SlideShare a Scribd company logo
PEMERIKSAAN ENZIM ASETIL CHOLIN ESTERASE (AcHE)




                       Oleh :
           Nama           : R. Roro Theresia Sorta
           NIM            : B1J008065
           Kelompok       :2
           Rombongan      : II
           Asisten        : Dayu Ardiyuda




 LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN




   KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
      UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
             FAKULTAS BIOLOGI
                PURWOKERTO
                       2012
I. PENDAHULUAN


                                   A. Latar Belakang

       Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang

menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak

menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan

juga racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang

memuaskan,     selain   kerjanya   cepat   dan   mudah   terurai.   Kemudahan    dalam

penggunaannya di lahan, juga menjadi alasan mendasar bagi para petani. Selain sebagai

pengendali hama, juga digunakan sebagai alternatif pengendali vektor penyakit malaria.

       Meluasnya penggunaan insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat,

menjadi masalah yang serius terutama kaitanya dengan kesehatan manusia. Penggunaan

yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang dapat bersifat

sistemik, mengingat yang menjadi sasaran kerusakan adalah enzim asetil cholin

esterase. Gangguan akibat insektisida ini sering dialami oleh para petani, terutama yang

dalam penyemprotan insektisida tidak menggunakan masker atau penutup hidung. Akan

tetapi, tidak menutup kemungkinan selain petani juga dapat mengalami gangguan

kesehatan yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat keracunan yang tinggi.

       Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat keracunan insektisida dapat

dideteksi lebih awal, untuk menghindari keracunan lebih lanjut. Salah satunya adalah

melalui pemeriksaan enzim asetil cholin esterase (AChE). Gejala keracunan insektisida

ditunjukan dengan penurunan jumlah enzim AChE.


                                      B. Tujuan

       Tujuan praktikum pemeriksaan AChE adalah:

1.   Mengetahui ada tidaknya pencemaran akibat pestisida dari pemeriksaan AChE

2.   Mengukur enzim AChE dengan spektrofotometer
C. Manfaat

      Manfaat praktikum pemeriksan AChE adalah memberikan informasi mengenai

ada tidaknya pencemaran akibat pestisida pada darah praktikan melalui pemeriksaan

AChE dengan menggunakan spektrofotometri.
II. TINJAUAN PUSTAKA

       Penggunaan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka

panjang seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian. Setiap tahun,

sekitar satu juta orang keracunan pestisida dan yang meninggal sekitar 20.000 orang

(Oka, 1995). Keracunan pestisida pada manusia mencapai tiga juta kasus per tahun. Hal

ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta

lemahnya perundang-undangan pestisida (Darmono, 2002).

       Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan

memiliki kemampuan untuk menggantikan organoklorin seperti DDT, aldrin dan

lindane. Insektisida ini memiliki persistensi lingkungan yang rendah dibanding

organoklorin, tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007).

       Penggunaan insektisida secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup

lama dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan penurunan kerentanan serangga sasaran.

Dua mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan

karbamat    yaitu   peningkatan     aktivitas   enzim    esterase    dan   insensitivitas

asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase merupakan tempat sasaran golongan insektisida

organofosfat dan karbamat, sehingga perubahan asetilkolinesterase (insensitivitas

AChE) menimbulkan resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida

tersebut, yaitu organofosfat dan karbamat.

     Enzim AChE merupakan enzim yang mendegradasi asetil cholin menjadi cholin

dan asetat. Asetil cholin merupakan neurotransmitter pada sistem saraf pusat yang

berfungsi dalam transmisi sinaps. AChE memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, dimana

satu molekul AChE mampu mendegradasi 25.000 molekul asetil cholin tiap detik.

AChE dapat ditemukan pada membran sel darah merah dengan membentuk konstitusi

bersama antigen (Buncharoen, 2010).
III. MATERI DAN METODE


                                          A. Alat

         Alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan AChE meliputi tabung

reaksi 5 mL, mikropipet 100 µL, spektrofotometer, spuit, tourniquet, sentrifuge dan

kuvet.

                                         B. Bahan

         Bahan yang digunakan dalam praktikum AChE meliputi serum darah 40 µL, 4

cc reagen dan kolinesterase.


                                      C. Cara Kerja

         Cara kerja praktikum pemeriksaan AChE meliputi:

1.   Darah probandus diambil sebanyak 4 cc dengan menggunakan spuit, darah

     dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm

     selama 10 menit.

2.   Serum darah diambil menggunakan mikropipet sebanyak 40 µL dan dimasukan ke

     dalam 4 cc reagen kolinesterase, kemudian dipindahkan ke dalam kuvet.

3.   Absorbansi serum dibaca menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang

     405 nm pada menit ke-1 (60 detik) A1 dan menit ke-2 (60 detik) A2.

