1. Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 10 Pages pp. 67- 76
67 - Volume 3, No. 4, November 2014
ANALISA PERBANDINGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI
TANAMAN PADI METODE KONVENSIONAL DENGAN
METODE “SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION” (SRI)
ORGANIK
Faisal Rizal, Dr.Ir.Alfiansyah YBC, Ir.Maimun Rizalihadi,M.Sc.Eng
1)
Magister Teknik Sipil Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3)
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Email: faisal.puaceh@gmail.com
Abstract: Availability of water becomes an important issue in improving food to compensate
for population growth. SRI method is a method that is expected to address the problem of lack
of water availability. Intermitted concept which allows the reduction of water relied upon by
eliminating standing water up to 80% soil moisture conditions (fallow). In field conditions SRI
methods are still not familiar with the farmers due to the lack of research that provides details
kebutuhanan SRI method of irrigation water. This study aims to compare the need for
irrigation water between SRI cultivation method and the conventional method. Research with
menggunnakan lisimeter as a measure to try to answer questions from farmers. Concepts used
in the water balance concept lisimeter is where the amount of water entering the water must be
equal to the exit. Input must be equal to the output of the difference between the two is zero.
With rain parameters (HJ), the provision of irrigation water (PAI), evapotranspiration (ETC),
deep percolation (P) as well as the last output drainage water needs, it can be necessary.
From the results of research with the conditioned area in accordance with the water level
signaled the need for irrigation water by using the SRI method is more efficient than
conventional methods of water. The average value of the irrigation water requirement of SRI
method of 2.44 mm / day, while the conventional method of 3.79 mm / day, in order to obtain
the SRI method results over 35% water saving compared to conventional methods.
Keywords: Lysimeter, Irrigation Water Requirements, Irrigation Water Provision, SRI method.
Abstrak: Ketersedian air menjadi masalah penting dalam usaha peningkatan pangan untuk
mengimbangi pertumbuhan penduduk. Metode SRI adalah metode yang diharapkan untuk mengatasi
masalah kurangnya ketersediaan air. Konsep intermitted yang diandalkan memungkinkan adanya
pengurangan air dengan meniadakan air genangan sampai kondisi lengas tanah 80% (bera). Pada
kondisi lapangan metode SRI masih belum familiar dengan petani dikarenakan belum adanya
penelitian yang memberikan rincian kebutuhanan air irigasi metode SRI. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat perbandingan kebutuhan air irigasi antara penanaman metode SRI dan metode konvensional.
Penelitian dengan menggunnakan lisimeter sebagai alat ukur mencoba menjawab pertanyaan dari
petani. Konsep yang digunakan dalam lisimeter adalah konsep keseimbangan air dimana jumlah air
yang masuk haruslah sama dengan air yang keluar. Input harus sama dengan output dengan selisih
antara keduanya adalah nol. Dengan parameter hujan (HJ), pemberian air irigasi (PAI), Evapotranspirasi
(ETc), Perkolasi (P) serta drainase sebagai output terakhir maka dapat kebutuhan air yang diperlukan.
Dari hasil penelitian dengan lahan yang terkondisikan sesuai dengan tinggi genangan yang diisyaratkan
maka kebutuhan air irigasi dengan menggunakan metode SRI lebih hemat air dibandingkan metode
konvensional. Nilai rata-rata kebutuhan air irigasi metode SRI 2,44 mm/hari sedangkan metode
konvensional 3,79 mm/hari, sehingga diperoleh hasil metode SRI lebih hemat air 35 % dibanding
metode konvensional.
Kata Kunci: Lisimeter, KebutuhanAir Irigasi, PemberianAir Irigasi, Metode SRI.
2. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 68
PENDAHULUAN
Pada saat ini ketersediaan air merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi kebutuhan
air di sawah. Air yang tidak cukup
menyebabkan pertumbuhan padi tidak
sempurna bahkan bisa menyebabkan padi mati
kekeringan.
