SlideShare a Scribd company logo
1 of 67
Download to read offline
PRAKTIS 
Terapi Cairan dan Darah 
ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk 
hasil penelitian 
Pengaruh Ekstrak Daun Singkong 
(Manihot uttilisima) terhadap Fungsi 
Hati dan Ginjal Tikus Putih yang 
Diinduksi Karsinogen Nitrosamin 
tinjauan pustaka 
Penatalaksanaan Mual Muntah yang 
Diinduksi Kemoterapi 
Profil 
Dr. Yow Pin, PHD, 
Setiap Penemuan Dapat 
Menolong Ribuan Pasien
| MEI - JUNI 2010 245 
Petunjuk untuk Penulis 
CDK menerima naskah yang membahas berbagai aspek keseha-tan, 
kedokteran dan farmasi, bisa berupa tinjauan kepusta-kaan 
ataupun hasil penelitian di bidang-bidang tersebut, termasuk lapo-ran 
kasus. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang 
khusus untuk diterbitkan oleh CDK; bila pernah dibahas atau dibacakan 
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai 
nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. 
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggu-nakan 
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa 
Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan 
istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam ba-hasa 
Indonesia. 
Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. 
Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia 
dan Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak ber-bahasa 
Inggris untuk karangan tersebut. Naskah berisi 2000 - 3000 kata 
ditulis dengan program pengolah kata seperti MS Word, spasi ganda, 
font Eurostile atau Times New Roman 10 pt. 
Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lemba-ga/ 
fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafi k/ilustrasi yang 
melengkapi naskah dibuat sejelas- jelasnya dan telah dimasukkan dalam 
program MS Word. 
Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya 
dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index 
Medicus dan/atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to 
Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). 
Contoh : 
1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, 
London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 
2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-organisms. 
Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic 
physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 
1974 ; 457-72. 
3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan fi lariasis di Indonesia. 
CDK. 1990; 64: 7-10. 
Jika pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh 
atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. 
Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk softcopy / CD atau melalui 
e-mail ke alamat : 
Redaksi CDK 
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4 
Cempaka Putih, Jakarta 10510 
E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id 
Tlp: (021) 4208171. Fax: (021) 42873685 
Mengingat saat ini CDK sudah dapat diakses lewat internet (online) 
maka (para) penulis hendaknya menyadari bahwa makalah yang diter-bitkan 
juga akan dapat lebih mudah dimanfaatkan oleh lingkungan yang 
lebih luas. 
Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui e-mail; oleh kar-ena 
itu untuk keperluan tersebut tentukan contact person lengkap den-gan 
alamat e-mailnya. 
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat 
masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan 
atau kebijakan instansi/lembaga tempat kerja si penulis. 
EDITORIAL 246 
ENGLISH SUMMARY 248 
ARTIKEL 
Penatalaksanaan Mual Muntah 
yang Diinduksi Kemoterapi 
M. Adi Firmansyah 249 
Peranan Hipermetilasi DNA pada Kanker 
Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, 
Ferry Sandra 254 
Penggunaan DHEA pada Tatalaksana 
Anti Penuaan 
Monik Setijoso 259 
Terapi Sulih DHEA 
sebagai Metode Anti Penuaan 
Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya 264 
Peranan Sel Punca Endometrium 
dalam Patogenesis Endometriosis 
Grace Valentine, Kanadi Sumapraja 269 
Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) 
terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih 
yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin 
Cornelis Adimunca, Olwin Nainggolan 274 
Pengaruh Pemberian Meniran 
pada Hati Mencit yang Diberi CCl4 
Siti Sundari Yuwono 278 
BERITA TERKINI 
Zotepine: Respon minggu pertama sebagai 
prediktor perbaikan minggu ke-4 284 
Endoskopi Dini untuk Perdarahan Ulkus Peptik 285 
Vaksinasi Infl uenza Memberikan Perlindungan 
Terhadap Infark Miokard 289 
FDA Memberikan Peringatan Baru Mengenai 
Interaksi Clopidogrel-Omeprazole 290 
FDA Menyetujui Pemberian Rosuvastatin 
pada Pasien dengan Kadar LDL Normal 291 
SPARCLE: Atorvastatin Dosis Tinggi Pasca Stroke atau 
TIA Mengurangi Kejadian Stroke dan Kardiovaskular 292 
Pengobatan Alternatif Penderita Hepatitis C 293 
Tips Menghindari Osteoporosis 294 
Vitamin D Mencegah Penyakit Jantung dan Diabetes 295 
Setelah Pemasangan DES, Tiga Antiplatelet Lebih Baik 297 
Apakah Perluasan Indikasi Untuk Telmisartan 
Merupakan Keputusan yang Tepat? 298 
Efek Antimikroba Anestetik Lokal 299 
Ekstrak Melon Membantu Mencegah Obesitas 300 
Metformin Menurunkan Berat Badan 
pada Remaja yang Obesitas 301 
PRAKTIS 304 
OPINI 310 
PROFIL 312 
INFO PRODUK 314 
GERAI 317 
ANTAR SEJAWAT 318 
AGENDA 319 
RPPIK 320 
DAFTAR ISI 
Dua Kasus Mutasi DNA pada Orang Indonesia 282 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 245 4/28/2010 9:29:12 PM
PRAKTIS 
Terapi Cairan dan Darah 
ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk 
HASIL PENELITIAN 
Pengaruh Ekstrak Daun Singkong 
(Manihot uttilisima) terhadap Fungsi 
Hati dan Ginjal Tikus Putih yang 
Diinduksi Karsinogen Nitrosamin 
TINJAUAN PUSTAKA 
Penatalaksanaan Mual Muntah yang 
Diinduksi Kemoterapi 
PROFIL 
Dr. Yow Pin, PHD, 
Setiap Penemuan Dapat 
Menolong Ribuan Pasien 
EDITORIAL 
Beberapa masalah mutasi gen, juga kaitannya dengan agen dari luar 
menjadi bahasan dalam edisi CDK ini; topik ini dilengkapi dengan artikel 
yang membahas hormon DHEA dalam kaitannya dengan kemungkinan 
penggunaannya dalam klinik. 
Artikel lain yang menarik adalah penelitian pendahuluan manfaat beberapa 
komponen zat/obat ‘tradisional’ untuk melindungi sel-sel tubuh terhadap 
efek zat-zat karsinogen; penemuan ini bisa membuka jalan ke arah 
pemanfaatannya dalam klinik, sekaligus juga memberikan dukungan ilmiah 
bagi penggunaan obat tradisional yang sudah berjalan turun temurun. 
Laporan kasus mengenai mutasi DNA yang ditemukan di Indonesia juga 
menarik untuk disimak. 
Selamat membaca, 
Redaksi 
246 | MEI - JUNI 2010 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 246 4/26/2010 8:34:11 PM
Redaksi Kehormatan 
Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD 
Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta 
Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOM 
Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas 
Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI 
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ 
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPH 
Pusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta 
Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEH 
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ 
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACE 
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ 
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOM 
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta 
DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKes 
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta 
Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K) 
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado 
Prof. DR. Dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGH 
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP 
Dr. Hasan Sadikin, Bandung 
Dr. Aucky Hinting, PhD, SpAnd 
Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 
DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP 
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Pusat Jantung Nasional 
Harapan Kita, Jakarta 
Prof. DR. Dra. Arini Setiawati 
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 
Prof. Dr. Faisal Yunus, PhD, SpP(K) 
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran 
Universitas Indonesia/SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta 
Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK 
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 
Dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc., DrPH 
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta 
Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS 
Fakultas KedokteranUniversitas Udayana Denpasar, Bali 
Prof. DR. Dr. Ignatius Riwanto, SpB(K) 
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, 
Semarang 
Dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, PhD 
Universitas Trisakti/ Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta 
Prof. DR. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI 
Sub Dept. Alergi-Imunologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran 
Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K) 
Departemen Radiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
Prof. DR. Dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN 
Departemen Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ 
RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung 
Dr. Hendro Susilo, SpS(K) 
Dept. Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, 
Surabaya 
Prof. DR. Dr. Darwin Karyadi, SpGK 
Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat 
Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, M.Kes 
Bagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas 
Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung 
| MEI - JUNI 2010 247 
ISSN: 0125-913 X 
http://www.kalbe.co.id/cdk 
Alamat Redaksi 
Gedung KALBE 
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4 
Cempaka Putih, Jakarta 10510 
Tlp: 021-420 8171 
Fax: 021-4287 3685 
E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id 
http://twitter.com/CDKMagazine 
Nomor Ijin 
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 
Penerbit Kalbe Farma 
Pencetak Dian Rakyat 
Susunan Redaksi 
Ketua Pengarah 
Dr. Boenjamin Setiawan, PhD 
Pemimpin Umum 
Dr. Erik Tapan 
Ketua Penyunting 
Dr. Budi Riyanto W. 
Manajer Bisnis 
Nofa, S.Si, Apt. 
Dewan Redaksi 
Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc. 
Dr. Michael Buyung Nugroho 
Dr. Karta Sadana 
Dr. Sujitno Fadli 
Drs. Sie Djohan, Apt. 
Ferry Sandra, Ph.D. 
Budhi H. Simon, Ph.D. 
Tata Usaha 
Dodi Sumarna 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 247 4/26/2010 8:34:12 PM
ENGLISH SUMMARY 
Role of DNA 
Hypermethylation in 
Cancer 
Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, 
Ferry Sandra 
Cancer Division, Stem Cell and Cancer 
Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, 
Indonesia 
Recent studies on cancer-causing 
genes have shown the importance of 
promoter hypermethylation affecting 
different tumor suppressor genes such 
as cyclin dependent kinase inhibitor 
2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), hu-man 
mismatch repair gene (MLH1), 
and retinoblastoma1 (Rb1). 
Promoter hypermethylation is one ex-ample 
of epigenetic processes lead-ing 
to repression of gene expression 
without altering DNA sequence per 
se and may serve as a promising bio-markers 
in lieu of other classical im-munohistochemical 
based markers 
to stage the evolution of normal cells 
into cancerous ones. A number of re-search 
studies also show that some 
hypermethylated genes also correlate 
with aggressiveness and poor progno-sis 
of different cancers. 
There are several chemical agents act-ing 
as nucleotide analogoues that have 
demethylating activities such as 5-aza-cytidine 
and 5-aza-2’-deoxycytidine. 
These agents are proven to inhibit 
the activity of DNA methyltransferase 
(an enzyme responsible for promoter 
methylation) and consequently to re-activate 
gene expression that is initially 
repressed due to methylation. 
Key words: promoter hypermethyla-tion, 
cancer, gene repression, tumor 
supressor genes 
CDK 2010; 37(4):254 - 8 
DHEA in Anti-aging 
Management 
Monik Setijoso 
Nirmala Clinic, Pasar Jumat, South Jakarta, 
Indonesia 
Dehydroepiandrosterone (DHEA) is a 
hormon synthesized primarily by the 
zona reticularis of the adrenal cortex. 
The level of DHEA in the body reaches 
its peak during young adulthood. Be-side 
its function as a precursor for sex 
hormones, studies has shown various 
benefi ts such as improvement in cog-nitive 
function, increase in bone mass 
density, decrease of cardiovascular 
risks, weight loss, etc. Considering the 
benefi ts, DHEA is believed to be use-ful 
as a part of anti aging management. 
DHEA is now widely distributed as an 
over-the-counter supplement. Further 
research is necessary to analyze long 
term effects. Physician’s monitoring is 
strongly recommended. 
Keywords: DHEA, anti aging, 
supplement 
CDK 2010; 37(4):259 - 263 
DHEA Replacement 
Therapy for Anti Aging 
Sem Samuel Surja, Victor Nugroho 
Wijaya 
Student, Faculty of Medicine, Atmajaya 
Catholic University, Jakarta, Indonesia 
Dehydroepiandrosterone (DHEA) 
and dehydroepiandrosterone sulfate 
(DHEAS) are hormones naturally pro-duced 
by human body. Level of DHEA 
peaks after delivery and in 20-24 year 
of age, and then decreased about 
2-3% per year. Decreased level of the 
hormones declines several body’s 
functions. Many researches look into 
the potential of maintaining the hor-mone 
level as anti-aging method. 
Many researches showed that DHEA 
can improve testosterone and es-tradiol 
level, improves Bone Mineral 
Density (BMD) in certain bones and 
lowers osteoclast’s activity. But other 
researches showed that DHEA has no 
effect on insulin, doesn’t improve mus-cle 
mass and strength, and doesn’t in-fl 
uence body composition. 
DHEA replacement therapy has ben-efi 
t in preventing aging by improving 
bone quality. But, further long-term 
248 | MEI - JUNI 2010 
researches is still needed. 
Keywords: DHEA, DHEA replacement 
therapy, anti-aging. 
CDK 2010; 37(4):264 - 8 
Role of Endometrial 
Stem Cell in the 
Pathogenesis of 
Endometriosis 
Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2 
1. Faculty of Medicine, University of Indone-sia 
graduate 
2.Immunoendocrinology and Reproduction 
Subdept., Department of Obstetrics and 
Gynecology, Faculty of Medicine, University 
of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital, 
Jakarta, Indonesia 
Endometriosis is characterized by the 
presence and growth of endometrial 
tissue (glands and stroma) outside the 
uterus. Endometriosis is a benign gy-necologic 
condition which can cause 
a signifi cant morbidity and occur in 
6-10% women. Although endometrio-sis 
has been part of the clinical prac-tice 
for almost a century, endometrio-sis 
pathogenesis remains an enigma. 
There are direct evidence for the ex-istence 
of adult stem/progenitor cells 
in human endometrium, which may 
have important roles in endometrium 
regeneration. 
Recent studies suggest a new hypoth-esis 
of endometriosis pathogenesis : 
endometrial stem/progenitor cells are 
inappropriately shed during menstru-ation 
and reach the peritoneal cavity 
where they adhere and establish en-dometriotic 
implants. 
More studies on the specifi c role of en-dometrium 
stem cells are needed to 
improve understanding on endometri-osis 
pathogenesis. This fundamental 
studies on endometrial stem/progeni-tor 
cells will provide new insights into 
the pathogenesis of endometriosis. 
CDK 2010; 37(4):269 - 273 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 248 4/28/2010 9:29:24 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
Penatalaksanaan Mual Muntah 
yang Diinduksi Kemoterapi 
| MEI - JUNI 2010 249 
PENDAHULUAN 
Kemoterapi, seperti halnya de-ngan 
modalitas lain, mempunyai efek 
samping. Efek samping terjadi karena 
perubahan pada sel-sel normal. Ke-banyakan 
komplikasi dapat diantisi-pasi 
dan menurut beberapa ahli, be-berapa 
di antaranya dapat dicegah1. 
Kompikasi mielosupresi, mual mun-tah, 
stomatitis dan alopesia adalah 
beberapa komplikasi kemoterapi yang 
sering diobservasi. Mual dan muntah, 
stomatitis merupakan efek samping 
kemoterapi yang sering terjadi.2,3 Ber-kat 
perkembangan obat anti-emetik 
maka penatalaksanaan mual muntah 
yang diinduksi kemoterapi ini semakin 
maju.1 
Muntah tidak hanya mempengar-uhi 
kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan 
penolakan pengobatan 
antineoplastik. Selain itu, muntah yang 
tidak terkendali dapat menyebabkan 
dehidrasi, ketidakseimbangan metab-olisme 
mencolok, dan pengurangan 
masukan zat makanan. Hal ini yang 
menjadikan penatalaksanaan mual-muntah 
akibat kemoterapi harus ber-jalan 
efektif. 
Mual dan muntah dapat terjadi secara 
terpisah namun kebanyakan gejala ini 
merupakan kesatuan dan diasumsikan 
terjadi dalam jalur neural yang sama.3 
Muntah biasanya mengikuti perasaan 
mual namun tidak selalu. Muntah yang 
berkaitan dengan proses peninggian 
intrakranial misalnya, tidak diawali 
dengan mual dan biasanya muntah 
secara proyektil.4 
Secara klinis, kadang-kadang sulit 
dibedakan antara muntah, refl uks gas-troesofageal 
(RGE), dan regurgitasi. 
Sesuai defi nisi, muntah merupakan 
proses dikeluarkannya isi lambung 
melalui mulut secara ekspulsif. Usaha 
mengeluarkan isi lambung akan terli-hat 
sebagai kontraksi otot perut. Se-dangkan 
RGE didefi nisikan sebagai 
kembalinya isi lambung ke dalam es-ofagus 
tanpa terlihat ada usaha dari 
penderita. Apabila bahan dari lam-bung 
tersebut dikeluarkan melalui 
mulut maka keadaan ini disebut seba-gai 
regurgitasi.5 
Mual Dan Muntah yang Diinduksi 
Oleh Kemoterapi 
Mual dan muntah yang diinduksi oleh 
kemoterapi (chemotherapy-induced 
nausea and vomiting atau CINV), se-cara 
potensial adalah kondisi yang 
paling berat dan sangat tidak menye-nangkan 
pasien. Dalam sebuah survei 
terhadap pasien kanker di Amerika 
Serikat pada tahun 1983, ditemukan 
bahwa mual-muntah akibat kemo-terapi 
merupakan pengalaman paling 
berat yang mereka rasakan selama 
menjalani terapi kanker.6 
Mual dan muntah yang disebabkan 
obat-obat kemoterapi memerlukan 
penatalaksanaan yang sama efektifnya 
dengan mual muntah akibat lainnya. 
Dalam kepustakaan dikatakan hampir 
70 - 80% pasien yang diberi kemote-rapi 
mengalami mual dan muntah. Ber-bagai 
faktor mempengaruhi insidens 
M. Adi Firmansyah 
PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ 
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta 
ABSTRAK 
Kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi dalam tatalaksana keganasan sering menimbulkan efek samping mual 
muntah. Mual muntah yang diinduksi kemoterapi (chemotherapy-induced-nausea and vomiting – CINV) merupakan 
pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi pasien selama menjalani terapi kanker. Hal ini dapat menyebabkan 
penolakan pengobatan antineoplastik yang berpotensi menghambat penyembuhan selain dapat berdampak dehidrasi, 
ketidakseimbangan metabolisme yang mencolok, dan pengurangan asupan zat makanan. Hal inilah yang menjadi-kan 
penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus efektif. Pemberian terapi antiemetik didasarkan pada tipe 
mual muntah akibat kemoterapi itu sendiri, dan umumnya menggunakan golongan antagonis reseptor serotonin tipe-3 
(5-HT3). 
Kata Kunci: mual muntah yang diinduksi kemoterapi, kualitas hidup pasien, antagonis reseptor serotonin tipe-3 
(5-HT3). 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 249 4/26/2010 8:34:13 PM
dan beratnya muntah karena kemo-terapi, 
termasuk jenis obat kemotera-pi, 
dosis, cara, dan jadual pemberian, 
dan variabel pasien (misalnya 10 sam-pai 
40% pasien mengalami mual atau 
muntah dalam antisipasi kemoterapi 
mereka [anticipatory vomiting]).7 
Muntah tidak hanya mempenga-ruhi 
kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan 
penolakan pengobatan 
antineoplastik. Selain itu, muntah yang 
tidak terkendali dapat menyebabkan 
dehidrasi, ketidakseimbangan me-tabolisme 
yang mencolok, dan pen-gurangan 
masukan zat makanan. Hal 
ini yang menjadikan penatalaksanaan 
mual-muntah akibat kemoterapi harus 
berjalan efektif. 
Kemajuan signifi kan telah mendapat-kan 
obat-obat antiemetik yang efektif 
dan bertoleransi baik. Tetapi, pada 
survei terhadap pasien kanker pada 
tahun 1993 setelah generasi terbaru 
obat antiemetik yang efektif (golon-gan 
antagonis reseptor serotonin 
tipe-3) luas digunakan, mual-muntah 
masih menjadi salah satu efek samp-ing 
yang penting dalam penatalaksan-aan 
kemoterapi.6 
Tujuan penatalakanaan CINV adalah 
untuk secara sempurna mencegah 
CINV itu sendiri. Dan penatalaksanaan 
yang baik, tentu saja berdasarkan atas 
pemahaman patofi siologi mual-mun-tah 
dan mekanisme obat kemoterapi 
dalam menginduksi mual-muntah.6 
Tipe Mual-Muntah akibat Kemo-terapi 
Secara garis besar, didasarkan pada 
onsetnya, terdapat 3 (tiga) tipe mual-muntah 
yang diinduksi kemoterapi 
(CINV), yaitu 2,7: 
1. CINV Akut (acute nausea and 
vomiting) 
CINV akut didefi nisikan sebagai mual-muntah 
yang terjadi dalam 24 jam 
setelah pasien mendapat kemoterapi. 
Pada pasien yang tidak mendapat 
profi laksis, keadaan ini dapat terjadi 
dalam satu sampai dua jam setelah 
kemoterapi, dengan insiden puncak 
rata-rata pada empat sampai enam 
jam pertama. 
2. CINV Lambat (delayed nausea 
and vomiting) 
CINV disebut onset lambat bila mual-muntah 
terjadi setelah 24 jam set-elah 
kemoterapi. Sering terjadi pada 
pemberian cisplatin dosis tinggi. Jika 
pasien tidak mendapat terapi profi lak-sis, 
biasanya keadaan ini terjadi sekitar 
48 sampai 72 jam setelah kemoterapi 
diberikan, dan berkurang secara ber-tahap 
setelah 2 sampai 3 hari sesudah-nya. 
Meskipun dibandingkan dengan 
episode akut, kekerapan episode lam-bat 
ini lebih rendah, namun episode ini 
kurang dapat diatasi dengan baik oleh 
obat-obat antiemetik yang ada bila 
dibandingkan dengan episode akut. 
Episode ini, selain akibat pemberian 
terapi sisplatin, dapat juga oleh karbo-platin, 
siklofosfamid, dan antrasiklin.3 
3. CINV Antisipasi (anticipatory 
nausea and vomiting) 
Kondisi ini adalah sebuah kondisi re-spon 
pasien yang pernah mengalami 
mual-muntah selama siklus kemotera-pi 
sebelumnya. Pemberian antiemetik 
selama siklus awal kemoterapi me-nyebabkan 
kondisi ini tidak lagi men-jadi 
masalah signifi kan. 
Tipe-tipe CINV ini mempengaruhi ren-cana 
penatalaksanaan selanjutnya. 
OBAT KEMOTERAPI 
Telah diketahui beberapa obat kemo-terapi 
yang spesifi k dapat mengin-duksi 
mual dan muntah pada pasien 
kanker. Berdasarkan potensinya da-lam 
menyebabkan mual dan muntah, 
obat-obat tersebut dibagi menjadi 
beberapa kategori yakni 2,7: 
a. Potensial emetik kuat (high 
emetogenic potential) 
Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah 
sisplatin (dosis ≥ 50 mg/m2), met-kloretamin, 
streptozocin, dakarbazin, 
karmustin (dosis > 250 mg/m2), sik-lofosfamid 
250 | MEI - JUNI 2010 
(dosis >1500 mg/m2) dan 
daktinomisin. 
b. Potensial kuat-sedang (moder-ate- 
high emetogenic potential) 
Yang termasuk dalam kategori ini 
adalah sisplatin (dosis < 50 mg/m2), 
sitarabin (dosis > 1000 mg/m2), dok-sorubisin 
(dosis ≥ 60 mg/m2), karmus-tin 
(dosis ≤ 250 mg/m2), siklofosfamid 
(dosis ≤ 1500 mg/m2), karboplatin, dan 
epirubisin (dosis ≥ 90 mg/m2). 
3. Potensial sedang-lemah (low-moderate 
emetogenic potential) 
Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah 
topotekan, irinotekan, prokarba-zin, 
paklitaksel, tenoposid, mitomisin, 
fl orourasil (dosis < 1000 mg/m2) dan 
metotreksat (dosis 50 - 250 mg/m2) 
4. Potensial lemah (low emetogen-ic 
potential) 
Yang termasuk ke dalam kategori ini 
adalah bleomisin, fl udarabin, hidrok-siurea, 
metotreksat (dosis ≤ 50 mg/m2), 
vinkristin, vinblastin, dan etoposid. 
Patofi siologi Mual dan Muntah 
akibat Kemoterapi 
Daerah yang berperan dalam proses 
mual dan muntah adalah pusat mun-tah 
yang terletak di formasio lentiku-lar 
lateral dari medula oblongata dan 
daerah pemicu kemoreseptor (CTZ) 
yang terletak di area postrema. Obat-obat 
kemoterapi (atau metabolitnya) 
dapat mengaktivasi langsung daerah 
pemicu kemoreseptor atau di pusat 
muntah. Beberapa reseptor di kedua 
daerah tersebut, termasuk dopamin 
tipe 2 (DA2) dan serotonin tipe 3 (5-HT3) 
berperan penting. Sering pula, warna 
dan bau obat-obat kemoterapi (dan 
bahkan rangsangan yang berhubun-gan 
dengan kemoterapi, seperti tanda 
di ruang pengobatan atau dokter atau 
perawat yang memberi terapi) da-pat 
mengaktivasi pusat muntah yang 
lebih tinggi di pusat otak dan memicu 
muntah. Obat-obat kemoterapi dapat 
pula bekerja secara perifer, dengan 
menyebabkan kerusakan sel di saluran 
pencernaan, dan melepaskan sero- 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 250 4/26/2010 8:34:13 PM
tonin dari sel enterokromafi n mukosa 
usus halus. Serotonin yang dilepaskan 
akan mengaktifkan reseptor 5-HT3 
pada saraf vagus dan serat aferen ner-vus 
splanknikus yang kemudian mem-bawa 
sinyal sensoris ke medula se-hingga 
terjadi respons muntah.2,6,7 
Obat-obat Antimuntah untuk Mual-muntah 
akibat kemoterapi 
Mengingat rumitnya mekanisme yang 
terlibat dalam proses muntah, tidak 
mengherankan bila obat-obat antie-metik 
hadir dalam berbagai kelas dan 
rentang aktivitas. Tidak semua kelas 
obat antiemetik, efektif mengendali-kan 
mual dan muntah yang disebab-kan 
kemoterapi. 
Kategori utama obat-obat yang di-gunakan 
untuk mengendalikan mual 
muntah akibat kemoterapi mencakup: 
2,7 
1. Fenotiazin 