4.   Perhitungan:

         Aktivitas AChE = (ΔA2-ΔA1) X 68.500 Unit/Liter


     Nilai normal untuk laki-laki      = 4.620 – 11.500 unit/L

     Nila normal untuk perempuan       = 3.930 - 11.800 unit/L
Tabel 1. Tingkat keracunan

Kadar kolinesterase   Tingkat keracunan

    85 – 100%          Tidak ada racun

     50 – 85%          Keracunan ringan

     25 – 50%         Keracunan sedang

     0 – 25%           Keracunan berat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


                                       A. Hasil

Kel.   Jenis Kelamin       A1         A2          Aktivitas cHE     Tingkat keracunan
 1           ♂            0,313      0,312            274                     5,93
 2           ♀            0,310      0,306            1096                    27,9
 3           ♂            0,309      0,310            274                     5,93
 4           ♀            0,313      0,314            274                     6,97
Perhitungan Kelompok 2

       Absorbansi menit ke- 1 (60 detik) = 0,310

       Absorbansi menit ke- 2 (60 detik) = 0,306

Aktivitas AcHE = (ΔA1 - ΔA2) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran)

                 = (0,310 - 0,306) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran)

                 = 1096 unit/L

Tingkat Keracunan =               x 100%

                    =     x 100%

                    = 27,9 %



                                   B. Pembahasan

       Berdasarkan data yang diperoleh, dari keempat sampel yang diambil terlihat

bahwa nilai kadar AChE seluruh probandus berada di bawah nilai keadaan normal. Hal

ini terlihat dari jumlah AChE dengan sampel darah dari jenis kelamin perempuan untuk

kelompok 2 dan 4 dibawah 4.620 unit/L. Jumlah AChE sampel darah dari jenis kelamin

laki-laki kelompok 1 dan 3 dibawah 3.930 unit/L. Penurunan jumlah enzim AChE ini

menujukan adanya gejala pencemaran atau keracunan akibat pestisida. Hal ini

menandakan bahwa di dalam tubuh probandus telah mengalami penurunan jumlah

enzim AChE akibat keracunan pestisida organofosfat maupun karbamat. Pencemaran
dimungkinkan didapatkan dari konsumsi sayur-sayuran yang berpestisida terutama yang

mengandung organofosfat dan karbamat. Menurut Munaf (1997), menurunnya nilai

AcHE disebabkan karena telah terpaparnya dengan zat pestisida, baik jenis organofosfat

ataupun karbamat.

       Cara yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim asetilkolinesterase

adalah dengan cara spektofotometer, cara ini sedikit berbeda dengan pemeriksaan

menggunakan     teknik    biosensor.   Meskipun     pemeriksaan     aktivitas   enzim

asetilkolinesterase sama-sama menggunakan spektofotometer, namun pada teknik

biosensor menambahkan larutan 1 ml P-buffer (0.1M sodium phosphate, 1% Triton X-

100, pH 7.4) sebelum dilakukan sentrifugasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil

yang lebih spesifik. Absorbansi spektofotometri yang digunakan pada saat praktikum

adalah 490 nm, sedangkan pada teknik biosensor adalah 595 nm (UV-160A

SHIMADZU) (Mavrikou et al., 2008).

       Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim

asetilkolinesterase (AcHE). Ada dua bentuk AcHE yaitu truecholinesterase atau

asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction.

Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan

hati. Insektisida organofosfat menghambat AcHE melalui proses fosforilasi bagian ester

anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang bersifat irreversibel. Aktivitas AcHE

tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase

diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim

kolinesterase yang berfungsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi

kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps-sinaps

kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Pajanan

pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor

perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan
reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau

empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa

bulan untuk eritrosit (Lubis, 2002).




       Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan

fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.




                        Bentuk enzim mengalami phosphorylasi.

Struktur karbamat seperti physostigmin, ditemukan secara alamiah dalam kacang

Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida

dengan komponen aktifnya adalah Sevine. Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah

sama dengan organofosfat, dimana enzim AcHE dihambat dan mengalami karbamilasi.




                             Bentuk enzim mengalami karbamilasi

       Insektisida karbamat memiliki suatu aksi toksis yang analog dengan insektisida

organofosfat. Karbamat dapat mewakili suatu aksi penghalang dengan ikatan kovalen

gugus karbamil elektrofilik (karbamilasi, mirip dengan fosforilasi) kepada tempat

esteratik ChE. Meskipun demikian, kebalikan dari organofosfat, kabamat merupakan

penghambat ChE yang reversibel (dapat balik) karena enzim aktif dapat diregenerasi

(diperbaharui) dari komleks penghambat enzim ( Connell dan Gregory, 1983).
AcHe berperan sebagai enzim yang mempengaruhi sintesis Asetilkolin.