Mengantisipasi ketersediaan air yang
semakin terbatas maka perlu dicari terus cara
budidaya tanaman padi yang mengarah pada
penghematan konsumsi air. Cara pemberian
terputus / berkala (intermitten irrigation)
terbukti efektif dilapangan dalam usaha hemat
air, namun mengandung kelemahan dalam
membatasi pertumbuhan rumput. Dari beberapa
metode yang ada kiranya metode “System Rice
of Intensification (SRI)” dapat
dipertimbangkan. Sistem pemberian air
terputus/berkala sesuai untuk daerah dengan
debit tersedia aktual lebih rendah dari debit
andalan 80% (KP 03.2010;”Kriteria
Perencanaan Bagian Saluran”).
Menurut KP 03 (2010) metode SRI dapat
direkomendasikan untuk dijadikan dasar
perhitungan kebutuhan air apabila metode ini
diterima oleh petani, ketersediaan pupuk
mencukupi, sumberdaya manusia dan modal
tersedia serta ketersediaan air terbatas.
Metode budidaya padi SRI pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar
oleh pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis,
Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di
Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah
singkatan dari "Systeme de Riziculture
Intensive" dan pertama kali muncul di jurnal
Tropicultura tahun 1993.
(epetani.pertanian.go.id;”Budidaya padi dengan
pendekatan Teknologi SRI)
Metode SRI organik pada konsep
dasarnya adalah pindah tanam satu bibit
perlubang dengan usia bibit 7-14 hari setelah
semai, jarak tanam longgar 25 cm x 25 cm dan
adanya perubahan perlakuan pemberian air
irigasi secara putus-putus yang ditakar secara
visualisasi sesuai dengan usia padi tanpa
genangan dipetak sawah, sehingga kebutuhan
air lebih hemat dibandingkan dengan kebutuhan
air metode konvensional dan mampu
memberikan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode konvensional.
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Konsep pengairan metode SRI
Menurut Eko Suhartono (n.d) Inti konsep
pengairan intermittent SRI adalah hanya
memberikan air irigasi sesuai dengan jumlah
dan waktu yang dibutuhkan oleh tanaman. Pada
saat genangan air di sawah telah habis, tidak
langsung diairi kembali melainkan dibiarkan
sampai tanah sawah kondisi retak atau kondisi
mendekati titik stres tanaman baru diairi
kembali. Pola SRI dianggap berhasil jika
mampu meningkatkan produktifitas lahan dan
mampu mengefisienkan penggunaan air
Irigasi hemat air pada budidaya padi
dalam metode SRI dilakukan dengan
memberikan air irigasi secara terputus
(intermittent) berdasarkan alternasi antara
periode basah (genangan dangkal) dan kering.
Metode irigasi ini disertai metode pengelolaan
3. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
69 - Volume 3, No. 4, November 2014
tanaman yang baik dapat meningkatkan
produktivitas tanaman padi hingga 30-100%
bila dibandingkan dengan menggunakan
metode irigasi konvensional (tergenang
kontinu).
Beberapa faktor utama yang dapat
mempengaruhi pola pengiran SRI, adalah
sebagai berikut :
- Iklim dan curah hujan,
- Karakteristik tanah dan kesesuaian lahan,
- Pola operasi jaringan irigasi,
- Partisipasi Petani.
Kebutuhan Air Irigasi
Menurut KP 03 (2010) kebutuhan air
disawah untuk padi ditentukan oleh factor-
faktor berikut :
a) Penyiapan lahan;
b) Penggunaan konsumtif;
c) Perkolasi dan rembesan;
d) Pergantian lapisan air;
e) Curah hujan efektif.
