SlideShare a Scribd company logo
PENGGEROMBOLAN KOTA/KABUPATEN DI INDONESIA
BERDASARKAN ENAM INDIKATOR ZONA BIAYA HAK
PENGGUNA FREKUENSI RADIO DENGAN METODE
PARTIAL DISTANCE STRATEGY
LUCKY ABDURAHMAN
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul penggerombolan
kota/kabupaten di indonesia berdasarkan enam indikator zona biaya hak
pengguna frekuensi radio dengan metode partial distance strategy adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Lucky Abdurahman
NIM G14120041
iv
v
vi
ABSTRAK
LUCKY ABDURAHMAN. Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia
berdasarkan enam indikator zona biaya hak pengguna frekuensi radio dengan
metode Partial Distance Strategy. Dibimbing oleh ERFIANI dan BUDI SUSETYO.
Perkembangan teknologi telekomunikasi beriringan dengan perkembangan
spektrum fruekuensi radio. Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam
yang bersifat strategis, ekonomis, dan terbatas (limited natural resources), sehingga
dalam penggunaan pelayanan frekuensi radio haruslah efisien, rasional, dan optimal.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatur penggunaan frekuensi radio adalah
melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2005 tentang
biaya hak pengguna (BHP) frekuensi radio. Salah satu indikator penetapan BHP
adalah minat pasar atas layanan pita frekuensi yang biasa disebut zona. Metode
pembentukan zona dalam data mining dikenal dengan istilah analisis gerombol
(clustering analysis). Pada data set yang digunakan untuk analisis terdapat data
yang tidak lengkap, maka dalam penentuan zona atau pembentukan gerombol
menggunakan metode yang dapat menanggulangi kondisi data tidak lengkap.
Metode penggerombolan yang ada seperti single linkage dan k-means kurang tepat
dalam menganalisis data dengan kondisi data yang tidak lengkap. Salah satu
pendekatan metode dalam data mining yang digunakan untuk menggerombolkan
data tidak lengkap ialah analisis gerombol dengan metode partial distance strategy
(PDS). Jumlah gerombol yang paling optimal ialah jumlah gerombol sebanyak lima.
Kata kunci : biaya hak pengguna, data mining, data tidak lengkap, indeks davies
bouldin, partial distance strategy
vii
ABSTRACT
LUCKY ABDURAHMAN. Clustering of city/regency in Indonesia based on six
charge zone indicator radio frequency user rights using Partial Distance Strategy
method. Advised by ERFIANI and BUDI SUSETYO.
The development of telecommunications technology in tandem with the
development of radio frequency spectrum is a limited natural resource hence the
utilization of radio frequency services should be efficient, rational, and optimum. It
should be considered that radio frequency spectrum is strategic and economic for
holding telecommunications. One of the government's law to adjust radio frequency
consumption is Indonesian Government Regulation number 28 of 2005 on the cost
of user rights (BHP) radio frequency. One indicator of the determination of BHP is
the market interest for the service frequency band which is called the zone. The
method of formation of the zone known as clustering analysis. Given that in the
dataset used for the analysis of the data are incomplete, then the zoning or clustering
formation using the method to cope with the condition of incomplete data.
Clustering of existing methods such as single linkage and k-means is less precise in
analyzing the data with the condition of incomplete data. One approach in data
mining methods used for clustering in incomplete data analysis is partial distance
strategy (PDS). Results of analysis used show that the number of cluster consists of
five cluster.
Keywords : the cost of user rights, data mining, incomplete data, Davies-Bouldin
index, partial distance Bouldin strategy.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika
PENGGEROMBOLAN KOTA/KABUPATEN DI INDONESIA
BERDASARKAN ENAM INDIKATOR ZONA BIAYA HAK
PENGGUNA FREKUENSI RADIO DENGAN METODE
PARTIAL DISTANCE STRATEGY
LUCKY ABDURAHMAN
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
iii
iv
PRAKATA
Puji dan syukur khadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala lindungan,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai analisis gerombol, dengan judul
Penggerombolan Kota/Kabupaten di Indonesia Berdasarkan Enam Indikator Zona
Biaya Hak Pengguna Frekuensi Radio dengan Metode Partial Distance Strategy.
Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan, saran, dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Ibu Dr Ir Erfiani, MSi selaku ketua komisi pembimbing atas topik, saran dan
bimbingan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
2. Pak Budi Susetyo, MS selaku anggota komisi pembimbing atas saran yang
banyak membantu dalam penelitian yang penulis lakukan.
3. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya
yang selalu tercurah untuk penulis.
4. Ibu Arifah dan Ibu Tantri yang memberi kemudahan dalam proses
pengumpulan data KemKomInfo.
5. Teman-teman Statistika 49 atas diskusi-diskusi selama penyelesaian karya
ilmiah ini.
6. Staf Tata Usaha Departemen Statistika atas bantuannya dalam kelancaran
administrasi.
Besar harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016
Lucky Abdurahman
v
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Biaya Hak Pengguna (BHP) Frekuensi Radio 2
Penggerombolan Data Tidak Lengkap 3
Partial Distance Strategy (PDS) 4
Indeks Davies Bouldin (IDB) 5
METODOLOGI 6
Data 6
Metode 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Deskripsi Data 9
Penggerombolan dengan Metode PDS 10
Hasil Penggerombolan Dengan Metode PDS 11
Ilustrasi Perhitungan IDB 11
Nilai IDB 12
Jumlah Gerombol Sebanyak Lima 13
Jumlah Gerombol Sebanyak Enam 15
Perbandingan Jumlah Gerombol Sebanyak Lima dan Jumlah Gerombol
Sebanyak Enam 17
SIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 21
RIWAYAT HIDUP 37
vi
DAFTAR TABEL
1 Daftar peubah dalam penentuan zona BHP frekuensi radio 6
2 Banyaknya data tidak lengkap pada setiap peubah 9
3 Nilai korelasi pearson antar peubah X7 dengan peubah lainnya untuk
data pembentukan zona BHP frekuensi radio tahun 2012 9
4 Analisis eksploratif enam peubah yang digunakan dalam
penggerombolan 10
5 Banyaknya anggota setiap gerombol pada masing-masing percobaan
jumlah gerombol 11
6 Nilai centroid setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak dua 11
7 Nilai IDB pada masing-masing jumlah gerombol 12
8 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada
jumlah gerombol sebanyak lima 13
9 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima 14
10 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak
lima 14
11 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada
jumlah gerombol sebanyak enam 15
12 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam 16
13 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak
lima 16
14 Peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah gerombol sebanyak
lima dan jumlah gerombol sebanyak enam 17
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian 8
2 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima 13
3 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia menjadi lima gerombol
dan enam gerombol 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas dan mempunyai
nilai strategis serta ekonomis dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Manfaat
yang didapat dalam penggunaan frekuensi radio dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari seperti penggunaan siaran radio, televisi, telepon seluler, dan lainnya.
Penggunaan frekuensi radio harus dilakukan secara efektif dan optimal guna
mewujudkan penggunaan frekuensi radio yang adil dan merata serta membuka
peluang usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKomInfo) RI,
pemerintah mengatur setiap hal dalam penggunaan frekuensi radio di Indonesia.
Salah satu bentuk regulasi dalam penggunaan frekuensi radio adalah biaya hak
pengguna (BHP) frekuensi radio. BHP merupakan sumber pendapatan yang
diperoleh dari pengguna frekuensi radio. Penetapan BHP tertuang pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2005 tentang tarif atas jenis
pendapatan negara bebas pajak (PNBP) yang berlaku pada KemKomInfo. Peraturan
tersebut mencakup rumusan perhitungan BHP. Salah satu indikator dalam rumusan
tersebut adalah zona. Zona berpengaruh terhadap penetapan harga dalam rumusan
BHP. Setiap zona mempunyai harga BHP yang berbeda. Tingkatan zona
mencerminkan keadaan minat pasar layanan pita frekuensi suatu wilayah. Zona ini
terbagi menjadi lima. Semakin tinggi zona, maka semakin besar BHP dan
sebaliknya.
Pesatnya kemajuan alat telekomunikasi pita frekuensi radio semakin lama
semakin berkembang mengikuti kemajuan perangkat telekomunikasi. Salah satu
kemajuan yang terbaru saat ini adalah adanya layanan jaringan long term evolution
(LTE). Pada peresmian layanan jaringan LTE akhir tahun 2014 oleh KemKomInfo
banyak penyelenggara operator tertarik melakukan investasi layanan jaringan LTE.
Salah satu acuan dalam investasi layanan pita frekuensi adalah menentukan daerah
yang memiliki tingkat minat pasar layanan frekuensi yang tinggi. Minat pasar
layanan frekuensi dapat dilihat dari zona BHP. Pada proses menganalisis data dan
penentuan zona investasi layanan pita frekuensi oleh penyelenggara operator, masih
terdapat beberapa hal yang belum bisa menggambarkan minat pasar secara objektif.
Salah satunya ialah kondisi data yang tidak lengkap. Oleh sebab itu, diperlukan
kajian lebih lanjut dalam menentukan daerah yang memiliki minat pasar tertinggi
sampai terendah agar penyelenggara operator dapat menentukan daerah yang tepat
untuk investasi layanan pita frekuensi.
Pada penelitian ini digunakan suatu metode untuk menemukan pola, model,
dan nilai yang berharga dari data set yang besar, atau sering disebut data mining
(Larose 2006). Salah satu metode dalam data mining yang dapat digunakan adalah
metode clustering (penggerombolan). Prinsip dari penggerombolan adalah
mengelompokkan objek berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu ke dalam
gerombol-gerombol, sehingga objek-objek memiliki homogenitas yang tinggi di
dalam gerombolnya dan mempunyai heteroginitas yang tinggi antar gerombol.
Clustering juga dikenal sebagai unsupervised learning yang membagi data menjadi
2
gerombol-gerombol atau clusters berdasarkan suatu kemiripan atribut-atribut di
antara data tersebut.
Pada dasarnya masih banyak faktor-faktor dalam penentuan zona BHP,
seperti kondisi spasial, kondisi politik Negara Indonesia, kebijakan pemerintah, dan
lain-lain. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya menggerombolkan kota/kabupaten di
Indonesia berdasarkan kajian ilmu statistik. Penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan dari Lafery (2015) dengan topik penggerombolan kota/kabupaten di
Indonesia berdasarkan indikator biaya hak pengguna frekuensi radio. Pada
penelitian sebelumnya, metode yang digunakan ialah k-means dengan tahap
preprocessing berupa penghapusan observasi dengan kondisi data tidak lengkap.
Akibat dari tahap preprocessing tersebut ialah berkurangnya informasi yang
terdapat dalam data. Faktanya dalam kondisi zaman sekarang daerah-daerah di
Indonesia sudah mengalami pemekaran hingga mencapai 514 kota/kabupaten dan
KemKomInfo RI juga akan membuat perencanaan dalam pembentukan zona-zona
minat pasar kembali dengan data yang lebih terbaru. Oleh sebab itu, dibutuhkan
analisis agar tidak kehilangan informasi dari observasi dengan data yang tidak
lengkap tersebut. Menurut Safitri (2015) pada penelitiannya menunjukkan bahwa
metode partial distance strategy (PDS) lebih menampilkan akurasi yang tinggi
untuk digunakan dalam menggerombolkan data tidak lengkap. Berdasarkan
pertimbangan tersebut metode partial distance strategy dapat diterapkan pada
penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah menggerombolkan dan menentukan jumlah
gerombol optimal serta menentukan gerombol dengan karakteristik yang memenuhi
zona BHP tertinggi hingga terendah dari kota/kabupaten di Indonesia dengan
menggunakan metode partial distance strategy.
TINJAUAN PUSTAKA
Biaya Hak Pengguna (BHP) Frekuensi Radio
Biaya hak pengguna spektrum frekuensi radio atau lebih dikenal dengan BHP
frekuensi radio merupakan sebuah kompensasi atas pemanfaatan frekuensi sesuai
dengan izin yang diterima. BHP frekuensi radio merupakan sarana pengawasan dan
pengendalian dalam upaya pembinaan sektor telekomunikasi agar frekuensi radio
sebagai sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Setiap
pemanfaatan spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan
frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi. Menurut background paper dari International Telecommunication Union
(ITU) menyatakan bahwa hasil pungutan spektrum harus dialokasikan untuk
kepentingan pengguna frekuensi. Selain itu, ITU menyebutkan bahwa pungutan
atas frekuensi tidak bertujuan mengoptimalkan penerimaan pemerintah, melainkan
untuk mengganti biaya pengelolaan spektrum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
pengaturan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai bagian dari sarana
telekomunikasi agar dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
3
Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan frekuensi maka frekuensi perlu diatur
keberadaannya dalam bentuk regulasi.
Salah satu regulasi terkait frekuensi tertuang pada Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2000 yang berisi bahwa BHP spektrum frekuensi radio ditetapkan
dengan memperhatikan komponen-komponen jenis frekuensi radio, lebar pita atau
kanal frekuensi radio, luas cakupan, lokasi, dan minat pasar (zona). BHP spektrum
frekuensi radio mulai dikenakan pada saat izin stasiun radio diterbitkan, dan
dibayarkan di awal pada setiap tahunnya.
Ketentuan BHP frekuensi radio yang memasukkan faktor minat pasar dalam
penentuan besaran BHP frekuensi radio mencerminkan fungsi pengendalian dan
pengawasan yang dilakukan oleh KemKomInfo. Ketentuan tersebut didasari oleh
pemanfaatan frekuensi radio yang akan bergantung kepada minat pasar terhadap
layanan yang diselenggarakan pada pita frekuensi. Jika minat pasar atas layanan
pita frekuensi naik, maka BHP frekuensi radio naik. Sebaliknya, jika minat pasar
terhadap layanan pita frekuensi turun, maka BHP frekuensi radio turun. Pembagian
wilayah berdasarkan minat pasar tersebut disebut zona. Zona dibentuk agar
mempermudah dalam penentuan harga yang adil. Jumlah zona dalam rumusan BHP
adalah lima zona. Banyaknya zona berasal dari keputusan pemerintah. Perhitungan
pembagian batas zona menggunakan metode normalized zoning index (NZI)
dengan peubah terpublikasi yang digunakan, yaitu produk domestik regional bruto,
kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja, persentase pertumbuhan ekonomi,
pendapatan BHP, indeks harga konsumen, dan jumlah base transceiver station
(BTS). Rumusan lebih detail dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7
tahun 2009.
Penggerombolan Data Tidak Lengkap
Penggerombolan merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk
membagi kumpulan data menjadi beberapa kelompok, sehingga objek-objek yang
memiliki tingkat kesamaan yang tinggi satu sama lainnya akan berada dalam satu
kelompok yang sama serta akan memiliki tingkat perbedaan yang tinggi dengan
kelompok yang lainnya. Setiap kelompok yang terbentuk disebut gerombol. Metode
penggerombolan yang sering digunakan hanya dapat digunakan untuk gugus data
lengkap tetapi tidak dapat menangani data yang tidak lengkap.
Penggerombolan data tidak lengkap merupakan suatu teknik
mengelompokkan data dengan nilai peubah yang tidak lengkap. Penanganan
penggerombolan data tidak lengkap dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
preprocessing dan penerapan algoritma khusus. Preprocessing adalah suatu proses
yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah data tidak lengkap dengan
menerapkan hasilnya pada metode data lengkap yang umum digunakan (GrzymaΕ‚a
dan Hu 2001). Ada dua teknik yang dapat dilakukan dalam preprocessing,
diantaranya: teknik marjinalisasi (penghapusan) data yang tidak lengkap dan teknik
imputasi. Wagstaff dan Laidler (2005) menjelaskan bahwa pendekatan
preprocessing yang sering digunakan ialah metode marjinalisasi dan metode
imputasi dengan alasan mudah dan sederhana.
Metode marjinalisasi merupakan teknik yang paling sederhana untuk
dijadikan solusi yang dilakukan dalam menangani penggerombolan data tidak
lengkap. Ada dua kemungkinan yang dilakukan dengan metode marjinalisasi, yaitu
4
dengan menghapus objek yang tidak lengkap dari kumpulan data dan menghapus
peubah tidak lengkap. Sementara itu perlu diperhatikan bahwa marjinalisasi dapat
menyebabkan berkurangnya informasi yang didapat dari data set tersebut.
Metode imputasi dilakukan untuk menduga nilai data yang tidak lengkap
dalam penggerombolan dengan berbagai teknik, seperti imputasi dengan nilai
konstan, angka nol, nilai acak, nilai median, nilai rata-rata dan lainnya. Menurut
Troyanskaya et al. (2001) dalam penelitianya menyimpulkan bahwa data tidak
lengkap yang diperhitungkan dengan metode imputasi tidak teruji kehandalannya
dan menghasilkan informasi yang tidak akurat.
Algoritma khusus dilakukan untuk menutupi kekurangan dari metode
marjinalisasi dan metode imputasi. Menurut Matyja dan SimiΕ„ski (2014)
menyatakan bahwa salah satu penggerombolan data menggunakan algoritma
khusus dalam menanggulangi data tidak lengkap yang murni tanpa imputasi
maupun marjinalisasi ialah metode partial distance strategy (PDS). Metode PDS
mengadopsi tahapan dari algoritma k-means untuk data lengkap. Penggerombolan
dengan metode PDS untuk data tidak lengkap dilakukan dengan memaksimalkan
kemiripan data dalam satu gerombol dan meminimalkan kemiripan data antar
gerombol.
Partial Distance Strategy (PDS)
Metode PDS merupakan suatu algoritma pengelompokan untuk data tidak
lengkap dengan menghitung jarak objek ke pusat gerombol berdasarkan data yang
ada (Matyja dan SimiΕ„ski 2014). Tahapan awal pada proses penggerombolan data
dengan menggunakan metode PDS ialah membentuk titik awal pusat gerombol.
Pembentukan awal pusat gerombol umumnya dibangkitkan secara acak. Jumlah
pusat gerombol yang dibangkitkan sesuai dengan jumlah gerombol yang ditentukan
pada awal proses. Besar jarak yang digunakan dimodifikasi oleh banyaknya
dimensi. Berikut algoritma metode PDS :
1. Menentukan pusat gerombol pada jumlah gerombol sebanyak-c.
2. Menghitung jarak dari suatu objek ke-k ke pusat gerombol ke-c dengan metode
PDS menggunakan formula sebagai berikut:
οƒ₯
οƒ₯
ο€½
ο€½
ο€­
ο€½ D
d
kd
D
d
kdcdkd
ck
I
IcxD
t
1
1
2
)(
οƒ₯
οƒ₯
ο€½
ο€½
ο€½ K
k
kdck
K
k
kdkdck
cd
Iu
Ixu
c
1
2
1
2
)(
)(
Keterangan :
𝐼 π‘˜π‘‘ = {
1, jika peubah ke βˆ’ 𝑑 ada pada objek ke βˆ’ π‘˜
0, selainnya
ckt = jarak objek ke-k terhadap gerombol ke-c
D = banyaknya dimensi peubah
1, jika peubah ke-d ada pada objek ke-k
0, selainnya
5
kdx = nilai objek ke-k pada peubah ke-d
cdc = pusat gerombol ke-c berdasarkan peubah ke-d
cku = nilai keanggotan objek ke-k terhadap gerombol ke-c
3. Mengalokasikan objek ke dalam suatu gerombol berdasarkan jarak paling
minimal dari suatu objek terhadap setiap pusat gerombol yang terbentuk.
4. Ulangi langkah 1 hingga 3 dan berhenti sampai  4)1()(
,
10||max
ο€­ο€­
ο‚£ο€­ r
cd
r
cd
dc
cc ,
dengan r merupakan banyaknya iterasi.