Asetilkolin adalah molekul yang disintesis dari kolin dan KoA. Perannya dalam tubuh

adalah sebagai neurotrasmiter yang pada umumnya ditemukan pada organisme

invertebrate maupun vertebrata. Ach terletak pada ujung-ujung saraf yang berakhir pada

membran plasma. Berdasarkan jenis reseptornya, Ach pada sistem saraf pusat dapat

berperan sebagai inhibitor atau eksitator. Enzim kolinesterase mempunyai peranan yang

penting dalam proses neuro muskuler dengan menghidrolisis Asetilkolin (Ach) menjadi

asam asetat dan kolin. Kolin yang berfungsi untuk menghantarkan impuls saraf akan

berkurang, jika terjadi suatu penumpukan asetilkolin, sehingga timbul berbagai

kelainan-kelainan pada berbagai kerja tubuh (Murray, 2003). Menurut Nogrady (1992),

asetilkholin adalah senyawa kimia yang berperan dalam pengangkutan rangsangan saraf

dan mempunyai rumus kimia : (CH3)3N + CH2.CH2OCO.CH3.

       Kadar normalAcHe pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

jenis kelamin, faktor genetik dan hormonal, fungsi fisiologis jaringan, serta aktifitas.

Kadar normal AcHe pada laki-laki memiliki rentang 5.100-11.700 unit/liter, sedangkan

pada perempuan memiliki rentang 4.000-12.600 unit/liter. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kadar AcHe dalam tubuh juga mempengaruhi produksi Ach. Produksi

Ach terletak pada neuron-neuron yang terdapat di sebagian besar daerah otak khususnya

oleh sel-sel piramid besar korteks motorik di dalam ganglia basalis dan neuron

preganglion sistem saraf otonom. Sebagai kompensasinya, tubuh harus memproduksi

enzim AcHe untuk memecah Ach (Murray, 2003).

       Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase

(AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap dihambat

sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan.

Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE ini yang menimbulkan

gejala-gejala keracunan organofosfat. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas
kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda

keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai

gejala penyakit biasa.

       Interaksi organofosfat dan karbamat dalam menghambat aktivitas enzim

asetilkolinesterase menurut Soemirat (2003), meliputi tiga tahap yaitu:

   1. Interaksi sisi aktif asetilkolinesterase membentuk ikatan kompleks yang tidak

       stabil

   2. Hidrolisis dari senyawa kompleks yang terjadi dengan melepaskan ikatan Z atau

       R subtitusi yang menghasilkan phosphorylated (organofosfat ester) atau

       karbamylated (karbamat ester) terinhibisi, sehingga AchE terinhibisi dan

       menjadi bentuk tidak aktif lagi

   3. Defosfolirasi dan dekarbamalisasi menghasilkan AchE bebas, sehingga kembali

       mampu memutuskan asetilkolin sebagai transmitter.

       Kebanyakan fosfolirasi asetilkolinesterase tidak siap mendefosfolirasi, hal ini

       menunjukkan inhibisi irreversible sehingga memerlukan waktu berhari-hari.

       Mekanisme masuknya pestisida organofosfat ke dalam tubuh antara lain melalui

kulit, mulut, saluran pencernaan, dan pernafasan. Pestisida organofosfat berikatan

dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya saraf yaitu kolinesterase.

Kolinesterase adalah enzim darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan

baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat, tingkat aktivitas kolinesterase akan

turun. Ada dua tipe kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah

merah dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat, enzim tidak

dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke otot-otot

tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat dikendalikan

(Sudarmo, 1991).
Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem saraf pusat

(SSP) termasuk pusing, ataksia, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada responden

kardiovaskular, yaitu penurunan tekanan darah dan kelainan jantung serta hambatan

pada jantung secara kompleks dapat mungkin terjadi. Bahaya pencemaran dan efek

yang ditimbulkan dari keracunan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik,

dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat saraf, kebutaan, dan kematian.

Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta

lemahnya perundang-undangan pestisida. Pestisida berpengaruh terhadap makhluk

hidup karena akumulasi dan absorpsi pestisida melalui rantai makanan sehingga dapat

mengganggu keseimbangan ekologi (Tarumingkeng, 1977).

        Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin mempermudah

terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Untuk dosis penyemprotan di

lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha. Arah

angin   harus   diperhatikan   oleh   penyemprot    saat   melakukan    penyemprotan.

Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh

melebihi 750 m per menit. Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin

tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan

ketentuan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain

melalui pernafasan atau penetrasi kulit. Oleh karena itu cara-cara yang paling baik

untuk mencegah terjadinya keracunan adalah memberikan perlindungan pada bagian-

bagian tersebut (Tarumingkeng, 1977).

