SlideShare a Scribd company logo
Tauhid Al Ma‟rifat wal Itsbat (Pengenalan dan Penetapan) yang mengandung 2 tauhid yaitu
Tauhid Rububiyah yaitu mengenal Allah melalui perbuatan-Nya.
Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya.
Tauhid Al Irodi Ath Tholabi yaitu tauhid yang diinginkan dan dituntut, disebut juga tauhid uluhiyah.
Akan tetapi seiring semakin jauhnya umat Islam dari ajaran agama, sehingga banyak terjadi
penyimpangan keyakinan di dalam nama dan sifat Allah, maka Tauhid Asma wa Sifat disebutkan secara
khusus. Sehingga Tauhid dibagi menjadi 3 :
Tauhid Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki,
mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini
adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya
Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan
dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus.
Tauhid Uluhiyah
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah
kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah,
pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang
belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya
dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu
juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan
mereka ke dalam Islam.
Tauhid inilah yang menjadi inti pembahasan dari Kitab Tauhid, oleh karena itu penulis memberikan judul
“Kitab Tauhid yang merupakan hak Allah terhadap hamba-Nya”. Judul ini diambil dari perkataan Rasulullah
terhadap Muadz bin Jabbal di atas keledai, “Tahukah engkau apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa
hak hamba terhadap Allah ?”, Muadz bin Jabbal, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah
kepada hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah.
Tauhid Asma Wa Sifat
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di
dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan
bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab
diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll.
Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau
bahkan telah keluar dari Islam.
Syirk
Lawan tauhid adalah syirk, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai sekutu dalam suatu urusan. Maka barang
siapa yang telah syirk, maka dia telah menjadikan sekutu bagi Allah di dalam melaksanakan ibadah.
Pembagian Syirk
Pembagian syirk menjadi 2 bagian
Syirk besar : Mengeluarkan seseorang dari Islam. Mengakibatkan sifat syirk melekat pada seseorang.
Syirk kecil : Jalan menuju syirk akbar tapi tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Sifat syirk tidak
melekat seluruhnya pada seseorang.
Pembagian syirk menjadi 3 bagian
Syirk besar yang nyata : Melakukan amalan syirk besar yang nyata, seperti menyembah patung.
Syirk kecil yang nyata : Melakukan amalan syirk kecil yang nyata, misalkan bersumpah dengan nama selain
Allah.
Syirk yang tersembunyi : Melakukan amalan syirk yang tersembunyi
Syirk yang tersembunyi dibagi menjadi
Syirk tersembunyi yang besar (riya‟nya orang munafiq) : Hal ini mengeluarkan seseorang dari Islam.
Syirk tersembunyi yang kecil (riya‟nya kaum muslimin) : Hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari Islam.
Pembagian tauhid dan syirk menjadi 3 bagian memiliki dasar di dalam Al Quran dan As Sunnah tidak
secara tersurat tapi tersirat. Misalkan dalam ayat Al Fathihah, “Alhamdu lillaahi Rabbil „Alamin”
Al-Hamdu = Tauhid Asma wa Sifat, sifat Al Hamid,
lillaahi = Tauhid Asma wa Sifat dan Tauhid Uluhiyah, menetapkan nama Allah dan menetapkan
peribadahan kepada Allah
Rabbi = Tauhid Rububiyah
Firman Allah, “Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali
untuk beribadah kepada-Ku”
Jin merupakan makhluk yang diciptakan Allah dari api. Kata yang terdiri dari jim ( ) dan nun ( ) dalam
bahasa arab memiliki makna umum tertutup. Misalkan Majnun (orang gila) tertutupi akal sadarnya,
Jannatun (Surga) karena tertutupi kenikmatannya dari pandangan, pendengaran, dan pemikiran manusia,
begitu juga Jin bermakna tertutup dari manusia. Jin juga dibebani ibadah sebagaimana manusia.
Manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan dari tanah. Kata Al-Ins (manusia) memiliki makna Al-
Uns (jinak, saling bantu membantu), yaitu manusia harus saling tolong-menolong dalam menjalani
hidupnya.
← EMPAT KAIDAH UTAMA
MEREALISASIKAN TAUHID →
TAFSIR SURAT AL-FATIHAH
Posted on December 9, 2008 by Abu Mushlih
Syaikh Abdul Muhsin Al „Abbad
Surat Al Fatihah merupakan sebuah surat paling agung di dalam Al Qur‟an. Hal itu berdasarkan
hadits Abu Sa‟id bin Al Mu‟alla yang dikeluarkan oleh Al Bukhari (hadits nomor 4474). Surat
ini telah mencakup ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟
wa shifat. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah ta‟ala dalam perbuatan-perbuatan-Nya,
seperti: menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, dan perbuatan-perbuatan
Allah ta‟ala yang lainnya. Maknanya Allah itu esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam hal mencipta, menghidupkan dan mematikan makhluk.
Sedangkan tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta‟ala dengan perbuatan-
perbuatan hamba seperti: dalam hal berdoa, merasa takut, berharap, bertawakal, meminta
pertolongan (isti‟anah), memohon keselamatan dari cekaman bahaya (istighatsah), menyembelih
binatang, dan perbuatan-perbuatan hamba yang lainnya. Maka sudah menjadi kewajiban bagi
setiap mereka untuk menjadikan segala ibadah itu ikhlas semata-mata tertuju kepada Allah „azza
wa jalla sehingga mereka tidak mempersekutukan sesuatupun bersama-Nya dalam hal ibadah.
Sebagaimana tiada pencipta kecuali Allah, tiada yang menghidupkan kecuali Allah, tiada yang
mematikan kecuali Allah, maka tiada yang berhak disembah kecuali Allah.
Tauhid asma‟ wa shifat adalah menetapkan nama dan sifat yang telah ditetapkan sendiri oleh
Allah bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa sallam bagi diri-Nya
tanpa disertai dengan tahrif (penyelewengan makna), ta‟wil (penafsiran yang menyimpang),
ta‟thil (menolak makna atau teksnya), takyif (menegaskan bentuk tertentu dari sifat Allah),
tasybih (menyerupakan secara parsial) ataupun tamtsil (menyerupakan secara total). Hal ini
sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah ta‟ala yang artinya, “Tiada sesuatupun yang
serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura : 11).
Sesungguhnya ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat jelas tentang kebenaran madzhab
Ahlus Sunnah wal Jama‟ah dalam mengimani sifat-sifat Allah „azza wa jalla yaitu dengan
menetapkan sifat serta menyucikan-Nya. Di dalam firman-Nya „azza wa jalla, “Dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” terdapat penetapan dua buah nama Allah yaitu As Sami‟ (Maha
Mendengar) dan Al Bashir (Maha Melihat). Kedua nama ini menunjukkan keberadaan dua sifat
Allah yaitu As Sam‟u (mendengar) dan Al Bashar (melihat). Sedangkan di dalam firman-Nya
ta‟ala, “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya.” terdapat penyucian Allah ta‟ala dari
keserupaan diri-Nya dengan makhluk dalam sifat-sifat mereka. Allah subhanahu wa ta‟ala
mendengar tetapi tidak sebagaimana pendengaran makhluk. Dia juga melihat namun tidak sama
seperti penglihatan mereka.
Bahkan ayat pertama yang terdapat dalam surat yang agung ini sudah mencakup ketiga macam
tauhid tersebut. Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya dengan firman-Nya,
“Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah). Hal itu dikarenakan penyandaran pujian oleh para
hamba terhadap Rabb mereka merupakan sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan
itu merupakan bagian dari perbuatan mereka.
Adapun tauhid rububiyah, ia juga sudah terkandung di dalam firman-Nya ta‟ala, “Rabbil
„alamin.” (Rabb seru sekalian alam). Hal itu disebabkan Allah subhanahu wa ta‟ala adalah rabb
bagi segala sesuatu, pencipta sekaligus penguasanya. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh
Allah „azza wa jalla, “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian
serta orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia lah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagi kalian dan langit menjadi atap, dan Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit
kemudian berkat air itu Allah menumbuhkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian,
maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS.
Al Baqarah : 21-22).
Sedangkan tauhid asma‟ wa shifat, maka sesungguhnya ayat pertama itu pun telah menyebutkan
dua buah nama Allah. Kedua nama itu adalah lafzhul jalalah „Allah‟ dan Rabb sebagaimana di
dalam firman-Nya “Rabbil „alamin”. Pada ayat ini kata „rabb‟ disebutkan dalam bentuk mudhaf
