Guru Belajar adalah surat kabar dua bulanan yang diterbitkan Komunitas Guru Belajar dengan misi Menularkan Kegemaran Belajar. Surat Kabar ini menyajikan praktik cerdas pengajaran (#PraktikCerdas), cerita hidup guru (#CeritaGuru) dan foto hasil karya anak (#KaryaAnak)
Bila anda berminat, kirimkan tulisan tentang #PraktikCerdas, #CeritaGuru atau #KaryaAnak. Kami akan menjadi teman belajar anda dengan memberi masukan. Tulisan yang sudah direvisi, akan diterbitkan di surat kabar Guru Belajar.
Info lebih jelas, email kami di KampusGuru@Cikal.co.id
Kontekstualisasi Pemikiran Ki Hadjar DewantaraAndromeda Ken
Berikut ini merupakan booklet kontekstualisasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dihubungkan juga dalam pembelajaran yang saat ini sedang dihadapi siswa di masa Pandemi.
Kontekstualisasi Pemikiran Ki Hadjar DewantaraAndromeda Ken
Berikut ini merupakan booklet kontekstualisasi pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang dihubungkan juga dalam pembelajaran yang saat ini sedang dihadapi siswa di masa Pandemi.
Analisis studi kasus berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif.
Guru Matematika dan wali kelas 8, Ibu Santi sakit, sehingga tidak dapat masuk dan mengajar. Akhirnya dicarikan guru pengganti, Ibu Eni. Ibu Eni baru 2 tahun menjadi guru SMP. Beberapa murid perempuan, Fifi dan Natali, mengetahui hal ini dan mulai menggunakan kesempatan dan bersikap seenaknya, tertawa dan tidak mengindahkan kehadiran Ibu Eni. Ibu Eni mencoba menyapa Fifi dan Natali dengan ramah, sambil mengingatkan mereka untuk tetap fokus pada pengerjaan tugas, “Ayolah tugasnya dikerjakan, nanti Ibu ditegur Bapak Kepala Sekolah kalau kalian tidak kerjakan tugas. Tolong bantu Ibu ya?” Namun Fifi dan Natali malah jadi tertawa, “Ah Ibu, santai saja bu”. Mereka tetap tidak mengerjakan tugas dan malah mengobrol.
Keesokan harinya, Ibu Santi memanggil Fifi dan Natali serta menanyakan tentang laporan Ibu Eni. Ibu Santi menanyakan apakah mereka bersedia melakukan memperbaiki permasalahan yang ada? Fifi dan Natali sempat ragu-ragu dan membela diri, namun pada akhirnya mengatakan akan meminta maaf.
Ibu Santi menanggapi bahwa tindakan itu boleh saja dilakukan bila mereka sungguh-sungguh ingin meminta maaf, namun Ibu Santi menanyakan kembali, apa yang mereka bisa lakukan untuk menggantikan rasa tidak dihormati Ibu Santi? Baik Fifi maupun Natali mengakui bahwa perilaku mereka tidak sesuai dengan Keyakinan Kelas. Ibu Santi melanjutkan kembali apa yang akan mereka lakukan untuk memperbaiki masalah, apakah ada gagasan?
Setelah berpikir sejenak, Natali dan Fifi mengusulkan bagaimana kalau mereka mengadakan sebuah diskusi kelompok dengan teman-teman sekelasnya. Tema yang mereka pilih adalah penerapan keyakinan kelas, terutama tentang sikap saling menghormati dan bagaimana penerapannya di kehidupan sehari-hari di sekolah. Usulan kedua adalah mengirim email kepada Ibu Eni tentang gagasan mereka tersebut. Mereka pun memberitahu Ibu Eni bahwa mereka telah memberitahu Kepala Sekolah, Pak Hasan, bila lain waktu ada ketiadaan guru, maka mereka akan mengusulkan Ibu Eni sebagai guru pengganti.
Similar to Surat Kabar Guru Belajar Edisi 1 Tahun 1 (20)
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
1. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 1
Guru Belajar
10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran BelajarEdisi 1 Tahun I ¦ GuruBelajar.org
RUANG BELAJAR
RAKSASA
Ruang kelas Bu Hesti sangat
besar. Begitu besarnya, kelas
di Soroako itu mampu
menampung danau dan hutan
di dalamnya. Seperti apa?
MENEMUKAN
PANGGILAN JIWA
Masih ingat pengalaman
pertama memutuskan untuk
menjadi guru? Pasti seru,
seseru dengan kisah dari Pak
Rizqy dari Pekalongan
BELAJAR DARI TEMAN
SENDIRI
Belajar kok dari teman sendiri,
dari seorang ahli dong. Tapi
Bu Lany Rh di Timika justru
mematahkan keyakinan itu.
Bagaimana ceritanya?
20 MENIT YANG
MEMUKAU
Berapa lama harusnya
orangtua mendampingi anak?
Cukup 20 menit/hari kata Pak
Ivan dari Lampung. Kok bisa?
Ketika Guru Bercerita
Surat kabar ini berisi kisah yang diceritakan para guru. Kisah
memang kalah mewah dibandingkan teori dalam dunia pendidikan
formal. Tapi sejak jaman batu, kisah yang merawat nilai dan tradisi
dari generasi ke generasi. Karena kisah membawa pelajaran hidup
dalam bentuk yang mudah dan renyah.
Setiap guru itu istimewa. Setiap guru menghadapi pelajar dan tantangan yang
beragam serta menyelesaikannya dengan berbagai cara. Guru merasa puas ketika
ia berhasil membantu pelajar menjadi yang lebih baik. Lika-liku pengalaman guru
dalam mengajar dan mendidik, yang kami sebut Praktik Cerdas, yang disajikan
dalam surat kabar Guru Belajar.
Pemuatan kisah-kisah para guru yang penuh spirit belajar merupakan bagian dari
misi surat kabar ini, Menularkan Kegemaran Belajar, dari guru ke guru yang lain.
Karena kami percaya, kegemaran belajar tidak bisa diajarkan. Kegemaran belajar
hanya bisa ditularkan dari mereka yang mengidap virus kegemaran belajar pada
orang-orang lain. Dan hanya guru yang gemar belajar yang bisa menularkan
kegemaran belajar pada pelajar :)
Pada akhirnya, selamat membaca, selamat berpetualang ke berbagai penjuru
nusantara, ke berbagai gagasan baik. Bila memang baik, silahkan sebarkan :)
KampusGuru@cikal.co.id
Facebook: KapusGuruCikal
Twitter: @KampusGuruCikal
2. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 2
Ruang Belajar Raksasa
Ketika banyak yang mengeluhkan kondisi ruang kelas yang buruk, Bu Hesti justru mengajak
pelajar-pelajarnya meninggalkan ruang kelas yang nyaman untuk belajar di ruang belajar
raksasa, alam semesta.
Saya dan murid-murid saya berdiri di tepian Pantai Ide,
sisi selatan Danau Matano, memandang jauh ke
seberang. Saya mengajukan pertanyaan pada anak-anak
usia 5-6 tahun itu, bagaimana caranya supaya kita bisa
sampai ke seberang sana? Beragam
jawaban pun terucap, ada yang
mengatakan naik perahu, naik kapal,
naik raft, naik katinting, berenang, dan
lain sebagainya. Saya pun mengajak
mereka untuk merasakan naik
katinting, perahu tradisional lokal yang
sudah jarang dikendarai masyarakat.
Riuh rendah suasana di atas katinting
yang panjang namun padat terisi oleh anak-anak. Ada
yang sangat gembira, ada yang masih takut-takut, ada
yang bergerak ingin merasakan berada di setiap sudut
katinting, hingga kemudian saya pun meminta
pengemudi katinting menyalakan mesinnya. Berisik
sekali memang tetapi senyum gembira terukir lama di
wajah anak-anak itu apalagi melihat gelombang air yang
terbentuk di bagian belakang katinting akibat putaran
kecil baling-baling di air.
Setelah puas merasakan berada di atas katinting
(meskipun tidak berjalan), anak-anak kembali berjalan
kembali ke sekolah, berdiskusi
mengenai katinting: Mengapa bentuk
katinting seperti itu? Mengapa
katinting menggunakan mesin?
Mengapa ada dayung di katinting
padahal sudah ada mesin? Mengapa
bagian tengah katinting ada atapnya?
Bagaimana rasanya naik katinting?
Diskusi kami mengalir bagaikan anak-anak ini sudah
membaca buku mengenai katinting.
Cerita di atas salah satu gambaran suasana belajar kami.
Kami tinggal di Sorowako, sebuah kota kecil di tepi
Danau Matano di ujung utara Propinsi Sulawesi Selatan.
Letaknya kurang lebih 600 km dari kota Makassar yang
biasa ditempuh sekitar 12-13 jam perjalanan darat atau
sekitar 50 menit menggunakan pesawat yang memuat
Belajar di Mana Saja
Bu Hesti mengajak anak ke taman yang
ditumbuhi pohon yang menjulang tinggi.
Mereka pun tenggelam dalam keasyikan
bercerita. Belajar tak pernah dibatasi oleh
ruang maupun waktu. Terlebih di Indonesia
raya yang dianugerahi ruang belajar
raksasa, yang kaya dengan beragam media
belajar.
Diskusi kami mengalir
bagaikan anak-anak
ini sudah membaca
buku mengenai
katinting.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
3. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 3
hanya 40-an penumpang. Walaupun
letaknya di tengah hutan
pegunungan Verbeck, Sorowako
merupakan melting pot perpaduan
beragam suku bangsa dari seluruh
nusantara bersama dengan warga
dunia lainnya yang berkarya di
perusahaan tambang nikkel
terbesar di Indonesia, PT. Vale
Indonesia (Sebelumnya PT
Inco, Tbk).
Tiga tahun terakhir ini saya
diberi kepercayaan menjadi
guru di Taman Kanak-Kanak
setelah sebelumnya selama
tujuh tahun menjadi guru di
Sekolah Dasar di Yayasan
Pendidikan Sorowako (YPS).
Sekolah tempat saya mengajar,
TK YPS Lawewu, merupakan
representasi dari kota kecil
kami. Peserta didiknya yang
beragam namun berbaur
menjadi satu warga sekolah.
Menghadapi keragaman
sebenarnya sudah menjadi hal
yang biasa dalam keseharian tetapi
selalu saja ada tantangan yang
menarik untuk diatasi, terutama
ketika bersama anak-anak kecil usia
5-6 tahun. Saya pun mulai menjalani
tanggung jawab untuk memfasilitasi
anak-anak senang untuk belajar,
menumbuhkan kebiasaan baik,
mandiri, dan siap untuk masuk ke
Sekolah Dasar.
Seperti lazimnya di kelas lain, setiap
anak di kelas saya mempunyai
keunikan masing-masing. Saya tidak
ingin menghilangkan keunikan
mereka, sepertinya kehadiran
mereka saling melengkapi satu sama
lain untuk menyemarakkan kelas.
Tantangan lain yang biasa muncul
berasal dari waktu pembelajaran dan
konsentrasi anak untuk belajar
menyimak. Bagaimana ya mengemas
semuanya menjadi paket yang
menarik? Bagi saya, kunci
pembelajaran menjadi
menyenangkan di TK adalah
bermain serta berlimpahnya media
dan sumber belajar.
Sebelum saya menjadi seorang guru,
saya melalui masa belajar saya di
bangku kuliah mempelajari psikologi
di Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta. Teori perkembangan
Piaget yang beraliran konstruktivis
kognitif yang saya ketahui
menekankan bahwa anak-anak akan
belajar dengan lebih baik jika
mereka aktif dan mencari solusi
sendiri. Implikasinya pada setiap
kelas, murid-murid akan lebih baik
diajak untuk membuat penemuan,
memikirkannya, dan
mendiskusikannya. Saya sebagai
guru sebatas memfasilitasi murid-
murid untuk belajar dengan
mendengar, mengamati, dan
mengajukan pertanyaan yang
relevan untuk mereka berpikir
hingga mendapatkan
pemahaman yang baik.
Pembelajaran anak harus
berjalan secara alamiah,
mereka tidak datang ke sekolah
dengan kepala kosong, mereka
punya banyak gagasan dan ide
yang biasanya berbeda dengan
orang dewasa. Dan saya
sebagai guru pun harus
menghargai setiap ide yang
tercetus.
Keyakinan saya mengenai cara
anak-anak menemukan
pengetahuannya sendiri ini di
kelas melalui proses belajar
yang panjang. Awalnya saya
berada di tengah-tengah
pendapat umum di kalangan
guru dan orangtua bahwa
idealnya sebelum anak masuk SD
mereka sudah dapat membaca dan
menulis. Saya sering mendengarkan
curahan hati orang tua mengenai
anak mereka yang belum dapat
membaca, yang menuliskan nama
sendiri masih banyak huruf yang
lepas. Padahal saya sendiri tidak
fokus agar mereka bisa membaca.
Apakah tidak pandainya saya
mengajari murid-murid saya
membaca membuat saya guru yang
tidak becus?
Saya tidak menentang anggapan
bahwa membaca merupakan salah
satu gerbang mendapatkan
pengetahuan. Tujuan saya berbeda,
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
4. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 4
bukan untuk membuat murid-murid
kecil saya pandai membaca tetapi
gemar membaca dahulu. Saya lebih
senang ketika saya membacakan
anak-anak cerita dari buku dimana
ada proses interaksi saya dengan
mereka, menebak ceritanya tentang
apa dari ilustrasi, menebak
bagaimana kelanjutan cerita,
mengulang cerita dengan gaya
bahasa mereka sendiri. Saya
juga lebih merasa
bermanfaat sebagai guru
ketika saya mengajak
anak-anak melakukan
pengamatan langsung
terhadap apapun yang
mereka lihat, berusaha
mendorong mereka
mengamati bukan
sekedar melihat sambil
lalu. Karena saya tidak
ingin menjadi sumber
informasi tunggal bagi
murid-murid saya. Saya
sadar pengetahuan yang
saya miliki terbatas, tetapi
tidak menyurutkan saya untuk
menjadi guru yang baik. Saya
sangat terbantu dengan tersedianya
media dan sumber belajar yang
bertaburan di sekitar kami. Bagi
saya, melakukan pengamatan
membuat kita kaya dengan
informasi.
Dengan tema yang berbeda, saya
kembali mengajak murid-murid saya
ke Pantai Ide, ruang belajar mereka
juga selama di TK. Kali ini kami akan
membahas mengenai pohon Dengen.
Jarak yang jauh dari kota di mana
banyak klaim lebih baiknya sekolah
di kota karena ketersediaan media
dan sumber belajar yang lebih
lengkap daripada sekolah yang jauh
di tengah hutan seperti sekolah kami
ini membuat saya dan rekan-rekan
guru selalu berusaha untuk lebih
berinovasi. Kami berusaha memilih
tema yang sederhana, dekat dengan
murid-murid kami, dan mengangkat
kekhasan lokal.
Kali
ini kami duduk di depan sebuah
pohon dengen. Saya memberikan
tantangan pada anak-anak, siapakah
yang ingin bercerita mengenai pohon
ini? Anak-anak mengacungkan
tangan bersemangat. Kesepakatan
kami di kelas, bila ingin
menyampaikan pendapat harus
mengangkat tangan dulu, berbicara
ketika dipersilakan dan belajar
mendengar guru, teman, atau
siapapun yang sedang berbicara.