Penyiapan lahan untuk padi
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
umumnya menentukan kebutuhan maksimum
air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor –
faktor penting yang menentukan besarnya
kebutuhan air untuk penyiapan lahan (Anonim
3;2010) adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang dibutuhkan untuk
penyiapan lahan.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Menurut KP 03 (2010) pada umumnya
jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan
lahan dapat ditentukan berdasarkan kedalaman
porositas kesawah. Rumus berikut dipakai
untuk memperkirakan kebutuhan air untuk
penyiapan lahan;
1
10
)(
4
FPd
SbSa
PWR
dimana :
PWR = Kebutuhan air penyiapan lahan
Sa = derajat kejenuhan tanah setelah,
penyiapan lahan dimulai, %
Sb = derajat kejenuhan tanah sebelum
penyiapan lahan dimulai, %
N = porositas tanah dalam % pada harga
rata-rata untuk kedalaman tanah
d = asumsi kedalaman tanah setelah
pekerjaan penyiapan lahan, mm
Pd = kedalaman genangan setelah
pekerjaan penyiapan lahan, mm
FI = kehilangan air disawah selama 1 hari,
mm
Kebutuhan air selama penyiapan lahan
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi
selama penyiapan lahan, digunakan metode
yang dikembangkan oleh Van de Goor dan
Zijlstra berdasarkan KP 03 (1986). Metode
tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam
l/dtk selama periode penyiapan lahan dan
menghasilkan rumus berikut :
1
k
k
e
Me
IR
PEM 0
4. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 70
S
MT
K
dimana :
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan
(mm/hari);
M = kebutuhan air untuk
mengganti/mengkonpensasi air yang
hilang akibat evaporasi dan perkolasi
disawah yang telah dijenuhkan
(mm/hari);
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1
x ETo selama penyiapan lahan
(mm/hari);
P = perkolasi (mm/hari);
K = parameter fungsi dari air yang
diperlukan untuk penjenuhan waktu
penyiapan lahan dan kebutuhan air
untuk lapisan pengganti;
T = jangka waktu penyiapan lahan ( 45
hari );
S = kebutuhan air untuk penjenuhan
ditambah dengan lapisan air ( 50 mm );
S = 250 + 50 =300 mm 250 + 50 = 300 mm;
e = 2,7182818.
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi tanaman acuan adalah
evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan
yakni rerumputan pendek. Besarnya
evapotranspirasi dapat diperkirakan dengan
metode langsung dan tidak langsung
Metode langsung
Pengukuran secara lansung dilakukan
dengan melakukan pengukuran langsung di
lapangan menggunakan panci evaporasi dan
lisimeter. Lisimeter adalah suatu metode
perhitungan evapotranspirasi yang mengikuti
konsep keseimbangan air (water balance).
Untuk lebih jelasnya skema dasar alat lisimeter
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Konsep Dasar Lisimeter
Sumber : FAO,1990
Metode tidak langsung
Dalam metode tidak langsung,
persamaan-persamaan empiris didapat dengan
menggunakan data-data klimatologi. Ada
beberapa pendekatan berupa metode empiris
yang digunakan untuk mengestimasi
evapotranspirasi, pendekatan ini mengabungkan
beberapa parameter cuaca untuk mendapatkan
nilai evapotranspirasi yang disesuaikan dengan
iklim dan keadaan cuaca setempat. Metode
empiris yang digunakan untuk mengestimasi
evapotranspirasi pada penelitian ini adalah
Metode Penman Modifikasi. Menurut KP 03
(2010) Persamaan Penman modifikasi
dirumuskan sebagai berikut:
ETo = c[W.Rn + (1-W).f (u).(ea-ed)]
Rn = Rns-Rn1
Rn = (1-α).Ra(0,25+0,5n/Nc)
Rn1 = f (t).f (ed).f (n/Nc)
f (u) = 0,27 (1+u/100)
ed = ed . RH/100
5. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
71 - Volume 3, No. 4, November 2014
di mana :
ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari);
c = faktor perkiraan kondisi musim;
W = faktor temperature;
W = Δ / (Δ + y);
Δ = slope saturation pressure;
1-W = y / (y + Δ);
Rn = radiasi;
f (u) = faktor kecepatan angin;
ea = tekanan uap jenuh (mbar);
ed = tekanan uap udara (mbar);
Rns = harga radiasi matahari;
Rn1 = radiasi gelombang panjang
Ra = radiasi matahari yang didasarkan letak
lintang;
N = lamanya penyinaran matahari rerata
yang mungkin terjadi;
f (T) = faktor yang tergantung pada
temperature;
f (ed) = faktor yang tergantung pada uap
jenuh;
f (n/N)= faktor yang tergantung pada jam
penyinaran matahari;
n = penyinaran matahari yang diperoleh
dari data terukur
(jam/hari);
U = kecepatan angin;
RH = kelembaban relative (%).