Indeks Davies Bouldin (IDB)
Indeks Davies Bouldin (IDB) digunakan untuk menentukan jumlah gerombol
yang optimal pada analisis gerombol untuk data lengkap. Pengukuran IDB
memaksimalkan jarak antar gerombol 𝐢𝑖 dan 𝐢𝑗 dan pada waktu yang sama
mencoba untuk meminimalkan jarak antar titik dalam gerombol. Jika jarak antar
gerombol maksimal maka ragam antar gerombol akan tinggi, sehingga perbedaan
antar gerombol terlihat jelas. Jika jarak dalam gerombol minimal maka ragam objek
dalam gerombol kecil, sehingga objek dalam setiap gerombol memiliki
karakteristik yang sama. Langkah-langkah perhitungan IDB sebagai berikut:
1. Menggerombolkan dengan metode penggerombolan yang digunakan untuk
beberapa percobaan jumlah gerombol.
2. Menghitung rata-rata jarak Sc( 𝑄 π‘˜ ) dalam gerombol 𝑄 π‘˜ pada setiap jumlah
gerombol dengan rumus sebagai berikut :
𝑆𝑐(𝑄 π‘˜) =
βˆ‘ ‖𝑂𝑖 βˆ’ 𝐢 π‘˜β€–π‘–
π‘π‘˜
dengan 𝑂𝑖 adalah vektor objek amatan dalam gerombol 𝑄 π‘˜, π‘π‘˜adalah banyak
observasi dalam gerombol 𝑄 π‘˜, dan 𝐢 π‘˜adalah vektor centroid dari gerombol 𝑄 π‘˜.
3. Menghitung jarak antar centroid gerombol pada setiap jumlah gerombol dengan
rumus sebagai berikut :
𝑑 π‘˜π‘™(𝑄 π‘˜, 𝑄𝑙) = ‖𝐢 π‘˜ βˆ’ 𝐢𝑙‖
dengan 𝐢 π‘˜ dan 𝐢𝑙 adalah vektor centroid gerombol ke-k dan gerombol ke-l.
4. Menghitung IDB setiap jumlah gerombol dengan menggunakan rumus :
IDBnc =
1
𝑛𝑐
βˆ‘ max
π‘—β‰ π‘˜
{
𝑠𝑐(𝑄 π‘˜) + 𝑠𝑐(𝑄𝑗)
𝑑 π‘˜π‘—(𝑄 π‘˜, 𝑄𝑗)
}
𝑛𝑐
π‘˜=1
dengan nc adalah jumlah gerombol.
5. Memilih jumlah gerombol berdasarkan nilai IDB yang minimal.
Skema gerombol yang optimal menurut IDB ialah yang memiliki nilai IDB yang
minimal (Yatkiv dan Gusarova 2004).
6
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang
berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Badan Pusat Statistik
tahun 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh kota/kabupaten di Indonesia
sebanyak 514 daerah pada tahun 2014 dengan menggunakan peubah-peubah
berdasarkan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Peubah yang
menjadi atribut amatan merupakan peubah numerik. Peubah yang digunakan
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Daftar peubah dalam penentuan zona BHP frekuensi radio
Peubah Keterangan
X1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2014 (Miliar Rupiah)
X2 Kepadatan Penduduk 2014 (Jiwa / Km2
)
X3 Jumlah Angkatan Kerja 2014 (Ribuan Jiwa)
X4 Persentase Pertumbuhan Ekonomi 2014 (%)
X5 Pendapatan BHP 2014 (Juta Rupiah)
X6 Jumlah Base Transceiver Station (BTS) 2014 (Unit)
X7 Indeks Harga Konsumen 2014
Metode
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan eksplorasi data dan melakukan standardisasi data.
2. Menentukan banyaknya gerombol dengan jumlah gerombol (antara jumlah
gerombol sebanyak dua hingga sembilan)
3. Menggerombolkan kota dan kabupaten menggunakan metode PDS dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Membuat keanggotaan awal dari jumlah gerombol sebanyak-c secara acak;
b) Menghitung c titik pusat gerombol (centroid) awal dengan menghitung nilai
rata-rata peubah pada masing-masing gerombol;
c) Menghitung jarak setiap observasi ke masing-masing pusat gerombol;
d) Memilih gerombol yang terdekat untuk setiap observasi;
e) Menghitung c titik pusat gerombol (centroid) baru dengan algoritma
perhitungan centroid pada metode PDS dari data yang terletak pada
gerombol yang sama;
f) Menghitung jarak setiap observasi ke masing-masing pusat gerombol baru;
g) Memilih gerombol yang terdekat untuk setiap observasi;
h) Kembali ke langkah e jika posisi observasi pada gerombol baru dengan
gerombol lama tidak sama.
4. Mengganti nilai data tidak lengkap pada setiap jumlah gerombol dengan centroid
masing-masing gerombol berdasarkan peubahnya untuk setiap jumlah gerombol.
Penggantian nilai tersebut bertujuan agar dapat menggunakan algoritma
penentuan optimasi gerombol, karena keterbatasan informasi dan literatur untuk
7
algoritma penentuan jumlah gerombol optimal dengan kondisi data tidak
lengkap.
5. Menghitung nilai IDB dari masing-masing jumlah gerombol dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Menghitung rata-rata jarak dalam gerombol pada jumlah gerombol
sebanyak-c;
b) Menghitung jarak centroid antar gerombol pada jumlah gerombol
sebanyak-c;
c) Menghitung Indeks Davies Bouldin pada jumlah gerombol sebanyak-c;
d) Melakukan langkah a hingga c untuk jumlah gerombol sebanyak dua hingga
sembilan.
e) Memilih jumlah gerombol optimal berdasarkan nilai IDB minimal.
6. Melakukan eksplorasi hasil penggerombolan dengan jumlah gerombol yang
diperoleh dari langkah 5.
7. Interpretasi hasil penggerombolan dan membuat kesimpulan.
Pada penelitian ini menggunakan software R version 3.1.1. Rincian dari
metode ini digambarkan ke dalam diagram alir pada Gambar 1.
8
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Memilih Jumlah Gerombol
Berdasarkan Nilai IDB Minimal
Eksplorasi Hasil Penggerombolan dan
Penentuan Gerombol Paling Optimal
Selesai
Mulai
Data
Eksplorasi Data
Standardisasi
Peubah
Menggerombolkan Data
dengan Metode PDS
Jumlah
Gerombol
Sebanyak 2
Menghitung
Nilai IDB
Jumlah
Gerombol
Sebanyak 3
Menghitung
Nilai IDB
Jumlah
Gerombol
Sebanyak 9
Menghitung
Nilai IDB
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Pada masing-masing peubah yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai banyaknya observasi yang sama, yaitu sebanyak 514 observasi.
Banyaknya data tidak lengkap dari masing-masing peubah yang digunakan dalam
penelitian memiliki persentase yang berbeda-beda. Pada Tabel 2 disajikan
banyaknya data tidak lengkap dan persentase data tidak lengkap pada setiap peubah
untuk data yang digunakan dalam penentuan zona BHP frekuensi radio tahun 2014.
Tabel 2 Banyaknya data tidak lengkap pada setiap peubah
Peubah
Data tidak
lengkap
Persentase data
tidak lengkap (%)
X1 0 0.00
X2 5 0.97
X3 33 6.42
X4 3 0.58
X5 35 6.81
X6 35 6.81
X7 432 84.05
Menurut Safitri (2015) dalam tesisnya menjelaskan bahwa semakin besar
persentase data tidak lengkap maka dapat menurunkan ketepatan hasil
penggerombolan pada metode PDS, sehingga pada penggunaan peubah X7 (432
data tidak lengkap) dapat menurunkan ketepatan hasil penggerombolan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, akan dilihat korelasi pearson antara peubah X7
terhadap peubah lainnya untuk data lengkap pada pembentukan zona BHP
frekuensi radio tahun 2012. Hal tersebut bertujuan untuk melihat peubah-peubah
lain yang dapat mengakomodir peubah X7. Bila peubah X7 pada data tahun 2012
dapat diakomodir oleh sebagian besar peubah lainnya, maka peubah X7 pada data
penelitian ini tidak digunakan untuk penggerombolan. Pada Tabel 3 disajikan nilai
korelasi pearson antara peubah X7 terhadap peubah lainnya yang digunakan Lafery
(2015) dalam pembentukan zona BHP frekuensi radio untuk data tahun 2012.
Tabel 3 Nilai korelasi pearson antar peubah X7 dengan peubah lainnya untuk data
pembentukan zona BHP frekuensi radio tahun 2012
Peubah X1 X2 X3 X4 X5 X6
X7
R -0.464 -0.378 -0.618 0.037 -0.514 -0.522
p-value 0 0 0 0.422 0 0
Berdasarkan Tabel 3, nilai korelasi peubah X7 mempunyai p-value yang lebih
rendah dari taraf nyata sebesar 0.05 saat dihubungkan dengan sebagian besar
peubah lainnya (X1, X2, X3, X5, dan X6). Hal tersebut menunjukkan bahwa
peubah X7 mempunyai korelasi yang signifikan pada taraf nyata 0.05 untuk
sebagian besar peubah yang digunakan, sehingga dapat dikatakan bahwa peubah
X7 dapat diakomodir oleh sebagian besar peubah lainnya. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, pada penelitian ini tidak mengikut sertakan peubah indeks
10
harga konsumen dalam proses penggerombolan. Pada Tabel 4 disajikan nilai rataan,
nilai maksimal, dan nilai minimal untuk enam peubah yang digunakan dalam
penggerombolan.
Tabel 4 Analisis eksploratif enam peubah yang digunakan dalam penggerombolan
Peubah Mean Max Min
X1 20,816.07 428,655.83 133.86
X2 1,045.30 18,915.04 0.32
X3 227.36 2,315.18 0.48
X4 0.06 0.16 -0.10
X5 82.42 1,378.56 0.00
X6 230.25 3,467.00 1.00
Berdasarkan Tabel 4, nilai tertinggi peubah X1 berasal dari Kota Administrasi
Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut disebabkan oleh Provinsi DKI
Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat perekonomian di Indonesia. Sementara
itu, untuk nilai peubah X1 terendah berasal dari Kabupaten Pegunungan Arfak,
Provinsi Papua Barat. Beberapa kemungkinan penyebab hal tersebut ialah kurang
meratanya sumber mata pencaharian, pendidikan, sarana komunikasi dan teknologi
di tiga daerah waktu di Indonesia. Nilai tertinggi peubah X2 berasal dari Kota
Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Salah satu penyebab hal tersebut
ialah tingginya angka Urbanisasi atau tingginya jumlah pendatang dari luar daerah
Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk mencari pekerjaan di ibu kota negara
Indonesia (BPS 2014). Sementara itu, nilai peubah X2 terendah berasal dari
Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Nilai tertinggi peubah X3 berasal dari
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan nilai terendahnya berasal dari
Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. Nilai peubah X4 tertinggi berasal dari
Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat dan yang terendah berasal dari
Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Rataan pada peubah X4
bernilai positif, sehingga dapat dikatakan pertumbuhan ekononomi di Indonesia
cukup baik. Nilai tertinggi peubah X5 berasal dari Kota Surabaya, Provinsi Jawa
Timur. Salah satu penyebab hal tersebut ialah investor-investor lebih banyak
menginvestasikan usahanya di daerah tersebut karena minat pasar yang cukup
tinggi. Sementara itu nilai terendahnya berasal dari Kabupaten Puncak Jaya,
Provinsi Papua. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh Provinsi Papua yang
menempati salah satu tingat angka buta huruf tertinggi di Indonesia (BPS 2014),
sehingga memungkinkan investor-investor kurang berminat dalam
menginvestasikan usahanya. Nilai tertinggi peubah X6 berasal dari Kota
Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta dan nilai terendahnya berasal
dari Kabupaten Paniai, Provinsi Papua.
Penggerombolan dengan Metode PDS
Pada bagian ini akan disajikan mengenai hasil penggerombolan dengan
metode PDS untuk setiap jumlah gerombol, ilustrasi perhitungan nilai IDB, nilai
IDB dari masing-masing jumlah gerombol, dan uraian jumlah gerombol yang
dipilih sebagai alternatif jumlah gerombol optimal dalam penentuan zona-zona atau
minat pasar pada penentuan BHP frekuensi radio di Indonesia.
11
Hasil Penggerombolan Dengan Metode PDS
Pada Tabel 5 akan disajikan jumlah anggota setiap gerombol pada jumlah
gerombol sebanyak dua hingga sembilan dari hasil penggerombolan dengan metode
PDS. Berdasarkan Tabel 5, pada masing-masing jumlah gerombol terdapat satu
gerombol dengan anggota terbanyak, contohnya ialah pada jumlah gerombol
sebanyak dua, jumlah anggota terbanyak berasal dari gerombol dua (494 anggota)
dan pada jumlah gerombol enam, jumlah anggota terbanyak berasal dari gerombol
lima (268 anggota).
Tabel 5 Banyaknya anggota setiap gerombol pada masing-masing percobaan
jumlah gerombol
Gerombol
Jumlah Gerombol
II III IV V VI VII VIII IX
1 20 110 42 26 25 19 19 19
2 494 16 16 13 76 82 78 76
3 388 91 70 16 12 11 6
4 365 300 27 19 16 11
5 105 268 146 26 31
6 102 61 134 121
7 175 51 26
8 179 51
9 173
Ilustrasi Perhitungan IDB
Ilutrasi perhitungan nilai IDB berikut ini menggunakan jumlah gerombol
terkecil, yaitu jumlah gerombol sebanyak dua. Ada lima tahapan perhitungan nilai
IDB. Tahap pertama ialah menggerombolkan data menggunakan metode PDS
dengan peubah yang telah distandardisasi pada jumlah gerombol sebanyak dua
hingga mendapatkan centroid dari masing-masing gerombol yang sudah konstan
yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai centroid setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak dua
Centroid
Peubah
Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
C1 3.704229 3.074991 3.138548 0.219299 3.462973 4.097191
C2 -0.14997 -0.12577 -0.13616 -0.00893 -0.15089 -0.17853
Tahap kedua ialah mengganti setiap data tidak lengkap pada masing-masing
gerombol dengan nilai centroid gerombolnya berdasarkan peubahnya. Hal tersebut
bertujuan untuk dapat menggunakan algoritma penentuan optimasi gerombol,
karena keterbatasan informasi dan literatur untuk algoritma penentuan jumlah
gerombol optimal dengan kondisi data tidak lengkap.
Tahap ketiga ialah mencari jarak rata-rata Sc(𝑄 π‘˜) dalam gerombol 𝑄 π‘˜. Hasil
perhiutngan jarak rata-rata yaitu :
Sc(𝑄1) = 4.283699
Sc(𝑄2) = 1.293844
12
Setelah mendapatkan jarak rata-rata dalam gerombol, tahap keempat ialah
menghitung jarak antar centroid gerombol. Hasil perhitungan sebagai berikut:
𝑑1,2 = 8.198615
Tahap terakhir yaitu menghitung IDB dan memilih nilai yang minimal
sebagai acuan untuk gerombol yang optimal. Hasil perhitungan IDB sebagai
berikut :
𝑠𝑐(𝑄1)+𝑠𝑐(𝑄2)
𝑑1,2(𝑄1,𝑄2)
= 0.6803031, max= 0.6803031
𝑠𝑐(𝑄2)+𝑠𝑐(𝑄1)
𝑑2,1(𝑄2,𝑄1)
= 0.6803031, max= 0.6803031
IDB 𝑛𝑐=(0.6803031+0.6803031)/2= 0.6803031
Nilai IDB
Pada penelitian ini, jumlah gerombol sebanyak dua hingga jumlah gerombol
sebanyak sembilan ditentukan sebagai jumlah gerombol yang dibuat dalam
penggerombolan. Jumlah gerombol yang optimal adalah yang memiliki nilai IDB
terkecil. Hasil dari perhitungan nilai IDB terkecil hingga terbesar disajikan pada
Tabel 7.
Tabel 7 Nilai IDB pada masing-masing jumlah gerombol
Berdasarkan Tabel 7, jumlah gerombol optimal ialah jumlah gerombol
sebanyak dua dengan nilai IDB yang sangat kecil dibandingkan dengan nilai IDB
untuk jumlah gerombol yang lainnya. Penggerombolan 514 kota/kabupaten di
Indonesia ke dalam jumlah gerombol sebanyak dua kurang bisa menggambarkan
kondisi di setiap kota/kabupaten di Indonesia. Pada penelitian Lafery (2015) yang
menggunakan data tahun 2012 menghasilkan jumlah gerombol optimal sebanyak
empat dengan nilai IDB sebesar 0.705. Pada data tahun 2014 yang digunakan dalam
penelitian ini, jumlah gerombol sebanyak empat tidak sesuai bila dilihat dari nilai
IDB pada jumlah gerombol tersebut yang menduduki peringkat ke enam
berdasarkan nilai IDB mulai dari nilai terkecil hingga terbesar. Jumlah gerombol
dengan nilai IDB terkecil kedua dan ketiga berturut-turut ialah jumlah gerombol
sebanyak enam dan lima. Jumlah gerombol sebanyak enam dan lima terlihat lebih
ideal untuk menggerombolkan 514 kota/kabupaten di Indonesia. Nilai IDB dari
kedua jumlah gerombol tersebut termasuk ke dalam tiga nilai IDB terkecil dari
penelitian ini, serta selisih nilai IDB dari kedua jumlah gerombol tersebut tidak jauh
Nilai IDB Jumlah gerombol
0.6803 2
0.93094 6
0.98952 5
1.01751 8
1.02205 9
1.05401 4
1.18429 3
1.22613 7
13
berbeda. Oleh sebab itu, jumlah gerombol sebanyak lima dan enam akan di uraikan
lebih rinci sebagai alternatif penentuan jumlah gerombol optimal.
Jumlah Gerombol Sebanyak Lima
Dari 514 observasi yang digunakan dalam penelitian, terdapat 49
kota/kabupaten dengan data yang tidak lengkap. Pada Tabel 8 disajikan banyaknya
anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol
sebanyak lima.
Tabel 8 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada
jumlah gerombol sebanyak lima
Gerombol N
Banyaknya observasi
tidak lengkap
Rasio banyaknya observasi
tidak lengkap terhadap
banyaknya anggota
1 26 2 0.076
2 13 0 0.000
3 70 0 0.000
4 300 21 0.070
5 105 26 0.247
Jumlah 514 49
Nama-nama daerah di setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak lima
dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 8, rasio banyaknya observasi
tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol lima menempati posisi
pertama tertinggi. Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya
anggota pada gerombol empat menempati posisi ketiga tertinggi. Pada Gambar 2
disajikan peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima dari hasil
penggerombolan dengan metode PDS. Hasil penggerombolan sebanyak lima
gerombol dengan metode PDS memiliki karakteristik yang dapat dilihat
berdasarkan nilai rataan peubah yang tersaji pada Tabel 9, banyaknya observasi
tidak lengkap setiap gerombol yang tersaji pada Tabel 8, dan peringkat nilai rataan
setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima dari nilai rataan tertinggi
(peringkat satu) hingga nilai rataan terendah (peringkat lima) yang tersaji pada
Tabel 10.
Gambar 2 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima
14
Tabel 9 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima
Tabel 10 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak
lima
Peubah
Gerombol
1 2 3 4 5
X1 3 1 2 4 5
X2 4 1 2 3 5
X3 5 1 2 3 4
X4 5 2 3 4 1
X5 4 1 2 3 5
X6 3 1 2 4 5
Tabel 10 merupakan ringkasan tampilan dari Tabel 9. Pada penentuan zona
dalam penelitian ini menggunakan nilai rataan dari peringkat nilai rataan setiap
peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima. Berdasarkan Tabel 10, dapat
ditentukan bahwa zona satu ditempati oleh anggota dari gerombol dua dengan
sebagian besar peubahnya menempati posisi pertama dibandingkan gerombol
lainnya. Daerah yang menempati gerombol dua berasal dari kota-kota besar di
Indonesia. Zona dua ditempati oleh anggota dari gerombol tiga dengan sebagian
besar peubahnya menempati posisi kedua dibandingkan gerombol lainnya.