Bergantian anak-anak maju
menceritakan mengenai pohon di
depan mereka berdasarkan apa yang
mereka lihat. Kalau mendengarkan
guru bercerita mengenai sebuah
pohon itu sudah biasa,
mendengarkan teman-teman sendiri
bercerita mengenai pohon itu tidak
biasa. Bagi anak-anak yang tidak
biasa malah menarik. Saat itu pohon
dengen masih satu dua yang
berbuah, sehingga untuk pohon di
depan kami ini diceritakan sebagai
pohon yang besar tetapi belum
berbuah oleh seorang anak.
Ada juga yang mengatakan
akarnya besar, batang
pohonnya besar, daunnya
banyak berwarna hijau
dan yang jatuh ke tanah
berwarna coklat.
Menariknya ketika
seorang murid saya
yang berkebutuhan
khusus juga ikut
berpartisipasi, dia tiba-
tiba maju ke depan dan
malah memilih
menceritakan buah dengen
yang saya pegang untuk
diceritakannya. Dia menghitung
banyak kelopak buah dengen
(selubung atau kulit buah dengen
memang menyerupai kelopak
bunga). Tadinya saya berencana
untuk menunjukkan buah dengen
kepada anak-anak dan
menceritakannya tetapi keduluan
olehnya. Saya semakin senang
karena setiap anak terlibat dalam
pembelajaran.
Saya lalu meminta murid-murid
untuk menemukan buah dengen
yang jatuh di tanah. Kami pun
belajar berhitung dengan buah
dengen tersebut, belajar
membandingkan lebih banyak, lebih
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
5. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 5
Bersama-sama kami menemukan
ternyata banyak kelopak buah
dengen
semuanya
sama yaitu
sebanyak
lima
kelopak.
Bukan
hanya itu,
kami juga
menemukan
ternyata
banyak
irisan
dengen
yang seperti
jeruk itu
berbeda-
beda, dari
rentang 16
hingga 19. Selain itu kami juga
melihat siaran langsung beberapa
ekor lebah yang masuk ke dalam
kelopak bunga dengen di pohon
yang lain, melihat buah dengen yang
masih muda terbungkus rapat oleh
kelopaknya yang hijau hingga nyaris
tidak terlihat di antara dedaunan,
mengamati bentuk daun pohon
dengen yang menyirip dan berbeda
dengan daun pohon kelapa di
dekatnya. Kami juga bermain
mengadopsi permainan Simon Says ,
permainan dimana anak-anak
bergerak melakukan apa kata ibu
guru, seperti, Pegang daun berwarna
hijau. Pegang batang pohon .
Anak-anak berlarian sambil tertawa
merasakan keseruan permainan.
Ketika kami kembali ke kelas, kami
mencicipi buah dengen yang sempat
terkumpul. Anak-anak menemukan
kalau rasa buah dengen itu masam,
dan karena saya meminta mereka
mengamati juga wajah temannya
saat sedang
mencicipi buah
dengen, mereka
menemukan ekpresi
wajah yang berbeda
dengan mata
menyipit. Murid-
murid seakan-akan
telah menuntaskan
membaca buku
mengenai dengen
melalui pengamatan
langsung mereka.
Setiap anak dengan
gaya belajar berbeda
terfasilitasi melalui
pembelajaran ini.
Anak yang biasanya
di kelas tidak betah duduk, sangat
bersemangat berlari ke sana kemari
untuk menemukan buah dengen,
bersemangat untuk menghitung
irisan buah dengen miliknya dan
membandingkan dengan milik
temannya, ada anak yang bersama-
sama menghitungnya perlahan, ada
yang cepat. Semuanya berjalan
secara alamiah dihibur hembusan
angin di antara pepohonan.
Informasi yang didapatkan memang
sangat banyak, biasanya masing-
masing hanya akan menyimpan yang
mereka sukai dan butuhkan saja.
Saya mengetahuinya ketika kami
melakukan refleksi dengan
pertanyaan apa saja yang kita telah
lakukan hari ini. Target saya
terpenuhi, mereka bisa belajar
bersabar menunggu giliran bercerita,
berkomunikasi secara lisan,
menambah kosa kata, dan berhitung
1 hingga 20. Hal seperti ini yang
selalu saya sampaikan ke orangtua
mereka untuk meyakinkan bahwa
anak-anak mereka baik-baik saja.
Dengan pengalaman langsung ini,
anak-anak menemukan sendiri
pengetahuan dan membangun
pemahaman sesuai dengan gaya
mereka. Kami mempunyai ruang
belajar raksasa yang menyediakan
sumber dan media belajar luar biasa
lengkap. Sumber dan media belajar
yang sangat murah, mudah, dan
mengakomodasi kebutuhan setiap
anak. Terbukti dengan tema yang
berbeda, anak-anak dapat
bersenang-senang memperkaya diri
dengan informasi dari pengalaman
langsung mereka. Letak sekolah
tidak menentukan seberapa menarik
murid belajar, tetapi aplikasi strategi
yang tepat dan pemanfaatan sumber
dan media belajar yang sesuai lebih
berperan.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Kami mempunyai
ruang belajar raksasa
yang menyediakan
sumber dan media
belajar luar biasa
lengkap. Sumber dan
media belajar yang
sangat murah,
mudah, dan
mengakomodasi
kebutuhan setiap
anak.
Hesti Wulandari Andi Djiwa
Guru TK YPS, Penggerak
Komunitas Guru Belajar
Soroako.
6. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 6
#CeritaGuru
Menemukan
Panggilan Jiwa
Setiap guru mempunyai kisah mengapa
dirinya memilih untuk menjadi guru. Rizqy
Rahmat Hani, guru SMA Negeri di
Pekalongan, menceritakan 4 kisah menarik.
Awal Petualangan
Aku tersenyum-senyum sendiri di dalam bus Nusantara
ungu yang melaju dengan kencang. Membayangkan
apa yang akan terjadi nanti jika aku mendapatkan
pekerjaan ini.
Ah, nanti kalau aku menjadi pegawai bank gajiku
lumayan banyak.
Ehm... bakal seperti teman-
temanku yang sudah memiliki
mobil
Gajinya pasti lebih dari empat
juta
Bayang-bayang gaji banyak dan
m e m i l i k i b a n y a k m a t e r i
membuatku tersenyum sendiri
dalam perjalanan tes menjadi
sebagai pegawai salah satu bank
swasta. Seperti teman-temanku
lainnya, walaupun memiliki
ijazah pendidikan namun lebih
memilih menjadi pegawai bank
k a r e n a g a j i y a n g m e r e k a
tawarkan.
Akhirnya sampailah aku di sebuah gedung yang amat
tinggi di bilangan Simpang Lima Semarang. Para calon
pegawai bank berjalan cepat memasuki gedung
tersebut. Memakai pakaian keren dengan kemeja
ekslusif, dasi, sepatu yang necis dan enak dipandang
membuatku tak sabar menjadi pegawai bank.
Tes demi tes aku lewati, dan saatnya tes terakhir, yaitu
tes wawancara sekaligus tanda tangan kontrak.
Ada sesuatu yang membuat hatiku goyah, ada sesuatu
yang membuatku tiba-tiba terdiam.
Diam.
Waktu seakan berhenti.
Semua terlihat berbeda.
Kalau aku menjadi pegawai bank memang akan
memiliki gaji banyak, tapi....
Apakah aku bisa menerapkan ilmuku yang aku
dapatkan sewaktu kuliah
Apa hanya uang yang dicari?
Apa aku akan bahagia jika menjadi pegawai bank
Perasaan-perasaan itu menghantui sepanjang
menunggu waktu interview. Entah apa yang
menggerakkan hatiku menjadi goyah dan kuambil
telepon di sakuku lalu kutelepon bapakku.
Pak, kalau aku tak mengambil pekerjaan ini
bagaimana? tanyaku
Apapun pekerjaan mas Kiki,
kalau itu membuat mas Kiki
bahagia, ambillah, nikmatilah
Mendengar jawaban bapak,
memantapkan keputusanku.
Bissmilah.
L a l u k u p u t u s k a n u n t u k
mengangkat tas dan meninggalkan
ruangan wawancara begitu saja.
Terlihat para calon pegawai bank
melihatku dengan aneh.
Mungkin ini keputusan berat,
namun aku lebih memilih menjadi
GURU.
Aku pun pulang dengan perasaan
yang lega, tanpa beban.
Jika aku menjadi pegawai bank,
tak akan banyak waktu untuk membuat film, jika aku
menjadi pegawai bank tak akan bisa membuat
pementasan drama, antologi puisi, berinteraksi dengan
anak-anak, bernyanyi di sawah sambil menikmati
semilir angin. Jika aku menjadi pegawai bank akan
sibuk dengan rekening, giro, yang entah aku tak tahu
apa itu artinya .
Mungkin ini adalah panggilan jiwa. Panggilan jiwa
untuk menjadi GURU.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Rizqy Rahmat Hani
Guru SMK Negeri di Pekalongan.
Penggerak Komunitas Guru Belajar
Pekalongan.
7. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 7
Menjadi Guru itu Sulit
Aku tetapkan pilihanku untuk menjadi guru, guru SMA 1
Sragi Pekalongan. Masih teringat benar kapan pertama
kalinya aku memasuki ruang kelas, yaitu hari Senin 11
Juli 2010. Kubuka kelas dengan salam
Assalamualaikum , namun hanya beberapa gelintir
siswa yang jawab. Kebanyakan sibuk dengan
kesibukannya sendiri, yang belakang bermain telepon
genggam, tertawa, yang depan memperhatikanku sambil
kadang mengobrol dengan teman sebangkunya. Kelasku
menjadi riuh. Aku tak dihargai.
Bagaimana ini mengatasinya?
Keringatku bercucuran, pulpen yang aku pegang
jatuh, aku ambil, terlihat tanganku
bergetar hebat.
Aku harus bagaimana?
Bayang-bayang
menjadi guru yang
bisa bernyanyi,
menari sirna
sudah
Kesanku
terhadap guru
dihancurkan
oleh siswa-siswa
yang tak
menganggapku ada
di depan kelas
Sepulang mengajar aku
benar-benar frustasi. Ternyata
sulit menjadi guru. Mengondisikan siswa
saja aku tak bisa.
Hari-hari penuh derita pun aku jalani saja.
Masuk kelas ‒ menyampaikan materi ‒ dicuekin siswa ‒
memberikan tugas ‒ pulang.
Begitu seterusnya, tiap hari, tiap bulan.
Sampai akhirnya ada seorang muridku yang nyletuk
Bisa ngajar nggak Pak! .
Kata-katanya walau terdiri atas beberapa kata saja,
menukik dan menancap dalam hatiku. Ia membuatku
tertusuk.
Aku tak boleh seperti ini, aku harus berubah.
Kubaca-baca lagi buku-buku pengajaran, kutonton
beberapa film tentang pendidikan Tarre Zame Pyar,
Dead Poet Society, Dragon Zakura, Great Teacher
Onizuka, Freedom Writing. Aku mulai menerapkan pola
berbeda.
Memasuki kelas kupasang wajah ceria, dengan
membawa cerita-cerita inspiratif. Sebelum mengajar aku
bercerita.
AJAIB!
Cerita ternyata mampu membawa
kesan berbeda di kelas,
siswa-siswaku menjadi
antusias, jadi
memperhatikanku.
Sedikit ada
perubahan,
walau setelah
mamasuki
materi siswa-
siswa kembali
bercanda,
kembali bermain
telepon genggam,
kembali sibuk dengan
keasyikannya sendiri.
Tidak apa-apa yang terpenting
aku sudah bisa mengambil perhatian
siswa yaitu dengan cerita. Tugasku sekarang
adalah membuat penyampaian materiku menjadi
mengasyikkan. Menjadi kelasku menjadi menyenangkan,
seperti taman.
Maka kuikuti forum-forum diskusi pendidik di twitter,
facebook, dan sebagainya.
Banyak ilmu yang aku dapatkan setelah mengikuti forum
diskusi tersebut.
Dan perubahan itu pun dimulai ...
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
8. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 8
Duplikasi program televisi
Satu tahun sudah aku menjadi guru, tanpa apa yang aku
dapat. Di akhir pembelajaran aku meminta siswa-siswaku
menulis refleksi terhadapku.
Kritiklah, nilailah pak guru Nak!
Tulisan-tulisan sungguh jujur, dan dalam setelah aku
baca. Banyak sekali kritikan terhadapku.
Kalau mengajar jangan cepat-cepat dong Pak!
Plis deh Pak jangan
marah-marah kalau
ngajar
Tulisan di papan tulis
kalau bisa diperbesar
Pak, tidak terlihat di
belakang
Kritikan-kritikan
tersebut aku selami, aku
pelajari. Layaknya
cermin, refleksi tersebut
aku gunakan untuk
bercermin dan mencari
obat mencari solusi agar
aku menjadi guru yang
lebih baik lagi.
Tahun pelajaran baru
pun bergulir, aku
mencoba metode lain
yaitu menerapkan
program televisi Reportase di pembelajaran menulis
paragraf ekposisi. Siswa aku minta untuk membuat
liputan mengenai apa saja yang bisa memberikan
informasi. Siswa nampak antusias, telepon genggam yang
mereka gunakan dalam kelas yang biasanya hanya untuk
main-main, kali ini berguna sebagai kamera dan perekam
suara.
Satu kelompok terdiri atas beberapa anggota yang dibagi
sebagai kameramen, penulis skenario, reporter,
presenter, perekam suara dan editor. Kelas nampak
hidup, penulis skenario bekerja di dalam kelas. Reporter
dan kameramen mencari berita di luar kelas. Setelah
informasi didapat dari tim reporter dan kameramen. Tim
penulis skenario membuat narasi untuk reportasenya,
hasil reportase direkam menggunakan handphone lalu
semua data diedit bersama di kelas. Kelas menjadi hidup,
aku bukan hanya mengambil perhatian mereka, juga
mengambil hati mereka, mereka mulai menyukai
pembelajaranku.
Tidak hanya dalam pembelajaran menulis paragraf
ekposisi, di komptensi dasar lain aku mencoba
menerapkan metode tersebut. Pembelajaran pantun
menjadi PANTUN IDOL, pembelajaran karya ilmiah
menjadi INOVATION
AWARD, pembelajaran
menulis biografi
menjadi JIKA AKU
MENJADI,
pembelajaran drama
menjadi FESTIVAL
FILM PENDEK, paragraf
argumentasi/ekposisi
menjadi ON THE SPOT,
pembelajaran hikayat
menjadi KUIS HIKAYAT.
Tahunku menjadi guru
menjadi menyenangkan,
siswa-siswa mulai
menyukaiku, menyukai
cara mengajarku.
Duplikasi program
televisi berhasil
mengambil hati mereka.
