Geologi Struktur Semester III STTNAS Yogy...
 
Batuan piroklastik
Batuan piroklastikBatuan piroklastik
Batuan piroklastik
 
Petrologi batuan beku
Petrologi batuan bekuPetrologi batuan beku
Petrologi batuan beku
 
Bab piroklastik
Bab piroklastikBab piroklastik
Bab piroklastik
 

Similar to Kondisi geologi regional daerah salem

Similar to Kondisi geologi regional daerah salem (20)

sejarah.pdf
sejarah.pdfsejarah.pdf
sejarah.pdf
 
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
154501618 cekungan-tarakan-file-ed-rev
 
Baritocekungan
BaritocekunganBaritocekungan
Baritocekungan
 
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
KARAKTERISTIK MINERALOGI MATRIKS BREKSI VULKANIK PADA ENDAPAN FASIES PROKSIMA...
 
Jurnal piroklastik-ryando-perdana
Jurnal piroklastik-ryando-perdanaJurnal piroklastik-ryando-perdana
Jurnal piroklastik-ryando-perdana
 
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.pptBENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
BENTUKAN LAHAN OLEH VULKANISME.ppt
 
Tugas gi
Tugas giTugas gi
Tugas gi
 
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
 
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
 
Jurnal20080301
Jurnal20080301Jurnal20080301
Jurnal20080301
 
geologi umum
geologi umum geologi umum
geologi umum
 
LAPISAN_LITOSFER.pptx
LAPISAN_LITOSFER.pptxLAPISAN_LITOSFER.pptx
LAPISAN_LITOSFER.pptx
 
Formasi Geologi Sulawesi ( Armstrong . Unima )
Formasi Geologi Sulawesi ( Armstrong . Unima )Formasi Geologi Sulawesi ( Armstrong . Unima )
Formasi Geologi Sulawesi ( Armstrong . Unima )
 
Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)
 
Nota Geografi : Batuan
 Nota Geografi : Batuan Nota Geografi : Batuan
Nota Geografi : Batuan
 
Batuan(1)
Batuan(1)Batuan(1)
Batuan(1)
 
ppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptxppt Hasil Farhan.pptx
ppt Hasil Farhan.pptx
 
Fasies gunung api dan aplikasinya
Fasies gunung api dan aplikasinyaFasies gunung api dan aplikasinya
Fasies gunung api dan aplikasinya
 
