The spice route is a highly valuable trade route, influencing human civilizations, particularly trade cities along this route from the XIII -XVIII AD.
Banjarmasin is one of the cities traversed by this spice route, with its primary
commodity being pepper. This research retraces the influence of this trade,
juxtaposing it with the formation of the city and the architectural character of
the buildings in Banjarmasin up to the present day.
This research employs historical qualitative methodology and is
located in the city of Banjarmasin, covering the period from the initiation of
the spice trade during the Banjarmasin sultanate era to the end of the colonial
period in Banjarmasin (1500–1900 AD). The research steps are secondary data
collection which serve as raw data for an in-depth study, primary data
collection conducted to confirm the previously gathered secondary data, data
analysis and interpretation which organized according to the historical context
and the environment of the city of Banjarmasin in chronological order until a
common thread is obtained. Subsequently, Findings and Compiling research
conclusions which the results of the analysis are discussed in relation to
various theories or concepts to derive interpretations from the research.
It concludes that the spice route played a crucial role in the formation
of Banjarmasin, consisting of three stages: the stage where Kampung Keraton
evolved into the center of the Banjarmasin sultanate, the stage of the
establishment of territorial arrangements due to the spice trade contract
between the kingdom and the Dutch East India Company, and the stage of
territorial control by the colonial government. The development of local
architecture varied, influenced by the knowledge acquired by merchants before
colonization, which was applied to their residences, and modern architecture
built by the colonial government in the form of various facilities and
infrastructure.
Bahan kuliah elemen mesin semester 2 rekayasa manufaktur
Traces of the Spice Route in the Architecture and City of Banjarmasin in South Kalimantan, Indonesia
1. PENGARUH IDEOLOGI JALUR REMPAH PADA
ARSITEKTUR KOTA BANJARMASIN
Dr. Bani Noor Muchamad/Dr. Irwan Yudha Hadinata
2. Jalur Rempah (spice route)
Jalur Rempah memiliki pengaruh besar atas
perkembangan peradaban dunia & nusantara sehingga
Pemerintah RI melalui Kemendikbud Ristek meluncurkan
program unggulan (pengajuan jalur rempah) sebagai
Warisan Dunia untuk mengembalikan dan mengeksplorasi
ulang memori bersama kejayaan jalur rempah sebagai
jalur persahabatan dan pertukaran kebudayaan.
(https://jalurrempah. Kemdikbud.go.id /tentang-jalur).
Selama berabad-abad, jalur menuju pusat rempah hanya
diketahui oleh pedagang Tiongkok, India, dan Arab, namun
setelah bangsa Portugis berhasil menaklukkan Malaka (1511),
Alfonso de Albuquerque sebagai penguasa di Goa, India
memerintahkan Antonio de Abreu & Francisco Serrao untuk
menemukan letak kepulauan rempah-rempah ini.
(Pires, 1944:LXXX; Amal, 2016:142)
3. 1
ARSITEKTUR KOTA BANJARMASIN
Fase-1:
Kota Banjarmasin berupa Kampung Keraton
(wilayah Kuin Utara saat ini).
Fase-2:
Kota Banjarmasin berkembang di Pulau Tatas
Fase-3:
Kota Banjarmasin dibagi menjadi dua; wilayah
kekuasaan Belanda dan wilayah kerajaan Banjar.
Fase-4:
Kota Banjarmasin setelah Kerajaan Banjar
dibubarkan dan masa Perang Banjar.
Fase-5:
Kota Banjarmasin setelah berakhirnya Perang
Banjar (masa Kolonialisme Belanda).
2
4 5
3
4. KERATON DI KUIN (1526-1635)
ARSITEKTUR KOTA
Fase-1: Kota Banjarmasin berupa
Kampung Keraton
(wilayah Kuin Utara saat ini).
Kota Banjarmasin tumbuh dari
pusat Kerajaan Banjar pada abad
XVI yang berlokasi di Kampung
Keraton
(Kec. Kuin Utara saat ini).
Pusat kota adalah kawasan
keraton yang hanya dapat diakses
melalui jalur air (Sungai
Kuyin/Kween/Kuin).