Ide dari Keterbatasan
Setiap perjuangan ada pengorbanan
Di tahun ketiga menjadi guru ternyata banyak masalah
yang aku hadapi. Waktu itu di kelas XI IPA 3 aku dan
muridku sedang berdendang dalam pembelajaran
PANTUN IDOL. Gendang bersaut dengan bunyi desiran
pasir dalam botol air mineral bersamaan petikan gitar
dan suara lembut siswaku.
Jalan-jalan ke Pekalongan,
Membeli batik di Pasar Setono
....
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
9. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 9
Menjadi guru adalah Panggilan Jiwa
Sebenarnya di pertengahan mengajar aku ingin sekali
mengundurkan diri menjadi guru. Semua teman-temanku
telah mapan. Aku belum apa-apa. Malah calon istriku
meninggalkanku karena aku belum memiliki apa-apa.
Hampir saja aku mengambil pekerjaan menjadi
programer di televisi lokal, hampir saja aku mengambil
pekerjaan di Kalimantan yang bergaji lebih tinggi. Namun
lagi-lagi di detik-detik terakhir, hatiku selalu bergetar, tak
rela rasanya keluar menjadi guru demi materi.
Kalau aku menjadi programer televisi apakah aku bisa
lagi bercerita di depan kelas, kalau aku bekerja di
Kalimantan apakah aku bisa bersendau gurau dengan
muridku. Aih rasanya berat sekali meninggalkan profesi
guru
Di tengah siswa lah aku menemukan jati diriku, di tengah
siswalah aku mampu berkembang menjadi lebih baik.
Karena menjadi guru adalah panggilan jiwa.
Belum selesai siswa-siswaku berdendang, tiba-tiba di
balik pintu muncul guru.
Pak tolong jangan berisik!
Menganggu kelas sebelah!¦
Ada seorang guru yang menasehatiku, tak boleh terlalu
berisik. Lalu kusuruh siswa-siswaku memelankan suara
saat tampil di depan.
Namun lagi-lagi guru itu datang. Menasehati lagi.
Awalnya aku ingin marah dengan guru tersebut, karena
membatasi kreativitas siswa. Tapi aku pikir untuk apa
aku marah, toh tak akan menyelesaikan masalah.
Akhirnya aku berpikir, bagaimana agar pembelajaran
tak menganggu kelas lain namun bisa tetap
menyenangkan.
Kalau di dalam kelas menganggu kelas lain
Kalau di luar nanti kepanasan
Tiba-tiba ide muncul.
Akhirnya keesokan harinya aku meminta siswaku untuk
membawa payung, karena setiap kelas ada 40 anak,
maka semua siswa aku suruh bawa. Payung-payung itu
aku sambung menggunakan tali dan aku gantungkan di
atas. Indah. Siswa-siswaku tambah antusias. Tidak
kepanasan juga.
Aku mendapatkan ide dari keterbatasan.
10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran BelajarGuru Belajar
10. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 10
Belajar dari Teman Sendiri
Apakah guru belajar harus belajar dari ahli pendidikan? Apakah bisa guru belajar dari teman
sendiri? Apa bisa ya?
Saya mengajar di sebuah sekolah
yang ketika saya sebutkan lokasinya,
biasanya membuat banyak orang
bereaksi, Wah, jauh sekali! atau
Wah, hebat ya mau di tempat
seperti itu . Iya, Papua masih
menjadi salah satu lokasi yang di
pikiran kebanyakan orang Indonesia
(baca: dekat ibukota) adalah wilayah
yang sulit digambarkan dalam
benak. Tapi saya rasa, ini hanya
karena banyak sekali orang
Indonesia yang masih Jawa-
sentris , berpikir bahwa
segalanya berpusat di Jawa.
Sementara, dari pengamatan
saya, sekolah saya dapat
disejajarkan dengan beberapa
sekolah terbaik lain di pusat
negara ini dalam hal materi dan
pengembangan diri staf
pengajarnya. Namun demikian,
saya tidak menutup mata bahwa
saat saya memulai berkarya di
tempat ini, beberapa rekan kerja
saya berpikir sama seperti
kebanyakan orang lain, yang melihat
pada betapa terbatasnya kami.
Beberapa tahun yang lalu, sekolah
saya bermaksud meningkatkan
kemampuan berbahasa Inggris para
pengajar, untuk membuka
kesempatan kami mengembangkan
wawasan dan meningkatkan
penggunaan Bahasa Inggris dalam
kelas. Sekolah menyediakan kursus
Bahasa Inggris yang diisi oleh
sebuah lembaga pengembangan
bahasa. Program yang ditawarkan
sangat bagus, namun belum
menunjukkan peningkatan
penggunaan Bahasa Inggris dalam
keseharian di sekolah secara nyata.
Sementara saya sendiri cukup
beruntung bisa terpilih mendapatkan
kesempatan magang di sekolah
internasional di lingkungan kami.
Melihat hal ini, saya berinisiatif
membuat sebuah kelompok belajar
pada unit TK tempat saya berkarya,
sekembalinya saya dari periode
magang untuk mendukung rekan-
rekan saya. Saya membicarakan ide
ini pada pimpinan dan rekan-rekan
guru. Semua menyambut dengan
antusias. Saya tahu, dalam benak
mereka saya yang akan mengajar .
Saat saya tegaskan bahwa bukan
saya yang akan mengajar, mereka
malah berpikir saya akan
mendatangkan guru tamu dari
sekolah internasional tersebut.
Reaksi-reaksi tersebut muncul karena
dalam pemikiran mereka, belajar itu
ketika mereka menjadi murid & ada
pengajar yang bertanggung jawab
pada proses pembelajaran.
Pertemuan awal saya gunakan untuk
membuat kesepakatan dengan
semua rekan kerja, termasuk kepala
sekolah saya saat itu yang menjadi
peserta . Saya kemukakan
bahwa kelas ini adalah
kelompok belajar, bukan kelas
seperti yang mereka bayangkan
ada guru yang mengajar di
depan. Dalam kelompok belajar,
setiap peserta diharapkan aktif,
tidak hanya mengikuti kegiatan,
namun juga menentukan bentuk
kegiatan dan cara belajar yang
diinginkan, serta target
pencapaian masing-masing.
Saya hadir sebagai fasilitator,
membantu mewujudkan ide
mereka, termasuk jika ada
materi yang perlu disiapkan. Setiap
orang boleh mengikuti kegiatan,
namun tidak perlu meminta ijin jika
ternyata tidak hadir dengan alasan
apapun. Tidak ada kewajiban untuk
mengikuti program ini, dan oleh
karenanya saya tidak bersedia
menjadikan kegiatan ini sebagai
program resmi dari sekolah. Saya
tidak bermaksud untuk melepaskan
diri dari institusi tempat saya
bekerja, saya hanya lebih memilih
untuk menumbuhkan inisiatif pribadi
dalam mengembangkan diri.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Saat semua orang sudah
sepaham, satu per satu mulai
mendapat kesempatan
melontarkan ide. Setelah
beberapa stimulasi, ternyata ide
yang muncul sangat beragam,
mulai dari membaca cerita
(yang ini pasti sering dilakukan
di sekolah ya), menganalisa
artikel pendidikan, belajar teks
lagu, karaoke, sampai
ke.....rujakan....Iya, rujakan!
11. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 11
Saat semua orang sudah sepaham, satu per satu mulai
mendapat kesempatan melontarkan ide. Setelah
beberapa stimulasi, ternyata ide yang muncul sangat
beragam, mulai dari membaca cerita (yang ini pasti
sering dilakukan di sekolah ya), menganalisa artikel
pendidikan, belajar teks lagu, karaoke, sampai
ke.....rujakan....Iya, rujakan!
Di unit TK kebanyakan guru memiliki hobi memasak dan
makan. Jadilah salah satu kegiatan kami yang paling
repot namun paling
menyenangkan adalah
membuat rujak uleg.
Bumbunya harus dihaluskan
dengan cobek batu besar,
dengan isi lengkap. Di sini
kami mulai belajar
menggunakan kata-kata
spesifik sampai kalimat
sederhana, yang penting mau
bicara. Kegiatan berlangsung
sangat ramai. Kami saling
melempar kata-kata bahasa
Inggris, yang sering terlihat
lucu ketika harus
diterjemahkan dari kosakata
bahasa Indonesia atau
bahasa daerah. Sementara itu
dalam kegiatan menyanyi,
meskipun lagunya panjang,
ada teks yang mengalir lewat.
Jadi masing-masing dari kami
sempat belajar pronunciation yang lebih baik, tanpa
harus tertekan.
Saat itu sekolah saya baru saja mempunyai 2 orang
warga negara asing yang berperan sebagai konsultan
pendidikan. Saya informasikan mengenai kegiatan ini
kepada mereka. Saya ajak mereka berdiskusi, namun
tidak selalu saya undang secara khusus dalam setiap
kegiatan. Salah satu hambatan belajar bahasa asing
adalah ketika berhadapan betul-betul dengan penutur
asli, rekan-rekan saya cenderung bersikap pasif. Mereka
lebih memilih belajar dari mendengarkan, dan kurang
mencoba berbicara. Saya berusaha meminimalkan
benturan ini. Namun saya tetap melibatkan beliau dalam
beberapa aktifitas yang kami pertimbangkan perlu ada
penutur asli. Inipun harus merupakan respon dari usulan
kegiatan rekan-rekan saya.
Program ini berlangsung sepanjang satu tahun,
bersamaan dengan kelas pelatihan Bahasa Inggris resmi
yang diselenggarakan sekolah. Dari pernyataan rekan-
rekan, mereka merasa lebih rileks belajar ketika
bentuknya santai, apalagi saat mereka sendiri yang
menentukan cara belajarnya. Hasilnya, kami lebih berani
menggunakan Bahasa Inggris dalam aktifitas sehari-hari.
Salah satu bentuknya adalah saat pertemuan pagi,
masing-masing dari kami yang bertugas piket
menyampaikan hasil observasi
dalam Bahasa Inggris.
Awalnya dengan menyebut
beberapa kata yang spesifik,
berikutnya mulai berani
menggunakan kalimat
lengkap. Pertemuan yang
tadinya selalu berlangsung
sangat resmi menjadi lebih
mengalir dan nyaman karena
kadang kami saling
mentertawakan kesalahan
dan memperbaiki tanpa ada
yang tersinggung. Kami
tertawa bukan untuk
merendahkan, tapi lebih
terasa senang telah berhasil
menemukan sesuatu untuk
diperbaiki. Kami sadar
sepenuhnya, seperti inilah cara
kami belajar bersama.
Dalam kelas, lebih banyak
rekan yang berani membacakan buku berbahasa Inggris
untuk anak. Tampilan-tampilan kelas mulai
menggunakan 2 bahasa dengan lebih baik, Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris. Puncaknya, rekan-rekan
saya berinisiatif merancang doa pembukaan dan penutup
kelas dalam Bahasa Inggris yang bisa berlaku untuk
pemeluk agama berbeda. Sampai saat ini doa buatan
kami di unit TK akhirnya digunakan juga di unit SD.
Saya pindah ke unit SD pada tahun berikutnya. Meskipun
program yang saya inisiasi tidak langsung dilanjutkan,
rekan-rekan saya setidaknya sudah berbekal kepercayaan
diri untuk menggunakan Bahasa Inggris. Sehingga ketika
pada tahun-tahun berikutnya salah satu konsultan asing
kami ditempatkan di unit TK, perbedaan bahasa tidak
lagi menjadi penghalang yang berarti.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Lany Rh
Guru SD Yayasan Pendidikan Jayawijaya
Kuala Kencana. Penggerak Komunitas
Guru Belajar Timika.
12. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 12
Menerbangkan Tisya
Buat apa belajar Bahasa Inggris kalau anda tinggal di kota kecil? Pertanyaan itu yang ada di
benak para pelajar. Hingga Pak Riyadi menunjukkan manfaatnya.
Pak Riyadi, terima kasih
mengajarkan Tisya Bahasa Inggris.
Kemampuan berbahasa Inggris dari
bapak adalah ilmu pertama yang
bisa Tisya tunjukkan di setiap tes
dan wawancara, entah ketika
melamar kuliah atau kerja, keduanya
menuntut Bahasa Inggris. Di tempat
kerja Tisya sekarang ini, Bahasa
Inggris digunakan setiap hari,
bertemu dengan orang-orang
berbeda negara
Teks tersebut di atas adalah
pesan dari Alumni yang baru
saja saya terima di Messenger,
beberapa menit setelah saya
menulis status di sosial media
facebook seperti ini: Hai
alumni, Adakah kalian terbantu
dengan apa yang kita kerjakan
bersama selama di sekolah?
Tisya adalah anak desa dari
kecamatan pelosok Jember
bernama Kalisat, yang saat ini
bekerja sebagai Vice Manager Spa
Therapy di Maldive. Setelah lulus
SMK jurusan UPW (Usaha Perjalanan
Wisata), dua tahun lalu, ia mengikuti
kegiatan pelatihan beasiswa
hospitality industry di Bali selama 4
bulan (tidak jadi kuliah di STP Bali).
Setelah pelatihan itu, ia terbang ke
Maldive menjemput mimpi yang
pernah ia ceritakan kepada saya:
bisa naik pesawat terbang dan
berkarir di tempat yang melibatkan
orang-orang dari berbagai negara.
Sebelumnya, Tisya berada dalam
cerita pembelajaran Bahasa Inggris
berikut ini:
Usaha Perjalanan Wisata (UPW)
adalah program keahlian (jurusan)
yang kurang diminati di sekolah
tempat saya mengabdi, di SMK
Negeri 1 Jember. Setiap PPDB
(Penerimaan Peserta Didik Baru),
paket keahlian ini selalu mendapat
jumlah pendaftar yang sangat
kurang. Pagu (jumlah kuota) yang
disediakan 40 biasanya hanya terisi
8 sampai 12 pendaftar yang benar-
benar memilih paket keahlian ini.
Salah satu alasannya adalah para
pendaftar takut atau juga sering
meyebut tidak suka Bahasa Inggris
karena pariwisata menurut mereka
identik dengan bahasa Inggris.
Kekurangan pagu ini biasanya diisi
oleh pendaftar yang tidak diterima di
program keahlian lain sepert
Akuntansi, Mutimedia, Administrasi
Perkantoran, Penjualan dan
Broadcasting dengan alasan daripada
tidak bersekolah. Keadaan seperti ini
berlangsung terus-menerus yang
kemudian menciptakan rendahnya
motivasi peserta didik untuk
mengikuti mata pelajaran dalam
program keahlian ini, termasuk mata
pelajaran yang saya ampu, Bahasa
Inggris.
Anak-anak didik saya umumnya
memiliki motivasi yang sangat
rendah untuk mengikuti Mata
Pelajaran Bahasa Inggris. Peran
serta mereka didalam aktivitas
belajar di dalam kelas sangat
rendah. Mata pelajaran Bahasa
Inggris hampir tidak bisa
berjalan sama sekali kecuali
kegiatan mengerjakan lembar-
lembar kerja yang diisi
sekenanya dan atau latihan-
latihan soal menghadapi ujian.
Sesi speaking, writing, oral
presentation, comprehension
sangat sulit menarik keterlibatan
aktif peserta didik. Mereka memilih
diam, pasif, sehingga kegiatan
belajar mengajar Bahasa Inggris
semakin kehilangan gairahnya dan
kemudian menimbulkan sebuah
kesan besar bagi anak-anak bahwa
belajar Bahasa Inggris itu sulit dan
sama sekali tidak ada gunanya.