(dipadukan dengan kata lain, pen). Sedangkan pada ayat lainnya yang tercantum dalam surat
Yasin ia disebutkan secara bersendirian tanpa perpaduan, yaitu dalam firman-Nya, “Salamun
qaulan min rabbir rahim” (Semoga keselamatan tercurah dari rabb yang maha penyayang) (QS.
Yasin : 58).
Adapun „alamin‟ adalah segala makhluk selain Allah. Allah subhanahu wa ta‟ala dengan dzat-
Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maka Dia lah Sang Pencipta. Sedangkan semua selain
diri-Nya adalah makhluk. Allah „azza wa jalla bercerita tentang kisah Musa dan Fir‟aun,
“Fir‟aun mengatakan, „Apa itu rabbul „alamin?‟ Maka Musa menjawab, „Dia adalah rabb
penguasa langit, bumi, dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya, jika kamu mau jujur
meyakininya.‟.” (QS. Asy Syu‟ara‟ : 23-24).
„Ar Rahman Ar Rahim‟ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) merupakan dua buah nama
Allah yang menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu rahmah (kasih sayang). Ar Rahman
termasuk kategori nama Allah yang hanya boleh dipakai untuk menyebut Allah. Sedangkan
nama Ar Rahim telah disebutkan di dalam Al Qur‟an pemakaiannya untuk menyebut selain-Nya.
Allah „azza wa jalla berfirman tentang sifat Nabi-Nya Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam,
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian, terasa berat olehnya apa
yang menyulitkan kalian, dan dia sangat bersemangat untuk memberikan kebaikan bagi kalian,
dan dia sangat lembut dan menyayangi orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah : 128).
Ibnu Katsir mengungkapkan tatkala menjelaskan tafsir basmalah di awal surat Al Fatihah,
“Kesimpulan yang dapat dipetik adalah sebagian nama Allah ta‟ala ada yang bisa dipakai untuk
menamai selain-Nya, dan ada yang hanya boleh dipakai untuk menamai diri-Nya -seperti nama
Allah, Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq dan sebagainya- .”
„Maliki yaumid din‟ menunjukkan kepada tauhid rububiyah. Allah subhanahu wa ta‟ala adalah
rabb segala sesuatu dan penguasanya. Seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang
berada di antara keduanya adalah milik-Nya. Dia lah Raja yang menguasai dunia dan akhirat.
Allah „azza wa jalla berfirman, “Milik Allah kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang
ada di dalamnya, dan Dia Maha menguasai segala sesuatu.” (QS. Al Ma‟idah : 120). Allah juga
berfirman, “Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al Mulk : 1). Allah berfirman, “Katakanlah; Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu, Dia yang melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari siksa-
Nya, jika kalian benar-benar mengetahui? Maka mereka akan menjawab, „Allah‟. Katakanlah;
Lantas dari sisi manakah kalian tertipu.” (QS. Al Mu‟minun : 88-89).
Yaumid din adalah hari terjadinya pembalasan dan penghitungan amal. Di dalam ayat ini
ditegaskan bahwa Allah adalah penguasa pada hari pembalasan -padahal Dia adalah penguasa
dunia dan akhirat- dikarenakan pada hari itu semua orang pasti akan tunduk kepada Rabbul
„alamin. Berbeda dengan situasi yang terjadi di dunia, ketika di dunia masih ada orang yang bisa
melampaui batas dan menyombongkan dirinya, bahkan ada pula yang berani mengatakan, “Aku
adalah rabb kalian yang paling tinggi.” Dan dia pun lancang mengatakan, “Wahai rakyatku
semua, tidaklah aku mengetahui adanya sesembahan bagi kalian selain diri-Ku.”
„Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu
kami meminta pertolongan). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah. Penyebutan objek yang
didahulukan sebelum dua buah kata kerja tersebut menunjukkan pembatasan. Ia menunjukkan
bahwa ibadah tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah. Demikian pula meminta
pertolongan dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah juga harus diminta hanya kepada
Allah. Kalimat yang pertama menunjukkan bahwasanya seorang muslim harus melaksanakan
ibadahnya dengan ikhlas untuk mengharap wajah Allah yang disertai kesesuaian amal dengan
sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Sedangkan kalimat yang kedua menunjukkan
bahwa hendaknya seorang muslim tidak meminta pertolongan dalam mengatasi segala urusan
agama dan dunianya kecuali kepada Allah „azza wa jalla.
„Ihdinash shirathal mustaqim‟ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Ini menunjukkan tauhid
uluhiyah, sebab ia merupakan doa. Dan doa termasuk jenis ibadah. Hal ini sebagaimana
difirmankan Allah „azza wa jalla, “Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka
janganlah kalian menyeru bersama Allah siapapun.” (QS. Al Jin : 18). Doa ini mengandung
seagung-agung tuntutan seorang hamba yaitu mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus.
Dengan meniti jalan itulah seseorang akan keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya serta
akan menuai keberhasilan dunia dan akhirat. Kebutuhan hamba terhadap petunjuk ini jauh lebih
besar daripada kebutuhan dirinya terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan
minuman hanyalah bekal untuk menjalani kehidupannya yang fana. Sedangkan petunjuk menuju
jalan yang lurus merupakan bekal kehidupannya yang kekal dan abadi. Doa ini juga mengandung
permintaan untuk diberikan keteguhan di atas petunjuk yang telah diraih dan juga mengandung
permintaan untuk mendapatkan tambahan petunjuk. Allah „azza wa jalla berfirman, “Dan orang-
orang yang tetap berjalan di atas petunjuk, maka Allah pun akan menambahkan kepada mereka
petunjuk dan Allah akan memberikan ketakwaan kepada mereka.” (QS. Muhammad : 17). Allah
juga berfirman tentang Ashabul Kahfi, “Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang
beriman kepada Rabb mereka, dan Kami pun menambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al
Kahfi : 13). Allah juga berfirman, “Dan Allah akan menambahkan petunjuk kepada orang-orang
yang tetap berjalan di atas petunjuk.” (QS. Maryam : 76).
Petunjuk menuju jalan yang lurus itu akan menuntun kepada jalan orang-orang yang diberikan
kenikmatan yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada‟, dan orang-orang salih. Mereka
itu adalah orang-orang yang memadukan ilmu dengan amal. Maka seorang hamba memohon
kepada Rabbnya untuk melimpahkan hidayah menuju jalan lurus ini yang merupakan sebuah
pemuliaan dari Allah kepada para rasul-Nya dan wali-wali-Nya. Dia memohon agar Allah
menjauhkan dirinya dari jalan musuh-musuh-Nya yaitu orang-orang yang memiliki ilmu akan
tetapi tidak mengamalkannya. Mereka itulah golongan Yahudi yang dimurkai. Demikian juga dia
memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan orang-orang yang beribadah kepada Allah di
atas kebodohan dan kesesatan. Mereka itulah golongan Nasrani yang sesat. Hadits yang
menerangkan bahwa orang-orang yang dimurkai itu adalah Yahudi dan orang-orang sesat itu
adalah Nasrani dikeluarkan oleh At Tirmidzi (hadits nomor 2954) dan ahli hadits lainnya, silakan
lihat takhrij hadits ini di buku Silsilah Ash Shahihah karya Al Albani (hadits nomor 3263), di
dalam buku itu disebutkan nama-nama para ulama yang menyatakan keabsahan hadits tersebut.
Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membahas firman Allah ta‟ala, “Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pendeta dan rahib-rahib benar-benar memakan harta
manusia dengan cara yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah.” (QS. At Taubah :
34) menukilkan ucapan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan, “Orang-orang yang rusak di
antara orang berilmu di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orang-
orang yang rusak di antara para ahli ibadah di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan
dengan Nasrani.”
Guru kamu Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan di dalam kitabnya Adhwa‟ul
Bayan (1/53), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani -meskipun sebenarnya mereka sama-sama sesat
dan sama-sama dimurkai- hanya saja kemurkaan itu lebih dikhususkan kepada Yahudi -
meskipun orang Nasrani juga termasuk di dalamnya- dikarenakan mereka telah mengenal
kebenaran namun justru mengingkarinya, dan secara sengaja melakukan kebatilan. Karena itulah
kemurkaan lebih condong dilekatkan kepada mereka. Adapun orang-orang Nasrani adalah orang
yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, sehingga kesesatan merupakan ciri mereka yang
lebih menonjol. Meskipun begitu Allah menyatakan bahwa „al magdhubi „alaihim‟ adalah kaum
Yahudi melalui firman-Nya ta‟ala tentang mereka, “Maka mereka pun kembali dengan menuai
kemurkaan di atas kemurkaan.” (QS. Al Baqarah : 90). Demikian pula Allah berfirman mengenai
