Pati merupakan komponen utama dalam pemanfaatan ubikayu sebagai bahan pangan maupun
bahan baku industri. Oleh karena itu, kadar pati tinggi merupakan karakter penting dalam
pembentukan varietas ubikayu, di samping potensi hasil, kadar HCN dan rasa enak.
1. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 547
POTENSI HASIL KLON HARAPAN UBIKAYU
PADA TIGA UMUR PANEN BERBEDA
Sutrisno dan Titik Sundari
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan ubi-ubian
JL. Raya Kendalpayak, KM 8, Kotak Pos 66 Malang, Telp. 0341-801468
Email : sutrisnoharun81@yahoo.com
ABSTRAK
Hasil ubikayu dipengaruhi oleh faktor genotipe tanaman, diantaranya umur panen. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi hasil beberapa klon harapan ubikayu pada tiga umur panen
berbeda. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Jambegede, Malang, pada bulan September
2007 hingga Agustus 2008. Perlakuan terdiri dari enam klon dan dua varietas ubikayu (CMM
02048-6, CMM 97007-145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan
Adira-1) yang dipanen pada umur 7, 9, dan 11 bulan setelah tanam (BST). Petak percobaan
berukuran 5 m x 4 m dengan jarak tanam 100 cm x 80 cm. Perlakuan disusun menggunakan
rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanaman
berumur 1 BST dengan dosis Urea 100 kg + SP 36 100 kg + KCl 50 kg/ha dan pemupukan kedua
pada umur 3 BST dengan dosis Urea 100 kg + KCl 50 kg /ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil klon-klon ubikayu berbeda menurut waktu panen, yang dapat dilihat dari bobot umbi segar,
diameter umbi, dan kandungan pati. Hasil umbi tertinggi diperoleh pada umur panen 11 bulan.
Hasil umbi tertinggi dihasilkan oleh klon MLG 10312 sedangkan hasil pati tertinggi dari CMM
97001-12 dan Malang-1.
Kata kunci: klon ubikayu, hasil umbi, kadar pati, umur panen
ABSTRACT
The yield potential of cassava clones at three different harvesting times. The yield of
cassava is influenced by plant genotype, where one factor is harvesting time. This
experiment aimed to determine tuber yield of cassava clones at three harvesting period.
The experiment was conducted at Jambegede Experimental Farm in Malang from
September 2007 to August 2008. A randomized complete block design with two factors
and three replicates was applied. Factor I was six cassava clones and two cassava varieties,
factor II was three harvesting time (7, 9 and 11 months). Each treatment combination was
grown in a 5.0 m x 4.0 m plot, with 100 cm x 80 cm plant spacing. First fertilization was
done at 1 month after planting (MAP) by applying 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 50 kg
KCl ha-1
and the second fertilization (100 kg Urea + 50 kg KCl ha-1
) was done at 3 MAP.
The result showed that tuber yields of cassava clones were different following the harvest-
ing time based on fresh tuber weight, tuber diameter, and starch content. The highest tuber
yield was obtained when the plants were harvested at 11 MAP. The highest tuber yield was
obtained by MLG 10312, and the highest starch content was obtained by CMM 97001-12
and Malang-1 variety.
Key words: cassava clone, tuber yield, starch content, and harvesting time.
PENDAHULUAN
Ubikayu merupakan tanaman pangan yang potensial sebagai bahan baku industri,
bioethanol, pati, tepung mocaf, dan pakan ternak (Suyamto dan Wargiono 2007). Untuk
memenuhi kebutuhan ubikayu secara terus-menerus antara lain perlu dilakukan pemilihan
2. Sutrisno dan Sundari: Hasil Klon Harapan Ubikayu Pada Tiga Umur Panen Berbeda 548
varietas yang memiliki umur panen optimal. Umur panen optimal adalah umur panen
yang dapat memberikan hasil umbi dan kadar pati yang tinggi (Sundari dan Ginting
2008).