1118
11181118
1118
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
 

Kondisi geologi regional daerah salem

  • 1. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 1 Kondisi Geologi Regional Daerah Salem (Fisiografi Regional, Stratigrafi Regional dan Struktur Regional ) a. Fisiografi Regional Gambar 1 Peta fisiografi Jawa Tengah (Van Bemmelen, 1949). Secara fisiografis Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah dengan enam satuan (Gambar. 2.1), yaitu Satuan Gunungapi Kuarter, Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa, Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng, Depresi Jawa Tengah, Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian fisiografi diatas, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor-Serayu Utara-Kendeng (Menurut Van Bemmelen, 1949) yang mana daerah ini didominasi oleh bentukan morfologi perbukitan. b. Stratigrafi Regional Menurut Van Bemmelen (1949), serta Kastowo dan Suwarno (1996) menyatakan bahwa batuan tertua yang terdapat di daerah ini adalah batuan yang berumur Eosen (Formasi Jampang) yang tersusun atas konlomerat polimik serta batupasir. Terdapat juga serpih-batulempung yang kaya akan globigerina, napal, batupasir tufaan dan batugamping foraminifera. Diatas satuan ini diendapkan secara tidak selaras Formasi Pemali yang berumur Miosen Awal. Formasi Pemali merupakan formasi tertua yang tersingkap di bagian barat North Serayu Range. Diatas Formasi Pemali secara berurutan diendapkan Formasi
  • 2. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 2 Rambatan, Formasi Lawak, Formasi Halang dan Formasi Kumbang. Hubungan formasi- formasi tersebut selaras, terkecuali Formasi Halang dan Formasi Kumbang bersifat menjemari. Formasi-formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbiditik pada kipas bawah laut (submarine fan). Diatas Formasi Kumbang diendapkan secara selaras Formasi Tapak dan Formasi Kalibiuk, yang diperkirakan diendapkan pada laut dangkal pada kala Pliosen Awal – Tengah. Formasi Kaliglagah diendapkan secara selaras diatas Formasi Kalibiuk pada lingkungan transisi sampai darat pada kala Pliosen Akhir. Diatas Formasi Kaliglagah diendapkan Formasi Mengger dan Formasi Gintung pada lingkungan darat, Formasi Mengger merupakan produk dari Old Slamet Volcanic yang berumur Pliosen Awal, sedangkan Formasi Gintung berumur Pliosen Tengah. Selaras diatas Formasi Gintung diendapkan Formasi Linggopodo pada lingkungan darat pada kala Pliosen Akhir. Formasi ini merupakan produk volkanik Gunung Slamet Muda dengan Endapan Aluvial pada lingkungan darat saat kala Holosen. Formasi Jampang Formasi Jampang terdiri dari breksi dengan fragmen-fragmen andesit hornblende dan hipersten didalam masa dasar pasir tufaan. Tidak terpilah, di beberapa tempat terdapat bongkah-bongkah lava berserakan. Di beberapa tempat terdapat pola sisipan batupasir tufaan berbutir kasar. Dasarnya tidak tersingkap. Formasi Pemali Lokasi Tipe Formasi Pemali terletak di Sungai Cibabakan, dekat Kali Pemali di daerah Bumiayu. Van Bemmelen (1949) mengkorelasikan formasi ini dengan Formasi Merawu di Daerah Karangkobar. Formasi Pemali tersusun atas napal-globigerina berwarna biru keabu-abuan dan hijau keabu-abuan. Kadang terdapat sisipan batugamping pasiran berwarna abu-abu kebiruan, batupasir tufaan dan lensa-lensa batupasir kasar. Perlapisan umumnya kurang baik. Kandungan foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah (menurut Marshak,1957), sedangkan menurut Kastowo dan Sunaryo (1996) menyebutnya umur dari formasi ini adalah Miosen Awal. Tebal formasi ini mencapai 900 meter. Formasi Rambatan