Dalam kondisi yang seperti itu,
sebagai guru saya berusaha terus
mencari tahu tentang alasan-alasan
mereka tidak menyukai belajar
Bahasa Inggris. Saya memberikan
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Kami benar-benar
merevolusi kegiatan
pembelajaran yang
selama ini berbasis
ceramah rumus-rumus
bahasa menjadi kegiatan
belajar berbasis proyek
dan melayani keperluan
masyarakat Jember.
13. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 13
beberapa pertanyaan tertulis seputar
minat mereka terhadap Mata
Pelajaran Bahasa Inggris. Sayajuga
melakukan kunjungan ke rumah-
rumah anak untuk mengetahui
kebiasaan-kebiasaan otentik belajar
mereka dan latar belakang keluarga
dan masyarakat sekitarnya. Dalam
serangkaian kegiatan tersebut, saya
bertemu dengan jawaban yang
sangat mengejutkan bahwa
tidak satupun dari anak-
anak itu yang menjawab
atau menganggap tidak
perlu atau tidak butuh
belajar Bahasa Inggris.
Hampir semuanya
mengatakan bahwa mereka
akan senang bila bisa atau
menguasai Bahasa Inggris
walaupun hampir semuanya
juga menjawab tidak tahu
apa gunanya, apa
manfaatnya bila bisa Bahasa
Inggris.
Hal ini mengejutkan karena
asumsi dasar saya ataupun
guru-guru Bahasa Inggris
lainnya di sekolah ini bahwa
anak-anak tidak berminat
belajar Bahasa Inggris oleh
karena Bahasa Inggris
dipandang oleh anak-anak
sebagai mata pelajaran sulit
dan sama sekali tidak ada
gunanya kecuali hanya untuk lulus
ujian nasional. Kami, guru-guru
Bahasa Inggris melihat kesan bahwa
anak-anak tidak memiliki harapan
bahwa penguasaan Bahasa Inggris
akan dapat membantu hidup mereka
kelak setelah lulus dari sekolah ini.
Mereka tidak akan melanjutkan
kuliah dan tidak akan bekerja pada
bidang-bidang yang memerlukan
penguasaan Bahasa Inggris.
Sampai saya dan guru-guru Bahasa
Inggris lainnya, menemukan tanda-
tanda yang lebih nyata bahwa
kesunyian Mata Pelajaran Bahasa
Inggris ini sesungguhnya disebabkan
oleh kegiatan pembelajaran di dalam
kelas yang tidak mampu terhubung
dengan makna atau nilai-nilai yang
bisa diperjuangkan oleh anak untuk
hidupnya kelak. Anak-anak juga
tidak bisa menemukan relevansinya
dengan kehidupan sekitar,
pengalaman nyata, atau manfaat
penguasaan Bahasa Inggris di
lingkungan kerja untuk kota sekecil
Jember ini.
Menerapkan Pembelajaran
Kontekstual dan Bermakna
Bersama dengan guru-guru Bahasa
Inggris lainnya di sekolah ini, kami
berkolaborasi mendesain ulang
pembelajaran Bahasa Inggris kami
dengan menggunakan pendekatan
kontekstual dan pembelajaran
bermakna. Pendekatan kontekstual
yang kami pahami dari Johnson
(2007), bahwa pembelajaan
seharusnya sejalan dengan
prinsip cara kerja alam yang
universal yakni, diferensiasi,
kesalingbergantungan dan
pengaturan diri sendiri.
Pembelajaran kontekstual
juga dapat dipahami sebagai
pengajaran yang
menghubungkan subyek-
subyek yang dipelajari
peserta didik dengan
kehidupan kesehariannya.
Dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual
ini, sumber-sumber
pembelajaran Bahasa Inggris
sekarang ini tidak lagi hanya
seputar tentang benar-salah
tata bahasa atau sesuatu
yang harus dihafalkan,
tetapi telah berubah dengan
menggunakan semakin
banyak sumber-sumber belajar
di mana penggunaan Bahasa
Inggris ditemukan di kota ini. Kami
benar-benar merevolusi kegiatan
pembelajaran yang selama ini
berbasis ceramah rumus-rumus
bahasa menjadi kegiatan belajar
berbasis proyek dan melayani
keperluan masyarakat Jember.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Riyadi Ariyanto
Guru SMK Negeri 1 Jember. Penggerak
Komunitas Guru Belajar Jember
14. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 14
Anak-anak sekarang mengumpulkan
apapun yang berbahasa Inggris, yang
bisa mereka temukan sehari-hari
dalam kehidupan mereka sendiri.
Struk belanja, brosur/leaflet hotel
atau restoran, buku-buku manual,
tiket, majalah/koran, jadwal
penerbangan/kereta dll. Kemudian,
kegiatan belajar Bahasa Inggris
sering berlangsung di luar kelas, di
bandara, di stasiun, di bank dan juga
bisa di supermarket. Anak-anak
sesuai dengan minatnya
menggunakan Bahasa Inggris dengan
mendesain brosur restoran/hotel/biro
perjalanan, memahami buku manual
barang, berita/pengumuman,
menulis teks-teks iklan di kota kami
yang biasanya menggunakan Bahasa
Inggris atau menu-menu restoran
dan yang lainnya, sebagai proyek
kelompok atau individu.
Kegiatan yang tak kalah menariknya
adalah juga keterlibatan siswa kami
sekarang sebagai volunteer, belajar
menggunakan Bahasa Inggris mereka
di dua event internasional tahunan
di kota kami, JFC (Jember Fashion
Carnaval) dan JOMCC (Jember Open
Marching Competition). Anak-anak
bekerja sebagaian relawan, menulis
berita dalam Bahasa Inggris, menjadi
liasson officer, membuat
pengumuman-pengumuman
berbahasa Inggris di area event dan
conference, juga menjadi pemandu
bagi pengunjung yang datang dari
berbagai negara dan yang lainnya.
Hasilnya, kegiatan belajar Bahasa
Inggris di sekolah saya telah benar-
benar berubah menjadi sesuatu yang
sangat menyenangkan dan ditunggu
oleh peserta didik. Kegiatan
pembelajaran Bahasa Inggris yang
awalnya menjadi suatu yang sangat
tidak disukai sekarang menjadi
kegiatan yang sangat diharapkan.
Terlebih setelah beberapa tahun ini,
beberapa alumni berbagi
pengalaman internasionalnya di
sekolah atau alumni yang bercerita
atau mengabarkan pentingnya
Bahasa Inggris di dunia kerja
mereka.
Saya dan guru-guru Bahasa Inggris di
sekolah kami belajar bahwa desain
kegiatan belajar yang melibatkan
minat peserta didik sejak awal akan
mendatangkan ketertarikan yang
solid selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Ketika menyadari
tujuan belajarnya, peserta didik jadi
gemar belajar dan tangguh
menghadapi kesulitan-kesulitan
belajar. Pendekatan kontekstual juga
memungkinkan peserta didik bisa
belajar sesuai dengan keunikannya
masing-masing. Kami terus
memperbaiki beberapa
kelemahannya yang kami temui
terkait soal manajemen waktu,
pengelompokan dan koordinasi antar
mata pelajaran.
Johnson, B. Elaine. (2007).
Contextual Teaching & Learning.
Jakarta: MLC
Tentang Surat Kabar Ini
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Guru Belajar adalah surat kabar dua bulanan yang
diterbitkan Komunitas Guru Belajar dengan misi Menularkan
Kegemaran Belajar. Surat Kabar ini menyajikan praktik
cerdas pengajaran (#PraktikCerdas), cerita hidup guru
(#CeritaGuru) dan foto hasil karya anak (#KaryaAnak)
Bila anda berminat, kirimkan tulisan tentang #PraktikCerdas,
#CeritaGuru atau #KaryaAnak. Kami akan menjadi teman
belajar anda dengan memberi masukan. Tulisan yang sudah
direvisi, akan diterbitkan di surat kabar Guru Belajar.
Info lebih jelas, email kami di KampusGuru@Cikal.co.id
Dewan Redaksi:
Najelaa Shihab
Bukik Setiawan
Editor Tamu:
Lany Rh & Ivan Bonang
GuruBelajar.org
Grup Facebook: Komunitas
Guru Belajar
15. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 15
Serunya Presentasi
Jangankan presentasi, bicara di depan kelas pun membuat banyak orang yang mulas perutnya,
keluar keringat dingin. Tapi Bu Dian membuat presentasi menjadi seru.
Sewaktu SD, saya termasuk orang
yang bisa mendadak sakit perut saat
gugup berbicara di depan orang
banyak. Saat itu kesempatan saya
tampil di depan kelas hanyalah saat
menyanyikan lagu wajib nasional.
Sayangnya menyanyi bukanlah hal
yang saya sukai pada waktu itu. Jadi,
pengalaman tampil di
depan kelas saat SD
adalah pengalaman
buruk bagi saya.
Pengalaman buruk saat
SD ternyata sangat
mempengaruhi
kepercayaan diri saya
berbicara di depan
banyak orang. Padahal di
tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, saya dituntut
untuk lebih banyak
melakukannya. Jadi
membiasakan berbicara
di depan banyak orang
dengan menyenangkan
memang perlu dilakukan.
Sekarang saya adalah guru SD. Tentu
saja, saya tak ingin menciptakan
pengamalaman buruk bagi murid
saya. Saya harap yang mereka ingat
tentang tampil di depan kelas adalah
keriangan. Berbicara di depan orang
banyak adalah keseruan.
Namun ternyata bukanlah hal
mudah untuk menemukan metode
yang tepat. Keluar dari zona nyaman
dan terus menggali ide adalah
sebuah kebutuhan. Kesulitan bukan
menjadi penyurut langkah. Darinya
lah diharapkan muncul kreativitas
pendukung langkah. Kreativitas tak
selalu muncul dari kemudahan.
Terkadang malah kesulitan yang
membuahkan ide segar.
Sebagai guru, menjumpai tema yang
mirip atau sama adalah pertanda
saatnya menyalakan tombol
kreativitas lebih kencang. Tahun lalu
saya menjumpai tema yang sama
dengan tahun sebelumnya. Tema
tersebut adalah hemat energi. Tahun
sebelumnya mereka berhasil
membuat poster ajakan menghemat
energi melalui pemakaian alat-alat
elektronika. Poster tentu saja bukan
pilihan yang tepat lagi.
Hasil dari memutar otak, saya ajak
mereka bermain peran. Siswa-siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok.
Tiap kelompok akan mewakili
sebuah perusahaan eletronika.
Mereka diperbolehkan membuat
nama untuk perusahaan mereka
masing-masing. Tugas dari tiap
kelompok adalah membuat petunjuk
penghematan dari tiap alat
elekronika yang
diproduksi. Alat-alat
elektronika yang
diproduksi tiap
perusahaan berbeda-
beda. Petunjuk dapat
digambar atau ditulis
dalam lembaran kertas
bekas. Tiap satu lembar
kertas akan berisi satu
alat alektronika berikut
cara menghemat energi
penggunaannya.
Setelah itu, mereka saya
minta
mempresentasikannya di
depan kelas. Hanya saja
kali ini agak berbeda. Saat mereka
menjelaskan tiap lembar yang
mereka buat, saya minta mereka
membayangkan mereka tengah
menggunakan LCD. Saya berdiri
dengan memampangkan lembar-
lembar kertas berpura-pura sebagai
layar. Tiap siswa yang menjelaskan
akan membawa pensil atau bolpoin
sebagai pointer. Saat ingin berganti
lembar kertas, mereka akan memberi
kode dengan mengatakan ceklik.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
16. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 16
Model presentasi seperti itu saya pakai juga saat kami
belajar tentang kehidupan zaman praaksara. Saat review,
alih-alih saya minta menjawab soal-soal saya minta
mereka membuat lembar-lembar presentasi dengan tema
yang berbeda tiap kelompok.
Ada tiga kelompok pada saat itu, yaitu kelompok
pemimpin, pedagang dan pendidik. Sebelum sampai
pada pembagian kelompok, saya minta mereka
membayangkan sedang hidup di zaman pra aksara. Tiap
kelompok saya minta menggambarkan kira-kira jika
mereka menjadi pemimpin, pedagang dan pendidik apa
sih yang akan mereka lakukan? Apa yang perlu
pemimpin zaman praaksara lakukan? Apa yang kira-kira
pedagang pada zaman pra aksara jual? Bagaimana cara
masyarakat zaman pra aksara berjual beli? Apa yang
guru-guru ajarkan jika pada zaman pra aksara sudah ada
sekolah? Mereka juga diminta memberi nama untuk
desa, pasar atau sekolah yang mereka buat.
Nah, kali ini yang menjadi layar adalah teman
sekelompok mereka. Hal itu malah membuat mereka
makin bersemangat. Presentasi pun berlangsung makin
riang gembira. Saat teman yang memegang pointer
sudah bilang ceklik, terkadang teman yang menjadi
layar tidak segera mengganti lembar kertasnya. Jadi
perlu diulang kadang menjadi dua kali, ceklik ceklik.
Bahkan mungkin tiga kali, ceklik ceklik ceklik. Diiringi
tawa panjang dan lepas mereka.
Dari kedua presentasi tersebut, kesungguhan mereka
dalam berperan patut diacungi jempol. Ketika menjadi
pemilik perusahaan eletronika, dengan tenang dan
percaya diri mereka mempresentasikan produk-produk
mereka. Meski kadang tertawa saat mendengar kata
ceklik. Saat menjadi pemimpin, penjual atau pendidik
pada zaman pra aksara pun mereka cukup yakin
mempresentasikan hasil diskusinya.
Sebenarnya bisa saja saya memakai pointer dan layar
LCD yang nyata. Namun saya rasa keseruannya akan
berbeda. Tak akan ada imajinasi yang memperkaya
presentasi tersebut. Imajinasi yang mampu mengubah
kertas menjadi slide-slide presentasi. Imajinasi yang
menyulap bolpoin/pensil menjadi pointer. Imajinasi yang
mengajak mereka melompat dari satu waktu ke waktu
yang lain dengan ringan. Imajinasi yang menuntun
mereka pada kegembiraan khas anak-anak. Imajinasi
yang merobohkan tembok bertuliskan SULIT . Imajinasi
yang memunculkan kepercayaan diri. Imajinasi yang
meniadakan beban yang terasa berat. Imajinasi yang
menuntun pada keseruan-keseruan penuh makna.
Jika perlu memberi nilai pada presentasi mereka, jelas
mereka mendapat A plus plus. A untuk lembar-lembar
presentasi yang mereka buat. Plus plus untuk semangat,
kreativitas, keceriaan dan keseriusan mereka saat
berdiskusi dengan teman-teman mereka. Plus plus untuk
kesediaan mereka mengajarkan pada saya bahwa
kewajiban manusia untuk belajar tak seharusnya
dijadikan beban. Proses yang kadang nampak berat
sebenarnya bisa tetap dilalui dengan penuh keriangan.
Kerut kening dapat diganti dengan deretan gigi-gigi putih
pada wajah yang ceria.
