SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
KATAPENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Demokrasi Modern dan
Demokrasi Menurut Perspektif Bung Hatta” . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Pemikiran Bung Hatta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.Sehingga,
makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Padang, Juni 2013
Admizar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika ada pemimpin Indonesia yang hampir sempurna dalam karakter dan
integritas pribadi, maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang paling menonjol.
Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya yang prima dan
anggun banyak diakui kawan dan lawan. Dalam suasana sengketa politik dengan Bung Karno,
komunikasi persaudaraan antara keduanya tidak pernah putus, walaupun watak keras Hatta
dalam politik tersebut sempat mengecewakan generasi muda karena kegagalannya dalam
membujuk Hatta agar jangan meninggalkan kursi wakil presiden.
Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi Mohammad Hatta, merupakan
sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya karena keteguhan iman dan optimismenya akan
tercapainya cita-cita Indonesia merdeka. Dalam pada itu beliau mempunyai keyakinan bahwa
Perang Pasifik akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Hatta tidak percaya bahwa
Jepang akan menang dengan Amerika/Sekutu yang mempunyai productie-potential begitu hebat.
Tetapi berhubung dengan keuntungan permulaan yang diperoleh Jepang, perang tidak akan bisa
selesai dalam tiga tahun. Masa perang itu bagi Hatta harus dipergunakan untuk mempersiapkan
tenaga perjuangan rakyat, yang nantinya sanggup memikul kemerdekaan apabila Jepang sudah
kalah.Kalau tidak bisa dielakkan maka kerjasama dengan pemerintah militer Jepang itu, menurut
pertimbangan Hatta, bisa berarti untuk meringankan banyak sedikitnya penderitan yang
ditimpakan pemerintah militer Jepang kepada bangsa Indonesia. Selama pendudukan Jepang,
Hatta jarang berbicara di depan umum, kalaupun berbicara lebih sering sekedar memberikan obat
pelipur lara dalam jiwa rakyat yang sedang tertekan.
Ketika Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, maka meletuslah amarah orang-orang
Indonesia terhadap Jepang, dan timbulah dorongan aktif untuk merebut kekuasaan dari Jepang.
Pandangan Hatta yang jauh ke depan mengatakan pendiriannya bahwa Jepang yang kalah tidak
menjadi soal lagi. Soal yang paling penting adalah menghadapi tentara Sekutu yang akan
mengembalikan kekuasaan Pemerintah Belanda di Indonesia. Oleh sebab itulah Hatta menyusun
siasat antara perang dan damai untuk mencapai pengakuan Indonesia merdeka.Kemudian Hatta
memilih damai. Akan tetapi seperti seringkali diucapkannya “kita cinta perdamaian, akan tetapi
lebih cinta kepada kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno
dan Mohammad Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Semenjak itu Hatta berperan
aktif memimpin negara RI sebagai wakil presiden., dan dalam keadaan yang sangat sulit Hatta
harus merangkap sebagai Perdana Menteri tahun 1948-1949. Politik yang diperjuangkannya
akhirnya mencapai tujuan dengan diakuinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang terdiri atas
bekas wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1950.Pada waktu
Republik Indonesia Serikat berdiri, Hatta yang menjadi Perdana Menteri pertama dan
terakhir.Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk sesuai amanat proklamasi, Hatta
terpilih sebagai wakil presiden oleh parlemen. Beranjak dari kenyataan di atas, tulisan ini
bertujuan menganalisis pemikiran Hatta tentang
Demokrasi.
B. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah tentang Kepribadian Bung Hatta ini ialah:
1. Siapakah Bung Hatta itu ?
2. Kehidupan Bung Hatta?
3. Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta?
4. Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta?
5. Apakah Demokrasi menurut Bung Hatta.?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bung Hatta
Mohammad Hatta lahir dari keluarga pedagang di Batuhampar, kenagarian yang terletak di
antara Payakumbuh dan Bukittinggi.Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada 12
Agustus1902 dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Namanya, Athar berasal dari
bahasa Arab, yang berarti "harum".Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada
tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat
melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal
sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang
Padri.Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang.Beberapa orang mamaknya adalah
pengusaha besar di Jakarta.
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya
menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering
berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan
Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah
perempuan.
Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya
sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad
Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder,
Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan
di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia
pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986.
B. Kehidupan Bung Hatta
1. Berprinsip Teguh
Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip
yang diyakininya. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat
membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status
Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan
tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang
memihak pada golongan tertentu saja.
Keteguhan Pak Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan
pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa.Ketika beliau berseberangan prinsip dengan
pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna
mempertahankan kesatuan bangsa.
2. Berjuang Tanpa Kekerasan
Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan.
Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari
pada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi,
melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk
memperjuangkan nasib bangsa.Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat
Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan.Walaupun Bung Hatta
tidak setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang
tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui.
Misalnya saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-
hal yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang.Tapi
bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing.Beliau memiliki banyak teman
bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin, etos kerja positif)
yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Sikap ini menyebabkan Bung Hatta
dihormati oleh semua orang: kawan atau pun lawan.
3. BerusahaSebaik Mungkin
Bung Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, misalnya dengan
bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya dilakukan dengan sepenuh hati, dan direncanakannya dengan
sebaik mungkin agar memperoleh hasil yang maksimal.
Semua pidato dan kata-kata beliau untuk publik pun disiapkan secara
profesional.Keputusan-keputusan diambil setelah sebelumnya dipikirkan dengan saksama
dan didukung dengan data dan informasi yang cukup.Beliau tidak menginginkan
terjadinya kegagalan yang disebabkan kecerobohan atau pun karena kurang persiapan.
4. Berkarya Nyata
Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental
beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi
pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil
mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk
memperluas usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan.
Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah
jauh lebih maju, yaitu dengan memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk
menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak
masih belajar di negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel
dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di
Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Pak Hatta.
Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan
kualitas pribadi beliau yang positif. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia,
bersamaan dengan 100 tahun kelahiran tokoh proklamator kita ini, sudah selayaknyalah
kita teladani sisi positif kualitas kepemimpinan beliau yang berpegang teguh pada
prinsip, berjuang tanpa kekerasan, berusaha melakukan yang terbaik, dan senantiasa
berkarya untuk kepentingan bangsa. Merdeka!.
Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally
PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu
tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia
kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha
menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.
Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk
keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang
kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman
Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.
Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung
Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta.
Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung
Hatta untuk memperoleh sepatu Bally.Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar
atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta.
“Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu
untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama,
yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya
sendiri,― kata AdiSasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta.
Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini,
dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain.
Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap
menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan
yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung
pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesiadapat meneladani karakter mulia
proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin
bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan
nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing.
Pemimpin Bangsa yang Bijak
Bulan Agustus ini adalah bulan keramat bagi bangsa Indonesia yang memasuki usia 63
tahun. Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12
Agustus tadi sudah memasuki usia 106 tahun. Tidak salah kalau rubrik kita kali ini
menyoroti keteladanan sang pemimpin bangsa yang senantiasa berjuang bagi kepentingan
negara kesatuan Indonesia.
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung,
Bogor, Jawa Barat.Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah,
dan Halida Nuriah.Dua orang putrinya yang tertua telah menikah.Yang pertama dengan Dr. Sri-
Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek.Hatta sempat
menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar.
Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan
kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati
rakyat Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau
dalam perjuangan negeri ini sehingga ai disebut sebagai salah seorang “The Founding Father’s of
Indonesia”.
Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari
masa kecil, remeja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Namun ada hal yang rasanya perlu sedikit digali dan dipahami yaitu melihat Bung Hatta sebagai
tokoh organisasi dan partai politik, hal ini dikaitkan dengan usaha melihat perkembangan
kegiatan politik dan ketokohan politik di dunia politik Indonesia sekarang maka pantas rasanya
kita ikut melihat perjuangan dan perjalanan kegiatan politik Bung Hatta.
Setelah perang dunia I berakhir generasi muda Indonesia yang berprestasi makin banyak yang
mendapat kesempatan mengenyam pendidikan luar negeri seperti di Belanda, Kairo (Mesir).Hal
ini diperkuat dengan diberlakukannya politik balas budi oleh Belanda. Bung Hatta adalah salah
seorang pemuda yang beruntung, beliau mendapat kesempatan belajar di Belanda. Kalau kita
memperhatikan semangat berorganisasi Bung Hatta, sebenarnya telah tumbuh sewaktu beliau
berada di Indonesia. Beliau pernah menjadi ketua Jong Sematera (1918-1921) dan semangat ini
makin membara dengan asahan dari kultur pendidikan Belanda / Eropa yang bernafas demokrasi
dan keterbukaan.
Keinginan dan semangat berorganisasi Bung Hatta makin terlihat sewaktu beliau mulai aktif di
kelompok Indonesische Vereeniging yang merupakan perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia
yang memikirkan dan berusaha memajukan Indonesia, bahkan dalam organisasi ini dinyatakan