  • 3. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 3 Nama Formasi Rambatan ini pertama kali ditemukan oleh Sumarso 1974, op.cit. Kartanegara et al., 1978, Van Bemmelen menyebutnya Rambatan Belt, sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menamakan satuan ini sebagai Rambatan Serie. Lokasi tipe satuan ini berada di Kali Rambatan dekat Cikeusal. Formasi Rambatan bagian bawah tersusun atas batupasir gampingan dan konglomerat berselang-seling dengan lapisan tipis napal dan serpih. Sedangkan bagian atas tersusun atas batupasir gampingan berwarna abu-abu muda sampai biru keabu- abuan. (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Mengenai umur dari formasi ini masih terdapat perbedaan antara para peneliti terdahulu. Kandungan Foraminifera besar menunjukan umur Miosen Tengah, sedangkan foraminifera plankton menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen Awal. Tebal dari Formasi Rambatan ini berbeda disetiap tempat dari 400-900 m. Formasi Lawak Lokasi tipe dari formasi ini berada di Kali Lawak, dekat Bumiayu. Formasi Lawak tersusun atas napal kehijauan dengan beberapa sisipan batugamping foraminifera dan batupasir gampingan. Bagian atas dari formasi ini tersusun atas napal globigerina dengan beberapa sisipan batupasir. Kandungan foraminifera menunjukkan bahwa umur dari formasi ini Miosen Tengah. Tebal diperkirakan mencapai 150 m (menurut Marks, 1957). Formasi Halang Nama Formasi pertama kali ditemukan oleh Sumarso (1974, op.cit. Kartanegara et al., 1978, sedangkan Ter Haar 1934, op.cit., Marks, 1957 menyebutnya Halang Serie. Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Sungai Cikabuyutan yang melewati Geger Halang – Malahayu. Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen turbiditik pada zona Bathyal atas (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Struktur sedimen yang terlihat jelas, antara lain berupa perlapisan bersusun, convolute lamination, flute cat, dan sebagainya. Litologinya tersusun atas batupasir tufaan, konglomerat, napal dan batulempung yang berselang-seling dan beerlapis baik. Batupasir pada umumnya bersifat wacke dengan fragmen batuan andesitic. Dibagian bawah dari satuan terdapat breksi dengan susunan fragmen andesit. Di beberapa tempat dibagian atas formasi terdapat batugamping terumbu (menurut Marks, 1957).
  • 4. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 4 Di Bantarkawung, kandungan foraminifera menujukan umur Miosen Atas, sedangkan di dekat Majenang, foraminifera menunjukkan umur Miosen Tengah (menurut Maks,1957). Ketebalan formasi ini beragam dari 390-2600 m. Formasi Kumbang Lokasi tipe dari formasi ini terletak pada hulu Sungai Babakan di dekat Gunung Kumbang. Formasi ini merupakan hasil endapan yang khas dari produk gunungapi Pliosen (menurut Marks, 1957). Tetapi menurut Van Bemmelen (1949) menyebuttnya Miosen Akhir, sedangkan menurut Kastowo dan Suwarna (1996) menyatakan bahwa umur dari formasi ini Miosen Tengah-Pliosen Awal. Formasi Kumbang tersusun atas breksi gunungapi yang bersifat andesitis, massif dan berlapis buruk dengan fragmen yang umumnya menyudut. Terdapat juga aliran lava dan retas andesit, tufa, tufa pasiran dan batupasir tufaan yang berlapis, konglomerat dan sisipan tipis magnetit. Sebagian breksi mengalami propilitisasi. Ketebalan maksimum dari formasi ini adalah 750 -2000 m dan menipis kearah timur. Menurut Darman (1991) bahwa formasi ini di endapkan di bagian atas dari kipas bawah laut (upper fan) dengan mekanisme turbiditik. Formasi Tapak Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Gunung Tapak, 12 km NNE dari Bantarkawung. Formasi Tapak tersusun oleh batulempung gampingan secara dominan, kadang-kadang napal tidak berlapis, atau batugamping dengan sisipan batupasir. Sering dijumpai pecahan-pecahan cangkang moluska yang merupakan ciri khas dari formasi ini (menurut Kartanegara, 1987). Satuan ini juga tersusun oleh batupasir kasar kehijauan pada bagian bawah yang berangsur-angsur berubah menjadi batupasir lebih menghalus kehijauan kea rah atas dengan sisipan berupa napal berwarna kelabu sampai kekuningan (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Setempat dijumpai batugamping terumbu (menurut Marks, 1957). Formasi Kalibiuk Formasi Kalibiuk tersusun atas batulempung dan napal kebiruan dengan kandungan fosil. Pada bagian tengah ditemukan sisipan lensa-lensa batupasir kehijauan dengan kandungan moluska yang melimpah. Kelompok moluska tersebut mengindikasikan tidal zone facies yang berumur Pliosen. Menurut Marks (1957)