Jogja, 26 November 2015
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Dian Nofitasari
Guru Yogya Green School.
Penggerak Komunitas Guru Belajar
Yogyakarta.
17. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 17
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Petualangan belajar murid-murid SD Negeri 1 Cisarua, Tegalwaru, Purwakarta dibawah
asuhan Pak Dian Misastra. Beliau yang juga menjadi Penggerak Guru Belajar Purwakarta
mempunyai impian anak-anak kembali mencintai bumi mereka, bumi pertanian.
18. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 18
Ketika Siswa Belajar Bertanya
Tugas murid adalah menjawab pertanyaan. Eits tunggu dulu, Pak Rudi justru mengubahnya,
tugas murid justru bertanya. Bagaimana kisahnya?
Pengalaman ini terjadi sekitar 5
tahun yang lalu, dimana saya mulai
menjadi seorang guru mata pelajaran
TIK di salah satu SMA Negeri di
Kabupaten Pekalongan.
Saya sempat terkejut dan kaget
ternyata kondisi siswa pada saat
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
tidak lah sesuai dengan
bayangan atau gambaran
saya sebelumnya..dimana
suasana kelas sangat hidup,
terjadi interaksi antara guru
dengan siswa maupun siswa
dengan siswa yang lainnya.
Apa yang saya lihat justru
sebaliknya, suasana kelas
terasa mati, sunyi dan
sangat pasif yang artinya
hanya terjadi komunikasi
searah saja yaitu dari guru
ke siswa saja. Dan itu tidak
hanya terjadi di kelas saya
juga, ternyata terjadi hampir
di semua kelas.
Sekitar sebulanan lebih saya
menghadapi kondisi kelas seperti itu,
dan akhirnya saya mulai berfikir, ini
pasti ada yang salah dengan minat
dan keingintahuan siswa . Akhirnya
saya coba melakukan tes sederhana,
bisa disebut testing the water pada
saat KBM di semua kelas, saya selalu
sedikit melempar pertanyaan
pengetahuan yang sangat umum,
misal :
• Apa portal berita yang sering
kalian baca?
• Nama situs yang sering kalian
buka?
• Apa itu Google?
• Siapa nama Menteri pendidikan
saat itu?
Dan hasilnya sangat mengherankan,
hampir 90% pertanyaan yang
sifatnya umum tadi sulit mereka
jawab.
Dari kejadian tersebut, saya sedikit
bisa mengetahui seperti apa siswa
yang saya hadapi, rata-rata siswa di
sekolah saya sangat kurang sekali
berminat untuk mencari informasi,
apapun itu, apalagi yang
menyangkut mata pelajaran.
Untuk bisa menghidupkan suasana
kelas dengan kondisi siswa seperti
itu memang sangat sulit. Kondisi
yang memaksa saya untuk memutar
otak mencari metode/cara mengajar
yang tepat dalam KBM. Untuk
mengawali langkah, saya sedikit
melakukan survey dengan
melibatkan semua siswa yang saya
ajar. Saya meminta para siswa
menuliskan apa tujuan mereka
bersekolah. Dan hasilnya
adalah...
90% keatas tujuan mereka
untuk LULUS UJIAN
NASIONAL, dan sisanya butuh
ijasah SMA untuk Bekerja.
Setelah melihat hasil survey
saya kesimpulan awal bahwa
kebanyakan siswa mau
membaca/belajar hanya
menjelang ada ulangan dan
saya beranggapan hal inilah
yang menyebabkan suasana
KBM sehari-hari menjadi tidak
hidup.
Oleh sebab itu, saya coba
menggunakan cara yang mungkin
kurang lazim digunakan dan cara ini
juga sempat dicibir oleh guru lain
karena untuk penilaian katanya
metodenya serampangan tidak
akurat dsb, walaupun demikian tetap
saya lakukan, karena tujuan prioritas
saya adalah untuk menumbuhkan
hasrat para siswa untuk menggali
informasi.
Saya berusaha menggunakan metode
terbalik dari kebiasaan umum di
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Pak…..jam istirahatnya lanjut
aja,, gak usah istirahat… -__-“
*lemes.
“Pak, besok bapak masuk kan?
besok kan ada kelas saya”
“Pak Rudy, semalem aku baca
artikel tentang bab ini… tapi kok
saya belum begitu paham
tentang istilah ini”.
19. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 19
kelas. Biasanya agar siswa memperoleh skor/nilai siswa
harus bisa menjawab pertanyaan/soal yang guru ajukan,
yang saya lakukan ini adalah sebaliknya. Dimana kalau
ingin dapat nilai siswa tersebut haruslah mengajukan
pertanyaan pada saya selaku guru.
Ketika di kelas sebelum suatu pertemuan selesai, saya
memberitahukan kepada para siswa tentang materi yang
akan menjadi topik pertemuan yang akan datang. Saya
meminta para siswa untuk mencari informasi mengenai
topik tersebut di rumah, entah melalui buku maupun
internet. Kemudian saya meminta kalau ada hal-hal yang
kurang bisa dipahami bisa ditanyakan di pertemuan yang
akan datang.
Pada pertemuan berikutnya, bagi siswa yang bertanya
tadi akan mendapatkan skor/nilai dari saya, sesuai
dengan bobot/kualitas pertanyaan tadi. Kemudian saya
tidak akan menjawab pertanyaan yang diajukan tadi
secara langsung, saya lemparkan pertanyaan tadi ke
siswa yang lain dikelas. Apabila ada siswa yang bias
menjawab, maka kedua anak tersebut (yang bertanya
dan menjawab) akan memperoleh skor/nilai dari saya.
Apabilka tidak ada yang menjawab terpaksa saya yang
akan menjawab sekaligus menerangkan hal yang
ditanyakan tadi.
Terkadang pernah terjadi tidak ada siswa yang bertanya
maupun menjawab pertanyaan, untuk menghindari
suasana kelas yang mati, akhirnya saya membentuk
kelompok belajar kecil (terdiri 2-3 siswa) kelompok kecil
tersebut saya suruh diskusi dan mencari hal-hal yang
harus ditanyakan kepada saya, dan seperti sebelumnya,
pertanyaan tersebut tidak akan saya jawab langsung
tetapi saya lempar ke kelompok lain. Dan walaupun cara
ini tidak bisa berhasil 100% akan tetapi hampir semua
semua kelas bisa hidup dan aktif pada saat KBM.
Untuk itulah sampai saat ini saya masih terus mencari
dan mengembangkan metode belajar yang sesuai dengan
kondisi dan karakter siswa yang beraneka ragam, agar
suasana kelas bisa menjadi hidup dan siswa mau belajar
hanya pada saat akan ada tes atau ujian saja.
Hasil atau tujuan yang ingin saya capai dengan
menggunakan cara ini adalah bukan untuk menuntut
siswa biar bisa dapat nilai atau skor tinggi pada saat ujian
akan tetapi untuk merangsang dan menumbuhkan hasrat
siswa pada rasa keingintahuan pada hal apapun
termasuk ke materi pelajaran.
Apa yang bisa membuat saya puas dan bangga adalah
bukan karena siswa saya memperoleh skor tinggi pada
ulangan, akan tetapi respon positif siswa terhadap
suasana KBM yang coba saya kembangkan. Seperti rasa
antusias siswa pada saat kegiatan belajar mengajar
seperti Pak…..jam istirahatnya lanjut aja,, gak usah
istirahat… -__- *lemes. Respon siswa pun positif jauh-
jauh hari, yang terlihat ketika siswa bertanya tema yang
akan dibahas minggu depan atau memastikan ada jam
pelajaran dengan pertanyaan seperti Pak, besok bapak
masuk kan.. besok kan ada kelas saya . Siswa pun
bangga menunjukkan kesiapan belajarnya yang terlihat
dari pertanyaan Pak Rudy, semalem aku baca artikel
tentang bab ini… tapi kok saya belum begitu paham
tentang istilah ini .
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Rudi Permana
Guru SMK Negeri di Pekalongan. Penggerak
Komunitas Guru Belajar Pekalongan.
20. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 20
Belajar Mencintai Pertanian
Ketika orang muda satu per satu meninggalkan desa membuatnya gundah. Pak Dian Misastra
pun tergugah, mengajar anak-anak untuk mencintai kembali pertanian.
Peran seorang guru sangat vital
sekali dalam proses pembelajaran.
Suatu proses pembelajaran akan
berhasil jika guru dapat merubah
kemampuan siswa baik pengetahuan
maupun sikap kearah
yang lebih baik. Strategi
pembelajaran
merupakan hal yang
harus diterapkan dalam
proses belajar, seperti
kita ketahui bahwa
setiap individu siswa
berbeda, baik cara
berpikir, bakat, keluarga
dan lingkungan bahkan
cara belajarnya pun
berbeda. Penerapan
strategi pembelajaran
setiap sekolah akan
berbeda disesuaikan
dengan situasi dan kondisi
sekolah.
Sekolah tempat saya mengajar
berada di Desa Cisarua Kecamatan
Tegalwaru Kabupaten Purwakarta,
sekolah yang berada di
perkampungan tepatnya di kaki
Gunung Bongkok. Desa saya
berjarak sekitar 30 Km dari kota
Kabupaten, kontur tanah yang
berbukit naik turun menyebabkan
jarang ada lahan atau lapangan luas,
hampir persawahan berbentuk
sengkedan agar tidak terjadi longsor.
Rute jalanpun di buat berkelok dan
melingkar untuk meminimalisir
tanjakan tajam.
Suhu di daerah saya lebih dingin di
bandingkan dengan daerah sekitar
karena persis dibawah gunung.
Sebagian besar penduduk desa
bermata pencaharian sebagai petani
khususnya mengolah sawah. Dewasa
ini jumlah warga desa yang turun ke
sawah jauh berkurang. Kecakapan
bertani pada generasi muda sudah
hampir hilang bahkan untuk mencari
jasa mencangkul juga susah.
Sekarang ini untuk mendapatkan kuli
cangkul harus menunggu giliran,
akhirnya proses menanam padi tidak
bersamaan sehingga lebih rentan
terkena hama dan gagal panen.
Berkurangnya minat untuk bertani
(mengolah sawah) disebabkan
minimnya regenerasi dari orang tua
terhadap anak-anaknya. Banyak dari
anak-anak muda di daerah saya
pergi ke kota bahkan hingga bekerja
keluar pulau jawa (Padang, Jambi
atau Kalimantan). Mereka
kebanyakan bekerja
sebagai kuli bangunan
agar mendapatkan
penghasilan yang lebih
besar. Mereka tahu jika
mengandalkan hasil dari
bertani tidak akan
meningkatkan
penghidupan mereka,
karena modal untuk
bertani hampir
berimbang dengan hasil
yang diperoleh.
Berkaca dari hal diatas,
saya merasa tertantang
untuk memperbaiki
kondisi yang ada yaitu
bagaimana supaya
pengetahuan sesuai kurikulum
dapat saya sampaikan dan misi
mencintai lingkungan dapat
dirasakan bahkan dipraktikan oleh
siswa. Tantangan yang saya hadapi,
kurikulum tidak menyebut secara
jelas mengenai potensi daerah
khususnya pertanian sebagaimana
yang ada di lingkungan saya.
Tantangan lain adalah
menggabungkan ilmu pengetahuan
dengan pertanian. Tantangan ini
cukup sulit karena materi yang
disampaikan sesuai kurikulum sudah
terprogam. Jika saya tambah dengan
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Dian Misastra
Guru SD Negeri 1 Tegalwaru. Penggerak
Komunitas Guru Belajar Purwakarta.
21. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 21
bidang pertanian maka akan mengurangi waktu untuk
menuntaskan program sesuai kurikulum, secara otomatis
untuk meningkatkan misi pertanian jadi tidak maksimal.
Dalam proses pembelajaran, sebagian besar saya lakukan
di luar ruangan. Siswa saya ajak untuk lebih mengenal
lingkungan persawahan. Apalagi pada musim tanam
seperti ini merupakan kesempatan yang sangat baik
sekali karena siswa secara langsung bisa menyaksikan
proses membajak, menyemai, menanam, merawat hingga
memanen padi. Selain itu, saya jelaskan pula manfaat
yang bisa diambil dari setiap inchi lahan pertanian,
contoh kecil adalah bahan makanan yang bisa diperoleh
dari sawah dari mulai jamur, lalapan, ikan, belut bahkan
hingga jenis belalang.
Agar proses belajar
ini berjalan baik saya
awali dengan
persiapan
perencanaan
pembelajaran,
kemudian metode
saya gunakan
metode discovery
learning. Untuk satu
mata pelajaran
(misalnya IPA) ciri
khusus pada hewan
saya ajak siswa untuk
mengidentifikasi
hewan yang ada di sawah, siswa diarahkan untuk
menangkap jenis hewan yang mereka temui dari mulai
macam-macam belalang, ikan, serangga hingga katak.
Setelah mendapatkan hewan yang ditemui, mereka
mendiskusikan nama, ciri fisik, makanan dan cara
berkembang biak. Mereka antusias sekali mengikutinya.
Bahkan dua jam pelajaran sangat kurang. Setelah selesai
saya kaitkan apa yang mereka lakukan pada saat itu
dengan materi yang sedang di dalami, tanpa disadari
mereka telah mendapatkan satu bahkan lebih
pengetahuan tentang IPA.
Selain mengidentifikasi hewan yang berhubungan
dengan materi, siswa diarahkan juga untuk
berkomunikasi dengan petani yang sedang melakukan
aktivitas mengolah lahan, mulai bertanya nama, alamat,
dan manfaat membajak menggunakan sapi atau kerbau.
Kebetulan saat itu ada petani yang sedang membajak
sawah. Siswa dengan seksama memperhatikan petani
yang sedang membajak bahkan ada siswa yang ikut
menaiki bajak hingga badannya berbalut lumpur. Mereka
mengetahui bagaimana cara untuk mengatur tanah agar
merata. Kebiasaan ngahaleuang eok (seni suara khusus
dalam membajak sawah di daerah saya) menjadi salah
satu daya tarik bagi anak-anak. Petani merasa senang
karena merasa terhibur juga dengan adanya anak-anak,
mereka juga dapat bercengkrama ketika mereka
beristirahat.
Pada akhir proses pembelajaran, saya lakukan refleksi
bersama siswa tentang pembelajaran hari itu mulai dari
awal hingga akhir
pembelajaran.
Kami meluruskan
pemahaman yang
berhubungan
dengan materi ajar
salah satunya
siswa belum
faham tentang
daur hidup pada
belalang yaitu
metamorfosis.
Banyak
pertanyaan yang
muncul dari siswa
salah satunya ada pertanyaan pa dupi simeut aya
manfaatna teu? Pan sok ngarusak pare! (Apa belalang itu
ada manfaatnya? Kan suka merusak padi!) meski diluar
materi namun harus dijawab. Salah satu jawabannya
adalah belalang bisa dijadikan teman nasi karena
mengandung protein yang dibutuhkan oleh tubuh kita.
Selain itu belalang juga bisa dijadikan makanan hewan
peliharaan baik burung ataupun ayam.