Menurut Alves (2002), tanaman ubikayu umumnya melengkapi siklus hidupnya pada
umur 12 bulan. Proses pengisian umbi terjadi pada umur 6 hingga 10 bulan. Pada umur
10–12 bulan hampir semua daun mulai rontok dan pertumbuhan tunas vegetatif mulai
berhenti. Meskipun demikian, laju perpindahan hasil fotosintat ke umbi masih terus ber-
langsung. Setelah itu tanaman memasuki pertumbuhan vegetatif periode baru, dan
akumulasi fotosintat pada umbi terhenti (El-Sharkawy 2004). Hasil penelitian Safo (1996)
menunjukkan bahwa kadar pati maksimal diperoleh pada umur panen 11 bulan. Bebe-
rapa klon ubikayu yang dipanen lebih dari umur 12 bulan umumnya mengalami
penurunan kadar pati (Apea-Bah et al. 2011).
Beberapa varietas ubikayu yang dilepas di Indonesia memiliki umur 7–12 bulan
(Suhartina 2005). Hasil penelitian Sholihin (2008) menunjukkan bahwa hasil pati dari
ubikayu berumur 9 bulan lebih tinggi daripada umur 6 bulan. Sundari dan Ginting (2008)
juga menyatakan bahwa hasil umbi dan pati dari ubikayu berumur 8 bulan lebih tinggi
daripada umur 6 dan 7 bulan. Hasil penelitian di Natar Lampung Selatan menunjukkan
bahwa kadar pati ubikayu tertinggi diperoleh pada umur 10 bulan (Nugrahaeni et al.
2008). Pada penelitian lain terdapat klon yang memberikan hasil umbi maksimal pada
umur 6 bulan dan yang lain pada umur 12 bulan atau di antara rentang umur 6–12 bulan
(Santisopasri et al. 2001). Secara umum, umur panen ubikayu dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu genjah (dipanen pada umur 7–8 bulan), umur sedang (dipanen pada
umur 8–10 bulan), dan umur dalam (dipanen pada umur lebih dari 10 bulan).
Adira-1 dan Malang-1 merupakan varietas unggul ubikayu yang dilepas pada tahun
1978 dan 1992, memiliki umur panen optimal berturut-turut 7–10 bulan dan 9–10 bulan.
CMM 02048-6, CMM 97007-145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, dan CMM
97001-12 merupakan klon harapan ubikayu yang memiliki potensi untuk dilepas menjadi
varietas unggul baru berumur genjah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur
panen optimal klon-klon harapan ubikayu.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Jambegede, Malang, Jawa Timur, pada
bulan September 2007 hingga Agustus 2008. Perlakuan disusun berdasarkan rancangan
acak kelompok faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah umur panen ( 7, 9, dan 11
bulan) dan faktor kedua adalah delapan genotipe ubikayu (CMM 02048-6, CMM 97007-
145, MLG 10312, MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan Adira-1).
Setiap genotipe ditanam pada petak berukuran 5 m x 4 m, jarak tanam 100 cm x 80 cm.
Pemupukan dilakukan dua tahap. Tahap pertama pada umur 1 bulan setelah tanam
(BST) dengan dosis 100 kg Urea + 100 kg SP36 + 50 kg KCl /ha. Pemupukan kedua
dilakukan pada umur 3 BST dengan dosis 100 kg Urea + 50 kg KCl /ha. Penyiangan
dilakukan secara manual pada saat tanaman berumur 1 dan 3 BST. Pembenahan guludan
bersamaan dengan pemupukan kedua dan pengurangan cabang tanaman (mewiwil) pada
umur 2 BST. Pengairan dilakukan satu bulan sekali.
Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, bobot umbi segar, jumlah umbi besar,
jumlah umbi kecil, panjang umbi, diameter umbi, dan kadar pati umbi. Pengamatan kadar
pati menggunakan metode gravimetri kadar pati (%) = (112,1 x SG) – 106,4; dimana SG
(specific gravity) = bobot umbi di udara/ (bobot umbi di udara – bobot umbi di air). Hasil
3. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 549
pati per hektar diperoleh dari hasil umbi per hektar dikalikan dengan kadar pati. Data
dianalisis menggunakan metode anova. Pemisahan nilai tengah dilakukan berdasarkan uji
BNJ pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa interaksi antara klon dengan umur
panen berpengaruh nyata terhadap bobot umbi segar, diameter umbi, kadar pati, dan
hasil pati, tetapi tidak mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi
kecil, jumlah umbi total, dan panjang umbi (Tabel 1). Perbedaan tinggi tanaman, jumlah
umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan panjang umbi dipengaruhi oleh
umur panen dan klon secara terpisah.