  • 5. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 5 menjelaskan bahwa umur dari formasi ini adalah bagian bawah Pliosen Atas, atau bagian atas Pliosen Bawah. Formasi ini memiliki ketebalan 2500m (Kastowo dan Suwarna, 1996). Formasi Kalibiuk dapat dikoreasikan dengan Formasi Cijulang dibagian barat atau dengan Bodas Series di bagian timur (menurut Marks, 1957). Formasi Kaliglagah Formasi Kaliglagah tersusun atas batupasir kasar dengan sisipan konglomerat, batulempung dan napal. Setempat ditemukan lapisan lignit dengan ketebalan 0,6 – 1,0 m. batupasir pada umumnya menunjukan struktur sedimen berupa silang siur dengan mengandung beberapa lapisan tipis batubara muda (lignit). Pada formasi ini ditemukan fosil mamalia dan moluska air tawar yang mengindikasikan bahwa umur dari formasi ini adalah Pliosen Akhir. Pada bagian bawah tersusun atas batulempung hitam, napal kehijauan dan batupasir bersusun andesit dan konglomerat. Pada umumnya batupasir menunjukkan struktur sedimen berupa silang siur dengan beberapa lapisan batubara muda (lignit). Tebal diperkirakan mencapai 350 meter (menurut Kastowo dan Suwarna, 1996). Formasi Mengger Lokasi tipe satuan ini berada di Gunung Mengger, 10 km arah NNW dari Bumiayu, singkapan terbaik terdapat di Desa Cisaat. Formasi Mengger tersusun atas tufa abu-abu muda dan batupasir tufaan dengan sisipan konglomerat dan lapisan tipis magnetit. Pada formasi ini juga ditemukan fosil mamalia yang termasuk kategori Upper Vertebrate Zone yang menunjukan umur Pliestosen Awal. Ketebalan dari formasi ini diperkirakan mencapai 150m (menurut Marks, 1957). Formasi Gintung Formasi Gintung tersusun atas perselingan konglomerat bersusun andesit dan batupasir kelabu kehijauan, batulempung pasiran dan batulempung. Formasi ini juga dicirikan dengan hadirnya konkresi batupasir karbonatan dan napal. Pada bagian atas dijumpai perselingan tufa. Sepanjang Kaligintung, tebal dari formasi ini mencapai 800 meter. Formasi ini berada di atas Upper Vertebrate Zone (Formasi Mengger), sehingga diperkirakan bahwa umur dari satuan ini Plistosen Awal-Akhir (menurut Marks, 1957). Formasi Linggopodo
  • 6. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 6 Formasi Linggopodo ini merupakan produk gunungapi, tersusun atas breksi tufa dan lahar yang berasal dari Gunung Slamet Tua dan Gunung Copet (menurut Van Bemmelen, 1949). Formasi ini menindih secara tidak selaras formasi yang berada dibawahnya, serta ditutupi oleh produk Gunung Slamet Muda. Komposisi dari formasi ini secara umum dapat disetarakan dengan Formasi Kumbang. Oleh karena itu, diperkirakan keduanya berasal dari produk gunungapi yang sama atau setipe dengan waktu yang berbeda. Lokasi tipe dari satuan ini berada di Gunung Linggopodo. c. Struktur Geologi Regional Proses tektonik yang terjadi di Pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Mikro Sunda. Berdasarkan berbagai macam data (data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data magnetik, data gaya berat, data seismik, dan data pemboran migas) dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya di pulau Jawa ada 3 (tiga) arah kelurusan struktur dominan yaitu arah Meratus, arah Sunda, dan arah Jawa. Arah yang pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang disebut dengan arah Meratus. Pola struktur dengan arah Meratus ini merupakan pola dominan yang berkembang di Pulau Jawa (menurut Pulunggono dan Martodjojo, 1994) terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir-Eosen Awal). Arah yang kedua adalah pola struktur yang dijabarkan oleh sesar-sesar yang berarah utara-selatan. Arah ini diwakili oleh sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna. Pola ini disebut dengan Pola Sunda. Pola Sunda berarah utara-selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu (Eosen Awal-Oligosen Awal). Arah yang ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan berada di dataran Pulau Jawa dan dinamakan dengan Pola Jawa. Pola Jawa berarah barat-timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu dan diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis dan sesar-sesar di dalam Zona Bogor (menurut Van Bemmelen, 1949 op.cit. Pulunggono dan Martodjojo, 1994). Sujanto (1975) membuat peta pola struktur Jawa Tengah berdasarkan interpretasi Foto ERTS-1 menyatakan bahwa pola umum struktur sesar di Jawa Tengah