Kelompok pertama obat-obat yang 
efektif sebagai obat antimuntah, feno-tiazin, 
misalnya proklorperazin, bek-erja 
menghambat reseptor dopamin. 
Obat kelompok ini efektif terhadap 
efek muntah ringan sampai sedang 
dari obat-obat kemoterapi. Walau-pun 
meningkatkan dosis memperbaiki 
aktivitas antiemetik, efek samping, 
termasuk hipotensi dan kegelisahan, 
merupakan hambatan. Efek samping 
lain yang sering timbul adalah gejala 
ekstrapiramidal dan sedasi. 
2. Pengganti Benzamid 
Satu di antaranya, metoklopramid san-gat 
efektif pada dosis tinggi terhadap 
obat penyebab muntah yang kuat (mis-alnya 
sisplatin). Obat ini dapat mence-gah 
muntah pada 30 - 40% pasien dan 
mengurangi muntah pada sebagian 
besar pasien. Namun mengingat dosis 
efektifnya cukup tinggi, efek samping 
perlu diperhatikan, misalnya sedasi, 
diare, gejala ekstrapiramidal. Efek 
samping ini membatasi penggunaan 
dosis besar dan paling sering timbul 
pada pasien-pasien muda. 
3. Butirofenon 
Contoh kelompok ini adalah halo-peridol, 
droperidol, dan domperi-don; 
bekerja menghambat reseptor 
dopamin (antagonis D2). Butirofenon 
merupakan obat antimuntah dengan 
efektivitas sedang; dosis tinggi halo-peridol 
hampir sama efektif dengan 
metoklopramid dosis tinggi dalam 
mencegah muntah yang disebabkan 
sisplatin. Efek samping yang sering 
timbul adalah kram perut. 
4. Benzodiazepin 
Potensi antimuntah lorazepam dan 
alprazolam rendah. Efeknya mungkin 
disebabkan dari efek sedasi, ansioli-tik, 
dan amnesiknya. Sifat-sifat ini yang 
mendasari penggunaan kelompok ini 
dalam mengobati muntah tipe antisi-patori. 
5. Kortikosteroid 
Deksametason dan metilprednisolon 
yang digunakan tunggal efektif untuk 
kemoterapi penyebab muntah yang 
ringan sampai sedang. Mekanisme 
efek antimuntahnya tidak diketahui 
pasti, tetapi diduga melibatkan peng-hambatan 
prostaglandin. Obat-obat 
ini dapat menyebabkan insomnia dan 
hiperglikemia pada pasien diabetes 
melitus. 
6. Kanabinoid 
Derivat mariyuana, termasuk dron-abinol 
dan nabilon, efektif terhadap 
kemoterapi penyebab muntah yang 
sedang. Namun, kelompok ini jarang 
menjadi obat antimuntah pilihan per-tama 
mengingat efek sampingnya 
yang serius, termasuk disforia, halusi-nasi, 
sedasi, vertigo, dan disorientasi. 
Meskipun memiliki sifat-sifat psikotro-pik, 
namun efek antimuntah kanabioid 
tidak melibatkan otak. Kanabinoid sin-tetik 
tidak memiliki aktivitas psikotro-pik, 
namun merupakan antimuntah. 
7. Antagonis reseptor serotonin 
tipe 3 (5-HT3) 
Antagonis spesifi k reseptor 5-HT3, 
ondansetron dan granisetron meng-hambat 
252 | MEI - JUNI 2010 
reseptor 5-HT3 di perifer se-cara 
selektif (serat aferen viseral) dan 
di otak (zona pemicu kemoreseptor). 
Obat-obat ini dapat diberikan seba-gai 
obat tunggal sebelum kemoterapi 
(intravena atau per oral) dan efektif 
terhadap semua tingkatan terapi pe-nyebab 
muntah. Salah satu percobaan 
melaporkan kedua obat ini mencegah 
muntah pada 50-60% pasien yang 
diobati dengan sisplatin.6 Ondanse-tron 
juga disetujui untuk mencegah 
mual dan/atau muntah pasca operasi. 
Dalam sebuah penelitian uji klinik di 
Amerika Serikat, generasi terbaru go-longan 
ini, palonosetron 3,9, terbukti 
lebih efektif mengatasi dan mence-gah 
mual muntah akibat kemoterapi 
baik itu tipe akut maupun tipe lambat 
dibandingkan dengan ondansetron 
dan granisetron. Efek samping yang 
sering dijumpai dari obat-obat ini ada-lah 
nyeri kepala. Satu hal yang patut 
menjadi pertimbangan, obat golo-ngan 
ini sangat mahal. 
8. Obat-obat kombinasi 
Obat-obat antimuntah sering dikom-binasi 
dengan tujuan meningkatkan 
efektivitas dan menurunkan toksisi-tas. 
Kortikosteroid, paling sering 
deksametason, meningkatkan aktivi-tas 
antimuntah bila diberikan bersama 
metoklopramid dosis tinggi, antago-nis 
reseptor 5-HT3, fenotiazin, butiro-fenon, 
golongan kanabinoid atau go-longan 
benzodiazepin. Antihistamin 
seperti difenhidramin sering diberikan 
dalam kobinasi dengan metoklopro-pamid 
dosis tinggi untuk mengurangi 
efek ekstrapiramidal, atau kortikoster-oid, 
untuk mengatasi diare yang dise-babkan 
oleh metoklopramid. 
Secara garis besar, penatalaksanaan 
dalam mengatasi mual muntah akibat 
kemoterapi didasarkan juga pada tipe 
mual muntah itu sendiri (tabel 1,2 dan 
3). Antiemetik diberikan sebagai pro-fi 
laksis, kira-kira 30 sampai 60 menit 
sebelum pemberian obat kemotera-pi. 
2 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 252 4/26/2010 8:34:13 PM
Tabel 1. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Akut 2 
Potensial emetogenik Antiemetik 
Kuat / kuat–sedang Antagonis 5-HT3 + kortikosteroid 
Sedang-lemah Antagonis 5-HT3 atau kortikosteroid atau antagonis dopamin 
TINJAUAN PUSTAKA 
| MEI - JUNI 2010 253 
atau tanpa profi laksis 
Lemah Tidak perlu profi laksis 
Tabel 2. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Lambat 2 
Potensial emetogenik Antiemetik 
Kuat / kuat-sedang Kortikosteroid (+ antagonis 5-HT3 atau antagonis dopamin) 
Sedang-lemah/ lemah Tidak perlu profi laksis 
Tabel 3. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi dalam Kondisi Khusus 2 
Kondisi khusus Antiemetik 
Kemoterapi > 1 hari Seperti terapi pada tipe akut pada hari-hari pemberian 
kemoterapi atau seperti tipe lambat, 1 sampai 2 hari setelah 
pemberian kemoterapi. 
Mual muntah refrakter Tambahkan antagonis dopamin pada antagonis 5-HT3 dan 
kortikosteroid. 
Mual muntah 
antisipatori 
Lorazepam atau golongan benzodiazepin lainnya. 
Kemoterapi dosis tinggi Kortikosteroid, antagonis 5-HT3 dan antagonis dopamin dalam 
dosis penuh secara intravena. 
PENUTUP 
Mual dan muntah merupakan salah 
satu komplikasi yang sering terjadi 
pada pasien yang mendapat kemotera-pi, 
umumnya disebabkan oleh obat-obat 
kemoterapi yang digunakan. 
Kondisi ini dapat menjadi pengalaman 
yang tidak menyenangkan bagi pasien 
kemoterapi. Mengingat mual muntah 
dapat menyebabkan dehidrasi dan 
gangguan asupan zat makanan, serta 
penolakan pasien terhadap pengoba-tan 
antineoplastik maka penatalaksa-naan 
mual-muntah akibat kemoterapi 
harus efektif. Secara garis besar, tata-laksana 
untuk mengatasi mual muntah 
akibat kemoterapi didasarkan pada 
tipe mual muntah itu. Meski kelas anti-muntah 
beragam, tidak semua efektif 
dalam mengendalikan mual dan mun-tah 
yang disebabkan oleh kemoterapi. 
Salah satu yang sering digunakan ada-lah 
dari golongan antagonis reseptor 
5-HT3 misalnya ondansetron.. Obat-obat 
ini dapat diberikan sebagai obat 
tunggal sebelum kemoterapi (intrave-na 
atau per oral) dan efektif terhadap 
semua tingkatan terapi penyebab 
muntah. 
DAFTAR PUSTAKA 
1. Makmun D. Pendekatan klinik mual dan muntah. In: Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Kolopaking MS, Makmun D, Abdullah M, et al., eds. Dispepsia: Sains dan 
aplikasi klinik. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan; 2002. p. 71-9. 
2. Gralla RJ, Osoba D, Kris MG. Recommendations for guidelines for the use of antiemetics: Evidence-based clinical practice guidelines. J Clin Oncol 1999; 17: 
2971-2994. 
3. Grote T, Hajdenberg J, Cartmell A. Palonosetron (PALO) plus aprepitant (APREP) and dexamethasone (DEX) for the prevention of chemotherapy-induced nausea 
and vomiting (CINV) after emetogenic chemotherapy (CT). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; 2004; New Orlands, LA; 
2004. 
4. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Raised intracranial pressure. In: Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 1997. p. 77. 
5. Hegar B, Vandenplas Y. Gastroesophageal refl ux in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999(14):13-9. 
6. Hesketh PJ. Pathophysiology and prediction of chemotherapy-induced emesis. In: UpToDate; 2003. 
7. Brezenoff H, Giuliano R, Mycek MJ. Drugs used to control nausea chemotherapy-induced emesis. In: Harvey RA, Champe PC, eds. Lippincott’s illustrated re-views: 
pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1997. p. 245-9. 
8. Grunberg S, Vanden JB, Berry S. Prevention of delayed nausea and vomiting (D-CINV):carryover effect analysis of pooled data from 2 phase III studies of 
palonosetron (PALO). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; June 2004; New Orleans, LA; June 2004. 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 253 4/26/2010 8:34:13 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
Peranan Hipermetilasi DNA pada Kanker 
Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, Ferry Sandra 
PENDAHULUAN 
Kanker merupakan proses yang me-libatkan 
banyak faktor baik faktor ge-netik 
maupun faktor lingkungan yang 
multi-kompleks. Perubahan dari sel 
normal menjadi sel kanker (proses 
transformasi) diakibatkan oleh peruba-han 
struktur/mutasi DNA, ekspresi/ 
transkripsi mRNA, dan fungsi protein 
yang melibatkan beberapa gen. Gen 
– gen pencetus kanker sebagai faktor 
penting yang mengatur kondisi dalam 
tubuh secara internal mulai dipelajari 
mendalam. Kanker dapat dipicu oleh 
ekspresi onkogen (gen pendukung 
transformasi sel normal menjadi sel 
kanker), atau tidak aktifnya gen yang 
berperan sebagai penghalang atau 
penekan pertumbuhan kanker (tu-mor 
suppressor genes), serta kelainan 
pada gen yang berperan pada perbai-kan 
DNA (DNA repair genes)(1, 2). 
METILASI DNA DAN EKSPRESI GEN 
Sejumlah penelitian mulai mempela-jari 
bahwa aktivasi dan inaktivasi gen 
yang berperan dalam kanker, salah sa-tunya 
akibat proses metilasi DNA pada 
gen tersebut. Metilasi sebagai proses 
epigenetik tidak mengubah sekuens 
DNA bila dibandingkan dengan mu-tasi 
yang menyebabkan terjadinya pe-rubahan 
struktur DNA. Metilasi meru-pakan 
salah satu modifi kasi pada DNA 
dengan cara penambahan gugus metil 
pada posisi ke -5 dari basa sitosin oleh 
enzim DNA metiltransferase (DNMTs) 
dengan menggunakan donor dari S-adenosil 
M-metionin (SAM)(1). Proses 
ini umumnya terjadi pada Sitosin (C) 
dari CpG dinukleotida di daerah CpG 
island. CpG nukleotida adalah untaian 
pendek DNA yang banyak mengand-ung 
basa sitosin (C) dan basa guanin 
(G). Bila persentase CpG dinukleotida 
lebih dari atau sama dengan 55 % 
maka disebut sebagai CpG island. 
Metilasi pada CpG island terjadi se-lama 
fase embrionik dan akan dikon-trol 
secara teliti setelah memasuki fase 
pertumbuhan(3). 
Ada kalanya, metilasi DNA juga ikut 
berperan dalam mutasi di suatu untaian 
DNA. Proses deaminasi menyebabkan 
sitosin berubah menjadi urasil (C  U). 
Perubahan atau mutasi pada DNA ini 
dapat diperbaiki oleh agen perbaikan 
254 | MEI - JUNI 2010 
DNA. Pada kasus metilasi DNA, sitosin 
termetilasi (me5C) akan berubah men-jadi 
timin (me5C  T) dengan adanya 
deaminasi. Mesin – mesin untuk per-baikan 
DNA tidak dapat mengenali 
timin sehingga secara tidak langsung 
mutasi yang terjadi pada sekuen DNA 
tersebut tidak dapat diperbaiki(1). 
Hambatan ekspresi gen akan terjadi 
bila metilasi terjadi di bagian promo-tor 
gen tersebut. Metilasi yang ter-jadi 
di daerah selain promotor tidak 
akan menghentikan transkripsi gen 
walaupun di daerah tersebut banyak 
mengandung CpG Island. Inaktivasi 
juga tidak terjadi secara langsung 
akibat metilasi melainkan karena 
adanya penempelan sejumlah protein 
di bagian promotor gen tersebut(4, 5). 
Pada sel yang normal, sebagian besar 
daerah di sekitar CpG islands dimeti-lasi 
sedangkan bagian CpG islands di 
bagian promotor gen tidak dimetilasi 
sehingga memungkinkan proses tran-skripsi 
tetap berjalan. Pada sel kanker 
terjadi hal yang sebaliknya, CpG is-lands 
pada promotor gen dimetilasi 
sehingga terjadi inaktivasi gen(1). 
Cancer Division, Stem Cell and Cancer Institute, 
Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, Indonesia 
ABSTRAK 
Studi berkelanjutan mengenai sejumlah gen yang diduga menjadi inaktif pada kanker membawa pemahaman baru 
tentang konsep hipermetilasi yang terjadi pada promotor tumor suppressor genes seperti cyclin dependent kinase 
inhibitor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), human mismatch repair gene (MLH1), dan retinoblastoma1 (Rb1). Meti-lasi 
merupakan salah satu proses epigenetik yang memungkinkan terjadinya perubahan ekspresi gen tanpa merubah 
sekuens DNA sehingga DNA termetilasi dapat digunakan sebagai penanda kondisi dan tahap dari kanker dengan 
gabungan pemeriksaan menggunakan teknik IHC. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hipermetilasi pada promo-tor 
tumor suppressor genes berkorelasi dengan aggresivitas dan buruknya prognosis dari sejumlah kanker. Sejumlah 
senyawa kimia agen demetilasi yang bekerja sebagai analogi nukleosida seperti 5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, 
dan Zebularin terbukti mampu menghambat enzim DNMTs dan mengaktivasi kembali gen – gen yang inaktif karena 
hipermetilasi pada kanker. 
Kata-kata kunci : hipermetilasi, kanker, inaktivasi, tumor suppressor gene 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 254 4/26/2010 8:34:13 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
| MEI - JUNI 2010 255 
Hipermetilasi promotor DNA dan 
Inaktivasi Tumor Suppressor Genes 
pada Kanker 
Metilasi DNA pada tumor suppres-sor 
genes di sel normal dapat me-nyebabkan 
transformasi sel ke arah 
sifat malignant karena hilangnya sifat 
alami untuk kontrol pertumbuhan. Se-jumlah 
penelitian menunjukkan bahwa 
peningkatan mRNA dan biosintesis 
protein DNMT1 dan DNMT3B pada 
sejumlah tipe kanker berkorelasi de-ngan 
hipermetilasi CpG Island yang 
berlokasi pada bagian promotor dari 
beberapa tumor suppressor genes 
seperti cyclin dependent kinase inhibi-tor 
2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), 
human mismatch repair gene (MLH1), 
dan retinoblastoma1 (Rb1)(6). Over-ekspresi 
DNMT1 dan DNMT3B pada 
kanker payudara di manusia berkore-lasi 
dengan peningkatan aggresivitas 
dari kanker payudara (7). Mekanisme 
inaktivasi tumor suppressor genes 
yang dikenal dengan Knudson’s two-hit 
hypothesis menyatakan bahwa 
tidak berfungsinya tumor suppressor 
genes membutuhkan (1) fi rst hit de-ngan 
hilangnya fungsi gen tersebut 
di salah satu kopi kromosom melalui 
mutasi yang diturunkan (hereditary, 
or germline mutation), (2) second hit 
dengan hilangnya daerah kromosom 
di sel somatik yang mengandung kopi 
yang lain dari gen tersebut (Loss of 
Heterozygosity or LOH) (1, 3). Dengan 
ditemukannya proses metilasi di tu-mor 
suppressor gene, maka metilasi 
pun bisa menjadi faktor second hit. 
Dengan demikian, syarat Knudson Hy-pothesis 
terpenuhi dalam menginak-tivasi 
gen tersebut, ketika salah satu 
dari kopi kromosom sudah termutasi 
atau sudah mengalami LOH. 
Ada dua dugaan mekanisme peng-hambatan 
transkripsi melalui metilasi 
pada promotor DNA(1, 7). Mekanisme 
pertama menyatakan bahwa metilasi 
DNA menghambat secara langsung 
melalui pengikatan faktor transkripsi 
seperti AP-2, c-Myc, E2F dan NFkB 
pada binding site dalam sekuen pro-motor. 
Pada mekanisme ini, CpG Is-land 
berada di dalam sekuen promo-tor. 
Mekanisme represi yang kedua 
menyatakan terjadi pengikatan pro-tein 
spesifi k untuk metilasi DNA pada 
m5CpG dinukleotida. Metilasi DNA 
membutuhkan protein m5CpG-binding 
(MeCP) dan m5CpG-binding domain 
(MBD) yang akan menempel pada 
DNA termetilasi dan akan mencegah 
terjadinya transkripsi(7). 
Sejumlah penelitian menunjukkan 
bahwa hipermetilasi dan inaktivasi 
transkripsi ditemukan pada 33 % kasus 
kanker payudara, 60 % kanker prostat, 
23 % sel karsinoma dari ginjal, dan 92 
% cell line dari kanker kolon(8). Gen– 
gen yang mengalami hipermetilasi 
pada sejumlah kasus kanker dapat di-lihat 
pada tabel 1.(6, 9, 10). 
Hipermetilasi DNA dan Deteksi 
Kanker 
Besarnya peranan metilasi pada proses 
gene silencing dari tumor suppressor 
genes di berbagai kasus kanker mem-bawa 
pada suatu pemikiran, bahwa 
terjadinya metilasi bisa digunakan un-tuk 
mendeteksi kanker. Metilasi DNA 
terjadi pada tahap awal dari pemben-tukan 
kanker dan terlihat di berbagai 
macam jaringan tumor. Metilasi DNA 
sendiri digolongkan stabil secara 
kimia dan relatif mudah didapat seba-gai 
penanda kanker(1). Sumber metilasi 
DNA dapat diperoleh dari serum yang 
mengandung banyak DNA di samp-ing 
dari hasil biopsi jaringan tumor. 
Sejumlah sampel biologi yang men-gandung 
DNA tumor seperti darah, 
cairan tubuh, semen, urin, dan tinja 
dari pasien dapat digunakan sebagai 
sampel untuk analisis(6). 
Analisis yang dilakukan untuk kanker 
prostat, menunjukkan bahwa hiperme-tilasi 
4 panel gen, GSTP1, RARβ, TIG1, 
APC ditemukan berkorelasi 100% den-gan 
kanker tersebut. Gabungan anali-sis 
4 panel gen di atas dengan anali-sis 
histologi memberikan ketepatan 
97% untuk deteksi kasus adenocarci-noma 
prostat jika dibandingkan den-gan 
analisis histologi saja yang hanya 
memberikan ketepatan 64% (6, 11). 
Metilasi DNA yang diambil dari sekret 
vagina dapat digunakan untuk deteksi 
kanker endometrium(6). Deteksi 3 gen, 
DAPK1, RARβ, TWIST1 dari sampel 
cervical neoplasia memberikan spesi-fi 
sitas hingga 95% bergantung pada 
tahapan tumornya (74% untuk kanker 
invasif, dan 52% untuk cervical intra-ephitelial 
neoplasia dan carcinoma in 
situ (6, 12). 
Hipermetilasi dapat dijumpai pada ta-hap 
awal kasus kanker payudara tetapi 
tidak dijumpai pada tahap kanker 
payudara jinak dan pada payudara nor-mal. 
Gen DAPK, APC, dan RASSF1A 
ditemukan pada 94 % kasus tumor 
payudara dan 76 % berkorelasi dengan 
sampel dari DNA serum (6, 13, 14). 
Kasus hipermetilasi berhubungan da-lam 
prognosis beberapa penyakit mi-salnya 
metilasi E-cadherin berhubun-gan 
dengan disease free survival (DFS) 
kanker lambung dan carcinoma lidah 
nodul positif (6, 15). Protein E-cadherin 
berperan dalam perlekatan sel epitel, 
hipermetilasi gen ini memacu pada 
pembentukan tumor dan resiko me-tastasis. 
Hipermetilasi gen ATM yang 
berperan untuk perbaikan DNA ber-korelasi 
dengan peningkatan radio-sensitivitas 
pada cell line tumor col-orectal 
(6). 
AGEN DEMETILASI DNA 
Inhibitor metilasi DNA dapat digo-longkan 
menjadi tiga golongan be-sar 
berdasarkan mekanisme kerjanya 
untuk menghambat enzim DNMT 
yaitu analogi nukleosida, analogi non 
nukleosida, dan antisense oligonuk-leosida. 
Analogi nukleosida misalnya 
5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, 
dan Zebularin, sedangkan analogi non 
nukleosida seperti Procainamine dan 
Procain(16). Golongan analogi nukleo-sida 
lebih dulu dikembangkan sehing-ga 
lebih banyak diteliti dibandingkan 
dengan golongan analogi non nukle-osida. 
Mekanisme kerja secara detail 
golongan analogi non nukleosida be-lum 
banyak diketahui pasti(17). 
Agen demetilasi 5-Azacytidine dan 
5-aza-2’-deoxycytidine dalam dosis 
rendah tidak menghambat prolif-erasi 
sel tetapi mampu menghambat 
DNMT. 5-Azacytidine dan 5-aza-2- 
’-deoxycytidine telah disetujui peng-gunaannya 
oleh FDA untuk pengo- 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 255 4/26/2010 8:34:14 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
Tabel 1. Gen – gen yang umumnya termetilasi pada kanker di manusia dan peranannya dalam pembentukan tumor(6, 9, 10). 
Gen Peranan dalam Pembentukan Tumor Jenis Tumor 
APC Proliferasi sel, migrasi sel, reorganisasi sitoskeletal, stabilitas kromosom 
| MEI - JUNI 2010 257 
yang tidak terkontrol 
Payudara 
Paru - paru 
Esophageal 
BRCA1 Gangguan perbaikan DNA dan aktivasi transkripsi Payudara 
Ovarium 
CDKN2A/p16 Menghambat proliferasi sel Gastrointestinal 
Kepala dan leher 
Non-Hodgkin lymphoma 
Paru - paru 
DAPK1 Menghambat apoptosis Paru - paru 
E-cadherin Meningkatkan proliferasi, invasi dan metastasis Payudara 
Tiroid 
Lambung 
ER Resistensi untuk estrogen Payudara 
Prostat 
GSTP1 Hilangnya kemampuan detoksifi kasi metabolit dari bahan - bahan 
karsinogen 
Prostat 
Payudara 
Renal 
hMLH1 Gangguan perbaikan DNA dan mutasi gen Kolon 
Lambung 
Endometrium 
Ovarium 
MGMT Gangguan perbaikan DNA dan resistensi obat Paru - paru 
Otak 
p15 Proliferasi sel yang tidak terkendali Leukemia 
Lymphoma 
Sel karsinoma squamosa paru - paru 
RASSF1A Hilangnya regulator negatif untuk kontrol proliferasi sel melalui fase G1-S Paru - paru 
Ovarium 
Ginjal 
Nasofaring 
Rb Kegagalan menghambat transkripsi gen - gen untuk replikasi DNA dan 
pembelahan sel 
Retinoblastoma 
VHL Gangguan stabilitas RNA melalui degradasi RNA yang berikatan protein Renal 
Keterangan: APC, adenomatous polyposis coli; BRCA1, breast cancer 1; CDKN2A/p16, cyclin dependent kinase 2A; DAPK1, death associated protein kinase 1; ER, 
estrogen receptor; GSTP1, glutathione S-transferase P1; hMLH1, Mut L homologue 1; MGMT, O-6 methylguanine-DNA methyltransferase; RASSF1A, Ras association 
domain family member 1; Rb,retinoblastoma; VHL, von Hippel-Lindau. 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 257 4/26/2010 8:34:17 PM
serta hanya mempengaruhi rata-rata 
6 macam gen dari 13.300 gen yang 
terdemetilasi dibandingkan pada sel 
fi broblast normal(20). 
DAFTAR PUSTAKA 
1. Herman J, Baylin S. Gene silencing in cancer in 
association with promoter hypermethylation. 
N Engl J Med 2003;.349: 2042-2054. 
2. Baylin S. DNA methylation and gene silencing 
in cancer. Nat Clin Pract Oncol., 2005; 2: S4- 
11, 
3. Yang X, Yan L, Davidson N. DNA methylation 
in breast cancer. Endocr Relat Cancer 2001; 8: 
115-127, 
4. Fiegl H, Millinger S, Goebel G, Muller-Holzner 
E, Marth C, Laird PW, Widschwendter M. 
Breast Cancer DNA Methylation Profi les in 
Cancer Cells and Tumor Stroma: Association 
with HER-2/neu Status in Primary Breast Can-cer. 
Cancer Res. 2006; 66: 29-33, 
5. Krueger KE, Srivastava S. Posttranslational 
Protein Modifi cations: Current Implications for 
Cancer Detection, Prevention, and Therapeu-tics. 
Mol Cell Proteomics 2006;5: 1799-1810, 
6. Paluszczak J, Baer-Dubowska W. Epigenetic 
diagnostics of cancer--the application of DNA 
methylation markers. J Appl Genet2006; 47: 
365-375, 
7. Luczak M, Jagodzinski P. The role of DNA 
methylation in cancer development. Folia His-tochem 
Cytobiol 2006; 44: 143-154, 
8. Gilbert J, Gore S D, Herman JG, Carducci MA. 
The Clinical Application of Targeting Cancer 
through Histone Acetylation and Hypomethy-lation. 
Clin Cancer Res 2004;10: 4589-4596. 
9. Das PM, Singal R. DNA Methylation and Can-cer. 
J Clin Oncol 2004; 22: 4632-4642, 
10. Robertson K. DNA methylation, methyltrans-ferases, 
and cancer. Oncogene 2001;20: 3139- 
3155, 
11. Tokumaru Y, Harden SV, Sun D.-I, Yamashita 
K, Epstein JI, Sidransky D. Optimal Use of a 
Panel of Methylation Markers with GSTP1 Hy-permethylation 
in the Diagnosis of Prostate 
Adenocarcinoma. Clin Cancer Res.2004;10: 
5518-5522, 
TINJAUAN PUSTAKA 
258 | MEI - JUNI 2010 
12. Feng Q, Balasubramanian A, Hawes SE, Toure 
P, Sow PS, Dem A, Dembele B, Critchlow CW, 
X, L, Lu H, McIntosh MW, Young AM, Kiviat 
NB. Detection of Hypermethylated Genes in 
Women with and Without Cervical Neoplasia. 
J. Natl. Cancer Inst., 2005; 97: 273-282, 
13. Dulaimi E, Hillinck J, de Caceres II, Al-Saleem 
T, Cairns P. Tumor Suppressor Gene Promoter 
Hypermethylation in Serum of Breast Cancer 
Patients. Clin Cancer Res. 2004;10: 6189-6193 
14. Hoque MO, Feng Q, Toure P, Dem A, Critch-low 
CW, Hawes SE, Wood T, Jeronimo C, 
Rosenbaum E, Stern J, Yu M, Trink B, Kiviat NB, 
Sidransky D. Detection of Aberrant Methyla-tion 
of Four Genes in Plasma DNA for the De-tection 
of Breast Cancer. J Clin Oncol. 2006;24: 
4262-4269, 
15. Waki T, Tamura G, Tsuchiya T, Sato K, Nishi-zuka 
S, Motoyama T. Promoter Methylation 
Status of E-Cadherin, hMLH1, and p16 Genes 
in Nonneoplastic Gastric Epithelia. Am J 
Pathol.2002;161: 399-403. 
16. Peedicayil J. Epigenetic therapy--a new devel-opment 
in pharmacology. Indian J Med Res., 
2006;123: 17-24, 
17. Issa J.-P. J. DNA Methylation as a Therapeu-tic 
Target in Cancer. Clin Cancer Res. 2007;13: 
1634-1637, 
18. Dowell JE, Minna JD. Cancer Chemotherapy 
Targeted at Reactivating the Expression of 
Epigenetically Inactivated Genes. J Clin On-col. 
2004; 22: 1353-1355, 
19. Yoo CB, Cheng JC, Jones PA. Zebularine: a 
new drug for epigenetic therapy. Biochem. 
Soc. Trans.2004; 32: 910-912, 
20. Cheng JC, Yoo CB, Weisenberger DJ, Chuang, 
J, Wozniak C, Liang G, Marquez VE, Greer S. 
Orntoft TF, Thykjaer T, Jones PA. Preferential 
response of cancer cells to zebularine. Cancer 
Cell 2004; 6: 151-158 
batan neoplasma (myelodysplastic 
syndrome). Limitasi dari analog nukle-osida 
ini adalah memerlukan inkorpo-rasi 
DNA dan sintesis DNA aktif, jadi 
terbatas pada sel yang hipo-proliferasi 
(termasuk yang berpotensial sebagai 
cancer stem cell)(17), tidak stabil dalam 
bentuk larutan dan harus diberikan 
secara parenteral atau subkutan, serta 
berefek samping myelosupresi (1), atau 
menimbulkan efek hipometilasi pada 
beberapa gen pertumbuhan(18). Secara 
in vitro obat di atas terbukti mampu 
mengurangi aktivitas DNMT1, DN-MT3A 
dan DNMT3B pada konsentrasi 
mikromolar dan menginduksi deme-tilasi 
dari CDKN2A, RB1, MLH1, dan 
tumor suppressor gene lainnya pada 
sel kanker. 5-Azacytidine akan difos-forilasi 
oleh uridin-sitidin nukleotida 
kinase menjadi 5-Azacytidine difosfat 
yang dapat direduksi oleh ribonukle-otida 
reduktase menjadi 5-aza-deoxy-cytidine 
difosfat yang akan inkorporasi 
dengan DNA. 5-aza-deoxycytidine 
nukleosida dari DNA membentuk ika-tan 
kovalen dengan DNMT sehingga 
terjadi inaktivasi enzim ini. Perlakuan 
5-aza-deoxycytidine pada HCT116 sel 
kanker kolon manusia menunjukkan 
adanya penurunan aktivitas DNMT1 
sehingga menginduksi ekspresi MLH1 
dan menyebabkan penghentian per-tumbuhan 
sel(7). 
Zebularine merupakan alternatif ked-ua 
setelah 5-Azacytidine dan 5-aza- 
2’-deoxycytidine(19). Obat ini relatif 
lebih stabil dan memiliki waktu paruh 
kurang lebih 44 jam pada 37°C di PBS 