Sebagian besar daerah yang menempati gerombol tiga berasal dari daerah di Pulau
Jawa. Zona tiga ditempati oleh anggota dari gerombol empat dengan peubahnya
menempati posisi ketiga dan keempat dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang
menempati gerombol empat berasal dari sebagian besar kota/kabupaten di
Indonesia. Zona empat ditempati oleh anggota dari gerombol satu dengan
peubahnya menempati posisi ketiga dan keempat dibandingkan gerombol lainnya.
Daerah yang menempati gerombol satu berasal dari kota/kabupaten yang tersebar
di beberapa provinsi di Indonesia. Zona lima ditempati oleh anggota dari gerombol
lima dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kelima dibandingkan
gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol lima berasal dari sebagian
besar kota/kabupaten di wilayah tengah dan timur Indonesia.
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa sebagian besar kota/kabupaten di
Indonesia termasuk ke dalam zona tiga (gerombol empat). Karakteristik dari zona
tiga yang ditunjukkan oleh Tabel 10 ialah memiliki nilai rataan peubah-peubah
yang sebagian besar menempati peringkat ketiga dan keempat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi minat pasar di Indonesia masih
Peubah
Gerombol Rataan
seluruh
data1 2 3 4 5
X1 28,250.04 234,329.40 44,368.88 10,293.73 6,902.23 20,816.07
X2 292.07 11,696.29 2,358.13 600.68 271.62 1,045.30
X3 96.69 1,119.99 612.30 143.18 97.47 227.36
X4 -0.01 0.06 0.06 0.05 0.08 0.06
X5 34.66 778.63 211.72 38.00 33.03 82.42
X6 102.96 2,483.54 624.27 87.58 78.06 230.25
15
tergolong menengah ke bawah. Pada nilai rata-rata kepadatan penduduk, jumlah
angkatan kerja, dan pendapatan BHP menempati peringkat ketiga dibandingkan
dengan nilai rata-rata kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja, dan pendapatan
BHP pada gerombol lainnya. Pada nilai rata-rata PDRB, persentase pertumbuhan
ekonomi, dan jumlah base tranceiver station yang menempati peringkat keempat
dibandingkan dengan nilai rata-rata PDRB, persentase pertumbuhan ekonomi, dan
jumlah base tranceiver station pada gerombol lainnya.
Jumlah Gerombol Sebanyak Enam
Dari 514 observasi yang digunakan dalam penelitian, terdapat 49
kota/kabupaten dengan data yang tidak lengkap. Pada Tabel 11 disajikan banyaknya
anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol
sebanyak enam.
Tabel 11 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada
jumlah gerombol sebanyak enam
Gerombol N
Banyaknya observasi
tidak lengkap
Rasio banyaknya observasi
tidak lengkap terhadap
banyaknya anggota
1 25 2 0.080
2 76 0 0.000
3 16 0 0.000
4 27 0 0.000
5 268 21 0.078
6 102 26 0.255
Jumlah 514 49
Nama-nama daerah di setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak enam
dapat dilihat pada Lampiran 1.Berdasarkan Tabel 11, rasio banyaknya observasi
tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol enam menempati posisi
pertama tertinggi. Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya
anggota pada gerombol lima menempati posisi ketiga tertinggi.Pada Gambar 3
disajikan peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam dari hasil
penggerombolan dengan metode PDS. Hasil penggerombolan sebanyak enam
gerombol dengan metode PDS memiliki karakteristik yang dapat dilihat
berdasarkan nilai rataan peubah yang tersaji pada Tabel 12, banyaknya observasi
tidak lengkap setiap gerombol yang tersaji pada Tabel 11, dan peringkat nilai rataan
setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam dari nilai rataan tertinggi
(peringkat satu) hingga nilai rataan terendah (peringkat lima) yang tersaji pada
Tabel 13.
16
Gambar 3 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam
Tabel 12 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam
Peubah
Gerombol Rataan
seluruh data1 2 3 4 5 6
X1 27,354.66 40,217.74 206,533.27 20,217.72 9,005.57 6,815.09 20,816.07
X2 282.07 1,049.23 10,619.29 6,885.53 260.25 203.92 1,045.30
X3 84.13 566.41 1,109.44 172.21 133.21 94.86 227.36
X4 -0.01 0.05 0.06 0.06 0.05 0.08 0.06
X5 31.17 192.26 708.06 91.24 29.86 33.29 82.42
X6 98.67 494.59 2,359.50 281.93 73.93 75.61 230.25
Tabel 13 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak
lima
Peubah
Gerombol
1 2 3 4 5 6
X1 3 2 1 4 5 6
X2 4 3 1 2 5 6
X3 6 2 1 3 4 5
X4 6 4 2 3 5 1
X5 5 2 1 3 6 4
X6 4 2 1 3 6 5
Tabel 13 merupakan ringkasan tampilan dari Tabel 12. Pada penentuan zona
dalam penelitian ini menggunakan nilai rataan dari peringkat nilai rataan setiap
peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam. Berdasarkan Tabel 13, dapat
ditentukan bahwa zona satu ditempati oleh anggota dari gerombol tiga dengan
sebagian besar peubahnya menempati posisi pertama dibandingkan gerombol
lainnya. Daerah yang menempati gerombol tiga berasal dari kota-kota besar di
Indonesia. Zona dua ditempati oleh anggota dari gerombol dua dengan sebagian
besar peubahnya menempati posisi kedua dibandingkan gerombol lainnya.
Sebagian besar daerah yang menempati gerombol dua berasal dari daerah di Pulau
Jawa. Zona tiga ditempati oleh anggota dari gerombol empat dengan sebagian besar
peubahnya menempati posisi ketiga dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian
17
besar daerah yang menempati gerombol empat berasal dari Pulau Jawa. Zona empat
ditempati oleh anggota dari gerombol enam dengan sebagian besar peubahnya
menempati posisi kelima dan keenam dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian
besar daerah yang menempati gerombol enam berasal dari wilayah Indonesia
bagian tengah dan timur. Zona lima ditempati oleh anggota dari gerombol satu
dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi keempat dan keenam
dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol
enam berasal dari wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Zona enam ditempati
oleh anggota dari gerombol enam dengan sebagian besar peubahnya menempati
posisi kelima dan keenam dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah
yang menempati gerombol enam berasal dari wilayah Indonesia bagian tengah dan
timur.
Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar kota/kabupaten di
Indonesia termasuk ke dalam zona yang menempati tiga zona terendah (zona empat,
lima, dan enam). Karakteristik dari tiga zona terendah terlihat hampir sama karena
memiliki nilai rataan peubah-peubah yang sebagian besar menempati peringkat
keempat, kelima, dan keenam. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
kondisi minat pasar di Indonesia masih tergolong rendah.
Perbandingan Jumlah Gerombol Sebanyak Lima dan Jumlah Gerombol
Sebanyak Enam
Pada Tabel 16 disajikan peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah
gerombol sebanyak lima dan jumlah gerombol sebanyak enam. Berdasarkan Tabel
16, dapat dilihat bahwa pada jumlah gerombol sebanyak lima untuk peringkat nilai
rataan setiap peubah cenderung lebih mudah dalam menentukan zona atau minat
pasar tertinggi hingga minat pasar terendah. Berdasarkan hasil penggerombolan
tersebut dapat ditentukan bahwa zona satu berasal dari gerombol dua, zona dua
berasal dari gerombol tiga, zona tiga berasal dari gerombol empat, zona empat
berasal dari gerombol satu, dan zona lima berasal dari gerombol lima.
Tabel 14 Peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah gerombol sebanyak
lima dan jumlah gerombol sebanyak enam
Pada jumlah gerombol sebanyak enam untuk peringkat nilai rataan setiap
peubah, zona atau minat pasar tertinggi hingga terendah sedikit lebih rumit untuk
ditentukan, karena pada tiga zona terendah memiliki karakteristik yang hampir
sama, yaitu memiliki nilai rataan peubah-peubah yang sebagian besar menempati
Peubah
Jumlah
Gerombol
Sebanyak Lima
Peubah
Jumlah Gerombol
Sebanyak Enam
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6
X1 3 1 2 4 5 X1 3 2 1 4 5 6
X2 4 1 2 3 5 X2 4 3 1 2 5 6
X3 5 1 2 3 4 X3 6 2 1 3 4 5
X4 5 2 3 4 1 X4 6 4 2 3 5 1
X5 4 1 2 3 5 X5 5 2 1 3 6 4
X6 3 1 2 4 5 X6 4 2 1 3 6 5
18
peringkat keempat, kelima, dan keenam, serta terlihat bahwa ketiga zona tersebut
dapat menjadi satu zona yang sama dan menyebabkan jumlah gerombol yang
terbentuk sebanyak empat. Sebaliknya pada nilai IDB untuk jumlah gerombol
sebanyak empat menempati tiga posisi nilai IDB tertinggi dan sudah tidak relevan
digunakan sebagai banyaknya zona yang dapat menggambarkan kondisi minat
pasar di Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis memilih jumlah
gerombol sebanyak lima sebagai jumlah gerombol yang paling optimal untuk
ditentukan sebagai zona atau minat pasar penentuan BHP frekuensi radio di
Indonesia.
SIMPULAN
Jumlah gerombol yang paling optimal dari hasil penggerombolan
kota/kabupaten di Indonesia berdasarkan enam indakator penentuan BHP frekuensi
dengan metode partial distance strategy ialah sebanyak lima gerombol.
Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona satu berasal dari anggota gerombol
dua. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona dua berasal dari anggota
gerombol tiga. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona tiga berasal dari
anggota gerombol empat. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona empat
berasal dari anggota gerombol satu. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona
lima berasal dari anggota gerombol lima.
Pada indeks penentuan gerombol optimal, data yang digunakan ialah data
yang lengkap, sehingga dibutuhkan penjabaran lebih lanjut dalam menentukan
jumlah gerombol optimal untuk kasus data tidak lengkap. Pada jumlah gerombol
sebanyak lima dan enam, terdapat suatu kesamaan bahwa sebagian besar daerah di
Indonesia memiliki keadaan minat pasar yang tergolong rendah. Oleh sebab itu,
diperlukan perhatian khusus untuk daerah dengan keadaan minat pasar yang rendah
agar lebih dikembangkan untuk menciptakan keadaan telekomunikasi di Indonesia
yang lebih merata, sehingga dapat menumbuhkan perkembangan di sektor-sektor
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Aceh Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Bali Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Banten Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Bengkulu Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka.
Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. DKI Jakarta Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Gorontalo Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jambi Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Timur Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS.
19
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Timur Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka.
Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kepulauan Riau Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Lampung Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Maluku Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Maluku Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Jakarta:
BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Jakarta:
BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Papua Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Papua Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Riau Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.Sulawesi Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera BaratDalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS.
Garson DG. 2012. Cluster Analysis. Blue Book Series. North Carolina (US): North
Carolina State University.
GrzymaΕ‚a B. J., Hu M. 2001. A Comparison of Several Approaches to Missing Attribute
Values in Data Mining. USA.
International Telecommunications Unions. Background Paper, Radio
Spectrum Management For a Converging World. International
Telecommunication Union. 2004.
[Kominfo] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2005. Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor :19/PER.KOMINFO/10/2005 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Jakarta (ID): Kominfo.
[Kominfo] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2015. Data Statistik.
Jakarta: Kominfo.
Lafery, S. 2015. Penggerombolan Kota/Kabupaten di Indonesia Berdasarkan
Indikator Zona Biaya Hak Pengguna Frekuensi Radio dengan Metode K-
Means [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor.
Larose, Daniel T. 2006. Data Mining Methods and Models .John Willey & Sons,
inc.
Mattjik, Ahmad Ansori & Sumertajaya, I Made. 2011. Sidik Peubah Ganda
dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID): IPB Press.
Matyja A., SimiΕ„ski K. 2014. Comparison of algorithms for clustering incomplete data.
Journal Foundations of Computing and Decision Sciences 39 : 107–127.
20
Pemerintahan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika.
Jakarta (ID). Sekretariat Negara.
Safitri, Winny D. 2015. Kajian Penggerombolan Data Tidak Lengkap Dengan
Algoritma Khusus Tanpa Imputasi [tesis]. Bogor (ID): Departemen Statistika,
Institut Pertanian Bogor.
Troyanskaya O., Cantor M., Sherlock G., Brown P., Hastie T., Tibshirani R., Botstein
D., Altman RB. 2001. Missing value estimation methods for DNA microarrays.
Journal Bioinformatics 17 : 520–525. USA.
Wagstaff K., Laidler V. 2005. Making the most of missing values: Object clustering
with partial data in astronomy. Proceedings of Astronomical Data Analysis
Software and Systems XIV 347: 172–176. California,USA.
Yatkiv, irina. dan Gusarova, Lada. 2004. The Method of Cluster Analysis Result
Validation.Proceedings of International Conference RelStat’04part 1: 75-80.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia menjadi lima gerombol
dan enam gerombol
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Aceh Kab. Aceh Selatan 4 5
Aceh Kab. Aceh Tenggara 4 5
Aceh Kab. Aceh Timur 1 1
Aceh Kab. Aceh Tengah 4 5
Aceh Kab. Aceh Barat 4 5
Aceh Kab. Aceh Besar 4 5
Aceh Kab. Pidie 4 5
Aceh Kab. Aceh Utara 1 1
Aceh Kab. Simeulue 4 5
Aceh Kab. Aceh Singkil 4 5
Aceh Kab. Bireuen 4 5
Aceh Kab. Aceh Barat Daya 1 1
Aceh Kab. Gayo Lues 4 5
Aceh Kab. Aceh Jaya 4 5
Aceh Kab. Nagan Raya 4 5
Aceh Kab. Aceh Tamiang 1 1
Aceh Kab. Bener Meriah 4 5
Aceh Kab. Pidie Jaya 4 5
Aceh Kota Banda Aceh 4 4
Aceh Kota Sabang 4 5
Aceh Kota Lhokseumawe 1 1
Aceh Kota Langsa 4 5
Aceh Kota Subulussalam 4 5
Sumatera Utara Kab. Tapanuli Tengah 4 5
Sumatera Utara Kab. Tapanuli Utara 4 5
Sumatera Utara Kab. Tapanuli Selatan 4 5
Sumatera Utara Kab. Nias 4 5
Sumatera Utara Kab. Langkat 4 2
Sumatera Utara Kab. Karo 4 5
Sumatera Utara Kab. Deli Serdang 3 2
Sumatera Utara Kab. Simalungun 4 5
Sumatera Utara Kab. Asahan 4 5
22
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu 4 5
Sumatera Utara Kab. Dairi 4 5
Sumatera Utara Kab. Toba Samosir 4 5
Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 4 5
Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 4 5
Sumatera Utara Kab. Pakpak Bharat 4 5
Sumatera Utara Kab. Humbang Hasundutan 4 5
Sumatera Utara Kab. Samosir 4 5
Sumatera Utara Kab. Serdang Bedagai 4 5
Sumatera Utara Kab. Batubara 4 5
Sumatera Utara Kab. Padang Lawas Utara 4 5
Sumatera Utara Kab. Padang Lawas 4 5
Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu Selatan 4 5
Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu Utara 4 5
Sumatera Utara Kab. Nias Utara 4 5
Sumatera Utara Kab. Nias Barat 4 5
Sumatera Utara Kota Medan 2 3
Sumatera Utara Kota Pematangsiantar 4 4
Sumatera Utara Kota Sibolga 4 5
Sumatera Utara Kota Tanjungbalai 4 5
Sumatera Utara Kota Binjai 4 4
Sumatera Utara Kota Tebing Tinggi 4 4
Sumatera Utara Kota Padangsidempuan 4 5
Sumatera Utara Kota GunungSitoli 4 5
Sumatera Barat Kab. Pesisir Selatan 4 5
Sumatera Barat Kab. Solok 4 5
Sumatera Barat Kab. Sijunjung 4 5
Sumatera Barat Kab. Tanah Datar 4 5
Sumatera Barat Kab. Padang Pariaman 4 5
Sumatera Barat Kab. Agam 4 5
Sumatera Barat Kab. Lima Puluh Kota 4 5
Sumatera Barat Kab. Pasaman 4 5
Sumatera Barat Kab. Kepulauan Mentawai 4 5
Sumatera Barat Kab. Dharmasraya 4 5
Sumatera Barat Kab. Solok Selatan 4 5
Sumatera Barat Kab. Pasaman Barat 4 5
23
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Sumatera Barat Kota Padang 3 2
Sumatera Barat Kota Solok 4 5
Sumatera Barat Kota Sawahlunto 4 5