  • 7. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 7 adalah barat laut-tenggara dan timur laut-barat daya dan beberapa pola struktur sesar mempunyai arah barat-timur. Gambar 2 Pola struktur geologi Pulau Jawa (Pulunggono dan Martodjojo, 1994. Untuk struktur geologi regional yang dijumpai pada daerah lembar majenang sendiri berupa sesar, lipatan, kelurusan dan kekar, yang melibatkan batuan yang berumur Oligo-Miosen sampai Holosen. Sesar yang dijumpai umumnya berarah jurus Baratlaut – Tenggara sampai Timurlaut – Baratdaya. Jenis sesar berupa sesar naik, sesar normal, dan sesar geser menganan serta mengiri, yang melibatkan batuan yang berumur Oligo – Miosen sampai Plistosen. Sesar naik secara umum membentuk busur yang memperlihatkan variasi kemiringan bidang sesar kearah selatan sampai barat, sedangkan sesar normal terdapat secara setempat. Pola lipatan yang terdapat pada lembar ini berarah Baratlaut – Tenggara. Kelurusan yang sebagian diduga sesar mempunyai pola penyebaran seperti pola sesar, dan umumnya berarah jurus Barat Baratlaut – Timur Tenggara, dengan beberapa Timurlaut – Baratdaya, yang di beberapa tempat saling memotong. Kekar umumnya dijumpai dan berkembang baik pada batuan berumur Tersier dan Plistosen. Tektonik pada daerah ini paling tidak ada dua perioda, yang menghasilkan struktur berbeda. Yang pertama, terjadi pada Kala Miosen Tengah dan menghasilkan pengangkatan yang diikuti oleh penerobosan andesit dan basalt. Formasi Jampang, Pemali, Rambatan, Lawak, dan Batugamping Kalipucang terlipat dan tersesarkan, terutama membentuk sesar normal yang berarah Barat laut-Tenggara dan Timurlaut- Baratdaya. Periode kedua, yang berlangsung pada Kala Plio-Plistosen menghasilkan sesar geser-jurus dan sesar naik berarah dari Baratlaut-Tenggara sampai Timurlaut- Baratdaya. Menurut Simandjuntak (1979) menjelaskan bahwa pada periode tektonika
  • 8. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 8 Plio – Plistosen sesar yang terbentuk umumnya berupa sesar bongkah. Data geofisika menunjukkan atau memperlihatkan bahwa kegiatan tektonika yang terakhir ini menggiatkan kembali sebagian sesar normal (menurut Wiriosudarmo, 1979).
  • 9. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 9 Kondisi Geologi Lokal Daerah Salem yang mencangkup Geomorfologi, Stratigrafi dan Struktur Daerah Salem. a. Geomorfologi daerah Salem Secara fisiografis daerah Salem terletak pada zona fisiografi Antiklinuorium Bogor-Serayu Utara-kendeng (Van Bemmelen, 1949) morfologi pada zona ini pada umumnya berupa suatu perbukitan. Berdasarkan analisis peta topografi dan foto udara daerah penelitian menunjukkan bahwa bentang alam daerah penelitian secara umum memiliki perbedaan tinggi dan relief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada peta topografi dan pembuktiannya ketika observasi lapangan, daerah penelitian secara umum merupakan suatu perbukitan lipatan dengan pola utama sinklin dimana terdapat beberapa perbukitan yang memanjang dengan arah relative barat-timur dengan beberapa lembah diantaranya. Ketinggian perbukitan tersebut berkisar antara 370 mdpl-720mdpl. Titik tertinggi daerah Salem terletak di Barat Laut yaitu daerah Gunung Ciamnglid, sedangkan titik terendah berada pada bagian Timur daerah Salem yaitu utara desa Ganggawang dengan ketinggian 282 mdpl. Secara umum daerah Salem berupa cekungan seperti magkuk dengan beberapa lipatan di tengahnya. Morfologi ini tersusun oleh batuan beku dan batuan sedimen dengan arah jurus relative Barat- Timur dengan arah kemiringan yang bervariasi ke Utara dan ke Selatan karana pengaruh dari aktivitas structural. Daerah Salem tersusun atas punggungan dan lembah dengan perbedaan elevasi diantaranya. Hal tersebut menginterpertasikan keterdapatan gejala dari aktivitas struktur geologi dan perbedaan tingkat ketahanan terhadapa erosi pada material penyusunnya. Sungai-sungai pada daerah Salem secara umum berpola pararel yang terletak di bagian Utara dan sungai dengan pola sub dendritik yang terletak di bagian tengah dan selatan daerah Salem. Menurut genetiknya, sungai konsekuen adalah sungai yang alirannya searah dengan kemiringan batuan. Sungai dengan tipe genetik ini tersebar di anak sungai Cibinong, sungai Cigunung dan Sungai Citatah. Sedangkan sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya sejajar dengan jurus batuan,
