Dokumen ini membahas tentang elektroforesis protein. Metode ini memanfaatkan perbedaan muatan dan ukuran molekul protein untuk memisahkannya. Protein akan bergerak di dalam media penyangga sesuai dengan muatannya menuju kutub yang berlawanan. Dokumen ini menjelaskan prinsip, komponen, prosedur, dan pembacaan hasil elektroforesis protein.
Pengukuran Konduktivitas dan Laju Alir Ozonator (dengan variasi 1,2,3 ozonator)Olivia Cesarah
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS DAN LAJU ALIR OZONATOR (DENGAN VARIASI 1, 2, DAN 3 OZONATOR) memberikan ringkasan tentang pengukuran produktivitas dan laju alir ozonator dengan variasi jumlah ozonator. Dokumen ini menjelaskan dasar teori ozon dan ozonator, prosedur percobaan termasuk pembuatan larutan dan titrasi, data hasil percobaan, serta analisis hasil pengukuran.
Dokumen ini membahas tentang elektroforesis protein. Metode ini memanfaatkan perbedaan muatan dan ukuran molekul protein untuk memisahkannya. Protein akan bergerak di dalam media penyangga sesuai dengan muatannya menuju kutub yang berlawanan. Dokumen ini menjelaskan prinsip, komponen, prosedur, dan pembacaan hasil elektroforesis protein.
Pengukuran Konduktivitas dan Laju Alir Ozonator (dengan variasi 1,2,3 ozonator)Olivia Cesarah
PENGUKURAN PRODUKTIVITAS DAN LAJU ALIR OZONATOR (DENGAN VARIASI 1, 2, DAN 3 OZONATOR) memberikan ringkasan tentang pengukuran produktivitas dan laju alir ozonator dengan variasi jumlah ozonator. Dokumen ini menjelaskan dasar teori ozon dan ozonator, prosedur percobaan termasuk pembuatan larutan dan titrasi, data hasil percobaan, serta analisis hasil pengukuran.
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dosis ekstrak daun sirsak yang menyebabkan 50% mortalitas pada ikan mas selama 96 jam untuk menentukan batas aman ekstrak daun sirsak sebagai pestisida hayati.
2. Hasil uji toksisitas menunjukkan LD50 ekstrak daun sirsak pada ikan mas adalah 13868 ppm.
3. Disimpulkan bahwa ekstrak daun sirsak dapat digunakan sebagai pestisida hayati dengan
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyLazuardi ardi
Bio analysis and instrumentation for analysis of veterinary pharmacy branch science was used for determine unknown agent give poisoned in animal or animal product. The important of these domain was used for development of drug design and drug discovery especially for veterinary used
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai prinsip dasar dan prosedur elektroforesis protein. Terdapat penjelasan mengenai komponen sistem elektroforesis, prinsip migrasi partikel bermuatan, faktor yang mempengaruhi kecepatan migrasi dan resolusi, serta prosedur elektroforesis mulai dari persiapan sampai pembacaan hasil.
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...rikitristanto
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antioksidan yang terkandung di daun lamun Thalassia hemprichii.
2) Ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol.
3) Uji aktivitas antioksidan menunjukkan nilai IC50 sebesar 25,98344501, menandakan kemampuan sampel untuk menghambat radikal
Dokumen tersebut membahas tentang hematotoksisitas arsen pada industri kayu. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa paparan arsen dapat menyebabkan gangguan pada darah seperti anemia dan leukopenia karena arsen dapat menghambat sintesis hemoglobin dan mempercepat lisisnya. Arsen berasal dari bahan kimia pengawet kayu seperti CCA (copper-chromated-arsenic) yang mengandung arsen trivalen yang toksik.
1. Penelitian ini mengisolasi inhibitor angiotensin 1-konverting enzim (ACE) dari hidrolisat jeroan bandeng menggunakan enzim papain dan tripsin.
2. Hidrolisat diaplikasikan pada kromatografi ion pertukaran dan gel-filrasi untuk memisahkan inhibitor ACE.
3. Aktivitas inhibitor ACE dan kemurnian protein dikonfirmasi dengan uji aktivitas inhibitor ACE dan elektroforesis SDS-PAGE.
Dokumen tersebut membahas pentingnya pemahaman yang baik mengenai insektisida sebelum digunakan di lapangan, karena insektisida memiliki toksisitas tinggi yang dapat berdampak buruk pada ternak, lingkungan, dan orang yang menggunakannya. Dokumen tersebut menjelaskan mekanisme dan gejala keracunan berbagai golongan insektisida serta tindakan pertolongan pertama dan pengobatan jika terjadi keracunan.
