Dokumen tersebut membahas 12 standar pelayanan kesehatan minimum yang harus diberikan kepada berbagai kelompok masyarakat sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016, meliputi pelayanan antenatal, persalinan, bayi baru lahir, balita, anak sekolah, dewasa, penyakit kronis tertentu, gangguan jiwa berat, tuberkulosis, dan pencegahan HIV/AIDS.
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOfirii JB
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA DESA SIAGA TIDAK AKTIF DI KABUPATEN SITUBONDOfirii JB
Desa Siaga program is an effort to achieve Healthy Indonesia 2015 program. This program is successful if 80% of villages have become desa siaga in 2015. In 2011, 58% of the villages in the Situbondo are still included in the inactive desa siaga category. This research was conducted to identify factors that cause a high percentage of inactive desa siaga, started from October 5th until December 5th 2012, using an observational descriptive design with applying cross sectional approach. Interviews using a questionnaire conducted in 30 inactive desa siaga, with respondents consisting of 30 facilitators and 30 cadres were using purposive sampling. Independent variables were the facilitator factors include technical skill and motivation, cadre factors include education level, technical skills, motivation, perception of distance and ease of transport and support from the chief village and the implementation of the eight desa siaga indicators include forum villagers, primary health care, community based health efforts, community-based surveilance, coaching PKM PONED, disaster alert system, community-based health financing and environmental assessment based on PHBS. The result of this research were facilitators factor and cadres factor were low and the implementations of eight indicators for desa siaga was not in accordance with existing guidelines. The conclusion of this research was the technical ability, education levels and motivation which are low, that can contribute to the desa siaga program not working properly. Perception about distance traveled, and a difficult transport also affecting the performance of cadres. The main causative factor was the lack of support from the chief village. There is no operational funds and lack of infrastructure programs is also an obstacle factor. Advice that can be given is to provide training and socialization to the facilitator and cadres and approaches to the village chief with across sectors activities and programs in each of working areas.
Keywords : Desa Siaga indicator, Inactive Desa Siaga, Empowerment
Permenkes no. 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik pratama, te...Adelina Hutauruk
Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 46 Tahun 2016 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter dan tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi
3. 1. Setiap ibu hamil mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar
DO : Pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil
minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal
1 kali pada trimester pertama, satu kali pada
trimester kedua dan dua kali pada trimester
ketiga yang dilakukan oleh Bidan atau Dokter
dan atau Dokter Spesialis Kebidanan baik yang
bekerja di fasyankes pemerintah maupun swasta
yang memiliki STR
7. 2. Setiap ibu bersalin mendapatkan
pelayanan persalinan sesuai standar
DO : Persalinan yang dilakukan oleh Bidan dan
atau Dokter dan atau Dokter Spesialis Kebidanan
yang bekerja di fasyankes Pemerintah maupun
swasta yang memiliki STR baik persalinan
normal dan atau persalinan dengan komplikasi
11. 3. Setiap bayi baru lahir mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar
DO : Pelayanan yang diberikan pada bayi usia 0-
28 hari dan mengacu kepada Pelayanan
Neonatal Esensial sesuai yang tercantum dalam
PMK Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya
Kesehatan Anak, dilakukan oleh Bidan dan atau
perawat dan atau Dokter dan atau Dokter
Spesialis Anak yang memiliki STR
15. 4. Setiap balita mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar
DO : Pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada anak berusia 0-59 bulan dan dilakukan
oleh Bidan dan atau Perawat dan atau
Dokter/DLP dan atau Dokter Spesialis Anak yang
memiliki STR dan diberikan di fasilitas kesehatan
pemerintah maupun swasta, dan UKBM.
19. 5. Setiap anak pada usia pendidikan dasar
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar
DO : Penjaringan kesehatan yang diberikan kepada
anak usia pendidikan dasar, minimal 1 kali pada kelas 1
dan kelas 7
1. Penilaian status gizi
2. Penilaian tanda vital
3. Penilaian kesehatan gigi dan mulut
4. Penilaian ketajaman indera penglihatan dengan
poster snellen
5. Penilaian ketajaman indera pendengaran dengan
garpu tala
23. 6. Setiap WNI usia 15-59 tahun mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar
1. Deteksi kemungkinan obesitas
2. Deteksi hipertensi
3. Deteksi kemungkinan diabetes melitus
4. Deteksi gangguan mental emosional dan
perilaku
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
6. Pemeriksaan ketajaman pendengaran
7. Deteksi dini kanker melalui pemeriksaan
payudara klinis dan IVA pada wanita usia 30-59
tahun
27. 7. Setiap WNI usia 60 tahun ke atas
mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar
1. Deteksi hipertensi
2. Deteksi diabetes melitus
3. Deteksi kadar kolesterol dalam darah
4. Deteksi gangguan mental emosional dan
perilaku termasuk kepikunan
32. 8. Setiap penderita hipertensi mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar
1. Pemeriksaan dan monitoring tekanan darah
2. Edukasi
3. Pengaturan diet seimbang
4. Aktivitgas fisik
5. Pengelolaan farmakologis
Mengikuti Panduan Praktik Klinik
40. 10. Setiap ODGJ berat mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar
Edukasi dan evaluasi tentang :
a) tanda dan gejala gangguan jiwa
b) Kepatuhan minum obat dan informasi lain terkait
obat
c) Mencegah tindakan pemasungan
d) Kebersihan diri
e) Sosialisasi
f) Kegiatan rumah tangga
g) Aktivitas bekerja sederhana dan/atau
h) Tindakan kebersihan diri ODGJ berat
43. 11. Setiap orang dengan TB mendapatkan
pelayanan TB sesuai standar
Pelayanan kesehatan diberikan kepada seluruh
orang dengan TB yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan sesuai kewenangannya di FKTP
(puskesmas dan jaringannya) dan di FKTL baik
pemerintah maupun swasta
47. 12. Setiap orang berisiko terinfeksi HIV
mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar
• Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
ibu hamil, pasien TB, pasien IMS,
waria/transgender, pengguna NAPZA, dan
warga binaan LP, dilakukan oleh Nakes sesuai
kewenangannya dan diberikan di FKTP (PKM
dan jaringannya) dan FKTL baik pemerintah
maupun swasta serta di lapas/rutan narkotika