  • 10. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 10 pada daerah Salem tersebar pada sungai Citatah, sungai Cibinong, sungai Cigarugak dan sungai Cigunung. Untuk sungai obsekuen adalah sungai yang arah alirannya berlawan dengan kemiringan lapisan batuan yang tersebar pada sungai Cigunung dan anak sungai Cigunung. Secara geomorfologi indikasi adanya lipatan-lipatan di daerah penelitian dapat diidentifikasikan dengan adanya sungai-sungai dengan pola pararel, hal tersebut dibuktikan dengan pola struktur umum daerah Salem yang bersisitem lipatan besar dengan lipatan-lipatan yang berdimensi kecil didalamnya. Secara umum sebagian bagian tengah dan selatan daerah Salem digambarkan dengan sungai berpola sub dendritik namun pada bagian-bagian tertentu terdapat sungai berkelok yang diinterpretasikan merupakan jejak-jejak dari kekar-kekar yang ada di daerah Salem. Sung ai Cigunung merupakan sungai utama pada daerah Salem, dimana seluruh sungai-sungai kecil pada daerah Salem bermuara sungai ini, muara besar sungai ini terletak di bagian timur daerah Salem. Satuan geomorfologi yang terdapat di daerah Salem di bagi menjadi 3 satuan yaitu : Satuan Perbukitan Lipatan Pabuaran Satuan ini dicirikan dengan adanya perbukitan yang memanjang berarah Barat – Timur dengan ketinggian 418 – 517 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam (1985) masuk kedalam kelas lereng bergelombang – berbukit sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan interpretasi kemiringan lapisan yang relatif berlawanan, sehingga membuat bentukan terlipat. Pola kontur topografi pada satuan ini menunjukkan pola kontur rapat - kontur landai. Daerah dengan pola kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran tinggi atau berbukit – bukit, seperti pada daerah Pabuaran dan Tembongraja. Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “U”. Lembah sungai yang berbentuk “U” menunjukan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai Citatah. Adapun litologi penyusun satuan ini berupa batupasir dan breksi. Keberadaan litologi batupasir dan breksi menunjukkan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga tampak seperti morfologi berbukit-bukit. Satuan Pegunungan Sinklin Wanoja
  • 11. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 11 Satuan ini dicirikan dengan pegunungan yang memanjang dengan arah Barat – Timur pada bagian Utara dan berarah Utara – Selatan pada bagian Barat penelitian dengan ketinggian 421 – 735 mdpl dan dalam klasifikasi kelerengan menurut Van Zuidam (1985) masuk ke dalam kelas lereng berombak – bergelombang sampai berbukit – pegunungan. Satuan ini ditandai dengan interpretasi kemiringan lapisan yang relatif searah dengan kelerengan bukit. Pola kontur topografi pada satuan ini menunjukan pola kontur rapat. Daerah dengan pola kontur topografi rapat ditandai dengan bentukan morfologi dataran tinggi atau berbukit – bukit, seperti pada daerah Indrajaya, Gunung Tajem, Gunung Jaya, Banjaran, Tembongraja, dan Wanoja. Lembah sungai pada satuan ini berbentuk “V” dan “U”. Lembah sungai yang berbentuk “V” menunjukan tahapan geomorfik muda, seperti Sungai Cilingga, Sungai Cilalaki, Sungai Cipodol, Sungai Cilayu, dan Sungai Ciwindu. Lembah sungai yang berbentuk “U” menunjukkan tahapan geomorfik dewasa, seperti Sungai Citimbang, Sungai Cigede dan Sungai Cigunung. Litologi penyusun satuan ini berupa breksi, batupasir, dan batulempung. Adanya litologi breksi menunjukan sifat yang lebih resisten terhadap erosi, sehingga tampak seperti morfologi berbukit – bukit. Bentukan morfologi yang bersifat agak landai umumnya disusun oleh litologi batupasir dan batulempung yang bersifat kurang resisten terhadap erosi. Satuan Endapan Aluvial Ganggawang Satuan ini terdiri dari lumpur dan batuan yang berasal dari rombakan batuan yang telah ada sebelumnya (baik berasal dari batuan sedimen atau batuan beku yang berukuran lempung hingga bongkah). Satuan ini memiliki ketinggian antara 282 – 288 mdpl. Penamaan satuan ini sendiri didasarkan karena satuan ini terletak pada sebagian besar desa Ganggawang. Adanya satuan endapan aluvial ini dapat dijadikan suatu indikasi adanya erosi , gaya eksogen bumi secara umum. b. Stratigrafi daerah Salem Satuan batuan daerah Salem dan sekitarnya terbagi menjadi tujuh satuan batuan yang diklasifikasikan berdasarkan ciri batuan yang terdeskripsi rinci dan berdasarkan data sayatan petrografi yang telah dilakukan sebelumnya. Satuan ini sendiri dari yang