Tabel 1. Analisis ragam komponen hasil dan hasil ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur
panen (April, Juni, dan Agustus 2008)
Kuadrat nilai tengah
Variabel
Umur panen Klon Umur panen x klon
Tinggi tanaman 12927,93* 9270,55* 578,14ns
Jumlah umbi besar 175,758* 27,85* 21,29 ns
Jumlah umbi kecil 17,36* 2,60* 0,86 ns
Jumlah umbi total 43,18* 7,37* 1,95 ns
Panjang umbi 89,03ns
144,83* 55,86 ns
Diameter umbi 26,38* 3,38* 1,79*
Bobot umbi segar 61,66* 7,76* 2,20*
Kadar pati 63,31* 1,70* 1,25*
Bobot umbi (t/ha) 4721,21* 593,80* 168,78*
Hasil pati (t/ha) 82,16* 16,98* 4,17*
Tinggi tanaman semakin meningkat dengan bertambahnya umur panen (Tabel 2). Laju
pertambahan tinggi tanaman berbeda pada setiap periode, pada umur 9 bulan meningkat
18% dibandingkan dengan umur panen 7 bulan, sedangkan pada umur 11 bulan hanya
meningkat 2% dibanding umur 9 bulan. Laju pertambahan tanaman menurun dengan
meningkatnya umur tanaman. Hal ini karena hasil fotosintat lebih diarahkan pada proses
pengisian umbi atau pertumbuhan generatif daripada pertumbuhan vegetatif tanaman
(Alves 2002), yang dapat dilihat pada jumlah umbi besar dan jumlah umbi total yang
semakin banyak, sedangkan jumlah umbi kecil semakin sedikit hingga umur 11 bulan
(Tabel 2 ).
4. Sutrisno dan Sundari: Hasil Klon Harapan Ubikayu Pada Tiga Umur Panen Berbeda 550
Tabel 2. Tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan panjang
umbi tanaman ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen (April, Juni, Agustus
2008)
Umur panen
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah umbi
besar/tan
(buah)*
Jumlah umbi
kecil/tan (buah)*
Jumlah umbi
total/tan
(buah)
Panjang
umbi
(cm)
7 Bulan 205 b 3,34 c 3,66 a 7,10 b 35,71 a
9 Bulan 242 a 4,09 b 2,39 b 6,57 c 32,07 a
11 Bulan 248 a 6,87 a 1,97 b 9,11 a 34,98 a
BNJ 5% 13,41 0,74 0,63 0,88 4,30
KK 8,23 9,89 17,45 16,53 17,87
*: transformasi x , KK : koefisien keragaman
Laju pertambahan jumlah umbi besar meningkat dengan bertambahnya umur panen.
Pada umur 9 bulan, laju pertambahan umbi besar meningkat 22% dibandingkan dengan
umur 7 bulan dan pada umur 11 bulan meningkat 68% dibandingkan dengan umur 9
bulan. Jumlah umbi kecil pada umur 9 bulan menurun 34% dibanding umur 7 bulan dan
pada umur 11 bulan menurun 17% dibandingkan dengan umur 9 bulan. Jumlah umbi
total pada umur 11 bulan meningkat 28% dibandingkan dengan umur 7 bulan.
Meningkatnya laju pertambahan jumlah umbi total, jumlah umbi besar, dan berkurangnya
jumlah umbi kecil pada umur 9–11 bulan menunjukkan bahwa pada periode tersebut
pertumbuhan tanaman lebih mengarahkan pada pengisian atau pembesaran umbi.