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).pptAgusSudrajat19
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara zat kimia dan sistem biologi, serta pengaruh berbahaya zat tersebut. Toksikologi mencakup berbagai bidang seperti biologi, farmakologi, biokimia, fisiologi, dan patologi. Toksikologi penting untuk mengevaluasi keamanan zat kimia seperti obat, pestisida, dan zat tambahan pangan. Efek toksik dapat terjadi melalui mekan
Dokumen tersebut membahas tentang uji toksisitas akuatik, termasuk definisi toksisitas, jenis-jenis uji toksisitas, parameter yang diukur dalam uji toksisitas seperti LC50 dan LD50, bahan dan organisme yang digunakan dalam uji toksisitas, serta prosedur pelaksanaan uji toksisitas.
Laporan praktikum ini membahas mengenal dan kalibrasi spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengidentifikasi gugus fungsional zat ekstra joss dan kafein murni. Metode yang digunakan adalah merekam spektrum zat uji dengan spektrofotometer FTIR dan menganalisis hasil spektrum untuk mengetahui gugus fungsional yang ada berdasarkan bilangan gelombang vibrasinya.
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dosis ekstrak daun sirsak yang menyebabkan 50% mortalitas pada ikan mas selama 96 jam untuk menentukan batas aman ekstrak daun sirsak sebagai pestisida hayati.
2. Hasil uji toksisitas menunjukkan LD50 ekstrak daun sirsak pada ikan mas adalah 13868 ppm.
3. Disimpulkan bahwa ekstrak daun sirsak dapat digunakan sebagai pestisida hayati dengan
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyLazuardi ardi
Bio analysis and instrumentation for analysis of veterinary pharmacy branch science was used for determine unknown agent give poisoned in animal or animal product. The important of these domain was used for development of drug design and drug discovery especially for veterinary used
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai prinsip dasar dan prosedur elektroforesis protein. Terdapat penjelasan mengenai komponen sistem elektroforesis, prinsip migrasi partikel bermuatan, faktor yang mempengaruhi kecepatan migrasi dan resolusi, serta prosedur elektroforesis mulai dari persiapan sampai pembacaan hasil.
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...rikitristanto
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antioksidan yang terkandung di daun lamun Thalassia hemprichii.
2) Ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol.
3) Uji aktivitas antioksidan menunjukkan nilai IC50 sebesar 25,98344501, menandakan kemampuan sampel untuk menghambat radikal
Dokumen tersebut membahas tentang hematotoksisitas arsen pada industri kayu. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa paparan arsen dapat menyebabkan gangguan pada darah seperti anemia dan leukopenia karena arsen dapat menghambat sintesis hemoglobin dan mempercepat lisisnya. Arsen berasal dari bahan kimia pengawet kayu seperti CCA (copper-chromated-arsenic) yang mengandung arsen trivalen yang toksik.
1. Penelitian ini mengisolasi inhibitor angiotensin 1-konverting enzim (ACE) dari hidrolisat jeroan bandeng menggunakan enzim papain dan tripsin.
2. Hidrolisat diaplikasikan pada kromatografi ion pertukaran dan gel-filrasi untuk memisahkan inhibitor ACE.
3. Aktivitas inhibitor ACE dan kemurnian protein dikonfirmasi dengan uji aktivitas inhibitor ACE dan elektroforesis SDS-PAGE.
Dokumen tersebut membahas pentingnya pemahaman yang baik mengenai insektisida sebelum digunakan di lapangan, karena insektisida memiliki toksisitas tinggi yang dapat berdampak buruk pada ternak, lingkungan, dan orang yang menggunakannya. Dokumen tersebut menjelaskan mekanisme dan gejala keracunan berbagai golongan insektisida serta tindakan pertolongan pertama dan pengobatan jika terjadi keracunan.
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).pptAgusSudrajat19
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara zat kimia dan sistem biologi, serta pengaruh berbahaya zat tersebut. Toksikologi mencakup berbagai bidang seperti biologi, farmakologi, biokimia, fisiologi, dan patologi. Toksikologi penting untuk mengevaluasi keamanan zat kimia seperti obat, pestisida, dan zat tambahan pangan. Efek toksik dapat terjadi melalui mekan
Dokumen tersebut membahas tentang uji toksisitas akuatik, termasuk definisi toksisitas, jenis-jenis uji toksisitas, parameter yang diukur dalam uji toksisitas seperti LC50 dan LD50, bahan dan organisme yang digunakan dalam uji toksisitas, serta prosedur pelaksanaan uji toksisitas.