bahwa tujuan mereka adalah : “ kemerdekaan bagi Indonesia “. Dalam organisasi yang keras dan
anti penjajahan ini Bung Hatta makin “tahan banting” karena banyaknya rintangan dan hambatan
yang mereka hadapi.
Walau mendapat tekanan, organisasi Indonesische Vereeniging tetap berkembang bahkan Januari
1925 organisasi ini dinyatakan sebagai sebuah organisasi politik yang kemudian dinamai
Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai
Pemimpinnya.Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar
negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang
didirikan Soekarno tahun 1927.Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya
dibidang pendidikan. Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai
kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang radikal dan membahayakan bagi
kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya untuk mengurangi pengaruhnya pada
rakyat.Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI tehadap penduduk untuk mengusakan
kemerdekaan.Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap dan demi keamanan organisasi ini
membubarkan diri.
Tak lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar, berdirilah organisasi pengganti yang
dinamanakan Partindo (Partai Indonesia).Mereka memiliki sifat organisasi yang radikal dan
nyata-nyata menentang Belanda.Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta.Karena tak sependapat
dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau
disebut juga PNI Baru.Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung
Hatta diangkat sebagai pemimpi. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi
rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan
mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi
untuk kemerdekaan “.
Organisasi ini berkembang dengan pesat, bayangkan pada kongres I di Bandung 1932
anggotanya baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia.
Organisasi ini mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam
pendidikan.Di PNI Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir yang merupakan teman
akrabnya sejak di Belanda.Hal ini makin memajukan organisasi ini di dunia pendidikan
Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan dilihat Belanda sebagai
ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun
mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933 diantaranya:
* Polisi diperintahkan bertindak keras terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan.
* 27 Juni 1933, pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan.
* 1 Agustus 1933, diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia.
Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial
Belanda di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap
membahayakan seperti : Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat
kabar ikut di hancurkan dan surat kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara
keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau menyatakan organisasinya telah bubar.Ia tetap
aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia.
Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan
Syahrir.Walau para pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka tetap konsisten
melanjutkan perjuangan partai.PNI Pendidikan tetap memberikan kursus-kursus, pelatihan-
pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah penduduk.
Dalam sidang masalah PNI Pendidikan M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan
Murwoto dinyatakan bersalah dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan terciptanya
ketenangan di daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang begitu besar namun
perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus berjuang dan salah satu hasil perjuangan
Hatta dan para pahlawan lain tersebut adalah kemerdekaan yang telah kita raih dan kita rasakan
sekarang.
Sebagai tulisan singkat mengenai sejarah ketokohan Muhammad Hatta di organisasi dan partai
politik yang pernah beliau geluti, kita haruslah dapat mengambil pelajaran dari hal ini.Karena
sejarah tak berarti apa-apa bila kita tak mampu mengambil manfaat dan nilai-nilai positif
didalamnya. Dari kehidupan Hatta di dunia politik kita bisa melihat bahwa : Munculnya seorang
tokoh penting dan memiliki jiwa patriot yang tangguh dan memikirkan kehidupan orang banyak
serta memajukan bangsa dan negara “bukan hanya muncul dalam satu malam” atau bukanlah
tokoh kambuhan yang muncul begitu saja, dan bukanlah sosok yang mengambil kesempatan
untuk tampil sebagai pahlawan dan sosok pemerhati masyarakat. Tapi tokoh yang dapat kita
jadikan contoh dan panutan dalam organisasi, partai, dan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang sesunguhnya adalah seorang sosok yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat, ia
terlatih untuk mampu memahami keinginan dan cita-cita masyarakat, serta bertindak dengan
menggunakan ilmu dan iman.
Seiring dengan meruaknya wacana demokrasi, terutama di era reformasi kita bisa melihat bahwa
di Indonesia berkembang berbagai partai baru yang jumlahnya telah puluhan.Dalam kenyataanya
memunculkan nama-nama baru sebagai tokoh, elit partai, elit politik yang berpengaruh di
berbagai partai tersebut.Ada juga tokoh politik yang merupakan wajah-wajah lama yang
konsisten di partainya atau beralih membentuk partai baru. Apakah mereka sudah pantas
dikatakan sebagai tokoh, elite politik / elite partai?. Sebagai salah satu sosok tokoh ideal, dengan
mencontoh ketokohan Bung Hatta kita harus mampu melihat berapa persen diantara tokoh-tokoh,
orang-orang penting, elite politik / elite partai di Indonesia sekarang yang telah memperhatikan
kehidupan masyarakat, berapa persen diantara mereka yang sudah melakukan usaha untuk
memajukan kehidupan masyarakat Indonesia baik di bidang ekonomi, pendidikan, politik dan
lain-lain.
C. Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta
Saat masih di sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisasi,
antara lain sebagai bendahara pada organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang.
Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis
yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di
Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang―.
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara
Jong Sumatranen Bond Cabang Padang.Kesadaran politik Hatta makin berkembang
karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan
politik.Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul
Moeis.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas
berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik
School.Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai Bendahara.
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921.Ia segera bergabung dalam
Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di
Indische Vereeniging.Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak
lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai
Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,
Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksternirana
Perjuangan
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara
Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun
pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca
berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta
mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim
dalam Neratja.
Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-
ceramah atau pertemuan-pertemuan politik.Salah seorang tokoh politik yang menjadi
idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.“Aku kagum melihat cara Abdul Moeis
berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh
ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat
menarik perhatian dan membakar semangat,― aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah
Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota
Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja,
Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia
bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik
School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong
Sumatera, “Namaku Hindania!― begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik
dan kaya yang terbujuk kawin lagi.Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari
Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian
meminangnya.“Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku
daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,― rutuk Hatta lewat Hindania.
Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan,
pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan
asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama
anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan
keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal
mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal
memajukan bahasa Melayu.Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu
majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya.
Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan
mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal
organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu
tak dapat diteruskan,― kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.
Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan
percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di
Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922,
terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan
yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang
dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial
tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak
pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.
Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002
Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002
Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam
Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di
Indische Vereeniging.Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak
lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai
Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,
Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran
akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas
karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah
Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan
“Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!― berisi informasi bagi
para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik
terhadap sikap kolonial Belanda.
Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh
ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang
asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah
mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara
politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi,
sebagai Bendahara.Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi
pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen
Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa
mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische
Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama
Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan
politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging
mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan
Hindia atau Nederland Indie.
Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan
Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal
Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah
Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang
terkenal: Indonesia Free.
Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi
Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik
rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta,
bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari
1934.Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.
Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI,
bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya
disebut Bapak Proklamator Indonesia.
D. Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta
Pergerakan politikia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia
bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool,
sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk
organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan
adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker.
Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[13]
Pada tahun 1924, organisasi ini berubah
nama menjadi Indische Vereniging (Perhimpunan Indonesia; PI).
Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai
akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI
mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan
pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di
media massa di Indonesia.[15]
Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari
jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930.Pada Desember 1926, Semaun
dari PKI datang kepada Hatta untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara
umum kepada PI, selain itu dia dan Semaun membuat suatu perjanjian bernama
"Konvensi Semaun-Hatta".Inilah yang dijadikan alasan Pemerintah Belanda ingin
menangkap Hatta.[17]
Waktu itu, Hatta belum meyetujui paham komunis. Stalin
membatalkan keinginan Semaun, sehingga hubungan Hatta dengan komunisme mulai
memburuk.Sikap Hatta ini ditentang oleh anggota PI yang sudah dikuasai komunis.
Pada tahun 1927, ia mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan
Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di Frankfurt. Dalam sidang ini, pihak
komunis dan utusan dari Rusia namapak ingin menguasai sidang ini, sehingga Hatta tidak
bisa percaya terhadap komunis. Pada waktu itu, majalah PI, Indonesia Merdeka masuk
dengan mudah ke Indonesia lewat penyelundupan, karena banyak penggeledahan oleh
pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yang dicurigai.
Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk
Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo
Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk
Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan
mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun, terlibat pemberontakan di
Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya
menentang Kerajaan Belanda. Moh.Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara.Mereka
semua dipenjara di Rotterdam. Dia juga dituduh akan melarikan diri, sehingga dia yang
sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di Eropa sengaja pulang lebih cepat
begitu berita ini tersebar.
Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia Merdeka"
(Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928. Pidato ini sampai ke
Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang
salah satunya berasal dari parlemen. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys.Tokoh
ini memang bersimpati padanya.Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat
dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan.
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai
ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun
demikian ia akan tetap membantu PI.Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan
mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow.Setelah tahun 1931,
PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di
Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka
terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini.
Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan
yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia
yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang
bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan
kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih
dahulu.Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI.Kalau Hatta
kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya.
Diasingkan ke Digul dan Banda Neira
Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka
(Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda,
dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya
telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota
Parlemen. Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi
anggota dalam parlemen Belanda. Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu
berada dan berjuang di Indonesia. Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa
Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga Soekarno menuduhnya tidak konsisten
dalam menjalankan sistem non-kooperatif.
Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda karena
keduanya keburu ditangkap Belanda pada 25 Februari1934 dan dibuang ke Digul, dan
selanjutnya ke Banda Neira. Baik di Digul maupun Banda Neira, ia banyak menulis di
koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk majalah-majalah di Medan.Artikelnya tidak
terlalu politis, namun bersifat lebih menganalisis dan mendidik pembaca.Ia juga banyak
membahas pertarungan kekuasaan di Pasifik.
Mohammad Hatta (kedua dari kanan) di Di gul semenjak 1935
Semasa diasingkan ke Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke tempat
pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca,
ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong.Ia juga
merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan
penguasa setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama, ia
diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja. Gajinya itu
tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan.
Di Digul, selain bercocok tanam, ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di
antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik
dari Minangkabau maupun Banten.Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya-
terlibat pemberontakan komunis. Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk
dikirimi alat-alat pertukangan seperti paku dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan
nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke
koran Pemandangan di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri
jajahan pada saat itu, Colijn.Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim
residenAmbon untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta
menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada
pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan.
Pada 1937, ia menerima telegram yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke
Banda Neira. Hatta pindah bersama Syahrir pada bulan Februari di tahun itu, dan mereka
menyewa sebuah rumah yang cukup besar.Di situ, ada beberapa kamar dan ruangan yang
cukup besar.Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan
tempat bekerjanya.
Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin Tit Po"
(dipimpin Lim Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75
dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar
Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan
honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan. Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai
Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke
Makassara dia masih berstatus tahanan juga.Waktu itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo
dan Iwa Kusumasumantri.Mereka semua sudah saling mengenal.
Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda.
Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira
yang belajar kepada Hatta.Ada seorang kenalan Hatta dari Sumatera Barat yang
mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah.[42]
Selain
itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang
belajar kepada Hatta.
Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koranPemandangan yang
isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun
fasisme Jepang. Kelak, di zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa
Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik.[44]
Yang mana, kelak tulisan
Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kenpeitei (dinas intelijen) dan menyarankan
Hatta agar mengikuti Nippon Sheisin di Tokyopada November 1943.[46]
1942-1945:Penjajahan Jepang
Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbor,
Hawaii.Ini memicu Perang Pasifik, dan setelah Pearl Harbor, Jepang segera menguasai
sejumlah daerah, termasuk Indonesia.Dalam keadaan genting tersebut, Pemerintah
Belanda memerintahkan untuk memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke
Australia, karena khawatir kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada
Februari 1942,[47]
ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api
ke Jakarta. Bersama kedua orang ini, turut pula 3 orang anak-anak dari Banda yang
dijadikan anak angkat oleh Syahrir.
Setelah itu, ia dibawa kembali ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada.
Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia.Harada menawarkan kerjasama
dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih
menjadi penasihat.Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan
rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro). Orang terkenal di masa sebelum perang,
baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerjasama dengan Belanda, diikut sertakan
seperti Abdul Karim Pringgodigdo, Surachman, Sujitno Mangunkususmo, Sunarjo
Kolopaking, Supomo, dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak
mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak
Jepan.Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan
mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.
PENUTUP
Kesimpulan
Membicarakan Bung Hatta tidak akan pernah habis untuk beberapa dekade,dan mungkin
beberapa abad yang akan datang karena sangat kaya akan visi, gagasan,dan contoh-contoh
konkret yang dialami oleh banyak orang. Dalam pribadinya nilainilai baik yang positif dari timur
dan barat telah menyatu dalam format yang hamper sempurna. Tetapi pertanyaan yang masih
merisaukan adalah: pandaikah atau lebih
provokatif lagi. Bung Hatta merupakan konseptor utama tentang kedaulatan rakyat. Rakyat
adalah yang utama.Baik semasa pergerakan maupun sesudah kemerdekan, rakyat menjadi titik
sentral perjuangan Bung Hatta. Dengan pendidikan, rakyat harus dibuat insaf akan harga dirinya.
Sehingga ia bisa berpartisipasi dalam proses politik. Rakyat merupakan raja atas dirinya
sendiri.Dengan berpegang pada prinsipnya tentang kedaulatan rakyat, maka pemikiran-
pemikirannya kemudian selalu setuju pada rakyat seperti pada masalah kebangsaan dan
perjuangannya kemudian dalam memasukkan hak-hak rakyat dalam UUD 1945.
Bung Hatta sampai akhir hayatnya merupakan tokoh yang konsisten antara perkataan dan
perbuatannya. Seperti yang dikatakan oleh Alfian dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan
Politikdi Indonesia, Kumpulan Karangan, bahwa sikap dan tingkap laku Bung Hatta kelihatan
sebagai pantulan langsung dari apa-apa yang sebenarnya menjadi buah pikirannya. Atau bisa
dikatakan bahwa sikap dan tingkah laku Bung Hattta yang terlihat sebenarnya merupakan
personifikasi dari pemikiranpemikirannya.Apa yang mungkin kurang jelas disampaikannya
dalam bentuk karya tulisan atau pemikiran, hal itu akan lebih mudah dimengerti melalui sikap
dan tingkah laku yang diperlihatkannya. Di samping berbagai julukan yang dimengerti melalui
sikap dan tingkah laku yang diberikan kepada Bung Hatta ddari seorang pahlawan Proklamator,
Bapak Koperasi, negarawan, demokrat sejati, cendekiawan, atau satu lagi yang tidak bisa
dilupakan, bahwa Bung Hatta adalah sebagai guru bangsa,sebagai pendidik negeri yang sejati,
dalam politik, ekonomi, dan moral. Guru dalam teori dan praktik.Kecintaannya pada rakyat yang
diperjuangkannya dibuktikan sampai akhir hayatnya, dengan wasiatnya yang terakhir bahwa bila
dipanggil oleh Yang Maha
Kuasa ia ingin dikuburkan di tengah-tengah rakyat, yaitu di Tanah Kusir yangmerupakan tempat
peristirahatan terakhir Bung Hatta. Kepergiannya merupakan dukayang amat mendalam bagi
seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintah Konstitusional di Indonesia:
Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959.Jakarta: Grafiti.
A.H. Nasution, 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I. Bandung:
Disjarah Angkatan darat dan Angkasa.
Ahmad Syafii Maarif, 1987. Islam dan Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang
Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
Ahmad Syafii Maarif, 1999. Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial.
Yogyakarta: Perpustakaan Hatta.
Ahmad Syafii Maarif, 1996. Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Alfian, 1992.Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Politik. Jakarta: Perum
Percetakan Negara.
Alfian, 1981.Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan.
Jakarta: Gramedia.
Bambang Sunggono, 1994. Bantuan hokum dan hak Azasi Manusia. Bandung
Mandar Maju.
Deliar Noer, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES.
Mohammad Hatta, 1953. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang.
Mohammad Hatta, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Tintamas.
Mohammad Hatta, 1960. “Demokrasi Kita”, dalam Panji Masyarakat. No.22, 1 Mei
1960.
Mohammad Hatta, 1977. Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press.
Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas.
Mohammad Hatta. 1966. Demokrasi Kita. Jakarta: Idayu Press
Mohammad Hatta, 1972. Portrait of Patriot.Alih bahasa Deliar Noer. The Hauge
Paris: Mouton Publishers.