Penerapan cara belajar seperti ini khususnya di daerah
sangat cocok sekali, meskipun setiap hari mereka melihat
namun jika diaktifkan dengan proses belajar akan terjadi
pemahaman yang lebih, karena mereka akan tahu bukan
hanya dari segi fisik saja tentang lingkungan namun akan
lebih memahami makna lebih dalam lagi hingga dalam
diri mereka timbul cinta dan rasa memiliki akan
lingkungan mereka sendiri.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
22. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 22
20 Menit yang Memukau
Berapa lama harusnya orangtua mendampingi anak? Menurut Pak Ivan, Pendongeng dari
Lampung, "Cukup 20 menit/hari". Kok bisa? Inilah kisahnya penemuannya.
Pada awalnya komunitas Dakocan
yang didirikan pada tahun 2002
dimaksudkan hanya untuk
menghibur anak-anak di Bandar
Lampung dan menjadi sumber
penghasilan bagi beberapa penggiat
sastra dan teater yang
lebih fleksibel secara
waktu. Setelah berjalan
beberapa lama muncul
kecintaan kami kepada
dunia anak-anak, kami
sangat senang melihat
anak-anak tertawa
mendengar lelucon di
sela dongeng, kami
senang melihat anak-
anak bahagia bernyanyi
dan mendengar lagu
anak-anak. Pengalaman
berharga yang
mengubah secara
menyeluruh tujuan
komunitas kami.
Menyelami dunia anak-
anak bagi kami seperti
berada di sebuah
tempat yang kaya
dengan oksigen,
membuat kami menjadi
jauh lebih hidup dan menemukan
kebermaknaan.
Kami belajar lebih mengerti tentang
dongeng, mengingat kami tidak
memiliki latar belakang sebagai
pendidik secara akademik. Kami
membaca banyak referensi yang
terkait dengan manfaat dan cara-
cara efektif melakukan dongeng.
Kami menemukan banyak sekali
manfaatnya untuk anak-anak dan
menjadi semakin yakin untuk terus
melakukannya kepada sebanyak
mungkin anak.
Di lain sisi, kami memahami bahwa
kami tidak akan pernah dapat
mendongeng untuk anak-anak setiap
hari dan juga tidak dapat
mendongeng untuk setiap anak yang
ada. Kami mencari cara agar semua
anak dapat mendengarkan dongeng
sesering mungkin. Kami menemukan
dua peluang, yang pertama di
sekolah, melalui gurunya. Kedua, di
rumah, melalui orangtuanya.
Lalu persoalan lainnya muncul, yaitu
bagaimana cara melakukannya,
maka kami mencari tahu tentang
metode pelatihan
bercerita, baik
dengan membaca
buku maupun
bertanya kepada
beberapa orang yang
memiliki kompetensi
untuk itu. Hasilnya
kurang memuaskan,
tidak ada yang
mengetahui dan
mungkin memang
belum pernah dibuat.
Kami memutuskan
untuk membuatnya
sendiri. Kami
melakukan riset skala
kecil tentang
dongeng di Bandar
Lampung dengan
guru dan orang tua
sebagai sasarannya.
Dari riset itu, kami
mengetahui apa yang
dibutuhkan.
Pada tahun 2007, kami mulai
memberanikan diri melakukan
pelatihan mendongeng untuk guru-
guru PAUD/TK. Pelatihan tersebut
terus kami lakukan sampai sekarang
baik secara mandiri, bekerjasama
dengan donatur/sponsor,
pemerintah daerah baik provinsi
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
23. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 23
maupun kabupaten/kota, serta lembaga profesi seperti
IGTKI, GOPTKI, Forum PAUD, dan HIMPAUDI. Sampai
saat ini kami telah melatih sekitar 8.000 guru di
Lampung dan Sumatera Selatan.
Kami sangat senang melihat para guru yang mengikuti
kegiatan ini dengan sungguh-sungguh. Kami sangat
bahagia bisa berbagi dengan para guru yang ingin maju
dan mengambangkan dirinya dalam keterampilan
bercerita/mendongeng sehingga dapat melayani siswanya
dengan lebih menyenangkan.
Untuk materi yang dibawakan di kelas pelatihan,
workshop, atau hanya
sharing, kami
sempurnakan dari waktu
ke waktu dengan harapan
guru-guru dapat lebih
mudah mencerna, lebih
lengkap, dan mudah
diaplikasikan di kelasnya.
Kami menyadari bahwa
semakin sederhana
materinya, maka peluang
untuk dipraktekkan di
kelas menjadi lebih baik.
Proses
penyempurnaannya juga
tidak mudah, butuh
banyak referensi baik
secara tekstual maupun pengalaman. Kami menerapkan
cara trial by error atau learning by doing karena kami
tidak menemukan pilihan lain untuk melakukannya.
Terus mencoba dan memperbaiki metode dari
keberhasilan dan kesalahan yang kami buat. Akhirnya
dengan kesungguhan yang sangat, kami berhasil
menyusun sebuah standar modul pelatihan bercerita
versi kami yang terbaik untuk saat ini.
Setelah 13 tahun, akhirnya kami memiliki sebuah standar
materi pelatihan bercerita, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Pemahaman Dasar-dasar Tumbuh Kembang
Anak
2. Teori Teknik Dasar Mendongeng
3. Praktek menulis cerita
4. Praktek menganalisis kesesuaian teks dongeng
dengan usia anak
5. Praktek membuat alat bantu dongeng dan musik
ilustrasi
6. Praktek memproduksi mimik emosi tertentu
7. Praktek memproduksi suara sesuai karakter tokoh
dalam dongeng
8. Praktek menirukan gesture karakter tertentu dalam
dongeng
9. Praktek mengintegrasikan keseluruhan elemen secara
menarik.
Setelah pelatihan mendongeng untuk guru berjalan
dengan cukup baik, pekerjaan rumah kami selanjutnya
adalah mengajak para orang
tua untuk mendongeng di
rumahnya. Ini pekerjaan yang
jauh lebih sulit. Asumsi
kesulitan itu dilandasi oleh
pemikiran bahwa pengetahuan
orangtua pada ilmu pengasuhan
sangat minim dan sepanjang
pengetahuan kami, lebih
banyak orang tua yang
menganggap bahwa kalau
anaknya sudah sekolah maka
pendidikan adalah tanggung
jawab sekolah sepenuhnya. Ini
masalah lainnya.
Ada banyak referensi
pengasuhan anak di rumah.
Kondisi yang membuat kami senang, tapi kami tertarik
pada tiga referensi, yaitu Ki Hajar Dewantara dengan
pola Asah, Asih, Asuh -nya, Teksuko Kuroyanagi
dengan buku Gadis Cilik Di Jendela -nya, dan Laura
Numeroff seorang penulis buku anak-anak dengan Teori
Mendongeng 20 menit -nya.
Kami mempelajari ketiga karya itu dan berhasil
meramunya dalam sebuah cara yang sederhana, yaitu
20 Menit Yang Memukau . Metode ini sebenarnya
secara intuitif sudah dilakukan oleh para orangtua jaman
dahulu di Indonesia, yaitu dongeng sebelum tidur.
Hanya saja, kami ingin menghidupkan tradisi Indonesia
untuk menguatkan peran orangtua dalam mengasuh
anak.
Kami menganalisisnya dan memperluas dengan beberapa
aktivitas untuk mendukung dan melengkapinya. Secara
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Kadang kami merasa sangat lelah
dan kesepian, merasa diabaikan,
dan tak memiliki banyak
peluang......Tapi....kami
memutuskan, apapun yang
terjadi kami akan tetap
melakukannya dan terus belajar
dengan dengan sungguh-
sungguh untuk menjadi lebih
baik demi anak-anak Indonesia.
24. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 24
sederhana 20 Menit Yang Memukau dilakukan pada
malam hari ketika anak menjelang tidur. Kegiatan yang
dilakukan adalah mendongeng, saling bercerita,
bercanda, permainan tebak-tebakan, pujian, usapan,
bernyanyi, dan lainnya. Dua puluh menit adalah waktu
minimal, lebih lama lebih baik. Pada saat melakukannya,
orangtua harus mau fokus ke anak dan tidak diganggu
oleh hal lain seperti gadget, komputer, televisi, dan
lainnya. Metode ini mudah dan murah, yang
membuatnya menjadi sangat sulit pada metode ini
adalah komitmen orangtua untuk melakukannya setiap
malam atau sesering mungkin, bergantian antara ayah
dan ibu.
Sebagai langkah awal ujicoba,
kami berdikusi dengan
beberapa teman tentang 20
Menit, dan melakukan
percobaan bersama di rumah
masing-masing. Setelah
beberapa waktu kami bertemu
dan mendiskusikannya. Dari
uji coba tersebut ada beberapa
temuan. Hasil yang selalu
mirip adalah reaksi anak.
Anak menjadi lebih suka
ditemani menjelang tidur oleh
orang tuanya, terjadi
perubahan perilaku dalam
keseharian, misalnya ada
seorang anak yang selalu
meletakkan sepatunya
sembarangan setelah sekolah,
setelah diterapkan 20 Menit
beberapa malam, mulai menaruh sepatunya di rak sepatu
di rumahnya. Selain sikap, anak juga memperoleh
banyak pengetahuan, langsung dari orang yang paling
dekat dengannya.
Percobaan yang kami lakukan di rumah selama sekitar 3
tahun membuat anak-anak kami menjadi lebih bisa
mendengar , dan secara emosi menjadi lebih dekat. Bila
ada persoalan di sekolah atau lingkungan, anak-anak
tidak ragu untuk bercerita lalu mendengar tanggapan,
berdiskusi, dan belajar menerima saran.
Melihat hal ini berakibat sangat baik untuk anak-anak
dan keluarga, maka kami memberanikan diri untuk
mempresentasikannya di hadapan Dirjen Tumbuh
Kembang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak dan PKK DKI Jakarta pada tanggal 20
Mei 2011. Pemilihan tanggal 20 Mei itu kami sepakati
dengan harapan semangat Kebangkitan Nasional
menular menjadi Kebangkitan Keluarga. Meskipun
sampai saat ini belum ada tanggapan yang kami
harapkan.
Metode 20 Menit Yang Memukau menurut kami sangat
baik untuk diterapkan di keluarga di Indonesia. Metode
ini bisa diintegrasikan dengan pembelajaran di sekolah
sehingga terjadi simultansi antara
pendidikan di sekolah dengan di
rumah. Sehingga anak-anak akan
mendapat pendidikan secara lebih
komprehensif di dua lingkungan
utamanya, rumah dan sekolah.
Kami sadar bahwa kami bukanlah
ahli dalam bidang ini, kami hanya
praktisi. Kami tahu bahwa ide-ide
ini belumlah sempurna dan perlu
bantuan banyak pihak untuk
memperbaikinya. Kami juga tahu
bahwa selama 13 tahun kami
melakukan ini seperti berteriak
ditengah padang pasir, tidak banyak
yang mendengar, meskipun kami
telah menyebarkan praktek baik ini
melalui berbagai media.
Kadang kami merasa sangat lelah dan
kesepian, merasa diabaikan, dan tak
memiliki banyak peluang. Tapi kalau kami teringat
senyum dan tawa anak-anak ketika kami mendongeng,
kalau kami teringat betapa para guru sangat senang
berlatih bersama kami dan menerapkannya di sekolah,
kalau kami teringat orang tua yang merasa bahagia
karena anak-anak selalu menunggu di rumah pada
malam hari; kami memutuskan, apapun yang terjadi
kami akan tetap melakukannya dan terus belajar dengan
dengan sungguh-sungguh untuk menjadi lebih baik demi
anak-anak Indonesia.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Ivan Sumantri Bonang
Koordinator Komunitas Dongeng
Dakocan. Penggerak Komunitas
Guru Belajar Lampung
25. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 25
Kurikulum dari waktu ke waktu perlu
disempurnakan, berbagai usaha
sudah diupayakan, harapan terbesar
terletak pada pembenahan
kurikulum 2013, dan dalam masa
Mentri Pendidikan yang
memperjuangkan "Joyfull Learning
baik bagi guru dan siswa, dengan
sendirinya berdampak pada relasi
orang tua dan sekolah". Kita harus
mendukung penuh semangat dan visi
misi yang dalam dari perjuangan
Bapak Anis Baswedan.
Kurikulum tanpa "Roh" akan
kehilangan makna dan arah, karena
suasana pembelajaran baik sekolah
maupun rumah akan
kehilangan makna.
Pembelajaran Usia
Dini, sangat
menentukan masa
depan anak saat
mereka meraih jenjang
S2, S3, sedangkan bagi
anak yang kurang
beruntung,
Pembelajaran usia dini
akan memberikan
kemampuan untuk
keluar dari
keterbatasan mereka,
walau jenjang
pendidikan yang
mereka raih hanya
tamat SMP sekalipun,
sudah memiliki
kemampuan segitiga
dialogis.
Salah satu Roh yang
mampu
mengoptimalkan
kekuatan dan kekayaan kurikulum
kita, adalah "Membangun Mesjid
dihati anak/remaja". Sangat penting
saat anak mengamati/membaca
segala sesuatu, baik alam sekitar,
beragam buku, maupun kehidupan
nyata sekitar mereka( iqro dalam arti
luas ), anak dibiasakan menuangkan
gagasan melalui "Media Menggambar
Ekspresif". Bagi anak usia dini
"Menggambar Ekspresif adalah
Menulis" dari sini kemampuan
BAHASA UTUH (baca, tulis,
bicara,dengar, konsep Whole
langguage) secara tepat asas akan
tumbuh karena termotivasi dari diri
dalam anak sendiri.
Intinya anak dengan kemampuan
Bahasa Utuh atau sebagai Pengarang
Cilik akan mampu untuk
Menuangkan Gagasan, bukan
mampu baca tulis untuk Siap SD.
dari sisi Membangun Mesjid di hati
anak, dimaknakan anak mampu
Menggambar Ekspresif menjadi
Pengarang Cilik dengan PEKA
HIDAYAH. kemampuan Bahasa Utuh
tidak akan utuh, jika tidak di perkaya
dipertajam dengan kemampuan
"Kreator dan Ilmuwan Cilik". Karya
anak terlampir baik TK maupun SD
awal baik dari Anak Beruntung dan
Kurang Beruntung jika disimak
dalam memiliki keunikan yang khas,
ada karya yang menunjukan
kekuatan otak kanannya,
ada karya yang menunjukan
kekuatan otak kirinya, ada
karya yang menunjukan
kepekaan dan kemampuan
Transendental yang luar
biasa (karya iqro membaca
segala seuatu.., karya
Subanalloh saya
melihat..dan karya setelah
tersentuh gambar buruh
tani yang lagi duduk)
Karya ilmiah dari seorang
anak yang datang diantar
naik sepeda, tentang cicak
dan suplir adalah anak
masa depan yang akan
mampu keluar dari
kemiskinan. Target
calistung tidak tepat asas,
HARUS SECARA TEGAS
DIHENTIKAN, dengan
membiasakan anak menjadi
"Kreator cilik, Ilmuwan,
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Kurikulum Jembatan Hati
26. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 26
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
27. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 27
Pengarang, Musisi, Seniman Cilik". Bahkan di SD awal
wajib ada jam "Bermain Bermakna/Merancang dan
Proses kreatif". Kurikulum 2013 masih terfokus pada
pendekatan ilmiah yang belum utuh.