mereka, “Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian tentang golongan orang yang
balasannya lebih jelek di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dilaknati Allah dan dimurkai oleh-
Nya.” (QS. Al Ma‟idah : 60). Begitu pula firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang
menjadikan patung sapi itu sebagai sesembahan niscaya akan mendapatkan kemurkaan.” (QS. Al
A‟raaf : 152). Sedangkan golongan „adh dhaalliin‟ telah Allah jelaskan bahwa mereka itu adalah
kaum Nasrani melalui firman-Nya ta‟ala, “Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu
kaum yang telah tersesat, dan mereka pun menyesatkan banyak orang, sungguh mereka telah
tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al Ma‟idah : 77). ”
Dari penjelasan terdahulu maka jelaslah bahwa surat Al Fatihah mengandung lebih daripada
sekedar pembahasan ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟
wa shifat. Sebagian ulama ada juga yang membagi tauhid menjadi dua macam : tauhid fil
ma‟rifah wal itsbat -ia sudah mencakup tauhid rububiyah dan asma‟ wa shifat- dan tauhid fi
thalab wal qashd yang tidak lain adalah tauhid uluhiyah. Maka tidak ada pertentangan antara
pembagian tauhid menjadi dua ataupun tiga. Ibnu Abil „Izz Al Hanafi mengatakan di dalam
Syarh „Aqidah Thahawiyah (hal. 42-43), “Kemudian, tauhid yang diserukan oleh para utusan
Allah dan menjadi muatan kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya ada dua macam : tauhid dalam
hal penetapan dan pengenalan (itsbat wal ma‟rifah), dan tauhid dalam hal tuntutan dan keinginan
(fi thalab wal qashd). Adapun tauhid yang pertama adalah penetapan hakikat Rabb ta‟ala, sifat-
sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam perkara-
perkara itu semua. Hal itu sebagaimana yang diberitakan oleh Allah mengenai dirinya sendiri,
dan juga sebagaimana yang diberitakan oleh Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa sallam. Al Qur‟an
telah menjelaskan dengan gamblang mengenai jenis tauhid ini, sebagaimana tercantum di dalam
bagian awal surat Al Hadid, Thaha, bagian akhir surat Al Hasyr, bagian awal surat „Alif lam
mim tanzil‟ (As Sajdah), awal surat Ali „Imran, seluruh ayat dalam surat Al Ikhlas, dan lain
sebagainya. Yang kedua : Tauhid thalab wal qashd, seperti yang terkandung dalam surat Qul ya
ayyuhal kafirun, Qul Ya ahlal kitabi ta‟aalau ila kalimatin sawaa‟in bainana wa bainakum, awal
surat Tanzilul Kitab dan bagian akhirnya, awal surat Yunus, pertengahan, dan bagian akhirnya,
awal surat Al A‟raaf dan bagian akhirnya, dan surat Al An‟aam secara keseluruhan. Mayoritas
surat-surat Al Qur‟an mengandung dua macam tauhid tersebut, bahkan setiap surat dalam Al
Qur‟an demikian halnya; sebab Al Qur‟an itu meliputi pemberitaan tentang Allah, nama-nama-
Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya, inilah yang disebut dengan tauhid ilmi
khabari. Ia juga berisi tentang dakwah yang mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan
tiada sekutu bagi-Nya serta menanggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya, inilah yang
disebut tauhid iradi thalabi. Ia juga berisi tentang perintah dan larangan serta kewajiban untuk
menaati-Nya, ini merupakan hak-hak tauhid dan penyempurna baginya. Ia juga mengandung
berita mengenai pemuliaan yang diberikan bagi orang-orang yang bertauhid, kebaikan yang
Allah limpahkan kepada mereka di dunia dan kemuliaan yang akan mereka terima di akhirat,
maka itu semua merupakan balasan bagi ketauhidannya. Ia juga berisi berita mengenai para
pelaku kesyirikan, siksa yang Allah timpakan kepada mereka sewaktu di dunia dan azab yang
harus mereka rasakan di akhirat, maka itu merupakan balasan bagi orang-orang yang
meninggalkan tauhid. Dengan demikian seluruh bagian dari Al Qur‟an berisi tentang tauhid, hak-
haknya, dan balasannya, serta menjelaskan tentang syirik, pelakunya, dan balasan (hukuman)
yang diberikan kepada mereka. Maka alhamdulillahi Rabbil „alamin adalah tauhid. Ar rahmanir
rahim adalah tauhid. Maliki yaumid din adalah tauhid. Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in adalah
tauhid. Ihdinash shirathal mustaqim adalah tauhid yang mengandung permohonan petunjuk
untuk bisa meniti jalan ahli tauhid yang telah mendapatkan anugerah kenikmatan dari Allah,
bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan juga bukan jalan orang-orang yang sesat; yaitu
orang-orang yang memisahkan diri dari tauhid.”
Dikarenakan keagungan kedudukan surat Al Fatihah ini dan ketercakupannya terhadap
tauhidullah dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma‟ wa shifat-Nya, kandungan
permohonan petunjuk meniti jalan yang lurus, dan dikarenakan kebutuhan setiap muslim
terhadap petunjuk itu jauh berada di atas kebutuhannya terhadap apapun dan lebih mendesak,
maka surat ini pun disyari‟atkan untuk dibaca di setiap raka‟at shalat. Di dalam Sahih Bukhari
(756) dan Muslim (393) dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu‟anhu Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Di
dalam Sahih Muslim (878) dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu dari Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat yang tidak membaca Ummul Qur‟an
di dalamnya maka shalatnya pincang -tiga kali- yaitu tidak sempurna.” Maka ditanyakan kepada
Abu Hurairah, “Kalau kami sedang berada di belakang imam, bagaimana?” Beliau menjawab,
“Bacalah untuk diri kalian sendiri, karena sesungguhnya aku mendengar Rasululah shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “Allah ta‟ala berfirman : „Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara
Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia
minta.‟ Kalau hamba itu membaca, „Alhamdulillahi Rabbil „alamin‟, maka Allah ta‟ala
menjawab, „Hamba-Ku telah memuji-Ku‟. Kalau dia membaca, „Ar Rahmanirrahim‟ maka Allah
ta‟ala menjawab, „Hamba-Ku menyanjung-Ku‟. Kalau ia membaca, „Maliki yaumid din‟ maka
Allah berfirman, „Hamba-Ku mengagungkan Aku‟. Kemudian Allah mengatakan, „Hamba-Ku
telah pasrah kepada-Ku‟. Kalau ia membaca, „Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ maka Allah
menjawab, „Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan
mendapatkan permintaannya.‟. dan kalau dia membaca, „Ihdinash shirathal mustaqim,
shirathalladziina an‟amta „alaihim ghairil maghdhubi „alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah
berfirman, „Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.‟.”
Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, “Kalau ia membaca, „Iyyaka na‟budu wa
iyyaka nasta‟in‟ maka Allah menjawab, „Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku.
Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.” ialah : kalimat yang pertama yaitu
„Iyyaka na‟budu‟ mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan kalimat yang
kedua (yaitu wa iyyaka nasta‟in, pen) mengandung permintaan hamba untuk memperoleh
pertolongan dari Allah dan menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya
dengan mengabulkan permintaannya.
Guru kami Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengambil kesimpulan hukum dari surat Al
Fatihah ini untuk menetapkan keabsahan kekhilafahan Abu Bakar Ash Shiddiq
radhiyallahu‟anhu. Beliau mengatakan di dalam kitabnya Adhwa‟ul Bayan (1/51), “Dari ayat
yang mulia ini diambil kesimpulan mengenai keabsahan kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq
radhiyallahu‟anhu. Hal itu dikarenakan beliau termasuk golongan orang yang disebut di dalam
As Sab‟ul Matsani dan Al Qur‟an Al „Azhim -yaitu dalam surat Al Fatihah- yang Allah
perintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada-Nya agar bisa meniti jalan mereka. Maka hal
itu menunjukkan bahwa jalan mereka adalah jalan yang lurus. Hal itu sebagaimana disinggung
dalam ayat-Nya, “Ihdinash shirathal mustaqim. Shirathalladzina an‟amta „alaihim.” Allah telah
menerangkan siapa saja golongan orang yang diberikan kenikmatan itu, dan di antara mereka
adalah orang-orang shiddiq. Sementara beliau shallallahu „alaihi wa sallam juga telah
menjelaskan bahwa Abu Bakar radhiyallahu‟anhu termasuk kategori orang-orang shiddiq.
Dengan demikian jelaslah bahwa beliau pun termasuk dalam golongan orang-orang yang diberi
kenikmatan oleh Allah itu, itulah isi perintah Allah kepada kita yaitu memohon petunjuk agar
bisa berjalan di atas jalan mereka, sehingga tidak lagi tersisa sedikitpun kesamaran bahwa Abu
Bakar radhiyallahu‟anhu benar-benar berada di atas jalan yang lurus, dan hal itu juga
menunjukkan bahwa kepemimpinan beliau adalah sah.” (Diterjemahkan oleh Ari Wahyudi dari
„Min Kunuz Al Qur‟an‟ karya Syaikh Abdul Mushin Al „Abbad hafizhahullah, hal. 1-6.
Muraja‟ah : Ustadz Aris Munandar, S.S.).