More Related Content

Similar to DEMOKRASI HATTA

5 tokoh pahlawan nasional
5 tokoh pahlawan nasional5 tokoh pahlawan nasional
5 tokoh pahlawan nasionalAndy Fath
 
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONAL
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONALSEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONAL
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONALWoro Handayani
 
Hatta Terasuk Panggilan Tanah Air
Hatta Terasuk Panggilan Tanah AirHatta Terasuk Panggilan Tanah Air
Hatta Terasuk Panggilan Tanah AirPindai Media
 
Sila ke 3 dan ke-4
Sila ke 3 dan ke-4Sila ke 3 dan ke-4
Sila ke 3 dan ke-4dzakiaziz
 
Kesimpulan . uus
Kesimpulan . uus Kesimpulan . uus
Kesimpulan . uus uus_76
 
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 final
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 finalProsiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 final
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 finalSTISIPWIDURI
 
Pergerakan dan perlawanan nasional
Pergerakan dan perlawanan nasional Pergerakan dan perlawanan nasional
Pergerakan dan perlawanan nasional Ania Zahra
 
Hasan Tiro, Perawat Literasi Atjeh
Hasan Tiro, Perawat Literasi AtjehHasan Tiro, Perawat Literasi Atjeh
Hasan Tiro, Perawat Literasi AtjehPindai Media
 
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonialstrategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonialAey Doank
 
20 mei bukan hari kebangkitan nasional
20 mei bukan hari kebangkitan nasional20 mei bukan hari kebangkitan nasional
20 mei bukan hari kebangkitan nasionalSMA Negeri 2 Kediri
 
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatah
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatahSyahwat kekuasaan di garut by mustafa fatah
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatahDiana Pusfita
 
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkap
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkapSyahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkap
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkapDoni Setiawan
 
B J Habibie Detik Detik Yang Menentukan
B J  Habibie    Detik Detik Yang  MenentukanB J  Habibie    Detik Detik Yang  Menentukan
B J Habibie Detik Detik Yang Menentukansal655
 
Bj habibi detik-detik yang menentukan
Bj habibi   detik-detik yang menentukanBj habibi   detik-detik yang menentukan
Bj habibi detik-detik yang menentukanFrisca Maulida
 
sutan syahrir.pdf
sutan syahrir.pdfsutan syahrir.pdf
sutan syahrir.pdfVionsGanz
 
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAANMEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAANDwi Bawa
 
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5Stefanus Raditya
 

Similar to DEMOKRASI HATTA (20)

5 tokoh pahlawan nasional
5 tokoh pahlawan nasional5 tokoh pahlawan nasional
5 tokoh pahlawan nasional
 
Pend pancasila imam
Pend pancasila imamPend pancasila imam
Pend pancasila imam
 
Cbr pancasila
Cbr pancasilaCbr pancasila
Cbr pancasila
 
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONAL
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONALSEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONAL
SEJARAH DAN MAKNA HARI KEBANGKITAN NASIONAL
 
Hatta Terasuk Panggilan Tanah Air
Hatta Terasuk Panggilan Tanah AirHatta Terasuk Panggilan Tanah Air
Hatta Terasuk Panggilan Tanah Air
 
TAN MALAKA.docx
TAN MALAKA.docxTAN MALAKA.docx
TAN MALAKA.docx
 
Sila ke 3 dan ke-4
Sila ke 3 dan ke-4Sila ke 3 dan ke-4
Sila ke 3 dan ke-4
 
Kesimpulan . uus
Kesimpulan . uus Kesimpulan . uus
Kesimpulan . uus
 
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 final
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 finalProsiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 final
Prosiding seminar nasionalisme stisip widuri 2011 final
 
Pergerakan dan perlawanan nasional
Pergerakan dan perlawanan nasional Pergerakan dan perlawanan nasional
Pergerakan dan perlawanan nasional
 
Hasan Tiro, Perawat Literasi Atjeh
Hasan Tiro, Perawat Literasi AtjehHasan Tiro, Perawat Literasi Atjeh
Hasan Tiro, Perawat Literasi Atjeh
 
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonialstrategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial
strategi organisasi pergerakan nasional dalam menghadapi kekuasaan kolonial
 
20 mei bukan hari kebangkitan nasional
20 mei bukan hari kebangkitan nasional20 mei bukan hari kebangkitan nasional
20 mei bukan hari kebangkitan nasional
 
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatah
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatahSyahwat kekuasaan di garut by mustafa fatah
Syahwat kekuasaan di garut by mustafa fatah
 
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkap
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkapSyahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkap
Syahwat kekuasaan di garut testimoni mustofa fattah versi lengkap
 
B J Habibie Detik Detik Yang Menentukan
B J  Habibie    Detik Detik Yang  MenentukanB J  Habibie    Detik Detik Yang  Menentukan
B J Habibie Detik Detik Yang Menentukan
 
Bj habibi detik-detik yang menentukan
Bj habibi   detik-detik yang menentukanBj habibi   detik-detik yang menentukan
Bj habibi detik-detik yang menentukan
 
sutan syahrir.pdf
sutan syahrir.pdfsutan syahrir.pdf
sutan syahrir.pdf
 
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAANMEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
MEMPERKUAT KOMITMEN KEBANGSAAN
 