        Menurut Hamzah (2009), mekanisme malation (salah satu contoh organofosfat)

dalam membunuh insekta yaitu dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan

dengan uap/pernapasan. Malathion, mempunyai sifat yang sangat khas, dapat

menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di

dalam tubuh. Insektisida mengalami proses biotransformation di dalam darah dan hati.
Sebagian malathion dapat dipecahkan dalam hati mammalia dan penurunan jumlah

dalam tubuh terjadi melalui jalan hidrolisa esterase. Kadar insektisida di dalam

bermacam-macam jaringan meningkat sesuai dengan lama waktu pemberian, kemudian

(setelah ± 2 bulan) secara umum menunjukkan penurunan, walaupun masih diberikan

terus.
V. KESIMPULAN

       Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.   Pemeriksaan sampel darah dari probandus terlihat adanya pencemaran akibat

     pestisida, khususnya organofosfat dan karbamat, yang ditunjukkan dengan adanya

     ketidaknormalan pada nilai hasil perhitungan aktivitas kadar AChE.

2.   Kadar AChE pada kelompok 1, 3, dan 4 adalah 5,93%, 5,93%, dan 6,97% yang

     artinya keracunan berat, sedangkan pada kelompok 2 kadarnya 27,9% yang berarti

     probandus memiliki tingkat keracunan yang ringan.
DAFTAR REFERENSI


Buncharoen, W. 2010. Acetylcholinesterase Inhibitory Effect of Pseuderanthemum
      palatiferum in Albino Rats Wararut Buncharoen, Supap Saenphet, Kanokporn
      Saenphet. Trends Research in Science and Technology. 2 (1): 13-18.
Connell, D.W dan Gregory J. M. 1983. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Darmono, T.W. 2002. Menuju pertanian organik berbekalkan pengalaman implementasi
     pengendalian hama terpadu (PHT) pada perkebunan rakyat. Prosiding Seminar
     Nasional dan Pameran Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 77-89.
Hamzah, R. Achmad. 2009. Tracer Pathway dari Insektisida Malathion dan
     Pengaruhnya terhadap Organ Hati dan Otak Tikus. Makara, kesehatan, (13) 2:
     69-73.
Lu, F.C. 1995. Toksikologi dasar: Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko. UI Press,
       Jakarta
Lubis, H. S. 2002. Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida Golongan
       Organofosfat pada Tenaga Kerja. Universitas Sumatra Utara, Medan
Mavrikou, Sophie., K. Flampouri, G. Moschopoulou, O. Mangana, A. Michaelides, and
      S. Kintzios. 2008. Assessment of Organophosphate and Carbamate Pesticide
      Residues in Cigarette Tobacco with a Novel Cell Biosensor. Sensor. 8: 2818-
      2832.
Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama,
      Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika, Jakarta
Murray, K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC.
Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia. ITB, Bandung.
Oka, I.N. 1992. Program nasional pelatihan dan pengembangan pengendalian hama
       terpadu sebagai salah satu usaha mengembangkan tenaga manusia dalam menuju
       pertanian tangguh. Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah
       Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sudarko, D. Suwardiyanto dan A. A. I. Ratnadewi, 2007. Modifikasi Asetikoliesterase
      dengan Mutasi Kombinasi secara In Sillico untuk Biosensor Organofosfat.
      Jurnal Kimia Indonesia, 2 (1): 25-30.
Tarumingkeng. 1977. Dinamika pestisida dalam lingkungan. Dalam Aspek Pestisida di
      Indonesia. Edisi Khusus Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. No. 3: 52-
      58.
Tarumingkem, R. C. 2001. Pestisida dan Penggunaannya. IPB, Bogor.

More Related Content

Similar to theresia sorta b1 j008065 ache

Ppt 2
Ppt 2Ppt 2
Loporan amoniak
Loporan amoniakLoporan amoniak
Loporan amoniak
UIN Alauddin Makassar
 
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
Rista Siti Mawarni
 
27 35-1-pb
27 35-1-pb27 35-1-pb
27 35-1-pb
Dewi Lathifah
 
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyBioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Lazuardi ardi
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
Repository Ipb
 
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docxLAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
IdasariDewi1
 
Ti2
Ti2Ti2
Ti2
andreei
 
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolamResidu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
damar_kp3
 
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
rikitristanto
 
TOKSIKOLOGI ARSEN
TOKSIKOLOGI ARSENTOKSIKOLOGI ARSEN
TOKSIKOLOGI ARSEN
Ririn Indah Permatasari
 
