Dokumen tersebut membahas tentang senyuman Nabi Muhammad SAW yang mampu meluluhkan hati siapa saja. Nabi Muhammad SAW senantiasa tersenyum dalam berbagai kesempatan, baik ketika marah, memberi hukuman, maupun saat meninggal dunia. Senyuman bagi Nabi Muhammad SAW merupakan sarana dakwah yang efektif dan memiliki pengaruh psikologis yang besar terhadap orang lain. Dokumen ini juga menyoroti pentingnya senyuman
1. Rahasia Senyum Nabi Muhammad SAW
Ketika anda membuka lembaran sirah kehidupan Nabi Muhammad SAW, anda tidak akan pernah berhenti
kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau. Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan
selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu
setiap orang dalam setiap kesempatan.
Sarana paling besar yang dilakukan beliau dalam dakwah dan perilaku beliau adalah gerakan yang tidak
membutuhkan biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir untuk selanjutnya
masuk ke relung kalbu yang sangat dalam.
Jangan anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran, menghilangkan kesedihan,
membersihkan jiwa, menghancurkan tembok penghalang diantara anak manusia. Itulah ketulusan yang
mengalir dari dua bibir yang bersih, itulah senyuman.
Itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman AS, ketika ia berkata kepada seekor
semut,
“Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa : “Ya Tuhanku
berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku dengan
rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (Q.S. An Naml : 19)
Senyuman itulah yang senantiasa keluar dari bibir mulia beliau dalam setiap perilakunya. Beliau tersenyum
ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis
peradilan sekalipun.
Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah SAW
tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”
Suatu ketika beliau didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik
selendang beliau sehingga leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, “Wahai
Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari baitul maal, beliau menoleh kepadanya seraya
tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.”
Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam
perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.
2. Ka’ab r.a. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka :
“Saya mendatangi beliau ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang
marah. Kemudian beliau berkata, “Kemari”. Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”
Suatu ketika beliau melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang membicarakan
masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.
Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau. Anas bin Malik
berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di
hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh beliau yang
membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau
tersenyum kepada mereka.”
Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-sahabatnya, istri-istrinya dan setiap
orang yang berjumpa dengannya.
Menyentuh hati
Nabi Muhammad SAW telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu “menyihir” hati
dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap
keras hati dengan senyuman. Dan beliau mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri
dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda, “Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah”, At Tirmidzi dalam sahihnya.
Meskipun sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk beliau dan praktek beliau langsung ini, namun anda
masih banyak melihat sebagian manusia masih berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah
tangganya dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari ketulusan hatinya.
Anda merasakan bahwa sebagian manusia karena bersikap cemberut dan muka masam, mengira bahwa
giginya bagian dari aurat yang harus ditutupi. Dimana mereka di depan petunjuk nabi yang agung ini? Sungguh
jauh mereka dari contoh Nabi Muhammad SAW.
Ya, kadang anda melewati jam-jam anda dengan dirundung duka, atau disibukkan beragam pekerjaan, akan
tetapi anda selalu bermuka masam, cemberut dan menahan senyuman yang merupakan sedekah, maka demi
Allah, ini adalah perilaku keras hati, yang semestinya tidak terjadi. Wal iyadzubillah.
Pengaruh senyum
Sebagian manusia ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh psikologis terhadap
orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat
akan hal itu. Namun, seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata ibadah,
bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh Nabi Muhammad SAW yang disunnahkan dan bernilai
ibadah.
Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar pengaruhnya.
Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, “Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan Mempengaruhi
Manusia” menceritakan :
“Wajah merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang ceria, penuh senyuman
alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum
lebih berharga dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih menarik dari lipstik dan
bedak yang menempel di wajah seorang wanita. Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”
3. Ia melanjutkan, “Saya minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum kepada orang tertentu sekali setiap
pekannya. Salah seorang mahasiswa datang bertemu dengan pedagang, ia berkata kepadanya, “Saya pilih
tersenyum kepada istriku, ia tidak tau sama sekali perihal ini. Hasilnya adalah saya menemukan kebahagiaan
baru yang sebelumnya tidak saya rasakan sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian menjadikan saya
senang tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang membalas penghormatan kepada saya dan
bersegera melaksanakan khidmat - pelayanan - kepada saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria dan
lebih mudah.”
Kegembiraan meluap ketika Carnegie menambahkan, “Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya
sedikitpun, bahkan membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang memberinya,
justru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya. Senyum juga tidak memerlukan waktu yang
bertele-tele, namun membekas kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang tidak
memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak membutuhkannya.”
Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan penyadaran petunjuk nabi yang mulia ini kepada umat.
Dengan niat taqarrub ilallah - pendekatan diri kepada Allah SWT - lewat senyuman, dimulai dari diri kita,
rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi
sedikitpun. Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan senyuman, menahan sedekah
ini, dengan selalu bermuka masam dan cemberut dalam kehidupan.
Pengalaman membuktikan bahwa dampak positif dan efektif dari senyuman, yaitu senyuman menjadi
pendahuluan ketika hendak meluruskan orang yang keliru, dan menjadi muqaddimah ketika mengingkari yang
munkar.
Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan kecuali dirinya sendiri. Bermuka masam berarti
mengharamkan menikmati dunia ini. Dan bagi siapa saja yang mau menebar senyum, selamanya ia akan
senang dan gembira. Allahu a’lam.