Terdapat cerucuk di muara sungai
Kuyin (pertemuan dengan sungai
Barito) sebagai bentuk
pertahanan.
(lihat: skesta Kampung Keraton di
Tahun 1701 daerah Kuin dibakar
rakyat sendiri untuk menghalau orang
inggris.
Tahun 1667 Daeng Tello dengan
bantuan bajak laut Melayu Soelong
menyerbu Banjarmasih. Keraton Banjar
(mungkin di sungai Pangeran)
musnah.
BANGUNAN
Keraton
Paseban & Pagungan
Siti Lohor (Siti Hinggil)
Benteng
Tempat latihan senjata
Pasar
Batang pemandian
Rumah Syahbandar
Masjid
Makam (3 level)
Permukiman (banjar: deretan rumah
terapung/lanting)
Karakter Bangunan:
Struktur/konstruksi Kayu
Rumah lanting
Rumah betang
Dinding kayu/bambu
Atap pelana, dan sebagian
dengan atap sindang
Bahan atap daun dan
sebagian dengan kulit kayu
(sirap)
Pada tahun 1612, armada Belanda
tiba di Banjarmasih untuk membalas
atas tewasnya Koopman Gillis
Michaelszoon tahun 1607. Armada
ini menyerang dari arah pulau
Kembang dan menembaki ibu kota
Kesultanan Banjar sehingga
kampung Keraton dan sekitarnya
hancur. Kerajaan dipindahkan dari
Banjarmasin ke Martapura (Kayu
Tangi).
1
5. ARSITEKTUR KOTA
Fase-2: Kota Banjarmasin berkembang di
Pulau Tatas.
Tahun 1635 Sultan memberi izin pada
VOC membangun loji di Pulau Tatas
meski baru pada Kontrak tahun 1747
Pulau Tatas disewakan kepada Belanda.
Selanjutnya pada 1759 Fort Tatas
dibangun. Dibangun juga rumah residen
Belanda dan perumahan pegawai Belanda
di sepanjang sungai Martapura (Sungai
Tatas).
Belanda membangun 2 kanal pertama di
Banjarmasin yaitu:
1. Kanal Belitung
2. Kanal Sutoyo S
Wilayah Kota Banjarmasin di Pulau Tatas
relatif lebih terencana
Di Mantuil (Schans van Thuyll)
terdapat seinpost yang dihubungkan
telefonis dengan pelabuhan di Tatas
untuk memberitahukan kapal
masuk.
PULAU TATAS (1635-1759)
● Wilayah Sungai Mesa merupakan
Kediaman Sultan Adam dan sekaligus pusat
pemerintahan kerajaan Banjar.
● Sistem permukiman yang dibangun
Belanda memisahkan penduduk berdasar
zona kesukuan, seperti kampung China
yang dibangun di seberang Benteng Tatas.
● Rumah seluruhnya terbuat dari bahan kayu
dan memiliki bentuk atap pelana dan ada
juga yg ditambah atap sindang (patahan
atap pelana yang lebih landai di
muka/belakang).
● Rumah dibangun di atas air (lanting) atau
di tepi sungai (rumah panggung).
● Transportasi menggunakan perahu.
Kanal dibangun sebagai cikal bakal
jalan darat sekaligus pengaturan air
Jalan (darat) membentang di sisi
Sungai Martapura dari muara
Sungai Kuin-Sungai Martapura
sampai area sekitar kantor Walikota
Banjarmasin saat ini.
Tahun 1756 Sultan Banjarmasin meminta dukungan VOC untuk menghadapi
Bugis. Dalam perjanjian antara Sultan Banjermassin dan Johan Andreas
Paravinci pada bulan Oktober 1756, VOC mendapat izin untuk membangun
benteng batu: Benteng Tatas. Fort Tatas dibangun dengan struktur poligonal
berpagar kayu runcing. Terdapat 3 bastion yang menghadap sungai dan 2
bastion menghadap daratan. Sultan Banjarmasin secara informal menyerahkan
kedaulatannya kepada Belanda pada tahun 1786–1787, meskipun ia tetap
mempertahankan takhta.