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
Mastori Rodin
 
Bijaksana menggunakan insektisida 2011
Bijaksana menggunakan insektisida  2011Bijaksana menggunakan insektisida  2011
Bijaksana menggunakan insektisida 2011
yanaariana
 
Penggunaan media kontras
Penggunaan media  kontrasPenggunaan media  kontras
Penggunaan media kontrasIch Bin Fandy
 
kuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.pptkuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.ppt
Said878643
 
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).pptMATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
AgusSudrajat19
 
17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industriWinarso Arso
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...BBAP takalar
 
Uji toksisitas akuatik
Uji toksisitas akuatikUji toksisitas akuatik
Uji toksisitas akuatik
Leonardo Rexano
 
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
mila_indriani
 

Similar to theresia sorta b1 j008065 ache (20)

Ppt 2
Ppt 2Ppt 2
Ppt 2
 
Loporan amoniak
Loporan amoniakLoporan amoniak
Loporan amoniak
 
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
Kimia Organik Bahan Alam (Alkaloid)
 
27 35-1-pb
27 35-1-pb27 35-1-pb
27 35-1-pb
 
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyBioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
 
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
 
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docxLAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KLINIK UJI TOKSIKOLOGI.docx
 
Ti2
Ti2Ti2
Ti2
 
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolamResidu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
 
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
OPTIMALISASI PEMANFAATAN DAUN LAMUN THALASSIA HEMPRICHII SEBAGAI SUMBER ANTIO...
 
TOKSIKOLOGI ARSEN
TOKSIKOLOGI ARSENTOKSIKOLOGI ARSEN
TOKSIKOLOGI ARSEN
 
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
Isolasi inhibitor angiotensin 1 converting enzim (ace) dari hidrolisat jeroan...
 
Bijaksana menggunakan insektisida 2011
Bijaksana menggunakan insektisida  2011Bijaksana menggunakan insektisida  2011
Bijaksana menggunakan insektisida 2011
 
Penggunaan media kontras
Penggunaan media  kontrasPenggunaan media  kontras
Penggunaan media kontras
 
kuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.pptkuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.ppt
 
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).pptMATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
MATERI 1, PENGERTIAN TOKSIKOLOGI KLINIK, Agus Sudrajat,S.Si,M,T (1).ppt
 
17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industri
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
 
Uji toksisitas akuatik
Uji toksisitas akuatikUji toksisitas akuatik
Uji toksisitas akuatik
 
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4laporan analisis spektroskopi percobaan 4
laporan analisis spektroskopi percobaan 4
 