pada pH 1.0 dan kurang lebih 508 jam 
pada pH 7.0 sehingga memungkinkan 
untuk dibuat sediaan oral. Penelitian 
menunjukkan pemberian obat ini se-cara 
oral pada nude mice yang ditrans-plan 
dengan sel tumor manusia dapat 
menyebabkan demetilasi dan reakti-vasi 
gen p16. Zebularine juga memi-liki 
efek sitotoksik yang lebih rendah 
baik secara in vitro maupun in vivo. 
Pemberian Zebularine sebagai terapi 
lanjutan setelah 5-aza-deoxycytidine 
dapat mencegah terjadinya remeti-lasi 
DNA(19). Perlakuan Zebularine in 
vitro pada sel kanker T24, HCT-15, 
CFPAC-1, SW48, dan HT-29 menunjuk-kan 
adanya penurunan level DNMT, 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 258 4/26/2010 8:34:17 PM
10 
400 
350 
300 
250 
200 
150 
100 
50 
0 
TINJAUAN PUSTAKA 
20 30 40 50 60 70 80 90 
Pria 
Wanita 
Usia (tahun) 
| MEI - JUNI 2010 259 
PENDAHULUAN 
Dehydroandrosterone (DHEA) dan 
metabolit aktifnya, DHEA Sulfat 
(DHEAS) adalah hormon endogen 
yang sebagian besar disintesis dan 
diekskresikan oleh zona retikularis ko-rteks 
adrenal sebagai respon terhadap 
hormon adrenokortikotropik. Mekan-isme 
kerja dan peran klinis DHEA dan 
DHEAS sesungguhnya masih belum 
jelas. Data epidemiologis menunjuk-kan 
adanya hubungan antara kadar 
DHEA dan DHEAS dengan berkurang-nya 
frekuensi kanker, penyakit kardio-vaskular, 
peningkatan densitas tulang, 
terapi lupus, perbaikan fungsi kognitif, 
penurunan berat badan dan keuntung-an- 
keuntungan lainnya.1, 2 
Tidak dapat dipungkiri bahwa DHEA 
adalah salah satu faktor yang paling 
penting dalam diagnosis penyakit-penyakit 
yang berhubungan dengan 
usia (Ronald Klatz, presiden American 
Academy of Anti-Aging Medicine). 
Penggunaan DHEA sebagai terapi 
anti penuaan menyebabkan DHEA 
sebagai suplemen tersebar luas di 
masyarakat. Banyak kegunaan terse-but 
dapat dilihat pada percobaan he-wan, 
namun masih harus dibuktikan 
pada manusia.2, 3 
SINTESIS DHEA 
DHEA adalah hormon yang tertinggi 
kadarnya di dalam tubuh. Sintesis 
DHEA dan DHEAS pada wanita dapat 
dikatakan hampir terjadi seluruhnya 
di korteks adrenal, sedangkan pada 
laki-laki, testis mensekresi sekitar 5 % 
DHEAS dan 10-20 % DHEA. Jumlah 
sangat kecil disintesis di otak. Kadar 
DHEA dan DHEAS meningkat pesat 
saat pubertas dan pada dewasa muda, 
korteks adrenal mensekresikan sekitar 
4 mg DHEA setiap hari hingga menca-pai 
puncak pada usia 20-30 tahun, yaitu 
sebesar 200-300 mikrogram/dl darah 
untuk wanita dan 300-400 mikrogram/ 
dl darah untuk pria. Kadar tersebut ke-mudian 
turun kurang lebih 2 % setiap 
tahun, dan pada dekade ke delapan 
atau ke sembilan, akan hanya tersisa 
5-20% dari jumlah puncaknya. Peme-riksaan 
standar untuk mengevaluasi 
status DHEA adalah dengan meng-ukur 
DHEAS. 2, 3, 4 
Penggunaan DHEA 
pada Tatalaksana Anti Penuaan 
Monik Setijoso 
Klinik Nirmala, Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Indonesia 
ABSTRAK 
Dehydroepiandrosterone (DHEA) adalah hormon yang sebagian besar disintesis oleh zona retikularis korteks adrenal. 
Kadar DHEA di dalam tubuh mencapai puncaknya pada usia dewasa muda. Selain fungsinya sebagai prekursor hormon 
seks, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa DHEA dapat memberikan berbagai keuntungan lainnya seperti perbai-kan 
fungsi kognitif, peningkatan densitas tulang, penurunan risiko kardiovaskular, penurunan berat badan, dsb. Dengan 
beragam keuntungannya, DHEA dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari tatalaksana anti penuaan. DHEA 
kini tersedia sebagai suplemen yang telah tersebar luas di masyarakat dan dapat dibeli bebas. Penelitian lebih lanjut 
masih diperlukan untuk mengetahui efeknya, terutama pada penggunaan jangka panjang. Pengawasan oleh dokter 
sangat dianjurkan saat mengkonsumsi suplemen DHEA. 
Kata kunci: DHEA, anti penuaan, suplemen 
mcg/100ml 
Gambar 1. Grafi k produksi DHEA. Produksi DHEA di dalam tubuh mencapai kadar puncak pada usia 20-30 
tahun, kemudian menurun. Pada dekade ke-8 dan ke-9 hanya tersisa 5-20% dari kadar puncaknya. 5 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 259 4/26/2010 8:34:18 PM
DHEA dapat dikonversi menjadi DHEAS 
dan sebaliknya oleh sulfohydrolase di 
jaringan perifer dan adrenal. 2 
Sebenarnya pembentukan hormon 
adrenal dimulai dengan kolesterol 
yang membentuk pregnenolone. 
Pregnenolone kemudian diubah men-jadi 
DHEA. DHEA menjadi bahan 
mentah untuk membentuk hormon-hormon 
adrenal, termasuk hormon 
seks estrogen, progesteron, dan tes-tosteron. 
Sintesis DHEA dapat dilihat 
pada Gambar 2. 
pembuluh-pembuluh darah mikro dan 
mengurangi faktor risiko penyakit kar-diovaskular, 
seperti agregasi trombosit 
dan iskemia. 2, 4 
DHEA diduga berperan positif pada 
modulasi sistem imun. Studi klinis 
pada orang-orang lanjut usia menun-jukkan 
dosis oral 50 mg/hari mening-katkan 
kadar IGF-1 dan menyebabkan 
aktivasi sel T. Kadar serum interleu-kin- 
6 (suatu sitokin proinfl amasi yang 
terlibat dalam proses patogenesis 
osteoporosis, atherosklerosis, penya-aktif, 
260 | MEI - JUNI 2010 
termasuk androstenedione, tes-tosteron, 
estron, estradiol dan estriol. 
Waktu paruh eliminasi DHEA adalah 
15-38 menit, sedangkan waktu paruh 
DHEAS adalah 7-22 jam. Ekskresi oleh 
ginjal mencakup 51-73% dari eliminasi 
DHEAS dan metabolit-metabolitnya.2 
Untuk memaksimalkan terapi, suple-men 
dikonsumsi 20-30 menit sebelum 
makan. Umumnya DHEA dikonsumsi di 
pagi hari sesuai dengan produksi ala-miahnya 
oleh korteks adrenal. DHEA 
akan meningkatkan metabolisme, se- 
Gambar 2. Sintesis DHEA 2 
Keterangan. aro = aromatase, DOC = deoxycorticosterone, HSD = hydrosteroid dehydrogenase, HSO = hydrosteroid axidoreductase, HSS = hydrosteroid sul-fatase, 
KSR = ketosteroid reductase, R = reductase, SH = sulfohydrolase, P-S = pregnenolone sulfate, THDOC = tetrahydrodeoxycorticosterone, THP = tetrahydro-progesterone 
DHEA dan DHEAS berperan sebagai 
prekursor hormon androgen (50 %) 
pada pria dan estrogen pada wanita. 
Selain itu, beberapa mekanisme kerja 
DHEA dan DHEAS telah diajukan, 
antara lain sebagai inhibitor sinte-sis 
thromboxane A2, sebagai zat neu-rotropik 
dan inhibitor interleukin-6. 2-6 
DHEA dengan dosis oral 100-300 
mg/hari pada manusia menghasil-kan 
inhibisi sintesis thromboxane 
A2 dan meningkatkan kadar serum 
insulin-like growth factor (IGF-1). Efek 
tersebut mengarahkan kemungkinan 
bahwa DHEA dapat digunakan un-tuk 
memperbaiki sirkulasi darah di 
kit Alzheimer, dan sebagainya) men-ingkat 
bermakna seiring dengan per-tambahan 
umur. Namun DHEA dan 
DHEAS dapat menghambat produksi 
interleukin-6. 2-6 
DHEA mempunyai pengaruh yang 
sangat luas, akibatnya penurunan 
produksi DHEA akan sangat berpen-garuh 
terhadap semua sistem, semua 
organ dan semua jaringan di dalam 
tubuh. 2-6 
FARMAKOKINETIK 
Absorpsi DHEA secara oral sangat 
baik. DHEA dan DHEAS akan dikon-versi 
menjadi beberapa metabolit 
hingga dapat meningkatkan zat-zat 
radikal bebas dalam tubuh. Penggu-naan 
anti-oksidan seperti alpha lipoic 
acid, vitamin E dan teh hijau dapat 
mensupresi radikal bebas tersebut. 4 
Penggunaan DHEA dapat dibarengi 
dengan pregnenolone, yaitu prekursor 
DHEA. Dengan pemberian preg-nenolone, 
tubuh akan memproduksi 
lebih banyak DHEA. Diperlukan pe-mantauan 
ketat (setiap beberapa 
bulan) agar kadar DHEA dan preg-nenolone 
berada dalam jumlah yang 
diinginkan. Banyak hormon yang 
mempunyai negative feedback, seper-ti 
hormon kortisol dan hormon tiroid; 
Cholesterol 
P-450aro 
SH 
DHEA 
DHEAS 
Pregnenolone Progesteron 
Glucocorticoid Mineralocorticoid 
Androstenedione Testosterone 
Androsterone Estradiol 
Cortisol DOC 
THP 
PS 
HSS 
3β-HSD 
17β-HSD 
THDOC 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 260 4/26/2010 8:34:18 PM
tubuh akan mengurangi produksinya 
jika kadar di dalam tubuh sudah terlalu 
tinggi. Tidak demikian dengan DHEA. 
Pemberian DHEA dan pregnenolone 
tidak akan menyebabkan berkurang-nya 
produksi hormon-hormon terse-but 
oleh tubuh ataupun atrofi korteks 
adrenal. 3 
Produk DHEA dibuat dari diosgenin, 
suatu ekstrak Mexican wild yam, dari 
famili Dioscorea, semacam tumbuhan 
talas. Di Jepang dikenal dengan sebu-tan 
taro. Ahli biokimia dapat meng-konversi 
diosgenin menjadi DHEA 
melalui serangkain teknik kimiawi. 
Banyak produk DHEA terbuat dari 
produk yam yang telah diolah menjadi 
kapsul, mengaku sebagai DHEA alam-i. 
Namun, belum dapat dibuktikan bah-wa 
tubuh manusia bisa mengubah dios-genin 
menjadi DHEA. Perubahan terse-but 
hanya terjadi di laboratorium. 3 
Perlu diketahui bahwa suplemen 
DHEA di pasaran belum mendapatkan 
persetujuan dari Food and Drug Asso-ciation 
(FDA) Amerika Serikat karena 
produk tersebut dikategorikan seba-gai 
suplemen, bukan obat. 3 
STUDI KLINIS 
Penelitian menegaskan bahwa kadar 
DHEA rendah adalah tanda berbagai 
penyakit degeneratif, seperti penyakit 
Alzheimer, penyakit autoimun, kanker, 
chronic fatigue syndrome, diabetes, 
penyakit kardiovaskular, osteoporosis, 
obesitas, gangguan stres. Banyak pe-nelitian 
mendukung peran DHEA da-lam 
anti penuaan. 2, 4 
Meskipun kadar DHEA menurun 
seiring dengan umur, tidak diketa-hui 
apakah suplemen hormon dapat 
membalikkan proses penuaan. Perco-baan- 
percobaan hewan mendapatkan 
bahwa binatang dengan suplemen 
DHEA mempunyai rentang usia yang 
lebih panjang. Namun sistem metabo-lisme 
manusia yang berbeda belum ten-tu 
akan menghasilkan hasil serupa. 2 
PENINGKATAN KUALITAS HIDUP 
DAN FUNGSI KOGNITIF 
Penelitian pertama pada manusia den-gan 
kontrol plasebo dipublikasikan 
pada tahun 1994 di Journal of Clini-cal 
Endocrinology and Metabolism. 
Penelitian itu mengevaluasi efek tera-peutik 
DHEA replacement therapy. 
Partisipan yang mengkonsumsi DHEA 
menjadi lebih berenergi, tidur lebih 
nyenyak dan mempunyai toleransi ter-hadap 
stres yang lebih besar daripada 
partisipan yang mengkonsumsi plase-bo. 
Para peneliti menyimpulkan bah-wa 
DHEA akan memperbaiki kualitas 
hidup dan akan menunda efek-efek 
tidak menyenangkan akibat penuaan, 
seperti lelah dan kelemahan otot. 3 
Evans, Malouf, Huppert dan Van 
Niekerk mengumpulkan data dan 
menganalisis lima penelitian menfaat 
DHEA untuk gangguan fungsi kog-nitif 
pada lansia. Hasilnya menunjuk-kan 
tidak ada bukti cukup kuat untuk 
menyatakan bahwa DHEA sungguh 
bermanfaat untuk perbaikan fungsi 
kognitif. 7 
DHEA memberikan proteksi terhadap 
efek peningkatan kadar hormon korti-sol 
saat stres. Saat tubuh mengalami 
stres, kelenjar adrenal akan menge-luarkan 
kortisol dalam jumlah besar 
yang justru dapat merusak jaringan 
tubuh dan mempercepat proses pen-uaan. 
Umumnya, mereka yang berusia 
di atas 40 tahun mempunyai pening-katan 
kortisol. Suplementasi DHEA 
dapat mengurangi efek kortisol dan 
meningkatkan toleransi terhadap 
stres. 4 
PENINGKATAN SISTEM IMUN 
DHEA dapat meningkatkan produksi 
antibodi dan memaksimalkan fungsi 
limfosit sel T. Kemampuan DHEA 
meningkatkan sistem imun sangat 
berhubungan dengan potensinya un-tuk 
melawan proses penuaan. Imuni-tas 
yang meningkat akan juga men-ingkatkan 
proteksi terhadap oksidasi 
sehingga dapat memberikan proteksi 
terhadap penyakit degeneratif. Se-gala 
sesuatu yang dapat menguatkan 
sistem imun juga dapat memperpan-jang 
kehidupan. 4, 6 
Salah satu peran DHEA yang signifi kan 
adalah meningkatkan produksi insulin-like 
growth factor-1 (IGF-1), molekul 
262 | MEI - JUNI 2010 
menyerupai hormon yang sering digu-nakan 
untuk mengukur kadar human 
growth hormone. 3, 4, 6 
PENYAKIT KARDIOVASKULAR 
Dosis DHEA oral 100-300mg/hari pada 
manusia menyebabkan inhibisi sintesis 
thromboxane A2, mengurangi plasma 
plasminogen activator inhibitor type 1. 
Efek-efek tersebut menunjukkan bah-wa 
DHEA dapat memperbaiki pere-daran 
darah dan mengurangi faktor 
risiko penyakit kardiovaskular, seperti 
agregasi platelet dan iskemia. 2, 3, 4, 6 
Proses infl amasi kronik dikatakan 
berkaitan dengan penyakit-penyakit 
kardiovaskular, aterosklerosis dan Al-zheimer. 
Efek DHEA dan DHEAS da-pat 
menginhibisi produksi interleukin-6 
yang terlibat dalam proses infl amasi. 2-6 
PENINGKATAN DENSITAS TULANG 
Pada percobaan Baulieu et al., 280 
pria dan wanita sehat berusia 60 – 79 
tahun diberi DHEA 50 mg/hari per oral 
selama 12 bulan. Sedikit peningkatan 
densitas tulang didapatkan pada kel-ompok 
wanita di atas 70 tahun, tapi 
tidak pada kelompok lainnya. 3 
DHEA replacement therapy pada lan-sia 
selama dua tahun ingin menilai 
apakah suplementasi DHEA yang 
dikombinasi dengan vitamin D dan 
kalsium akan memperbaiki densitas 
tulang pada lansia. Hasilnya menun-jukkan 
suplementasi DHEA pada wan-ita 
(tidak pada pria) memperbaiki den-sitas 
tulang belakang jika dikombinasi 
dengan vitamin D dan kalsium. 8 
EFEK FISIK 
Percobaan Morales et al. mengevalua-si 
efek DHEA 100mg/hari per oral pada 
16 subyek berusia 50-65 tahun. Kadar 
DHEA, DHEAS, androstenedione, tes-tosterone 
dan dihydrotestosterone 
subyek tersebut pada batas minimum 
(atau bahkan di bawahnya) kadar dew-asa 
muda. Hasilnya, wanita mengalami 
peningkatan kadar androstenedione, 
testosterone dan dihydrotestosterone 
tiga sampai lima kali lipat. Sedangkan 
pada pria, hanya androstenedione 
yang mengalami peningkatan. Pada 
pria (tidak pada wanita), terjadi pen- 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 262 4/26/2010 8:34:20 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
| MEI - JUNI 2010 263 
gurangan lemak tubuh sebanyak 6,1% 
dan terdapat peningkatan kekuatan 
sendi lutut dan tulang punggung. 
Tidak ditemukan perubahan basal 
metabolic rate, densitas tulang, kadar 
glukosa, kortisol ataupun lipid, baik 
pada pria maupun wanita. 3 
Penelitian di Mayo Clinic menunjuk-kan 
bahwa suplementasi DHEA tidak 
memperbaiki komposisi tubuh, per-forma 
fi sik, ataupun kualitas hidup. 
Percobaan ini melibatkan 87 pria dan 
57 wanita berusia 60 tahun yang mem-punyai 
kadar DHEA rendah selama 
dua tahun. Konsumsi suplemen DHEA 
menaikkan kadar DHEA ke kadar nor-mal, 
namun tidak mengubah massa 
otot maupun pengukuran lainnya. 9, 10 
Masalah utama pada penelitian atau 
studi DHEA adalah bahwa hampir se-mua 
penelitian tersebut melibatkan 
partisipan dalam jumlah kecil. Peneli-tian 
dengan partisipan dalam jumlah 
yang lebih banyak dan dalam kurun 
waktu yang lebih panjang diperlukan 
untuk dapat mengevaluasi keamanan 
DHEA, terutama dalam jangka lama. 2, 
9, 10 
DOSIS 
Dosis individu sehat berusia lebih dari 
40 tahun umumnya adalah 20-50 mg/ 
hari untuk pria dan 10-30 mg/hari un-tuk 
wanita, per oral. Dosis tersebut 
biasanya cukup untuk meningkatkan 
kadar DHEAS serum mencapai kadar 
pada dewasa muda 20-30 tahun, mem-berikan 
efek peningkatan densitas tu-lang 
pada wanita post menopasuse 
dan peningkatan rasa well-being, ser-ta 
meminimalkan efek samping yang 
mungkin terjadi. Replacement therapy 
biasanya diberikan di pagi hari. 2-4 
Sebelum DHEA replacement therapy 
dimulai, kadar DHEA serum harus di-periksa 
terlebih dahulu, kemudian seb-ulan 
sekali setelah terapi dimulai. Jika 
kadar DHEA telah stabil dalam batas 
yang diinginkan, tes dapat dilakukan 
sekali setahun untuk menjaga agar ka-darnya 
masih dalam batas normal. 3 
Sebagian besar percobaan meng-gunakan 
dosis maksimal 300mg/hari. 
Tummala dan Svec menunjukkan 
bahwa peningkatan kadar DHEA dan 
DHEAS mencapai plateau pada dosis 
oral 300mg/hari. Dosis yang lebih be-sar 
tidak memberikan tambahan efek 
terapeutik. 11 
EFEK SAMPING 
Efek samping yang telah dilaporkan 
berupa peningkatan sebum di wajah, 
dermatitis acneiform dan hirsutisme 
pada wanita yang mengkonsumsi 
DHEA 25-200mg/hari. Kondisi terse-but 
akan hilang jika penggunaan 
DHEA dihentikan atau dikurangi do-sisnya. 
Efek jangka panjang belum 
diketahui. 2, 3 
KONTRAINDIKASI 
Suplementasi DHEA dikontraindikasi-kan 
pada pasien dengan riwayat 
kanker yang responsif terhadap hor-mon 
seks, seperti kanker payudara, 
kanker ovarium, kanker endometrium 
dan kanker prostat. Wanita dengan 
riwayat kanker yang sensitif terhadap 
estrogen atau pria dengan hipertrofi 
prostat jinak atau riwayat keluarga har-us 
hati-hati menggunakan suplemen 
DHEA dan mempertimbangkan risiko 
dan keuntungan yang didapat. Jika re-placement 
therapy sangat diperlukan, 
pemantauan ketat DHEAS dan metab-olitnya 
harus dilakukan. Suplementasi 
DHEA harus dihindari selama kehami-lan 
dan menyusui. 2 
Individu di bawah usia 35 tahun dan 
individu dengan kadar DHEA nor-mal 
tidak memerlukan suplementasi 
DHEA. Kadar normal yang dimaksud 
adalah kadar pada dewasa muda. 4 
SIMPULAN 
Data klinis menunjukkan bahwa DHEA 
mempunyai peran dalam hormone 
replacement therapy pasien den-gan 
kadar DHEA dan DHEAS endo-gen 
rendah; tetapi tidak sedikit yang 
menunjukkan sebaliknya. Penelitian-penelitian 
yang telah dilakukan belum 
cukup memadai untuk membuktikan 
apakah suplementasi DHEA dapat di-gunakan 
dalam tatalaksana anti penu-aan. 
Sebagai prekursor hormon seks 
yang poten, DHEA diduga dapat se-cara 
bermakna mempertinggi risiko 
dan progresivitas kanker yang sensitif 
terhadap estrogen dan testosteron. 
Suplemen DHEA sebaiknya dikon-sumsi 
secara hati-hati di bawah pen-gawasan 
dokter. 
DAFTAR PUSTAKA 
1. Eustice R. Eustice C. What is DHEA? New York: 
The New York Times 2006 [cited 2009 Jul 8]. 
Available from: http://www.arthritis.about. 
com/. 
2. Pepping J. DHEA: Dehydroepiandrosterone. 
Am J of Health-System Pharmacy. 2000 Nov 
[cited 2009 Jul 8]. Available from: http://www. 
medscape.com/. 
3. Smith JT. Renewal: The Anti Aging Revolution. 
2nd ed. New York: St Martin’s Press. 1998: 426- 
43 
4. DHEA: Dehydroandrosterone, A Dietary Sup-plement. 
New Spirit Naturals [updated 2009 
Feb 27; cited 2009 Jul2]. Available from: http:// 
www.naturalways.com/. 
5. Stewart PM. Aging and Fountain-of-Youth 
Hormones. N Engl J Med. 2006 Oct; 355(16): 
1724. 
6. Klatz R, Goldman R. The Offi cial Anti Aging 
Revolution. 4th ed. California: Basic Health 
Publications; 2007: 87-102. 
7. Grimley EJ, Huppert FA, Van Niekerk JK, Her-bert 
J. Dehydroepiandrosterone (DHEA) sup-plementation 
for cognitive function in healthy 
elderly people. Freiburg: The Cochrane Col-laboration; 
from 2008 [cited 2009 June 20]. 
Available from: http://www.cochrane.org/. 
8. Weiss E. Et al. Dehydroepiandrosterone re-placement 
therapy in older adults: 1- and 2- y 
effects on bone. Am J of Clin Nutrition. 2009; 
89: 1459-67 
9. Stibich M. Does DHEA Slow Aging? New York: 
The New York Times Comp; from 2008 [cited 
2009 Jul 10]. Available from: http://www.about. 
com/. 
10. Sreekumaran K. et al. DHEA in Elderly Women 
and DHEA or Testosterone in Elderly Men. N 
Engl J Med. 2006; 355(16): 1647-59 
11. Tummala S, Svec F. Correlation between the 
Administered Dose of DHEA and Serum Lev-els 
of DHEA and DHEAS in Human Volunteers: 
analysis of published data. Clin Biochem. 1999; 
32(5): 355-61 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 263 4/26/2010 8:34:21 PM
Terapi Sulih DHEA 
sebagai Metode Anti Penuaan 
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 
Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan Dehidroepiandrosteron Sulfat (DHEAS) merupakan hormon yang sebenarnya 
diproduksi secara alami di tubuh manusia. Kadar DHEA dalam tubuh mencapai puncaknya pada saat lahir dan pada usia 
20-24 tahun, kemudian menurun sebanyak 2-3% per tahun setelahnya. Berkurangnya hormon ini akan menyebabkan 
penurunan beberapa fungsi tubuh. Karena berpotensi besar sebagai salah satu metode anti penuaan, DHEA banyak 
dipelajari efektivitasnya pada manusia. 
Karya tulis ini berbentuk tinjauan pustaka, bertujuan mempelajari manfaat terapi sulih DHEA. Pada beberapa penelitian, 
DHEA terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol, meningkatkan Bone Mineral Density (BMD) be-berapa 
tulang tertentu dan mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan 
hasil berbeda, antara lain bahwa DHEA tidak berpengaruh terhadap hormon insulin, tidak dapat meningkatkan massa 
dan kekuatan otot, dan tidak mempengaruhi komposisi lemak tubuh. Kesimpulan kami, terapi sulih DHEA bermanfaat 
mencegah penuaan dalam meningkatkan kualitas tulang. Namun, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan 
waktu penelitian yang cukup panjang. 
Kata kunci: DHEA, terapi sulih DHEA, anti penuaan. 
PENDAHULUAN 
Latar Belakang 
Dewasa ini populasi lanjut usia makin 
bertambah. Penduduk lansia di In-donesia 
berjumlah 15,8 juta jiwa atau 
sekitar 7,25% dari seluruh penduduk 
Indonesia (2005).1 Umur harapan hidup 
(UHH) manusia pun makin meningkat, 
UHH manusia di Indonesia pada tahun 
2006 adalah sekitar 69,4 tahun dan 
meningkat menjadi 70,6 tahun pada 
tahun 2009.4 Seiring bertambahnya 
usia, manusia mengalami penurunan 
fungsi normal organ dan sistem or-gan, 
dan beberapa penyakit dege-naratif 
seperti kanker, Alzheimer dan 
sebagainya makin sering ditemui.2,3 
Walaupun UHH makin tinggi, jika 
tidak dibarengi dengan kualitas hidup 
yang tinggi pula, banyak orang pada 
Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya 
Jakarta, Indonesia 
ABSTRAK 
usia tuanya akan mengalami banyak 
penderitaan dan tidak lagi menikmati 
hidupnya.5 
Sampai saat ini beragam metode 
anti penuaan telah dikembangkan, di 
antaranya memperbaiki gaya hidup, 
mencegah stres, membasmi polusi, 
sampai pengembangan berbagai 
macam suplemen anti penuaan. Salah 
satu metode yang sedang marak 
diteliti adalah terapi sulih hormon. 
Terapi sulih hormon bekerja mem-perbaiki 
fungsi tubuh yang menurun 
akibat penurunan produksi hormon 
saat penuaan. Tetapi penelitian DHEA 
terutama pada manusia belum ban-yak 
dilakukan. Manfaat DHEA dalam 
memperbaiki kualitas hidup pada usia 
tua pun masih dipertanyakan. 
264 | MEI - JUNI 2010 
Tujuan 
Tujuan penulisan adalah untuk menge-tahui 
efek terapi sulih DHEA yang 
berkaitan dengan anti penuaan pada 
beberapa sistem organ manusia dan 
kelemahan-kelemahannya. 
DHEA 
DHEA (dehidroepiandrosteron) meru-pakan 
steroid yang dibentuk di ko-rteks 
adrenal. DHEA dan bentuk sul-fatnya 
dehidroepiandrosteron sulfat 
(DHEAS) merupakan prekursor andro-gen 
dan diproduksi di zona fasikulata 
dan retikularis korteks adrenal.6 Selain 
itu, ada indikasi DHEA juga disintesis 
di otak dan berperan dalam fungsi dan 
perkembangan otak.7 Metabolisme 
DHEA terangkum dalam gambar 1. 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 264 4/26/2010 8:34:21 PM
3β-HSD 
DHEA berperan sebagai pro hormon 
steroid seks. DHEA mengimbangi efek 
glukokortikoid.12 Di samping itu, peran 
fi siologis DHEA dan DHEAS juga ter-gantung 
pada hasil transformasi DHEA 
dan DHEAS, yakni testosteron dan 
estradiol.13 DHEA juga berperan da-lam 
penghambatan glukosa-6-fosfat 
dehidrogenase (G6PD), jalur pentose 
shunt, ornithine decarboxylase, atau 
blokade K-channel dan juga beberapa 
sitokin. DHEA bersifat hipolipidemik, 
berhubungan dengan kadar koles-terol 
khususnya low-density lipopro-tein 
(LDL).12 Dalam hal imunitas tubuh, 
DHEA dapat meningkatkan produksi 
interleukin-2 (IL-2) dan fungsi efektor 
sel limfosit T; berarti DHEA berperan 
dalam regulasi fi siologis respon imun 
TINJAUAN PUSTAKA 
| MEI - JUNI 2010 265 
17β-HSD 
Androstenedione Testosterone 
Androstarone 
Glucocorticoids 
Mineralocorticoids 
Progesterone 
Cholesterol 
17,20-Desmolase Pregnenolone (P) 
Cortisol DOC 
DHEA 
DHEAS 
HSS 
SH HSS 
SH 
P-S 
5 α-R 5 α-R 
5 α-R 
5 α-R 
3α-HSD 
3α-HSO 
3α5α-THP 
3α5α-THP 
P-450α 
P-450α 
Estradiol 
17-KSR 
17β-HSD 
3β-HSD 
3β-HSD 
THDOC 
Gambar 1. Metabolisme DHEA8 
Age (years) 
DHEA dan DHEAS dapat mengalami 
interkonversi secara metabolik oleh 
enzim phosphoadenosine-phospho-sulfate- 
Secara umum, saat usia 20-35 tahun, 
kadar DHEA dan DHEAS pada pria 
10-20% lebih besar daripada wanita.2 
Pada dewasa muda, sekresi DHEA ± 4 
mg/hari, sedangkan sekresi DHEAS ± 
25 mg/hari.3 
Konsentrasi DHEAS mencapai puncak 
saat fetus, saat lahir konsentrasinya 
menurun cepat. Pada usia sekitar enam 
tahun, konsentrasi DHEAS meningkat 
kembali, disebut adrenarche, menca-pai 
puncaknya pada usia 20-30 tahun, 
kemudian akan turun seiring dengan 
bertambahnya usia.2,10 (Gambar 2). 
DHEAS (nmol/l) 
dependent sulfotransferase.9 
10 
8000 
4000 
Birth 
Fetal 
Life 
0 
20 30 40 50 60 70 
Gambar 2. Variasi Konsentrasi DHEAS dalam Darah berdasarkan Pertambahan Usia11 
tubuh.14 Selain itu, DHEA dan DHEAS 
memiliki fungsi penting mengatur 
neokorteks selama perkembangan 
otak. Dalam hal ini DHEA dan DHEAS 
terbukti memiliki fungsi neurotropik. 15 
Penuaan 
Penuaan adalah proses berkurang-nya 
fungsi tubuh yang berhubungan 
dengan pertambahan usia makhluk 
hidup. Hal ini dihubungkan den-gan 
berkurangnya sintesis protein, 
berkurangnya massa tubuh bebas 
lemak (lean body mass) dan massa 
tulang, serta meningkatnya lemak tu-buh. 
16 Proses penuaan dapat disebab-kan 
oleh berbagai hal; beberapa di 
antaranya adalah perubahan hormon, 
pemendekan telomer, stress oksidatif, 
dan sebagainya.17 
Penuaan berhubungan dengan me-kanisme 
selular dan berkaitan erat 
dengan fungsi jaringan. Perubahan 
jaringan yang berhubungan dengan 
proses penuaan paling jelas terlihat 
pada kekakuan progresif yang ber-pengaruh 
terhadap berbagai sistem 
tubuh, termasuk pembuluh darah, 
pernapasan, dan muskuloskeletal. 
Penuaan meningkatkan otoantibodi 
dan kompleks imun (ikatan antibodi-antigen) 
dan menurunkan toleransi 
imun terhadap sel tubuh sendiri, yang 
selanjutnya dapat menurunkan efekti-fi 
tas sistem imun. 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 265 4/26/2010 8:34:21 PM
Berkurangnya ovum pada wanita dan 
berkurangnya spermatogenesis pada 
pria juga merupakan efek penuaan. 
Penurunan kecepatan pengosongan 
lambung, penurunan sekresi hormon 