More Related Content

What's hot

Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kuburSeri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
Ira Rahmawati Madjid
 
Persentasi aqidah kel iii
Persentasi aqidah kel iiiPersentasi aqidah kel iii
Persentasi aqidah kel iii
Herry Erwanto
 
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnyaWujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
Satria Manggala
 
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
Faridatunnisa
 
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada alloh
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada allohSeri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada alloh
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada allohIra Rahmawati Madjid
 
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMAAGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
Aldi Aldinar
 
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdinBelajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
Muhammad Idris
 
Materi Asmaul Husna Al-Jami
Materi Asmaul Husna Al-JamiMateri Asmaul Husna Al-Jami
Materi Asmaul Husna Al-Jami
Annisa Wakhidathus
 
Tauhid maknanya
Tauhid maknanyaTauhid maknanya
Tauhid maknanya
Helmon Chan
 
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
Nusaibah Tajudin
 
Makalah aqidah (iman kepada allah)
Makalah aqidah (iman kepada allah)Makalah aqidah (iman kepada allah)
Makalah aqidah (iman kepada allah)hilman shodri
 
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
abetalfarizi
 
Tiga Landasan Utama
Tiga Landasan UtamaTiga Landasan Utama
Tiga Landasan Utama
Ardian DP
 
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
LiaHakim1
 
2 akhlak kpd allah
2 akhlak kpd allah2 akhlak kpd allah
2 akhlak kpd allah
Agus Candra
 
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMK
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMKAsma’ul husna kelompok P.A.I SMK
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMK
Rina Sintia
 
2. memahami dua kalimat syahadat
2. memahami dua kalimat syahadat2. memahami dua kalimat syahadat
2. memahami dua kalimat syahadat
Singgih Septiyan
 

What's hot (20)

Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kuburSeri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
Seri Kajian Minhajul Muslim Bab 1 Pasal 11 Iman kepada azab dan nikmat kubur
 
Persentasi aqidah kel iii
Persentasi aqidah kel iiiPersentasi aqidah kel iii
Persentasi aqidah kel iii
 
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnyaWujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
Wujud Allah swt beserta sifat-sifatnya
 
Ppt macam macam tauhid
Ppt macam macam tauhidPpt macam macam tauhid
Ppt macam macam tauhid
 
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH SWT YANG SANGAT INDAH NAMANYA
 
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada alloh
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada allohSeri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada alloh
Seri kajian minhajul muslim bab 1 pasal 1, bab akidah pasal beriman pada alloh
 
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMAAGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
AGAMA BAB 3 ASMAUL HUSNA SMA
 
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdinBelajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
Belajar mudah tauhid uluhiyyah diterjemah oleh ust. ade nurdin
 
Materi Asmaul Husna Al-Jami
Materi Asmaul Husna Al-JamiMateri Asmaul Husna Al-Jami
Materi Asmaul Husna Al-Jami
 
Tauhid maknanya
Tauhid maknanyaTauhid maknanya
Tauhid maknanya
 
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
TASAWUF PERBANDINGAN (SITR WAL TAJALLI)
 
Makalah aqidah (iman kepada allah)
Makalah aqidah (iman kepada allah)Makalah aqidah (iman kepada allah)
Makalah aqidah (iman kepada allah)
 
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
Ppt .Keimanan kepada Allah SWT 2
 
Tiga Landasan Utama
Tiga Landasan UtamaTiga Landasan Utama
Tiga Landasan Utama
 
Bab 3 Asmaul Husna
Bab 3 Asmaul HusnaBab 3 Asmaul Husna
Bab 3 Asmaul Husna
 
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
LEBIH DEKA DENGAN ALLAH MELALUI ASMAUL HUSNA PAI SMP KELAS 7
 
2 akhlak kpd allah
2 akhlak kpd allah2 akhlak kpd allah
2 akhlak kpd allah
 
Makalah iman kepada allah
Makalah iman kepada allahMakalah iman kepada allah
Makalah iman kepada allah
 