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 

DEMOKRASI HATTA

  • 1. KATAPENGANTAR Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Demokrasi Modern dan Demokrasi Menurut Perspektif Bung Hatta” . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Bung Hatta. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.Sehingga, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Padang, Juni 2013 Admizar
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika ada pemimpin Indonesia yang hampir sempurna dalam karakter dan integritas pribadi, maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang paling menonjol. Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya yang prima dan anggun banyak diakui kawan dan lawan. Dalam suasana sengketa politik dengan Bung Karno, komunikasi persaudaraan antara keduanya tidak pernah putus, walaupun watak keras Hatta dalam politik tersebut sempat mengecewakan generasi muda karena kegagalannya dalam membujuk Hatta agar jangan meninggalkan kursi wakil presiden. Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi Mohammad Hatta, merupakan sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya karena keteguhan iman dan optimismenya akan tercapainya cita-cita Indonesia merdeka. Dalam pada itu beliau mempunyai keyakinan bahwa Perang Pasifik akan membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Hatta tidak percaya bahwa Jepang akan menang dengan Amerika/Sekutu yang mempunyai productie-potential begitu hebat. Tetapi berhubung dengan keuntungan permulaan yang diperoleh Jepang, perang tidak akan bisa selesai dalam tiga tahun. Masa perang itu bagi Hatta harus dipergunakan untuk mempersiapkan tenaga perjuangan rakyat, yang nantinya sanggup memikul kemerdekaan apabila Jepang sudah kalah.Kalau tidak bisa dielakkan maka kerjasama dengan pemerintah militer Jepang itu, menurut pertimbangan Hatta, bisa berarti untuk meringankan banyak sedikitnya penderitan yang ditimpakan pemerintah militer Jepang kepada bangsa Indonesia. Selama pendudukan Jepang, Hatta jarang berbicara di depan umum, kalaupun berbicara lebih sering sekedar memberikan obat pelipur lara dalam jiwa rakyat yang sedang tertekan. Ketika Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, maka meletuslah amarah orang-orang Indonesia terhadap Jepang, dan timbulah dorongan aktif untuk merebut kekuasaan dari Jepang. Pandangan Hatta yang jauh ke depan mengatakan pendiriannya bahwa Jepang yang kalah tidak menjadi soal lagi. Soal yang paling penting adalah menghadapi tentara Sekutu yang akan mengembalikan kekuasaan Pemerintah Belanda di Indonesia. Oleh sebab itulah Hatta menyusun siasat antara perang dan damai untuk mencapai pengakuan Indonesia merdeka.Kemudian Hatta
  • 3. memilih damai. Akan tetapi seperti seringkali diucapkannya “kita cinta perdamaian, akan tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno dan Mohammad Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta Semenjak itu Hatta berperan aktif memimpin negara RI sebagai wakil presiden., dan dalam keadaan yang sangat sulit Hatta harus merangkap sebagai Perdana Menteri tahun 1948-1949. Politik yang diperjuangkannya akhirnya mencapai tujuan dengan diakuinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang terdiri atas bekas wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1950.Pada waktu Republik Indonesia Serikat berdiri, Hatta yang menjadi Perdana Menteri pertama dan terakhir.Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk sesuai amanat proklamasi, Hatta terpilih sebagai wakil presiden oleh parlemen. Beranjak dari kenyataan di atas, tulisan ini bertujuan menganalisis pemikiran Hatta tentang Demokrasi. B. Permasalahan Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah tentang Kepribadian Bung Hatta ini ialah: 1. Siapakah Bung Hatta itu ? 2. Kehidupan Bung Hatta? 3. Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta? 4. Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta? 5. Apakah Demokrasi menurut Bung Hatta.?
  • 4. BAB II PEMBAHASAN A. Bung Hatta Mohammad Hatta lahir dari keluarga pedagang di Batuhampar, kenagarian yang terletak di antara Payakumbuh dan Bukittinggi.Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada 12 Agustus1902 dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum".Ia merupakan anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang.Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta. Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang kesemuanya adalah perempuan. Bandar udara internasional Jakarta, Bandar Udara Soekarno-Hatta, menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya. Selain diabadikan di Indonesia, nama Mohammad Hatta juga diabadikan di Belanda yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat. Pada tahun 1980, ia meninggal dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Bung Hatta ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1986 melalui Keppres nomor 081/TK/1986. B. Kehidupan Bung Hatta 1. Berprinsip Teguh Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip yang diyakininya. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang memihak pada golongan tertentu saja. Keteguhan Pak Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa.Ketika beliau berseberangan prinsip dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna mempertahankan kesatuan bangsa. 2. Berjuang Tanpa Kekerasan
  • 5. Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Dari pada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa.Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan.Walaupun Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau pun seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui. Misalnya saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal- hal yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang.Tapi bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing.Beliau memiliki banyak teman bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin, etos kerja positif) yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Sikap ini menyebabkan Bung Hatta dihormati oleh semua orang: kawan atau pun lawan. 3. BerusahaSebaik Mungkin Bung Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, misalnya dengan bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dilakukan dengan sepenuh hati, dan direncanakannya dengan sebaik mungkin agar memperoleh hasil yang maksimal. Semua pidato dan kata-kata beliau untuk publik pun disiapkan secara profesional.Keputusan-keputusan diambil setelah sebelumnya dipikirkan dengan saksama dan didukung dengan data dan informasi yang cukup.Beliau tidak menginginkan terjadinya kegagalan yang disebabkan kecerobohan atau pun karena kurang persiapan. 4. Berkarya Nyata Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukkan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor. Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan. Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah jauh lebih maju, yaitu dengan memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Pak Hatta. Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang positif. Menjelang peringatan hari kemerdekaan Indonesia,
  • 6. bersamaan dengan 100 tahun kelahiran tokoh proklamator kita ini, sudah selayaknyalah kita teladani sisi positif kualitas kepemimpinan beliau yang berpegang teguh pada prinsip, berjuang tanpa kekerasan, berusaha melakukan yang terbaik, dan senantiasa berkarya untuk kepentingan bangsa. Merdeka!. Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally PADA tahun 1950-an, Bally adalah sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi dan tentu tidak murah. Bung Hatta, Wakil Presiden pertama RI, berminat pada sepatu Bally. Ia kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut. Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi. Yang sangat mengharukan dari cerita ini, guntingan iklan sepatu Bally itu hingga Bung Hatta wafat masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta. Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally.Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Bung Hatta. “Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Ia tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri dari orang lain. Bung Hatta memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena ia lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri,― kata AdiSasono, Ketua Pelaksana Peringatan Satu Abad Bung Hatta. Pendeknya, itulah keteladanan Bung Hatta, apalagi di tengah carut-marut zaman ini, dengan dana bantuan presiden, dana Badan Urusan Logistik, dan lain-lain. Bung Hatta meninggalkan teladan besar, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain. Seandainya bangsa Indonesiadapat meneladani karakter mulia proklamator kemerdekaan ini, seandainya para pemimpin tidak maling, tidak mungkin bangsa dengan sumber alam yang melimpah ini menjadi bangsa terbelakang, melarat, dan nista karena tradisi berutang dan meminta sedekah dari orang asing. Pemimpin Bangsa yang Bijak Bulan Agustus ini adalah bulan keramat bagi bangsa Indonesia yang memasuki usia 63 tahun. Salah satu proklamator kita, Bung Hatta, jika beliau masih hidup, tanggal 12