Laporan praktikum ini membahas mengenal dan kalibrasi spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengidentifikasi gugus fungsional zat ekstra joss dan kafein murni. Metode yang digunakan adalah merekam spektrum zat uji dengan spektrofotometer FTIR dan menganalisis hasil spektrum untuk mengetahui gugus fungsional yang ada berdasarkan bilangan gelombang vibrasinya.
1. PEMERIKSAAN ENZIM ASETIL CHOLIN ESTERASE (AcHE)
Oleh :
Nama : R. Roro Theresia Sorta
NIM : B1J008065
Kelompok :2
Rombongan : II
Asisten : Dayu Ardiyuda
LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
2. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang
menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak
menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan
juga racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang
memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Kemudahan dalam
penggunaannya di lahan, juga menjadi alasan mendasar bagi para petani. Selain sebagai
pengendali hama, juga digunakan sebagai alternatif pengendali vektor penyakit malaria.
Meluasnya penggunaan insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat,
menjadi masalah yang serius terutama kaitanya dengan kesehatan manusia. Penggunaan
yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang dapat bersifat
sistemik, mengingat yang menjadi sasaran kerusakan adalah enzim asetil cholin
esterase. Gangguan akibat insektisida ini sering dialami oleh para petani, terutama yang
dalam penyemprotan insektisida tidak menggunakan masker atau penutup hidung. Akan
tetapi, tidak menutup kemungkinan selain petani juga dapat mengalami gangguan
kesehatan yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat keracunan yang tinggi.
Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat keracunan insektisida dapat
dideteksi lebih awal, untuk menghindari keracunan lebih lanjut. Salah satunya adalah
melalui pemeriksaan enzim asetil cholin esterase (AChE). Gejala keracunan insektisida
ditunjukan dengan penurunan jumlah enzim AChE.
B. Tujuan
Tujuan praktikum pemeriksaan AChE adalah:
1. Mengetahui ada tidaknya pencemaran akibat pestisida dari pemeriksaan AChE
2. Mengukur enzim AChE dengan spektrofotometer
3. C. Manfaat
Manfaat praktikum pemeriksan AChE adalah memberikan informasi mengenai
ada tidaknya pencemaran akibat pestisida pada darah praktikan melalui pemeriksaan
AChE dengan menggunakan spektrofotometri.
4. II. TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka
panjang seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian. Setiap tahun,
sekitar satu juta orang keracunan pestisida dan yang meninggal sekitar 20.000 orang
(Oka, 1995). Keracunan pestisida pada manusia mencapai tiga juta kasus per tahun. Hal
ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta
lemahnya perundang-undangan pestisida (Darmono, 2002).
Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan
memiliki kemampuan untuk menggantikan organoklorin seperti DDT, aldrin dan
lindane. Insektisida ini memiliki persistensi lingkungan yang rendah dibanding
organoklorin, tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007).
Penggunaan insektisida secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup
lama dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan penurunan kerentanan serangga sasaran.
Dua mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan
karbamat yaitu peningkatan aktivitas enzim esterase dan insensitivitas
asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase merupakan tempat sasaran golongan insektisida
organofosfat dan karbamat, sehingga perubahan asetilkolinesterase (insensitivitas
AChE) menimbulkan resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida
tersebut, yaitu organofosfat dan karbamat.
Enzim AChE merupakan enzim yang mendegradasi asetil cholin menjadi cholin
dan asetat. Asetil cholin merupakan neurotransmitter pada sistem saraf pusat yang
berfungsi dalam transmisi sinaps. AChE memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, dimana
satu molekul AChE mampu mendegradasi 25.000 molekul asetil cholin tiap detik.
AChE dapat ditemukan pada membran sel darah merah dengan membentuk konstitusi
bersama antigen (Buncharoen, 2010).
5. III. MATERI DAN METODE
A. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan AChE meliputi tabung
reaksi 5 mL, mikropipet 100 µL, spektrofotometer, spuit, tourniquet, sentrifuge dan
kuvet.
B. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum AChE meliputi serum darah 40 µL, 4
cc reagen dan kolinesterase.