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMK
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMKAsma’ul husna kelompok P.A.I SMK
Asma’ul husna kelompok P.A.I SMK
 
2. memahami dua kalimat syahadat
2. memahami dua kalimat syahadat2. memahami dua kalimat syahadat
2. memahami dua kalimat syahadat
 

Similar to Tauhid ul&ru

Darah Orang Musyrik
Darah Orang MusyrikDarah Orang Musyrik
Darah Orang Musyrik
makodimslide
 
Inilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang Untuk Darah Orang MusyrikInilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
panjihitamdim
 
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang MusyrikInilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
apdim
 
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah MusyrikInilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
apdim
 
Makalah aqidah iman kepada allah
Makalah aqidah iman kepada allah Makalah aqidah iman kepada allah
Makalah aqidah iman kepada allah
Afshan Mbo
 
Keutamaan surat al
Keutamaan surat alKeutamaan surat al
Keutamaan surat al
Dudi Rudiawan
 
3 tauhid dalam islam
3 tauhid dalam islam3 tauhid dalam islam
3 tauhid dalam islam
abu Saifullah
 
Pengertian taqwa
Pengertian   taqwaPengertian   taqwa
Pengertian taqwa
Helmon Chan
 
IMAN DAN TAQWA.ppt
IMAN DAN TAQWA.pptIMAN DAN TAQWA.ppt
IMAN DAN TAQWA.ppt
SitiZukhaeriyah1
 
Materi pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantaraMateri pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantara
Saidi Saidi
 
Materi pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantaraMateri pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantara
Saidi Saidi
 
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashr
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashrMakna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashr
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashrYudha Pangestu
 
Tiga serangkai sendi agama
Tiga serangkai sendi agama Tiga serangkai sendi agama
Tiga serangkai sendi agama
Al-Islami Caligrafi
 
Sudahkah Kita Mengenal Allah?
Sudahkah Kita Mengenal Allah?Sudahkah Kita Mengenal Allah?
Sudahkah Kita Mengenal Allah?
Kelompok1PAI_FF14
 
Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
  Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan  Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
ucu_mujahidah
 
Aqidah hakikat syirik
Aqidah   hakikat syirikAqidah   hakikat syirik
Aqidah hakikat syirik
Triana Zulfa
 
Makalah Rukun Iman
Makalah Rukun ImanMakalah Rukun Iman
Makalah Rukun Iman
Akfar ikifa
 
Syirik bahaya
Syirik bahayaSyirik bahaya
Syirik bahaya
Helmon Chan
 
Beriman kepada allah edit. pdfdocx
Beriman kepada allah edit.   pdfdocxBeriman kepada allah edit.   pdfdocx
Beriman kepada allah edit. pdfdocx
Ahmad Yahya
 

Similar to Tauhid ul&ru (20)

Darah Orang Musyrik
Darah Orang MusyrikDarah Orang Musyrik
Darah Orang Musyrik
 
Inilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang Untuk Darah Orang MusyrikInilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang Untuk Darah Orang Musyrik
 
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang MusyrikInilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
Inilah Pedang untuk Tumpahkan Darah Orang Musyrik
 
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah MusyrikInilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
Inilah Pedang Untuk Tebas Darah Musyrik
 
Makalah aqidah iman kepada allah
Makalah aqidah iman kepada allah Makalah aqidah iman kepada allah
Makalah aqidah iman kepada allah
 
Keutamaan surat al
Keutamaan surat alKeutamaan surat al
Keutamaan surat al
 
3 tauhid dalam islam
3 tauhid dalam islam3 tauhid dalam islam
3 tauhid dalam islam
 
Pengertian taqwa
Pengertian   taqwaPengertian   taqwa
Pengertian taqwa
 
IMAN DAN TAQWA.ppt
IMAN DAN TAQWA.pptIMAN DAN TAQWA.ppt
IMAN DAN TAQWA.ppt
 
Materi pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantaraMateri pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantara
 
Materi pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantaraMateri pengisian sku penegak bantara
Materi pengisian sku penegak bantara
 
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashr
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashrMakna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashr
Makna syahadat, syaikh dr. muhammad bin musa alu nashr
 
Tiga serangkai sendi agama
Tiga serangkai sendi agama Tiga serangkai sendi agama
Tiga serangkai sendi agama
 
Sudahkah Kita Mengenal Allah?
Sudahkah Kita Mengenal Allah?Sudahkah Kita Mengenal Allah?
Sudahkah Kita Mengenal Allah?
 
Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
  Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan  Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
Konsep Tuhan dan Agama Lain Tentang Tuhan
 
Aqidah hakikat syirik
Aqidah   hakikat syirikAqidah   hakikat syirik
Aqidah hakikat syirik
 
173568320 makalah-tauhid
173568320 makalah-tauhid173568320 makalah-tauhid
173568320 makalah-tauhid
 
Makalah Rukun Iman
Makalah Rukun ImanMakalah Rukun Iman
Makalah Rukun Iman
 
Syirik bahaya
Syirik bahayaSyirik bahaya
Syirik bahaya
 
Beriman kepada allah edit. pdfdocx
Beriman kepada allah edit.   pdfdocxBeriman kepada allah edit.   pdfdocx
Beriman kepada allah edit. pdfdocx
 