Kemampuan Memecahkan Masalah sangat penting,
merancang dengan balok, lego atau barang bekas sangat
penting untuk anak bahkan sampai kelas 6 SD, pelajaran
prakarya sudah tidak tepat karena karyanya menjadi
kaku sekdar keterampilan meniru, proses menggali daya
imajinasi dan daya analisa yang dalam ,serta ketekunan
menuntaskan sebuah gagasan sangat penting dialami
anak dari usia PG samapai kelas 6 SD. Jika
keseimbangan segitiga dialogis terjadi, barulah kita
memiliki anak anak SMP dan SMA yang SIAP UTUH,
SMP adalah "Saat Mewujudkan Prestasi (tetap i berhati)",
SMA adalah "Saat Mewujudkan Aktualisasi diri".
Tema Inspiratif Imajinatif juga sangat penting
dikembangkan, yang bisa membawa anak bersama guru
dan juga orang tua kedalam "Petualangan Pembelajaran"
sambil menggali Segi Tiga Dialogis Prestasi, konsep
Kuntum Mekar (dasar dasar Ki Hajar Dewantoro
mengakar sangat mendalam dalam konsep tersebut
diperkaya dengan konsep konsep lain dari negara maju).
Konsep tersebut digambarkan secara sedehana agar saat
mengajak anak mengalami Joyfull Learning, guru
menghargai KEUTUHAN ANAK SESUAI KEHENDAK
NYA, jika guru tumbuh menjadi peka karya anak, guru
akan mengalami proses karitatif untuk kembali memiliki
kemampuan segitiga dialogis, yang dahulu dirampas oleh
target sekedar NEM.
LPA Kuntum Mekar sudah selama 18 tahun
memperjuangkan "Mengembalikan Apa yang Menjadi
Haknya Allah kepada Allah dan Apa yang Menjadi
Haknya Pemerintah kepada Pemerintah, anak anak harus
Antusias dalam berkarya meraih Prestasi dengan
lambang hati pengganti titik diatas i. Dari waktu ke waktu
lembaga kami memiliki keyakinan kuat...bahwa dengan
penngambungan konsep diatas..anak anak Indonesia
akan membawa "Keindahan Islam Mendunia" kelak
mereka bukan dilindas Era Globalisasi tetapi
MENGINSPIRASI, MEWARNAI, MEMBERI ROH ARAH
ERA GLOBALISASI.
Makna keindahan agama apapun akan tersemai dalam
setiap nafas pembelajaran bidang apapun, sesuai dengan
keimanan masing masing anak, bukan sekedar
terperangkap dalam pelajaran agama.
Jika anak TK maupun SD Mampu berkarya dengan "Peka
Hidayah", Allah akan membuka jalanNYA seUTUH NYA
untuk mereka kelak untuk bukan saja menginspirasi
NYATA Indonesia Baru, tetapi wajah Dunia yang lebih
adil dan berhati. Jembatan terdekat yang perlu segera
dibangun adalah "Jembatan Sekolah Kaya dan Sekolah
Desa serta Berbagai Komunitas Pembelajaran Alternatif"
Anak sekolah kaya sering terperangkap kurikulum asing,
dan tumbuh terkurung, anak kurang beruntung
terperangkap untuk tidak berani memiliki mimpi...yang
kaya memiliki peluang untuk meraih S3 dimanapun..,
anak kaya harus menjadi Raksasa baik hati, anak
sederhana mampu menjadi "Petani yang Smart, atau
karena kecerdasan dan daya juangnya akan juga mampu
meraih S3 yang RINDU PULANG KAMPUNG.
Jembatannya adalah raksasa baik ketemu Kancil Smart
mewujudkan "Indonesia Inspiratif Nyata". Harus dimulai
sekarang "Pertukaran Karya antar sekolah" adalah
langkah yang sangat mungkin diwujudkan.
Perlu adanya "Akreditasi Alternatif" mendampingi
Akreditasi yang sekarang, tetapi pertanyannya yang
ALTERNATIF ADALAH YANG SEHARUSNYA TERJADI,
sedangkan banyak sekolah tanpa disadari
MENCIPTAKAN ALTERNATIF PENDERITAAN, yang
sayangnya masih dikejar kejar orang tua. Sekolah dan
orangtua harus bersama menciptakan suasana UNTUK
MENEMUKAN KEINDAHAN ANAK, DAN RENCANA
ALLAH UNTUK MASA DEPAN MEREKA. Sudah
waktunya peran PENGAWAS diganti INSPIRATOR
SEKOLAH, ya sama sama belajar memperkaya dan
belajar, dengan tetap memberi "Pengawasan Yang
Menumbuhkan"
Salam Kuntum Mekar...Kuingin Tumbuh Mewujudkan
Karyaku, untuk Tuhan, sesama dan Indonesia..
Agus Moelijono. Penggagas Kuntum Mekar. Penggerak
Komunitas Guru Belajar Bandung
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
28. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 28
Menjadi seorang guru punya
tuntutan jaman yang tidak
terelakkan. Bukan hanya pengajaran
tetapi pendidikan budi pekerti
sangatlah penting. Kami adalah
sekolah swasta baru di kota Cirebon,
bahasa pengantar kami adalah
bahasa Inggris. Untuk pengajaran
kami seringkali mencoba berbagai
macam metode. Tetapi yang paling
sulit bagi kami dan tetap dirasa
sangat penting adalah pembentukan
karakter.
Siswa kami terbiasa dengan
pembantu atau nanny yang siap 24
jam, orangtua yang sibuk dan sopir
yang selalu mengantarkan mereka.
Kadang mereka tidak tahu harus
bagaimana apaila tidak ada
pembantu? Seringkali bingung dan
tidak bisa melakukan hal untuk
dirinya sendiri misalnya buku
pelajaran yang harus mereka bawa,
seragam yang harus dikenakan
mereka terbiasa disiapkan, project di
sekolah seringkali tidak diselesaikan
jika tidak ada bantuan pembantu.
Kami berpikir bagaimana caranya
supaya peserta didik sadar terhadap
bahwa mereka adalah individu yang
mandiri, yang pada akhirnya harus
berdiri sendiri dan menggerjakan
segala sesuatu sendiri bahkan
memilih dan memutuskan sesuatu
pun harus sendiri. Kesadaran akan
hal tersebut dirasa sulit karena selalu
ada orang yang siap mebantu
padahal mereka sudah kelas 6 SD.
Di Kurikulum 2013 disebutkan
bahwa PRAMUKA menjadi ekstra
kurikuler wajib di tingkat SD.
Dengan permasalahan diatas kami
merasa bahwa kegiatan ini akan
menjadi salah satu cara kami suatu
program sekolah yang
menyenangkan yang dapat
membantu membangun dan
membentuk pribadi siswa menjadi
lebih mandiri, lebih tough, lebih
bertanggungjawab berhadap dirinya
sendiri dan masa depannya.
Melalui Pendidikan Kepramukaan,
kami adakan kegiatan bermain, baris
berbaris, disiplin memakai seragam
pramuka dan semua atributnya,
mereka belajar mandiri dan bermain
dalam kelompok. Awal ada beberapa
orangtua yang keberatan kenapa
harus ada pramuka, kan ga ngaruh
ke nilai, malah buat anak-anak jadi
cape? . Kami merasa bahwa peserta
didik perlu proses belajar mandiri
yang progresif untuk
mengembangkan diri mereka
seutuhnya.
Awal di kegiatan Pramuka, kami
hanya mengenalkan kegiatan yang
menyenangkan seperti games-games,
dll.. Karena siswa kami semua masih
anggota Pramuka Siaga, maka basic
pendidikan adalah : hormat dan taat
terhadap Pramuka itu sendiri dengan
cara menghormati misalnya seragam
pramuka dan semua atributnya tidak
boleh ada yang terlupa dipakai
ketika ada kegiatan. Apabila ada
siswa yang tidak lengkap atributnya
kami juga tidak menerapkan
hukuman, mereka tetap bisa
mengikuti kegiatan paling untuk
games mereka akan kebagian
terakhir. Mereka suka sekali bermain
games, panas-panasam diluar
ruangan kelas. Berulang kali kami
terapkan bahwa untuk menyiapkan
baju pramuka sebaiknya disiapkan
sendiri sehingga tidak ada yang
tertinggal. Saking sukanya kegiatan
pramuka, mereka bilang sendiri
sama orangtuanya bahwa mereka
harus menyiapkan baju pramuka
harus sendiri dan mereka
melakukannya dirumah masing-
masing. Pelan-pelan unsur do it by
my self ini merambah ke hal lain
termasuk menggerjakan PR/tugas
sekolah, membereskan buku,
menyiapkan bekal dll. Jadi kegiatan
Pramuka sangat bermanfaat
membantu membentuk karakter
siswa yaitu mandiri. Kegiatan yang
sederhana dan bermakna.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Pramuka, Pendidikan Karakter
Intani Prajaswari. TK - SD
Kinderfield Cirebon. Penggerak
Komunitas Guru Belajar Cirebon
29. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 29
Matematika dalam Hidup Kita
Siapa yang tidak pusing belajar matematika? Pengalaman pusing di masa kecil jadi pelecut buat
Pak Hasto untuk mengubah pelajaran matematika menjadi menyenangkan.
Pada hari pertama saya mengajar, 14
tahun yang lalu, di sebuah SMA di
ujung Barat Surabaya, saya
dikejutkan oleh sebuah pertanyaan
seorang siswa yang terus terngiang
sampai sekarang dan menjadi
pacuan buat saya untuk terus belajar
… Pak, buat apa saya harus belajar
Matematika yang rumit &
membingungkan ? Apa gunanya
rumus matematika untuk hidup
saya? Pertanyaan ini membawa
saya kembali ke masa lalu ketika
seusia mereka dan sama-sama
mengalami kegalauan tingkat dewa,
kenapa saya merasa bahwa pelajaran
Matematika diciptakan untuk
membuat hidup siswa menderita dan
membuat guru menjadi sosok paling
ditakuti di sekolah.
Perasaan galau matematika berubah
ketika saya bertemu dengan Pak
Agus, guru yang membuat saya
menjadi jatuh cinta kepada
Matematika. Beliau mengajarkan
matematika dengan bahasa yang
lebih sederhana. Jika saya masih
bingung, beliau selalu menunjukkan
penggunaan rumus tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga saya
dapat memikirkannya dengan lebih
mudah dan utuh. Dari proses belajar
bersama beliau, saya mengerti
bahwa belajar Matematika tidaklah
sesulit yang saya bayangkan ketika
saya mendapatkan strategi yang
tepat untuk mempelajarinya.
Suatu hari saya pernah menghitung
jumlah rumus matematika yang
harus diajarkan dalam kurikulum
nasional, di level SMA adalah sekitar
150 rumus dan SMP 50 rumus
(termasuk berbagai atributnya),
sungguh merupakan jumlah yang
sangat banyak dibandingkan dengan
berbagai kurikulum sejenis diluar
negeri. Hal inilah yang menjadi
pemicu saya secara pribadi untuk
membuat proses belajar matematika
menjadi lebih menyenangkan.
Karena jika hanya terpaku pada
acuan kurikulum, maka pelajaran
matematika akan selalu menjadi
penghalang buat siswa untuk
menyenangi sekolah dan belajar.
Dan kemungkinan akan muncul
kembali pertanyaan diatas Apa
gunanya rumus matematika untuk
hidup saya?
Ketika mengajar, saya mengawalinya
dengan bercerita dan diskusi tentang
penggunaan rumus yang akan saya
ajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini memberi banyak ruang bagi
saya dalam mengetahui pengetahuan
awal siswa serta membuat suasana
kelas menjadi lebih ramah terhadap
rumus matematika. Siswa akan
mendapatkan pemahaman terbaik
ketika mereka melihat demontrasi
langsung, berdikusi tentang isinya
dan disediakan ruang untuk
mendapatkan pengalaman (How
Learning Profiles Can Strengthen
Your Teaching." Edutopia, 2015)
Tujuan lainnya adalah saya ingin
mendapatkan informasi mengenai
gaya belajar mereka. Sebagai guru
saya perlu mengakomodasi berbagai
gaya belajar mereka. Gaya belajar
adalah cara yang konsisten yang
dilakukan oleh seorang murid dalam
menangkap stimulus atau informasi,
cara mengingat, berfikir dan
memecahkan soal (Prof. DR
Nasution, 2006). Selain itu, gaya
belajar adalah cara yang lebih kita
sukai dalam melakukan kegiatan
berfikir, memproses dan mengerti
suatu informasi (Gunawan, Adi W.,
2004).
Ketika setiap siswa mempunyai
pendekatan yang berbeda dalam
proses belajar, maka menjadi penting
untuk memberikan variasi tugas yang
memungkinkan setiap siswa
menunjukkan performa terbaiknya,
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Hasto Pidekso, Guru Sekolah
Cikal, Penggerak Komunitas
Guru Belajar Surabaya
30. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 30
serta memberikan berbagai
pengalaman belajar, sehingga siswa
mampu beradaptasi dengan berbagai
situasi belajar, tidak terpaku pada
suatu gaya belajar tertentu.
Dari berbagai cerita dan diskusi
dengan siswa, saya mendapatkan
jawaban bahwa pendekatan belajar
melalui proyek menjadi
pilihan utama dalam
mengerjakan suatu
permasalahan. Menurut siswa,
dengan mengetahui berbagai
aspek dan aplikasi suatu
rumus akan lebih
memudahkan mereka dalam
belajar. Dengan pendekatan
belajar melalui proyek, siswa
akan diajak untuk
memecahkan masalah dengan
metode yang runtut dan
sistematis, dimulai dengan
membuat perencanaan waktu
(timeline), investigasi masalah,
perencanaan solusi, pemilihan solusi
yang paling tepat dan diakhiri
dengan evaluasi dan refleksi. Belajar
matematika tidak hanya belajar
menyelesaikan soal melalui rumus-
rumus yang ada, namun belajar
menyelesaikan masalah yang nyata
melalui serangkaian rumus yang
sudah dipelajari.
Berdasar diskusi dengan siswa dan
guru di sekolah kami, rata-rata
penggunaan gawai selama 2-4 jam
sehari (akumulasi), sebuah angka
yang cukup lama untuk sebuah
aktifitas yang dilakukan dalam
sehari. Ketika ditanyakan apa yang
diakses, ternyata banyak sekali
jawaban yang diperoleh ; main
games, melihat video artis, membaca
buku-e, ngobrol bersama teman di
sosial media, serta sekedar membaca
berita terkini. Untuk siswa,
melakukan kegiatan bersamaan
(multi-tasking) seperti mengerjakan
tugas dan akses internet merupakan
kegiatan yang jamak dilakukan.
Berdasarkan kebiasaan siswa
menggunakan gawai, saya ingin
memadukan pelajaran matematika
dengan teknologi informasi. Dalam
proses belajar di kelas, kami
menggunakan software berbasis web,
yaitu aplikasi Google (docs/sheet/
slide dan Edmodo
(www.edmodo.com). Sebagai guru,
saya terbantu dengan aplikasi itu,
karena dapat langsung
menginformasikan berbagai
informasi ke siswa.