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil, jumlah umbi total, dan
panjang umbi pada delapan varietas ubikayu di KP Jambegede pada tiga umur panen
(April, Juni, Agustus 2008)
Klon/Varietas
Tinggi
tanaman (cm)
Jumlah umbi
besar/tan (umbi)*
Jumlah umbi
kecil/tan
(umbi)*
Jumlah umbi
total/tan
(umbi)
Panjang
umbi
(cm)
CMM 02048-6 170 c 4,06 b 2,30 ab 6,52 b 26,59 b
CMM 97007-145 243 b 5,18 ab 2,40 ab 7,85 ab 34,80 ab
MLG 10312 287 a 5,78 a 3,21 a 9,33 a 34,38 ab
MLG 10316 234 b 4,34 b 1,90 b 6,44 b 38,72 a
OMM 9076 220 b 4,79 ab 2,51 ab 7,56 ab 31,73 ab
CMM 97001-12 238 b 5,07 ab 2,44 ab 7,93 ab 38,41 a
Malang-1 239 b 3,99 b 3,42 a 7,70 ab 32,51 ab
Adira-1 226 b 4,15 b 2,98 ab 7,41 b 36,89 a
BNJ 5% 29 1,59 1,34 1,89 9,22
K K 8,23 9,89 17,45 16,53 17,87
*: transformasi x , KK: Koefisien keragaman
Setiap klon/varietas memiliki tinggi tanaman, jumlah umbi besar, jumlah umbi kecil,
jumlah umbi total, dan panjang umbi yang berbeda (Tabel 3). Klon MLG 10312 memiliki
postur tanaman yang lebih tinggi, menghasilkan umbi besar, umbi kecil, dan jumlah umbi
5. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 551
total terbanyak. Sebaliknya klon CMM 02048-6 paling pendek dengan jumlah umbi besar
dan umbi total paling sedikit. Tinggi tanaman berkorelasi dengan jumlah umbi besar
(r=0,411**), jumlah umbi total (r = 0,330**), tetapi tidak berkorelasi dengan jumlah
umbi kecil, panjang umbi, dan kadar pati (Tabel 4).
Tabel 4. Nilai koefisien korelasi antarkomponen hasil dan hasil ubikayu .
TT BUB JUB JUK JUT PU DU
BUB 0,396**
0,001
JUB 0,411**
0,000
0,737**
0,000
JUK -0,179
0,132
-0,358**
0,002
-0,427**
0,000
JUT 0,330**
0,005
0,569**
0,000
0,810**
0,000
0,184
0,122
PU 0,146
0,221
0,232**
0,050
0,277*
0,018
-0,079
0,510
0,250*
0,034
DU 0,270*
0,022
0,796**
0,000
0,536**
0,000
-0,379**
0,001
0,336**
0,004
0,082
0,495
KP -0,197
0,097
-0,473**
0,000
-0,541**
0,000
0,108
0,367
-0,518**
0,000
-0,166
0,164
-0,356**
0,002
TT) tinggi tanaman, BUB) bobot umbi basah, JUB) jumlah umbi besar, JUK) jumlah umbi kecil, JUT) jumlah umbi total, PU)
panjang umbi, DU) diameter umbi, KP) kadar pati.
Klon yang berinteraksi dengan umur panen menentukan bobot umbi segar, dengan
demikian klon/varietas yang diuji memiliki umur panen optimal yang berbeda (Tabel 5).
Klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 menghasilkan bobot umbi segar
yang tidak berbeda nyata pada saat dipanen umur 7, 9 dan 11 bulan. Hal ini menun-
jukkan bahwa klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 sebaiknya dipanen
lebih awal karena penambahan umur panen tidak nyata meningkatkan bobot umbi.
Sebaliknya, klon CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM 97001-12, dan
Malang-1 mengalami peningkatan hasil yang nyata dengan penambahan umur panen. Hal
ini menunjukkan klon/varietas CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM
97001-12, dan Malang-1 lebih baik dipanen lebih lambat agar diperoleh hasil maksimal.
Klon/varietas yang nyata mengalami peningkatan bobot umbi segar sebaiknya dipanen
pada umur 11 bulan karena peningkatan hasil terjadi pada umur tersebut, sedangkan bila
dipanen pada umur 7 dan 9 bulan belum nyata meningkatkan hasil. Klon MLG 10312
memiliki bobot umbi tertinggi pada setiap umur panen dan meningkat nyata pada umur
11 bulan, sedangkan Adira-1 konsisten menghasilkan bobot umbi terendah pada setiap
umur panen. Klon yang memiliki bobot umbi terbaik setelah MLG 10312 adalah Malang-1
dan CMM 97001-12 (Tabel 5).
6. Sutrisno dan Sundari: Hasil Klon Harapan Ubikayu Pada Tiga Umur Panen Berbeda 552
Tabel 5. Pengaruh interaksi umur panen dan genotipe ubikayu terhadap bobot umbi segar dan hasil pati.