Tauhid ul&ru

  • 1. Tauhid Al Ma‟rifat wal Itsbat (Pengenalan dan Penetapan) yang mengandung 2 tauhid yaitu Tauhid Rububiyah yaitu mengenal Allah melalui perbuatan-Nya. Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya. Tauhid Al Irodi Ath Tholabi yaitu tauhid yang diinginkan dan dituntut, disebut juga tauhid uluhiyah. Akan tetapi seiring semakin jauhnya umat Islam dari ajaran agama, sehingga banyak terjadi penyimpangan keyakinan di dalam nama dan sifat Allah, maka Tauhid Asma wa Sifat disebutkan secara khusus. Sehingga Tauhid dibagi menjadi 3 : Tauhid Rububiyah Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentanga dengan aqidah yang lurus. Tauhid Uluhiyah Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam. Tauhid inilah yang menjadi inti pembahasan dari Kitab Tauhid, oleh karena itu penulis memberikan judul “Kitab Tauhid yang merupakan hak Allah terhadap hamba-Nya”. Judul ini diambil dari perkataan Rasulullah terhadap Muadz bin Jabbal di atas keledai, “Tahukah engkau apa hak Allah terhadap hamba-Nya, dan apa hak hamba terhadap Allah ?”, Muadz bin Jabbal, “Allah dan Rasulnya yang lebih mengetahui”, Hak Allah kepada hambanya yaitu agar hamba beribadah mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan Allah. Tauhid Asma Wa Sifat Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Untuk pembahasan yang lebih lengkap bisa merujuk ke beberapa kitab diantaranya Aqidah Washithiyah, Qowaidul Mutsla, dll. Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam. Syirk Lawan tauhid adalah syirk, yaitu menjadikan sesuatu mempunyai sekutu dalam suatu urusan. Maka barang siapa yang telah syirk, maka dia telah menjadikan sekutu bagi Allah di dalam melaksanakan ibadah. Pembagian Syirk Pembagian syirk menjadi 2 bagian
  • 2. Syirk besar : Mengeluarkan seseorang dari Islam. Mengakibatkan sifat syirk melekat pada seseorang. Syirk kecil : Jalan menuju syirk akbar tapi tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Sifat syirk tidak melekat seluruhnya pada seseorang. Pembagian syirk menjadi 3 bagian Syirk besar yang nyata : Melakukan amalan syirk besar yang nyata, seperti menyembah patung. Syirk kecil yang nyata : Melakukan amalan syirk kecil yang nyata, misalkan bersumpah dengan nama selain Allah. Syirk yang tersembunyi : Melakukan amalan syirk yang tersembunyi Syirk yang tersembunyi dibagi menjadi Syirk tersembunyi yang besar (riya‟nya orang munafiq) : Hal ini mengeluarkan seseorang dari Islam. Syirk tersembunyi yang kecil (riya‟nya kaum muslimin) : Hal ini tidak mengeluarkan seseorang dari Islam. Pembagian tauhid dan syirk menjadi 3 bagian memiliki dasar di dalam Al Quran dan As Sunnah tidak secara tersurat tapi tersirat. Misalkan dalam ayat Al Fathihah, “Alhamdu lillaahi Rabbil „Alamin” Al-Hamdu = Tauhid Asma wa Sifat, sifat Al Hamid, lillaahi = Tauhid Asma wa Sifat dan Tauhid Uluhiyah, menetapkan nama Allah dan menetapkan peribadahan kepada Allah Rabbi = Tauhid Rububiyah Firman Allah, “Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” Jin merupakan makhluk yang diciptakan Allah dari api. Kata yang terdiri dari jim ( ) dan nun ( ) dalam bahasa arab memiliki makna umum tertutup. Misalkan Majnun (orang gila) tertutupi akal sadarnya, Jannatun (Surga) karena tertutupi kenikmatannya dari pandangan, pendengaran, dan pemikiran manusia, begitu juga Jin bermakna tertutup dari manusia. Jin juga dibebani ibadah sebagaimana manusia. Manusia merupakan makhluk yang Allah ciptakan dari tanah. Kata Al-Ins (manusia) memiliki makna Al- Uns (jinak, saling bantu membantu), yaitu manusia harus saling tolong-menolong dalam menjalani hidupnya.
  • 3. ← EMPAT KAIDAH UTAMA MEREALISASIKAN TAUHID → TAFSIR SURAT AL-FATIHAH Posted on December 9, 2008 by Abu Mushlih Syaikh Abdul Muhsin Al „Abbad Surat Al Fatihah merupakan sebuah surat paling agung di dalam Al Qur‟an. Hal itu berdasarkan hadits Abu Sa‟id bin Al Mu‟alla yang dikeluarkan oleh Al Bukhari (hadits nomor 4474). Surat ini telah mencakup ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟ wa shifat. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah ta‟ala dalam perbuatan-perbuatan-Nya, seperti: menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, dan perbuatan-perbuatan Allah ta‟ala yang lainnya. Maknanya Allah itu esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal mencipta, menghidupkan dan mematikan makhluk. Sedangkan tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta‟ala dengan perbuatan- perbuatan hamba seperti: dalam hal berdoa, merasa takut, berharap, bertawakal, meminta pertolongan (isti‟anah), memohon keselamatan dari cekaman bahaya (istighatsah), menyembelih binatang, dan perbuatan-perbuatan hamba yang lainnya. Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap mereka untuk menjadikan segala ibadah itu ikhlas semata-mata tertuju kepada Allah „azza wa jalla sehingga mereka tidak mempersekutukan sesuatupun bersama-Nya dalam hal ibadah. Sebagaimana tiada pencipta kecuali Allah, tiada yang menghidupkan kecuali Allah, tiada yang mematikan kecuali Allah, maka tiada yang berhak disembah kecuali Allah. Tauhid asma‟ wa shifat adalah menetapkan nama dan sifat yang telah ditetapkan sendiri oleh Allah bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa sallam bagi diri-Nya tanpa disertai dengan tahrif (penyelewengan makna), ta‟wil (penafsiran yang menyimpang), ta‟thil (menolak makna atau teksnya), takyif (menegaskan bentuk tertentu dari sifat Allah), tasybih (menyerupakan secara parsial) ataupun tamtsil (menyerupakan secara total). Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah ta‟ala yang artinya, “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura : 11). Sesungguhnya ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat jelas tentang kebenaran madzhab Ahlus Sunnah wal Jama‟ah dalam mengimani sifat-sifat Allah „azza wa jalla yaitu dengan menetapkan sifat serta menyucikan-Nya. Di dalam firman-Nya „azza wa jalla, “Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” terdapat penetapan dua buah nama Allah yaitu As Sami‟ (Maha Mendengar) dan Al Bashir (Maha Melihat). Kedua nama ini menunjukkan keberadaan dua sifat Allah yaitu As Sam‟u (mendengar) dan Al Bashar (melihat). Sedangkan di dalam firman-Nya ta‟ala, “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya.” terdapat penyucian Allah ta‟ala dari keserupaan diri-Nya dengan makhluk dalam sifat-sifat mereka. Allah subhanahu wa ta‟ala mendengar tetapi tidak sebagaimana pendengaran makhluk. Dia juga melihat namun tidak sama seperti penglihatan mereka.
  • 4. Bahkan ayat pertama yang terdapat dalam surat yang agung ini sudah mencakup ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya dengan firman-Nya, “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah). Hal itu dikarenakan penyandaran pujian oleh para hamba terhadap Rabb mereka merupakan sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan itu merupakan bagian dari perbuatan mereka. Adapun tauhid rububiyah, ia juga sudah terkandung di dalam firman-Nya ta‟ala, “Rabbil „alamin.” (Rabb seru sekalian alam). Hal itu disebabkan Allah subhanahu wa ta‟ala adalah rabb bagi segala sesuatu, pencipta sekaligus penguasanya. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh Allah „azza wa jalla, “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian serta orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit menjadi atap, dan Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit kemudian berkat air itu Allah menumbuhkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian, maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 21-22). Sedangkan tauhid asma‟ wa shifat, maka sesungguhnya ayat pertama itu pun telah menyebutkan dua buah nama Allah. Kedua nama itu adalah lafzhul jalalah „Allah‟ dan Rabb sebagaimana di dalam firman-Nya “Rabbil „alamin”. Pada ayat ini kata „rabb‟ disebutkan dalam bentuk mudhaf (dipadukan dengan kata lain, pen). Sedangkan pada ayat lainnya yang tercantum dalam surat Yasin ia disebutkan secara bersendirian tanpa perpaduan, yaitu dalam firman-Nya, “Salamun qaulan min rabbir rahim” (Semoga keselamatan tercurah dari rabb yang maha penyayang) (QS. Yasin : 58). Adapun „alamin‟ adalah segala makhluk selain Allah. Allah subhanahu wa ta‟ala dengan dzat- Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maka Dia lah Sang Pencipta. Sedangkan semua selain diri-Nya adalah makhluk. Allah „azza wa jalla bercerita tentang kisah Musa dan Fir‟aun, “Fir‟aun mengatakan, „Apa itu rabbul „alamin?