C. Cara Kerja
Cara kerja praktikum pemeriksaan AChE meliputi:
1. Darah probandus diambil sebanyak 4 cc dengan menggunakan spuit, darah
dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm
selama 10 menit.
2. Serum darah diambil menggunakan mikropipet sebanyak 40 µL dan dimasukan ke
dalam 4 cc reagen kolinesterase, kemudian dipindahkan ke dalam kuvet.
3. Absorbansi serum dibaca menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang
405 nm pada menit ke-1 (60 detik) A1 dan menit ke-2 (60 detik) A2.
4. Perhitungan:
Aktivitas AChE = (ΔA2-ΔA1) X 68.500 Unit/Liter
Nilai normal untuk laki-laki = 4.620 – 11.500 unit/L
Nila normal untuk perempuan = 3.930 - 11.800 unit/L
6. Tabel 1. Tingkat keracunan
Kadar kolinesterase Tingkat keracunan
85 – 100% Tidak ada racun
50 – 85% Keracunan ringan
25 – 50% Keracunan sedang
0 – 25% Keracunan berat
7. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Kel. Jenis Kelamin A1 A2 Aktivitas cHE Tingkat keracunan
1 ♂ 0,313 0,312 274 5,93
2 ♀ 0,310 0,306 1096 27,9
3 ♂ 0,309 0,310 274 5,93
4 ♀ 0,313 0,314 274 6,97
Perhitungan Kelompok 2
Absorbansi menit ke- 1 (60 detik) = 0,310
Absorbansi menit ke- 2 (60 detik) = 0,306
Aktivitas AcHE = (ΔA1 - ΔA2) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran)
= (0,310 - 0,306) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran)
= 1096 unit/L
Tingkat Keracunan = x 100%
= x 100%
= 27,9 %
B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh, dari keempat sampel yang diambil terlihat
bahwa nilai kadar AChE seluruh probandus berada di bawah nilai keadaan normal. Hal
ini terlihat dari jumlah AChE dengan sampel darah dari jenis kelamin perempuan untuk
kelompok 2 dan 4 dibawah 4.620 unit/L. Jumlah AChE sampel darah dari jenis kelamin
laki-laki kelompok 1 dan 3 dibawah 3.930 unit/L. Penurunan jumlah enzim AChE ini
menujukan adanya gejala pencemaran atau keracunan akibat pestisida. Hal ini
menandakan bahwa di dalam tubuh probandus telah mengalami penurunan jumlah
enzim AChE akibat keracunan pestisida organofosfat maupun karbamat. Pencemaran
8. dimungkinkan didapatkan dari konsumsi sayur-sayuran yang berpestisida terutama yang
mengandung organofosfat dan karbamat. Menurut Munaf (1997), menurunnya nilai
AcHE disebabkan karena telah terpaparnya dengan zat pestisida, baik jenis organofosfat
ataupun karbamat.
Cara yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim asetilkolinesterase
adalah dengan cara spektofotometer, cara ini sedikit berbeda dengan pemeriksaan
menggunakan teknik biosensor. Meskipun pemeriksaan aktivitas enzim
asetilkolinesterase sama-sama menggunakan spektofotometer, namun pada teknik
biosensor menambahkan larutan 1 ml P-buffer (0.1M sodium phosphate, 1% Triton X-
100, pH 7.4) sebelum dilakukan sentrifugasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil
yang lebih spesifik. Absorbansi spektofotometri yang digunakan pada saat praktikum
adalah 490 nm, sedangkan pada teknik biosensor adalah 595 nm (UV-160A
SHIMADZU) (Mavrikou et al., 2008).
Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim
asetilkolinesterase (AcHE). Ada dua bentuk AcHE yaitu truecholinesterase atau
asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction.
Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan
hati. Insektisida organofosfat menghambat AcHE melalui proses fosforilasi bagian ester
anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang bersifat irreversibel. Aktivitas AcHE
tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase
diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim
kolinesterase yang berfungsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi
kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps-sinaps
kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Pajanan
pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor
perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan
9. reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau
empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa
bulan untuk eritrosit (Lubis, 2002).
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan
fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Bentuk enzim mengalami phosphorylasi.
Struktur karbamat seperti physostigmin, ditemukan secara alamiah dalam kacang
Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida
dengan komponen aktifnya adalah Sevine. Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah
sama dengan organofosfat, dimana enzim AcHE dihambat dan mengalami karbamilasi.