Bobot umbi segar/tanaman Hasil pati per tanaman (kg)
Perlakuan
7 9 11 7 9 11
CMM 02048-6 3,39 cd 3,45 cd 5,18 bc 0,63 defg 0,67 defg 0,80 bcd
CMM 97007-145 2,12 d 2,55 d 5,19 bc 0,38 fg 0,46 defg 0,77 cde
MLG 10312 3,69 cd 4,10 cd 7,89 a 0,63 defg 0,76 cde 1,14 ab
MLG 10316 2,78 d 2,93 cd 3,85 cd 0,47 defg 0,53 defg 0,60 defg
OMM 9076 2,11 d 3,19 cd 6,49 ab 0,37 fg 0,61 defg 1,02 abc
CMM 97001-12 3,25 cd 3,56 cd 7,15 ab 0,55 defg 0,71 cdef 1,17 a
Malang-1 2,52 d 3,55 cd 7,23 ab 0,42 efg 0,68 cdef 1,17 a
Adira-1 1,92 d 2,33 d 2,68 d 0,32 g 0,42 efg 0,42 efg
BNJ 5% 2,35 0,37
KK 19,6 8,46
Angka sejajar yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ 5%
Klon yang berinteraksi dengan umur panen menentukan kadar pati, dengan demikian
klon/varietas yang diuji memiliki umur panen optimal yang berbeda dalam menghasilkan
kadar pati maksimal (Tabel 6). Beberapa klon/varietas mengalami peningkatan kadar pati
dengan bertambahnya umur panen hingga 9 bulan kemudian turun kembali pada umur
11 bulan. Klon/varietas yang lain mengalami penurunan kadar pati dengan bertambahnya
umur panen. Klon CMM 02048-6, CMM 97007-145, dan MLG 10312 tidak mengalami
peningkatan kadar pati pada umur 9 bulan tetapi kadar patinya menurun pada umur 11
bulan. Klon MLG 10316, OMM 9076, CMM 97001-12, Malang-1, dan Adira-1 juga
mengalami peningkatan kadar pati pada umur 9 bulan dan menurun pada umur 11 bulan.
Pada umur 7 bulan, klon yang memiliki kadar pati paling tinggi adalah CMM 02048-6,
sedangkan pada umur 9 dan 11 bulan kadar pati paling tinggi dicapai oleh CMM 97001-
12. Penundaan panen hingga umur 11 bulan menurunkan kadar pati (Tabel 6). Penuru-
nan kadar pati dapat terjadi karena kandungan air dalam umbi meningkat (Sundari et al.
2010). Menurut Antarlina (1991), menurunnya kadar pati dapat disebabkan oleh hasil
fotosintesis berupa glukosa belum diubah menjadi pati, atau pati telah dirombak
membentuk serat atau diubah kembali menjadi glukosa yang akan digunakan tanaman
untuk tumbuh pada fase berikutnya.
Menurunnya kadar pati pada umur panen 11 bulan tidak berarti hasil pati juga menu-
run. Jika bobot umbi basah dikonversi ke kadar pati maka hasil pati tetap meningkat
seiring dengan meningkatnya bobot umbi segar. Klon CMM 02048-6, MLG 10316, dan
varietas Adira-1 tidak mengalami peningkatan hasil pati yang nyata pada setiap perbedaan
umur panen. Klon CMM 97007-145, MLG 10312, OMM 9076, CMM 97001-12, dan
Malang-1 nyata mengalami peningkatan hasil pati pada perbedaan umur panen. Hasil pati
tertinggi pada umur 11 bulan berturut-turut dicapai oleh CMM 97001-12, Malang-1, dan
MLG 10312 (Tabel 6).
7. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2012 553
Tabel 6. Pengaruh interaksi antara umur panen dan genotipe pada diameter umbi dan kadar pati
Diameter umbi Kadar pati (%)Perlakuan
7 9 11 7 9 11
CMM 02048-6
4,87 cdef 4,73 cdef 6,55 abcde 18,62 abcd 19,40 ab 15,38 hi
CMM 97007-145
3,88 f 4,43 def 5,27 abcdef 18,00 abcde 18,16 abcdef 14,72 i
MLG 10312
4,07 f 5,50 abcdef 7,49 ab 17,25 cdefgh 18,32 abcde 14,50 i
MLG 10316
4,41 def 4,66 cdef 5,24 bcdef 17,01 defgh 18,31 abcde 15,45 hi
OMM 9076
4,28 ef 4,95 cdef 7,60 a 17,62 bcdefg 19,16 abc 15,82 ghi
CMM 97001-12
3,98 f 4,13 f 7,04 abc 16,79 defgh 19,79 a 16,50 efghi
Malang-1
3,91 f 4,83 cdef 6,77 abcd 16,86 defgh 19,16 abc 16,26 fghi
Adira-1
3,94 f 4,12 f 3,48 f 16,64 defghi 18,00 abcde 15,74 ghi
BNJ 5%
2,42 2,13
KK
15,62 3,99
Angka sejajar yang dikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ 5%
KESIMPULAN
Hasil ubikayu dipengaruhi oleh umur panen dan genotipe secara bersamaan. Klon
CMM 02048-6, MLG 10316, dan varietas Adira-1 tidak nyata mengalami peningkatkan
bobot umbi dengan penambahan umur panen sehingga sebaiknya dipanen lebih awal.
Klon CMM 97007-145, MLG 10312, OMM979076, CMM 97001-12, dan Malang-1 nyata
mengalami peningkatkan bobot umbi dengan penambahan umur panen sehingga
sebaiknya dipanen lebih lambat. Berdasarkan kriteria hasil umbi dan hasil pati, klon ter-
baik pada tiga umur panen adalah MLG 10312.
DAFTAR PUSTAKA
Alves A.A.C. (2002) Cassava Botany and Physiology, Cassava, Biology, Production And Utilization,
Bahia, Brazil. pp. 67−88.
Antarlina S.S. (1991) Pengaruh umur panen dan klon terhadaap beberapa sifat sensoris, fisis, dan
kimia tepung ubijalar, Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. pp. 100.
Apea-Bah F.B., I. Oduro, W.O. Ellis, O. Safo-Kantanka. (2011) Factor analysis and age at harvest
effect on the quality of flour from four cassava varieties. World Journal of Dairy & Food Science
6.
El-Sharkawy, Mabrouk A. (2004). Cassava biology and physiology. CIAT. Kluwer Academic
Publisher. Colombia. Pp.481−501.
Nugrahaeni N., T. Sundari, Subandi, Marwoto d. (2008) Inovasi teknologi mendukung pengem-
bangan tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian, dalam) N. Saleh, et al. (Eds.), Propek
pengembangan agroindustri berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta, Jawa Tengah. pp. 19−47.
Safo-Kantanka O., M. Osei-Minta. (1996) Effect of cultivar and age at harvest on the dry matter,
starch gelatinization properties and the cooking quality of cassava. Ghana J Agric Sci 28-29.
Santisopasri V., K. Kurotjanawong, S. Chotineeranat, K. Piyachomkwan, K. Sriroth, C.G. Oates.
(2001) Impact of water stress on yield and quality of cassava starch. Industrial Crops and
Products 13.
Sholihin. (2008) Keragaan klon-klon harapan ubi kayu untuk bahan baku industri bioethanol di pati
jawa tengah, dalam: N. Saleh, et al. (Eds.), Prospek pengembangan agroindustri berbasis
8. Sutrisno dan Sundari: Hasil Klon Harapan Ubikayu Pada Tiga Umur Panen Berbeda 554
kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah. pp.
341−347.
Suhartina. (2005) Deskripsi varietas unggul kacang-kacangan dan umbi-umbian, Balai Penelitian
Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang.
Sundari T., E. Ginting. (2008) Kesesuaian varietas unggul dan klon-klon harapan ubi kayu untuk
bahan baku bioethanol, dalam: N. Saleh, et al. (Eds.), Prospek pengembangan agroindustri
berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian di Jawa Tengah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Jawa Tengah. pp. 334−340.
Sundari T., K. Noerwijati, I.J. Mejaya (2010) Hubungan antara komponen hasil dan hasil umbi klon
harapan ubi kayu. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29:62.
Suyamto, J. Wargiono. (2007) Potensi , hambatan, dan peluang pengembangan ubi kayu untuk
industi bioethanol, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.