theresia sorta b1 j008065 ache

  • 1. PEMERIKSAAN ENZIM ASETIL CHOLIN ESTERASE (AcHE) Oleh : Nama : R. Roro Theresia Sorta NIM : B1J008065 Kelompok :2 Rombongan : II Asisten : Dayu Ardiyuda LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2012
  • 2. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan, selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Kemudahan dalam penggunaannya di lahan, juga menjadi alasan mendasar bagi para petani. Selain sebagai pengendali hama, juga digunakan sebagai alternatif pengendali vektor penyakit malaria. Meluasnya penggunaan insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat, menjadi masalah yang serius terutama kaitanya dengan kesehatan manusia. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang dapat bersifat sistemik, mengingat yang menjadi sasaran kerusakan adalah enzim asetil cholin esterase. Gangguan akibat insektisida ini sering dialami oleh para petani, terutama yang dalam penyemprotan insektisida tidak menggunakan masker atau penutup hidung. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan selain petani juga dapat mengalami gangguan kesehatan yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat keracunan yang tinggi. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat keracunan insektisida dapat dideteksi lebih awal, untuk menghindari keracunan lebih lanjut. Salah satunya adalah melalui pemeriksaan enzim asetil cholin esterase (AChE). Gejala keracunan insektisida ditunjukan dengan penurunan jumlah enzim AChE. B. Tujuan Tujuan praktikum pemeriksaan AChE adalah: 1. Mengetahui ada tidaknya pencemaran akibat pestisida dari pemeriksaan AChE 2. Mengukur enzim AChE dengan spektrofotometer
  • 3. C. Manfaat Manfaat praktikum pemeriksan AChE adalah memberikan informasi mengenai ada tidaknya pencemaran akibat pestisida pada darah praktikan melalui pemeriksaan AChE dengan menggunakan spektrofotometri.
  • 4. II. TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian. Setiap tahun, sekitar satu juta orang keracunan pestisida dan yang meninggal sekitar 20.000 orang (Oka, 1995). Keracunan pestisida pada manusia mencapai tiga juta kasus per tahun. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta lemahnya perundang-undangan pestisida (Darmono, 2002). Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan memiliki kemampuan untuk menggantikan organoklorin seperti DDT, aldrin dan lindane. Insektisida ini memiliki persistensi lingkungan yang rendah dibanding organoklorin, tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007). Penggunaan insektisida secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan penurunan kerentanan serangga sasaran. Dua mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan karbamat yaitu peningkatan aktivitas enzim esterase dan insensitivitas asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase merupakan tempat sasaran golongan insektisida organofosfat dan karbamat, sehingga perubahan asetilkolinesterase (insensitivitas AChE) menimbulkan resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida tersebut, yaitu organofosfat dan karbamat. Enzim AChE merupakan enzim yang mendegradasi asetil cholin menjadi cholin dan asetat. Asetil cholin merupakan neurotransmitter pada sistem saraf pusat yang berfungsi dalam transmisi sinaps. AChE memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, dimana satu molekul AChE mampu mendegradasi 25.000 molekul asetil cholin tiap detik. AChE dapat ditemukan pada membran sel darah merah dengan membentuk konstitusi bersama antigen (Buncharoen, 2010).
  • 5. III. MATERI DAN METODE A. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan AChE meliputi tabung reaksi 5 mL, mikropipet 100 µL, spektrofotometer, spuit, tourniquet, sentrifuge dan kuvet. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum AChE meliputi serum darah 40 µL, 4 cc reagen dan kolinesterase. C. Cara Kerja Cara kerja praktikum pemeriksaan AChE meliputi: 1. Darah probandus diambil sebanyak 4 cc dengan menggunakan spuit, darah dimasukan ke dalam tabung reaksi dan disentrifuge dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit. 2. Serum darah diambil menggunakan mikropipet sebanyak 40 µL dan dimasukan ke dalam 4 cc reagen kolinesterase, kemudian dipindahkan ke dalam kuvet. 3. Absorbansi serum dibaca menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm pada menit ke-1 (60 detik) A1 dan menit ke-2 (60 detik) A2. 4. Perhitungan: Aktivitas AChE = (ΔA2-ΔA1) X 68.500 Unit/Liter Nilai normal untuk laki-laki = 4.620 – 11.500 unit/L Nila normal untuk perempuan = 3.930 - 11.800 unit/L
  • 6. Tabel 1. Tingkat keracunan Kadar kolinesterase Tingkat keracunan 85 – 100% Tidak ada racun 50 – 85% Keracunan ringan 25 – 50% Keracunan sedang 0 – 25% Keracunan berat
  • 7. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Kel. Jenis Kelamin A1 A2 Aktivitas cHE Tingkat keracunan 1 ♂ 0,313 0,312 274 5,93 2 ♀ 0,310 0,306 1096 27,9 3 ♂ 0,309 0,310 274 5,93 4 ♀ 0,313 0,314 274 6,97 Perhitungan Kelompok 2 Absorbansi menit ke- 1 (60 detik) = 0,310 Absorbansi menit ke- 2 (60 detik) = 0,306 Aktivitas AcHE = (ΔA1 - ΔA2) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran) = (0,310 - 0,306) X 68.500 unit/L X 4 (faktor pengenceran) = 1096 unit/L Tingkat Keracunan = x 100% = x 100% = 27,9 % B. Pembahasan Berdasarkan data yang diperoleh, dari keempat sampel yang diambil terlihat bahwa nilai kadar AChE seluruh probandus berada di bawah nilai keadaan normal. Hal ini terlihat dari jumlah AChE dengan sampel darah dari jenis kelamin perempuan untuk kelompok 2 dan 4 dibawah 4.620 unit/L. Jumlah AChE sampel darah dari jenis kelamin laki-laki kelompok 1 dan 3 dibawah 3.930 unit/L. Penurunan jumlah enzim AChE ini menujukan adanya gejala pencemaran atau keracunan akibat pestisida. Hal ini menandakan bahwa di dalam tubuh probandus telah mengalami penurunan jumlah enzim AChE akibat keracunan pestisida organofosfat maupun karbamat. Pencemaran
