MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Tasawuf Perbandingan ( Tawajud & Wujud )
1. TASAWUF
PERBANDINGAN
( IUS 4163 )
Nama Pensyarah PROF MADYA SYED HADZRULATHFI BIN SYED OMAR
Nama Pelajar MAISARAH BINTI WAZIR
Semester ISM USULUDDIN SEMESTER 5
Nombor Matrik 038281
2. Definisi
• adalah panggilan rasa cinta
yang diperoleh melalui
cara ikhtiyar (usaha)
• Orang yang memilikinya atau
mengalami tawajud tidak
mendapatkan wijdu (rasa
cinta yang sesungguhnya)
karena jika dia
mendapatkan wijdu, berarti
dia adalah seorang al-
wajid atau pecinta (pecinta
Allah sejati).
Tawajud
• adalah tubrukan (hantaman atau
sentuhan rasa yang datang dari luar).
• Wijdu-wijdu ini merupakan buah dari
wirid-wirid (amalan bacaan ayat
tertentu atau zikir).
• Setiap orang yang tugas-tugasnya
(jumlah pengamalan wirid) sertambah,
maka akan sertambah (pula)
kelembutan-kelembutannya (rahasia-
rahasia wirid) yang diperolehnya dari
Allah
Wujd
•keberadaannya
setelah
kenaikan wujd
•Pencapaian hakiki
setelah tawajud
Wujud
Orang yang memilikinya atau mengalami tawajud tidak mendapatkan wijdu (rasa
cinta yang sesungguhnya) karena jika dia mendapatkan wijdu, berarti dia adalah
seorang al-wajid atau pecinta (pecinta Allah sejati).
3. • Bab tafa’ul (bentukan kata yang dianalogi-kan pada kata tafa’ul dalam tata
bahasa Arab kebanyakan menunjukkan arti penampak-nampakan suatu
sifat. Padahal sifat yang ditampaktampakkan bukan sifatnya yang
sesungguhnya, sebagaimana Yang digambarkan dalam syair ini:
“jika saya menutup kelopak mata saya,
tidaklah saya berarti menyempitkan lebaruya pandangan mata saya,
kemudian saya memecahkan sebelah mata saya yang
sebenarnya tidak picak”
4. Pendapat Sebahagian Ahli Sufi
Berkenaan Tawajud
(1) “Tawajud bukanlah orang yang memasrahkan nilai
ke-tawajud-annya (kepura-puraan cintanya) yang
memang mengandung unsur pemaksaan (dibuat-buat)
dan jauh dari kenyataan.”
(2) “Sesungguhnya tawajud adalah pemasrahan
(rasa cinta) untuk orang-orang polos..Yang memang
perlu dan menunggu-nunggu kehadiran arti cinta
(menunggu kehadiran cinta juga termasuk ikhtiyar
dan ikhtiyar masuk katagori pemaksaan).”
5. Abu Muhammad Al-jariri,
rahimahullah menuturkan hikayatnya yang terkenal :
“Ketika saya (datang untuk) bersama (dalam majelis) Imam Al-Junaid yang di sebelahnya Ibnu Masruq (sudah lebih
dulu) menemaninya, tiba-tiba Ibnu Masruq dan lainnya berdiri menyambut (karena kehadiran sesuatu), sementara
Imam Al-Junaid diam dalam posisi semula. Saya heran lalu sertanya,
’Wahai Tuanku, tidakkah Tuan punya sesuatu yang bisa dipakai untuk mendengar?’
Imam Junaid menjawab (dengan menyitir sebuah petikan ayat):
‘Dan kamu melihat gunung-gunung yang kamu kira (diam) membeku (tidak bergerak), padahal dia bergerak
(seperti) gerakan awan.’ (QS. An-Naml: 88).
Kemudian dia melanjutkan,
‘Dan engkau, wahai Abu Muhammad, tidakkah kamu (juga) punya sesuatu yang bisa dipakai untuk mendengar?’
Saya pun menjawab,
‘Wahai Tuanku, jika saya Nadir di suatu tempat yang di dalamnya ada (sesuatu) yang bisa didengar juga terdapat
orang-orang yang merasa nikmat dengan ketidaktahuan dirinya (tidak tahu malu, yaitu orang-orang yang
mencari perhatian), maka saya mencegah wijdu (rasa cinta) saya untuk tidak menguasai saya. Jika saya sendirian
(kosong), maka saya mengirimkan wijdu saya sehingga saya menjadi tawajud (orang yang pura-pura punya rasa
cinta).’