Sumatera Barat Kota Padangpanjang 4 5
Sumatera Barat Kota Bukittinggi 4 4
Sumatera Barat Kota Payakumbuh 4 5
Sumatera Barat Kota Pariaman 4 5
Riau Kab. Kampar 4 2
Riau Kab. Indragiri Hulu 4 5
Riau Kab. Bengkalis 1 1
Riau Kab. Indragiri Hilir 4 5
Riau Kab. Pelalawan 4 5
Riau Kab. Rokan Hulu 4 5
Riau Kab. Rokan Hilir 4 5
Riau Kab. Siak 1 1
Riau Kab. Kuantan Singingi 4 5
Riau Kab. Kepulauan Meranti 4 4
Riau Kota Pekanbaru 3 2
Riau Kota Dumai 4 5
Jambi Kab. Kerinci 5 6
Jambi Kab. Merangin 5 6
Jambi Kab. Sarolangun 5 6
Jambi Kab. Batanghari 5 6
Jambi Kab. Muaro Jambi 5 6
Jambi Kab. Tanjung Jabung Barat 4 5
Jambi Kab. Tanjung Jabung Timur 4 5
Jambi Kab. Bungo 4 5
Jambi Kab. Tebo 5 6
Jambi Kota Jambi 4 5
Jambi Kota Sungai Penuh 4 5
Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu 4 5
Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ilir 4 5
Sumatera Selatan Kab. Muara Enim 4 5
Sumatera Selatan Kab. Lahat 4 5
Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 5 6
Sumatera Selatan Kab. Musi Banyuasin 4 5
24
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Sumatera Selatan Kab. Banyuasin 4 2
Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Timur 4 5
Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 4 5
Sumatera Selatan Kab. Ogan Ilir 4 5
Sumatera Selatan Kab. Empat Lawang 4 5
Sumatera Selatan Kab. Penukal Arab Lematang Ilir * 1 1
Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas Utara * 5 6
Sumatera Selatan Kota Palembang 3 2
Sumatera Selatan Kota Pagar Alam 4 5
Sumatera Selatan Kota Lubuklinggau 4 5
Sumatera Selatan Kota Prabumulih 5 6
Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan 4 5
Bengkulu Kab. Rejang Lebong 4 5
Bengkulu Kab. Bengkulu Utara 4 5
Bengkulu Kab. Kaur 4 5
Bengkulu Kab. Seluma 4 5
Bengkulu Kab. Mukomuko 4 5
Bengkulu Kab. Lebong 4 5
Bengkulu Kab. Kepahiang 4 5
Bengkulu Kab. Bengkulu Tengah 4 5
Bengkulu Kota Bengkulu 4 5
Lampung Kab. Lampung Selatan 3 2
Lampung Kab. Lampung Tengah 3 2
Lampung Kab. Lampung Utara 4 5
Lampung Kab. Lampung Barat 4 5
Lampung Kab. Tulang Bawang 4 5
Lampung Kab. Tanggamus 4 5
Lampung Kab. Lampung Timur 4 2
Lampung Kab. Way Kanan 4 5
Lampung Kab. Pesawaran 4 5
Lampung Kab. Pringsewu 4 5
Lampung Kab. Mesuji 4 5
Lampung Kab. Tulang Bawang Barat 4 5
Lampung Kab. Pesisir Barat 4 5
Lampung Kota Bandar Lampung 3 2
Lampung Kota Metro 4 5
25
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Kep.BaBel Kab. Bangka 4 5
Kep.BaBel Kab. Belitung 4 5
Kep.BaBel Kab. Bangka Selatan 4 5
Kep.BaBel Kab. Bangka Tengah 1 1
Kep.BaBel Kab. Bangka Barat 4 5
Kep.BaBel Kab. Belitung Timur 4 5
Kep.BaBel Kota Pangkal Pinang 4 5
Kep.Riau Kab. Bintan 5 6
Kep.Riau Kab. Karimun 5 6
Kep.Riau Kab. Natuna 4 5
Kep.Riau Kab. Lingga 5 6
Kep.Riau Kab. Kepulauan Anambas 1 1
Kep.Riau Kota Batam 3 2
Kep.Riau Kota Tanjung Pinang 4 5
DKI Jakarta Kab. Administrasi Kepulauan Seribu 1 1
DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Pusat 2 3
DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Utara 2 3
DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Barat 2 3
DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2 3
DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Timur 2 3
Jawa Barat Kab. Bogor 2 3
Jawa Barat Kab. Sukabumi 3 2
Jawa Barat Kab. Cianjur 3 2
Jawa Barat Kab. Bandung 3 2
Jawa Barat Kab. Garut 3 2
Jawa Barat Kab. Tasikmalaya 3 2
Jawa Barat Kab. Ciamis 3 2
Jawa Barat Kab. Kuningan 3 2
Jawa Barat Kab. Cirebon 3 2
Jawa Barat Kab. Majalengka 3 2
Jawa Barat Kab. Sumedang 3 2
Jawa Barat Kab. Indramayu 3 2
Jawa Barat Kab. Subang 3 2
Jawa Barat Kab. Purwakarta 3 2
Jawa Barat Kab. Karawang 3 2
Jawa Barat Kab. Bekasi 2 3
26
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Jawa Barat Kab. Bandung Barat 3 2
Jawa Barat Kab. Pangandaran 4 5
Jawa Barat Kota Bogor 3 4
Jawa Barat Kota Sukabumi 4 4
Jawa Barat Kota Bandung 2 3
Jawa Barat Kota Cirebon 4 4
Jawa Barat Kota Bekasi 2 3
Jawa Barat Kota Depok 3 3
Jawa Barat Kota Cimahi 3 4
Jawa Barat Kota Tasikmalaya 4 4
Jawa Barat Kota Banjar 4 5
Jawa Tengah Kab. Cilacap 3 2
Jawa Tengah Kab. Banyumas 3 2
Jawa Tengah Kab. Purbalingga 3 2
Jawa Tengah Kab. Banjarnegara 3 2
Jawa Tengah Kab. Kebumen 3 2
Jawa Tengah Kab. Purworejo 4 5
Jawa Tengah Kab. Wonosobo 4 5
Jawa Tengah Kab. Magelang 3 2
Jawa Tengah Kab. Boyolali 3 2
Jawa Tengah Kab. Klaten 3 2
Jawa Tengah Kab. Sukoharjo 3 2
Jawa Tengah Kab. Wonogiri 4 2
Jawa Tengah Kab. Karanganyar 3 2
Jawa Tengah Kab. Sragen 4 2
Jawa Tengah Kab. Grobogan 3 2
Jawa Tengah Kab. Blora 4 2
Jawa Tengah Kab. Rembang 4 5
Jawa Tengah Kab. Pati 3 2
Jawa Tengah Kab. Kudus 3 2
Jawa Tengah Kab. Jepara 3 2
Jawa Tengah Kab. Demak 3 2
Jawa Tengah Kab. Semarang 3 2
Jawa Tengah Kab. Temanggung 4 2
Jawa Tengah Kab. Kendal 3 2
Jawa Tengah Kab. Batang 4 2
27
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Jawa Tengah Kab. Pekalongan 4 5
Jawa Tengah Kab. Pemalang 3 2
Jawa Tengah Kab. Tegal 3 2
Jawa Tengah Kab. Brebes 3 2
Jawa Tengah Kota Magelang 4 4
Jawa Tengah Kota Surakarta 3 4
Jawa Tengah Kota Salatiga 4 5
Jawa Tengah Kota Semarang 3 3
Jawa Tengah Kota Pekalongan 4 4
Jawa Tengah Kota Tegal 4 4
DIY Kab. Kulon Progo 4 5
DIY Kab. Bantul 3 2
DIY Kab. Gunung Kidul 4 5
DIY Kab. Sleman 3 2
DIY Kota Yogyakarta 3 4
Jawa Timur Kab. Pacitan 4 5
Jawa Timur Kab. Ponorogo 4 5
Jawa Timur Kab. Trenggalek 4 5
Jawa Timur Kab. Tulungagung 4 5
Jawa Timur Kab. Blitar 4 2
Jawa Timur Kab. Kediri 3 2
Jawa Timur Kab. Malang 3 2
Jawa Timur Kab. Lumajang 4 5
Jawa Timur Kab. Jember 3 2
Jawa Timur Kab. Banyuwangi 3 2
Jawa Timur Kab. Bondowoso 4 5
Jawa Timur Kab. Situbondo 4 5
Jawa Timur Kab. Probolinggo 4 5
Jawa Timur Kab. Pasuruan 3 2
Jawa Timur Kab. Sidoarjo 3 2
Jawa Timur Kab. Mojokerto 4 2
Jawa Timur Kab. Jombang 3 2
Jawa Timur Kab. Nganjuk 4 5
Jawa Timur Kab. Madiun 4 5
Jawa Timur Kab. Magetan 4 5
Jawa Timur Kab. Ngawi 4 5
28
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Jawa Timur Kab. Bojonegoro 1 2
Jawa Timur Kab. Tuban 4 5
Jawa Timur Kab. Lamongan 4 5
Jawa Timur Kab. Gresik 3 2
Jawa Timur Kab. Bangkalan 5 6
Jawa Timur Kab. Sampang 1 1
Jawa Timur Kab. Pamekasan 4 5
Jawa Timur Kab. Sumenep 4 5
Jawa Timur Kota Kediri 4 4
Jawa Timur Kota Blitar 4 4
Jawa Timur Kota Malang 3 4
Jawa Timur Kota Probolinggo 4 4
Jawa Timur Kota Pasuruan 4 4
Jawa Timur Kota Mojokerto 4 4
Jawa Timur Kota Madiun 4 4
Jawa Timur Kota Surabaya 2 3
Jawa Timur Kota Batu 5 6
Banten Kab. Pandeglang 3 2
Banten Kab. Lebak 3 2
Banten Kab. Tangerang 3 3
Banten Kab. Serang 3 2
Banten Kota Tangerang 2 3
Banten Kota Cilegon 3 2
Banten Kota Serang 5 6
Banten Kota Tangerang Selatan 2 3
Bali Kab. Jembrana 4 5
Bali Kab. Tabanan 4 5
Bali Kab. Badung 3 2
Bali Kab. Gianyar 4 5
Bali Kab. Klungkung 4 5
Bali Kab. Bangli 4 5
Bali Kab. Karangasem 4 5
Bali Kab. Buleleng 4 5
Bali Kota Denpasar 3 2
NTB Kab. Lombok Barat 4 5
NTB Kab. Lombok Tengah 4 2
29
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
NTB Kab. Lombok Timur 4 2
NTB Kab. Sumbawa 4 5
NTB Kab. Dompu 4 5
NTB Kab. Bima 4 5
NTB Kab. Sumbawa Barat 1 1
NTB Kab. Lombok Utara 4 5
NTB Kota Mataram 5 4
NTB Kota Bima 4 5
NTT Kab. Kupang 4 5
NTT Kab. Timor Tengah Selatan 4 5
NTT Kab. Timor Tengah Utara 4 5
NTT Kab. Belu 4 5
NTT Kab. Alor 4 5
NTT Kab. Flores Timur 4 5
NTT Kab. Sikka 4 5
NTT Kab. Ende 4 5
NTT Kab. Ngada 4 5
NTT Kab. Manggarai 4 5
NTT Kab. Sumba Timur 4 5
NTT Kab. Sumba Barat 4 5
NTT Kab. Lembata 4 5
NTT Kab. Rote Ndao 4 5
NTT Kab. Manggarai Barat 4 5
NTT Kab. Nagekeo 4 5
NTT Kab. Sumba Tengah 4 5
NTT Kab. Sumba Barat Daya 4 5
NTT Kab. Manggarai Timur 4 5
NTT Kab. Sabu Raijua 4 5
NTT Kab. Malaka 4 5
NTT Kota Kupang 5 6
KalBar Kab. Sambas 4 5
KalBar Kab. Pontianak 4 5
KalBar Kab. Sanggau 4 5
KalBar Kab. Ketapang 4 5
KalBar Kab. Sintang 4 5
KalBar Kab. Kapuas Hulu 4 5
30
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
KalBar Kab. Bengkayang 4 5
KalBar Kab. Landak 4 5
KalBar Kab. Sekadau 4 5
KalBar Kab. Melawi 4 5
KalBar Kab. Kayong Utara 4 5
KalBar Kab. Kubu Raya 4 5
KalBar Kota Pontianak 3 4
KalBar Kota Singkawang 4 5
KalTeng Kab. Kotawaringin Barat 5 6
KalTeng Kab. Kotawaringin Timur 5 6
KalTeng Kab. Kapuas 5 6
KalTeng Kab. Barito Selatan 4 5
KalTeng Kab. Barito Utara 4 5
KalTeng Kab. Katingan 4 5
KalTeng Kab. Seruyan 4 5
KalTeng Kab. Sukamara 4 5
KalTeng Kab. Lamandau 5 6
KalTeng Kab. Gunung Mas 4 5
KalTeng Kab. Pulang Pisau 5 6
KalTeng Kab. Murung Raya 4 5
KalTeng Kab. Barito Timur 4 5
KalTeng Kota Palangka Raya 5 6
KalSel Kab. Tanah Laut 4 5
KalSel Kab. Kotabaru 4 5
KalSel Kab. Banjar 4 5
KalSel Kab. Barito Kuala 4 5
KalSel Kab. Tapin 4 5
KalSel Kab. Hulu Sungai Selatan 4 5
KalSel Kab. Hulu Sungai Tengah 4 5
KalSel Kab. Hulu Sungai Utara 4 5
KalSel Kab. Tabalong 4 5
KalSel Kab. Tanah Bumbu 4 5
KalSel Kab. Balangan 4 5
KalSel Kota Banjarmasin 3 4
KalSel Kota Banjarbaru 4 5
KalTim Kab. Paser 4 5
31
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
KalTim Kab. Kutai Kartanegara 1 1
KalTim Kab. Berau 5 6
KalTim Kab. Kutai Barat 1 1
KalTim Kab. Kutai Timur 4 5
KalTim Kab. Penajam Paser Utara 1 1
KalTim Kab. Mahakam Ulu 4 5
KalTim Kota Balikpapan 4 2
KalTim Kota Samarinda 4 2
KalTim Kota Bontang 1 1
KalUt Kab. Bulungan 4 5
KalUt Kab. Nunukan 5 6
KalUt Kab. Malinau 5 6
KalUt Kab. Tana Tidung 4 5
KalUt Kota Tarakan 5 6
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow 4 5
Sulawesi Utara Kab. Minahasa 4 5
Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Sangihe 4 5
Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Talaud 4 5
Sulawesi Utara Kab. Minahasa Selatan 4 5
Sulawesi Utara Kab. Minahasa Utara 5 6
Sulawesi Utara Kab. Minahasa Tenggara 4 5
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Utara 5 6
Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 5 6
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Timur 5 6
Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Selatan 5 6
Sulawesi Utara Kota Manado 4 5
Sulawesi Utara Kota Bitung 4 5
Sulawesi Utara Kota Tomohon 4 5
Sulawesi Utara Kota Kotamobagu 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Banggai 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Poso 5 6
Sulawesi Tengah Kab. Donggala 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Toli-Toli 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Buol 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Morowali 1 1
Sulawesi Tengah Kab. Banggai Kepulauan 5 6
32
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Sulawesi Tengah Kab. Parigi Moutong 5 5
Sulawesi Tengah Kab. Tojo Una-Una 5 6
Sulawesi Tengah Kab. Sigi 4 5
Sulawesi Tengah Kab. Banggai Laut 5 6
Sulawesi Tengah Kab. Morowali Utara 1 1
Sulawesi Tengah Kota Palu 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Kepulauan Selayar 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Bulukumba 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Jeneponto 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Takalar 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Gowa 4 5
Sulawesi Selatan Kab. Sinjai 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Bone 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Maros 4 5
Sulawesi Selatan Kab. Pangkajene dan Kepulauan 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Barru 4 2
Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 5 5
Sulawesi Selatan Kab. Wajo 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Sidenreng Rappang 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Pinrang 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Enrekang 4 5
Sulawesi Selatan Kab. Luwu 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Tana Toraja 4 5
Sulawesi Selatan Kab. Luwu Utara 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 5 6
Sulawesi Selatan Kab. Toraja Utara 5 6
Sulawesi Selatan Kota Makassar 3 4
Sulawesi Selatan Kota Parepare 4 5
Sulawesi Selatan Kota Palopo 4 5
Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka 1 1
Sulawesi Tenggara Kab. Konawe 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Muna 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Buton 4 5
Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Selatan 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Bombana 5 6
33
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Sulawesi Tenggara Kab. Wakatobi 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Utara 4 5
Sulawesi Tenggara Kab. Buton Utara 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Timur 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Kepulauan 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Muna Barat 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Buton Tengah 5 6
Sulawesi Tenggara Kab. Buton Selatan 5 6
Sulawesi Tenggara Kota Kendari 5 6
Sulawesi Tenggara Kota Bau-Bau 5 6
Gorontalo Kab. Gorontalo 5 6
Gorontalo Kab. Boalemo 5 6
Gorontalo Kab. Bone Bolango 5 6
Gorontalo Kab. Pohuwato 5 6
Gorontalo Kab. Gorontalo Utara 5 6
Gorontalo Kota Gorontalo 5 6
Sulawesi Barat Kab. Mamuju Utara 5 6
Sulawesi Barat Kab. Mamuju 5 6
Sulawesi Barat Kab. Mamasa 4 5
Sulawesi Barat Kab. Polewali Mandar 5 6
Sulawesi Barat Kab. Majene 4 5
Sulawesi Barat Kab. Mamuju Tengah 4 5
Maluku Kab. Maluku Tengah 4 5
Maluku Kab. Maluku Tenggara 4 5
Maluku Kab. Maluku Tenggara Barat 4 5
Maluku Kab. Buru 4 5
Maluku Kab. Seram Bagian Timur 5 6
Maluku Kab. Seram Bagian Barat 4 5
Maluku Kab. Kepulauan Aru 5 6
Maluku Kab. Maluku Barat Daya 5 6
Maluku Kab. Buru Selatan 4 5
Maluku Kota Ambon 4 5
Maluku Kota Tual 4 5
Maluku Utara Kab. Halmahera Barat 4 5
Maluku Utara Kab. Halmahera Tengah 1 1
34
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Maluku Utara Kab. Halmahera Utara 4 5
Maluku Utara Kab. Halmahera Selatan 4 5
Maluku Utara Kab. Kepulauan Sula 4 5
Maluku Utara Kab. Halmahera Timur 1 1
Maluku Utara Kab. Pulau Morotai 4 5
Maluku Utara Kab. Pulau Taliabu 4 5
Maluku Utara Kota Ternate 5 6
Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan 5 6
Papua Kab. Merauke 5 6
Papua Kab. Jayawijaya 4 5
Papua Kab. Jayapura 5 6
Papua Kab. Nabire 5 6
Papua Kab. Kepulauan Yapen 4 5
Papua Kab. Biak Numfor 4 5
Papua Kab. Puncak Jaya 1 1
Papua Kab. Paniai 4 5
Papua Kab. Mimika 1 1
Papua Kab. Sarmi 4 5
Papua Kab. Keerom 5 6
Papua Kab. Pegunungan Bintang 4 5
Papua Kab. Yahukimo 5 6
Papua Kab. Tolikara 5 6
Papua Kab. Waropen 5 6
Papua Kab. Boven Digoel 4 5
Papua Kab. Mappi 5 6
Papua Kab. Asmat 4 5
Papua Kab. Supiori 5 6
Papua Kab. Mamberamo Raya 5 6
Papua Kab. Mamberamo Tengah 5 6
Papua Kab. Yalimo 5 6
Papua Kab. Lanny Jaya 4 5
Papua Kab. Nduga 5 6
Papua Kab. Puncak 5 6
Papua Kab. Dogiyai 5 6
Papua Kab. Intan Jaya 5 6
Papua Kab. Deiyai 5 6
35
Propinsi Kota/Kabupaten
Lima
Gerombol
Enam
Gerombol
Papua Kota Jayapura 5 6
Papua Barat Kab. Sorong 4 5
Papua Barat Kab. Manokwari 5 6
Papua Barat Kab. Fakfak 5 6
Papua Barat Kab. Sorong Selatan 5 6
Papua Barat Kab. Raja Ampat 4 5
Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 1 1
Papua Barat Kab. Teluk Wondama 4 5
Papua Barat Kab. Kaimana 4 5
Papua Barat Kab. Tambrauw 4 5
Papua Barat Kab. Maybrat 4 5
Papua Barat Kab. Manokwari Selatan 4 5
Papua Barat Kab. Pegunungan Arfak 5 6
Papua Barat Kota Sorong 5 6
36
37
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakaarta pada tanggal 12 Februari 1995 dan merupakan
anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Azwirman dan Ibu Nella Kusuma
Hayati. Tahun 2009 penulis lulus dari SMP Negeri 256 Jakarta dan kemudian
melanjutkan ke jenjang selanjutnya di SMA Negeri 89 Jakarta dan lulus pada tahun
2012. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen
Statistika, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Gama Sigma Beta
(GSB) divisi Beta tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif diberbagai kepanitiaan
seperti Statistika Ria tahun 2013, Statistika Ria tahun 2014, Kompetisi Statistika
Junior 2014, International Conferences of Statistics Moslims 13th, dan Kompetisi
Statistika Junior tahun 2015.
Pada bulan Juli-Agustus 2015 penulis diberikan kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan praktik lapang di Kementerian Komunikasi dan Informatika
Republik Indonesia.