Bentuk enzim mengalami karbamilasi
Insektisida karbamat memiliki suatu aksi toksis yang analog dengan insektisida
organofosfat. Karbamat dapat mewakili suatu aksi penghalang dengan ikatan kovalen
gugus karbamil elektrofilik (karbamilasi, mirip dengan fosforilasi) kepada tempat
esteratik ChE. Meskipun demikian, kebalikan dari organofosfat, kabamat merupakan
penghambat ChE yang reversibel (dapat balik) karena enzim aktif dapat diregenerasi
(diperbaharui) dari komleks penghambat enzim ( Connell dan Gregory, 1983).
10. AcHe berperan sebagai enzim yang mempengaruhi sintesis Asetilkolin.
Asetilkolin adalah molekul yang disintesis dari kolin dan KoA. Perannya dalam tubuh
adalah sebagai neurotrasmiter yang pada umumnya ditemukan pada organisme
invertebrate maupun vertebrata. Ach terletak pada ujung-ujung saraf yang berakhir pada
membran plasma. Berdasarkan jenis reseptornya, Ach pada sistem saraf pusat dapat
berperan sebagai inhibitor atau eksitator. Enzim kolinesterase mempunyai peranan yang
penting dalam proses neuro muskuler dengan menghidrolisis Asetilkolin (Ach) menjadi
asam asetat dan kolin. Kolin yang berfungsi untuk menghantarkan impuls saraf akan
berkurang, jika terjadi suatu penumpukan asetilkolin, sehingga timbul berbagai
kelainan-kelainan pada berbagai kerja tubuh (Murray, 2003). Menurut Nogrady (1992),
asetilkholin adalah senyawa kimia yang berperan dalam pengangkutan rangsangan saraf
dan mempunyai rumus kimia : (CH3)3N + CH2.CH2OCO.CH3.
Kadar normalAcHe pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
jenis kelamin, faktor genetik dan hormonal, fungsi fisiologis jaringan, serta aktifitas.
Kadar normal AcHe pada laki-laki memiliki rentang 5.100-11.700 unit/liter, sedangkan
pada perempuan memiliki rentang 4.000-12.600 unit/liter. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar AcHe dalam tubuh juga mempengaruhi produksi Ach. Produksi
Ach terletak pada neuron-neuron yang terdapat di sebagian besar daerah otak khususnya
oleh sel-sel piramid besar korteks motorik di dalam ganglia basalis dan neuron
preganglion sistem saraf otonom. Sebagai kompensasinya, tubuh harus memproduksi
enzim AcHe untuk memecah Ach (Murray, 2003).
Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase
(AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap dihambat
sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan.
Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE ini yang menimbulkan
gejala-gejala keracunan organofosfat. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas
11. kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda
keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai
gejala penyakit biasa.
Interaksi organofosfat dan karbamat dalam menghambat aktivitas enzim
asetilkolinesterase menurut Soemirat (2003), meliputi tiga tahap yaitu:
1. Interaksi sisi aktif asetilkolinesterase membentuk ikatan kompleks yang tidak
stabil
2. Hidrolisis dari senyawa kompleks yang terjadi dengan melepaskan ikatan Z atau
R subtitusi yang menghasilkan phosphorylated (organofosfat ester) atau
karbamylated (karbamat ester) terinhibisi, sehingga AchE terinhibisi dan
menjadi bentuk tidak aktif lagi
3. Defosfolirasi dan dekarbamalisasi menghasilkan AchE bebas, sehingga kembali
mampu memutuskan asetilkolin sebagai transmitter.
Kebanyakan fosfolirasi asetilkolinesterase tidak siap mendefosfolirasi, hal ini
menunjukkan inhibisi irreversible sehingga memerlukan waktu berhari-hari.
Mekanisme masuknya pestisida organofosfat ke dalam tubuh antara lain melalui
kulit, mulut, saluran pencernaan, dan pernafasan. Pestisida organofosfat berikatan
dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya saraf yaitu kolinesterase.
Kolinesterase adalah enzim darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan
baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat, tingkat aktivitas kolinesterase akan
turun. Ada dua tipe kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah
merah dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat, enzim tidak
dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke otot-otot
tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat dikendalikan
(Sudarmo, 1991).
12. Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem saraf pusat
(SSP) termasuk pusing, ataksia, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada responden
kardiovaskular, yaitu penurunan tekanan darah dan kelainan jantung serta hambatan
pada jantung secara kompleks dapat mungkin terjadi. Bahaya pencemaran dan efek
yang ditimbulkan dari keracunan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik,
dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat saraf, kebutaan, dan kematian.
Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta
lemahnya perundang-undangan pestisida. Pestisida berpengaruh terhadap makhluk
hidup karena akumulasi dan absorpsi pestisida melalui rantai makanan sehingga dapat
mengganggu keseimbangan ekologi (Tarumingkeng, 1977).
Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin mempermudah
terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Untuk dosis penyemprotan di
lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha. Arah
angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan penyemprotan.
Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh
melebihi 750 m per menit. Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin
tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan
ketentuan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain
melalui pernafasan atau penetrasi kulit. Oleh karena itu cara-cara yang paling baik
untuk mencegah terjadinya keracunan adalah memberikan perlindungan pada bagian-
bagian tersebut (Tarumingkeng, 1977).
Menurut Hamzah (2009), mekanisme malation (salah satu contoh organofosfat)
dalam membunuh insekta yaitu dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan
dengan uap/pernapasan. Malathion, mempunyai sifat yang sangat khas, dapat
menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di
dalam tubuh. Insektisida mengalami proses biotransformation di dalam darah dan hati.
13. Sebagian malathion dapat dipecahkan dalam hati mammalia dan penurunan jumlah
dalam tubuh terjadi melalui jalan hidrolisa esterase. Kadar insektisida di dalam
bermacam-macam jaringan meningkat sesuai dengan lama waktu pemberian, kemudian
(setelah ± 2 bulan) secara umum menunjukkan penurunan, walaupun masih diberikan
terus.
14. V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemeriksaan sampel darah dari probandus terlihat adanya pencemaran akibat
pestisida, khususnya organofosfat dan karbamat, yang ditunjukkan dengan adanya
ketidaknormalan pada nilai hasil perhitungan aktivitas kadar AChE.
2. Kadar AChE pada kelompok 1, 3, dan 4 adalah 5,93%, 5,93%, dan 6,97% yang
artinya keracunan berat, sedangkan pada kelompok 2 kadarnya 27,9% yang berarti
probandus memiliki tingkat keracunan yang ringan.
15. DAFTAR REFERENSI
Buncharoen, W. 2010. Acetylcholinesterase Inhibitory Effect of Pseuderanthemum
palatiferum in Albino Rats Wararut Buncharoen, Supap Saenphet, Kanokporn
Saenphet. Trends Research in Science and Technology. 2 (1): 13-18.
Connell, D.W dan Gregory J. M. 1983. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Darmono, T.W. 2002. Menuju pertanian organik berbekalkan pengalaman implementasi
pengendalian hama terpadu (PHT) pada perkebunan rakyat. Prosiding Seminar
Nasional dan Pameran Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 77-89.
Hamzah, R. Achmad. 2009. Tracer Pathway dari Insektisida Malathion dan
Pengaruhnya terhadap Organ Hati dan Otak Tikus. Makara, kesehatan, (13) 2:
69-73.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi dasar: Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko. UI Press,
Jakarta
Lubis, H. S. 2002. Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida Golongan
Organofosfat pada Tenaga Kerja. Universitas Sumatra Utara, Medan
Mavrikou, Sophie., K. Flampouri, G. Moschopoulou, O. Mangana, A. Michaelides, and
S. Kintzios. 2008. Assessment of Organophosphate and Carbamate Pesticide
Residues in Cigarette Tobacco with a Novel Cell Biosensor. Sensor. 8: 2818-
2832.
Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama,
Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika, Jakarta
Murray, K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC.
Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia. ITB, Bandung.
Oka, I.N. 1992. Program nasional pelatihan dan pengembangan pengendalian hama
terpadu sebagai salah satu usaha mengembangkan tenaga manusia dalam menuju
pertanian tangguh. Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarko, D. Suwardiyanto dan A. A. I. Ratnadewi, 2007. Modifikasi Asetikoliesterase
dengan Mutasi Kombinasi secara In Sillico untuk Biosensor Organofosfat.
Jurnal Kimia Indonesia, 2 (1): 25-30.
Tarumingkeng. 1977. Dinamika pestisida dalam lingkungan. Dalam Aspek Pestisida di
Indonesia. Edisi Khusus Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. No. 3: 52-
58.
Tarumingkem, R. C. 2001. Pestisida dan Penggunaannya. IPB, Bogor.