  • 7. Agustus tadi sudah memasuki usia 106 tahun. Tidak salah kalau rubrik kita kali ini menyoroti keteladanan sang pemimpin bangsa yang senantiasa berjuang bagi kepentingan negara kesatuan Indonesia. Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal 18 Nopember 1945 di Megamendung, Bogor, Jawa Barat.Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah.Dua orang putrinya yang tertua telah menikah.Yang pertama dengan Dr. Sri- Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek.Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar. Bung Hatta adalah nama salah seorang dari beribu pahlawan yang pernah memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan Indonesia. Sosok Bung Hatta telah menjadi begitu dekat dengan hati rakyat Indonesia karena perjuangan dan sifatnya yang begitu merakyat. Besarnya peran beliau dalam perjuangan negeri ini sehingga ai disebut sebagai salah seorang “The Founding Father’s of Indonesia”. Berbagai tulisan dan kisah perjuangan Muhammad Hatta telah ditulis dan dibukukan, mulai dari masa kecil, remeja, dewasa dan perjuangan beliau untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Namun ada hal yang rasanya perlu sedikit digali dan dipahami yaitu melihat Bung Hatta sebagai tokoh organisasi dan partai politik, hal ini dikaitkan dengan usaha melihat perkembangan kegiatan politik dan ketokohan politik di dunia politik Indonesia sekarang maka pantas rasanya kita ikut melihat perjuangan dan perjalanan kegiatan politik Bung Hatta. Setelah perang dunia I berakhir generasi muda Indonesia yang berprestasi makin banyak yang mendapat kesempatan mengenyam pendidikan luar negeri seperti di Belanda, Kairo (Mesir).Hal ini diperkuat dengan diberlakukannya politik balas budi oleh Belanda. Bung Hatta adalah salah seorang pemuda yang beruntung, beliau mendapat kesempatan belajar di Belanda. Kalau kita memperhatikan semangat berorganisasi Bung Hatta, sebenarnya telah tumbuh sewaktu beliau berada di Indonesia. Beliau pernah menjadi ketua Jong Sematera (1918-1921) dan semangat ini makin membara dengan asahan dari kultur pendidikan Belanda / Eropa yang bernafas demokrasi dan keterbukaan. Keinginan dan semangat berorganisasi Bung Hatta makin terlihat sewaktu beliau mulai aktif di kelompok Indonesische Vereeniging yang merupakan perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia yang memikirkan dan berusaha memajukan Indonesia, bahkan dalam organisasi ini dinyatakan bahwa tujuan mereka adalah : “ kemerdekaan bagi Indonesia “. Dalam organisasi yang keras dan
  • 8. anti penjajahan ini Bung Hatta makin “tahan banting” karena banyaknya rintangan dan hambatan yang mereka hadapi. Walau mendapat tekanan, organisasi Indonesische Vereeniging tetap berkembang bahkan Januari 1925 organisasi ini dinyatakan sebagai sebuah organisasi politik yang kemudian dinamai Perhimpunan Indonesia (PI). Dan dalam organisasi ini Bung Hatta bertindak sebagai Pemimpinnya.Keterlibatan Bung Hatta dalam organisasi dan partai poltik bukan hanya di luar negeri tapi sekembalinya dari Belanda beliau juga aktif di PNI (Partai Nasional Indonesia) yang didirikan Soekarno tahun 1927.Dalam organisasi PNI, Bung Hatta menitik beratkan kegiatannya dibidang pendidikan. Beliau melihat bahwa melalui pendidikanlah rakyat akan mampu mencapai kemerdekaan. Karena PNI dinilai sebagai partai yang radikal dan membahayakan bagi kedudukan Belanda, maka banyak tekanan dan upaya untuk mengurangi pengaruhnya pada rakyat.Hal ini dilihat dari propaganda dan profokasi PNI tehadap penduduk untuk mengusakan kemerdekaan.Hingga akhirnya Bunga Karno di tangkap dan demi keamanan organisasi ini membubarkan diri. Tak lama setetah PNI (Partai Nasional Indonesia) bubar, berdirilah organisasi pengganti yang dinamanakan Partindo (Partai Indonesia).Mereka memiliki sifat organisasi yang radikal dan nyata-nyata menentang Belanda.Hal ini tak di senangi oleh Bung Hatta.Karena tak sependapat dengan Partindo beliau mendirikan PNI Pendidikan (Partai Nasional Indonesia Pendidikan) atau disebut juga PNI Baru.Organisasi ini didirikan di Yogyakarta bulan Agustus 1932, dan Bung Hatta diangkat sebagai pemimpi. Organisasi ini memperhatikan “ kemajuan pendidikan bagi rakyat Indonesia, menyiapkan dan menganjurkan rakyat dalam bidang kebathinan dan mengorganisasikannya sehingga bisa dijadakan suatu aksi rakyat dengan landasan demokrasi untuk kemerdekaan “. Organisasi ini berkembang dengan pesat, bayangkan pada kongres I di Bandung 1932 anggotanya baru 2000 orang dan setahun kemudian telah memiliki 65 cabang di Indonesia. Organisasi ini mendapat pengikut dari penduduk desa yang ingin mendapat dan mengenyam pendidikan.Di PNI Pendidikan Bung Hatta bekerjasama dengan Syahrir yang merupakan teman akrabnya sejak di Belanda.Hal ini makin memajukan organisasi ini di dunia pendidikan Indonesia waktu itu. Kemajuan, kegiatan dan aksi dari PNI Pendidikan dilihat Belanda sebagai
  • 9. ancaman baru tehadap kedudukan mereka sebagai penjajah di Indonesia dan mereka pun mengeluarkan beberapa ketetapan ditahun 1933 diantaranya: * Polisi diperintahkan bertindak keras terhadap rapat-rapat PNI Pendidikan. * 27 Juni 1933, pegawai negeri dilarang menjadi anggota PNI Pendidikan. * 1 Agustus 1933, diadakan pelarangan rapat-rapat PNI Pendidikan di seluruh Indonesia. Akhirnya ditahun 1934 Partai Nasional Indonesia Pendidikan dinyatakan Pemerintahan Kolonial Belanda di bubarkan dan dilarang keras bersama beberapa organisasi lain yang dianggap membahayakan seperti : Partindo dan PSII. Ide-ide PNI Pendidikan yang dituangkan dalam surat kabar ikut di hancurkan dan surat kabar yang menerbitkan ikut di bredel. Namun secara keorganisasian, Hatta sebagai pemimpin tak mau menyatakan organisasinya telah bubar.Ia tetap aktif dan berjuang untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Soekarno yang aktif di Partindo dibuang ke Flores diikuti dengan pengasingan Hatta dan Syahrir.Walau para pemimpin di asingkan namun para pengikut mereka tetap konsisten melanjutkan perjuangan partai.PNI Pendidikan tetap memberikan kursus-kursus, pelatihan- pelatuhan baik melalui tulisan maupun dengan kunjungan kerumah-rumah penduduk. Dalam sidang masalah PNI Pendidikan M.Hatta, Syahrir, Maskun, Burhanuddin ,Bondan dan Murwoto dinyatakan bersalah dan dibuang ke Boven Digul (Papua). Demi harapan terciptanya ketenangan di daerah jajahan. Walau telah mendapat hambatan yang begitu besar namun perjuangan Hatta tak hanya sampai disitu, beliau terus berjuang dan salah satu hasil perjuangan Hatta dan para pahlawan lain tersebut adalah kemerdekaan yang telah kita raih dan kita rasakan sekarang. Sebagai tulisan singkat mengenai sejarah ketokohan Muhammad Hatta di organisasi dan partai politik yang pernah beliau geluti, kita haruslah dapat mengambil pelajaran dari hal ini.Karena sejarah tak berarti apa-apa bila kita tak mampu mengambil manfaat dan nilai-nilai positif didalamnya. Dari kehidupan Hatta di dunia politik kita bisa melihat bahwa : Munculnya seorang tokoh penting dan memiliki jiwa patriot yang tangguh dan memikirkan kehidupan orang banyak