More Related Content

Similar to [SKRIPSI] G14120041 LUCKY ABDURAHMAN

TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTATRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
tianoorse
Β 
Mira Tayyiba - DETIKNAS
Mira Tayyiba - DETIKNASMira Tayyiba - DETIKNAS
Mira Tayyiba - DETIKNAS
DEWAN TIK NASIONAL
Β 
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
R&D Centre for Post & ICT Resources
Β 
SIDANG LUCKY G14120041
SIDANG LUCKY G14120041SIDANG LUCKY G14120041
SIDANG LUCKY G14120041Lucky Abdurahman
Β 
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
itbjateng
Β 
Studi trunking 2007
Studi trunking 2007Studi trunking 2007
Studi trunking 2007fsfarisya
Β 
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptxDRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
PutraPratama208800
Β 
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
SyarifAmin1
Β 
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan DiagnostikPelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
PutraPratama208800
Β 
Ustek asdp
Ustek asdpUstek asdp
Ustek asdp
Joe Akib
Β 
Bahan persentase
Bahan persentaseBahan persentase
Bahan persentase
Azis Syahban
Β 
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-10 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
Panembahan Senopati Sudarmanto
Β 
Modul pengantar klhs
Modul pengantar klhsModul pengantar klhs
Modul pengantar klhs
Tiara Az-Zahra
Β 
Andrew hidayat aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Andrew hidayat  aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...Andrew hidayat  aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Andrew hidayat aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Andrew Hidayat
Β 
Pj terapan
Pj terapanPj terapan
Pj terapan
Ayu Riza Kurniawati
Β 
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
infosanitasi
Β 
KEBIJAKAN KKBPK
KEBIJAKAN KKBPK KEBIJAKAN KKBPK
KEBIJAKAN KKBPK
latbangbkkbn1
Β 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
ushfia
Β 
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptxSPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
ArifinSuzanto1
Β 

Similar to [SKRIPSI] G14120041 LUCKY ABDURAHMAN (20)

TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTATRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
TRANSIT ORIENTED DEVELOPMENT MRT JAKARTA
Β 
Mira Tayyiba - DETIKNAS
Mira Tayyiba - DETIKNASMira Tayyiba - DETIKNAS
Mira Tayyiba - DETIKNAS
Β 
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
Ringkasan Eksekutif Kajian Puslitbang SDPPI - 2014
Β 
SIDANG LUCKY G14120041
SIDANG LUCKY G14120041SIDANG LUCKY G14120041
SIDANG LUCKY G14120041
Β 
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
Kajian Kesiapan Ekonomi Wilayah dan Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Ak...
Β 
Studi trunking 2007
Studi trunking 2007Studi trunking 2007
Studi trunking 2007
Β 
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptxDRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
DRL_Pengenalan DRL_1 Juli 2020.pptx
Β 
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
2024 03 Kick Off Meeting KLHS RPJPD Kab. POLMAN.pptx
Β 
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan DiagnostikPelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
Pelaporan Data Dosis Pasien untuk Evaluasi Tingkat Panduan Diagnostik
Β 
Ustek asdp
Ustek asdpUstek asdp
Ustek asdp
Β 
Bahan persentase
Bahan persentaseBahan persentase
Bahan persentase
Β 
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-10 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
0 -bahan persiapan ta untuk lokalatih--taher-1
Β 
Modul pengantar klhs
Modul pengantar klhsModul pengantar klhs
Modul pengantar klhs
Β 
Andrew hidayat aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Andrew hidayat  aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...Andrew hidayat  aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Andrew hidayat aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan penggunaan lahan de...
Β 
Pj terapan
Pj terapanPj terapan
Pj terapan
Β 
Fmipa201044 2
Fmipa201044 2Fmipa201044 2
Fmipa201044 2
Β 
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
Aspek penganggaran daerah dan permendagri 54 tahun 2010
Β 
KEBIJAKAN KKBPK
KEBIJAKAN KKBPK KEBIJAKAN KKBPK
KEBIJAKAN KKBPK
Β 
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di DaerahPemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Pemanfaatan Tata Ruang di Daerah
Β 
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptxSPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
SPPR SDEW KOTA DEPOK.pptx
Β 

[SKRIPSI] G14120041 LUCKY ABDURAHMAN

  • 1. PENGGEROMBOLAN KOTA/KABUPATEN DI INDONESIA BERDASARKAN ENAM INDIKATOR ZONA BIAYA HAK PENGGUNA FREKUENSI RADIO DENGAN METODE PARTIAL DISTANCE STRATEGY LUCKY ABDURAHMAN DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
  • 2.
  • 3. PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul penggerombolan kota/kabupaten di indonesia berdasarkan enam indikator zona biaya hak pengguna frekuensi radio dengan metode partial distance strategy adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Lucky Abdurahman NIM G14120041
  • 4. iv
  • 5. v
  • 6. vi ABSTRAK LUCKY ABDURAHMAN. Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia berdasarkan enam indikator zona biaya hak pengguna frekuensi radio dengan metode Partial Distance Strategy. Dibimbing oleh ERFIANI dan BUDI SUSETYO. Perkembangan teknologi telekomunikasi beriringan dengan perkembangan spektrum fruekuensi radio. Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang bersifat strategis, ekonomis, dan terbatas (limited natural resources), sehingga dalam penggunaan pelayanan frekuensi radio haruslah efisien, rasional, dan optimal. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatur penggunaan frekuensi radio adalah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2005 tentang biaya hak pengguna (BHP) frekuensi radio. Salah satu indikator penetapan BHP adalah minat pasar atas layanan pita frekuensi yang biasa disebut zona. Metode pembentukan zona dalam data mining dikenal dengan istilah analisis gerombol (clustering analysis). Pada data set yang digunakan untuk analisis terdapat data yang tidak lengkap, maka dalam penentuan zona atau pembentukan gerombol menggunakan metode yang dapat menanggulangi kondisi data tidak lengkap. Metode penggerombolan yang ada seperti single linkage dan k-means kurang tepat dalam menganalisis data dengan kondisi data yang tidak lengkap. Salah satu pendekatan metode dalam data mining yang digunakan untuk menggerombolkan data tidak lengkap ialah analisis gerombol dengan metode partial distance strategy (PDS). Jumlah gerombol yang paling optimal ialah jumlah gerombol sebanyak lima. Kata kunci : biaya hak pengguna, data mining, data tidak lengkap, indeks davies bouldin, partial distance strategy
  • 7. vii ABSTRACT LUCKY ABDURAHMAN. Clustering of city/regency in Indonesia based on six charge zone indicator radio frequency user rights using Partial Distance Strategy method. Advised by ERFIANI and BUDI SUSETYO. The development of telecommunications technology in tandem with the development of radio frequency spectrum is a limited natural resource hence the utilization of radio frequency services should be efficient, rational, and optimum. It should be considered that radio frequency spectrum is strategic and economic for holding telecommunications. One of the government's law to adjust radio frequency consumption is Indonesian Government Regulation number 28 of 2005 on the cost of user rights (BHP) radio frequency. One indicator of the determination of BHP is the market interest for the service frequency band which is called the zone. The method of formation of the zone known as clustering analysis. Given that in the dataset used for the analysis of the data are incomplete, then the zoning or clustering formation using the method to cope with the condition of incomplete data. Clustering of existing methods such as single linkage and k-means is less precise in analyzing the data with the condition of incomplete data. One approach in data mining methods used for clustering in incomplete data analysis is partial distance strategy (PDS). Results of analysis used show that the number of cluster consists of five cluster. Keywords : the cost of user rights, data mining, incomplete data, Davies-Bouldin index, partial distance Bouldin strategy.
  • 8.
  • 9. Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika PENGGEROMBOLAN KOTA/KABUPATEN DI INDONESIA BERDASARKAN ENAM INDIKATOR ZONA BIAYA HAK PENGGUNA FREKUENSI RADIO DENGAN METODE PARTIAL DISTANCE STRATEGY LUCKY ABDURAHMAN DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
  • 10. ii
  • 11. iii
  • 12. iv PRAKATA Puji dan syukur khadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala lindungan, rahmat, dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai analisis gerombol, dengan judul Penggerombolan Kota/Kabupaten di Indonesia Berdasarkan Enam Indikator Zona Biaya Hak Pengguna Frekuensi Radio dengan Metode Partial Distance Strategy. Proses penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr Ir Erfiani, MSi selaku ketua komisi pembimbing atas topik, saran dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian. 2. Pak Budi Susetyo, MS selaku anggota komisi pembimbing atas saran yang banyak membantu dalam penelitian yang penulis lakukan. 3. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya yang selalu tercurah untuk penulis. 4. Ibu Arifah dan Ibu Tantri yang memberi kemudahan dalam proses pengumpulan data KemKomInfo. 5. Teman-teman Statistika 49 atas diskusi-diskusi selama penyelesaian karya ilmiah ini. 6. Staf Tata Usaha Departemen Statistika atas bantuannya dalam kelancaran administrasi. Besar harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Lucky Abdurahman
  • 13. v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Biaya Hak Pengguna (BHP) Frekuensi Radio 2 Penggerombolan Data Tidak Lengkap 3 Partial Distance Strategy (PDS) 4 Indeks Davies Bouldin (IDB) 5 METODOLOGI 6 Data 6 Metode 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Deskripsi Data 9 Penggerombolan dengan Metode PDS 10 Hasil Penggerombolan Dengan Metode PDS 11 Ilustrasi Perhitungan IDB 11 Nilai IDB 12 Jumlah Gerombol Sebanyak Lima 13 Jumlah Gerombol Sebanyak Enam 15 Perbandingan Jumlah Gerombol Sebanyak Lima dan Jumlah Gerombol Sebanyak Enam 17 SIMPULAN 18 DAFTAR PUSTAKA 18 LAMPIRAN 21 RIWAYAT HIDUP 37
  • 14. vi DAFTAR TABEL 1 Daftar peubah dalam penentuan zona BHP frekuensi radio 6 2 Banyaknya data tidak lengkap pada setiap peubah 9 3 Nilai korelasi pearson antar peubah X7 dengan peubah lainnya untuk data pembentukan zona BHP frekuensi radio tahun 2012 9 4 Analisis eksploratif enam peubah yang digunakan dalam penggerombolan 10 5 Banyaknya anggota setiap gerombol pada masing-masing percobaan jumlah gerombol 11 6 Nilai centroid setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak dua 11 7 Nilai IDB pada masing-masing jumlah gerombol 12 8 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak lima 13 9 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima 14 10 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima 14 11 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak enam 15 12 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam 16 13 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima 16 14 Peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah gerombol sebanyak lima dan jumlah gerombol sebanyak enam 17 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 8 2 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima 13 3 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam 16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia menjadi lima gerombol dan enam gerombol 21
  • 15. PENDAHULUAN Latar Belakang Frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang terbatas dan mempunyai nilai strategis serta ekonomis dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Manfaat yang didapat dalam penggunaan frekuensi radio dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari seperti penggunaan siaran radio, televisi, telepon seluler, dan lainnya. Penggunaan frekuensi radio harus dilakukan secara efektif dan optimal guna mewujudkan penggunaan frekuensi radio yang adil dan merata serta membuka peluang usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemKomInfo) RI, pemerintah mengatur setiap hal dalam penggunaan frekuensi radio di Indonesia. Salah satu bentuk regulasi dalam penggunaan frekuensi radio adalah biaya hak pengguna (BHP) frekuensi radio. BHP merupakan sumber pendapatan yang diperoleh dari pengguna frekuensi radio. Penetapan BHP tertuang pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2005 tentang tarif atas jenis pendapatan negara bebas pajak (PNBP) yang berlaku pada KemKomInfo. Peraturan tersebut mencakup rumusan perhitungan BHP. Salah satu indikator dalam rumusan tersebut adalah zona. Zona berpengaruh terhadap penetapan harga dalam rumusan BHP. Setiap zona mempunyai harga BHP yang berbeda. Tingkatan zona mencerminkan keadaan minat pasar layanan pita frekuensi suatu wilayah. Zona ini terbagi menjadi lima. Semakin tinggi zona, maka semakin besar BHP dan sebaliknya. Pesatnya kemajuan alat telekomunikasi pita frekuensi radio semakin lama semakin berkembang mengikuti kemajuan perangkat telekomunikasi. Salah satu kemajuan yang terbaru saat ini adalah adanya layanan jaringan long term evolution (LTE). Pada peresmian layanan jaringan LTE akhir tahun 2014 oleh KemKomInfo banyak penyelenggara operator tertarik melakukan investasi layanan jaringan LTE. Salah satu acuan dalam investasi layanan pita frekuensi adalah menentukan daerah yang memiliki tingkat minat pasar layanan frekuensi yang tinggi. Minat pasar layanan frekuensi dapat dilihat dari zona BHP. Pada proses menganalisis data dan penentuan zona investasi layanan pita frekuensi oleh penyelenggara operator, masih terdapat beberapa hal yang belum bisa menggambarkan minat pasar secara objektif. Salah satunya ialah kondisi data yang tidak lengkap. Oleh sebab itu, diperlukan kajian lebih lanjut dalam menentukan daerah yang memiliki minat pasar tertinggi sampai terendah agar penyelenggara operator dapat menentukan daerah yang tepat untuk investasi layanan pita frekuensi. Pada penelitian ini digunakan suatu metode untuk menemukan pola, model, dan nilai yang berharga dari data set yang besar, atau sering disebut data mining (Larose 2006). Salah satu metode dalam data mining yang dapat digunakan adalah metode clustering (penggerombolan). Prinsip dari penggerombolan adalah mengelompokkan objek berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu ke dalam gerombol-gerombol, sehingga objek-objek memiliki homogenitas yang tinggi di dalam gerombolnya dan mempunyai heteroginitas yang tinggi antar gerombol. Clustering juga dikenal sebagai unsupervised learning yang membagi data menjadi
  • 16. 2 gerombol-gerombol atau clusters berdasarkan suatu kemiripan atribut-atribut di antara data tersebut. Pada dasarnya masih banyak faktor-faktor dalam penentuan zona BHP, seperti kondisi spasial, kondisi politik Negara Indonesia, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Oleh sebab itu, penelitian ini hanya menggerombolkan kota/kabupaten di Indonesia berdasarkan kajian ilmu statistik. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Lafery (2015) dengan topik penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia berdasarkan indikator biaya hak pengguna frekuensi radio. Pada penelitian sebelumnya, metode yang digunakan ialah k-means dengan tahap preprocessing berupa penghapusan observasi dengan kondisi data tidak lengkap. Akibat dari tahap preprocessing tersebut ialah berkurangnya informasi yang terdapat dalam data. Faktanya dalam kondisi zaman sekarang daerah-daerah di Indonesia sudah mengalami pemekaran hingga mencapai 514 kota/kabupaten dan KemKomInfo RI juga akan membuat perencanaan dalam pembentukan zona-zona minat pasar kembali dengan data yang lebih terbaru. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis agar tidak kehilangan informasi dari observasi dengan data yang tidak lengkap tersebut. Menurut Safitri (2015) pada penelitiannya menunjukkan bahwa metode partial distance strategy (PDS) lebih menampilkan akurasi yang tinggi untuk digunakan dalam menggerombolkan data tidak lengkap. Berdasarkan pertimbangan tersebut metode partial distance strategy dapat diterapkan pada penelitian ini. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah menggerombolkan dan menentukan jumlah gerombol optimal serta menentukan gerombol dengan karakteristik yang memenuhi zona BHP tertinggi hingga terendah dari kota/kabupaten di Indonesia dengan menggunakan metode partial distance strategy. TINJAUAN PUSTAKA Biaya Hak Pengguna (BHP) Frekuensi Radio Biaya hak pengguna spektrum frekuensi radio atau lebih dikenal dengan BHP frekuensi radio merupakan sebuah kompensasi atas pemanfaatan frekuensi sesuai dengan izin yang diterima. BHP frekuensi radio merupakan sarana pengawasan dan pengendalian dalam upaya pembinaan sektor telekomunikasi agar frekuensi radio sebagai sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Setiap pemanfaatan spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi, yang besarannya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi. Menurut background paper dari International Telecommunication Union (ITU) menyatakan bahwa hasil pungutan spektrum harus dialokasikan untuk kepentingan pengguna frekuensi. Selain itu, ITU menyebutkan bahwa pungutan atas frekuensi tidak bertujuan mengoptimalkan penerimaan pemerintah, melainkan untuk mengganti biaya pengelolaan spektrum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengaturan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai bagian dari sarana telekomunikasi agar dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
  • 17. 3 Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan frekuensi maka frekuensi perlu diatur keberadaannya dalam bentuk regulasi. Salah satu regulasi terkait frekuensi tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 yang berisi bahwa BHP spektrum frekuensi radio ditetapkan dengan memperhatikan komponen-komponen jenis frekuensi radio, lebar pita atau kanal frekuensi radio, luas cakupan, lokasi, dan minat pasar (zona). BHP spektrum frekuensi radio mulai dikenakan pada saat izin stasiun radio diterbitkan, dan dibayarkan di awal pada setiap tahunnya. Ketentuan BHP frekuensi radio yang memasukkan faktor minat pasar dalam penentuan besaran BHP frekuensi radio mencerminkan fungsi pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh KemKomInfo. Ketentuan tersebut didasari oleh pemanfaatan frekuensi radio yang akan bergantung kepada minat pasar terhadap layanan yang diselenggarakan pada pita frekuensi. Jika minat pasar atas layanan pita frekuensi naik, maka BHP frekuensi radio naik. Sebaliknya, jika minat pasar terhadap layanan pita frekuensi turun, maka BHP frekuensi radio turun. Pembagian wilayah berdasarkan minat pasar tersebut disebut zona. Zona dibentuk agar mempermudah dalam penentuan harga yang adil. Jumlah zona dalam rumusan BHP adalah lima zona. Banyaknya zona berasal dari keputusan pemerintah. Perhitungan pembagian batas zona menggunakan metode normalized zoning index (NZI) dengan peubah terpublikasi yang digunakan, yaitu produk domestik regional bruto, kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja, persentase pertumbuhan ekonomi, pendapatan BHP, indeks harga konsumen, dan jumlah base transceiver station (BTS). Rumusan lebih detail dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2009. Penggerombolan Data Tidak Lengkap Penggerombolan merupakan salah satu metode yang dilakukan untuk membagi kumpulan data menjadi beberapa kelompok, sehingga objek-objek yang memiliki tingkat kesamaan yang tinggi satu sama lainnya akan berada dalam satu kelompok yang sama serta akan memiliki tingkat perbedaan yang tinggi dengan kelompok yang lainnya. Setiap kelompok yang terbentuk disebut gerombol. Metode penggerombolan yang sering digunakan hanya dapat digunakan untuk gugus data lengkap tetapi tidak dapat menangani data yang tidak lengkap. Penggerombolan data tidak lengkap merupakan suatu teknik mengelompokkan data dengan nilai peubah yang tidak lengkap. Penanganan penggerombolan data tidak lengkap dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu preprocessing dan penerapan algoritma khusus. Preprocessing adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah data tidak lengkap dengan menerapkan hasilnya pada metode data lengkap yang umum digunakan (GrzymaΕ‚a dan Hu 2001). Ada dua teknik yang dapat dilakukan dalam preprocessing, diantaranya: teknik marjinalisasi (penghapusan) data yang tidak lengkap dan teknik imputasi. Wagstaff dan Laidler (2005) menjelaskan bahwa pendekatan preprocessing yang sering digunakan ialah metode marjinalisasi dan metode imputasi dengan alasan mudah dan sederhana. Metode marjinalisasi merupakan teknik yang paling sederhana untuk dijadikan solusi yang dilakukan dalam menangani penggerombolan data tidak lengkap. Ada dua kemungkinan yang dilakukan dengan metode marjinalisasi, yaitu
  • 18. 4 dengan menghapus objek yang tidak lengkap dari kumpulan data dan menghapus peubah tidak lengkap. Sementara itu perlu diperhatikan bahwa marjinalisasi dapat menyebabkan berkurangnya informasi yang didapat dari data set tersebut. Metode imputasi dilakukan untuk menduga nilai data yang tidak lengkap dalam penggerombolan dengan berbagai teknik, seperti imputasi dengan nilai konstan, angka nol, nilai acak, nilai median, nilai rata-rata dan lainnya. Menurut Troyanskaya et al. (2001) dalam penelitianya menyimpulkan bahwa data tidak lengkap yang diperhitungkan dengan metode imputasi tidak teruji kehandalannya dan menghasilkan informasi yang tidak akurat. Algoritma khusus dilakukan untuk menutupi kekurangan dari metode marjinalisasi dan metode imputasi. Menurut Matyja dan SimiΕ„ski (2014) menyatakan bahwa salah satu penggerombolan data menggunakan algoritma khusus dalam menanggulangi data tidak lengkap yang murni tanpa imputasi maupun marjinalisasi ialah metode partial distance strategy (PDS). Metode PDS mengadopsi tahapan dari algoritma k-means untuk data lengkap. Penggerombolan dengan metode PDS untuk data tidak lengkap dilakukan dengan memaksimalkan kemiripan data dalam satu gerombol dan meminimalkan kemiripan data antar gerombol. Partial Distance Strategy (PDS) Metode PDS merupakan suatu algoritma pengelompokan untuk data tidak lengkap dengan menghitung jarak objek ke pusat gerombol berdasarkan data yang ada (Matyja dan SimiΕ„ski 2014). Tahapan awal pada proses penggerombolan data dengan menggunakan metode PDS ialah membentuk titik awal pusat gerombol. Pembentukan awal pusat gerombol umumnya dibangkitkan secara acak. Jumlah pusat gerombol yang dibangkitkan sesuai dengan jumlah gerombol yang ditentukan pada awal proses. Besar jarak yang digunakan dimodifikasi oleh banyaknya dimensi. Berikut algoritma metode PDS : 1. Menentukan pusat gerombol pada jumlah gerombol sebanyak-c. 2. Menghitung jarak dari suatu objek ke-k ke pusat gerombol ke-c dengan metode PDS menggunakan formula sebagai berikut: οƒ₯ οƒ₯ ο€½ ο€½ ο€­ ο€½ D d kd D d kdcdkd ck I IcxD t 1 1 2 )( οƒ₯ οƒ₯ ο€½ ο€½ ο€½ K k kdck K k kdkdck cd Iu Ixu c 1 2 1 2 )( )( Keterangan : 𝐼 π‘˜π‘‘ = { 1, jika peubah ke βˆ’ 𝑑 ada pada objek ke βˆ’ π‘˜ 0, selainnya ckt = jarak objek ke-k terhadap gerombol ke-c D = banyaknya dimensi peubah 1, jika peubah ke-d ada pada objek ke-k 0, selainnya
  • 19. 5 kdx = nilai objek ke-k pada peubah ke-d cdc = pusat gerombol ke-c berdasarkan peubah ke-d cku = nilai keanggotan objek ke-k terhadap gerombol ke-c 3. Mengalokasikan objek ke dalam suatu gerombol berdasarkan jarak paling minimal dari suatu objek terhadap setiap pusat gerombol yang terbentuk. 4. Ulangi langkah 1 hingga 3 dan berhenti sampai  4)1()( , 10||max ο€­ο€­ ο‚£ο€­ r cd r cd dc cc , dengan r merupakan banyaknya iterasi. Indeks Davies Bouldin (IDB) Indeks Davies Bouldin (IDB) digunakan untuk menentukan jumlah gerombol yang optimal pada analisis gerombol untuk data lengkap. Pengukuran IDB memaksimalkan jarak antar gerombol 𝐢𝑖 dan 𝐢𝑗 dan pada waktu yang sama mencoba untuk meminimalkan jarak antar titik dalam gerombol. Jika jarak antar gerombol maksimal maka ragam antar gerombol akan tinggi, sehingga perbedaan antar gerombol terlihat jelas. Jika jarak dalam gerombol minimal maka ragam objek dalam gerombol kecil, sehingga objek dalam setiap gerombol memiliki karakteristik yang sama. Langkah-langkah perhitungan IDB sebagai berikut: 1. Menggerombolkan dengan metode penggerombolan yang digunakan untuk beberapa percobaan jumlah gerombol. 2. Menghitung rata-rata jarak Sc( 𝑄 π‘˜ ) dalam gerombol 𝑄 π‘˜ pada setiap jumlah gerombol dengan rumus sebagai berikut : 𝑆𝑐(𝑄 π‘˜) = βˆ‘ ‖𝑂𝑖 βˆ’ 𝐢 π‘˜β€–π‘– π‘π‘˜ dengan 𝑂𝑖 adalah vektor objek amatan dalam gerombol 𝑄 π‘˜, π‘π‘˜adalah banyak observasi dalam gerombol 𝑄 π‘˜, dan 𝐢 π‘˜adalah vektor centroid dari gerombol 𝑄 π‘˜. 3. Menghitung jarak antar centroid gerombol pada setiap jumlah gerombol dengan rumus sebagai berikut : 𝑑 π‘˜π‘™(𝑄 π‘˜, 𝑄𝑙) = ‖𝐢 π‘˜ βˆ’ 𝐢𝑙‖ dengan 𝐢 π‘˜ dan 𝐢𝑙 adalah vektor centroid gerombol ke-k dan gerombol ke-l. 4. Menghitung IDB setiap jumlah gerombol dengan menggunakan rumus : IDBnc = 1 𝑛𝑐 βˆ‘ max π‘—β‰ π‘˜ { 𝑠𝑐(𝑄 π‘˜) + 𝑠𝑐(𝑄𝑗) 𝑑 π‘˜π‘—(𝑄 π‘˜, 𝑄𝑗) } 𝑛𝑐 π‘˜=1 dengan nc adalah jumlah gerombol. 5. Memilih jumlah gerombol berdasarkan nilai IDB yang minimal. Skema gerombol yang optimal menurut IDB ialah yang memiliki nilai IDB yang minimal (Yatkiv dan Gusarova 2004).