lambung dan asam hidroklorid meru-pakan 
efek penuaan pada lambung. 
Pada otot terjadi atrofi dan penurunan 
kontraktilitas yang berpengaruh pada 
gerak dan mobilitas. Sarkopenia dapat 
terjadi seiring dengan penuaan. Kulit 
juga mengalami atrofi dan berkerut. 
Terjadi perubahan tubuh secara total 
termasuk penurunan tinggi badan, 
penurunan lingkar leher, paha, dan 
lengan, pelebaran panggul, peman-jangan 
hidung dan telinga. Beberapa 
perubahan tersebut adalah akibat 
atrofi jaringan dan penurunan massa 
tulang akibat osteoporosis dan os-teoarthritis. 
Komposisi tubuh juga turut terpen-garuh 
oleh proses penuaan. Pada usia 
paruh baya dapat terjadi pertambah-an 
berat badan dan massa lemak yang 
diikuti dengan penurunan massa sel 
tubuh dan massa tubuh bebas lemak. 
Peningkatan lemak tubuh menyebab-kan 
massa air tubuh berkurang. Pen-ingkatan 
massa lemak tubuh dan dis-tribusi 
lemak terpusat di abdomen 
berhubungan dengan non-insulin de-pendent 
diabetes mellitus (NIDDM) 
dan penyakit jantung.18 
HUBUNGAN KADAR DHEA/DHEAS 
DENGAN PENUAAN 
Penurunan kadar DHEAS plasma 
proposional dengan tingkat kepara-han 
penyakit pada pasien gagal jan-tung 
kronis.19 Kadar DHEA dan DHEAS 
rendah secara signifi kan pada pasien 
penyakit jantung.20 
Kadar DHEA rendah pada pasien 
diabetes.21 Obesitas yang sering ber-hubungan 
dengan penuaan juga 
menyebabkan penurunan kadar 
DHEAS.22 
Kadar DHEA pada pasien kanker pros-tat 
rendah secara signifi kan.20 Pada 
pasien laki- laki dengan kanker paru, 
kadar DHEAS rendah.23 Demikian 
pula, pada pasien kanker payudara, 
kadar DHEAS menurun.24 
Penuaan juga ditandai dengan degra-dasi 
kemampuan sistem imunitas tu-buh. 
Hal ini sering berkaitan dengan 
meningkatnya insidensi infeksi bakteri 
maupun virus. Berkurangnya kadar 
DHEA berhubungan dengan pening-katan 
progresi infeksi Human Immu-nodefi 
Tabel 1. Ringkasan Randomised Controlled Trial mengenai Efek Terapi Sulih DHEA Sebagai Terapi Anti Penuaan 
266 | MEI - JUNI 2010 
ciency Virus (HIV).25 
PEMBAHASAN 
Ringkasan penelitian terapi sulih 
DHEA sebagai metode anti penuaan 
terangkum dalam tabel 1. 
Efek Terapi Sulih DHEA terhadap 
Sistem Endokrin 
Efek terhadap hormon seks 
Terdapat peningkatan testosteron dan 
estradiol pada pemberian 50 mg/hari 
DHEA dibanding plasebo.26 
Efek terhadap hormon insulin 
Salah satu efek positif DHEA yang di-harapkan 
adalah efek terhadap hor-mon 
insulin karena penurunan kadar 
dan aksi insulin turut berpengaruh ter-hadap 
terjadinya diabetes mellitus. 
Villareal  Holloszy (2004) menyatakan 
bahwa terapi sulih DHEA dapat mem-perbaiki 
aksi insulin secara signifi kan.27 
Namun, Nair dkk (2006) menyatakan 
tidak ada efek signifi kan terapi sulih 
DHEA terhadap sensitivitas insulin.28 
Basu dkk (2007) juga menyatakan 
terapi sulih hormon tidak memper-baiki 
aksi insulin.29 Perbedaan hasil 
tadi karena jangka waktu penelitian 
Villareal  Holloszky hanya enam bu-lan, 
sedangkan Nair dkk dan Basu dkk 
Penulis Tahun Besar 
Sampel 
(orang) 
Durasi Intervensi Hasil 
Flynn dkk 1999 39 9 bulan DHEA 100 mg/hari atau 
plasebo 
tidak ada perubahan komposisi tubuh dan parameter 
urinalisis 
Baulieu dkk 2000 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau 
plasebo 
peningkatan kadar testosteron dan estradiol, kualitas 
tulang, libido, dan status kulit 
Percheron dkk 2003 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau 
plasebo 
tidak ada efek positif pada kekuatan otot 
Villareal  Holloszy 2004 54 6 bulan DHEA 50 mg/hari atau 
plasebo 
perbaikan aksi insulin dan penurunan kadar lemak perut 
Jankowski dkk 2006 140 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau 
plasebo 
perbaikan BMD tulang panggul pria dan wanita dan 
BMD tulang punggung wanita 
Villareal  Holloszy 2006 51 10 bulan DHEA 50 mg/hari atau 
plasebo 
peningkatan massa otot dan kekuatan otot 
Nair dkk 2006 144 2 tahun DHEA 75 mg/hari atau 
plasebo 
tidak ada efek signifi kan pada komposisi tubuh, 
konsumsi oksigen, kekuatan otot, sensitivitas insulin, 
hasil bermakna pada pengukuran BMD 
Basu dkk 2007 112 2 tahun DHEA 50 mg/hari, 
75 mg/hari, atau 
plasebo 
tidak mengubah IMT, lemak viseral, persentase lemak 
tubuh, atau massa tubuh bebas lemak pada lanjut usia, 
tidak memperbaiki aksi insulin dan tidak menambah 
sekresi insulin, tidak terbukti memperbaiki toleransi 
glukosa dan tidak mengubah pola metabolisme glukosa 
postprandial pada sampel pria dan wanita 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 266 4/26/2010 8:34:21 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
| MEI - JUNI 2010 267 
mencapai dua tahun. Oleh karena itu 
disimpulkan bahwa terapi sulih DHEA 
tidak berpengaruh terhadap hormon 
insulin. 
Efek Terapi Sulih DHEA terhadap 
sistim muskuloskeletal 
Efek terhadap kekuatan dan massa 
otot 
Tidak ditemukan perubahan kekuatan 
genggaman tangan dan kekuatan otot 
lutut isokinetik pada kelompok DHEA 
dibandingkan dengan kelompok 
plasebo.30 Nair dkk (2006) juga tidak 
menemukan perubahan kekuatan 
otot ekstensor lutut pada konsumsi 
DHEA.28 Namun, Villareal dan Holloszy 
(2006) menyebutkan adanya pening-katan 
massa otot paha dan kekuatan 
otot lengan serta otot ekstensor lutut 
setelah empat bulan latihan pada kel-ompok 
yang mengonsumsi DHEA.31 
Dari rangkuman di atas, dua penelitian 
konsisten bahwa terapi sulih DHEA 
tidak dapat meningkatkan massa mau-pun 
kekuatan otot manusia walaupun 
digunakan dalam jangka waktu dua ta-hun. 
Namun, terapi sulih DHEA mung-kin 
dapat membantu peningkatan 
massa dan kekuatan otot apabila dis-ertai 
dengan latihan rutin pada otot. 
Efek terhadap bone mineral density 
(BMD) 
Baulieu dkk (2000) menunjukkan per-baikan 
BMD di beberapa bagian tu-lang 
seperti leher femur dan Ward’s 
triangle pada wanita dan radius pada 
pria; juga ditemukan penurunan re-sorpsi 
tulang akibat penurunan aktivi-tas 
osteoklas.26 Jankowsky dkk (2006) 
menunjukkan perbaikan BMD daerah 
panggul dan beberapa bagian femur 
(kecuali leher femur) pada pengkon-sumsi 
DHEA.32 Nair dkk (2006) menya-takan 
ada peningkatan BMD radius ul-tradistal 
pada wanita dan leher femur 
pada pria.28 
Dari hasil tiga penelitian di atas, terapi 
sulih DHEA dapat memperbaiki atau 
meningkatkan BMD beberapa bagian 
tulang baik pada pria maupun pada 
wanita. Tulang-tulang yang menga-lami 
perbaikan belum dapat diketahui 
secara spesifi k karena hasil penelitian 
yang bervariasi. Terdapat juga hasil 
terjadinya penurunan resorpsi tu-lang 
oleh osteoklas pada terapi sulih 
DHEA. 
Efek Terapi Sulih DHEA terhadap 
komposisi tubuh 
Efek DHEA ditandai dengan peruba-han 
komposisi lemak tubuh. Flynn 
dkk (1999) tidak berhasil menemukan 
adanya perubahan pada komposisi 
lemak tubuh pada pemberian DHEA 
selama sembilan bulan.16 Villareal dan 
Holloszy (2004) menemukan hasil ber-beda, 
yakni penurunan komposisi le-mak 
abdomen yang bermakna pada 
enam bulan terapi sulih DHEA.27 Tetapi 
Basu dkk (2007) dengan jumlah sam-pel 
114 orang dan jangka waktu yang 
cukup lama yaitu dua tahun, tidak me-nemukan 
perubahan komposisi lemak 
pada pemberian terapi sulih DHEA.29 
Oleh karena itu, disimpulkan bahwa 
terapi sulih DHEA tidak mempengar-uhi 
komposisi lemak tubuh. 
Efek samping terapi sulih DHEA 
Sampai saat ini, sebagian besar pene-litian 
tidak menemukan efek samping 
bermakna dalam aplikasi terapi sulih 
DHEA pada manusia.27,28,31 Efek samp-ing 
serius tidak bermakna yang pernah 
ditemukan adalah serangan iskemia 
transien dan infeksi saluran kemih32. 
Keterbatasan data terapi sulih 
DHEA 
Penggunaan terapi sulih DHEA masih 
tergolong baru di dunia medis. Pada 
umumnya penelitian terapi sulih DHEA 
mempunyai jangka waktu pendek (≤ 
2 tahun), menyebabkan efek jangka 
panjang terapi sulih DHEA sebagai 
anti penuaan tidak diketahui. Sampai 
saat ini belum didapatkan dosis terapi 
sulih DHEA yang akurat. Selain itu me-kanisme 
pasti mendasari efek terapi 
sulih DHEA sebagai anti penuaan 
masih belum diketahui. 
SIMPULAN 
Seiring bertambahnya usia, berba-gai 
fungsi tubuh manusia mengalami 
penurunan. Hal tersebut dicoba dice-gah 
dengan berbagai metode mence-gah 
penuaan, contohnya terapi sulih 
hormon. Salah satu hormon yang telah 
banyak digunakan adalah dehidroe-piandrosteron 
(DHEA). DHEA sebe-narnya 
diproduksi secara alami oleh 
tubuh manusia, namun produksinya 
menurun seiring dengan bertambah-nya 
usia. 
Penelitian telah dilakukan untuk men-cari 
manfaat terapi sulih DHEA seba-gai 
metode anti penuaan. Beberapa 
hasilnya kurang menggembirakan, 
antara lain bahwa DHEA tidak ber-pengaruh 
terhadap hormon insulin, 
tidak dapat meningkatkan massa dan 
kekuatan otot, dan tidak mempengar-uhi 
komposisi lemak tubuh. Namun, 
pada beberapa penelitian lain, DHEA 
terbukti dapat meningkatkan kadar 
testosteron dan estradiol serta men-ingkatkan 
bone mineral density (BMD) 
beberapa tulang tertentu dan mengu-rangi 
resorpsi tulang oleh osteoklas. 
Di samping itu, penelitian-penelitian 
yang ada memiliki berbagai keter-batasan, 
antara lain tidak ada yang 
berjangka waktu lebih dari dua ta-hun; 
sehingga sulit mengetahui efek 
jangka panjang terapi sulih DHEA. Se-lain 
itu, belum ada dosis akurat serta 
penelitian efek samping. Yang cukup 
penting adalah belum diketahuinya 
mekanisme pasti yang mendasari efek 
anti penuaan terapi sulih DHEA. Oleh 
karena itu, perlu penelitian lebih lanjut 
terutama dengan jangka waktu pene-litian 
yang cukup panjang (lebih dari 
dua tahun). 
UCAPAN TERIMA KASIH 
Kami berterima kasih kepada dr. Pop-py 
K. Sasmita, Sp.S, M.Kes, PA yang 
telah membimbing penulisan karya 
ilmiah ini. 
DAFTAR PUSTAKA 
1. Biro Pusat Statistik. Jumlah Penduduk menu-rut 
Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, 
dan Kabupaten/Kota, 2005 Number of Popu-lation 
by Sex and Age Group [homepage 
on the Internet]. c2008 [updated 2005; cited 
2008 Jan 19]. Available from http://demografi . 
bps.go.id/versi2/index.php?option=com_ 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 267 4/26/2010 8:34:22 PM
tabeltask=Itemid=45lang=en 
2. Kamel NS, Gammack J, Cepeda O, Flaherty 
JH. Antioxidants and hormones as antiaging 
therapies: High hopes, disappointing results. 
Cleve Clin J Med 2006;73(12):1049-58. 
3. Leow MKS, Loh KC. Controversial endocrine 
intervention for the aged. Singapore Med J 
2006; 47(7):569-579. 
4. Departemen Kesehatan. Menyongsong Lan-jut 
Usia Tetap Sehat dan Berguna [homepage 
on the Internet]. c2008 [updated 2007 Jun 28; 
cited 2008 Jan 19]. Available from http://www. 
depkes.go.id/index.php?option=newstask= 
viewarticlesid=2674 
5. Buford TW, Willoughby DS. Impact of DHEA(S) 
and cortisol on immune function in ag-ing: 
a brief review. Appl Physiol Nutr Metab 
2008;33:429-33. 
6. Granner DK. The Diversity of the Endocrine 
System. In: Murray RK, Granner DK, Mayes 
PA, Rodwell VW (Eds). Harper’s Illustrated 
Biochemistry 27th ed. Singapore: McGraw-Hill, 
2006; p:448. 
7. Maninger N, Wolkowitz OM, Reus VI, Epel 
ES, Mellon SH. Neurobiological and neurop-sychiatric 
effects of dehydroepiandrosterone 
(DHEA) and DHEA sulfate (DHEAS). Front 
Neuroendocrinol. [serial on the Internet]. (2009 
,Jan), [cited January 11, 2009];30(1):65-91. 
8. Synthesis of dehydroepiandrosterone 
(DHEA), DHEA sulfate (DHEAS), and other 
steroids. [image on the Internet]. c2000. 
Available from: http://www.medscape.com/ 
viewarticle/406925_4. 
9. Baulieu E. Dehydroepiandrosterone (DHEA): a 
fountain of youth?. J Clin Endocrinology Me-tab 
[serial on the Internet]. (1996, Sep), [cited 
January 9, 2009]; 81(9): 3147-3151. 
10. Auchus RJ, Rainey WE. Adrenarche: Physiol-ogy, 
Biochemistry and Human Disease. Clin 
Endocrinol [serial on the internet]. (2004,Mar), 
[cited January 12,2009];60(3):288-296. Avail-able 
from: http://www.medscape.com/ 
viewarticle/470730_1 
11. Variation in circulating deydroepiandrosterone 
sulphate (DHEA-S) concentrations throughout 
human life. [image on the Internet]. c2004. 
Available from: http://www.medscape.com/co 
ntent/2004/00/47/07/470730/470730_fi g.html 
12. Shealy C. A review of dehydroepiandrosterone 
(DHEA). Integrative Physiological And Behav-ioral 
Science: The Offi cial Journal Of The Pav-lovian 
Society [serial on the Internet]. (1995, 
Sep), [cited January 11, 2009]; 30(4): 308-313. 
13. Buvat J. Androgen therapy with dehydroe-piandrosterone. 
World J.Urol. [serial on the 
Internet]. (2003, Nov 10), [cited January 11, 
2009]; 21(5): 346-355. 
14. Suzuki T, Suzuki N, Daynes R, Engleman E. De-hydroepiandrosterone 
enhances IL2 produc-tion 
and cytotoxic effector function of human 
T cells. Clin. Immunol. and Immunopathol. [se-rial 
on the Internet]. (1991, Nov), [cited January 
11, 2009]; 61(2 Pt 1): 202-211. 
15. Compagnone N, Mellon S. Dehydroepiandros-terone: 
a potential signalling molecule for 
neocortical organization during development. 
Proc Natl Acad Sci USA [serial on the Internet]. 
(1998, Apr 14), [cited January 11, 2009]; 95(8): 
4678-4683. 
16. Flynn M, Weaver-Osterholtz D, Sharpe-Timms 
K, Allen S, Krause G. Dehydroepiandrosterone 
replacement in aging humans. J Clin Endo-crinol. 
Metab [serial on the Internet]. (1999, 
May), [cited January 10, 2009]; 84(5): 1527- 
1533. 
17. Caruso LB, Silliman RA. Geriatric Medicine 
(Some Theories of Aging). In: Fauci AS, Braun-wald 
E, Kasper DL et al, editors. Harrison’s 
Principle of Internal Medicine 17th ed. New 
York: McGraw-Hill, 2008; p.54, t.9-1. 
18. McCance KL, Grey TC. Altered Cellular and 
Tissue Biology. In: McCance KL, Huether SE, 
eds. Pathophysiology: The Biologic Basic for 
Disease in Adults and Children. 5th ed. St. 
Louis: Mosby Inc, 2006; p.86. 
19. Moriyama Y, Yasue H, Yoshimura M, Mizuno 
Y, Nishiyama K, Tsunoda R, et al. The plasma 
levels of dehydroepiandrosterone sulfate are 
decreased in patients with chronic heart failure 
in proportion to the severity. J Clin Endocrinol. 
Metab [serial on the Internet]. (2000, May), 
[cited January 11, 2009]; 85(5): 1834-1840. 
20. Stahl F, Schnorr D, Pilz C, Dörner G. Dehy-droepiandrosterone 
(DHEA) levels in patients 
with prostatic cancer, heart diseases and un-der 
surgery stress. Exp Clin Endocrinol [se-rial 
on the internet]. (1992), [cited January 
12,2009];99(2):68-70. 
21. Buffi ngton C, Pourmotabbed G, Kitabchi A. 
Case report: amelioration of insulin resistance 
in diabetes with dehydroepiandrosterone. 
AJMS [serial on the Internet]. (1993, Nov), 
[cited January 11, 2009]; 306(5): 320-324. 
22. Williams D, Boyden T, Pamenter R, Lohman T, 
Going S. Relationship of body fat percentage 
and fat distribution with dehydroepiandroster-one 
sulfate in premenopausal females. J Clin 
Endocrinol. Metab [serial on the Internet]. (1993, 
July), [cited January 11, 2009]; 77(1): 80-85. 
23. Bhatavdekar J, Patel D, Chikhlikar P, Mehta R, 
Vora H, Karelia N, et al. Levels of circulating 
268 | MEI - JUNI 2010 
peptide and steroid hormones in men with 
lung cancer. Neoplasma [serial on the Inter-net]. 
(1994), [cited January 11, 2009]; 41(2): 
101-103. 
24. Bhatavdekar J, Patel D, Shah N, Giri D, Vora 
H, Karelia N, et al. Endocrine status in stage II 
vs. advanced premenopausal and postmeno-pausal 
breast cancer patients. Neoplasma [se-rial 
on the Internet]. (1992), [cited January 11, 
2009]; 39(1): 39-42. 
25. Jacobson MA, Fusaro RE, Galmarini M, Lang 
W. Decreased serum dehydroepiandrosterone 
is associated with an increased progression 
of human immunodefi ciency virus infection in 
men with CD4 cell counts of 200-499. J Infect 
Dis [serial on the internet]. (1991, Nov), [cited 
January 12 , 2009];164(5):864-8. 
26. Baulieu EE, Thomas G, Legrain, Lahlou N, 
Roger M, Debuire B, et al. Dehydroepiandros-terone 
(DHEA), DHEA sulfate, and aging: Con-tribution 
of the DHEAge Study to a sociobio-medical 
issue. Proc Natl Acad Sci U S A 2000; 
97(8): 4279–84. 
27. Villareal DT, Holloszy JO. Effect of DHEA on 
abdominal fat and insulin action in elderly 
women and men: a randomized controlled 
trial. JAMA 2004; 292(18): 2243-8. 
28. Nair KS, Rizza RA, O’Brien P, Dhatariya K, Short 
KR, Nehra A, et al. DHEA in elderly women 
and DHEA or testosterone in elderly men. N 
Engl J Med 2006; 355(16): 1647-59. 
29. Basu R, Dalla Man C, Campioni M, Basu A, 
Nair KS, Jensen MD, et al. Two years of treat-ment 
with dehydroepiandrosterone does not 
improve insulin secretion, insulin action, or 
postprandial glucose turnover in elderly men 
or women. Diabetes 2007; 56(3): 753-66. 
30. Percheron G, Hogrel JY, Denot-Ledunois S, 
Fayet G, Forette F, Baulieu EE et al. Effect of 
1-Year Oral Administration of Dehydroepi-androsterone 
to 60- to 80-Year-Old Individuals 
on Muscle Function and Cross-sectional Area. 
Arch Intern Med. 2003; 163: 720-7. 
31. Villareal DT, Holloszy JO. DHEA enhances 
effects of weight training on muscle mass 
and strength in elderly women and men. 
Am J Physiol Endocrinol Metab 2006; 291(5): 
E1003-8. 
32. Jankowski CM, Gozansky WS, Schwartz RS, 
Dahl DJ, Kittelson JM, Scott SM, et al. Effects 
of dehydroepiandrosterone replacement ther-apy 
on bone mineral density in older adults: a 
randomized, controlled trial. J Clin Endocrinol 
Metab 2006; 91(8): 2986-93. 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 268 4/26/2010 8:34:22 PM
Peranan Sel Punca Endometrium 
dalam Patogenesis Endometriosis 
| MEI - JUNI 2010 269 
LATAR BELAKANG 
Endometriosis adalah kelainan di mana 
jaringan endometrium dapat ditemu-kan 
di luar kavum uteri. Endometrio-sis 
diperkirakan merupakan kelainan 
ginekologik yang terjadi pada sekitar 
6-10% wanita. Kondisi endometriosis 
dapat memicu masalah klinis serius 
pada wanita karena dapat berhubun-gan 
dengan kejadian nyeri panggul 
kronik, dan infertilitas pada wanita usia 
reproduksi.1 
Sejak beberapa dekade terakhir te-lah 
banyak penelitian dilakukan untuk 
meningkatkan pemahaman menge-nai 
penyebab penyakit ini. Salah satu 
hipotesis yang sering digunakan untuk 
menjelaskan terjadinya endometriosis 
adalah teori patogenesis Sampson 
(1929), yang dihubungkan dengan ke-jadian 
menstruasi retrograd. Beberapa 
teori lain juga telah diperkenalkan ter-masuk 
teori metaplasia, teori penye-baran 
limfogen atau hematogen serta 
hasil temuan lain yang mencoba men-ghubungkan 
kejadian endometriosis 
dengan karakteristik jaringan endo-metrium 
yang abnormal, faktor gene-tik, 
perubahan lingkungan peritone-um, 
penurunan fungsi imunitas, serta 
peningkatan kemampuan angiogene-sis. 
2 Dasar-dasar teori yang diajukan 
tersebut sebenarnya ditujukan untuk 
mencari penjelasan, mengapa jaring-an 
endometrium memiliki tingkat 
survival yang tinggi meski berada di 
lingkungan di luar cavum uteri. Diper-kirakan 
tingkat survival yang tinggi ini 
disebabkan oleh karakteristik jaring-an 
endometrium tersebut atau oleh 
kondisi lingkungan sekitar yang san-gat 
mendukung. Berbagai pemikiran 
tersebut pada akhirnya memunculkan 
dugaan adanya keterkaitan antara 
mekanisme regenerasi jaringan endo-metrium 
dengan tingkat kemampuan 
survival jaringan endometrium di luar 
cavum uteri. 
Lapisan endometrium adalah salah 
satu jaringan yang memiliki tingkat 
regenerasi yang cukup baik. Hal ini 
dibuktikan dengan selalu terbentuknya 
lapisan endometrium baru pada siklus 
haid berikutnya, meski sebelumnya 
telah terjadi peluruhan lapisan endo-metrium 
apabila tidak terjadi kehamil-an. 
Lapisan endometrium yang luruh 
pada saat haid berasal dari lapisan 
fungsional. Oleh karena itu lapisan 
basal cavum uteri diperkirakan memi-liki 
fungsi yang cukup esensial untuk 
proses regenerasi lapisan endome-trium. 
Hal ini terbukti pada kasus Ash-erman 
Syndrome, kerusakan lapisan 
endometrium basal akibat tindakan 
kuret berlebihan dapat mengakibat-kan 
gangguan regenerasi jaringan en-dometrium. 
Akibatnya pasien dapat 
mengalami amenorea sekunder. 
Akhir-akhir ini peran sel punca dalam 
proses regenerasi jaringan pada um-umnya 
telah banyak dibahas. Konsep 
regenerasi sel endometrium yang di-mediasi 
oleh sel punca endometrium 
telah dipostulasikan sejak 35 tahun 
yang lalu. Penulisan makalah ini ditu-jukan 
untuk menelaah kemungkinan 
adanya peran sel punca/ progenitor 
endometrium dalam patogenesis en-dometriosis. 
Sel Punca 
Sel punca adalah sel yang mampu 
memperbaharui dirinya sendiri (self re-newal) 
dan memiliki kemampuan dife-rensiasi 
menjadi banyak tipe sel lain 
di dalam tubuh. Sel punca berdasar-kan 
asalnya dapat dibagi menjadi sel 
punca embrionik, yang berarti be-rasal 
dari jaringan embrionik dan sel 
punca dewasa, yang berarti berasal 
dari jaringan dewasa. Berdasarkan 
kemampuan diferensiasi, sel punca 
embrionik memiliki plastisitas lebih 
tinggi dibandingkan dengan sel pun-ca 
dewasa; berarti kemampuan dife-rensiasi 
sel punca embrionik akan lebih 
lebar dibandingkan dengan sel punca 
dewasa.3,4 Kehadiran sel punca perlu 
dibuktikan dengan teridentifi kasinya 
fungsi sel punca, yaitu klonogenisitas, 
kemampuan proliferasi, memperba-harui 
dirinya sendiri (self-renewal) dan 
diferensiasi.5 Klonogenisitas adalah 
kemampuan sel tunggal untuk mengi-nisiasi 
suatu koloni sel saat sel tung-gal 
tersebut ditanamkan pada media 
cloning densitas rendah atau melalui 
dilusi terbatas. Cara ini digunakan un-tuk 
melakukan karakterisasi sel punca 
dewasa dan sel progenitornya serta 
mencari petanda sel punca.6 Diferen-siasi 
adalah perubahan fenotip sel aki-bat 
aktivitas ekspresi gen. Sel punca 
Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2 
1. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 
2. Bagian Imunoendokrinologi Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ 
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia 
TINJAUAN PUSTAKA 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 269 4/28/2010 9:29:40 PM
TINJAUAN PUSTAKA 
Niche sel punca adalah suatu lingkun-gan 
fi siologis yang spesifi k bagi sel 
punca (sel niche bersama dengan ma-triks 
ekstraselular) dan memiliki fungsi 
regulasi terhadap sel punca.8 Fungsi 
utama niche sel punca ini adalah untuk 
mendeteksi kebutuhan perbaikan dan 
penggantian jaringan, yang selanjut-nya 
akan mengeluarkan sinyal-sinyal 
terhadap sel punca setempat untuk 
mengadakan proliferasi dan diferen-siasi. 
Regenerasi lapisan endometrium 
Lapisan endometrium merupakan 
salah satu jaringan di tubuh manusia 
Gambar 1. Hirarki 
diferensiasi sel punca 7 
| MEI - JUNI 2010 271 
dewasa bersifat multipoten yang be-rarti 
sel punca dewasa hanya dapat 
berdiferensiasi menjadi komponen sel 
pada jaringan tempat sel punca dew-asa 
ini berada.7 Kemampuan pemba-ruan 
diri adalah kemampuan sel punca 
untuk memproduksi sel punca anak 
yang identik. Hal ini dapat dilakukan 
melalui pembelahan asimetris mau-pun 
pembelahan simetris. Pembelah-an 
asimetris artinya menghasilkan satu 
sel anak yang identik dan satu sel anak 
yang telah terdiferensiasi.5 Sementara 
itu pembelahan simetris akan meng-hasilkan 
2 sel anak yang identik atau 2 
sel progenitor transit amplifying (TA). 
Sel progenitor atau tissue-specifi c 
stem cells hanya akan memiliki jalur 
diferensiasi tertentu saja dan hanya 
akan memiliki kemampuan pembaru-an 
diri yang terbatas. Sedangkan sel 
TA yang dihasilkan selanjutnya dari sel 
progenitor anak akan memiliki prop-erti 
yang terletak di antara sel punca 
dan sel yang telah berdiferensiasi; 
yaitu potensi proliferasi yang terbatas 
dan tidak mampu memperbarui diri. 
Selanjutnya sel TA akan melalui beber-apa 
tingkat pembelahan sel progresif 
sebagai bagian dari amplifi kasi selular 
dan kemudian mengalami diferensiasi 
terminal.8 
9 
yang sangat dinamis, karena menga-lami 
regenerasi secara siklik pada tiap 
siklus haid. Pada dasarnya secara rutin 
lapisan endometrium akan mengalami 
proses regenerasi, diferensiasi dan pe-luruhan 
pada masa reproduksi.10 
Lapisan endometrium manusia da-pat 
dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu 
lapisan basalis (stratum basal) dan 
lapisan fungsional (stratum fungsional) 
(2/3 atas). Lapisan basalis tidak ikut 
luruh pada saat haid dan bertang-gung 
jawab dalam proses regenerasi 
lapisan fungsional pada siklus haid 
berikutnya. Proses proliferasi dan dife- 
rensiasi lapisan fungsional dipicu oleh 
perubahan sekuensial hormon steroid 
selama siklus haid. Sebaliknya lapisan 
basalis hanya akan mengalami pro-liferasi 
minimal dan tidak sensitif ter-hadap 
perubahan hormonal selama 
siklus haid. 
Adanya efek hormon steroid pada 
lapisan endometrium dibuktikan den-gan 
adanya ekspresi reseptor hormon 
steroid pada lapisan endometrium. 
Hormon estrogen berfungsi mengen-dalikan 
survival, viabilitas, dan efek mi-togenik 
melalui reseptor estrogen 1 
(ESR1). Reseptor ESR1 merupakan re-septor 
estrogen yang cukup dominan 
ditemukan di lapisan endometrium. 
Sebaliknya reseptor estrogen 2 (ESR2) 
ternyata hanya sedikit diekspresikan 
di lapisan endometrium. Pengamatan 
selanjutnya menunjukkan bahwa ESR2 
ternyata berfungsi memicu diferen-siasi 
sel epitel melalui mekanisme 
regulasi negatif terhadap respon yang 
terjadi melalui ESR1.11 
Pada fase proliferasi di mana hormon 
estrogen cukup dominan, terda-pat 
aktivitas proliferasi endometrium 
yang cukup ekstensif sehingga ter-bentuklah 
lapisan fungsional. Namun 
saat mendekati ovulasi, tingkat pro-liferasi 
akan menurun secara gradual 
dan lapisan fungsional yang terbentuk 
akan mengalami diferensiasi di bawah 
pengaruh hormon progesteron yang 
merupakan hormon yang dominan 
pada fase sekresi. Pada fase sekresi, 
sel stroma akan mengalami reaksi 
CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 271 4/26/2010 8:34:23 PM
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010
Kanker 2010