  • 8. dimungkinkan didapatkan dari konsumsi sayur-sayuran yang berpestisida terutama yang mengandung organofosfat dan karbamat. Menurut Munaf (1997), menurunnya nilai AcHE disebabkan karena telah terpaparnya dengan zat pestisida, baik jenis organofosfat ataupun karbamat. Cara yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim asetilkolinesterase adalah dengan cara spektofotometer, cara ini sedikit berbeda dengan pemeriksaan menggunakan teknik biosensor. Meskipun pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolinesterase sama-sama menggunakan spektofotometer, namun pada teknik biosensor menambahkan larutan 1 ml P-buffer (0.1M sodium phosphate, 1% Triton X- 100, pH 7.4) sebelum dilakukan sentrifugasi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik. Absorbansi spektofotometri yang digunakan pada saat praktikum adalah 490 nm, sedangkan pada teknik biosensor adalah 595 nm (UV-160A SHIMADZU) (Mavrikou et al., 2008). Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AcHE). Ada dua bentuk AcHE yaitu truecholinesterase atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati. Insektisida organofosfat menghambat AcHE melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang bersifat irreversibel. Aktivitas AcHE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang berfungsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinaps-sinaps kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan
  • 9. reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit (Lubis, 2002). Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil. Bentuk enzim mengalami phosphorylasi. Struktur karbamat seperti physostigmin, ditemukan secara alamiah dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah Sevine. Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim AcHE dihambat dan mengalami karbamilasi. Bentuk enzim mengalami karbamilasi Insektisida karbamat memiliki suatu aksi toksis yang analog dengan insektisida organofosfat. Karbamat dapat mewakili suatu aksi penghalang dengan ikatan kovalen gugus karbamil elektrofilik (karbamilasi, mirip dengan fosforilasi) kepada tempat esteratik ChE. Meskipun demikian, kebalikan dari organofosfat, kabamat merupakan penghambat ChE yang reversibel (dapat balik) karena enzim aktif dapat diregenerasi (diperbaharui) dari komleks penghambat enzim ( Connell dan Gregory, 1983).
  • 10. AcHe berperan sebagai enzim yang mempengaruhi sintesis Asetilkolin. Asetilkolin adalah molekul yang disintesis dari kolin dan KoA. Perannya dalam tubuh adalah sebagai neurotrasmiter yang pada umumnya ditemukan pada organisme invertebrate maupun vertebrata. Ach terletak pada ujung-ujung saraf yang berakhir pada membran plasma. Berdasarkan jenis reseptornya, Ach pada sistem saraf pusat dapat berperan sebagai inhibitor atau eksitator. Enzim kolinesterase mempunyai peranan yang penting dalam proses neuro muskuler dengan menghidrolisis Asetilkolin (Ach) menjadi asam asetat dan kolin. Kolin yang berfungsi untuk menghantarkan impuls saraf akan berkurang, jika terjadi suatu penumpukan asetilkolin, sehingga timbul berbagai kelainan-kelainan pada berbagai kerja tubuh (Murray, 2003). Menurut Nogrady (1992), asetilkholin adalah senyawa kimia yang berperan dalam pengangkutan rangsangan saraf dan mempunyai rumus kimia : (CH3)3N + CH2.CH2OCO.CH3. Kadar normalAcHe pada manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, faktor genetik dan hormonal, fungsi fisiologis jaringan, serta aktifitas. Kadar normal AcHe pada laki-laki memiliki rentang 5.100-11.700 unit/liter, sedangkan pada perempuan memiliki rentang 4.000-12.600 unit/liter. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar AcHe dalam tubuh juga mempengaruhi produksi Ach. Produksi Ach terletak pada neuron-neuron yang terdapat di sebagian besar daerah otak khususnya oleh sel-sel piramid besar korteks motorik di dalam ganglia basalis dan neuron preganglion sistem saraf otonom. Sebagai kompensasinya, tubuh harus memproduksi enzim AcHe untuk memecah Ach (Murray, 2003). Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase (AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE ini yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas
  • 11. kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa. Interaksi organofosfat dan karbamat dalam menghambat aktivitas enzim asetilkolinesterase menurut Soemirat (2003), meliputi tiga tahap yaitu: 1. Interaksi sisi aktif asetilkolinesterase membentuk ikatan kompleks yang tidak stabil 2. Hidrolisis dari senyawa kompleks yang terjadi dengan melepaskan ikatan Z atau R subtitusi yang menghasilkan phosphorylated (organofosfat ester) atau karbamylated (karbamat ester) terinhibisi, sehingga AchE terinhibisi dan menjadi bentuk tidak aktif lagi 3. Defosfolirasi dan dekarbamalisasi menghasilkan AchE bebas, sehingga kembali mampu memutuskan asetilkolin sebagai transmitter. Kebanyakan fosfolirasi asetilkolinesterase tidak siap mendefosfolirasi, hal ini menunjukkan inhibisi irreversible sehingga memerlukan waktu berhari-hari. Mekanisme masuknya pestisida organofosfat ke dalam tubuh antara lain melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, dan pernafasan. Pestisida organofosfat berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerjanya saraf yaitu kolinesterase. Kolinesterase adalah enzim darah yang diperlukan agar syaraf dapat berfungsi dengan baik. Ketika seseorang keracunan organofosfat, tingkat aktivitas kolinesterase akan turun. Ada dua tipe kolinesterase dalam darah, yaitu yang terdapat dalam sel darah merah dan yang terdapat dalam plasma darah. Apabila kolinesterase terikat, enzim tidak dapat menjalankan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan perintah ke otot-otot tertentu dalam tubuh, sehingga otot-otot senantiasa bergerak tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1991).
  • 12. Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem saraf pusat (SSP) termasuk pusing, ataksia, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada responden kardiovaskular, yaitu penurunan tekanan darah dan kelainan jantung serta hambatan pada jantung secara kompleks dapat mungkin terjadi. Bahaya pencemaran dan efek yang ditimbulkan dari keracunan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka panjang seperti kanker, gangguan urat saraf, kebutaan, dan kematian. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta lemahnya perundang-undangan pestisida. Pestisida berpengaruh terhadap makhluk hidup karena akumulasi dan absorpsi pestisida melalui rantai makanan sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekologi (Tarumingkeng, 1977). Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Untuk dosis penyemprotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha. Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melebihi 750 m per menit. Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, antara lain melalui pernafasan atau penetrasi kulit. Oleh karena itu cara-cara yang paling baik untuk mencegah terjadinya keracunan adalah memberikan perlindungan pada bagian- bagian tersebut (Tarumingkeng, 1977). Menurut Hamzah (2009), mekanisme malation (salah satu contoh organofosfat) dalam membunuh insekta yaitu dengan cara meracun lambung, kontak langsung dan dengan uap/pernapasan. Malathion, mempunyai sifat yang sangat khas, dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Insektisida mengalami proses biotransformation di dalam darah dan hati.
  • 13. Sebagian malathion dapat dipecahkan dalam hati mammalia dan penurunan jumlah dalam tubuh terjadi melalui jalan hidrolisa esterase. Kadar insektisida di dalam bermacam-macam jaringan meningkat sesuai dengan lama waktu pemberian, kemudian (setelah ± 2 bulan) secara umum menunjukkan penurunan, walaupun masih diberikan terus.
  • 14. V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pemeriksaan sampel darah dari probandus terlihat adanya pencemaran akibat pestisida, khususnya organofosfat dan karbamat, yang ditunjukkan dengan adanya ketidaknormalan pada nilai hasil perhitungan aktivitas kadar AChE. 2. Kadar AChE pada kelompok 1, 3, dan 4 adalah 5,93%, 5,93%, dan 6,97% yang artinya keracunan berat, sedangkan pada kelompok 2 kadarnya 27,9% yang berarti probandus memiliki tingkat keracunan yang ringan.
  • 15. DAFTAR REFERENSI Buncharoen, W. 2010. Acetylcholinesterase Inhibitory Effect of Pseuderanthemum palatiferum in Albino Rats Wararut Buncharoen, Supap Saenphet, Kanokporn Saenphet. Trends Research in Science and Technology. 2 (1): 13-18. Connell, D.W dan Gregory J. M. 1983. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Darmono, T.W. 2002. Menuju pertanian organik berbekalkan pengalaman implementasi pengendalian hama terpadu (PHT) pada perkebunan rakyat. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli 2002. hlm. 77-89. Hamzah, R. Achmad. 2009. Tracer Pathway dari Insektisida Malathion dan Pengaruhnya terhadap Organ Hati dan Otak Tikus. Makara, kesehatan, (13) 2: 69-73. Lu, F.C. 1995. Toksikologi dasar: Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Resiko. UI Press, Jakarta Lubis, H. S. 2002. Dini dan Penatalaksanaan Keracunan Pestisida Golongan Organofosfat pada Tenaga Kerja. Universitas Sumatra Utara, Medan Mavrikou, Sophie., K. Flampouri, G. Moschopoulou, O. Mangana, A. Michaelides, and S. Kintzios. 2008. Assessment of Organophosphate and Carbamate Pesticide Residues in Cigarette Tobacco with a Novel Cell Biosensor. Sensor. 8: 2818- 2832. Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama, Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika, Jakarta Murray, K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC. Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia. ITB, Bandung. Oka, I.N. 1992. Program nasional pelatihan dan pengembangan pengendalian hama terpadu sebagai salah satu usaha mengembangkan tenaga manusia dalam menuju pertanian tangguh. Makalah Kongres Entomologi IV, Yogyakarta. Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sudarko, D. Suwardiyanto dan A. A. I. Ratnadewi, 2007. Modifikasi Asetikoliesterase dengan Mutasi Kombinasi secara In Sillico untuk Biosensor Organofosfat. Jurnal Kimia Indonesia, 2 (1): 25-30. Tarumingkeng. 1977. Dinamika pestisida dalam lingkungan. Dalam Aspek Pestisida di Indonesia. Edisi Khusus Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor. No. 3: 52- 58. Tarumingkem, R. C. 2001. Pestisida dan Penggunaannya. IPB, Bogor.