  • 20. 6 METODOLOGI Data Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Badan Pusat Statistik tahun 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh kota/kabupaten di Indonesia sebanyak 514 daerah pada tahun 2014 dengan menggunakan peubah-peubah berdasarkan Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Peubah yang menjadi atribut amatan merupakan peubah numerik. Peubah yang digunakan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar peubah dalam penentuan zona BHP frekuensi radio Peubah Keterangan X1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2014 (Miliar Rupiah) X2 Kepadatan Penduduk 2014 (Jiwa / Km2 ) X3 Jumlah Angkatan Kerja 2014 (Ribuan Jiwa) X4 Persentase Pertumbuhan Ekonomi 2014 (%) X5 Pendapatan BHP 2014 (Juta Rupiah) X6 Jumlah Base Transceiver Station (BTS) 2014 (Unit) X7 Indeks Harga Konsumen 2014 Metode Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan eksplorasi data dan melakukan standardisasi data. 2. Menentukan banyaknya gerombol dengan jumlah gerombol (antara jumlah gerombol sebanyak dua hingga sembilan) 3. Menggerombolkan kota dan kabupaten menggunakan metode PDS dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Membuat keanggotaan awal dari jumlah gerombol sebanyak-c secara acak; b) Menghitung c titik pusat gerombol (centroid) awal dengan menghitung nilai rata-rata peubah pada masing-masing gerombol; c) Menghitung jarak setiap observasi ke masing-masing pusat gerombol; d) Memilih gerombol yang terdekat untuk setiap observasi; e) Menghitung c titik pusat gerombol (centroid) baru dengan algoritma perhitungan centroid pada metode PDS dari data yang terletak pada gerombol yang sama; f) Menghitung jarak setiap observasi ke masing-masing pusat gerombol baru; g) Memilih gerombol yang terdekat untuk setiap observasi; h) Kembali ke langkah e jika posisi observasi pada gerombol baru dengan gerombol lama tidak sama. 4. Mengganti nilai data tidak lengkap pada setiap jumlah gerombol dengan centroid masing-masing gerombol berdasarkan peubahnya untuk setiap jumlah gerombol. Penggantian nilai tersebut bertujuan agar dapat menggunakan algoritma penentuan optimasi gerombol, karena keterbatasan informasi dan literatur untuk
  • 21. 7 algoritma penentuan jumlah gerombol optimal dengan kondisi data tidak lengkap. 5. Menghitung nilai IDB dari masing-masing jumlah gerombol dengan langkah- langkah sebagai berikut : a) Menghitung rata-rata jarak dalam gerombol pada jumlah gerombol sebanyak-c; b) Menghitung jarak centroid antar gerombol pada jumlah gerombol sebanyak-c; c) Menghitung Indeks Davies Bouldin pada jumlah gerombol sebanyak-c; d) Melakukan langkah a hingga c untuk jumlah gerombol sebanyak dua hingga sembilan. e) Memilih jumlah gerombol optimal berdasarkan nilai IDB minimal. 6. Melakukan eksplorasi hasil penggerombolan dengan jumlah gerombol yang diperoleh dari langkah 5. 7. Interpretasi hasil penggerombolan dan membuat kesimpulan. Pada penelitian ini menggunakan software R version 3.1.1. Rincian dari metode ini digambarkan ke dalam diagram alir pada Gambar 1.
  • 22. 8 Gambar 1 Diagram alir penelitian Memilih Jumlah Gerombol Berdasarkan Nilai IDB Minimal Eksplorasi Hasil Penggerombolan dan Penentuan Gerombol Paling Optimal Selesai Mulai Data Eksplorasi Data Standardisasi Peubah Menggerombolkan Data dengan Metode PDS Jumlah Gerombol Sebanyak 2 Menghitung Nilai IDB Jumlah Gerombol Sebanyak 3 Menghitung Nilai IDB Jumlah Gerombol Sebanyak 9 Menghitung Nilai IDB
  • 23. 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Pada masing-masing peubah yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai banyaknya observasi yang sama, yaitu sebanyak 514 observasi. Banyaknya data tidak lengkap dari masing-masing peubah yang digunakan dalam penelitian memiliki persentase yang berbeda-beda. Pada Tabel 2 disajikan banyaknya data tidak lengkap dan persentase data tidak lengkap pada setiap peubah untuk data yang digunakan dalam penentuan zona BHP frekuensi radio tahun 2014. Tabel 2 Banyaknya data tidak lengkap pada setiap peubah Peubah Data tidak lengkap Persentase data tidak lengkap (%) X1 0 0.00 X2 5 0.97 X3 33 6.42 X4 3 0.58 X5 35 6.81 X6 35 6.81 X7 432 84.05 Menurut Safitri (2015) dalam tesisnya menjelaskan bahwa semakin besar persentase data tidak lengkap maka dapat menurunkan ketepatan hasil penggerombolan pada metode PDS, sehingga pada penggunaan peubah X7 (432 data tidak lengkap) dapat menurunkan ketepatan hasil penggerombolan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, akan dilihat korelasi pearson antara peubah X7 terhadap peubah lainnya untuk data lengkap pada pembentukan zona BHP frekuensi radio tahun 2012. Hal tersebut bertujuan untuk melihat peubah-peubah lain yang dapat mengakomodir peubah X7. Bila peubah X7 pada data tahun 2012 dapat diakomodir oleh sebagian besar peubah lainnya, maka peubah X7 pada data penelitian ini tidak digunakan untuk penggerombolan. Pada Tabel 3 disajikan nilai korelasi pearson antara peubah X7 terhadap peubah lainnya yang digunakan Lafery (2015) dalam pembentukan zona BHP frekuensi radio untuk data tahun 2012. Tabel 3 Nilai korelasi pearson antar peubah X7 dengan peubah lainnya untuk data pembentukan zona BHP frekuensi radio tahun 2012 Peubah X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 R -0.464 -0.378 -0.618 0.037 -0.514 -0.522 p-value 0 0 0 0.422 0 0 Berdasarkan Tabel 3, nilai korelasi peubah X7 mempunyai p-value yang lebih rendah dari taraf nyata sebesar 0.05 saat dihubungkan dengan sebagian besar peubah lainnya (X1, X2, X3, X5, dan X6). Hal tersebut menunjukkan bahwa peubah X7 mempunyai korelasi yang signifikan pada taraf nyata 0.05 untuk sebagian besar peubah yang digunakan, sehingga dapat dikatakan bahwa peubah X7 dapat diakomodir oleh sebagian besar peubah lainnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada penelitian ini tidak mengikut sertakan peubah indeks
  • 24. 10 harga konsumen dalam proses penggerombolan. Pada Tabel 4 disajikan nilai rataan, nilai maksimal, dan nilai minimal untuk enam peubah yang digunakan dalam penggerombolan. Tabel 4 Analisis eksploratif enam peubah yang digunakan dalam penggerombolan Peubah Mean Max Min X1 20,816.07 428,655.83 133.86 X2 1,045.30 18,915.04 0.32 X3 227.36 2,315.18 0.48 X4 0.06 0.16 -0.10 X5 82.42 1,378.56 0.00 X6 230.25 3,467.00 1.00 Berdasarkan Tabel 4, nilai tertinggi peubah X1 berasal dari Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut disebabkan oleh Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat perekonomian di Indonesia. Sementara itu, untuk nilai peubah X1 terendah berasal dari Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat. Beberapa kemungkinan penyebab hal tersebut ialah kurang meratanya sumber mata pencaharian, pendidikan, sarana komunikasi dan teknologi di tiga daerah waktu di Indonesia. Nilai tertinggi peubah X2 berasal dari Kota Administrasi Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta. Salah satu penyebab hal tersebut ialah tingginya angka Urbanisasi atau tingginya jumlah pendatang dari luar daerah Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk mencari pekerjaan di ibu kota negara Indonesia (BPS 2014). Sementara itu, nilai peubah X2 terendah berasal dari Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Nilai tertinggi peubah X3 berasal dari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dan nilai terendahnya berasal dari Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. Nilai peubah X4 tertinggi berasal dari Kabupaten Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat dan yang terendah berasal dari Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Rataan pada peubah X4 bernilai positif, sehingga dapat dikatakan pertumbuhan ekononomi di Indonesia cukup baik. Nilai tertinggi peubah X5 berasal dari Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Salah satu penyebab hal tersebut ialah investor-investor lebih banyak menginvestasikan usahanya di daerah tersebut karena minat pasar yang cukup tinggi. Sementara itu nilai terendahnya berasal dari Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh Provinsi Papua yang menempati salah satu tingat angka buta huruf tertinggi di Indonesia (BPS 2014), sehingga memungkinkan investor-investor kurang berminat dalam menginvestasikan usahanya. Nilai tertinggi peubah X6 berasal dari Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta dan nilai terendahnya berasal dari Kabupaten Paniai, Provinsi Papua. Penggerombolan dengan Metode PDS Pada bagian ini akan disajikan mengenai hasil penggerombolan dengan metode PDS untuk setiap jumlah gerombol, ilustrasi perhitungan nilai IDB, nilai IDB dari masing-masing jumlah gerombol, dan uraian jumlah gerombol yang dipilih sebagai alternatif jumlah gerombol optimal dalam penentuan zona-zona atau minat pasar pada penentuan BHP frekuensi radio di Indonesia.
  • 25. 11 Hasil Penggerombolan Dengan Metode PDS Pada Tabel 5 akan disajikan jumlah anggota setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak dua hingga sembilan dari hasil penggerombolan dengan metode PDS. Berdasarkan Tabel 5, pada masing-masing jumlah gerombol terdapat satu gerombol dengan anggota terbanyak, contohnya ialah pada jumlah gerombol sebanyak dua, jumlah anggota terbanyak berasal dari gerombol dua (494 anggota) dan pada jumlah gerombol enam, jumlah anggota terbanyak berasal dari gerombol lima (268 anggota). Tabel 5 Banyaknya anggota setiap gerombol pada masing-masing percobaan jumlah gerombol Gerombol Jumlah Gerombol II III IV V VI VII VIII IX 1 20 110 42 26 25 19 19 19 2 494 16 16 13 76 82 78 76 3 388 91 70 16 12 11 6 4 365 300 27 19 16 11 5 105 268 146 26 31 6 102 61 134 121 7 175 51 26 8 179 51 9 173 Ilustrasi Perhitungan IDB Ilutrasi perhitungan nilai IDB berikut ini menggunakan jumlah gerombol terkecil, yaitu jumlah gerombol sebanyak dua. Ada lima tahapan perhitungan nilai IDB. Tahap pertama ialah menggerombolkan data menggunakan metode PDS dengan peubah yang telah distandardisasi pada jumlah gerombol sebanyak dua hingga mendapatkan centroid dari masing-masing gerombol yang sudah konstan yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai centroid setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak dua Centroid Peubah Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 C1 3.704229 3.074991 3.138548 0.219299 3.462973 4.097191 C2 -0.14997 -0.12577 -0.13616 -0.00893 -0.15089 -0.17853 Tahap kedua ialah mengganti setiap data tidak lengkap pada masing-masing gerombol dengan nilai centroid gerombolnya berdasarkan peubahnya. Hal tersebut bertujuan untuk dapat menggunakan algoritma penentuan optimasi gerombol, karena keterbatasan informasi dan literatur untuk algoritma penentuan jumlah gerombol optimal dengan kondisi data tidak lengkap. Tahap ketiga ialah mencari jarak rata-rata Sc(𝑄 π‘˜) dalam gerombol 𝑄 π‘˜. Hasil perhiutngan jarak rata-rata yaitu : Sc(𝑄1) = 4.283699 Sc(𝑄2) = 1.293844
  • 26. 12 Setelah mendapatkan jarak rata-rata dalam gerombol, tahap keempat ialah menghitung jarak antar centroid gerombol. Hasil perhitungan sebagai berikut: 𝑑1,2 = 8.198615 Tahap terakhir yaitu menghitung IDB dan memilih nilai yang minimal sebagai acuan untuk gerombol yang optimal. Hasil perhitungan IDB sebagai berikut : 𝑠𝑐(𝑄1)+𝑠𝑐(𝑄2) 𝑑1,2(𝑄1,𝑄2) = 0.6803031, max= 0.6803031 𝑠𝑐(𝑄2)+𝑠𝑐(𝑄1) 𝑑2,1(𝑄2,𝑄1) = 0.6803031, max= 0.6803031 IDB 𝑛𝑐=(0.6803031+0.6803031)/2= 0.6803031 Nilai IDB Pada penelitian ini, jumlah gerombol sebanyak dua hingga jumlah gerombol sebanyak sembilan ditentukan sebagai jumlah gerombol yang dibuat dalam penggerombolan. Jumlah gerombol yang optimal adalah yang memiliki nilai IDB terkecil. Hasil dari perhitungan nilai IDB terkecil hingga terbesar disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai IDB pada masing-masing jumlah gerombol Berdasarkan Tabel 7, jumlah gerombol optimal ialah jumlah gerombol sebanyak dua dengan nilai IDB yang sangat kecil dibandingkan dengan nilai IDB untuk jumlah gerombol yang lainnya. Penggerombolan 514 kota/kabupaten di Indonesia ke dalam jumlah gerombol sebanyak dua kurang bisa menggambarkan kondisi di setiap kota/kabupaten di Indonesia. Pada penelitian Lafery (2015) yang menggunakan data tahun 2012 menghasilkan jumlah gerombol optimal sebanyak empat dengan nilai IDB sebesar 0.705. Pada data tahun 2014 yang digunakan dalam penelitian ini, jumlah gerombol sebanyak empat tidak sesuai bila dilihat dari nilai IDB pada jumlah gerombol tersebut yang menduduki peringkat ke enam berdasarkan nilai IDB mulai dari nilai terkecil hingga terbesar. Jumlah gerombol dengan nilai IDB terkecil kedua dan ketiga berturut-turut ialah jumlah gerombol sebanyak enam dan lima. Jumlah gerombol sebanyak enam dan lima terlihat lebih ideal untuk menggerombolkan 514 kota/kabupaten di Indonesia. Nilai IDB dari kedua jumlah gerombol tersebut termasuk ke dalam tiga nilai IDB terkecil dari penelitian ini, serta selisih nilai IDB dari kedua jumlah gerombol tersebut tidak jauh Nilai IDB Jumlah gerombol 0.6803 2 0.93094 6 0.98952 5 1.01751 8 1.02205 9 1.05401 4 1.18429 3 1.22613 7
  • 27. 13 berbeda. Oleh sebab itu, jumlah gerombol sebanyak lima dan enam akan di uraikan lebih rinci sebagai alternatif penentuan jumlah gerombol optimal. Jumlah Gerombol Sebanyak Lima Dari 514 observasi yang digunakan dalam penelitian, terdapat 49 kota/kabupaten dengan data yang tidak lengkap. Pada Tabel 8 disajikan banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak lima. Tabel 8 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak lima Gerombol N Banyaknya observasi tidak lengkap Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota 1 26 2 0.076 2 13 0 0.000 3 70 0 0.000 4 300 21 0.070 5 105 26 0.247 Jumlah 514 49 Nama-nama daerah di setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak lima dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 8, rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol lima menempati posisi pertama tertinggi. Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol empat menempati posisi ketiga tertinggi. Pada Gambar 2 disajikan peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima dari hasil penggerombolan dengan metode PDS. Hasil penggerombolan sebanyak lima gerombol dengan metode PDS memiliki karakteristik yang dapat dilihat berdasarkan nilai rataan peubah yang tersaji pada Tabel 9, banyaknya observasi tidak lengkap setiap gerombol yang tersaji pada Tabel 8, dan peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima dari nilai rataan tertinggi (peringkat satu) hingga nilai rataan terendah (peringkat lima) yang tersaji pada Tabel 10. Gambar 2 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak lima
  • 28. 14 Tabel 9 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima Tabel 10 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima Peubah Gerombol 1 2 3 4 5 X1 3 1 2 4 5 X2 4 1 2 3 5 X3 5 1 2 3 4 X4 5 2 3 4 1 X5 4 1 2 3 5 X6 3 1 2 4 5 Tabel 10 merupakan ringkasan tampilan dari Tabel 9. Pada penentuan zona dalam penelitian ini menggunakan nilai rataan dari peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima. Berdasarkan Tabel 10, dapat ditentukan bahwa zona satu ditempati oleh anggota dari gerombol dua dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi pertama dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol dua berasal dari kota-kota besar di Indonesia. Zona dua ditempati oleh anggota dari gerombol tiga dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kedua dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol tiga berasal dari daerah di Pulau Jawa. Zona tiga ditempati oleh anggota dari gerombol empat dengan peubahnya menempati posisi ketiga dan keempat dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol empat berasal dari sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia. Zona empat ditempati oleh anggota dari gerombol satu dengan peubahnya menempati posisi ketiga dan keempat dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol satu berasal dari kota/kabupaten yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Zona lima ditempati oleh anggota dari gerombol lima dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kelima dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol lima berasal dari sebagian besar kota/kabupaten di wilayah tengah dan timur Indonesia. Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia termasuk ke dalam zona tiga (gerombol empat). Karakteristik dari zona tiga yang ditunjukkan oleh Tabel 10 ialah memiliki nilai rataan peubah-peubah yang sebagian besar menempati peringkat ketiga dan keempat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi minat pasar di Indonesia masih Peubah Gerombol Rataan seluruh data1 2 3 4 5 X1 28,250.04 234,329.40 44,368.88 10,293.73 6,902.23 20,816.07 X2 292.07 11,696.29 2,358.13 600.68 271.62 1,045.30 X3 96.69 1,119.99 612.30 143.18 97.47 227.36 X4 -0.01 0.06 0.06 0.05 0.08 0.06 X5 34.66 778.63 211.72 38.00 33.03 82.42 X6 102.96 2,483.54 624.27 87.58 78.06 230.25
  • 29. 15 tergolong menengah ke bawah. Pada nilai rata-rata kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja, dan pendapatan BHP menempati peringkat ketiga dibandingkan dengan nilai rata-rata kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja, dan pendapatan BHP pada gerombol lainnya. Pada nilai rata-rata PDRB, persentase pertumbuhan ekonomi, dan jumlah base tranceiver station yang menempati peringkat keempat dibandingkan dengan nilai rata-rata PDRB, persentase pertumbuhan ekonomi, dan jumlah base tranceiver station pada gerombol lainnya. Jumlah Gerombol Sebanyak Enam Dari 514 observasi yang digunakan dalam penelitian, terdapat 49 kota/kabupaten dengan data yang tidak lengkap. Pada Tabel 11 disajikan banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak enam. Tabel 11 Banyaknya anggota dan observasi tidak lengkap setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak enam Gerombol N Banyaknya observasi tidak lengkap Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota 1 25 2 0.080 2 76 0 0.000 3 16 0 0.000 4 27 0 0.000 5 268 21 0.078 6 102 26 0.255 Jumlah 514 49 Nama-nama daerah di setiap gerombol pada jumlah gerombol sebanyak enam dapat dilihat pada Lampiran 1.Berdasarkan Tabel 11, rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol enam menempati posisi pertama tertinggi. Rasio banyaknya observasi tidak lengkap terhadap banyaknya anggota pada gerombol lima menempati posisi ketiga tertinggi.Pada Gambar 3 disajikan peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam dari hasil penggerombolan dengan metode PDS. Hasil penggerombolan sebanyak enam gerombol dengan metode PDS memiliki karakteristik yang dapat dilihat berdasarkan nilai rataan peubah yang tersaji pada Tabel 12, banyaknya observasi tidak lengkap setiap gerombol yang tersaji pada Tabel 11, dan peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam dari nilai rataan tertinggi (peringkat satu) hingga nilai rataan terendah (peringkat lima) yang tersaji pada Tabel 13.