‟ Maka Musa menjawab, „Dia adalah rabb penguasa langit, bumi, dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya, jika kamu mau jujur meyakininya.‟.” (QS. Asy Syu‟ara‟ : 23-24). „Ar Rahman Ar Rahim‟ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) merupakan dua buah nama Allah yang menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu rahmah (kasih sayang). Ar Rahman termasuk kategori nama Allah yang hanya boleh dipakai untuk menyebut Allah. Sedangkan nama Ar Rahim telah disebutkan di dalam Al Qur‟an pemakaiannya untuk menyebut selain-Nya. Allah „azza wa jalla berfirman tentang sifat Nabi-Nya Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam, “Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian, terasa berat olehnya apa yang menyulitkan kalian, dan dia sangat bersemangat untuk memberikan kebaikan bagi kalian, dan dia sangat lembut dan menyayangi orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah : 128). Ibnu Katsir mengungkapkan tatkala menjelaskan tafsir basmalah di awal surat Al Fatihah, “Kesimpulan yang dapat dipetik adalah sebagian nama Allah ta‟ala ada yang bisa dipakai untuk menamai selain-Nya, dan ada yang hanya boleh dipakai untuk menamai diri-Nya -seperti nama Allah, Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq dan sebagainya- .”
  • 5. „Maliki yaumid din‟ menunjukkan kepada tauhid rububiyah. Allah subhanahu wa ta‟ala adalah rabb segala sesuatu dan penguasanya. Seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang berada di antara keduanya adalah milik-Nya. Dia lah Raja yang menguasai dunia dan akhirat. Allah „azza wa jalla berfirman, “Milik Allah kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan Dia Maha menguasai segala sesuatu.” (QS. Al Ma‟idah : 120). Allah juga berfirman, “Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Mulk : 1). Allah berfirman, “Katakanlah; Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia yang melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari siksa- Nya, jika kalian benar-benar mengetahui? Maka mereka akan menjawab, „Allah‟. Katakanlah; Lantas dari sisi manakah kalian tertipu.” (QS. Al Mu‟minun : 88-89). Yaumid din adalah hari terjadinya pembalasan dan penghitungan amal. Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah adalah penguasa pada hari pembalasan -padahal Dia adalah penguasa dunia dan akhirat- dikarenakan pada hari itu semua orang pasti akan tunduk kepada Rabbul „alamin. Berbeda dengan situasi yang terjadi di dunia, ketika di dunia masih ada orang yang bisa melampaui batas dan menyombongkan dirinya, bahkan ada pula yang berani mengatakan, “Aku adalah rabb kalian yang paling tinggi.” Dan dia pun lancang mengatakan, “Wahai rakyatku semua, tidaklah aku mengetahui adanya sesembahan bagi kalian selain diri-Ku.” „Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah. Penyebutan objek yang didahulukan sebelum dua buah kata kerja tersebut menunjukkan pembatasan. Ia menunjukkan bahwa ibadah tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah. Demikian pula meminta pertolongan dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah juga harus diminta hanya kepada Allah. Kalimat yang pertama menunjukkan bahwasanya seorang muslim harus melaksanakan ibadahnya dengan ikhlas untuk mengharap wajah Allah yang disertai kesesuaian amal dengan sunnah Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. Sedangkan kalimat yang kedua menunjukkan bahwa hendaknya seorang muslim tidak meminta pertolongan dalam mengatasi segala urusan agama dan dunianya kecuali kepada Allah „azza wa jalla. „Ihdinash shirathal mustaqim‟ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah, sebab ia merupakan doa. Dan doa termasuk jenis ibadah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah „azza wa jalla, “Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru bersama Allah siapapun.” (QS. Al Jin : 18). Doa ini mengandung seagung-agung tuntutan seorang hamba yaitu mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus. Dengan meniti jalan itulah seseorang akan keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya serta akan menuai keberhasilan dunia dan akhirat. Kebutuhan hamba terhadap petunjuk ini jauh lebih besar daripada kebutuhan dirinya terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanyalah bekal untuk menjalani kehidupannya yang fana. Sedangkan petunjuk menuju jalan yang lurus merupakan bekal kehidupannya yang kekal dan abadi. Doa ini juga mengandung permintaan untuk diberikan keteguhan di atas petunjuk yang telah diraih dan juga mengandung permintaan untuk mendapatkan tambahan petunjuk. Allah „azza wa jalla berfirman, “Dan orang- orang yang tetap berjalan di atas petunjuk, maka Allah pun akan menambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah akan memberikan ketakwaan kepada mereka.” (QS. Muhammad : 17). Allah juga berfirman tentang Ashabul Kahfi, “Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami pun menambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al
  • 6. Kahfi : 13). Allah juga berfirman, “Dan Allah akan menambahkan petunjuk kepada orang-orang yang tetap berjalan di atas petunjuk.” (QS. Maryam : 76). Petunjuk menuju jalan yang lurus itu akan menuntun kepada jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada‟, dan orang-orang salih. Mereka itu adalah orang-orang yang memadukan ilmu dengan amal. Maka seorang hamba memohon kepada Rabbnya untuk melimpahkan hidayah menuju jalan lurus ini yang merupakan sebuah pemuliaan dari Allah kepada para rasul-Nya dan wali-wali-Nya. Dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan musuh-musuh-Nya yaitu orang-orang yang memiliki ilmu akan tetapi tidak mengamalkannya. Mereka itulah golongan Yahudi yang dimurkai. Demikian juga dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan orang-orang yang beribadah kepada Allah di atas kebodohan dan kesesatan. Mereka itulah golongan Nasrani yang sesat. Hadits yang menerangkan bahwa orang-orang yang dimurkai itu adalah Yahudi dan orang-orang sesat itu adalah Nasrani dikeluarkan oleh At Tirmidzi (hadits nomor 2954) dan ahli hadits lainnya, silakan lihat takhrij hadits ini di buku Silsilah Ash Shahihah karya Al Albani (hadits nomor 3263), di dalam buku itu disebutkan nama-nama para ulama yang menyatakan keabsahan hadits tersebut. Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membahas firman Allah ta‟ala, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pendeta dan rahib-rahib benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah.” (QS. At Taubah : 34) menukilkan ucapan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan, “Orang-orang yang rusak di antara orang berilmu di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orang- orang yang rusak di antara para ahli ibadah di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Nasrani.” Guru kamu Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan di dalam kitabnya Adhwa‟ul Bayan (1/53), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani -meskipun sebenarnya mereka sama-sama sesat dan sama-sama dimurkai- hanya saja kemurkaan itu lebih dikhususkan kepada Yahudi - meskipun orang Nasrani juga termasuk di dalamnya- dikarenakan mereka telah mengenal kebenaran namun justru mengingkarinya, dan secara sengaja melakukan kebatilan. Karena itulah kemurkaan lebih condong dilekatkan kepada mereka. Adapun orang-orang Nasrani adalah orang yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, sehingga kesesatan merupakan ciri mereka yang lebih menonjol. Meskipun begitu Allah menyatakan bahwa „al magdhubi „alaihim‟ adalah kaum Yahudi melalui firman-Nya ta‟ala tentang mereka, “Maka mereka pun kembali dengan menuai kemurkaan di atas kemurkaan.” (QS. Al Baqarah : 90). Demikian pula Allah berfirman mengenai mereka, “Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian tentang golongan orang yang balasannya lebih jelek di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dilaknati Allah dan dimurkai oleh- Nya.” (QS. Al Ma‟idah : 60). Begitu pula firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung sapi itu sebagai sesembahan niscaya akan mendapatkan kemurkaan.” (QS. Al A‟raaf : 152). Sedangkan golongan „adh dhaalliin‟ telah Allah jelaskan bahwa mereka itu adalah kaum Nasrani melalui firman-Nya ta‟ala, “Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah tersesat, dan mereka pun menyesatkan banyak orang, sungguh mereka telah tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al Ma‟idah : 77). ” Dari penjelasan terdahulu maka jelaslah bahwa surat Al Fatihah mengandung lebih daripada sekedar pembahasan ketiga macam tauhid : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma‟