  • 10. serta memajukan bangsa dan negara “bukan hanya muncul dalam satu malam” atau bukanlah tokoh kambuhan yang muncul begitu saja, dan bukanlah sosok yang mengambil kesempatan untuk tampil sebagai pahlawan dan sosok pemerhati masyarakat. Tapi tokoh yang dapat kita jadikan contoh dan panutan dalam organisasi, partai, dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesunguhnya adalah seorang sosok yang lahir dan tumbuh dalam lingkungan masyarakat, ia terlatih untuk mampu memahami keinginan dan cita-cita masyarakat, serta bertindak dengan menggunakan ilmu dan iman. Seiring dengan meruaknya wacana demokrasi, terutama di era reformasi kita bisa melihat bahwa di Indonesia berkembang berbagai partai baru yang jumlahnya telah puluhan.Dalam kenyataanya memunculkan nama-nama baru sebagai tokoh, elit partai, elit politik yang berpengaruh di berbagai partai tersebut.Ada juga tokoh politik yang merupakan wajah-wajah lama yang konsisten di partainya atau beralih membentuk partai baru. Apakah mereka sudah pantas dikatakan sebagai tokoh, elite politik / elite partai?. Sebagai salah satu sosok tokoh ideal, dengan mencontoh ketokohan Bung Hatta kita harus mampu melihat berapa persen diantara tokoh-tokoh, orang-orang penting, elite politik / elite partai di Indonesia sekarang yang telah memperhatikan kehidupan masyarakat, berapa persen diantara mereka yang sudah melakukan usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat Indonesia baik di bidang ekonomi, pendidikan, politik dan lain-lain. C. Pendidikan dan Pergaulan Bung Hatta Saat masih di sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisasi, antara lain sebagai bendahara pada organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang. Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang―. Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang.Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik.Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul
  • 11. Moeis. Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School.Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai Bendahara. Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921.Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging.Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksternirana Perjuangan Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah- ceramah atau pertemuan-pertemuan politik.Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.“Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,― aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.
  • 12. Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!― begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi.Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya.“Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,― rutuk Hatta lewat Hindania. Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu.Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,― kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya. Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta. Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002 Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002
  • 13. Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging.Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!― berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda. Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal. Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara.Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie. Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal
  • 14. Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free. Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934.Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun. Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia. D. Perjuangan dan Pergerakan Bung Hatta Pergerakan politikia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker. Pada tahun 1923, Hatta menjadi bendahara dan mengasuh majalah Hindia Putera yang berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.[13] Pada tahun 1924, organisasi ini berubah nama menjadi Indische Vereniging (Perhimpunan Indonesia; PI). Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan banyak ulasan di media massa di Indonesia.[15] Setahun kemudian, ia seharusnya sudah berhenti dari jabatan ketua, namun ia dipilih kembali hingga tahun 1930.Pada Desember 1926, Semaun dari PKI datang kepada Hatta untuk menawarkan pimpinan pergerakan nasional secara umum kepada PI, selain itu dia dan Semaun membuat suatu perjanjian bernama "Konvensi Semaun-Hatta".Inilah yang dijadikan alasan Pemerintah Belanda ingin menangkap Hatta.[17] Waktu itu, Hatta belum meyetujui paham komunis. Stalin membatalkan keinginan Semaun, sehingga hubungan Hatta dengan komunisme mulai memburuk.Sikap Hatta ini ditentang oleh anggota PI yang sudah dikuasai komunis. Pada tahun 1927, ia mengikuti sidang "Liga Menentang Imperialisme, Penindasan Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional" di Frankfurt. Dalam sidang ini, pihak
  • 15. komunis dan utusan dari Rusia namapak ingin menguasai sidang ini, sehingga Hatta tidak bisa percaya terhadap komunis. Pada waktu itu, majalah PI, Indonesia Merdeka masuk dengan mudah ke Indonesia lewat penyelundupan, karena banyak penggeledahan oleh pihak kepolisian terhadap kaum pergerakan yang dicurigai. Mohammad Hatta bersama Abdulmadjid Djojohadiningrat, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Ali Sastroamidjojo Pada 25 September 1927, Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, dan Madjid Djojohadiningrat ditangkap oleh penguasa Belanda atas tuduhan mengikuti partai terlarang yang dikait-kaitkan dengan Semaun, terlibat pemberontakan di Indonesia yang dilakukan PKI dari tahun 1926-1927, dan menghasut (opruiing) supaya menentang Kerajaan Belanda. Moh.Hatta sendiri dihukum tiga tahun penjara.Mereka semua dipenjara di Rotterdam. Dia juga dituduh akan melarikan diri, sehingga dia yang sedang memperkenalkan Indonesia ke kota-kota di Eropa sengaja pulang lebih cepat begitu berita ini tersebar. Semua tuduhan tersebut, ia tolak dalam pidatonya "Indonesia Merdeka" (Indonesie Vrij) pada sidang kedua tanggal 22 Maret 1928. Pidato ini sampai ke Indonesia dengan cara penyelundupan. Ia juga dibela 3 orang pengacara Belanda yang salah satunya berasal dari parlemen. Yang dari parlemen, bernama J.E.W. Duys.Tokoh ini memang bersimpati padanya.Setelah ditahan beberapa bulan, mereka berempat dibebaskan dari tuduhan, karena tuduhan tidak bisa dibuktikan. Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI.Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow.Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini. Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu.Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI.Kalau Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya. Diasingkan ke Digul dan Banda Neira Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu. Pihak OSP mengiriminya telegram pada 6 Desember 1932, yang berisi kesediaannya menerima pencalonan anggota
  • 16. Parlemen. Ini dikarenakan ia berpendapat bahwa ia tidak setuju orang Indonesia menjadi anggota dalam parlemen Belanda. Sebenarnya dia menolak masuk, dengan alasan ia perlu berada dan berjuang di Indonesia. Namun, pemberitaan di Indonesia mengatakan bahwa Hatta menerima kedudukan tersebut, sehingga Soekarno menuduhnya tidak konsisten dalam menjalankan sistem non-kooperatif. Setelah Hatta kembali dari Belanda, Syahrir tidak bisa ke Belanda karena keduanya keburu ditangkap Belanda pada 25 Februari1934 dan dibuang ke Digul, dan selanjutnya ke Banda Neira. Baik di Digul maupun Banda Neira, ia banyak menulis di koran-koran Jakarta, dan ada juga untuk majalah-majalah di Medan.Artikelnya tidak terlalu politis, namun bersifat lebih menganalisis dan mendidik pembaca.Ia juga banyak membahas pertarungan kekuasaan di Pasifik. Mohammad Hatta (kedua dari kanan) di Di gul semenjak 1935 Semasa diasingkan ke Digul, ia membawa semua buku-bukunya ke tempat pengasingannya. Di sana, ia mengatur waktunya sehari-hari. Pada saat hendak membaca, ia tak mau diganggu. Sehingga, beberapa kawannya menganggap dia sombong.Ia juga merupakan sosok yang peduli terhadap tahanan. Ia menolak bekerja sama dengan penguasa setempat, misalnya memberantas malaria. Apabila ia mau bekerja sama, ia diberi gaji f 7.50 sebulan. Namun, kalau