  • 12. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 12 paling tua ke yang muda, terbagi menjadi satuan breksi I, satuan batupasir I, satuan batulempung, satuan batupasir II, satuan Breksi II, satuan intrusi sill, dan satuan endapan aluvial. Secara umum, batuan pada lokasi penelitian ini termasuk ke dalam lima formasi geologi, yakni Formasi Kumbang, Formasi Tapak, Formasi Kalibiuk, Formasi Kaliglagah, dan Formasi Linggopodo. c. Struktur Geologi daerah Salem Struktur yang dapat dijumpai di daerah ini sendiri meliputi struktur sesar dan struktur lipatan. Struktur sesar pada daerah ini terdiri atas sesar – sesar geser yang berarah relatif Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya.
  • 13. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 13 Kajian Batubara di daerah Salem yang mencangkup kuantitas, penyebaran dan kualitasnya. Cekungan Bentarsari merupakan kawasan yang terdapat di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada posisi 07º05’00’’LS – 07º20’00”LS dan 108º45’00’’BT – 109º00’00’’BT. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral melalui penelitiannya menyebutkan bahwa jumlah bitumen padat yang prospek batubara di Cekungan Bentarsari sebanyak 24,38 juta ton. Penelitian yang telah dilakukan tersebut belum memberikan informasi mengenai lapisan dan kedalaman kandungan bitumen padat sehingga penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat. Bitumen padat merupakan batuan sedimen yang mengandung material organik yang pada umumnya berasosiasi dengan batubara. Hal ini berkaitan dengan proses pengendapan batuan tersebut. Berdasarkan hal itu, penyebaran bitumen padat di Indonesia dapat diasumsikan sama dengan penyebaran formasi batuan pembawa batubara. Perbedaan densitas lapisan-lapisan batuan bawah permukaan dapat berakibat terjadinya perbedaan densitas batuan di sekitarnya, sehingga menghasilkan variasi medan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gravitasi di antara satu titik terhadap titik lainnya di permukaan bumi disebut sebagai anomali medan gravitasi. Gambar 3. Cekungan Bntarsari
  • 14. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 14 Cekungan Bentarsari berada pada koordinat 7,06 º – 7,17 ºLS dan 108,72 º – 108,90 ºBT dengan arah memanjang relatif dari Barat Laut ke Tenggara, serta panjang dan lebar cekungan masing-masing 19 km dan 15km. Cekungan Bentarsari berupa lapisan-lapisan batuan dengan berbagai variasi ketebalan, kedalaman dan kontras densitas.. Secara keseluruhan kedalaman bagian atas lapisan batuan berkisar antara 300 – 2900 m. Cekungan Bentarsari diperoleh lima buah lapisan batuan. Lapisan batuan dengan nilai densitas 2,82g/cm3 diperkirakan sebagai breksi yang berperan sebagai batuan dasar (basement) yang diperkirakan berasal dari formasi Kumbang. Di atas breksi terdapat andesit dengan densitas 2,67g/cm3 yang juga diduga berasal dari formasi Kumbang. Nilaidensitas batuan andesit sama dengan densitas rata-rata batuan kerak bumi, sehingga nilai kontras densitasnya sama dengan nol. Di atas andesit diendapkan batuan sedimen berupa batupasir dengan nilai densitas 2,32g/cm3 dari formasi Tapak. Selanjutnya batulempung dari formasi Kalibiuk diendapkan di atas formasi Tapak dengan densitas 2,25g/cm3. Sedangkan batuan paling atas di kawasan Cekungan Bentarsari adalah batulempung pasiran dengan nilai densitas 2,17g/cm3. Berdasarkan informasi geologi batuan tersebut berasal dari formasi Kaliglagah sebagai batuan pembawa bitumen padat, yang diperkirakan mengandung batubara, sebagaimana pernah diungkapkan oleh Van Bemmelen. Gambar 4. Batubara didaerah Salem