  • 7. wa shifat. Sebagian ulama ada juga yang membagi tauhid menjadi dua macam : tauhid fil ma‟rifah wal itsbat -ia sudah mencakup tauhid rububiyah dan asma‟ wa shifat- dan tauhid fi thalab wal qashd yang tidak lain adalah tauhid uluhiyah. Maka tidak ada pertentangan antara pembagian tauhid menjadi dua ataupun tiga. Ibnu Abil „Izz Al Hanafi mengatakan di dalam Syarh „Aqidah Thahawiyah (hal. 42-43), “Kemudian, tauhid yang diserukan oleh para utusan Allah dan menjadi muatan kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya ada dua macam : tauhid dalam hal penetapan dan pengenalan (itsbat wal ma‟rifah), dan tauhid dalam hal tuntutan dan keinginan (fi thalab wal qashd). Adapun tauhid yang pertama adalah penetapan hakikat Rabb ta‟ala, sifat- sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam perkara- perkara itu semua. Hal itu sebagaimana yang diberitakan oleh Allah mengenai dirinya sendiri, dan juga sebagaimana yang diberitakan oleh Rasul-Nya shallallahu „alaihi wa sallam. Al Qur‟an telah menjelaskan dengan gamblang mengenai jenis tauhid ini, sebagaimana tercantum di dalam bagian awal surat Al Hadid, Thaha, bagian akhir surat Al Hasyr, bagian awal surat „Alif lam mim tanzil‟ (As Sajdah), awal surat Ali „Imran, seluruh ayat dalam surat Al Ikhlas, dan lain sebagainya. Yang kedua : Tauhid thalab wal qashd, seperti yang terkandung dalam surat Qul ya ayyuhal kafirun, Qul Ya ahlal kitabi ta‟aalau ila kalimatin sawaa‟in bainana wa bainakum, awal surat Tanzilul Kitab dan bagian akhirnya, awal surat Yunus, pertengahan, dan bagian akhirnya, awal surat Al A‟raaf dan bagian akhirnya, dan surat Al An‟aam secara keseluruhan. Mayoritas surat-surat Al Qur‟an mengandung dua macam tauhid tersebut, bahkan setiap surat dalam Al Qur‟an demikian halnya; sebab Al Qur‟an itu meliputi pemberitaan tentang Allah, nama-nama- Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya, inilah yang disebut dengan tauhid ilmi khabari. Ia juga berisi tentang dakwah yang mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya serta menanggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya, inilah yang disebut tauhid iradi thalabi. Ia juga berisi tentang perintah dan larangan serta kewajiban untuk menaati-Nya, ini merupakan hak-hak tauhid dan penyempurna baginya. Ia juga mengandung berita mengenai pemuliaan yang diberikan bagi orang-orang yang bertauhid, kebaikan yang Allah limpahkan kepada mereka di dunia dan kemuliaan yang akan mereka terima di akhirat, maka itu semua merupakan balasan bagi ketauhidannya. Ia juga berisi berita mengenai para pelaku kesyirikan, siksa yang Allah timpakan kepada mereka sewaktu di dunia dan azab yang harus mereka rasakan di akhirat, maka itu merupakan balasan bagi orang-orang yang meninggalkan tauhid. Dengan demikian seluruh bagian dari Al Qur‟an berisi tentang tauhid, hak- haknya, dan balasannya, serta menjelaskan tentang syirik, pelakunya, dan balasan (hukuman) yang diberikan kepada mereka. Maka alhamdulillahi Rabbil „alamin adalah tauhid. Ar rahmanir rahim adalah tauhid. Maliki yaumid din adalah tauhid. Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in adalah tauhid. Ihdinash shirathal mustaqim adalah tauhid yang mengandung permohonan petunjuk untuk bisa meniti jalan ahli tauhid yang telah mendapatkan anugerah kenikmatan dari Allah, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan juga bukan jalan orang-orang yang sesat; yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari tauhid.” Dikarenakan keagungan kedudukan surat Al Fatihah ini dan ketercakupannya terhadap tauhidullah dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma‟ wa shifat-Nya, kandungan permohonan petunjuk meniti jalan yang lurus, dan dikarenakan kebutuhan setiap muslim terhadap petunjuk itu jauh berada di atas kebutuhannya terhadap apapun dan lebih mendesak, maka surat ini pun disyari‟atkan untuk dibaca di setiap raka‟at shalat. Di dalam Sahih Bukhari (756) dan Muslim (393) dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu‟anhu Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Di
  • 8. dalam Sahih Muslim (878) dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat yang tidak membaca Ummul Qur‟an di dalamnya maka shalatnya pincang -tiga kali- yaitu tidak sempurna.” Maka ditanyakan kepada Abu Hurairah, “Kalau kami sedang berada di belakang imam, bagaimana?” Beliau menjawab, “Bacalah untuk diri kalian sendiri, karena sesungguhnya aku mendengar Rasululah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Allah ta‟ala berfirman : „Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.‟ Kalau hamba itu membaca, „Alhamdulillahi Rabbil „alamin‟, maka Allah ta‟ala menjawab, „Hamba-Ku telah memuji-Ku‟. Kalau dia membaca, „Ar Rahmanirrahim‟ maka Allah ta‟ala menjawab, „Hamba-Ku menyanjung-Ku‟. Kalau ia membaca, „Maliki yaumid din‟ maka Allah berfirman, „Hamba-Ku mengagungkan Aku‟. Kemudian Allah mengatakan, „Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku‟. Kalau ia membaca, „Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ maka Allah menjawab, „Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.‟. dan kalau dia membaca, „Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina an‟amta „alaihim ghairil maghdhubi „alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah berfirman, „Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.‟.” Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, “Kalau ia membaca, „Iyyaka na‟budu wa iyyaka nasta‟in‟ maka Allah menjawab, „Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.” ialah : kalimat yang pertama yaitu „Iyyaka na‟budu‟ mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan kalimat yang kedua (yaitu wa iyyaka nasta‟in, pen) mengandung permintaan hamba untuk memperoleh pertolongan dari Allah dan menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya dengan mengabulkan permintaannya. Guru kami Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengambil kesimpulan hukum dari surat Al Fatihah ini untuk menetapkan keabsahan kekhilafahan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu‟anhu. Beliau mengatakan di dalam kitabnya Adhwa‟ul Bayan (1/51), “Dari ayat yang mulia ini diambil kesimpulan mengenai keabsahan kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu‟anhu. Hal itu dikarenakan beliau termasuk golongan orang yang disebut di dalam As Sab‟ul Matsani dan Al Qur‟an Al „Azhim -yaitu dalam surat Al Fatihah- yang Allah perintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada-Nya agar bisa meniti jalan mereka. Maka hal itu menunjukkan bahwa jalan mereka adalah jalan yang lurus. Hal itu sebagaimana disinggung dalam ayat-Nya, “Ihdinash shirathal mustaqim. Shirathalladzina an‟amta „alaihim.” Allah telah menerangkan siapa saja golongan orang yang diberikan kenikmatan itu, dan di antara mereka adalah orang-orang shiddiq. Sementara beliau shallallahu „alaihi wa sallam juga telah menjelaskan bahwa Abu Bakar radhiyallahu‟anhu termasuk kategori orang-orang shiddiq. Dengan demikian jelaslah bahwa beliau pun termasuk dalam golongan orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah itu, itulah isi perintah Allah kepada kita yaitu memohon petunjuk agar bisa berjalan di atas jalan mereka, sehingga tidak lagi tersisa sedikitpun kesamaran bahwa Abu Bakar radhiyallahu‟anhu benar-benar berada di atas jalan yang lurus, dan hal itu juga menunjukkan bahwa kepemimpinan beliau adalah sah.” (Diterjemahkan oleh Ari Wahyudi dari „Min Kunuz Al Qur‟an‟ karya Syaikh Abdul Mushin Al „Abbad hafizhahullah, hal. 1-6. Muraja‟ah : Ustadz Aris Munandar, S.S.).