Penggunaan konsumtif
Menurut KP 03 (2010) penggunaan
konsumtif dihitung dengan rumus berikut :
ETc = Kc x ETo
dimana :
ETc = Evapotranspirasi tanaman, mm/hari,
ETo = Evapotranspirasi tanaman acuan,
mm/hari,
Kc = Koefisiensi tanaman.
Perkolasi
Menurut KP 03 (2010) perkolasi adalah
proses aliran dalam tanah secara vertikal akibat
gaya grafitasi. Perkolasi akan terjadi apabila
kapasitas lapang telah terlampaui.
Penggantian lapisan air (WLR)
WLR (Water Losses Requirment)
setinggi 50 mm dilakukan dua kali, yaitu satu
bulan setelah transplantasi dan dua bulan
setelah transplantasi. Pergantian lapisan air
dilakukan setelah proses pemupukan dilakukan.
Oleh karena itu jadwal penggantian air sangat
mempengaruhi oleh umur tanaman padi.
Penggantian lapisan air dapat diberikan selama
setengah bulan sebesar 3,3 mm/hari dan selama
satu bulan sebesar 1,7 mm/hari (Anonim 2,
1986 :165).
Curah hujan efektif
Curah hujan efektif adalah curah hujan
andalan yang jatuh disuatu daerah dan
digunakan tanaman untuk pertumbuhannya
(Triatmodjo, 2008 : 318). Menurut Anonim I
(1986 :10), Untuk tanaman padi besarnya curah
hujan efektif diperkirakan sebesar 70 % dari
curah hujan tengah bulanan dengan
probabilitas 80 %. Besarnya curah hujan efektif
untuk tanaman padi diambil 70 % dari curah
hujan minimum tengah bulanan dengan periode
ulang 5 tahun.
%70
15
)(%80
x
lansetengahbuR
Ref
6. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 72
I P Et
D1
D2
Δs
Dimana :
Reff = Curah hujan efektif (mm/hari);
R80 = Curah hujan yang memungkinkan
terpenuhi 80%
Kebutuhan air irigasi tanaman padi
kebutuhan air bersih disawah untuk
tanaman padi dapat dihitung dengan dua
rumus :
NFR = ETc + P – Ref + WLR
di mana :
NFR = Kebutuhan bersih air untuk padi
(mm/hari)
Ref = curah hujan efektif (mm/hari);
ETC = kebutuhan air konsumtif (mm/hari);
P = perkolasi (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari).
Konsep keseimbangan air
Pada lisimeter keandalan perhitungan
kebutuhan air tergantung pada dekatnya
peniruan alam sebenarnya. Dimana perubahan
dalam cadangan tanah (ΔS) hanya dapat diukur
dengan tipe lisimeter yang dapat ditimbang
seperti yang dijelaskan pada gambar 2.
Gambar 2. konsep keseimbangan air lisimeter
Berdasarkan gambar diatas nilai
keseimbangan air di dalam lisimeter dapat
dihitung dengan persamaan, gambar prinsip
nilai keseimbangan air dapat dilhat pada
gambar :
P + I = D + Et +ΔS
Et = P + I - D +ΔS
di mana :
P = Presipitasi,air yang berasal dari hujan
yang masuk kedalam lisimeter (ml).
I = Air yang dimasukkan atau disiramkan ke
dalam lysimeter (ml).
Et = Evapotranspirasi yang terjadi (mm/hari).
ΔS = Perubahan dalam cadangan karena
perubahan kandungan air tanah,
permukaan air tanah dan intersepsi (ml).
D = Drainase, jika drainase permukaan ada
maka diukur secara terpisah D1 + D2
Menurut bowles (1993), besarnya
kandungan air tanah dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
S = Ww = w x VT x γw
di mana :
S = Ww = berat air (gram)
W = Kadar air di dalam tanah (cm3
)
VT = Volume total tanah (%)
γw = Berat jenis air (gr/cm3
)
Pengukuran kadar air (w) dapat
dilakukan dengan beberapa metode. Metode
yang paling banyak digunakan dalam penentuan
kadar air tanah adalah dengan pengambilan
sampel tanah dan pengeringan. Kadar air di
dalam tanah dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan:
w = (berat basah)-(berat kering)/ berat kering x
7. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
73 - Volume 3, No. 4, November 2014
100%
METODE PENELITIAN
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data skunder. Data
primer merupakan data yang di peroleh dari
pengukuran langsung dilapangan dengan
menggunakan lisimeter, data yang dipeoleh
terdiri dari data evapotranspirasi, pemberian air
irigasi, hujan, perkolasi. Dari data ini nantinya
diperoleh data kebutuhan air irigasi (NFR).