  • 30. 16 Gambar 3 Peta keanggotaan jumlah gerombol sebanyak enam Tabel 12 Nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam Peubah Gerombol Rataan seluruh data1 2 3 4 5 6 X1 27,354.66 40,217.74 206,533.27 20,217.72 9,005.57 6,815.09 20,816.07 X2 282.07 1,049.23 10,619.29 6,885.53 260.25 203.92 1,045.30 X3 84.13 566.41 1,109.44 172.21 133.21 94.86 227.36 X4 -0.01 0.05 0.06 0.06 0.05 0.08 0.06 X5 31.17 192.26 708.06 91.24 29.86 33.29 82.42 X6 98.67 494.59 2,359.50 281.93 73.93 75.61 230.25 Tabel 13 Peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak lima Peubah Gerombol 1 2 3 4 5 6 X1 3 2 1 4 5 6 X2 4 3 1 2 5 6 X3 6 2 1 3 4 5 X4 6 4 2 3 5 1 X5 5 2 1 3 6 4 X6 4 2 1 3 6 5 Tabel 13 merupakan ringkasan tampilan dari Tabel 12. Pada penentuan zona dalam penelitian ini menggunakan nilai rataan dari peringkat nilai rataan setiap peubah pada jumlah gerombol sebanyak enam. Berdasarkan Tabel 13, dapat ditentukan bahwa zona satu ditempati oleh anggota dari gerombol tiga dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi pertama dibandingkan gerombol lainnya. Daerah yang menempati gerombol tiga berasal dari kota-kota besar di Indonesia. Zona dua ditempati oleh anggota dari gerombol dua dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kedua dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol dua berasal dari daerah di Pulau Jawa. Zona tiga ditempati oleh anggota dari gerombol empat dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi ketiga dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian
  • 31. 17 besar daerah yang menempati gerombol empat berasal dari Pulau Jawa. Zona empat ditempati oleh anggota dari gerombol enam dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kelima dan keenam dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol enam berasal dari wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Zona lima ditempati oleh anggota dari gerombol satu dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi keempat dan keenam dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol enam berasal dari wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Zona enam ditempati oleh anggota dari gerombol enam dengan sebagian besar peubahnya menempati posisi kelima dan keenam dibandingkan gerombol lainnya. Sebagian besar daerah yang menempati gerombol enam berasal dari wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar kota/kabupaten di Indonesia termasuk ke dalam zona yang menempati tiga zona terendah (zona empat, lima, dan enam). Karakteristik dari tiga zona terendah terlihat hampir sama karena memiliki nilai rataan peubah-peubah yang sebagian besar menempati peringkat keempat, kelima, dan keenam. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi minat pasar di Indonesia masih tergolong rendah. Perbandingan Jumlah Gerombol Sebanyak Lima dan Jumlah Gerombol Sebanyak Enam Pada Tabel 16 disajikan peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah gerombol sebanyak lima dan jumlah gerombol sebanyak enam. Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa pada jumlah gerombol sebanyak lima untuk peringkat nilai rataan setiap peubah cenderung lebih mudah dalam menentukan zona atau minat pasar tertinggi hingga minat pasar terendah. Berdasarkan hasil penggerombolan tersebut dapat ditentukan bahwa zona satu berasal dari gerombol dua, zona dua berasal dari gerombol tiga, zona tiga berasal dari gerombol empat, zona empat berasal dari gerombol satu, dan zona lima berasal dari gerombol lima. Tabel 14 Peringkat nilai rataan setiap peubah untuk jumlah gerombol sebanyak lima dan jumlah gerombol sebanyak enam Pada jumlah gerombol sebanyak enam untuk peringkat nilai rataan setiap peubah, zona atau minat pasar tertinggi hingga terendah sedikit lebih rumit untuk ditentukan, karena pada tiga zona terendah memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu memiliki nilai rataan peubah-peubah yang sebagian besar menempati Peubah Jumlah Gerombol Sebanyak Lima Peubah Jumlah Gerombol Sebanyak Enam 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 X1 3 1 2 4 5 X1 3 2 1 4 5 6 X2 4 1 2 3 5 X2 4 3 1 2 5 6 X3 5 1 2 3 4 X3 6 2 1 3 4 5 X4 5 2 3 4 1 X4 6 4 2 3 5 1 X5 4 1 2 3 5 X5 5 2 1 3 6 4 X6 3 1 2 4 5 X6 4 2 1 3 6 5
  • 32. 18 peringkat keempat, kelima, dan keenam, serta terlihat bahwa ketiga zona tersebut dapat menjadi satu zona yang sama dan menyebabkan jumlah gerombol yang terbentuk sebanyak empat. Sebaliknya pada nilai IDB untuk jumlah gerombol sebanyak empat menempati tiga posisi nilai IDB tertinggi dan sudah tidak relevan digunakan sebagai banyaknya zona yang dapat menggambarkan kondisi minat pasar di Indonesia. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penulis memilih jumlah gerombol sebanyak lima sebagai jumlah gerombol yang paling optimal untuk ditentukan sebagai zona atau minat pasar penentuan BHP frekuensi radio di Indonesia. SIMPULAN Jumlah gerombol yang paling optimal dari hasil penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia berdasarkan enam indakator penentuan BHP frekuensi dengan metode partial distance strategy ialah sebanyak lima gerombol. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona satu berasal dari anggota gerombol dua. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona dua berasal dari anggota gerombol tiga. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona tiga berasal dari anggota gerombol empat. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona empat berasal dari anggota gerombol satu. Kota/kabupaten yang termasuk ke dalam zona lima berasal dari anggota gerombol lima. Pada indeks penentuan gerombol optimal, data yang digunakan ialah data yang lengkap, sehingga dibutuhkan penjabaran lebih lanjut dalam menentukan jumlah gerombol optimal untuk kasus data tidak lengkap. Pada jumlah gerombol sebanyak lima dan enam, terdapat suatu kesamaan bahwa sebagian besar daerah di Indonesia memiliki keadaan minat pasar yang tergolong rendah. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus untuk daerah dengan keadaan minat pasar yang rendah agar lebih dikembangkan untuk menciptakan keadaan telekomunikasi di Indonesia yang lebih merata, sehingga dapat menumbuhkan perkembangan di sektor-sektor lainnya. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Aceh Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Bali Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Banten Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Bengkulu Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. DKI Jakarta Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Gorontalo Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jambi Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Jawa Timur Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS.
  • 33. 19 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Timur Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kepulauan Bangka Belitung Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kepulauan Riau Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Lampung Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Maluku Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Maluku Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Papua Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Papua Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Riau Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014.Sulawesi Barat Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sulawesi Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera BaratDalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Selatan Dalam Angka. Jakarta: BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Sumatera Utara Dalam Angka. Jakarta: BPS. Garson DG. 2012. Cluster Analysis. Blue Book Series. North Carolina (US): North Carolina State University. GrzymaΕ‚a B. J., Hu M. 2001. A Comparison of Several Approaches to Missing Attribute Values in Data Mining. USA. International Telecommunications Unions. Background Paper, Radio Spectrum Management For a Converging World. International Telecommunication Union. 2004. [Kominfo] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2005. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor :19/PER.KOMINFO/10/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Jakarta (ID): Kominfo. [Kominfo] Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2015. Data Statistik. Jakarta: Kominfo. Lafery, S. 2015. Penggerombolan Kota/Kabupaten di Indonesia Berdasarkan Indikator Zona Biaya Hak Pengguna Frekuensi Radio dengan Metode K- Means [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor. Larose, Daniel T. 2006. Data Mining Methods and Models .John Willey & Sons, inc. Mattjik, Ahmad Ansori & Sumertajaya, I Made. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID): IPB Press. Matyja A., SimiΕ„ski K. 2014. Comparison of algorithms for clustering incomplete data. Journal Foundations of Computing and Decision Sciences 39 : 107–127.
  • 34. 20 Pemerintahan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta (ID). Sekretariat Negara. Safitri, Winny D. 2015. Kajian Penggerombolan Data Tidak Lengkap Dengan Algoritma Khusus Tanpa Imputasi [tesis]. Bogor (ID): Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor. Troyanskaya O., Cantor M., Sherlock G., Brown P., Hastie T., Tibshirani R., Botstein D., Altman RB. 2001. Missing value estimation methods for DNA microarrays. Journal Bioinformatics 17 : 520–525. USA. Wagstaff K., Laidler V. 2005. Making the most of missing values: Object clustering with partial data in astronomy. Proceedings of Astronomical Data Analysis Software and Systems XIV 347: 172–176. California,USA. Yatkiv, irina. dan Gusarova, Lada. 2004. The Method of Cluster Analysis Result Validation.Proceedings of International Conference RelStat’04part 1: 75-80.
  • 35. 21 LAMPIRAN Lampiran 1 Penggerombolan kota/kabupaten di Indonesia menjadi lima gerombol dan enam gerombol Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Aceh Kab. Aceh Selatan 4 5 Aceh Kab. Aceh Tenggara 4 5 Aceh Kab. Aceh Timur 1 1 Aceh Kab. Aceh Tengah 4 5 Aceh Kab. Aceh Barat 4 5 Aceh Kab. Aceh Besar 4 5 Aceh Kab. Pidie 4 5 Aceh Kab. Aceh Utara 1 1 Aceh Kab. Simeulue 4 5 Aceh Kab. Aceh Singkil 4 5 Aceh Kab. Bireuen 4 5 Aceh Kab. Aceh Barat Daya 1 1 Aceh Kab. Gayo Lues 4 5 Aceh Kab. Aceh Jaya 4 5 Aceh Kab. Nagan Raya 4 5 Aceh Kab. Aceh Tamiang 1 1 Aceh Kab. Bener Meriah 4 5 Aceh Kab. Pidie Jaya 4 5 Aceh Kota Banda Aceh 4 4 Aceh Kota Sabang 4 5 Aceh Kota Lhokseumawe 1 1 Aceh Kota Langsa 4 5 Aceh Kota Subulussalam 4 5 Sumatera Utara Kab. Tapanuli Tengah 4 5 Sumatera Utara Kab. Tapanuli Utara 4 5 Sumatera Utara Kab. Tapanuli Selatan 4 5 Sumatera Utara Kab. Nias 4 5 Sumatera Utara Kab. Langkat 4 2 Sumatera Utara Kab. Karo 4 5 Sumatera Utara Kab. Deli Serdang 3 2 Sumatera Utara Kab. Simalungun 4 5 Sumatera Utara Kab. Asahan 4 5
  • 36. 22 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu 4 5 Sumatera Utara Kab. Dairi 4 5 Sumatera Utara Kab. Toba Samosir 4 5 Sumatera Utara Kab. Mandailing Natal 4 5 Sumatera Utara Kab. Nias Selatan 4 5 Sumatera Utara Kab. Pakpak Bharat 4 5 Sumatera Utara Kab. Humbang Hasundutan 4 5 Sumatera Utara Kab. Samosir 4 5 Sumatera Utara Kab. Serdang Bedagai 4 5 Sumatera Utara Kab. Batubara 4 5 Sumatera Utara Kab. Padang Lawas Utara 4 5 Sumatera Utara Kab. Padang Lawas 4 5 Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu Selatan 4 5 Sumatera Utara Kab. Labuhanbatu Utara 4 5 Sumatera Utara Kab. Nias Utara 4 5 Sumatera Utara Kab. Nias Barat 4 5 Sumatera Utara Kota Medan 2 3 Sumatera Utara Kota Pematangsiantar 4 4 Sumatera Utara Kota Sibolga 4 5 Sumatera Utara Kota Tanjungbalai 4 5 Sumatera Utara Kota Binjai 4 4 Sumatera Utara Kota Tebing Tinggi 4 4 Sumatera Utara Kota Padangsidempuan 4 5 Sumatera Utara Kota GunungSitoli 4 5 Sumatera Barat Kab. Pesisir Selatan 4 5 Sumatera Barat Kab. Solok 4 5 Sumatera Barat Kab. Sijunjung 4 5 Sumatera Barat Kab. Tanah Datar 4 5 Sumatera Barat Kab. Padang Pariaman 4 5 Sumatera Barat Kab. Agam 4 5 Sumatera Barat Kab. Lima Puluh Kota 4 5 Sumatera Barat Kab. Pasaman 4 5 Sumatera Barat Kab. Kepulauan Mentawai 4 5 Sumatera Barat Kab. Dharmasraya 4 5 Sumatera Barat Kab. Solok Selatan 4 5 Sumatera Barat Kab. Pasaman Barat 4 5
  • 37. 23 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Sumatera Barat Kota Padang 3 2 Sumatera Barat Kota Solok 4 5 Sumatera Barat Kota Sawahlunto 4 5 Sumatera Barat Kota Padangpanjang 4 5 Sumatera Barat Kota Bukittinggi 4 4 Sumatera Barat Kota Payakumbuh 4 5 Sumatera Barat Kota Pariaman 4 5 Riau Kab. Kampar 4 2 Riau Kab. Indragiri Hulu 4 5 Riau Kab. Bengkalis 1 1 Riau Kab. Indragiri Hilir 4 5 Riau Kab. Pelalawan 4 5 Riau Kab. Rokan Hulu 4 5 Riau Kab. Rokan Hilir 4 5 Riau Kab. Siak 1 1 Riau Kab. Kuantan Singingi 4 5 Riau Kab. Kepulauan Meranti 4 4 Riau Kota Pekanbaru 3 2 Riau Kota Dumai 4 5 Jambi Kab. Kerinci 5 6 Jambi Kab. Merangin 5 6 Jambi Kab. Sarolangun 5 6 Jambi Kab. Batanghari 5 6 Jambi Kab. Muaro Jambi 5 6 Jambi Kab. Tanjung Jabung Barat 4 5 Jambi Kab. Tanjung Jabung Timur 4 5 Jambi Kab. Bungo 4 5 Jambi Kab. Tebo 5 6 Jambi Kota Jambi 4 5 Jambi Kota Sungai Penuh 4 5 Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu 4 5 Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ilir 4 5 Sumatera Selatan Kab. Muara Enim 4 5 Sumatera Selatan Kab. Lahat 4 5 Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas 5 6 Sumatera Selatan Kab. Musi Banyuasin 4 5
  • 38. 24 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Sumatera Selatan Kab. Banyuasin 4 2 Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Timur 4 5 Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 4 5 Sumatera Selatan Kab. Ogan Ilir 4 5 Sumatera Selatan Kab. Empat Lawang 4 5 Sumatera Selatan Kab. Penukal Arab Lematang Ilir * 1 1 Sumatera Selatan Kab. Musi Rawas Utara * 5 6 Sumatera Selatan Kota Palembang 3 2 Sumatera Selatan Kota Pagar Alam 4 5 Sumatera Selatan Kota Lubuklinggau 4 5 Sumatera Selatan Kota Prabumulih 5 6 Bengkulu Kab. Bengkulu Selatan 4 5 Bengkulu Kab. Rejang Lebong 4 5 Bengkulu Kab. Bengkulu Utara 4 5 Bengkulu Kab. Kaur 4 5 Bengkulu Kab. Seluma 4 5 Bengkulu Kab. Mukomuko 4 5 Bengkulu Kab. Lebong 4 5 Bengkulu Kab. Kepahiang 4 5 Bengkulu Kab. Bengkulu Tengah 4 5 Bengkulu Kota Bengkulu 4 5 Lampung Kab. Lampung Selatan 3 2 Lampung Kab. Lampung Tengah 3 2 Lampung Kab. Lampung Utara 4 5 Lampung Kab. Lampung Barat 4 5 Lampung Kab. Tulang Bawang 4 5 Lampung Kab. Tanggamus 4 5 Lampung Kab. Lampung Timur 4 2 Lampung Kab. Way Kanan 4 5 Lampung Kab. Pesawaran 4 5 Lampung Kab. Pringsewu 4 5 Lampung Kab. Mesuji 4 5 Lampung Kab. Tulang Bawang Barat 4 5 Lampung Kab. Pesisir Barat 4 5 Lampung Kota Bandar Lampung 3 2 Lampung Kota Metro 4 5