2
1843
1845
6. Pra PERANG BANJAR (1759-1860) 3
"Banjermassing, 1843"
ARSITEKTUR KOTA
Fase-3: Kota Banjarmasin dibagi menjadi
dua; wilayah kekuasaan Belanda dan
wilayah kerajaan Banjar.
Tahun 1759 Fort Tatas dibangun &
selanjut nya berdasar kontrak 1826
wilayah Kota Banjarmasin terpisah jadi
dua bagian: Pulau Tatas jadi pusat
kegiatan pemerintahan, militer,
perdagangan dan pelayaran Belanda
sampai Kuin Selatan, sedang kampung
Keraton di Sungai Mesa sampai dengan
Kalayan dan Kuin Utara menjadi pusat
kegiatan pemerintahan, pelayaran dan
perdagangan orang Banjar.
1900
Bangunan di darat dibangun di
sepanjang sisi jalan yang dipisahkan
oleh kanal yang sekaligus berfungsi
mengendalikan tata air
Bangunan dibangun dengan
konstruksi kayu dan mulai tumbuh
beragam bentuk bangunan.
Setelah Belanda menguasai Pulau
Tatas, Belanda intensif membangun
jalan-jalan dan kanal-kanal
Jalan-jalan di kota semakin banyak,
jalan berlapis pasir batu, kendaraan
sepeda. Di sisi jalan terdapat
pepohonan dan juga saluran air.
1. Wilhelminaweg
2. PasarLamaweg
3. Militaireweg
4. Marinelaan
5. Heerengracht
6. Palmenlaan
7. Oraneplein
8. Kerklaan
9. Ringweg
10. TeloekDalamweg
11. Kween Selatanweg
12. Kween Oetaraweg
13. Soengai Djingahweg
14. Mesa
15. Noordeinde
16. Petjinanweg
17. Martapoeraweg
18. Kerkhof laan
19. Kroesenlaan
20. Emmastraat
21. Kertak Baroeweg
22. Resident De Haanweg
23. Pasar Baroeweg
24. Havenweg (Telok Tiram)
25. Happeweg
26. Schans van Thuijlweg
27. Swartplein
28. Postweg
29. Coenbrug
30. SoediB
31. Oelinweg
32. Pekapoeran A
33. Pekapoeran B
34. Kelajanweg A
35. Kelajanweg B
Jalan-jalan yang dibangun di Banjarmasin antara lain:
7. Dalam masa perang, Belanda mulai
aktif melakukan pembangunan di
Banjarmasin
Tahun 1872 didirikan Sekolah Rakyat
(Extra Private School).
Tahun 1875 didirikan Kweekschool
voor Inlandsche Onderwijzer (Sekolah
Raja).
Tahun 1879 terusan Sarapat di
bawah pimpinan Kontelir Aernout
(disebut juga Antasan-Aernout).
Pelabuhan lama di muka Fort Tatas
dipindahkan ke Boom baru sekarang
(pelabuhan lama sekarang).
PERANG BANJAR (1860-1905)
ARSITEKTUR KOTA
Fase-4: Kota Banjarmasin setelah
Kerajaan Banjar dibubarkan dan masa
Perang Banjar.
Tanggal 11 Juni 1860 Kerajaan Banjar
dihapus. Kota Banjarmasin menjadi
satu kesatuan wilayah di bawah
kekuasaan Belanda.
Tahun 1864 Belanda menyumbang
uang sebesar 6.946 gulden untuk
perbaikan Masjid Jami.
Status Kota Banjarmasin:
- ibu kota distrik Banjarmasin,
- ibu kota onderafdeeling
Banjarmasin,
- ibu kota Residentie Zuider-en Ooster
afdeeling van Borneo (sd 1937)
- ibu kota Gouvemement Borneo
(1938)
4
1870
Pada bulan April 1876 diputuskan untuk membangun benteng baru kelas
empat (melawan musuh pribumi) di lokasi benteng VOC lama.