More Related Content

What's hot

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERTenri Ashari Wanahari
 
appendisitis
appendisitisappendisitis
appendisitisninno22
 
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1Jumpa Utama Amrannur
 

What's hot (6)

Jurnal keperawatan soedirman
Jurnal keperawatan soedirmanJurnal keperawatan soedirman
Jurnal keperawatan soedirman
 
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERPANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
 
appendisitis
appendisitisappendisitis
appendisitis
 
219 218-1-pb
219 218-1-pb219 218-1-pb
219 218-1-pb
 
Artikel31
Artikel31Artikel31
Artikel31
 
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1
Panduan Praktik Klinis Dokter Faskes 1
 

Similar to Kanker 2010

ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.pptMuliNur
 
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdftikaaprilia3
 
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Farhan Yuzevan
 
Kadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeKadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeFarhan Yuzevan
 
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdfssuser85eea7
 
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di IndonesiaPedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di IndonesiaAkademi Desa 4.0
 
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di IndonesiaPedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di IndonesiaJalinKrakatau
 
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Muh Saleh
 
sk Pengurus PDUI Komisariat Tuban
sk Pengurus PDUI Komisariat Tubansk Pengurus PDUI Komisariat Tuban
sk Pengurus PDUI Komisariat TubanAbdul Rochman
 
Faktor faktor empisema
Faktor faktor empisemaFaktor faktor empisema
Faktor faktor empisemassuser4c22ca
 
CV Moderator-Pembicara Final.pptx
CV Moderator-Pembicara Final.pptxCV Moderator-Pembicara Final.pptx
CV Moderator-Pembicara Final.pptxCovidpetamburan
 
Pedoman ppi tb 2010
Pedoman ppi tb 2010Pedoman ppi tb 2010
Pedoman ppi tb 2010Mislan Recca
 
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...Repository Ipb
 

Similar to Kanker 2010 (20)

Tumor otak
Tumor otakTumor otak
Tumor otak
 
ppra - 1.ppt
ppra - 1.pptppra - 1.ppt
ppra - 1.ppt
 
Kulit
KulitKulit
Kulit
 
IDAI EPILEPSI.pdf
IDAI EPILEPSI.pdfIDAI EPILEPSI.pdf
IDAI EPILEPSI.pdf
 
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf
01 FK UNDANGAN PELANTIKAN (DILANTIK ).pdf
 
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
Pengaruh Ekstrak Tauge Terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit yang Diinduksi Pa...
 
Kadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam taugeKadar tokoferol dalam tauge
Kadar tokoferol dalam tauge
 
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
22-10-21-Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
 
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di IndonesiaPedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis dan Kesehatan Masyarakat COVID 19 di Indonesia
 
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di IndonesiaPedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di Indonesia
Pedoman Penanganan Cepat Medis Dan Kesehatan Masyarakat Covid-19 Di Indonesia
 
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases (COVID-19)
 
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
sk Pengurus PDUI Komisariat Tuban
sk Pengurus PDUI Komisariat Tubansk Pengurus PDUI Komisariat Tuban
sk Pengurus PDUI Komisariat Tuban
 
Faktor faktor empisema
Faktor faktor empisemaFaktor faktor empisema
Faktor faktor empisema
 
Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012Skdi tahun-2012
Skdi tahun-2012
 
CV Moderator-Pembicara Final.pptx
CV Moderator-Pembicara Final.pptxCV Moderator-Pembicara Final.pptx
CV Moderator-Pembicara Final.pptx
 
Pedoman ppi tb 2010
Pedoman ppi tb 2010Pedoman ppi tb 2010
Pedoman ppi tb 2010
 
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
SINTESIS DAN UJI SITOTOKSIK IN VITRO SENYAWA 2-HIDROKSINIKOTINIL OKTILAMIDA T...
 
Buku10
Buku10Buku10
Buku10
 
Final PIT 2020 ISBN (1).pdf
Final PIT 2020 ISBN (1).pdfFinal PIT 2020 ISBN (1).pdf
Final PIT 2020 ISBN (1).pdf
 

More from Helmon Chan

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersHelmon Chan
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quranHelmon Chan
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islamHelmon Chan
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_youHelmon Chan
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08Helmon Chan
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09Helmon Chan
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10Helmon Chan
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15Helmon Chan
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16Helmon Chan
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17Helmon Chan
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18Helmon Chan
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Helmon Chan
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02Helmon Chan
 

More from Helmon Chan (20)

We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengersWe believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
We believe in_all_the_prophets_and_the_messengers
 
Understand quran
Understand   quranUnderstand   quran
Understand quran
 
The message of_islam
The message of_islamThe message of_islam
The message of_islam
 
My lord i_love_you
My   lord i_love_youMy   lord i_love_you
My lord i_love_you
 
Hajj and umrah
Hajj    and  umrahHajj    and  umrah
Hajj and umrah
 
Haji and umrah
Haji   and umrahHaji   and umrah
Haji and umrah
 
Haji and umrah
Haji and umrahHaji and umrah
Haji and umrah
 
Turkish Islam 08
Turkish Islam      08Turkish Islam      08
Turkish Islam 08
 
Turkish Islam 09
Turkish Islam   09Turkish Islam   09
Turkish Islam 09
 
Turkish Islam 10
Turkish Islam  10Turkish Islam  10
Turkish Islam 10
 
Turkish Islam 15
Turkish Islam  15Turkish Islam  15
Turkish Islam 15
 
Turkish Islam 16
Turkish Islam  16Turkish Islam  16
Turkish Islam 16
 
Turkish Islam 17
Turkish Islam  17Turkish Islam  17
Turkish Islam 17
 
Turkish Islam 18
Turkish Islam  18Turkish Islam  18
Turkish Islam 18
 
Turkish Islam 03
Turkish Islam 03Turkish Islam 03
Turkish Islam 03
 
Turkish Islam 02
Turkish Islam  02Turkish Islam  02
Turkish Islam 02
 
Yoruba Islam 01
Yoruba Islam  01Yoruba Islam  01
Yoruba Islam 01
 
Yoruba Islam 03
Yoruba Islam  03Yoruba Islam  03
Yoruba Islam 03
 
Yoruba Islam 05
Yoruba Islam  05Yoruba Islam  05
Yoruba Islam 05
 
telugu islam 13
telugu  islam 13telugu  islam 13
telugu islam 13
 

Recently uploaded

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptAlfandoWibowo2
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxJuliBriana2
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfAkhyar33
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"baimmuhammad71
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxboynugraha727
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 

Recently uploaded (20)

Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 

Kanker 2010

  • 1. PRAKTIS Terapi Cairan dan Darah ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk hasil penelitian Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin tinjauan pustaka Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi Profil Dr. Yow Pin, PHD, Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien
  • 2. | MEI - JUNI 2010 245 Petunjuk untuk Penulis CDK menerima naskah yang membahas berbagai aspek keseha-tan, kedokteran dan farmasi, bisa berupa tinjauan kepusta-kaan ataupun hasil penelitian di bidang-bidang tersebut, termasuk lapo-ran kasus. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh CDK; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggu-nakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam ba-hasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak ber-bahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah berisi 2000 - 3000 kata ditulis dengan program pengolah kata seperti MS Word, spasi ganda, font Eurostile atau Times New Roman 10 pt. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lemba-ga/ fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/grafi k/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- jelasnya dan telah dimasukkan dalam program MS Word. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh : 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974 ; 457-72. 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan fi lariasis di Indonesia. CDK. 1990; 64: 7-10. Jika pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk softcopy / CD atau melalui e-mail ke alamat : Redaksi CDK Jl. Letjen Suprapto Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510 E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id Tlp: (021) 4208171. Fax: (021) 42873685 Mengingat saat ini CDK sudah dapat diakses lewat internet (online) maka (para) penulis hendaknya menyadari bahwa makalah yang diter-bitkan juga akan dapat lebih mudah dimanfaatkan oleh lingkungan yang lebih luas. Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui e-mail; oleh kar-ena itu untuk keperluan tersebut tentukan contact person lengkap den-gan alamat e-mailnya. Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga tempat kerja si penulis. EDITORIAL 246 ENGLISH SUMMARY 248 ARTIKEL Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi M. Adi Firmansyah 249 Peranan Hipermetilasi DNA pada Kanker Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, Ferry Sandra 254 Penggunaan DHEA pada Tatalaksana Anti Penuaan Monik Setijoso 259 Terapi Sulih DHEA sebagai Metode Anti Penuaan Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya 264 Peranan Sel Punca Endometrium dalam Patogenesis Endometriosis Grace Valentine, Kanadi Sumapraja 269 Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin Cornelis Adimunca, Olwin Nainggolan 274 Pengaruh Pemberian Meniran pada Hati Mencit yang Diberi CCl4 Siti Sundari Yuwono 278 BERITA TERKINI Zotepine: Respon minggu pertama sebagai prediktor perbaikan minggu ke-4 284 Endoskopi Dini untuk Perdarahan Ulkus Peptik 285 Vaksinasi Infl uenza Memberikan Perlindungan Terhadap Infark Miokard 289 FDA Memberikan Peringatan Baru Mengenai Interaksi Clopidogrel-Omeprazole 290 FDA Menyetujui Pemberian Rosuvastatin pada Pasien dengan Kadar LDL Normal 291 SPARCLE: Atorvastatin Dosis Tinggi Pasca Stroke atau TIA Mengurangi Kejadian Stroke dan Kardiovaskular 292 Pengobatan Alternatif Penderita Hepatitis C 293 Tips Menghindari Osteoporosis 294 Vitamin D Mencegah Penyakit Jantung dan Diabetes 295 Setelah Pemasangan DES, Tiga Antiplatelet Lebih Baik 297 Apakah Perluasan Indikasi Untuk Telmisartan Merupakan Keputusan yang Tepat? 298 Efek Antimikroba Anestetik Lokal 299 Ekstrak Melon Membantu Mencegah Obesitas 300 Metformin Menurunkan Berat Badan pada Remaja yang Obesitas 301 PRAKTIS 304 OPINI 310 PROFIL 312 INFO PRODUK 314 GERAI 317 ANTAR SEJAWAT 318 AGENDA 319 RPPIK 320 DAFTAR ISI Dua Kasus Mutasi DNA pada Orang Indonesia 282 CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 245 4/28/2010 9:29:12 PM
  • 3. PRAKTIS Terapi Cairan dan Darah ISSN: 0125-913 X I 177 / vol.37 no. 4 / Mei - Juni 2010 http.//www.kalbe.co.id/cdk HASIL PENELITIAN Pengaruh Ekstrak Daun Singkong (Manihot uttilisima) terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Tikus Putih yang Diinduksi Karsinogen Nitrosamin TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi PROFIL Dr. Yow Pin, PHD, Setiap Penemuan Dapat Menolong Ribuan Pasien EDITORIAL Beberapa masalah mutasi gen, juga kaitannya dengan agen dari luar menjadi bahasan dalam edisi CDK ini; topik ini dilengkapi dengan artikel yang membahas hormon DHEA dalam kaitannya dengan kemungkinan penggunaannya dalam klinik. Artikel lain yang menarik adalah penelitian pendahuluan manfaat beberapa komponen zat/obat ‘tradisional’ untuk melindungi sel-sel tubuh terhadap efek zat-zat karsinogen; penemuan ini bisa membuka jalan ke arah pemanfaatannya dalam klinik, sekaligus juga memberikan dukungan ilmiah bagi penggunaan obat tradisional yang sudah berjalan turun temurun. Laporan kasus mengenai mutasi DNA yang ditemukan di Indonesia juga menarik untuk disimak. Selamat membaca, Redaksi 246 | MEI - JUNI 2010 CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 246 4/26/2010 8:34:11 PM
  • 4. Redaksi Kehormatan Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOM Divisi Hematologi Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPH Pusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEH Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACE Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKes Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado Prof. DR. Dr. Rully M.A. Roesli, SpPD-KGH Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung Dr. Aucky Hinting, PhD, SpAnd Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya DR. Dr. Yoga Yuniadi, SpJP Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta Prof. DR. Dra. Arini Setiawati Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Prof. Dr. Faisal Yunus, PhD, SpP(K) Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/SMF Paru RS Persahabatan, Jakarta Prof. DR. Dr. Rianto Setiabudy, SpFK Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Dr. R.M. Nugroho Abikusno, MSc., DrPH Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jakarta Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS Fakultas KedokteranUniversitas Udayana Denpasar, Bali Prof. DR. Dr. Ignatius Riwanto, SpB(K) Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, Semarang Dr. Tony Setiabudhi, SpKJ, PhD Universitas Trisakti/ Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia, Jakarta Prof. DR. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI Sub Dept. Alergi-Imunologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Dr. Prijo Sidipratomo, SpRad(K) Departemen Radiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Prof. DR. Dr. Johan S. Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN Departemen Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung Dr. Hendro Susilo, SpS(K) Dept. Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS Dr. Soetomo, Surabaya Prof. DR. Dr. Darwin Karyadi, SpGK Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat Dr. Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, M.Kes Bagian Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung | MEI - JUNI 2010 247 ISSN: 0125-913 X http://www.kalbe.co.id/cdk Alamat Redaksi Gedung KALBE Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4 Cempaka Putih, Jakarta 10510 Tlp: 021-420 8171 Fax: 021-4287 3685 E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id http://twitter.com/CDKMagazine Nomor Ijin 151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976 Penerbit Kalbe Farma Pencetak Dian Rakyat Susunan Redaksi Ketua Pengarah Dr. Boenjamin Setiawan, PhD Pemimpin Umum Dr. Erik Tapan Ketua Penyunting Dr. Budi Riyanto W. Manajer Bisnis Nofa, S.Si, Apt. Dewan Redaksi Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc. Dr. Michael Buyung Nugroho Dr. Karta Sadana Dr. Sujitno Fadli Drs. Sie Djohan, Apt. Ferry Sandra, Ph.D. Budhi H. Simon, Ph.D. Tata Usaha Dodi Sumarna CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 247 4/26/2010 8:34:12 PM
  • 5. ENGLISH SUMMARY Role of DNA Hypermethylation in Cancer Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, Ferry Sandra Cancer Division, Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Indonesia Recent studies on cancer-causing genes have shown the importance of promoter hypermethylation affecting different tumor suppressor genes such as cyclin dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), hu-man mismatch repair gene (MLH1), and retinoblastoma1 (Rb1). Promoter hypermethylation is one ex-ample of epigenetic processes lead-ing to repression of gene expression without altering DNA sequence per se and may serve as a promising bio-markers in lieu of other classical im-munohistochemical based markers to stage the evolution of normal cells into cancerous ones. A number of re-search studies also show that some hypermethylated genes also correlate with aggressiveness and poor progno-sis of different cancers. There are several chemical agents act-ing as nucleotide analogoues that have demethylating activities such as 5-aza-cytidine and 5-aza-2’-deoxycytidine. These agents are proven to inhibit the activity of DNA methyltransferase (an enzyme responsible for promoter methylation) and consequently to re-activate gene expression that is initially repressed due to methylation. Key words: promoter hypermethyla-tion, cancer, gene repression, tumor supressor genes CDK 2010; 37(4):254 - 8 DHEA in Anti-aging Management Monik Setijoso Nirmala Clinic, Pasar Jumat, South Jakarta, Indonesia Dehydroepiandrosterone (DHEA) is a hormon synthesized primarily by the zona reticularis of the adrenal cortex. The level of DHEA in the body reaches its peak during young adulthood. Be-side its function as a precursor for sex hormones, studies has shown various benefi ts such as improvement in cog-nitive function, increase in bone mass density, decrease of cardiovascular risks, weight loss, etc. Considering the benefi ts, DHEA is believed to be use-ful as a part of anti aging management. DHEA is now widely distributed as an over-the-counter supplement. Further research is necessary to analyze long term effects. Physician’s monitoring is strongly recommended. Keywords: DHEA, anti aging, supplement CDK 2010; 37(4):259 - 263 DHEA Replacement Therapy for Anti Aging Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya Student, Faculty of Medicine, Atmajaya Catholic University, Jakarta, Indonesia Dehydroepiandrosterone (DHEA) and dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) are hormones naturally pro-duced by human body. Level of DHEA peaks after delivery and in 20-24 year of age, and then decreased about 2-3% per year. Decreased level of the hormones declines several body’s functions. Many researches look into the potential of maintaining the hor-mone level as anti-aging method. Many researches showed that DHEA can improve testosterone and es-tradiol level, improves Bone Mineral Density (BMD) in certain bones and lowers osteoclast’s activity. But other researches showed that DHEA has no effect on insulin, doesn’t improve mus-cle mass and strength, and doesn’t in-fl uence body composition. DHEA replacement therapy has ben-efi t in preventing aging by improving bone quality. But, further long-term 248 | MEI - JUNI 2010 researches is still needed. Keywords: DHEA, DHEA replacement therapy, anti-aging. CDK 2010; 37(4):264 - 8 Role of Endometrial Stem Cell in the Pathogenesis of Endometriosis Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2 1. Faculty of Medicine, University of Indone-sia graduate 2.Immunoendocrinology and Reproduction Subdept., Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, University of Indonesia - Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia Endometriosis is characterized by the presence and growth of endometrial tissue (glands and stroma) outside the uterus. Endometriosis is a benign gy-necologic condition which can cause a signifi cant morbidity and occur in 6-10% women. Although endometrio-sis has been part of the clinical prac-tice for almost a century, endometrio-sis pathogenesis remains an enigma. There are direct evidence for the ex-istence of adult stem/progenitor cells in human endometrium, which may have important roles in endometrium regeneration. Recent studies suggest a new hypoth-esis of endometriosis pathogenesis : endometrial stem/progenitor cells are inappropriately shed during menstru-ation and reach the peritoneal cavity where they adhere and establish en-dometriotic implants. More studies on the specifi c role of en-dometrium stem cells are needed to improve understanding on endometri-osis pathogenesis. This fundamental studies on endometrial stem/progeni-tor cells will provide new insights into the pathogenesis of endometriosis. CDK 2010; 37(4):269 - 273 CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 248 4/28/2010 9:29:24 PM
  • 6. TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Mual Muntah yang Diinduksi Kemoterapi | MEI - JUNI 2010 249 PENDAHULUAN Kemoterapi, seperti halnya de-ngan modalitas lain, mempunyai efek samping. Efek samping terjadi karena perubahan pada sel-sel normal. Ke-banyakan komplikasi dapat diantisi-pasi dan menurut beberapa ahli, be-berapa di antaranya dapat dicegah1. Kompikasi mielosupresi, mual mun-tah, stomatitis dan alopesia adalah beberapa komplikasi kemoterapi yang sering diobservasi. Mual dan muntah, stomatitis merupakan efek samping kemoterapi yang sering terjadi.2,3 Ber-kat perkembangan obat anti-emetik maka penatalaksanaan mual muntah yang diinduksi kemoterapi ini semakin maju.1 Muntah tidak hanya mempengar-uhi kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik. Selain itu, muntah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan metab-olisme mencolok, dan pengurangan masukan zat makanan. Hal ini yang menjadikan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus ber-jalan efektif. Mual dan muntah dapat terjadi secara terpisah namun kebanyakan gejala ini merupakan kesatuan dan diasumsikan terjadi dalam jalur neural yang sama.3 Muntah biasanya mengikuti perasaan mual namun tidak selalu. Muntah yang berkaitan dengan proses peninggian intrakranial misalnya, tidak diawali dengan mual dan biasanya muntah secara proyektil.4 Secara klinis, kadang-kadang sulit dibedakan antara muntah, refl uks gas-troesofageal (RGE), dan regurgitasi. Sesuai defi nisi, muntah merupakan proses dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif. Usaha mengeluarkan isi lambung akan terli-hat sebagai kontraksi otot perut. Se-dangkan RGE didefi nisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam es-ofagus tanpa terlihat ada usaha dari penderita. Apabila bahan dari lam-bung tersebut dikeluarkan melalui mulut maka keadaan ini disebut seba-gai regurgitasi.5 Mual Dan Muntah yang Diinduksi Oleh Kemoterapi Mual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi (chemotherapy-induced nausea and vomiting atau CINV), se-cara potensial adalah kondisi yang paling berat dan sangat tidak menye-nangkan pasien. Dalam sebuah survei terhadap pasien kanker di Amerika Serikat pada tahun 1983, ditemukan bahwa mual-muntah akibat kemo-terapi merupakan pengalaman paling berat yang mereka rasakan selama menjalani terapi kanker.6 Mual dan muntah yang disebabkan obat-obat kemoterapi memerlukan penatalaksanaan yang sama efektifnya dengan mual muntah akibat lainnya. Dalam kepustakaan dikatakan hampir 70 - 80% pasien yang diberi kemote-rapi mengalami mual dan muntah. Ber-bagai faktor mempengaruhi insidens M. Adi Firmansyah PPDS Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta ABSTRAK Kemoterapi sebagai salah satu modalitas terapi dalam tatalaksana keganasan sering menimbulkan efek samping mual muntah. Mual muntah yang diinduksi kemoterapi (chemotherapy-induced-nausea and vomiting – CINV) merupakan pengalaman yang sangat tidak menyenangkan bagi pasien selama menjalani terapi kanker. Hal ini dapat menyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik yang berpotensi menghambat penyembuhan selain dapat berdampak dehidrasi, ketidakseimbangan metabolisme yang mencolok, dan pengurangan asupan zat makanan. Hal inilah yang menjadi-kan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus efektif. Pemberian terapi antiemetik didasarkan pada tipe mual muntah akibat kemoterapi itu sendiri, dan umumnya menggunakan golongan antagonis reseptor serotonin tipe-3 (5-HT3). Kata Kunci: mual muntah yang diinduksi kemoterapi, kualitas hidup pasien, antagonis reseptor serotonin tipe-3 (5-HT3). CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 249 4/26/2010 8:34:13 PM
  • 7. dan beratnya muntah karena kemo-terapi, termasuk jenis obat kemotera-pi, dosis, cara, dan jadual pemberian, dan variabel pasien (misalnya 10 sam-pai 40% pasien mengalami mual atau muntah dalam antisipasi kemoterapi mereka [anticipatory vomiting]).7 Muntah tidak hanya mempenga-ruhi kualitas hidup, tetapi dapat me-nyebabkan penolakan pengobatan antineoplastik. Selain itu, muntah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan me-tabolisme yang mencolok, dan pen-gurangan masukan zat makanan. Hal ini yang menjadikan penatalaksanaan mual-muntah akibat kemoterapi harus berjalan efektif. Kemajuan signifi kan telah mendapat-kan obat-obat antiemetik yang efektif dan bertoleransi baik. Tetapi, pada survei terhadap pasien kanker pada tahun 1993 setelah generasi terbaru obat antiemetik yang efektif (golon-gan antagonis reseptor serotonin tipe-3) luas digunakan, mual-muntah masih menjadi salah satu efek samp-ing yang penting dalam penatalaksan-aan kemoterapi.6 Tujuan penatalakanaan CINV adalah untuk secara sempurna mencegah CINV itu sendiri. Dan penatalaksanaan yang baik, tentu saja berdasarkan atas pemahaman patofi siologi mual-mun-tah dan mekanisme obat kemoterapi dalam menginduksi mual-muntah.6 Tipe Mual-Muntah akibat Kemo-terapi Secara garis besar, didasarkan pada onsetnya, terdapat 3 (tiga) tipe mual-muntah yang diinduksi kemoterapi (CINV), yaitu 2,7: 1. CINV Akut (acute nausea and vomiting) CINV akut didefi nisikan sebagai mual-muntah yang terjadi dalam 24 jam setelah pasien mendapat kemoterapi. Pada pasien yang tidak mendapat profi laksis, keadaan ini dapat terjadi dalam satu sampai dua jam setelah kemoterapi, dengan insiden puncak rata-rata pada empat sampai enam jam pertama. 2. CINV Lambat (delayed nausea and vomiting) CINV disebut onset lambat bila mual-muntah terjadi setelah 24 jam set-elah kemoterapi. Sering terjadi pada pemberian cisplatin dosis tinggi. Jika pasien tidak mendapat terapi profi lak-sis, biasanya keadaan ini terjadi sekitar 48 sampai 72 jam setelah kemoterapi diberikan, dan berkurang secara ber-tahap setelah 2 sampai 3 hari sesudah-nya. Meskipun dibandingkan dengan episode akut, kekerapan episode lam-bat ini lebih rendah, namun episode ini kurang dapat diatasi dengan baik oleh obat-obat antiemetik yang ada bila dibandingkan dengan episode akut. Episode ini, selain akibat pemberian terapi sisplatin, dapat juga oleh karbo-platin, siklofosfamid, dan antrasiklin.3 3. CINV Antisipasi (anticipatory nausea and vomiting) Kondisi ini adalah sebuah kondisi re-spon pasien yang pernah mengalami mual-muntah selama siklus kemotera-pi sebelumnya. Pemberian antiemetik selama siklus awal kemoterapi me-nyebabkan kondisi ini tidak lagi men-jadi masalah signifi kan. Tipe-tipe CINV ini mempengaruhi ren-cana penatalaksanaan selanjutnya. OBAT KEMOTERAPI Telah diketahui beberapa obat kemo-terapi yang spesifi k dapat mengin-duksi mual dan muntah pada pasien kanker. Berdasarkan potensinya da-lam menyebabkan mual dan muntah, obat-obat tersebut dibagi menjadi beberapa kategori yakni 2,7: a. Potensial emetik kuat (high emetogenic potential) Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah sisplatin (dosis ≥ 50 mg/m2), met-kloretamin, streptozocin, dakarbazin, karmustin (dosis > 250 mg/m2), sik-lofosfamid 250 | MEI - JUNI 2010 (dosis >1500 mg/m2) dan daktinomisin. b. Potensial kuat-sedang (moder-ate- high emetogenic potential) Yang termasuk dalam kategori ini adalah sisplatin (dosis < 50 mg/m2), sitarabin (dosis > 1000 mg/m2), dok-sorubisin (dosis ≥ 60 mg/m2), karmus-tin (dosis ≤ 250 mg/m2), siklofosfamid (dosis ≤ 1500 mg/m2), karboplatin, dan epirubisin (dosis ≥ 90 mg/m2). 3. Potensial sedang-lemah (low-moderate emetogenic potential) Yang termasuk dalam kategori ini ada-lah topotekan, irinotekan, prokarba-zin, paklitaksel, tenoposid, mitomisin, fl orourasil (dosis < 1000 mg/m2) dan metotreksat (dosis 50 - 250 mg/m2) 4. Potensial lemah (low emetogen-ic potential) Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah bleomisin, fl udarabin, hidrok-siurea, metotreksat (dosis ≤ 50 mg/m2), vinkristin, vinblastin, dan etoposid. Patofi siologi Mual dan Muntah akibat Kemoterapi Daerah yang berperan dalam proses mual dan muntah adalah pusat mun-tah yang terletak di formasio lentiku-lar lateral dari medula oblongata dan daerah pemicu kemoreseptor (CTZ) yang terletak di area postrema. Obat-obat kemoterapi (atau metabolitnya) dapat mengaktivasi langsung daerah pemicu kemoreseptor atau di pusat muntah. Beberapa reseptor di kedua daerah tersebut, termasuk dopamin tipe 2 (DA2) dan serotonin tipe 3 (5-HT3) berperan penting. Sering pula, warna dan bau obat-obat kemoterapi (dan bahkan rangsangan yang berhubun-gan dengan kemoterapi, seperti tanda di ruang pengobatan atau dokter atau perawat yang memberi terapi) da-pat mengaktivasi pusat muntah yang lebih tinggi di pusat otak dan memicu muntah. Obat-obat kemoterapi dapat pula bekerja secara perifer, dengan menyebabkan kerusakan sel di saluran pencernaan, dan melepaskan sero- TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 250 4/26/2010 8:34:13 PM
  • 8. tonin dari sel enterokromafi n mukosa usus halus. Serotonin yang dilepaskan akan mengaktifkan reseptor 5-HT3 pada saraf vagus dan serat aferen ner-vus splanknikus yang kemudian mem-bawa sinyal sensoris ke medula se-hingga terjadi respons muntah.2,6,7 Obat-obat Antimuntah untuk Mual-muntah akibat kemoterapi Mengingat rumitnya mekanisme yang terlibat dalam proses muntah, tidak mengherankan bila obat-obat antie-metik hadir dalam berbagai kelas dan rentang aktivitas. Tidak semua kelas obat antiemetik, efektif mengendali-kan mual dan muntah yang disebab-kan kemoterapi. Kategori utama obat-obat yang di-gunakan untuk mengendalikan mual muntah akibat kemoterapi mencakup: 2,7 1. Fenotiazin Kelompok pertama obat-obat yang efektif sebagai obat antimuntah, feno-tiazin, misalnya proklorperazin, bek-erja menghambat reseptor dopamin. Obat kelompok ini efektif terhadap efek muntah ringan sampai sedang dari obat-obat kemoterapi. Walau-pun meningkatkan dosis memperbaiki aktivitas antiemetik, efek samping, termasuk hipotensi dan kegelisahan, merupakan hambatan. Efek samping lain yang sering timbul adalah gejala ekstrapiramidal dan sedasi. 2. Pengganti Benzamid Satu di antaranya, metoklopramid san-gat efektif pada dosis tinggi terhadap obat penyebab muntah yang kuat (mis-alnya sisplatin). Obat ini dapat mence-gah muntah pada 30 - 40% pasien dan mengurangi muntah pada sebagian besar pasien. Namun mengingat dosis efektifnya cukup tinggi, efek samping perlu diperhatikan, misalnya sedasi, diare, gejala ekstrapiramidal. Efek samping ini membatasi penggunaan dosis besar dan paling sering timbul pada pasien-pasien muda. 3. Butirofenon Contoh kelompok ini adalah halo-peridol, droperidol, dan domperi-don; bekerja menghambat reseptor dopamin (antagonis D2). Butirofenon merupakan obat antimuntah dengan efektivitas sedang; dosis tinggi halo-peridol hampir sama efektif dengan metoklopramid dosis tinggi dalam mencegah muntah yang disebabkan sisplatin. Efek samping yang sering timbul adalah kram perut. 4. Benzodiazepin Potensi antimuntah lorazepam dan alprazolam rendah. Efeknya mungkin disebabkan dari efek sedasi, ansioli-tik, dan amnesiknya. Sifat-sifat ini yang mendasari penggunaan kelompok ini dalam mengobati muntah tipe antisi-patori. 5. Kortikosteroid Deksametason dan metilprednisolon yang digunakan tunggal efektif untuk kemoterapi penyebab muntah yang ringan sampai sedang. Mekanisme efek antimuntahnya tidak diketahui pasti, tetapi diduga melibatkan peng-hambatan prostaglandin. Obat-obat ini dapat menyebabkan insomnia dan hiperglikemia pada pasien diabetes melitus. 6. Kanabinoid Derivat mariyuana, termasuk dron-abinol dan nabilon, efektif terhadap kemoterapi penyebab muntah yang sedang. Namun, kelompok ini jarang menjadi obat antimuntah pilihan per-tama mengingat efek sampingnya yang serius, termasuk disforia, halusi-nasi, sedasi, vertigo, dan disorientasi. Meskipun memiliki sifat-sifat psikotro-pik, namun efek antimuntah kanabioid tidak melibatkan otak. Kanabinoid sin-tetik tidak memiliki aktivitas psikotro-pik, namun merupakan antimuntah. 7. Antagonis reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3) Antagonis spesifi k reseptor 5-HT3, ondansetron dan granisetron meng-hambat 252 | MEI - JUNI 2010 reseptor 5-HT3 di perifer se-cara selektif (serat aferen viseral) dan di otak (zona pemicu kemoreseptor). Obat-obat ini dapat diberikan seba-gai obat tunggal sebelum kemoterapi (intravena atau per oral) dan efektif terhadap semua tingkatan terapi pe-nyebab muntah. Salah satu percobaan melaporkan kedua obat ini mencegah muntah pada 50-60% pasien yang diobati dengan sisplatin.6 Ondanse-tron juga disetujui untuk mencegah mual dan/atau muntah pasca operasi. Dalam sebuah penelitian uji klinik di Amerika Serikat, generasi terbaru go-longan ini, palonosetron 3,9, terbukti lebih efektif mengatasi dan mence-gah mual muntah akibat kemoterapi baik itu tipe akut maupun tipe lambat dibandingkan dengan ondansetron dan granisetron. Efek samping yang sering dijumpai dari obat-obat ini ada-lah nyeri kepala. Satu hal yang patut menjadi pertimbangan, obat golo-ngan ini sangat mahal. 8. Obat-obat kombinasi Obat-obat antimuntah sering dikom-binasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan menurunkan toksisi-tas. Kortikosteroid, paling sering deksametason, meningkatkan aktivi-tas antimuntah bila diberikan bersama metoklopramid dosis tinggi, antago-nis reseptor 5-HT3, fenotiazin, butiro-fenon, golongan kanabinoid atau go-longan benzodiazepin. Antihistamin seperti difenhidramin sering diberikan dalam kobinasi dengan metoklopro-pamid dosis tinggi untuk mengurangi efek ekstrapiramidal, atau kortikoster-oid, untuk mengatasi diare yang dise-babkan oleh metoklopramid. Secara garis besar, penatalaksanaan dalam mengatasi mual muntah akibat kemoterapi didasarkan juga pada tipe mual muntah itu sendiri (tabel 1,2 dan 3). Antiemetik diberikan sebagai pro-fi laksis, kira-kira 30 sampai 60 menit sebelum pemberian obat kemotera-pi. 2 TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 252 4/26/2010 8:34:13 PM
  • 9. Tabel 1. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Akut 2 Potensial emetogenik Antiemetik Kuat / kuat–sedang Antagonis 5-HT3 + kortikosteroid Sedang-lemah Antagonis 5-HT3 atau kortikosteroid atau antagonis dopamin TINJAUAN PUSTAKA | MEI - JUNI 2010 253 atau tanpa profi laksis Lemah Tidak perlu profi laksis Tabel 2. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi tipe Lambat 2 Potensial emetogenik Antiemetik Kuat / kuat-sedang Kortikosteroid (+ antagonis 5-HT3 atau antagonis dopamin) Sedang-lemah/ lemah Tidak perlu profi laksis Tabel 3. Antiemetik pada Mual-muntah akibat Kemoterapi dalam Kondisi Khusus 2 Kondisi khusus Antiemetik Kemoterapi > 1 hari Seperti terapi pada tipe akut pada hari-hari pemberian kemoterapi atau seperti tipe lambat, 1 sampai 2 hari setelah pemberian kemoterapi. Mual muntah refrakter Tambahkan antagonis dopamin pada antagonis 5-HT3 dan kortikosteroid. Mual muntah antisipatori Lorazepam atau golongan benzodiazepin lainnya. Kemoterapi dosis tinggi Kortikosteroid, antagonis 5-HT3 dan antagonis dopamin dalam dosis penuh secara intravena. PENUTUP Mual dan muntah merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang mendapat kemotera-pi, umumnya disebabkan oleh obat-obat kemoterapi yang digunakan. Kondisi ini dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien kemoterapi. Mengingat mual muntah dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan asupan zat makanan, serta penolakan pasien terhadap pengoba-tan antineoplastik maka penatalaksa-naan mual-muntah akibat kemoterapi harus efektif. Secara garis besar, tata-laksana untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi didasarkan pada tipe mual muntah itu. Meski kelas anti-muntah beragam, tidak semua efektif dalam mengendalikan mual dan mun-tah yang disebabkan oleh kemoterapi. Salah satu yang sering digunakan ada-lah dari golongan antagonis reseptor 5-HT3 misalnya ondansetron.. Obat-obat ini dapat diberikan sebagai obat tunggal sebelum kemoterapi (intrave-na atau per oral) dan efektif terhadap semua tingkatan terapi penyebab muntah. DAFTAR PUSTAKA 1. Makmun D. Pendekatan klinik mual dan muntah. In: Rani AA, Manan C, Djojoningrat D, Kolopaking MS, Makmun D, Abdullah M, et al., eds. Dispepsia: Sains dan aplikasi klinik. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan; 2002. p. 71-9. 2. Gralla RJ, Osoba D, Kris MG. Recommendations for guidelines for the use of antiemetics: Evidence-based clinical practice guidelines. J Clin Oncol 1999; 17: 2971-2994. 3. Grote T, Hajdenberg J, Cartmell A. Palonosetron (PALO) plus aprepitant (APREP) and dexamethasone (DEX) for the prevention of chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV) after emetogenic chemotherapy (CT). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; 2004; New Orlands, LA; 2004. 4. Lindsay KW, Bone I, Callander R. Raised intracranial pressure. In: Neurology and Neurosurgery Illustrated. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 1997. p. 77. 5. Hegar B, Vandenplas Y. Gastroesophageal refl ux in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr 1999(14):13-9. 6. Hesketh PJ. Pathophysiology and prediction of chemotherapy-induced emesis. In: UpToDate; 2003. 7. Brezenoff H, Giuliano R, Mycek MJ. Drugs used to control nausea chemotherapy-induced emesis. In: Harvey RA, Champe PC, eds. Lippincott’s illustrated re-views: pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1997. p. 245-9. 8. Grunberg S, Vanden JB, Berry S. Prevention of delayed nausea and vomiting (D-CINV):carryover effect analysis of pooled data from 2 phase III studies of palonosetron (PALO). In: Proc. 40th Annual Meeting of the American Society of Clinical Oncology; June 2004; New Orleans, LA; June 2004. CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 253 4/26/2010 8:34:13 PM