  • 15. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 15 Berdasarkan catatan Van Bemmelen (1949) mengenai keberadaan batubara di daerah Brebes, Jawa Tengah, diketahui bahwa pada daerah tersebut diketemukan tiga seams batubara yang terletak pada cekungan Bantarsari. Ketebalan seams dari batubara ini sendiri bervariasi antara 1, 55 meter hingga 2 meter. Batubara ini diketemukan diantara batupasir dan mudstones. Batubara ini sendiri sudah termasuk ke dalam kelas lignit. Komposisi dari batubara yang ditemukan oleh Van Bemmelen ini terdiri atas H2O 31,8% - 40,7%; ash 14,3%; cal. value 2475 – 3015; tar 0,44% - 0,60%. Pelamparan dari seams ini melingkupi daerah seluas kira-kira 1.5km dengan kemiringan 14˚ – 45˚. Ketiga seam ini sendiri dianggap tidak ekonomis (lihat: Van Bemmelen R.W, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. II: Economic Geology, Government Printing Office, Hague, halaman 63-65).
  • 16. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 16 Kajian Kelayakan Usaha dari Potensi Batubara di daerah Salem Penilaian kelayakan suatu usaha tambang merupakan usaha untuk menjamin agar pengeluaran modal yang ketersediaannya bersifat terbatas, betul-betul mencapai tujuannya seperti yang diharapkan, ditinjau dari segi manfaat ekonomi, finansial maupun sosial. Kajian kelayakan yang dapat dilakukan adalah penilaian kelayakan usaha tambang baik berupa investasi baru maupun pengembangan usaha tambang. Studi kelayakan memuat keterangan dan data kuantitatif mengenai usaha tambang tersebut. Di sini dapat dilihat apakah penambangan bisa dilaksanakan menurut perbandingan biaya dan hasil yang layak untuk cara kerja dan jangka waktu tertentu. Studi kelayakan ini harus dilakukan karena investasi di sektor pertambangan memiliki resiko yang cukup besar akibat dari ketidak pastian keberadaan sumber daya mineral. Sehingga diharapkan, dengan adanya studi kelayakan, maka dapat menekan resiko kegagalan yang mungkin akan dialami. Keterdapatan potensi batubara di Cekungan Bentarsari , Salem kabupaten Brebes Jawa Tengah telah menimbulkan banyak pertanyaan terkait prospek atau tidaknya batubara tersebut sehingga perlu dilakukan Kajian Kelayakan Usaha Potensi Batubara di daerah ini. Kajian fisik ini umumnya dilakukan di desa – desa yang termasuk ke dalam Cekungan Bentarsari Salem. Parameter yang akan digunakan untuk mengkaji komponen fisik adalah kondisi dan aktivitas pertambangan, hidrologi, erosi, perubahan bentang alam, kondisi infrastruktur, gerakan tanah, tata guna lahan dan upaya reklamasi. Aspek komponen fisik yang akan dikaji meliputi: 1. Hidrologi Aspek hidrologi yang akan diteliti adalah pengaruh penambangan terhadap air permukaan maupun bawah permukaan. Aspek hidrologi ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi. 2. Erosi
  • 17. TAKEHOME EKSPLORASI BATUBARA Hiskia Ulinuha Annisa (H1F010013) 17 Besarnya pengaruh erosi di daerah penambangan menjadi salah satu pertimbangan dalam penilaian kelayakan penambangan. Aspek erosi ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik lingku-gan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi. 3. Perubahan Bentang Alam Penambangan bahan galian golongan C yang sering terjadi menyebabkan terjadinya perubahan bentang alam. Hal ini menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian kelayakan pertamba-gan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi. 4. Kondisi Infrastruktur Aspek infrastruktur difokuskan pada penggunaan infrastruktur dalam kegiatan penambangan, seperti jalan desa, fasilitas umum lainnya. Apakah dengan adanya penambangan penyebab-an kerusakan pada infrastruktur disekitarnya. Kondisi infrastruktur akan dipengaruhi banyak-ya lokasi penambangan, Jarak penambangan de- gan pemukiman dan fasilitas umum serta fasilitas sosial dan Pemanfatan fasilitas umum oleh penambang. 5. Gerakan Tanah Aspek ini mengkaji tentang gerakan tanah yang terjadi dan potensinya yang berada disekitar lokasi penambangan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh tingkat kerusakan fisik lingkungan. 6. Tata Guna Lahan Aspek tata guna lahan merupakan penilaian se-eapa besar dampak kerusakan atau perubahan tata guna lahan setelah dilakukan kegiatan pe-nambagan. Aspek ini akan dipengaruhi oleh ting-kat kerusakan fisik lingkungan, banyaknya lokasi penambangan dan upaya reklamasi. 8. Upaya Reklamasi Dari penambangan baik yang masih berlangsung maupun setelah ditambang, dilakukan upaya yang mengarah ke reklamasi atau belum.