Pada kesempatan tersebut, saya mengucapkari istilah tawajud, dan Al-Junaid diam tidak mengingkarinya (berarti,
dia membenarkan secara diam).”
6. Wujd
• Ustaz Abu Ali Ad-Daqaq, semoga. Allah merahmatinya, berkata,
“Kehadiran waridat (sesuatu yang datang berupa rasa atau prestasi batin dan warid adalah bentuk
mufradnya) berkaitan dengan wirid-wirid (yang diamalkan). Barangsiapa secara zhahir tidak punya
(tidak melakukan) wirid, maka secara batin tidak ada warid yang datang. Setiap wujd dari pemiliknya
yang memiliki sesuatu bukanlah wujd. Sebagaimana seorang salik yang membebani dirinya dengan
berbagai amalan zhahir (bacaan wirid) yang nantinya akan memperoleh manisnya taat. Maka dari itu,
apa-apa yang membuat seorang salik turun (untuk memposisikan batinnya) dari hukum-hukum batin
menjadikan dia harus mendapatkan sejumlah wujd. Dengan demikian, rasa manis adalah buah dari
amalan-amalan wirid, sedangkan wujd merupakan hasil dari posisi (batin) yang diraihnya.”
7. Wujud
• Tidak ada wujud Al-Haqq kecuali setelah padamnya sifat kemanusiaan, karena
tidak ada sifat kemanusiaan yang tetap (muncul) ketika kekuasaan yang
sesungguhnya (sultan Al-Haqq) muncul.
Inilah arti ucapan Abu Husin An- Nuri:
“Saya semenjak dua puIuh tahun antara wijdu dan faqdu (sirna). Artinya, jika saya
mendapati Tuhanku, maka saya tidak mendapati hatiku (sirna atau faqdu). Jika saya
mendapati hatiku (eksistensi diri dalam batin), maka saya tidak mendapati
Tuhanku.”
Pengertian ini selari dengan pendapat Imam Al-Junaid:
“Ilmu tauhid berbeda-beda menurut keberadaan wujud (seseorang).
Wujud-nya (juga) berbeza-beza menurut ilmunya.”
8. Seorang penyair sufi mengatakan:
Wujud-ku ada ketika aku ghaib dari
wujud
Kerana yang nampak padaku
adalah syuhud (penyaksian).
Seperti ucapan al-Junaid,
“Ilmu Tauhid” merupakan wahana penjelasan bagi wujud-nya, dan wujud-nya
merupakan wahana bagi ilmunya.”
9. Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata,
“Tawajud mengharuskan adanya kecelaan hamba. Sedang
wujd mengharuskan ketenggalaman hamba. Demikian
pula wujud mengharuskan kesirnaan mengarungi lautan
itu, lantas tenggelam di dalamnya. Struktur persoalan ini
dikatakan secara berurutan, mulai dari : Qusyud
(bermaksud), wurud (sampai), kemudian Syuhud
(penyaksian), lalu Wujud, terakhir Khumud (sirna).
Dengan kadar kriteria wujud-lah, khumud dapat dicapai.
10. Keadaan Salik Yang Berwujud
Bagi orang yang ber-wujud memiliki kesadaran (shahwun) dan
ketidaksadaran (mahwun).
Kondisi shahwun adalah keabadiannya dengan Al-Haq,
sedang kondisi mahwun-nya adalah kefana’annya dengan
Al-Haq.
Keduanya saling berkelindan selamanya. Apabila shahw
dengan Al-Haq yang lebih unggul, ia telah sampai kepada
*wushul).
Karena itu, Rasulullah saw. bersabda (hadis Qudsi),
“Dengan-Ku ia mendengar dan dengan-Ku ia
melihat.”
11. Manshur bin Abdullah berkata :
“Seseorang berada dalam halaqah asy-Syibly, dan orang
itu kemudian bertanya. “Apakah pengaruh kesihatan
wujd itu tampak pada diri orang-orang yang mencapai
al-wujud? Benar. Cahaya yang memancar, bersama
dengan sinar kerinduan, sehingga pengaruhnya
mewarnai lubuk hatinya.”
12. Kesimpulan
Tawajud adalah permulaan,
Wujud adalah pengakhiran,
dan Wujd merupakan penengah (perantaraan)
antara permulaan dan pengakhiran.
Rujukan : Risalah Qushairiyah