tidak, ia hanya diberi gaji f 2.50 saja. Gajinya itu tidak ia habiskan sendiri. Ia juga peduli terhadap kawannya yang kekurangan. Di Digul, selain bercocok tanam, ia juga membuat kursus kepada para tahanan. Di antara tahanan tersebut, ada beberapa orang yang ibadah shalat dan puasanya teratur; baik dari Minangkabau maupun Banten.Tapi, mereka ditangkap karena -pada umumnya- terlibat pemberontakan komunis. Pada masa itu, ia menulis surat untuk iparnya untuk dikirimi alat-alat pertukangan seperti paku dan gergaji. Selain itu, dia juga menceritakan nasib orang-orang buangan dalam surat itu. Kemudian, ipar Hatta mengirim surat itu ke koran Pemandangan di Jakarta dan segera surat itu dimuat. Surat itu dibaca menteri jajahan pada saat itu, Colijn.Colijn mengecam pemerintah dan segera mengirim residenAmbon untuk menemui Hatta di Digul. Maka uang diberikan untuknya, Hatta menolak dan ia juga meminta supaya kalau mau ditambah, diberikan juga kepada pemimpin lain yang hidup dalam pembuangan. Pada 1937, ia menerima telegram yang mengatakan dia dipindah dari Digul ke Banda Neira. Hatta pindah bersama Syahrir pada bulan Februari di tahun itu, dan mereka menyewa sebuah rumah yang cukup besar.Di situ, ada beberapa kamar dan ruangan yang cukup besar.Adapun ruangan besar itu digunakannya untuk menyimpan bukunya dan tempat bekerjanya. Sewaktu di Banda Neira, ia bercocok tanam dan menulis di koran "Sin Tit Po" (dipimpin Lim Koen Hian; bulanan ini berhenti pada 1938) dengan honorarium f 75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional; dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium f 50 sebulan per satu/dua tulisan. Hatta juga pernah menerima tawaran Kiai
  • 17. Haji Mas Mansur untuk ke Makassar, dia menolak dengan alasan kalaupun dirinya ke Makassara dia masih berstatus tahanan juga.Waktu itu, sudah ada Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri.Mereka semua sudah saling mengenal. Selain itu, di Banda Neira, Hatta juga mengajar kepada beberapa orang pemuda. Anak dr. Cipto belajar tata-buku dan sejarah. Ada juga anak asli daerah Banda Neira yang belajar kepada Hatta.Ada seorang kenalan Hatta dari Sumatera Barat yang mengirimkan dua orang kemenakannya untuk belajar ekonomi dan juga sejarah.[42] Selain itu, dari Bukittinggi dikirim Anwar Sutan Saidi sebanyak empat orang pemuda yang belajar kepada Hatta. Pada tahun 1941, Mohammad Hatta menulis artikel di koranPemandangan yang isinya supaya rakyat Indonesia jangan memihak kepada baik ke pihak Barat ataupun fasisme Jepang. Kelak, di zaman Jepang tulisan Hatta dijadikan bahan oleh penguasa Jepang untuk tidak percaya Hatta selama Perang Pasifik.[44] Yang mana, kelak tulisan Hatta dibaca Murase, seorang Wakil Kepala Kenpeitei (dinas intelijen) dan menyarankan Hatta agar mengikuti Nippon Sheisin di Tokyopada November 1943.[46] 1942-1945:Penjajahan Jepang Pada tanggal 8 Desember 1941, angkatan perang Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii.Ini memicu Perang Pasifik, dan setelah Pearl Harbor, Jepang segera menguasai sejumlah daerah, termasuk Indonesia.Dalam keadaan genting tersebut, Pemerintah Belanda memerintahkan untuk memindahkan orang-orang buangan dari Digul ke Australia, karena khawatir kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Syahrir dipindahkan pada Februari 1942,[47] ke Sukabumi setelah menginap sehari di Surabaya dan naik kereta api ke Jakarta. Bersama kedua orang ini, turut pula 3 orang anak-anak dari Banda yang dijadikan anak angkat oleh Syahrir. Setelah itu, ia dibawa kembali ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia.Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat.Ia dijadikan penasihat dan diberi kantor di Pegangsaan Timur dan rumah di Oranje Boulevard (Jalan Diponegoro). Orang terkenal di masa sebelum perang, baik orang pergerakan, atau mereka yang bekerjasama dengan Belanda, diikut sertakan seperti Abdul Karim Pringgodigdo, Surachman, Sujitno Mangunkususmo, Sunarjo Kolopaking, Supomo, dan Sumargo Djojohadikusumo. Pada masa ini, ia banyak mendapat tenaga-tenaga baru. Pekerjaan di sini, merupakan tempat saran oleh pihak Jepan.Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.
  • 18. PENUTUP Kesimpulan Membicarakan Bung Hatta tidak akan pernah habis untuk beberapa dekade,dan mungkin beberapa abad yang akan datang karena sangat kaya akan visi, gagasan,dan contoh-contoh konkret yang dialami oleh banyak orang. Dalam pribadinya nilainilai baik yang positif dari timur dan barat telah menyatu dalam format yang hamper sempurna. Tetapi pertanyaan yang masih merisaukan adalah: pandaikah atau lebih provokatif lagi. Bung Hatta merupakan konseptor utama tentang kedaulatan rakyat. Rakyat adalah yang utama.Baik semasa pergerakan maupun sesudah kemerdekan, rakyat menjadi titik sentral perjuangan Bung Hatta. Dengan pendidikan, rakyat harus dibuat insaf akan harga dirinya. Sehingga ia bisa berpartisipasi dalam proses politik. Rakyat merupakan raja atas dirinya sendiri.Dengan berpegang pada prinsipnya tentang kedaulatan rakyat, maka pemikiran- pemikirannya kemudian selalu setuju pada rakyat seperti pada masalah kebangsaan dan perjuangannya kemudian dalam memasukkan hak-hak rakyat dalam UUD 1945. Bung Hatta sampai akhir hayatnya merupakan tokoh yang konsisten antara perkataan dan perbuatannya. Seperti yang dikatakan oleh Alfian dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan Politikdi Indonesia, Kumpulan Karangan, bahwa sikap dan tingkap laku Bung Hatta kelihatan sebagai pantulan langsung dari apa-apa yang sebenarnya menjadi buah pikirannya. Atau bisa dikatakan bahwa sikap dan tingkah laku Bung Hattta yang terlihat sebenarnya merupakan personifikasi dari pemikiranpemikirannya.Apa yang mungkin kurang jelas disampaikannya dalam bentuk karya tulisan atau pemikiran, hal itu akan lebih mudah dimengerti melalui sikap dan tingkah laku yang diperlihatkannya. Di samping berbagai julukan yang dimengerti melalui sikap dan tingkah laku yang diberikan kepada Bung Hatta ddari seorang pahlawan Proklamator, Bapak Koperasi, negarawan, demokrat sejati, cendekiawan, atau satu lagi yang tidak bisa dilupakan, bahwa Bung Hatta adalah sebagai guru bangsa,sebagai pendidik negeri yang sejati, dalam politik, ekonomi, dan moral. Guru dalam teori dan praktik.Kecintaannya pada rakyat yang diperjuangkannya dibuktikan sampai akhir hayatnya, dengan wasiatnya yang terakhir bahwa bila dipanggil oleh Yang Maha Kuasa ia ingin dikuburkan di tengah-tengah rakyat, yaitu di Tanah Kusir yangmerupakan tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta. Kepergiannya merupakan dukayang amat mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia.
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintah Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959.Jakarta: Grafiti. A.H. Nasution, 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I. Bandung: Disjarah Angkatan darat dan Angkasa. Ahmad Syafii Maarif, 1987. Islam dan Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES. Ahmad Syafii Maarif, 1999. Nasionalisme, Demokrasi, dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: Perpustakaan Hatta. Ahmad Syafii Maarif, 1996. Demokrasi dan Nasionalisme Pengalaman Indonesia. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Alfian, 1992.Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan Politik. Jakarta: Perum Percetakan Negara. Alfian, 1981.Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia: Kumpulan Karangan. Jakarta: Gramedia. Bambang Sunggono, 1994. Bantuan hokum dan hak Azasi Manusia. Bandung Mandar Maju. Deliar Noer, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik. Jakarta: LP3ES. Mohammad Hatta, 1953. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta: Bulan Bintang. Mohammad Hatta, 1953. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Tintamas. Mohammad Hatta, 1960. “Demokrasi Kita”, dalam Panji Masyarakat. No.22, 1 Mei 1960. Mohammad Hatta, 1977. Pengertian Pancasila. Jakarta: Idayu Press. Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Jakarta: Tintamas. Mohammad Hatta. 1966. Demokrasi Kita. Jakarta: Idayu Press Mohammad Hatta, 1972. Portrait of Patriot.Alih bahasa Deliar Noer. The Hauge Paris: Mouton Publishers.