  • 10. TINJAUAN PUSTAKA Peranan Hipermetilasi DNA pada Kanker Putri Y. Suyanto, Ahmad R. Utomo, Ferry Sandra PENDAHULUAN Kanker merupakan proses yang me-libatkan banyak faktor baik faktor ge-netik maupun faktor lingkungan yang multi-kompleks. Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker (proses transformasi) diakibatkan oleh peruba-han struktur/mutasi DNA, ekspresi/ transkripsi mRNA, dan fungsi protein yang melibatkan beberapa gen. Gen – gen pencetus kanker sebagai faktor penting yang mengatur kondisi dalam tubuh secara internal mulai dipelajari mendalam. Kanker dapat dipicu oleh ekspresi onkogen (gen pendukung transformasi sel normal menjadi sel kanker), atau tidak aktifnya gen yang berperan sebagai penghalang atau penekan pertumbuhan kanker (tu-mor suppressor genes), serta kelainan pada gen yang berperan pada perbai-kan DNA (DNA repair genes)(1, 2). METILASI DNA DAN EKSPRESI GEN Sejumlah penelitian mulai mempela-jari bahwa aktivasi dan inaktivasi gen yang berperan dalam kanker, salah sa-tunya akibat proses metilasi DNA pada gen tersebut. Metilasi sebagai proses epigenetik tidak mengubah sekuens DNA bila dibandingkan dengan mu-tasi yang menyebabkan terjadinya pe-rubahan struktur DNA. Metilasi meru-pakan salah satu modifi kasi pada DNA dengan cara penambahan gugus metil pada posisi ke -5 dari basa sitosin oleh enzim DNA metiltransferase (DNMTs) dengan menggunakan donor dari S-adenosil M-metionin (SAM)(1). Proses ini umumnya terjadi pada Sitosin (C) dari CpG dinukleotida di daerah CpG island. CpG nukleotida adalah untaian pendek DNA yang banyak mengand-ung basa sitosin (C) dan basa guanin (G). Bila persentase CpG dinukleotida lebih dari atau sama dengan 55 % maka disebut sebagai CpG island. Metilasi pada CpG island terjadi se-lama fase embrionik dan akan dikon-trol secara teliti setelah memasuki fase pertumbuhan(3). Ada kalanya, metilasi DNA juga ikut berperan dalam mutasi di suatu untaian DNA. Proses deaminasi menyebabkan sitosin berubah menjadi urasil (C U). Perubahan atau mutasi pada DNA ini dapat diperbaiki oleh agen perbaikan 254 | MEI - JUNI 2010 DNA. Pada kasus metilasi DNA, sitosin termetilasi (me5C) akan berubah men-jadi timin (me5C T) dengan adanya deaminasi. Mesin – mesin untuk per-baikan DNA tidak dapat mengenali timin sehingga secara tidak langsung mutasi yang terjadi pada sekuen DNA tersebut tidak dapat diperbaiki(1). Hambatan ekspresi gen akan terjadi bila metilasi terjadi di bagian promo-tor gen tersebut. Metilasi yang ter-jadi di daerah selain promotor tidak akan menghentikan transkripsi gen walaupun di daerah tersebut banyak mengandung CpG Island. Inaktivasi juga tidak terjadi secara langsung akibat metilasi melainkan karena adanya penempelan sejumlah protein di bagian promotor gen tersebut(4, 5). Pada sel yang normal, sebagian besar daerah di sekitar CpG islands dimeti-lasi sedangkan bagian CpG islands di bagian promotor gen tidak dimetilasi sehingga memungkinkan proses tran-skripsi tetap berjalan. Pada sel kanker terjadi hal yang sebaliknya, CpG is-lands pada promotor gen dimetilasi sehingga terjadi inaktivasi gen(1). Cancer Division, Stem Cell and Cancer Institute, Kalbe Pharmaceutical Company, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Studi berkelanjutan mengenai sejumlah gen yang diduga menjadi inaktif pada kanker membawa pemahaman baru tentang konsep hipermetilasi yang terjadi pada promotor tumor suppressor genes seperti cyclin dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), human mismatch repair gene (MLH1), dan retinoblastoma1 (Rb1). Meti-lasi merupakan salah satu proses epigenetik yang memungkinkan terjadinya perubahan ekspresi gen tanpa merubah sekuens DNA sehingga DNA termetilasi dapat digunakan sebagai penanda kondisi dan tahap dari kanker dengan gabungan pemeriksaan menggunakan teknik IHC. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hipermetilasi pada promo-tor tumor suppressor genes berkorelasi dengan aggresivitas dan buruknya prognosis dari sejumlah kanker. Sejumlah senyawa kimia agen demetilasi yang bekerja sebagai analogi nukleosida seperti 5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, dan Zebularin terbukti mampu menghambat enzim DNMTs dan mengaktivasi kembali gen – gen yang inaktif karena hipermetilasi pada kanker. Kata-kata kunci : hipermetilasi, kanker, inaktivasi, tumor suppressor gene CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 254 4/26/2010 8:34:13 PM
  • 11. TINJAUAN PUSTAKA | MEI - JUNI 2010 255 Hipermetilasi promotor DNA dan Inaktivasi Tumor Suppressor Genes pada Kanker Metilasi DNA pada tumor suppres-sor genes di sel normal dapat me-nyebabkan transformasi sel ke arah sifat malignant karena hilangnya sifat alami untuk kontrol pertumbuhan. Se-jumlah penelitian menunjukkan bahwa peningkatan mRNA dan biosintesis protein DNMT1 dan DNMT3B pada sejumlah tipe kanker berkorelasi de-ngan hipermetilasi CpG Island yang berlokasi pada bagian promotor dari beberapa tumor suppressor genes seperti cyclin dependent kinase inhibi-tor 2A (CDKN2A), E-cadherin (CDH1), human mismatch repair gene (MLH1), dan retinoblastoma1 (Rb1)(6). Over-ekspresi DNMT1 dan DNMT3B pada kanker payudara di manusia berkore-lasi dengan peningkatan aggresivitas dari kanker payudara (7). Mekanisme inaktivasi tumor suppressor genes yang dikenal dengan Knudson’s two-hit hypothesis menyatakan bahwa tidak berfungsinya tumor suppressor genes membutuhkan (1) fi rst hit de-ngan hilangnya fungsi gen tersebut di salah satu kopi kromosom melalui mutasi yang diturunkan (hereditary, or germline mutation), (2) second hit dengan hilangnya daerah kromosom di sel somatik yang mengandung kopi yang lain dari gen tersebut (Loss of Heterozygosity or LOH) (1, 3). Dengan ditemukannya proses metilasi di tu-mor suppressor gene, maka metilasi pun bisa menjadi faktor second hit. Dengan demikian, syarat Knudson Hy-pothesis terpenuhi dalam menginak-tivasi gen tersebut, ketika salah satu dari kopi kromosom sudah termutasi atau sudah mengalami LOH. Ada dua dugaan mekanisme peng-hambatan transkripsi melalui metilasi pada promotor DNA(1, 7). Mekanisme pertama menyatakan bahwa metilasi DNA menghambat secara langsung melalui pengikatan faktor transkripsi seperti AP-2, c-Myc, E2F dan NFkB pada binding site dalam sekuen pro-motor. Pada mekanisme ini, CpG Is-land berada di dalam sekuen promo-tor. Mekanisme represi yang kedua menyatakan terjadi pengikatan pro-tein spesifi k untuk metilasi DNA pada m5CpG dinukleotida. Metilasi DNA membutuhkan protein m5CpG-binding (MeCP) dan m5CpG-binding domain (MBD) yang akan menempel pada DNA termetilasi dan akan mencegah terjadinya transkripsi(7). Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hipermetilasi dan inaktivasi transkripsi ditemukan pada 33 % kasus kanker payudara, 60 % kanker prostat, 23 % sel karsinoma dari ginjal, dan 92 % cell line dari kanker kolon(8). Gen– gen yang mengalami hipermetilasi pada sejumlah kasus kanker dapat di-lihat pada tabel 1.(6, 9, 10). Hipermetilasi DNA dan Deteksi Kanker Besarnya peranan metilasi pada proses gene silencing dari tumor suppressor genes di berbagai kasus kanker mem-bawa pada suatu pemikiran, bahwa terjadinya metilasi bisa digunakan un-tuk mendeteksi kanker. Metilasi DNA terjadi pada tahap awal dari pemben-tukan kanker dan terlihat di berbagai macam jaringan tumor. Metilasi DNA sendiri digolongkan stabil secara kimia dan relatif mudah didapat seba-gai penanda kanker(1). Sumber metilasi DNA dapat diperoleh dari serum yang mengandung banyak DNA di samp-ing dari hasil biopsi jaringan tumor. Sejumlah sampel biologi yang men-gandung DNA tumor seperti darah, cairan tubuh, semen, urin, dan tinja dari pasien dapat digunakan sebagai sampel untuk analisis(6). Analisis yang dilakukan untuk kanker prostat, menunjukkan bahwa hiperme-tilasi 4 panel gen, GSTP1, RARβ, TIG1, APC ditemukan berkorelasi 100% den-gan kanker tersebut. Gabungan anali-sis 4 panel gen di atas dengan anali-sis histologi memberikan ketepatan 97% untuk deteksi kasus adenocarci-noma prostat jika dibandingkan den-gan analisis histologi saja yang hanya memberikan ketepatan 64% (6, 11). Metilasi DNA yang diambil dari sekret vagina dapat digunakan untuk deteksi kanker endometrium(6). Deteksi 3 gen, DAPK1, RARβ, TWIST1 dari sampel cervical neoplasia memberikan spesi-fi sitas hingga 95% bergantung pada tahapan tumornya (74% untuk kanker invasif, dan 52% untuk cervical intra-ephitelial neoplasia dan carcinoma in situ (6, 12). Hipermetilasi dapat dijumpai pada ta-hap awal kasus kanker payudara tetapi tidak dijumpai pada tahap kanker payudara jinak dan pada payudara nor-mal. Gen DAPK, APC, dan RASSF1A ditemukan pada 94 % kasus tumor payudara dan 76 % berkorelasi dengan sampel dari DNA serum (6, 13, 14). Kasus hipermetilasi berhubungan da-lam prognosis beberapa penyakit mi-salnya metilasi E-cadherin berhubun-gan dengan disease free survival (DFS) kanker lambung dan carcinoma lidah nodul positif (6, 15). Protein E-cadherin berperan dalam perlekatan sel epitel, hipermetilasi gen ini memacu pada pembentukan tumor dan resiko me-tastasis. Hipermetilasi gen ATM yang berperan untuk perbaikan DNA ber-korelasi dengan peningkatan radio-sensitivitas pada cell line tumor col-orectal (6). AGEN DEMETILASI DNA Inhibitor metilasi DNA dapat digo-longkan menjadi tiga golongan be-sar berdasarkan mekanisme kerjanya untuk menghambat enzim DNMT yaitu analogi nukleosida, analogi non nukleosida, dan antisense oligonuk-leosida. Analogi nukleosida misalnya 5-Azacytidine, 5-aza-2’-deoxycytidine, dan Zebularin, sedangkan analogi non nukleosida seperti Procainamine dan Procain(16). Golongan analogi nukleo-sida lebih dulu dikembangkan sehing-ga lebih banyak diteliti dibandingkan dengan golongan analogi non nukle-osida. Mekanisme kerja secara detail golongan analogi non nukleosida be-lum banyak diketahui pasti(17). Agen demetilasi 5-Azacytidine dan 5-aza-2’-deoxycytidine dalam dosis rendah tidak menghambat prolif-erasi sel tetapi mampu menghambat DNMT. 5-Azacytidine dan 5-aza-2- ’-deoxycytidine telah disetujui peng-gunaannya oleh FDA untuk pengo- CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 255 4/26/2010 8:34:14 PM
  • 12. TINJAUAN PUSTAKA Tabel 1. Gen – gen yang umumnya termetilasi pada kanker di manusia dan peranannya dalam pembentukan tumor(6, 9, 10). Gen Peranan dalam Pembentukan Tumor Jenis Tumor APC Proliferasi sel, migrasi sel, reorganisasi sitoskeletal, stabilitas kromosom | MEI - JUNI 2010 257 yang tidak terkontrol Payudara Paru - paru Esophageal BRCA1 Gangguan perbaikan DNA dan aktivasi transkripsi Payudara Ovarium CDKN2A/p16 Menghambat proliferasi sel Gastrointestinal Kepala dan leher Non-Hodgkin lymphoma Paru - paru DAPK1 Menghambat apoptosis Paru - paru E-cadherin Meningkatkan proliferasi, invasi dan metastasis Payudara Tiroid Lambung ER Resistensi untuk estrogen Payudara Prostat GSTP1 Hilangnya kemampuan detoksifi kasi metabolit dari bahan - bahan karsinogen Prostat Payudara Renal hMLH1 Gangguan perbaikan DNA dan mutasi gen Kolon Lambung Endometrium Ovarium MGMT Gangguan perbaikan DNA dan resistensi obat Paru - paru Otak p15 Proliferasi sel yang tidak terkendali Leukemia Lymphoma Sel karsinoma squamosa paru - paru RASSF1A Hilangnya regulator negatif untuk kontrol proliferasi sel melalui fase G1-S Paru - paru Ovarium Ginjal Nasofaring Rb Kegagalan menghambat transkripsi gen - gen untuk replikasi DNA dan pembelahan sel Retinoblastoma VHL Gangguan stabilitas RNA melalui degradasi RNA yang berikatan protein Renal Keterangan: APC, adenomatous polyposis coli; BRCA1, breast cancer 1; CDKN2A/p16, cyclin dependent kinase 2A; DAPK1, death associated protein kinase 1; ER, estrogen receptor; GSTP1, glutathione S-transferase P1; hMLH1, Mut L homologue 1; MGMT, O-6 methylguanine-DNA methyltransferase; RASSF1A, Ras association domain family member 1; Rb,retinoblastoma; VHL, von Hippel-Lindau. CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 257 4/26/2010 8:34:17 PM
  • 13. serta hanya mempengaruhi rata-rata 6 macam gen dari 13.300 gen yang terdemetilasi dibandingkan pada sel fi broblast normal(20). DAFTAR PUSTAKA 1. Herman J, Baylin S. Gene silencing in cancer in association with promoter hypermethylation. N Engl J Med 2003;.349: 2042-2054. 2. Baylin S. DNA methylation and gene silencing in cancer. Nat Clin Pract Oncol., 2005; 2: S4- 11, 3. Yang X, Yan L, Davidson N. DNA methylation in breast cancer. Endocr Relat Cancer 2001; 8: 115-127, 4. Fiegl H, Millinger S, Goebel G, Muller-Holzner E, Marth C, Laird PW, Widschwendter M. Breast Cancer DNA Methylation Profi les in Cancer Cells and Tumor Stroma: Association with HER-2/neu Status in Primary Breast Can-cer. Cancer Res. 2006; 66: 29-33, 5. Krueger KE, Srivastava S. Posttranslational Protein Modifi cations: Current Implications for Cancer Detection, Prevention, and Therapeu-tics. Mol Cell Proteomics 2006;5: 1799-1810, 6. Paluszczak J, Baer-Dubowska W. Epigenetic diagnostics of cancer--the application of DNA methylation markers. J Appl Genet2006; 47: 365-375, 7. Luczak M, Jagodzinski P. The role of DNA methylation in cancer development. Folia His-tochem Cytobiol 2006; 44: 143-154, 8. Gilbert J, Gore S D, Herman JG, Carducci MA. The Clinical Application of Targeting Cancer through Histone Acetylation and Hypomethy-lation. Clin Cancer Res 2004;10: 4589-4596. 9. Das PM, Singal R. DNA Methylation and Can-cer. J Clin Oncol 2004; 22: 4632-4642, 10. Robertson K. DNA methylation, methyltrans-ferases, and cancer. Oncogene 2001;20: 3139- 3155, 11. Tokumaru Y, Harden SV, Sun D.-I, Yamashita K, Epstein JI, Sidransky D. Optimal Use of a Panel of Methylation Markers with GSTP1 Hy-permethylation in the Diagnosis of Prostate Adenocarcinoma. Clin Cancer Res.2004;10: 5518-5522, TINJAUAN PUSTAKA 258 | MEI - JUNI 2010 12. Feng Q, Balasubramanian A, Hawes SE, Toure P, Sow PS, Dem A, Dembele B, Critchlow CW, X, L, Lu H, McIntosh MW, Young AM, Kiviat NB. Detection of Hypermethylated Genes in Women with and Without Cervical Neoplasia. J. Natl. Cancer Inst., 2005; 97: 273-282, 13. Dulaimi E, Hillinck J, de Caceres II, Al-Saleem T, Cairns P. Tumor Suppressor Gene Promoter Hypermethylation in Serum of Breast Cancer Patients. Clin Cancer Res. 2004;10: 6189-6193 14. Hoque MO, Feng Q, Toure P, Dem A, Critch-low CW, Hawes SE, Wood T, Jeronimo C, Rosenbaum E, Stern J, Yu M, Trink B, Kiviat NB, Sidransky D. Detection of Aberrant Methyla-tion of Four Genes in Plasma DNA for the De-tection of Breast Cancer. J Clin Oncol. 2006;24: 4262-4269, 15. Waki T, Tamura G, Tsuchiya T, Sato K, Nishi-zuka S, Motoyama T. Promoter Methylation Status of E-Cadherin, hMLH1, and p16 Genes in Nonneoplastic Gastric Epithelia. Am J Pathol.2002;161: 399-403. 16. Peedicayil J. Epigenetic therapy--a new devel-opment in pharmacology. Indian J Med Res., 2006;123: 17-24, 17. Issa J.-P. J. DNA Methylation as a Therapeu-tic Target in Cancer. Clin Cancer Res. 2007;13: 1634-1637, 18. Dowell JE, Minna JD. Cancer Chemotherapy Targeted at Reactivating the Expression of Epigenetically Inactivated Genes. J Clin On-col. 2004; 22: 1353-1355, 19. Yoo CB, Cheng JC, Jones PA. Zebularine: a new drug for epigenetic therapy. Biochem. Soc. Trans.2004; 32: 910-912, 20. Cheng JC, Yoo CB, Weisenberger DJ, Chuang, J, Wozniak C, Liang G, Marquez VE, Greer S. Orntoft TF, Thykjaer T, Jones PA. Preferential response of cancer cells to zebularine. Cancer Cell 2004; 6: 151-158 batan neoplasma (myelodysplastic syndrome). Limitasi dari analog nukle-osida ini adalah memerlukan inkorpo-rasi DNA dan sintesis DNA aktif, jadi terbatas pada sel yang hipo-proliferasi (termasuk yang berpotensial sebagai cancer stem cell)(17), tidak stabil dalam bentuk larutan dan harus diberikan secara parenteral atau subkutan, serta berefek samping myelosupresi (1), atau menimbulkan efek hipometilasi pada beberapa gen pertumbuhan(18). Secara in vitro obat di atas terbukti mampu mengurangi aktivitas DNMT1, DN-MT3A dan DNMT3B pada konsentrasi mikromolar dan menginduksi deme-tilasi dari CDKN2A, RB1, MLH1, dan tumor suppressor gene lainnya pada sel kanker. 5-Azacytidine akan difos-forilasi oleh uridin-sitidin nukleotida kinase menjadi 5-Azacytidine difosfat yang dapat direduksi oleh ribonukle-otida reduktase menjadi 5-aza-deoxy-cytidine difosfat yang akan inkorporasi dengan DNA. 5-aza-deoxycytidine nukleosida dari DNA membentuk ika-tan kovalen dengan DNMT sehingga terjadi inaktivasi enzim ini. Perlakuan 5-aza-deoxycytidine pada HCT116 sel kanker kolon manusia menunjukkan adanya penurunan aktivitas DNMT1 sehingga menginduksi ekspresi MLH1 dan menyebabkan penghentian per-tumbuhan sel(7). Zebularine merupakan alternatif ked-ua setelah 5-Azacytidine dan 5-aza- 2’-deoxycytidine(19). Obat ini relatif lebih stabil dan memiliki waktu paruh kurang lebih 44 jam pada 37°C di PBS pada pH 1.0 dan kurang lebih 508 jam pada pH 7.0 sehingga memungkinkan untuk dibuat sediaan oral. Penelitian menunjukkan pemberian obat ini se-cara oral pada nude mice yang ditrans-plan dengan sel tumor manusia dapat menyebabkan demetilasi dan reakti-vasi gen p16. Zebularine juga memi-liki efek sitotoksik yang lebih rendah baik secara in vitro maupun in vivo. Pemberian Zebularine sebagai terapi lanjutan setelah 5-aza-deoxycytidine dapat mencegah terjadinya remeti-lasi DNA(19). Perlakuan Zebularine in vitro pada sel kanker T24, HCT-15, CFPAC-1, SW48, dan HT-29 menunjuk-kan adanya penurunan level DNMT, CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 258 4/26/2010 8:34:17 PM
  • 14. 10 400 350 300 250 200 150 100 50 0 TINJAUAN PUSTAKA 20 30 40 50 60 70 80 90 Pria Wanita Usia (tahun) | MEI - JUNI 2010 259 PENDAHULUAN Dehydroandrosterone (DHEA) dan metabolit aktifnya, DHEA Sulfat (DHEAS) adalah hormon endogen yang sebagian besar disintesis dan diekskresikan oleh zona retikularis ko-rteks adrenal sebagai respon terhadap hormon adrenokortikotropik. Mekan-isme kerja dan peran klinis DHEA dan DHEAS sesungguhnya masih belum jelas. Data epidemiologis menunjuk-kan adanya hubungan antara kadar DHEA dan DHEAS dengan berkurang-nya frekuensi kanker, penyakit kardio-vaskular, peningkatan densitas tulang, terapi lupus, perbaikan fungsi kognitif, penurunan berat badan dan keuntung-an- keuntungan lainnya.1, 2 Tidak dapat dipungkiri bahwa DHEA adalah salah satu faktor yang paling penting dalam diagnosis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan usia (Ronald Klatz, presiden American Academy of Anti-Aging Medicine). Penggunaan DHEA sebagai terapi anti penuaan menyebabkan DHEA sebagai suplemen tersebar luas di masyarakat. Banyak kegunaan terse-but dapat dilihat pada percobaan he-wan, namun masih harus dibuktikan pada manusia.2, 3 SINTESIS DHEA DHEA adalah hormon yang tertinggi kadarnya di dalam tubuh. Sintesis DHEA dan DHEAS pada wanita dapat dikatakan hampir terjadi seluruhnya di korteks adrenal, sedangkan pada laki-laki, testis mensekresi sekitar 5 % DHEAS dan 10-20 % DHEA. Jumlah sangat kecil disintesis di otak. Kadar DHEA dan DHEAS meningkat pesat saat pubertas dan pada dewasa muda, korteks adrenal mensekresikan sekitar 4 mg DHEA setiap hari hingga menca-pai puncak pada usia 20-30 tahun, yaitu sebesar 200-300 mikrogram/dl darah untuk wanita dan 300-400 mikrogram/ dl darah untuk pria. Kadar tersebut ke-mudian turun kurang lebih 2 % setiap tahun, dan pada dekade ke delapan atau ke sembilan, akan hanya tersisa 5-20% dari jumlah puncaknya. Peme-riksaan standar untuk mengevaluasi status DHEA adalah dengan meng-ukur DHEAS. 2, 3, 4 Penggunaan DHEA pada Tatalaksana Anti Penuaan Monik Setijoso Klinik Nirmala, Pasar Jumat, Jakarta Selatan, Indonesia ABSTRAK Dehydroepiandrosterone (DHEA) adalah hormon yang sebagian besar disintesis oleh zona retikularis korteks adrenal. Kadar DHEA di dalam tubuh mencapai puncaknya pada usia dewasa muda. Selain fungsinya sebagai prekursor hormon seks, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa DHEA dapat memberikan berbagai keuntungan lainnya seperti perbai-kan fungsi kognitif, peningkatan densitas tulang, penurunan risiko kardiovaskular, penurunan berat badan, dsb. Dengan beragam keuntungannya, DHEA dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari tatalaksana anti penuaan. DHEA kini tersedia sebagai suplemen yang telah tersebar luas di masyarakat dan dapat dibeli bebas. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui efeknya, terutama pada penggunaan jangka panjang. Pengawasan oleh dokter sangat dianjurkan saat mengkonsumsi suplemen DHEA. Kata kunci: DHEA, anti penuaan, suplemen mcg/100ml Gambar 1. Grafi k produksi DHEA. Produksi DHEA di dalam tubuh mencapai kadar puncak pada usia 20-30 tahun, kemudian menurun. Pada dekade ke-8 dan ke-9 hanya tersisa 5-20% dari kadar puncaknya. 5 CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 259 4/26/2010 8:34:18 PM
  • 15. DHEA dapat dikonversi menjadi DHEAS dan sebaliknya oleh sulfohydrolase di jaringan perifer dan adrenal. 2 Sebenarnya pembentukan hormon adrenal dimulai dengan kolesterol yang membentuk pregnenolone. Pregnenolone kemudian diubah men-jadi DHEA. DHEA menjadi bahan mentah untuk membentuk hormon-hormon adrenal, termasuk hormon seks estrogen, progesteron, dan tes-tosteron. Sintesis DHEA dapat dilihat pada Gambar 2. pembuluh-pembuluh darah mikro dan mengurangi faktor risiko penyakit kar-diovaskular, seperti agregasi trombosit dan iskemia. 2, 4 DHEA diduga berperan positif pada modulasi sistem imun. Studi klinis pada orang-orang lanjut usia menun-jukkan dosis oral 50 mg/hari mening-katkan kadar IGF-1 dan menyebabkan aktivasi sel T. Kadar serum interleu-kin- 6 (suatu sitokin proinfl amasi yang terlibat dalam proses patogenesis osteoporosis, atherosklerosis, penya-aktif, 260 | MEI - JUNI 2010 termasuk androstenedione, tes-tosteron, estron, estradiol dan estriol. Waktu paruh eliminasi DHEA adalah 15-38 menit, sedangkan waktu paruh DHEAS adalah 7-22 jam. Ekskresi oleh ginjal mencakup 51-73% dari eliminasi DHEAS dan metabolit-metabolitnya.2 Untuk memaksimalkan terapi, suple-men dikonsumsi 20-30 menit sebelum makan. Umumnya DHEA dikonsumsi di pagi hari sesuai dengan produksi ala-miahnya oleh korteks adrenal. DHEA akan meningkatkan metabolisme, se- Gambar 2. Sintesis DHEA 2 Keterangan. aro = aromatase, DOC = deoxycorticosterone, HSD = hydrosteroid dehydrogenase, HSO = hydrosteroid axidoreductase, HSS = hydrosteroid sul-fatase, KSR = ketosteroid reductase, R = reductase, SH = sulfohydrolase, P-S = pregnenolone sulfate, THDOC = tetrahydrodeoxycorticosterone, THP = tetrahydro-progesterone DHEA dan DHEAS berperan sebagai prekursor hormon androgen (50 %) pada pria dan estrogen pada wanita. Selain itu, beberapa mekanisme kerja DHEA dan DHEAS telah diajukan, antara lain sebagai inhibitor sinte-sis thromboxane A2, sebagai zat neu-rotropik dan inhibitor interleukin-6. 2-6 DHEA dengan dosis oral 100-300 mg/hari pada manusia menghasil-kan inhibisi sintesis thromboxane A2 dan meningkatkan kadar serum insulin-like growth factor (IGF-1). Efek tersebut mengarahkan kemungkinan bahwa DHEA dapat digunakan un-tuk memperbaiki sirkulasi darah di kit Alzheimer, dan sebagainya) men-ingkat bermakna seiring dengan per-tambahan umur. Namun DHEA dan DHEAS dapat menghambat produksi interleukin-6. 2-6 DHEA mempunyai pengaruh yang sangat luas, akibatnya penurunan produksi DHEA akan sangat berpen-garuh terhadap semua sistem, semua organ dan semua jaringan di dalam tubuh. 2-6 FARMAKOKINETIK Absorpsi DHEA secara oral sangat baik. DHEA dan DHEAS akan dikon-versi menjadi beberapa metabolit hingga dapat meningkatkan zat-zat radikal bebas dalam tubuh. Penggu-naan anti-oksidan seperti alpha lipoic acid, vitamin E dan teh hijau dapat mensupresi radikal bebas tersebut. 4 Penggunaan DHEA dapat dibarengi dengan pregnenolone, yaitu prekursor DHEA. Dengan pemberian preg-nenolone, tubuh akan memproduksi lebih banyak DHEA. Diperlukan pe-mantauan ketat (setiap beberapa bulan) agar kadar DHEA dan preg-nenolone berada dalam jumlah yang diinginkan. Banyak hormon yang mempunyai negative feedback, seper-ti hormon kortisol dan hormon tiroid; Cholesterol P-450aro SH DHEA DHEAS Pregnenolone Progesteron Glucocorticoid Mineralocorticoid Androstenedione Testosterone Androsterone Estradiol Cortisol DOC THP PS HSS 3β-HSD 17β-HSD THDOC TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 260 4/26/2010 8:34:18 PM
  • 16. tubuh akan mengurangi produksinya jika kadar di dalam tubuh sudah terlalu tinggi. Tidak demikian dengan DHEA. Pemberian DHEA dan pregnenolone tidak akan menyebabkan berkurang-nya produksi hormon-hormon terse-but oleh tubuh ataupun atrofi korteks adrenal. 3 Produk DHEA dibuat dari diosgenin, suatu ekstrak Mexican wild yam, dari famili Dioscorea, semacam tumbuhan talas. Di Jepang dikenal dengan sebu-tan taro. Ahli biokimia dapat meng-konversi diosgenin menjadi DHEA melalui serangkain teknik kimiawi. Banyak produk DHEA terbuat dari produk yam yang telah diolah menjadi kapsul, mengaku sebagai DHEA alam-i. Namun, belum dapat dibuktikan bah-wa tubuh manusia bisa mengubah dios-genin menjadi DHEA. Perubahan terse-but hanya terjadi di laboratorium. 3 Perlu diketahui bahwa suplemen DHEA di pasaran belum mendapatkan persetujuan dari Food and Drug Asso-ciation (FDA) Amerika Serikat karena produk tersebut dikategorikan seba-gai suplemen, bukan obat. 3 STUDI KLINIS Penelitian menegaskan bahwa kadar DHEA rendah adalah tanda berbagai penyakit degeneratif, seperti penyakit Alzheimer, penyakit autoimun, kanker, chronic fatigue syndrome, diabetes, penyakit kardiovaskular, osteoporosis, obesitas, gangguan stres. Banyak pe-nelitian mendukung peran DHEA da-lam anti penuaan. 2, 4 Meskipun kadar DHEA menurun seiring dengan umur, tidak diketa-hui apakah suplemen hormon dapat membalikkan proses penuaan. Perco-baan- percobaan hewan mendapatkan bahwa binatang dengan suplemen DHEA mempunyai rentang usia yang lebih panjang. Namun sistem metabo-lisme manusia yang berbeda belum ten-tu akan menghasilkan hasil serupa. 2 PENINGKATAN KUALITAS HIDUP DAN FUNGSI KOGNITIF Penelitian pertama pada manusia den-gan kontrol plasebo dipublikasikan pada tahun 1994 di Journal of Clini-cal Endocrinology and Metabolism. Penelitian itu mengevaluasi efek tera-peutik DHEA replacement therapy. Partisipan yang mengkonsumsi DHEA menjadi lebih berenergi, tidur lebih nyenyak dan mempunyai toleransi ter-hadap stres yang lebih besar daripada partisipan yang mengkonsumsi plase-bo. Para peneliti menyimpulkan bah-wa DHEA akan memperbaiki kualitas hidup dan akan menunda efek-efek tidak menyenangkan akibat penuaan, seperti lelah dan kelemahan otot. 3 Evans, Malouf, Huppert dan Van Niekerk mengumpulkan data dan menganalisis lima penelitian menfaat DHEA untuk gangguan fungsi kog-nitif pada lansia. Hasilnya menunjuk-kan tidak ada bukti cukup kuat untuk menyatakan bahwa DHEA sungguh bermanfaat untuk perbaikan fungsi kognitif. 7 DHEA memberikan proteksi terhadap efek peningkatan kadar hormon korti-sol saat stres. Saat tubuh mengalami stres, kelenjar adrenal akan menge-luarkan kortisol dalam jumlah besar yang justru dapat merusak jaringan tubuh dan mempercepat proses pen-uaan. Umumnya, mereka yang berusia di atas 40 tahun mempunyai pening-katan kortisol. Suplementasi DHEA dapat mengurangi efek kortisol dan meningkatkan toleransi terhadap stres. 4 PENINGKATAN SISTEM IMUN DHEA dapat meningkatkan produksi antibodi dan memaksimalkan fungsi limfosit sel T. Kemampuan DHEA meningkatkan sistem imun sangat berhubungan dengan potensinya un-tuk melawan proses penuaan. Imuni-tas yang meningkat akan juga men-ingkatkan proteksi terhadap oksidasi sehingga dapat memberikan proteksi terhadap penyakit degeneratif. Se-gala sesuatu yang dapat menguatkan sistem imun juga dapat memperpan-jang kehidupan. 4, 6 Salah satu peran DHEA yang signifi kan adalah meningkatkan produksi insulin-like growth factor-1 (IGF-1), molekul 262 | MEI - JUNI 2010 menyerupai hormon yang sering digu-nakan untuk mengukur kadar human growth hormone. 3, 4, 6 PENYAKIT KARDIOVASKULAR Dosis DHEA oral 100-300mg/hari pada manusia menyebabkan inhibisi sintesis thromboxane A2, mengurangi plasma plasminogen activator inhibitor type 1. Efek-efek tersebut menunjukkan bah-wa DHEA dapat memperbaiki pere-daran darah dan mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti agregasi platelet dan iskemia. 2, 3, 4, 6 Proses infl amasi kronik dikatakan berkaitan dengan penyakit-penyakit kardiovaskular, aterosklerosis dan Al-zheimer. Efek DHEA dan DHEAS da-pat menginhibisi produksi interleukin-6 yang terlibat dalam proses infl amasi. 2-6 PENINGKATAN DENSITAS TULANG Pada percobaan Baulieu et al., 280 pria dan wanita sehat berusia 60 – 79 tahun diberi DHEA 50 mg/hari per oral selama 12 bulan. Sedikit peningkatan densitas tulang didapatkan pada kel-ompok wanita di atas 70 tahun, tapi tidak pada kelompok lainnya. 3 DHEA replacement therapy pada lan-sia selama dua tahun ingin menilai apakah suplementasi DHEA yang dikombinasi dengan vitamin D dan kalsium akan memperbaiki densitas tulang pada lansia. Hasilnya menun-jukkan suplementasi DHEA pada wan-ita (tidak pada pria) memperbaiki den-sitas tulang belakang jika dikombinasi dengan vitamin D dan kalsium. 8 EFEK FISIK Percobaan Morales et al. mengevalua-si efek DHEA 100mg/hari per oral pada 16 subyek berusia 50-65 tahun. Kadar DHEA, DHEAS, androstenedione, tes-tosterone dan dihydrotestosterone subyek tersebut pada batas minimum (atau bahkan di bawahnya) kadar dew-asa muda. Hasilnya, wanita mengalami peningkatan kadar androstenedione, testosterone dan dihydrotestosterone tiga sampai lima kali lipat. Sedangkan pada pria, hanya androstenedione yang mengalami peningkatan. Pada pria (tidak pada wanita), terjadi pen- TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 262 4/26/2010 8:34:20 PM
  • 17. TINJAUAN PUSTAKA | MEI - JUNI 2010 263 gurangan lemak tubuh sebanyak 6,1% dan terdapat peningkatan kekuatan sendi lutut dan tulang punggung. Tidak ditemukan perubahan basal metabolic rate, densitas tulang, kadar glukosa, kortisol ataupun lipid, baik pada pria maupun wanita. 3 Penelitian di Mayo Clinic menunjuk-kan bahwa suplementasi DHEA tidak memperbaiki komposisi tubuh, per-forma fi sik, ataupun kualitas hidup. Percobaan ini melibatkan 87 pria dan 57 wanita berusia 60 tahun yang mem-punyai kadar DHEA rendah selama dua tahun. Konsumsi suplemen DHEA menaikkan kadar DHEA ke kadar nor-mal, namun tidak mengubah massa otot maupun pengukuran lainnya. 9, 10 Masalah utama pada penelitian atau studi DHEA adalah bahwa hampir se-mua penelitian tersebut melibatkan partisipan dalam jumlah kecil. Peneli-tian dengan partisipan dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam kurun waktu yang lebih panjang diperlukan untuk dapat mengevaluasi keamanan DHEA, terutama dalam jangka lama. 2, 9, 10 DOSIS Dosis individu sehat berusia lebih dari 40 tahun umumnya adalah 20-50 mg/ hari untuk pria dan 10-30 mg/hari un-tuk wanita, per oral. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meningkatkan kadar DHEAS serum mencapai kadar pada dewasa muda 20-30 tahun, mem-berikan efek peningkatan densitas tu-lang pada wanita post menopasuse dan peningkatan rasa well-being, ser-ta meminimalkan efek samping yang mungkin terjadi. Replacement therapy biasanya diberikan di pagi hari. 2-4 Sebelum DHEA replacement therapy dimulai, kadar DHEA serum harus di-periksa terlebih dahulu, kemudian seb-ulan sekali setelah terapi dimulai. Jika kadar DHEA telah stabil dalam batas yang diinginkan, tes dapat dilakukan sekali setahun untuk menjaga agar ka-darnya masih dalam batas normal. 3 Sebagian besar percobaan meng-gunakan dosis maksimal 300mg/hari. Tummala dan Svec menunjukkan bahwa peningkatan kadar DHEA dan DHEAS mencapai plateau pada dosis oral 300mg/hari. Dosis yang lebih be-sar tidak memberikan tambahan efek terapeutik. 11 EFEK SAMPING Efek samping yang telah dilaporkan berupa peningkatan sebum di wajah, dermatitis acneiform dan hirsutisme pada wanita yang mengkonsumsi DHEA 25-200mg/hari. Kondisi terse-but akan hilang jika penggunaan DHEA dihentikan atau dikurangi do-sisnya. Efek jangka panjang belum diketahui. 2, 3 KONTRAINDIKASI Suplementasi DHEA dikontraindikasi-kan pada pasien dengan riwayat kanker yang responsif terhadap hor-mon seks, seperti kanker payudara, kanker ovarium, kanker endometrium dan kanker prostat. Wanita dengan riwayat kanker yang sensitif terhadap estrogen atau pria dengan hipertrofi prostat jinak atau riwayat keluarga har-us hati-hati menggunakan suplemen DHEA dan mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang didapat. Jika re-placement therapy sangat diperlukan, pemantauan ketat DHEAS dan metab-olitnya harus dilakukan. Suplementasi DHEA harus dihindari selama kehami-lan dan menyusui. 2 Individu di bawah usia 35 tahun dan individu dengan kadar DHEA nor-mal tidak memerlukan suplementasi DHEA. Kadar normal yang dimaksud adalah kadar pada dewasa muda. 4 SIMPULAN Data klinis menunjukkan bahwa DHEA mempunyai peran dalam hormone replacement therapy pasien den-gan kadar DHEA dan DHEAS endo-gen rendah; tetapi tidak sedikit yang menunjukkan sebaliknya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum cukup memadai untuk membuktikan apakah suplementasi DHEA dapat di-gunakan dalam tatalaksana anti penu-aan. Sebagai prekursor hormon seks yang poten, DHEA diduga dapat se-cara bermakna mempertinggi risiko dan progresivitas kanker yang sensitif terhadap estrogen dan testosteron. Suplemen DHEA sebaiknya dikon-sumsi secara hati-hati di bawah pen-gawasan dokter. DAFTAR PUSTAKA 1. Eustice R. Eustice C. What is DHEA? New York: The New York Times 2006 [cited 2009 Jul 8]. Available from: http://www.arthritis.about. com/. 2. Pepping J. DHEA: Dehydroepiandrosterone. Am J of Health-System Pharmacy. 2000 Nov [cited 2009 Jul 8]. Available from: http://www. medscape.com/. 3. Smith JT. Renewal: The Anti Aging Revolution. 2nd ed. New York: St Martin’s Press. 1998: 426- 43 4. DHEA: Dehydroandrosterone, A Dietary Sup-plement. New Spirit Naturals [updated 2009 Feb 27; cited 2009 Jul2]. Available from: http:// www.naturalways.com/. 5. Stewart PM. Aging and Fountain-of-Youth Hormones. N Engl J Med. 2006 Oct; 355(16): 1724. 6. Klatz R, Goldman R. The Offi cial Anti Aging Revolution. 4th ed. California: Basic Health Publications; 2007: 87-102. 7. Grimley EJ, Huppert FA, Van Niekerk JK, Her-bert J. Dehydroepiandrosterone (DHEA) sup-plementation for cognitive function in healthy elderly people. Freiburg: The Cochrane Col-laboration; from 2008 [cited 2009 June 20]. Available from: http://www.cochrane.org/. 8. Weiss E. Et al. Dehydroepiandrosterone re-placement therapy in older adults: 1- and 2- y effects on bone. Am J of Clin Nutrition. 2009; 89: 1459-67 9. Stibich M. Does DHEA Slow Aging? New York: The New York Times Comp; from 2008 [cited 2009 Jul 10]. Available from: http://www.about. com/. 10. Sreekumaran K. et al. DHEA in Elderly Women and DHEA or Testosterone in Elderly Men. N Engl J Med. 2006; 355(16): 1647-59 11. Tummala S, Svec F. Correlation between the Administered Dose of DHEA and Serum Lev-els of DHEA and DHEAS in Human Volunteers: analysis of published data. Clin Biochem. 1999; 32(5): 355-61 CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 263 4/26/2010 8:34:21 PM