  • 39. 25 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Kep.BaBel Kab. Bangka 4 5 Kep.BaBel Kab. Belitung 4 5 Kep.BaBel Kab. Bangka Selatan 4 5 Kep.BaBel Kab. Bangka Tengah 1 1 Kep.BaBel Kab. Bangka Barat 4 5 Kep.BaBel Kab. Belitung Timur 4 5 Kep.BaBel Kota Pangkal Pinang 4 5 Kep.Riau Kab. Bintan 5 6 Kep.Riau Kab. Karimun 5 6 Kep.Riau Kab. Natuna 4 5 Kep.Riau Kab. Lingga 5 6 Kep.Riau Kab. Kepulauan Anambas 1 1 Kep.Riau Kota Batam 3 2 Kep.Riau Kota Tanjung Pinang 4 5 DKI Jakarta Kab. Administrasi Kepulauan Seribu 1 1 DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Pusat 2 3 DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Utara 2 3 DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Barat 2 3 DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Selatan 2 3 DKI Jakarta Kota Administrasi Jakarta Timur 2 3 Jawa Barat Kab. Bogor 2 3 Jawa Barat Kab. Sukabumi 3 2 Jawa Barat Kab. Cianjur 3 2 Jawa Barat Kab. Bandung 3 2 Jawa Barat Kab. Garut 3 2 Jawa Barat Kab. Tasikmalaya 3 2 Jawa Barat Kab. Ciamis 3 2 Jawa Barat Kab. Kuningan 3 2 Jawa Barat Kab. Cirebon 3 2 Jawa Barat Kab. Majalengka 3 2 Jawa Barat Kab. Sumedang 3 2 Jawa Barat Kab. Indramayu 3 2 Jawa Barat Kab. Subang 3 2 Jawa Barat Kab. Purwakarta 3 2 Jawa Barat Kab. Karawang 3 2 Jawa Barat Kab. Bekasi 2 3
  • 40. 26 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Jawa Barat Kab. Bandung Barat 3 2 Jawa Barat Kab. Pangandaran 4 5 Jawa Barat Kota Bogor 3 4 Jawa Barat Kota Sukabumi 4 4 Jawa Barat Kota Bandung 2 3 Jawa Barat Kota Cirebon 4 4 Jawa Barat Kota Bekasi 2 3 Jawa Barat Kota Depok 3 3 Jawa Barat Kota Cimahi 3 4 Jawa Barat Kota Tasikmalaya 4 4 Jawa Barat Kota Banjar 4 5 Jawa Tengah Kab. Cilacap 3 2 Jawa Tengah Kab. Banyumas 3 2 Jawa Tengah Kab. Purbalingga 3 2 Jawa Tengah Kab. Banjarnegara 3 2 Jawa Tengah Kab. Kebumen 3 2 Jawa Tengah Kab. Purworejo 4 5 Jawa Tengah Kab. Wonosobo 4 5 Jawa Tengah Kab. Magelang 3 2 Jawa Tengah Kab. Boyolali 3 2 Jawa Tengah Kab. Klaten 3 2 Jawa Tengah Kab. Sukoharjo 3 2 Jawa Tengah Kab. Wonogiri 4 2 Jawa Tengah Kab. Karanganyar 3 2 Jawa Tengah Kab. Sragen 4 2 Jawa Tengah Kab. Grobogan 3 2 Jawa Tengah Kab. Blora 4 2 Jawa Tengah Kab. Rembang 4 5 Jawa Tengah Kab. Pati 3 2 Jawa Tengah Kab. Kudus 3 2 Jawa Tengah Kab. Jepara 3 2 Jawa Tengah Kab. Demak 3 2 Jawa Tengah Kab. Semarang 3 2 Jawa Tengah Kab. Temanggung 4 2 Jawa Tengah Kab. Kendal 3 2 Jawa Tengah Kab. Batang 4 2
  • 41. 27 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Jawa Tengah Kab. Pekalongan 4 5 Jawa Tengah Kab. Pemalang 3 2 Jawa Tengah Kab. Tegal 3 2 Jawa Tengah Kab. Brebes 3 2 Jawa Tengah Kota Magelang 4 4 Jawa Tengah Kota Surakarta 3 4 Jawa Tengah Kota Salatiga 4 5 Jawa Tengah Kota Semarang 3 3 Jawa Tengah Kota Pekalongan 4 4 Jawa Tengah Kota Tegal 4 4 DIY Kab. Kulon Progo 4 5 DIY Kab. Bantul 3 2 DIY Kab. Gunung Kidul 4 5 DIY Kab. Sleman 3 2 DIY Kota Yogyakarta 3 4 Jawa Timur Kab. Pacitan 4 5 Jawa Timur Kab. Ponorogo 4 5 Jawa Timur Kab. Trenggalek 4 5 Jawa Timur Kab. Tulungagung 4 5 Jawa Timur Kab. Blitar 4 2 Jawa Timur Kab. Kediri 3 2 Jawa Timur Kab. Malang 3 2 Jawa Timur Kab. Lumajang 4 5 Jawa Timur Kab. Jember 3 2 Jawa Timur Kab. Banyuwangi 3 2 Jawa Timur Kab. Bondowoso 4 5 Jawa Timur Kab. Situbondo 4 5 Jawa Timur Kab. Probolinggo 4 5 Jawa Timur Kab. Pasuruan 3 2 Jawa Timur Kab. Sidoarjo 3 2 Jawa Timur Kab. Mojokerto 4 2 Jawa Timur Kab. Jombang 3 2 Jawa Timur Kab. Nganjuk 4 5 Jawa Timur Kab. Madiun 4 5 Jawa Timur Kab. Magetan 4 5 Jawa Timur Kab. Ngawi 4 5
  • 42. 28 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Jawa Timur Kab. Bojonegoro 1 2 Jawa Timur Kab. Tuban 4 5 Jawa Timur Kab. Lamongan 4 5 Jawa Timur Kab. Gresik 3 2 Jawa Timur Kab. Bangkalan 5 6 Jawa Timur Kab. Sampang 1 1 Jawa Timur Kab. Pamekasan 4 5 Jawa Timur Kab. Sumenep 4 5 Jawa Timur Kota Kediri 4 4 Jawa Timur Kota Blitar 4 4 Jawa Timur Kota Malang 3 4 Jawa Timur Kota Probolinggo 4 4 Jawa Timur Kota Pasuruan 4 4 Jawa Timur Kota Mojokerto 4 4 Jawa Timur Kota Madiun 4 4 Jawa Timur Kota Surabaya 2 3 Jawa Timur Kota Batu 5 6 Banten Kab. Pandeglang 3 2 Banten Kab. Lebak 3 2 Banten Kab. Tangerang 3 3 Banten Kab. Serang 3 2 Banten Kota Tangerang 2 3 Banten Kota Cilegon 3 2 Banten Kota Serang 5 6 Banten Kota Tangerang Selatan 2 3 Bali Kab. Jembrana 4 5 Bali Kab. Tabanan 4 5 Bali Kab. Badung 3 2 Bali Kab. Gianyar 4 5 Bali Kab. Klungkung 4 5 Bali Kab. Bangli 4 5 Bali Kab. Karangasem 4 5 Bali Kab. Buleleng 4 5 Bali Kota Denpasar 3 2 NTB Kab. Lombok Barat 4 5 NTB Kab. Lombok Tengah 4 2
  • 43. 29 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol NTB Kab. Lombok Timur 4 2 NTB Kab. Sumbawa 4 5 NTB Kab. Dompu 4 5 NTB Kab. Bima 4 5 NTB Kab. Sumbawa Barat 1 1 NTB Kab. Lombok Utara 4 5 NTB Kota Mataram 5 4 NTB Kota Bima 4 5 NTT Kab. Kupang 4 5 NTT Kab. Timor Tengah Selatan 4 5 NTT Kab. Timor Tengah Utara 4 5 NTT Kab. Belu 4 5 NTT Kab. Alor 4 5 NTT Kab. Flores Timur 4 5 NTT Kab. Sikka 4 5 NTT Kab. Ende 4 5 NTT Kab. Ngada 4 5 NTT Kab. Manggarai 4 5 NTT Kab. Sumba Timur 4 5 NTT Kab. Sumba Barat 4 5 NTT Kab. Lembata 4 5 NTT Kab. Rote Ndao 4 5 NTT Kab. Manggarai Barat 4 5 NTT Kab. Nagekeo 4 5 NTT Kab. Sumba Tengah 4 5 NTT Kab. Sumba Barat Daya 4 5 NTT Kab. Manggarai Timur 4 5 NTT Kab. Sabu Raijua 4 5 NTT Kab. Malaka 4 5 NTT Kota Kupang 5 6 KalBar Kab. Sambas 4 5 KalBar Kab. Pontianak 4 5 KalBar Kab. Sanggau 4 5 KalBar Kab. Ketapang 4 5 KalBar Kab. Sintang 4 5 KalBar Kab. Kapuas Hulu 4 5
  • 44. 30 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol KalBar Kab. Bengkayang 4 5 KalBar Kab. Landak 4 5 KalBar Kab. Sekadau 4 5 KalBar Kab. Melawi 4 5 KalBar Kab. Kayong Utara 4 5 KalBar Kab. Kubu Raya 4 5 KalBar Kota Pontianak 3 4 KalBar Kota Singkawang 4 5 KalTeng Kab. Kotawaringin Barat 5 6 KalTeng Kab. Kotawaringin Timur 5 6 KalTeng Kab. Kapuas 5 6 KalTeng Kab. Barito Selatan 4 5 KalTeng Kab. Barito Utara 4 5 KalTeng Kab. Katingan 4 5 KalTeng Kab. Seruyan 4 5 KalTeng Kab. Sukamara 4 5 KalTeng Kab. Lamandau 5 6 KalTeng Kab. Gunung Mas 4 5 KalTeng Kab. Pulang Pisau 5 6 KalTeng Kab. Murung Raya 4 5 KalTeng Kab. Barito Timur 4 5 KalTeng Kota Palangka Raya 5 6 KalSel Kab. Tanah Laut 4 5 KalSel Kab. Kotabaru 4 5 KalSel Kab. Banjar 4 5 KalSel Kab. Barito Kuala 4 5 KalSel Kab. Tapin 4 5 KalSel Kab. Hulu Sungai Selatan 4 5 KalSel Kab. Hulu Sungai Tengah 4 5 KalSel Kab. Hulu Sungai Utara 4 5 KalSel Kab. Tabalong 4 5 KalSel Kab. Tanah Bumbu 4 5 KalSel Kab. Balangan 4 5 KalSel Kota Banjarmasin 3 4 KalSel Kota Banjarbaru 4 5 KalTim Kab. Paser 4 5
  • 45. 31 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol KalTim Kab. Kutai Kartanegara 1 1 KalTim Kab. Berau 5 6 KalTim Kab. Kutai Barat 1 1 KalTim Kab. Kutai Timur 4 5 KalTim Kab. Penajam Paser Utara 1 1 KalTim Kab. Mahakam Ulu 4 5 KalTim Kota Balikpapan 4 2 KalTim Kota Samarinda 4 2 KalTim Kota Bontang 1 1 KalUt Kab. Bulungan 4 5 KalUt Kab. Nunukan 5 6 KalUt Kab. Malinau 5 6 KalUt Kab. Tana Tidung 4 5 KalUt Kota Tarakan 5 6 Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow 4 5 Sulawesi Utara Kab. Minahasa 4 5 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Sangihe 4 5 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Talaud 4 5 Sulawesi Utara Kab. Minahasa Selatan 4 5 Sulawesi Utara Kab. Minahasa Utara 5 6 Sulawesi Utara Kab. Minahasa Tenggara 4 5 Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Utara 5 6 Sulawesi Utara Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 5 6 Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Timur 5 6 Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Selatan 5 6 Sulawesi Utara Kota Manado 4 5 Sulawesi Utara Kota Bitung 4 5 Sulawesi Utara Kota Tomohon 4 5 Sulawesi Utara Kota Kotamobagu 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Banggai 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Poso 5 6 Sulawesi Tengah Kab. Donggala 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Toli-Toli 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Buol 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Morowali 1 1 Sulawesi Tengah Kab. Banggai Kepulauan 5 6
  • 46. 32 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Sulawesi Tengah Kab. Parigi Moutong 5 5 Sulawesi Tengah Kab. Tojo Una-Una 5 6 Sulawesi Tengah Kab. Sigi 4 5 Sulawesi Tengah Kab. Banggai Laut 5 6 Sulawesi Tengah Kab. Morowali Utara 1 1 Sulawesi Tengah Kota Palu 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Kepulauan Selayar 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Bulukumba 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Bantaeng 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Jeneponto 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Takalar 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Gowa 4 5 Sulawesi Selatan Kab. Sinjai 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Bone 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Maros 4 5 Sulawesi Selatan Kab. Pangkajene dan Kepulauan 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Barru 4 2 Sulawesi Selatan Kab. Soppeng 5 5 Sulawesi Selatan Kab. Wajo 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Sidenreng Rappang 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Pinrang 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Enrekang 4 5 Sulawesi Selatan Kab. Luwu 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Tana Toraja 4 5 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Utara 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Luwu Timur 5 6 Sulawesi Selatan Kab. Toraja Utara 5 6 Sulawesi Selatan Kota Makassar 3 4 Sulawesi Selatan Kota Parepare 4 5 Sulawesi Selatan Kota Palopo 4 5 Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka 1 1 Sulawesi Tenggara Kab. Konawe 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Muna 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Buton 4 5 Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Selatan 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Bombana 5 6
  • 47. 33 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Sulawesi Tenggara Kab. Wakatobi 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Utara 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Utara 4 5 Sulawesi Tenggara Kab. Buton Utara 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Kolaka Timur 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Konawe Kepulauan 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Muna Barat 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Buton Tengah 5 6 Sulawesi Tenggara Kab. Buton Selatan 5 6 Sulawesi Tenggara Kota Kendari 5 6 Sulawesi Tenggara Kota Bau-Bau 5 6 Gorontalo Kab. Gorontalo 5 6 Gorontalo Kab. Boalemo 5 6 Gorontalo Kab. Bone Bolango 5 6 Gorontalo Kab. Pohuwato 5 6 Gorontalo Kab. Gorontalo Utara 5 6 Gorontalo Kota Gorontalo 5 6 Sulawesi Barat Kab. Mamuju Utara 5 6 Sulawesi Barat Kab. Mamuju 5 6 Sulawesi Barat Kab. Mamasa 4 5 Sulawesi Barat Kab. Polewali Mandar 5 6 Sulawesi Barat Kab. Majene 4 5 Sulawesi Barat Kab. Mamuju Tengah 4 5 Maluku Kab. Maluku Tengah 4 5 Maluku Kab. Maluku Tenggara 4 5 Maluku Kab. Maluku Tenggara Barat 4 5 Maluku Kab. Buru 4 5 Maluku Kab. Seram Bagian Timur 5 6 Maluku Kab. Seram Bagian Barat 4 5 Maluku Kab. Kepulauan Aru 5 6 Maluku Kab. Maluku Barat Daya 5 6 Maluku Kab. Buru Selatan 4 5 Maluku Kota Ambon 4 5 Maluku Kota Tual 4 5 Maluku Utara Kab. Halmahera Barat 4 5 Maluku Utara Kab. Halmahera Tengah 1 1
  • 48. 34 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Maluku Utara Kab. Halmahera Utara 4 5 Maluku Utara Kab. Halmahera Selatan 4 5 Maluku Utara Kab. Kepulauan Sula 4 5 Maluku Utara Kab. Halmahera Timur 1 1 Maluku Utara Kab. Pulau Morotai 4 5 Maluku Utara Kab. Pulau Taliabu 4 5 Maluku Utara Kota Ternate 5 6 Maluku Utara Kota Tidore Kepulauan 5 6 Papua Kab. Merauke 5 6 Papua Kab. Jayawijaya 4 5 Papua Kab. Jayapura 5 6 Papua Kab. Nabire 5 6 Papua Kab. Kepulauan Yapen 4 5 Papua Kab. Biak Numfor 4 5 Papua Kab. Puncak Jaya 1 1 Papua Kab. Paniai 4 5 Papua Kab. Mimika 1 1 Papua Kab. Sarmi 4 5 Papua Kab. Keerom 5 6 Papua Kab. Pegunungan Bintang 4 5 Papua Kab. Yahukimo 5 6 Papua Kab. Tolikara 5 6 Papua Kab. Waropen 5 6 Papua Kab. Boven Digoel 4 5 Papua Kab. Mappi 5 6 Papua Kab. Asmat 4 5 Papua Kab. Supiori 5 6 Papua Kab. Mamberamo Raya 5 6 Papua Kab. Mamberamo Tengah 5 6 Papua Kab. Yalimo 5 6 Papua Kab. Lanny Jaya 4 5 Papua Kab. Nduga 5 6 Papua Kab. Puncak 5 6 Papua Kab. Dogiyai 5 6 Papua Kab. Intan Jaya 5 6 Papua Kab. Deiyai 5 6
  • 49. 35 Propinsi Kota/Kabupaten Lima Gerombol Enam Gerombol Papua Kota Jayapura 5 6 Papua Barat Kab. Sorong 4 5 Papua Barat Kab. Manokwari 5 6 Papua Barat Kab. Fakfak 5 6 Papua Barat Kab. Sorong Selatan 5 6 Papua Barat Kab. Raja Ampat 4 5 Papua Barat Kab. Teluk Bintuni 1 1 Papua Barat Kab. Teluk Wondama 4 5 Papua Barat Kab. Kaimana 4 5 Papua Barat Kab. Tambrauw 4 5 Papua Barat Kab. Maybrat 4 5 Papua Barat Kab. Manokwari Selatan 4 5 Papua Barat Kab. Pegunungan Arfak 5 6 Papua Barat Kota Sorong 5 6
  • 50. 36
  • 51. 37 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakaarta pada tanggal 12 Februari 1995 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Azwirman dan Ibu Nella Kusuma Hayati. Tahun 2009 penulis lulus dari SMP Negeri 256 Jakarta dan kemudian melanjutkan ke jenjang selanjutnya di SMA Negeri 89 Jakarta dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Gama Sigma Beta (GSB) divisi Beta tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif diberbagai kepanitiaan seperti Statistika Ria tahun 2013, Statistika Ria tahun 2014, Kompetisi Statistika Junior 2014, International Conferences of Statistics Moslims 13th, dan Kompetisi Statistika Junior tahun 2015. Pada bulan Juli-Agustus 2015 penulis diberikan kesempatan untuk melaksanakan kegiatan praktik lapang di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.