Data Sekunder adalah data pembanding
yang diperoleh dari Badan Meteorolgi dan
Geofisika Blang bintang, Aceh Besar. Data
yang diperoleh dari data sekunder adalah data
klimatologi yang nantinya diperoleh data
Evapotranspirasi Potensial (ETo).
Pola Pemberian air metode konvensional
Pola Pemberian air metode SRI
Pola pemberian air dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Petak 1 ditanami padi per titik 3 bibit
berumur 20 hari dengan pemberian air
irigasi selama 95 hari dengan penggenangan
secara terus menerus setinggi 3 cm. petak ini
disebut dengan petak konvensional.
Pemupukan dilakukan tiga kali pada hari ke
-8, 25 dan 40 menggunakan pupuk kimia.
Sebelum pemupukan pemberian air
dihentikan. Pola pemberian air irigasi pada
petak ini disebut dengan penggenangan terus
menerus.
2. Petak 2 ditanami padi metode SRI organik
pada konsep dasarnya adalah pindah tanam
satu bibit perlubang dengan usia bibit padi
7-14 Hari Setelah Semai (HSS), Pemupukan
dilakukan tiga kali pada hari ke -7 sebelum
tananam, kemudian hari ke -25 dan 40
setelah tanam menggunakan pupuk kompos.
Pada masa vegetatif (pertumbuhan anakan)
umur 1-45 Hari Setelah Tanam (HST)
kondisi tanah macak-macak, kemudian pada
saat penyiangan tanaman digenangi lebih
kurang 2 cm untuk mengemburkan tanah
agar mudah dalam melakukan penyiangan,
penyiangan dilakukan sebanyak empat kali
dengan interval 10 hari, ketika umur padi
mencapai masa reproduktif (perkembang
biakan) umur 45 hari air dikeringkan selama
10 hari untuk menghambat pertumbuhan
anakan. Kemudian air diberikan kembali
secara macak-macak selama 20 hari untuk
masa pertumbuhan malai, pengisian bulir
hinggan bernas, seterusnya sawah di
keringkan hingga panen.
3. untuk padi konvensional dipakai WLR yang
dilakukan dilapangan yaitu jumlah
penggantian lapisan air selama satu bulan
8. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 74
dan dua bulan setelah tranplantasi dikurang
masa pengeringan pada saat pemberian
pupuk sedangkan untuk metode SRI tidak
digunakan WLR karena tidak terjadinnya
pergantian lapisan air disebabkan kondisi
penanaman SRI hanya membutuhkan tanah
yang macak-macak. Metode SRI
membutuhkan air pada saat penyiangan.
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu
bentuk diagram alir. Diagram alir dari
sistematika penelitian ini dapat ditunjukkan
pada Gambar 3 dibawah ini:
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
(Sumber: Olahan)
9. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
75 - Volume 3, No. 4, November 2014
HASIL PEMBAHASAN
hasil penelitian dan pembahasan yang
meliputi nilai evapotranspirasi tanaman acuan
(Eto) yang diperoleh dari data klimatologi yang
dikonversikan ke persamaan Penman
Modifikasi dan data evapotranspirasi (ETc) dari
lapangan yang diperoleh dari prinsip
keseimbangan air. Data curah hujan diperoleh
dari penakar hujan manual dan data dari Station
Klimatologi Geofisika Blangbintang sebagai
data pembanding. Untuk data perkolasi
diperoleh dari data yang diambil dilapangan.