  • 18. Terapi Sulih DHEA sebagai Metode Anti Penuaan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Dehidroepiandrosteron (DHEA) dan Dehidroepiandrosteron Sulfat (DHEAS) merupakan hormon yang sebenarnya diproduksi secara alami di tubuh manusia. Kadar DHEA dalam tubuh mencapai puncaknya pada saat lahir dan pada usia 20-24 tahun, kemudian menurun sebanyak 2-3% per tahun setelahnya. Berkurangnya hormon ini akan menyebabkan penurunan beberapa fungsi tubuh. Karena berpotensi besar sebagai salah satu metode anti penuaan, DHEA banyak dipelajari efektivitasnya pada manusia. Karya tulis ini berbentuk tinjauan pustaka, bertujuan mempelajari manfaat terapi sulih DHEA. Pada beberapa penelitian, DHEA terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol, meningkatkan Bone Mineral Density (BMD) be-berapa tulang tertentu dan mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklas. Namun, beberapa penelitian lain menunjukkan hasil berbeda, antara lain bahwa DHEA tidak berpengaruh terhadap hormon insulin, tidak dapat meningkatkan massa dan kekuatan otot, dan tidak mempengaruhi komposisi lemak tubuh. Kesimpulan kami, terapi sulih DHEA bermanfaat mencegah penuaan dalam meningkatkan kualitas tulang. Namun, masih perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan waktu penelitian yang cukup panjang. Kata kunci: DHEA, terapi sulih DHEA, anti penuaan. PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini populasi lanjut usia makin bertambah. Penduduk lansia di In-donesia berjumlah 15,8 juta jiwa atau sekitar 7,25% dari seluruh penduduk Indonesia (2005).1 Umur harapan hidup (UHH) manusia pun makin meningkat, UHH manusia di Indonesia pada tahun 2006 adalah sekitar 69,4 tahun dan meningkat menjadi 70,6 tahun pada tahun 2009.4 Seiring bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan fungsi normal organ dan sistem or-gan, dan beberapa penyakit dege-naratif seperti kanker, Alzheimer dan sebagainya makin sering ditemui.2,3 Walaupun UHH makin tinggi, jika tidak dibarengi dengan kualitas hidup yang tinggi pula, banyak orang pada Sem Samuel Surja, Victor Nugroho Wijaya Jakarta, Indonesia ABSTRAK usia tuanya akan mengalami banyak penderitaan dan tidak lagi menikmati hidupnya.5 Sampai saat ini beragam metode anti penuaan telah dikembangkan, di antaranya memperbaiki gaya hidup, mencegah stres, membasmi polusi, sampai pengembangan berbagai macam suplemen anti penuaan. Salah satu metode yang sedang marak diteliti adalah terapi sulih hormon. Terapi sulih hormon bekerja mem-perbaiki fungsi tubuh yang menurun akibat penurunan produksi hormon saat penuaan. Tetapi penelitian DHEA terutama pada manusia belum ban-yak dilakukan. Manfaat DHEA dalam memperbaiki kualitas hidup pada usia tua pun masih dipertanyakan. 264 | MEI - JUNI 2010 Tujuan Tujuan penulisan adalah untuk menge-tahui efek terapi sulih DHEA yang berkaitan dengan anti penuaan pada beberapa sistem organ manusia dan kelemahan-kelemahannya. DHEA DHEA (dehidroepiandrosteron) meru-pakan steroid yang dibentuk di ko-rteks adrenal. DHEA dan bentuk sul-fatnya dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) merupakan prekursor andro-gen dan diproduksi di zona fasikulata dan retikularis korteks adrenal.6 Selain itu, ada indikasi DHEA juga disintesis di otak dan berperan dalam fungsi dan perkembangan otak.7 Metabolisme DHEA terangkum dalam gambar 1. TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 264 4/26/2010 8:34:21 PM
  • 19. 3β-HSD DHEA berperan sebagai pro hormon steroid seks. DHEA mengimbangi efek glukokortikoid.12 Di samping itu, peran fi siologis DHEA dan DHEAS juga ter-gantung pada hasil transformasi DHEA dan DHEAS, yakni testosteron dan estradiol.13 DHEA juga berperan da-lam penghambatan glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), jalur pentose shunt, ornithine decarboxylase, atau blokade K-channel dan juga beberapa sitokin. DHEA bersifat hipolipidemik, berhubungan dengan kadar koles-terol khususnya low-density lipopro-tein (LDL).12 Dalam hal imunitas tubuh, DHEA dapat meningkatkan produksi interleukin-2 (IL-2) dan fungsi efektor sel limfosit T; berarti DHEA berperan dalam regulasi fi siologis respon imun TINJAUAN PUSTAKA | MEI - JUNI 2010 265 17β-HSD Androstenedione Testosterone Androstarone Glucocorticoids Mineralocorticoids Progesterone Cholesterol 17,20-Desmolase Pregnenolone (P) Cortisol DOC DHEA DHEAS HSS SH HSS SH P-S 5 α-R 5 α-R 5 α-R 5 α-R 3α-HSD 3α-HSO 3α5α-THP 3α5α-THP P-450α P-450α Estradiol 17-KSR 17β-HSD 3β-HSD 3β-HSD THDOC Gambar 1. Metabolisme DHEA8 Age (years) DHEA dan DHEAS dapat mengalami interkonversi secara metabolik oleh enzim phosphoadenosine-phospho-sulfate- Secara umum, saat usia 20-35 tahun, kadar DHEA dan DHEAS pada pria 10-20% lebih besar daripada wanita.2 Pada dewasa muda, sekresi DHEA ± 4 mg/hari, sedangkan sekresi DHEAS ± 25 mg/hari.3 Konsentrasi DHEAS mencapai puncak saat fetus, saat lahir konsentrasinya menurun cepat. Pada usia sekitar enam tahun, konsentrasi DHEAS meningkat kembali, disebut adrenarche, menca-pai puncaknya pada usia 20-30 tahun, kemudian akan turun seiring dengan bertambahnya usia.2,10 (Gambar 2). DHEAS (nmol/l) dependent sulfotransferase.9 10 8000 4000 Birth Fetal Life 0 20 30 40 50 60 70 Gambar 2. Variasi Konsentrasi DHEAS dalam Darah berdasarkan Pertambahan Usia11 tubuh.14 Selain itu, DHEA dan DHEAS memiliki fungsi penting mengatur neokorteks selama perkembangan otak. Dalam hal ini DHEA dan DHEAS terbukti memiliki fungsi neurotropik. 15 Penuaan Penuaan adalah proses berkurang-nya fungsi tubuh yang berhubungan dengan pertambahan usia makhluk hidup. Hal ini dihubungkan den-gan berkurangnya sintesis protein, berkurangnya massa tubuh bebas lemak (lean body mass) dan massa tulang, serta meningkatnya lemak tu-buh. 16 Proses penuaan dapat disebab-kan oleh berbagai hal; beberapa di antaranya adalah perubahan hormon, pemendekan telomer, stress oksidatif, dan sebagainya.17 Penuaan berhubungan dengan me-kanisme selular dan berkaitan erat dengan fungsi jaringan. Perubahan jaringan yang berhubungan dengan proses penuaan paling jelas terlihat pada kekakuan progresif yang ber-pengaruh terhadap berbagai sistem tubuh, termasuk pembuluh darah, pernapasan, dan muskuloskeletal. Penuaan meningkatkan otoantibodi dan kompleks imun (ikatan antibodi-antigen) dan menurunkan toleransi imun terhadap sel tubuh sendiri, yang selanjutnya dapat menurunkan efekti-fi tas sistem imun. CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 265 4/26/2010 8:34:21 PM
  • 20. Berkurangnya ovum pada wanita dan berkurangnya spermatogenesis pada pria juga merupakan efek penuaan. Penurunan kecepatan pengosongan lambung, penurunan sekresi hormon lambung dan asam hidroklorid meru-pakan efek penuaan pada lambung. Pada otot terjadi atrofi dan penurunan kontraktilitas yang berpengaruh pada gerak dan mobilitas. Sarkopenia dapat terjadi seiring dengan penuaan. Kulit juga mengalami atrofi dan berkerut. Terjadi perubahan tubuh secara total termasuk penurunan tinggi badan, penurunan lingkar leher, paha, dan lengan, pelebaran panggul, peman-jangan hidung dan telinga. Beberapa perubahan tersebut adalah akibat atrofi jaringan dan penurunan massa tulang akibat osteoporosis dan os-teoarthritis. Komposisi tubuh juga turut terpen-garuh oleh proses penuaan. Pada usia paruh baya dapat terjadi pertambah-an berat badan dan massa lemak yang diikuti dengan penurunan massa sel tubuh dan massa tubuh bebas lemak. Peningkatan lemak tubuh menyebab-kan massa air tubuh berkurang. Pen-ingkatan massa lemak tubuh dan dis-tribusi lemak terpusat di abdomen berhubungan dengan non-insulin de-pendent diabetes mellitus (NIDDM) dan penyakit jantung.18 HUBUNGAN KADAR DHEA/DHEAS DENGAN PENUAAN Penurunan kadar DHEAS plasma proposional dengan tingkat kepara-han penyakit pada pasien gagal jan-tung kronis.19 Kadar DHEA dan DHEAS rendah secara signifi kan pada pasien penyakit jantung.20 Kadar DHEA rendah pada pasien diabetes.21 Obesitas yang sering ber-hubungan dengan penuaan juga menyebabkan penurunan kadar DHEAS.22 Kadar DHEA pada pasien kanker pros-tat rendah secara signifi kan.20 Pada pasien laki- laki dengan kanker paru, kadar DHEAS rendah.23 Demikian pula, pada pasien kanker payudara, kadar DHEAS menurun.24 Penuaan juga ditandai dengan degra-dasi kemampuan sistem imunitas tu-buh. Hal ini sering berkaitan dengan meningkatnya insidensi infeksi bakteri maupun virus. Berkurangnya kadar DHEA berhubungan dengan pening-katan progresi infeksi Human Immu-nodefi Tabel 1. Ringkasan Randomised Controlled Trial mengenai Efek Terapi Sulih DHEA Sebagai Terapi Anti Penuaan 266 | MEI - JUNI 2010 ciency Virus (HIV).25 PEMBAHASAN Ringkasan penelitian terapi sulih DHEA sebagai metode anti penuaan terangkum dalam tabel 1. Efek Terapi Sulih DHEA terhadap Sistem Endokrin Efek terhadap hormon seks Terdapat peningkatan testosteron dan estradiol pada pemberian 50 mg/hari DHEA dibanding plasebo.26 Efek terhadap hormon insulin Salah satu efek positif DHEA yang di-harapkan adalah efek terhadap hor-mon insulin karena penurunan kadar dan aksi insulin turut berpengaruh ter-hadap terjadinya diabetes mellitus. Villareal Holloszy (2004) menyatakan bahwa terapi sulih DHEA dapat mem-perbaiki aksi insulin secara signifi kan.27 Namun, Nair dkk (2006) menyatakan tidak ada efek signifi kan terapi sulih DHEA terhadap sensitivitas insulin.28 Basu dkk (2007) juga menyatakan terapi sulih hormon tidak memper-baiki aksi insulin.29 Perbedaan hasil tadi karena jangka waktu penelitian Villareal Holloszky hanya enam bu-lan, sedangkan Nair dkk dan Basu dkk Penulis Tahun Besar Sampel (orang) Durasi Intervensi Hasil Flynn dkk 1999 39 9 bulan DHEA 100 mg/hari atau plasebo tidak ada perubahan komposisi tubuh dan parameter urinalisis Baulieu dkk 2000 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo peningkatan kadar testosteron dan estradiol, kualitas tulang, libido, dan status kulit Percheron dkk 2003 280 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo tidak ada efek positif pada kekuatan otot Villareal Holloszy 2004 54 6 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo perbaikan aksi insulin dan penurunan kadar lemak perut Jankowski dkk 2006 140 12 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo perbaikan BMD tulang panggul pria dan wanita dan BMD tulang punggung wanita Villareal Holloszy 2006 51 10 bulan DHEA 50 mg/hari atau plasebo peningkatan massa otot dan kekuatan otot Nair dkk 2006 144 2 tahun DHEA 75 mg/hari atau plasebo tidak ada efek signifi kan pada komposisi tubuh, konsumsi oksigen, kekuatan otot, sensitivitas insulin, hasil bermakna pada pengukuran BMD Basu dkk 2007 112 2 tahun DHEA 50 mg/hari, 75 mg/hari, atau plasebo tidak mengubah IMT, lemak viseral, persentase lemak tubuh, atau massa tubuh bebas lemak pada lanjut usia, tidak memperbaiki aksi insulin dan tidak menambah sekresi insulin, tidak terbukti memperbaiki toleransi glukosa dan tidak mengubah pola metabolisme glukosa postprandial pada sampel pria dan wanita TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 266 4/26/2010 8:34:21 PM
  • 21. TINJAUAN PUSTAKA | MEI - JUNI 2010 267 mencapai dua tahun. Oleh karena itu disimpulkan bahwa terapi sulih DHEA tidak berpengaruh terhadap hormon insulin. Efek Terapi Sulih DHEA terhadap sistim muskuloskeletal Efek terhadap kekuatan dan massa otot Tidak ditemukan perubahan kekuatan genggaman tangan dan kekuatan otot lutut isokinetik pada kelompok DHEA dibandingkan dengan kelompok plasebo.30 Nair dkk (2006) juga tidak menemukan perubahan kekuatan otot ekstensor lutut pada konsumsi DHEA.28 Namun, Villareal dan Holloszy (2006) menyebutkan adanya pening-katan massa otot paha dan kekuatan otot lengan serta otot ekstensor lutut setelah empat bulan latihan pada kel-ompok yang mengonsumsi DHEA.31 Dari rangkuman di atas, dua penelitian konsisten bahwa terapi sulih DHEA tidak dapat meningkatkan massa mau-pun kekuatan otot manusia walaupun digunakan dalam jangka waktu dua ta-hun. Namun, terapi sulih DHEA mung-kin dapat membantu peningkatan massa dan kekuatan otot apabila dis-ertai dengan latihan rutin pada otot. Efek terhadap bone mineral density (BMD) Baulieu dkk (2000) menunjukkan per-baikan BMD di beberapa bagian tu-lang seperti leher femur dan Ward’s triangle pada wanita dan radius pada pria; juga ditemukan penurunan re-sorpsi tulang akibat penurunan aktivi-tas osteoklas.26 Jankowsky dkk (2006) menunjukkan perbaikan BMD daerah panggul dan beberapa bagian femur (kecuali leher femur) pada pengkon-sumsi DHEA.32 Nair dkk (2006) menya-takan ada peningkatan BMD radius ul-tradistal pada wanita dan leher femur pada pria.28 Dari hasil tiga penelitian di atas, terapi sulih DHEA dapat memperbaiki atau meningkatkan BMD beberapa bagian tulang baik pada pria maupun pada wanita. Tulang-tulang yang menga-lami perbaikan belum dapat diketahui secara spesifi k karena hasil penelitian yang bervariasi. Terdapat juga hasil terjadinya penurunan resorpsi tu-lang oleh osteoklas pada terapi sulih DHEA. Efek Terapi Sulih DHEA terhadap komposisi tubuh Efek DHEA ditandai dengan peruba-han komposisi lemak tubuh. Flynn dkk (1999) tidak berhasil menemukan adanya perubahan pada komposisi lemak tubuh pada pemberian DHEA selama sembilan bulan.16 Villareal dan Holloszy (2004) menemukan hasil ber-beda, yakni penurunan komposisi le-mak abdomen yang bermakna pada enam bulan terapi sulih DHEA.27 Tetapi Basu dkk (2007) dengan jumlah sam-pel 114 orang dan jangka waktu yang cukup lama yaitu dua tahun, tidak me-nemukan perubahan komposisi lemak pada pemberian terapi sulih DHEA.29 Oleh karena itu, disimpulkan bahwa terapi sulih DHEA tidak mempengar-uhi komposisi lemak tubuh. Efek samping terapi sulih DHEA Sampai saat ini, sebagian besar pene-litian tidak menemukan efek samping bermakna dalam aplikasi terapi sulih DHEA pada manusia.27,28,31 Efek samp-ing serius tidak bermakna yang pernah ditemukan adalah serangan iskemia transien dan infeksi saluran kemih32. Keterbatasan data terapi sulih DHEA Penggunaan terapi sulih DHEA masih tergolong baru di dunia medis. Pada umumnya penelitian terapi sulih DHEA mempunyai jangka waktu pendek (≤ 2 tahun), menyebabkan efek jangka panjang terapi sulih DHEA sebagai anti penuaan tidak diketahui. Sampai saat ini belum didapatkan dosis terapi sulih DHEA yang akurat. Selain itu me-kanisme pasti mendasari efek terapi sulih DHEA sebagai anti penuaan masih belum diketahui. SIMPULAN Seiring bertambahnya usia, berba-gai fungsi tubuh manusia mengalami penurunan. Hal tersebut dicoba dice-gah dengan berbagai metode mence-gah penuaan, contohnya terapi sulih hormon. Salah satu hormon yang telah banyak digunakan adalah dehidroe-piandrosteron (DHEA). DHEA sebe-narnya diproduksi secara alami oleh tubuh manusia, namun produksinya menurun seiring dengan bertambah-nya usia. Penelitian telah dilakukan untuk men-cari manfaat terapi sulih DHEA seba-gai metode anti penuaan. Beberapa hasilnya kurang menggembirakan, antara lain bahwa DHEA tidak ber-pengaruh terhadap hormon insulin, tidak dapat meningkatkan massa dan kekuatan otot, dan tidak mempengar-uhi komposisi lemak tubuh. Namun, pada beberapa penelitian lain, DHEA terbukti dapat meningkatkan kadar testosteron dan estradiol serta men-ingkatkan bone mineral density (BMD) beberapa tulang tertentu dan mengu-rangi resorpsi tulang oleh osteoklas. Di samping itu, penelitian-penelitian yang ada memiliki berbagai keter-batasan, antara lain tidak ada yang berjangka waktu lebih dari dua ta-hun; sehingga sulit mengetahui efek jangka panjang terapi sulih DHEA. Se-lain itu, belum ada dosis akurat serta penelitian efek samping. Yang cukup penting adalah belum diketahuinya mekanisme pasti yang mendasari efek anti penuaan terapi sulih DHEA. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut terutama dengan jangka waktu pene-litian yang cukup panjang (lebih dari dua tahun). UCAPAN TERIMA KASIH Kami berterima kasih kepada dr. Pop-py K. Sasmita, Sp.S, M.Kes, PA yang telah membimbing penulisan karya ilmiah ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Biro Pusat Statistik. Jumlah Penduduk menu-rut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, 2005 Number of Popu-lation by Sex and Age Group [homepage on the Internet]. c2008 [updated 2005; cited 2008 Jan 19]. Available from http://demografi . bps.go.id/versi2/index.php?option=com_ CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 267 4/26/2010 8:34:22 PM
  • 22. tabeltask=Itemid=45lang=en 2. Kamel NS, Gammack J, Cepeda O, Flaherty JH. Antioxidants and hormones as antiaging therapies: High hopes, disappointing results. Cleve Clin J Med 2006;73(12):1049-58. 3. Leow MKS, Loh KC. Controversial endocrine intervention for the aged. Singapore Med J 2006; 47(7):569-579. 4. Departemen Kesehatan. Menyongsong Lan-jut Usia Tetap Sehat dan Berguna [homepage on the Internet]. c2008 [updated 2007 Jun 28; cited 2008 Jan 19]. Available from http://www. depkes.go.id/index.php?option=newstask= viewarticlesid=2674 5. Buford TW, Willoughby DS. Impact of DHEA(S) and cortisol on immune function in ag-ing: a brief review. Appl Physiol Nutr Metab 2008;33:429-33. 6. Granner DK. The Diversity of the Endocrine System. In: Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW (Eds). Harper’s Illustrated Biochemistry 27th ed. Singapore: McGraw-Hill, 2006; p:448. 7. Maninger N, Wolkowitz OM, Reus VI, Epel ES, Mellon SH. Neurobiological and neurop-sychiatric effects of dehydroepiandrosterone (DHEA) and DHEA sulfate (DHEAS). Front Neuroendocrinol. [serial on the Internet]. (2009 ,Jan), [cited January 11, 2009];30(1):65-91. 8. Synthesis of dehydroepiandrosterone (DHEA), DHEA sulfate (DHEAS), and other steroids. [image on the Internet]. c2000. Available from: http://www.medscape.com/ viewarticle/406925_4. 9. Baulieu E. Dehydroepiandrosterone (DHEA): a fountain of youth?. J Clin Endocrinology Me-tab [serial on the Internet]. (1996, Sep), [cited January 9, 2009]; 81(9): 3147-3151. 10. Auchus RJ, Rainey WE. Adrenarche: Physiol-ogy, Biochemistry and Human Disease. Clin Endocrinol [serial on the internet]. (2004,Mar), [cited January 12,2009];60(3):288-296. Avail-able from: http://www.medscape.com/ viewarticle/470730_1 11. Variation in circulating deydroepiandrosterone sulphate (DHEA-S) concentrations throughout human life. [image on the Internet]. c2004. Available from: http://www.medscape.com/co ntent/2004/00/47/07/470730/470730_fi g.html 12. Shealy C. A review of dehydroepiandrosterone (DHEA). Integrative Physiological And Behav-ioral Science: The Offi cial Journal Of The Pav-lovian Society [serial on the Internet]. (1995, Sep), [cited January 11, 2009]; 30(4): 308-313. 13. Buvat J. Androgen therapy with dehydroe-piandrosterone. World J.Urol. [serial on the Internet]. (2003, Nov 10), [cited January 11, 2009]; 21(5): 346-355. 14. Suzuki T, Suzuki N, Daynes R, Engleman E. De-hydroepiandrosterone enhances IL2 produc-tion and cytotoxic effector function of human T cells. Clin. Immunol. and Immunopathol. [se-rial on the Internet]. (1991, Nov), [cited January 11, 2009]; 61(2 Pt 1): 202-211. 15. Compagnone N, Mellon S. Dehydroepiandros-terone: a potential signalling molecule for neocortical organization during development. Proc Natl Acad Sci USA [serial on the Internet]. (1998, Apr 14), [cited January 11, 2009]; 95(8): 4678-4683. 16. Flynn M, Weaver-Osterholtz D, Sharpe-Timms K, Allen S, Krause G. Dehydroepiandrosterone replacement in aging humans. J Clin Endo-crinol. Metab [serial on the Internet]. (1999, May), [cited January 10, 2009]; 84(5): 1527- 1533. 17. Caruso LB, Silliman RA. Geriatric Medicine (Some Theories of Aging). In: Fauci AS, Braun-wald E, Kasper DL et al, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th ed. New York: McGraw-Hill, 2008; p.54, t.9-1. 18. McCance KL, Grey TC. Altered Cellular and Tissue Biology. In: McCance KL, Huether SE, eds. Pathophysiology: The Biologic Basic for Disease in Adults and Children. 5th ed. St. Louis: Mosby Inc, 2006; p.86. 19. Moriyama Y, Yasue H, Yoshimura M, Mizuno Y, Nishiyama K, Tsunoda R, et al. The plasma levels of dehydroepiandrosterone sulfate are decreased in patients with chronic heart failure in proportion to the severity. J Clin Endocrinol. Metab [serial on the Internet]. (2000, May), [cited January 11, 2009]; 85(5): 1834-1840. 20. Stahl F, Schnorr D, Pilz C, Dörner G. Dehy-droepiandrosterone (DHEA) levels in patients with prostatic cancer, heart diseases and un-der surgery stress. Exp Clin Endocrinol [se-rial on the internet]. (1992), [cited January 12,2009];99(2):68-70. 21. Buffi ngton C, Pourmotabbed G, Kitabchi A. Case report: amelioration of insulin resistance in diabetes with dehydroepiandrosterone. AJMS [serial on the Internet]. (1993, Nov), [cited January 11, 2009]; 306(5): 320-324. 22. Williams D, Boyden T, Pamenter R, Lohman T, Going S. Relationship of body fat percentage and fat distribution with dehydroepiandroster-one sulfate in premenopausal females. J Clin Endocrinol. Metab [serial on the Internet]. (1993, July), [cited January 11, 2009]; 77(1): 80-85. 23. Bhatavdekar J, Patel D, Chikhlikar P, Mehta R, Vora H, Karelia N, et al. Levels of circulating 268 | MEI - JUNI 2010 peptide and steroid hormones in men with lung cancer. Neoplasma [serial on the Inter-net]. (1994), [cited January 11, 2009]; 41(2): 101-103. 24. Bhatavdekar J, Patel D, Shah N, Giri D, Vora H, Karelia N, et al. Endocrine status in stage II vs. advanced premenopausal and postmeno-pausal breast cancer patients. Neoplasma [se-rial on the Internet]. (1992), [cited January 11, 2009]; 39(1): 39-42. 25. Jacobson MA, Fusaro RE, Galmarini M, Lang W. Decreased serum dehydroepiandrosterone is associated with an increased progression of human immunodefi ciency virus infection in men with CD4 cell counts of 200-499. J Infect Dis [serial on the internet]. (1991, Nov), [cited January 12 , 2009];164(5):864-8. 26. Baulieu EE, Thomas G, Legrain, Lahlou N, Roger M, Debuire B, et al. Dehydroepiandros-terone (DHEA), DHEA sulfate, and aging: Con-tribution of the DHEAge Study to a sociobio-medical issue. Proc Natl Acad Sci U S A 2000; 97(8): 4279–84. 27. Villareal DT, Holloszy JO. Effect of DHEA on abdominal fat and insulin action in elderly women and men: a randomized controlled trial. JAMA 2004; 292(18): 2243-8. 28. Nair KS, Rizza RA, O’Brien P, Dhatariya K, Short KR, Nehra A, et al. DHEA in elderly women and DHEA or testosterone in elderly men. N Engl J Med 2006; 355(16): 1647-59. 29. Basu R, Dalla Man C, Campioni M, Basu A, Nair KS, Jensen MD, et al. Two years of treat-ment with dehydroepiandrosterone does not improve insulin secretion, insulin action, or postprandial glucose turnover in elderly men or women. Diabetes 2007; 56(3): 753-66. 30. Percheron G, Hogrel JY, Denot-Ledunois S, Fayet G, Forette F, Baulieu EE et al. Effect of 1-Year Oral Administration of Dehydroepi-androsterone to 60- to 80-Year-Old Individuals on Muscle Function and Cross-sectional Area. Arch Intern Med. 2003; 163: 720-7. 31. Villareal DT, Holloszy JO. DHEA enhances effects of weight training on muscle mass and strength in elderly women and men. Am J Physiol Endocrinol Metab 2006; 291(5): E1003-8. 32. Jankowski CM, Gozansky WS, Schwartz RS, Dahl DJ, Kittelson JM, Scott SM, et al. Effects of dehydroepiandrosterone replacement ther-apy on bone mineral density in older adults: a randomized, controlled trial. J Clin Endocrinol Metab 2006; 91(8): 2986-93. TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 268 4/26/2010 8:34:22 PM
  • 23. Peranan Sel Punca Endometrium dalam Patogenesis Endometriosis | MEI - JUNI 2010 269 LATAR BELAKANG Endometriosis adalah kelainan di mana jaringan endometrium dapat ditemu-kan di luar kavum uteri. Endometrio-sis diperkirakan merupakan kelainan ginekologik yang terjadi pada sekitar 6-10% wanita. Kondisi endometriosis dapat memicu masalah klinis serius pada wanita karena dapat berhubun-gan dengan kejadian nyeri panggul kronik, dan infertilitas pada wanita usia reproduksi.1 Sejak beberapa dekade terakhir te-lah banyak penelitian dilakukan untuk meningkatkan pemahaman menge-nai penyebab penyakit ini. Salah satu hipotesis yang sering digunakan untuk menjelaskan terjadinya endometriosis adalah teori patogenesis Sampson (1929), yang dihubungkan dengan ke-jadian menstruasi retrograd. Beberapa teori lain juga telah diperkenalkan ter-masuk teori metaplasia, teori penye-baran limfogen atau hematogen serta hasil temuan lain yang mencoba men-ghubungkan kejadian endometriosis dengan karakteristik jaringan endo-metrium yang abnormal, faktor gene-tik, perubahan lingkungan peritone-um, penurunan fungsi imunitas, serta peningkatan kemampuan angiogene-sis. 2 Dasar-dasar teori yang diajukan tersebut sebenarnya ditujukan untuk mencari penjelasan, mengapa jaring-an endometrium memiliki tingkat survival yang tinggi meski berada di lingkungan di luar cavum uteri. Diper-kirakan tingkat survival yang tinggi ini disebabkan oleh karakteristik jaring-an endometrium tersebut atau oleh kondisi lingkungan sekitar yang san-gat mendukung. Berbagai pemikiran tersebut pada akhirnya memunculkan dugaan adanya keterkaitan antara mekanisme regenerasi jaringan endo-metrium dengan tingkat kemampuan survival jaringan endometrium di luar cavum uteri. Lapisan endometrium adalah salah satu jaringan yang memiliki tingkat regenerasi yang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan selalu terbentuknya lapisan endometrium baru pada siklus haid berikutnya, meski sebelumnya telah terjadi peluruhan lapisan endo-metrium apabila tidak terjadi kehamil-an. Lapisan endometrium yang luruh pada saat haid berasal dari lapisan fungsional. Oleh karena itu lapisan basal cavum uteri diperkirakan memi-liki fungsi yang cukup esensial untuk proses regenerasi lapisan endome-trium. Hal ini terbukti pada kasus Ash-erman Syndrome, kerusakan lapisan endometrium basal akibat tindakan kuret berlebihan dapat mengakibat-kan gangguan regenerasi jaringan en-dometrium. Akibatnya pasien dapat mengalami amenorea sekunder. Akhir-akhir ini peran sel punca dalam proses regenerasi jaringan pada um-umnya telah banyak dibahas. Konsep regenerasi sel endometrium yang di-mediasi oleh sel punca endometrium telah dipostulasikan sejak 35 tahun yang lalu. Penulisan makalah ini ditu-jukan untuk menelaah kemungkinan adanya peran sel punca/ progenitor endometrium dalam patogenesis en-dometriosis. Sel Punca Sel punca adalah sel yang mampu memperbaharui dirinya sendiri (self re-newal) dan memiliki kemampuan dife-rensiasi menjadi banyak tipe sel lain di dalam tubuh. Sel punca berdasar-kan asalnya dapat dibagi menjadi sel punca embrionik, yang berarti be-rasal dari jaringan embrionik dan sel punca dewasa, yang berarti berasal dari jaringan dewasa. Berdasarkan kemampuan diferensiasi, sel punca embrionik memiliki plastisitas lebih tinggi dibandingkan dengan sel pun-ca dewasa; berarti kemampuan dife-rensiasi sel punca embrionik akan lebih lebar dibandingkan dengan sel punca dewasa.3,4 Kehadiran sel punca perlu dibuktikan dengan teridentifi kasinya fungsi sel punca, yaitu klonogenisitas, kemampuan proliferasi, memperba-harui dirinya sendiri (self-renewal) dan diferensiasi.5 Klonogenisitas adalah kemampuan sel tunggal untuk mengi-nisiasi suatu koloni sel saat sel tung-gal tersebut ditanamkan pada media cloning densitas rendah atau melalui dilusi terbatas. Cara ini digunakan un-tuk melakukan karakterisasi sel punca dewasa dan sel progenitornya serta mencari petanda sel punca.6 Diferen-siasi adalah perubahan fenotip sel aki-bat aktivitas ekspresi gen. Sel punca Grace Valentine1, Kanadi Sumapraja2 1. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2. Bagian Imunoendokrinologi Reproduksi, Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia TINJAUAN PUSTAKA CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 269 4/28/2010 9:29:40 PM
  • 24. TINJAUAN PUSTAKA Niche sel punca adalah suatu lingkun-gan fi siologis yang spesifi k bagi sel punca (sel niche bersama dengan ma-triks ekstraselular) dan memiliki fungsi regulasi terhadap sel punca.8 Fungsi utama niche sel punca ini adalah untuk mendeteksi kebutuhan perbaikan dan penggantian jaringan, yang selanjut-nya akan mengeluarkan sinyal-sinyal terhadap sel punca setempat untuk mengadakan proliferasi dan diferen-siasi. Regenerasi lapisan endometrium Lapisan endometrium merupakan salah satu jaringan di tubuh manusia Gambar 1. Hirarki diferensiasi sel punca 7 | MEI - JUNI 2010 271 dewasa bersifat multipoten yang be-rarti sel punca dewasa hanya dapat berdiferensiasi menjadi komponen sel pada jaringan tempat sel punca dew-asa ini berada.7 Kemampuan pemba-ruan diri adalah kemampuan sel punca untuk memproduksi sel punca anak yang identik. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelahan asimetris mau-pun pembelahan simetris. Pembelah-an asimetris artinya menghasilkan satu sel anak yang identik dan satu sel anak yang telah terdiferensiasi.5 Sementara itu pembelahan simetris akan meng-hasilkan 2 sel anak yang identik atau 2 sel progenitor transit amplifying (TA). Sel progenitor atau tissue-specifi c stem cells hanya akan memiliki jalur diferensiasi tertentu saja dan hanya akan memiliki kemampuan pembaru-an diri yang terbatas. Sedangkan sel TA yang dihasilkan selanjutnya dari sel progenitor anak akan memiliki prop-erti yang terletak di antara sel punca dan sel yang telah berdiferensiasi; yaitu potensi proliferasi yang terbatas dan tidak mampu memperbarui diri. Selanjutnya sel TA akan melalui beber-apa tingkat pembelahan sel progresif sebagai bagian dari amplifi kasi selular dan kemudian mengalami diferensiasi terminal.8 9 yang sangat dinamis, karena menga-lami regenerasi secara siklik pada tiap siklus haid. Pada dasarnya secara rutin lapisan endometrium akan mengalami proses regenerasi, diferensiasi dan pe-luruhan pada masa reproduksi.10 Lapisan endometrium manusia da-pat dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan basalis (stratum basal) dan lapisan fungsional (stratum fungsional) (2/3 atas). Lapisan basalis tidak ikut luruh pada saat haid dan bertang-gung jawab dalam proses regenerasi lapisan fungsional pada siklus haid berikutnya. Proses proliferasi dan dife- rensiasi lapisan fungsional dipicu oleh perubahan sekuensial hormon steroid selama siklus haid. Sebaliknya lapisan basalis hanya akan mengalami pro-liferasi minimal dan tidak sensitif ter-hadap perubahan hormonal selama siklus haid. Adanya efek hormon steroid pada lapisan endometrium dibuktikan den-gan adanya ekspresi reseptor hormon steroid pada lapisan endometrium. Hormon estrogen berfungsi mengen-dalikan survival, viabilitas, dan efek mi-togenik melalui reseptor estrogen 1 (ESR1). Reseptor ESR1 merupakan re-septor estrogen yang cukup dominan ditemukan di lapisan endometrium. Sebaliknya reseptor estrogen 2 (ESR2) ternyata hanya sedikit diekspresikan di lapisan endometrium. Pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa ESR2 ternyata berfungsi memicu diferen-siasi sel epitel melalui mekanisme regulasi negatif terhadap respon yang terjadi melalui ESR1.11 Pada fase proliferasi di mana hormon estrogen cukup dominan, terda-pat aktivitas proliferasi endometrium yang cukup ekstensif sehingga ter-bentuklah lapisan fungsional. Namun saat mendekati ovulasi, tingkat pro-liferasi akan menurun secara gradual dan lapisan fungsional yang terbentuk akan mengalami diferensiasi di bawah pengaruh hormon progesteron yang merupakan hormon yang dominan pada fase sekresi. Pada fase sekresi, sel stroma akan mengalami reaksi CDK ed_177 mei ok DR (245-281).indd 271 4/26/2010 8:34:23 PM