Pada tahun 1901 Gubernur Jenderal Willem Rooseboom (1899-1904)
menghapus Tatas dari daftar benteng permanen di Hindia Belanda.
8. KOLONIALISME (1905-1942)
ARSITEKTUR KOTA
Fase-5: Kota Banjarmasin setelah
berakhirnya Perang Banjar (masa
Kolonialisme Belanda).
Pusat kota mulai dari Boom,
memanjang Sungai Martapura, Pa-
sar Baru, Kampung Belanda, Fort
Tatas dan Pasar Lama.
Ada jembatan menyeberangi parit
yang memisahkan kampung
Belanda dengan orang Banjar.
Daerah ini daerah perkantoran
dan tempat rumah Obos (overste),
kantor Residen, rumah Residen
dengan pekarangan yang luas, dan
di mukanya terdapat tugu
peringatan penaklukan kerajaan
Banjar oleh para pahlawan
Belanda.
5
Kantor Residen
Pada tahun 1901 Gubernur
Jenderal Willem Rooseboom
(1899-1904) menghapus Tatas
dari daftar benteng permanen
di Hindia Belanda.
Jembatan Coen
Pada tahun 1914 didirikan
Kantor De Javas Bank (DJB).
Kantor pos
Bangunan di Banjarmasin:
1. Governor’s Residence
2. Government Office
3. Protestant Mission Complex
4. Dayak Church
5. Insane Asylum
6. Barracks
7. Protestant Church
8. Resident’s House
9. Old Market
10. Club De Kapel
11. European Cemetery
12. RC Church and Presbytery
13. Prison
14. Harbour Complex
15. Market (Pasar Soedimampir)
16. Market (Pasar Lima)
17. Hotel Bandjermasin
18. To RC Mission Station
19. Market (Pasar Kain)
20. Post Office (Postkantoor)
21. Mosque (Masjid Djami)
22. Mullo School
23. De Javasche Bank
24. Rex Theater
Penjara
Hotel Bandjer
Mission House
Gereja Dayak
9. Bangunan Modern
Selain membangun rumah tinggal,
Belanda juga mulai membangun
berbagai prasarana perkotaan,
seperti: Bank, Gereja, Kantor Pos,
Penjara, Tempat Hiburan, dll.
Pada periode kolonialisme ini
Belanda membangun kota dan
prasarana dengan sangat terencana
dan bangunan dibangun dengan
material batu bata yang relatif baru
bagi lingkungan Banjarmasin saat itu.
Rumah Darat
Jika rumah panggung di tepi sungai
dibangun oleh bangsawan/orang
kaya dari suku Banjar maka rumah
bergaya campuran lokal dan
pengaruh eropa dibangun oleh orang
Belanda. Rumah dibangun di
sepanjang tepi jalan di lingkungan
kota yang dibangun Belanda.
Penerapan teknik bangunan tropis,
seperti pintu/jendela double, ventilasi
silang, dan dekorasi bergaya barat
nampak pada rumah ini.
Rumah Panggung
Beberapa kelompok masyarakat yang
kaya mulai membangun rumah
panggung di tepi sungai. Rumah
dibangun menghadap sungai dan
dipisahkan oleh jalan yang juga
dibangun antara rumah dan sungai.
Gaya arsitektur sangat berkembang
(variatif) namun memiliki kesamaan
dengan adanya ukiran-ukiran dan
berbagai ragam hias lainnya.
Rumah Lanting
Sebagian besar penduduk
membangun dan tinggal di atas
rumah lanting. Keberadaan rumah
lanting masih bertahan hingga saat
ini (sudah ada sejak abad XVI - XXI)
meskipun saat ini sudah tinggal
sedikit.
Adapun di tepian sungai dibangun
rumah betang yang dihuni oleh
beberapa keluarga.
ARSITEKTUR BANGUNAN DI KOTA BANJARMASIN
10. Dr. Bani Noor Muchamad
bani.nm@ulm.ac.id
Dr. Irwan Yudha Hadinata
irwanyudha@ulm.ac.id
. . . terima kasih