Kebutuhan air irigasi metode SRI
Tabel 1. Kebutuhan air irigasi untuk metode
SRI
Periode
satu
musim
tanam
P
mm/hari
Re+PAI
mm/h
ETc
mm/h
NFR
mm/h
(1) (2) (3) (4) (5)
0 - 15 2,05 2,0 4,7 4,75
16 - 30 2,47 2,2 3,9 4,17
31 - 45 2,15 2,6 4,1 3,65
45 - 60 0,89 1,2 2,1 1,79
61 - 75 1,26 1,7 2,9 2,46
75 - 90 0,07 0,2 0,6 0,47
91 -
105
0 0 0,1 0,10
Kebutuhan air irigasi rata-rata 2,44
Kebutuhan air irigasi metode konvensional
Tabel 2. Kebutuhan air irigasi untuk metode
konvensional
Periode
satu
musim
tanam
P
mm/hari
Re+PAI
mm/h
ETc
mm/h
NFR
mm/h
(1) (2) (3) (4) (5)
0 - 15 2,72 2,6 4,2 4,32
16 - 30 2,79 2,6 3,4 3,59
31 - 45 3,21 2,6 3,1 3,71
45 - 60 3,29 3,0 4,0 4,29
61 - 75 3,01 2,7 4,0 4,31
75 - 90 3,04 2,9 4,1 4,24
91 -
105
2,26 1,8 1,6 2,06
Kebutuhan air irigasi rata-rata 3,79
Grafik 1. Perbandingan metode SRI dan
konvensional
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Cara pemberian air yang berbeda antara
metode konvensional dan SRI
mengakibatkan adanya perbedaan tinggi
genangan pada masing-masing metode.
2. Konsep imbangan air dengan menggunakan
lisimeter dapat digunakan sebagai dasar
perbandingan metode padi konvensional dan
padi metode SRI dengan melakukan
perbandingan air masukan dan keluaran.
3. Kebutuhan air irigasi dengan menggunakan
metode SRI lebih hemat air dibandingkan
metode konvensional. Nilai rata-rata
kebutuhan air irigasi metode SRI 2,44
mm/hari sedangkan metode konvensional
3,79 mm/hari, sehingga diperoleh hasil
metode SRI lebih hemat air 35 % dibanding
metode konvensional.
4. Hasil panen padi metode SRI (0,42 kg/m2
) >
hasil panen metode konvensional (0,3
kg/m2
)
Saran
Penelitian ini telah dilakukan di daerah
Ajuen, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten
10. Jurnal Teknik Sipil
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 3, No. 4, November 2014 - 76
Aceh Besar, dari hasil penelitian ini metode SRI
bisa diterapkan diwilayah Aceh Besar dan
sekitarnya. Untuk ketelitian lebih lanjut
diharapkan dapat dilanjutkan pada areal petak
sawah agar didapat kondisi lapangan yang
sebenarnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anonymous, 1990. Evapotranspiration. Food and
Agriculture Organization of The United
Nations. Rome.
Anonymous, 1990. Lysimeter Food and Agriculture
Organization of The United Nations. Rome.
Allen, et al., 1998. Crop Evapotranspiration,
Irrigation and Drainage paper No. 56 Food
dan Agriculture Organization of The United
Nations. Rome.
Bambang, T., 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Bowles, J.E., 1993. sifat-sifat fisis dan geoteknis
tanah (mekanika tanah. terjemahan
J.K.Hainim. Jakarta: Erlangga.
epetani.pertanian.go.id;”Budidaya padi dengan
pendekatan Teknologi SRI”
KP 01, 2010. Standar Perencanaan Irigasi,Kriteria
Perencanaan jaringan irigasi. Departemen
Pekerjaan Umum. Direktorat Sumber Daya
Air.
KP 03, 2010. Standar Perencanaan Irigasi,Kriteria
Perencanaan Bagian Saluran. Departemen
Pekerjaan Umum. Direktorat Sumber Daya
Air.
Mutakin, J., 2005. Budidaya dan keunggulan padi
organik metode SRI.
Nurrochmad, F., 2007. kajian pola hemat pemberian
air irigasi. Forum Teknik Sipil. No. XVII/2-
Mei.
Seyhan, E., 1990. Dasar-Dasar Hidrologi,
Terjemahan Sentot Subagyo. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.