UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mewajibkan pemerintah untuk memberikan akta kelahiran secara gratis kepada seluruh anak di Indonesia tanpa diskriminasi usia. Namun, prakteknya banyak pemerintah daerah hanya memberikan layanan ini kepada anak di bawah usia 2 bulan. Hal ini bertentangan dengan UU dan hak anak untuk mendapatkan identitas tanpa memandang usia.
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Akte kelahiran anak
1. Akte Kelahiran Anak dan
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
foto : thevoiceofsahabatanak.wordpress.com
Berkaitan dengan UU NO 23 Thn 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 28 ayat :
(1) Pembuatan akta kelahiran menjadi TANGGUNG JAWAB Pemerintah yg dalam
pelaksanaannya diselenggarakan serendah rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(3)PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) TIDAK
DIKENAI BIAYA.
Merujuk pada UU tersebut sudah selayaknya akta kelahiran yang merupakan hak anak
untuk IDENTITAS di berikan secara gratis kepada anak yang berusia 0 hari hingga
belum berusia 18 tahun (pasal 1 UU No 23 thn 2002) tetapi pada kenyataannya
pemerintah cq pemerintah daerah (kab/kota) kebanyakan hanya memberikan pelayanan
akta gratis tersebut bagi anak yang baru lahir yaitu usia 0 hari hingga 60 hari (2bulan).
Berdasarkan UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 27 ayat
(1): Setiap kelahiran wajib di laporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di
tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 hari sejak kelahiran,
Sesuai amanat UU No 23 Thn 2006 tersebut jelas diperintahkan bahwa setiap kelahiran
wajib dilaporkan orang tua sebelum 60 hari kelahiran,pada UU tersebut tidak ada
dinyatakan bahwa ‘pemberian akta lahir secara gratis’ diberikan pada bayi yang berusia 0
hari hingga 60 hari (pada prakteknya UU no 23 Thn 2006 ini sering dijadikan tameng
alasan untuk pemberian akta gratis yg diskriminatif kepada sesama anak) seharusnya
pemberian akta lahir harus mengimplemantasikan amanat UU No 23 Thn 2002 pasal 28
ayat (3) AKTA KELAHRAN HARUS CUMA CUMA atawa GRATIS dari usia anak 0
hari hinggga belum berusia 18 thn.
Tindakan pemberian akte secara gratis yang diberikan kepada anak yang baru lahir (usia
0 hari hingga 60 hari) jelas merupakan tindakan diskriminasi diantara usia anak,hal ini
dikarenakan menurut UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 1 ‘Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan’. berdasaarkan UU tersebut dapat dikategorikan merupakan
2. tindakan diskriminasi diantara usia anak dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 I
ayat (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Seharusnya setiap anak yang berusia 0 hari hingga belum mencapai usia 18 tahun berhak
atas akta gratis tsb dan pemerintah cq pemerintah kab/kota (yang menerbitkan akta lahir)
mempunyai kewajiban hukum memberikan pelayanan akta lahir secara CUMA CUMA
alias GRATIS.
Pemerintah kab/kota seharus lebih berpihak kepada anak JANGAN HANYA
MEMIKIRKAN cara ‘MENDULANG’ Pendapatan Asli Daerah,pikirkan juga hak anak
akan IDENTITAS sesuai dgn Konvensi Hak Anak dan AKTA LAHIR gratis yang
diamanatkan UU Perlindungan Anak No 23 Thn 2002.
Sekarang ini pengurusan akta lahir bagi anak yang berumur diatas (katakanlah) 1 tahun
harus melalui birokrasi yang panjang dan membutuhkan biaya tidak sedikit,dari surat
kenal lahir Bidan/RS yg menolong,surat keterangan lahir dari desa/kelurahan hingga
surat penetapan Pengadilan Negeri sesuai dengan UU No. 23 tahun 2006 Pasal 32 ayat
(2) berbunyi “Pencatatan Kelahiran yang melampaui batas waktu 1 tahun sebagaimana
pada ayat 2 harus dilaksanakan penetapan Pengadilan Negeri.
Jadi bayangkan jika ada anak yang lahir dari keluarga (maaf) miskin yang lahir di
puskesmas/RS dgn menggunakan JAMKESMAS atau bantuan donatur lainnya…tentu
akan kelabakan untuk mencari biaya yg dibutuhkan dalam mengurus akta SANG BUAH
HATI mereka, yang merupakan hak anak untuk mendapat identitas seseorang sebagai
perwujudan Konvensi Hak Anak (KHA) dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Akta Kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan negara atas
status keperdataan seseorang dan akhirnya si anak tidak memiliki akta atas dirinya
sementara Posisi Anak dalam Konstitusi UUD 1945, terdapat dalam pasal 28 B ayat 2
yaitu : “Setiap Anak Berhak Atas Kelangsungan Hidup, Tumbuh dan Berkembang, Serta
Berhak Atas Perlindungan Dari Kekerasan dan Diskriminasi”,yang akhirnya akan
menghambat anak untuk berkembang mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara (contohnya : akan sulit untuk memenuhi persyaratan/akta lahir
untuk memasuki sekolah). Jadi ‘percuma’ setiap tahun dilaksanakan peringatan hari anak
23 Juli oleh pemerintah (kab/kota) dan jangan sampai jargon keberpihakan kepada anak
hanya ISAPAN JEMPOL dan menjadi PEMERAH BIBIR….,sebab masih banyak anak
yang tidak (belum) mendapat HAKNYA……….