Diskusi mengenai penerapan
matematika dalam kehidupan
menjadi topik sehari-hari yang selalu
seru dan membuat kami
bersemangat. Untuk tugas maupun
informasi pelajaran, saya selalu
posting di kedua media tersebut,
sehingga siswa dapat berinteraksi
dengan saya dan teman-temannya
dalam kelas tersebut. Jadwal
penilaian maupun project juga saya
posting, sehingga siswa maupun
orangtua dapat memantau kegiatan
sekolah dengan baik.
Saat ini saya mengajar matematika di
kelas 9 dengan topik barisan dan
deret (sequence & series), fungsi
kuadrat (quadratic equation)
dan geometri koordinat
(coordinate geometry). Materi
diatas diajarkan dalam waktu
sekitar 10 minggu, termasuk
didalamnya proses penilaian
kecil (formative) dan penilaian
akhir (summative).
Ada dua hal yang paling asyik
menurut mereka :
1.Pengalaman mereka saat
melakukan kunjungan belajar
(field trip) ke Jogjakarta
selama 4 hari dan melakukan
berbagai kegiatan di Puncak
Merapi, Gumuk Pasir, Gua
Pindul dan Keraton Jogja.
Melakukan kegiatan bersama
teman-teman dan guru dan
mencoba petualangan baru,
selalu menjadi bahan obrolan
yang tak pernah habis.
2. Bercerita tentang film James
Bond terbaru berjudul Spectre .
Sebuah film bergenre action
yang mampu memberikan
gambaran jelas tentang dunia
spionase. Menurut mereka
banyak hal yang belum pernah
terfikirkan sebelumnya tentang
dunia yang penuh kamuflase,
namun setelah menonton film
ini, membuat imajinasi mereka
semakin tinggi.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Siswa tidak hanya diajarkan
menghafal rumus, namun juga
belajar bagaimana
menggunakannya dalam
menyelesaikan persoalan
sehari-hari. Matematika itu ada
dalam hidup kita, dan hidup
kita pun merupakan
serangkaian persamaan
matematika yang selalu ingin
dicari pola kebenarannya.
31. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 31
Dari kedua pengalaman menarik ini,
saya mencoba merangkai sebuah
tugas untuk diselesaikan dan
digunakan
untuk kelas 9.
Di level ini,
kegiatan
penilaian
berupa
pencarian
koordinat
berdasarkan
petunjuk
tertentu. Jadi
saya memberi
ilustrasi
seperti proses
pencarian
harta karun
berdasarkan
petunjuk gambar. Mereka harus
menyelesaikan petunjuk dengan
menggunakan rumus barisan dan
deret untuk menunjukkan koordinat
tertentu di suatu tempat. Sebagai titik
awal saya menggunakan koordinat
kota Jogjakarta (-70,1100) sebagai
koordinat pusat (0,0). Setelah
mendapatkan titik harta karun, siswa
menggunakan aplikasi google earth
dan mengkonversinya dalam
koordinat bujur dan lintang,
sehingga diketahui letaknya diatas
bumi.
Kegiatan ini menarik dan seru,
karena siswa seperti diajak dalam
petualangan sesungguhnya. Mereka
seolah-olah menjadi James Bond
yang harus menemukan musuhnya
dengan mendapatkan petunjuk dari
berbagai tempat. Semua petunjuk
mengacu kearah nama tempat
dimana mereka mengunjunginya
saat di kota Jogja, sehingga mampu
memberi gambaran yang lebih
konkrit.Sebagai bagian dari tugas,
mereka juga diwajibkan menuliskan
laporan yang berisi runtutan
penyelesaian dan pencarian harta
karun yang diharapkan. Mereka juga
menuliskan evaluasi mengenai
keseluruhan proses yang dilakukan,
kesulitan yang dihadapi serta
bagaimana mendapatkan solusi atas
petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Semua aplikasi yang dipakai dalam
kedua tugas diatas dapat digunakan
juga di gawai Android. Siswa dapat
mengerjakan tugasnya dimana dan
kapan saja. Proses pengiriman
laporan juga dapat dikirimkan secara
daring (online) dan langsung. Saya
dapat memantau proses
pengerjaannya dan memberi umpan
balik secara langsung di mana pun
saya berada. Sungguh merupakan
loncatan teknologi yang luar biasa
jika dibandingkan dengan kelas saya
10 tahun yang lalu.
Siswa tidak hanya diajarkan
menghafal rumus, namun juga
belajar bagaimana menggunakannya
dalam menyelesaikan persoalan
sehari-hari. Matematika itu ada
dalam hidup kita, dan hidup kita pun
merupakan serangkaian persamaan
matematika
yang selalu
ingin dicari
pola
kebenarannya.
Menggunakan
gawai dan
media internet
mampu
menjadikan
belajar rumus
matematika
menjadi lebih
ramah untuk
siswa, karena
mereka sudah
terbiasa
menggunakannya secara berkala.
Tantangan menjadi guru adalah
terus belajar dan membuat materi
pelajaran menjadi lebih membumi.
Kebiasaan membaca, menonton film
maupun mendengarkan musik yang
disukai siswa jaman sekarang adalah
salah satu cara buat saya untuk
mengenal generasi ini, yang tentunya
sangat jauh berbeda dengan generasi
saya. Seorang guru harus mampu
menjembatani celah antar generasi
melalui kegiatan-kegiatan kelas yang
lebih menarik, sehingga siswa
menyenangi untuk belajar, dan
harapannya mereka akan memahami
kenapa harus mempelajari
matematika.
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
32. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 32
Asessmen adalah salah satu kegiatan
utama yang secara rutin dilakukan
dalam peran guru. Kita tahu betapa
pentingnya proses ini, bukan hanya
untuk pembelajaran pelajar terhadap
materi, namun juga pembelajaran
guru terhadap siswanya. Bentuk
asesment perlu beragam, namun
dalam kenyataannya lebih banyak
yang seragam. Fungsi assesmen
perlu menyeluruh, dari diagnosa
sampai refleksi, namun seringkali
untuk evaluasi melulu. Assesment
yang otentik menjadi operasionalisasi
dari tujuan belajar-mengajar,
mendorong perencanaan dan aksi di
kelas yang baik. Di edisi surat kabar
guru belajar berikutnya, akan Anda
dapatkan upaya guru belajar
merangkai potret-potret
pembelajaran, BERSAMA pelajar
membuat album utuh yang
menggambarkan belajar bermakna
dan menyenangkan.
Anda punya pengalaman atau
#PraktikCerdas melakukan asesmen
otentik? Simak caranya:
1. Unduh panduan Penulisan
#PraktikCerdas di http://bit.ly/
MenulisKGB
2. Tuliskan sesuai panduan dan
simpan dalam file dengan nama
#PraktikCerdas "Nama Penulis"
3. Emailkan file beserta foto diri
dan foto aktivitas dengan subyek
email #PraktikCerdas "Nama
Penulis" ke
KampusGuru@Cikal.co.id
Bila mempunyai foto #KaryaAnak
Asesmen Otentik, anda jugsa bisa
mengirimkan foto tersebut ke email
KampusGuru@Cikal.co.id dengan
subyek email #KaryaAnak "nama
pengirim".
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Undangan Menulis: Asesmen Otentik
Komunitas Guru Belajar
Guru Belajar adalah komunitas pendidik yang diinisiasi
oleh Kampus Guru Cikal untuk berdiskusi dan berbagi
praktik cerdas pengajaran dan pendidikan melalui
Facebook dan Temu Pendidik. Praktik cerdas yang
sudah dikurasi akan dipublikasikan di situs
GuruBelajar.org, dalam bentuk surat kabar, buku atau
media pembelajaran.
Prinsip Nilai Kami
1. Mewujudkan pelajar sepanjang hayat. Kami bercita-
cita menumbuhkan pemahaman, pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang positif agar setiap
insan terus mau dan mampu belajar.
2. Memberdayakan semua pelaku dan peran. Kami
sadar bahwa perubahan hanya akan terjadi pada
mereka yang merdeka, yang berada dalam
lingkungan yang mendukung setiap insan untuk
menjadi penggerak.
3. Menghargai keragaman. Kami yakin keunikan adalah
kekuatan, yang harus didorong dan dimaknai,
dihormati dan dirayakan.
4. Berkolaborasi dengan terbuka. Kami sadar bahwa
kami bagian kecil dari jaringan perjuangan, yang
akan berdampak optimal hanya bila berbagi
tanggungjawab dengan semua yang peduli.
5. Mempraktekkan standar terbaik. Kami bekerja keras
untuk menjadi teladan dalam setiap aksi, selalu
menggunakan ilmu dan bukti dengan sepenuh hati.
Komunitas Guru Belajar mempunyai kegiatan berkala
tiap 2 bulan yang disebut Temu Pendidik dan Temu
Pendidik Nusantara yang diadakan tiap tahun. Dalam
Temu Pendidik, guru berbagi praktik cerdas pengajaran
dan pendidikan melalui presentasi bercerita.
Apa kelebihan Temu Pendidik?
1. Singkat
Temu Pendidik berdurasi maksimal 2 jam agar
mudah diselenggarakan dan diikuti semua guru.
2. Praktis
Temu Pendidik memfasilitasi guru berbagi
pengalaman praktis dalam mengatasi tantangan di
kelas/sekolah.
3. Konkret
Temu Pendidik memfasilitasi guru untuk
membicarakan rencana konkret untuk dilakukan di
kelasnya.
Tertarik bergabung?
Daftarkan email anda di
GuruBelajar.org
Bergabung di
Grup FB Komunitas Guru Belajar
33. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 33
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Diferensiasi
Memahami Pelajar untuk Belajar
Bermakna dan Menyenangkan
Penerbit: Literati & Kampus Guru Cikal
Penulis: Najelaa Shihab & Komunitas Guru
Belajar
Editor: Bukik Setiawan dan Siti Nur Andini
ISBN: 978-602-8740-52-4
Tebal: VI + 252 halaman
Dimensi: 14 x 21 cm
Anda seorang guru?
Anda kebingungan mendesain pembelajaran yang
bermakna dan menyenangkan?
Anda belum tahu merancang pembelajaran untuk
beragam anak di kelas anda?
Atau, anda ingin memperkaya strategi mengajar
anda agar lebih berdampak positif pada pelajar
anda?
Buku Diferensiasi ini adalah buku yang tepat
untuk menjawab kebutuhan anda.
Bagian pertama buku ini membahas mengenai
konsep diferensiasi sebagai cara pandang dalam
merancang pembelajaran yang menyenangkan dan
bermakna. Setelah itu dibahas keterkaitan
diferensiasi dengan berbagai konsep penting
pembelajaran seperti peran guru, disiplin positif,
keragaman anak, teori belajar, pembelajaran inkuiri
dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Tidak hanya berhenti di konsep, buku ini pun
menyajikan pengalaman para guru dalam
menerapkan diferensiasi di kelas mereka. Guru
yang berbagi pengalaman pun beragam, ada guru
TK, SD dan SMP; ada guru Matematika, IPA, Seni
hingga guru Agama. Dengan menceritakan beragam
pengalaman guru, buku ini membantu anda untuk
lebih mengenal dan memahami diferensiasi untuk
merancang pembelajaran yang bermakna dan
menyenangkan bagi pelajar anda.
Bagian paling akhir buku menceritakan pengakuan
orangtua mengenai dampak positif diferensiasi
terhadap anaknya dan pengakuan para pelajar
dalam mengikuti pembelajaran menggunakan
pendekatan diferensiasi. Karena apapun, pilihan
pendekatan dan metode pengajaran harus
berdampak pada pelajar sebagai subyek pendidikan.
Untuk sementara, buku belum tersedia di toko
buku. Bila ingin mendapatkannya, anda bisa
membeli di TokoBuku.com melalui tautan ini
http://bit.ly/BukuDiferensiasi
Stok terbatas!
34. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 34
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Kehebohan Kelompok Pendongeng Dakocan
ketika pentas mendongeng di depan anak-anak.
Setiap tempat adalah panggung
Kelompok Pendongeng Dakocan melatih guru
PAUD untuk terampil dan ekspresif mendongeng.
Bayangkan dampaknya di kelas-kelas PAUD
Anak-anak Sekolah di Timika sedang belajar langsung dari sumber pengetahuan alaminya. Belajar jadi
menyenangkan dan bermakna
Anak-anak TK YPS Soroako sedang belajar di ruang kelas raksasa mereka. Ruang kelas tak berdinding
dan beratapkan langit
35. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 35
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Menteri Anies Baswedan di dialog pembukaan
Temu Pendidik Nusantara yang dipandu oleh
anak-anak
Pengenalan Komunitas Guru Belajar di Temu
Pendidik Nusantara 2015
Diskusi panel yang menghadirkan narasumber dari beragam profesi sebagai bagian pengayaan
wawasan pada peserta di Temu Pendidik Nusantara 2015
Kelas lokakarya yang memberi kesempatan pada peserta Temu Pendidik Nusantara untuk memahami
dan melakukan praktik beragam strategi dan metode pengajaran dan pendidikan
36. SURAT KABAR Guru Belajar ¦ 36
Kampus Guru Cikal adalah wahana seru bagi calon guru
dan guru untuk menjadi pelajar sepanjang hayat dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Kampus Guru Cikal
menyediakan solusi pendidikan berupa:
1. Pelatihan guru dan pengembangan kepemimpinan
sekolah
2. Pengembangan Komunitas Guru Belajar sebagai
ekosistem berbagi praktik cerdas
3. Penyediaan beasiswa bagi calon guru dan guru untuk
mengembangkan diri
4. Pengembangan sekolah dampingan dan pertukaran
guru
5. Penyediaan konten bermutu bagi guru dan pemimpin
sekolah di GuruBelajar.org
6. Perintis pembentukan kampus guru yang bermakna
dan seru untuk belajar
Bagaimana cara terlibat dengan Kampus Guru Cikal?
Menjadi guru pembelajar
Kami mengundang rekan calon guru dan guru di seluruh
Indonesia untuk belajar bersama melalui berbagai
inisiatif maupun berbagai kanal media sosial Kampus
Guru Cikal.
Menjadi penggerak komunitas
Kami mengundang rekan guru dan pendidik menjadi
penggerak komunitas Guru Belajar yang
mengembangkan ekosistem berbagi praktik cerdas.
Menjadi donatur
Kami mengundang individu dan lembaga yang peduli
pendidikan Indonesia menjadi donatur beasiswa bagi
guru dari berbagai daerah di Indonesia.
Menjadi mitra program
Kami mengundang perusahaan, yayasan, dan lembaga
pemerintah untuk menjadi mitra program pendidikan
guru, baik program berkala kami maupun program yang
disesuaikan dengan kebutuhan organisasi Anda.
Bila tertarik, silahkan follow @KampusGuruCikal dan
Like Facebook: Kampus Guru Cikal
Guru Belajar 10 Desember 2015
Menularkan Kegemaran Belajar
Belajar Menjadi Guru Profesional
Kembangkan Keterampilan Mengajar
Bermakna, Menyenangkan, Berkolaborasi