Dokumen tersebut membahas tentang seksualitas dari perspektif sosiologis. Seksualitas dijelaskan tidak hanya sebagai aktivitas biologis melainkan juga sebagai konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh budaya dan institusi sosial."
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Pendampingan Individu 2 Modul 1 PGP 10 Kab. Sukabumi Jawa BaratEldi Mardiansyah
Di dalamnya mencakup Presentasi tentang Pendampingan Individu 2 Pendidikan Guru Penggerak Aangkatan ke 10 Kab. Sukabumi Jawa Barat tahun 2024 yang bertemakan Visi dan Prakarsa Perubahan pada SMP Negeri 4 Ciemas. Penulis adalah seorang Calon Guru Penggerak bernama Eldi Mardiansyah, seorang guru bahasa Inggris kelahiran Bogor.
2. SEKSUALITAS
• SEKSUALITAS tidak hanya dipahami sbg aktifitas fisik
(aspek biologis/dorongan seksual) dan psikologis individu
(pikiran, perasaan serta pengalaman-pengalaman
“individual”) perlu pemahaman komprehensif, krn
fenomena sosial.
• Perilaku seksual mengikuti pola-pola yg tergenderkan
dimana berakar dari definisi maskulinitas dan
feminitas dalam budaya.
• Definisi budaya apakah seksualitas berbeda antara
laki-laki dan perempuan. Laki-laki diharapkan
mempunyai dorongan sex yang lebih kuat daripada
perempuan, masih distereotipekan overactive
dibanding perempuan.
• Orientasi Seksualitas Heterosexsual, Homosexual,
Bisexual (Homo + Hetero)
3. • Seksualitas bisa direkonstruksi dan
didekonstruksi.
• Seksualitas jarang sekali didiskusikan secara
terbuka. Seksualitas selalu dilekatkan dengan hal-hal
yang bermuatan negatif, kotor, dosa dan tidak
bermoral. Sehingga seksualitas begitu ketatnya
diatur oleh lembaga-lembaga sosial, agama
sampai negara. Dampaknya : manusia menjadi jauh
dari seksualitasnya sendiri.
4. Studi ilmiah ttg sex :
FREUDIAN PSYCHOANALYSIS, Judul Tulisan Freud
“Transformation of Puberty”, subjudulnya :
“The Differentiation between Men and Women”
Teori “PENIS ENVY”,
Seks adalah bagian dari naluri manusia yang paling dasar
dan primitif. Sensasi seks pertama adalah dalam hubungan
dengan payudara ibu saat menyusui. Dalam tingkat
tertentu dalam kehidupannya, muncul kesadaran bahwa
ada perbedaan dalam bagian-bagian vitalnya. Seorang anak
laki-laki akan menyadari bahwa saudara perempuannya
tidak punya penis dan dirasa mempunyai kekurangan,
karena “penis” sebagai versi “superior” dari clitoris
kecemburuan penis perasaan marah pada ibu yang tidak
memberi penis sebagai salah satu organ yang penting
dasar penyebutan Freud pada perempuan sebagai “THE
DARK CONTINENT” (DARATAN YANG GELAP)
5. SEKS, GENDER, DAN ORIENTASI SEKSUAL SBG
KEBERLANJUTAN DAN SBG VARIABEL YG SALING
BERARTIKULASI
SEKS betina/female hermaphrodite jantan/male
(Biologis) 0……………………………………………………………0
GENDER feminin androgin maskulin
0……………………………………………………………..0
SEKSUALITAS biseks heteroseks homoseks selibat
(orientasi 0……………………………………………………………0
Seksual)
Seks adalah kategori biologis, Gender dan seksualitas adalah kategori sosial maupun
psikologis. Seksualitas berkaitan dengan genitalia dan organ seks sekunder.
Jantan = male Betina = female
Maskulin = kelaki-lakian Feminin = Kewanitaan
6. SEKSUALITAS, KONSTRUKSI ALAMIAH ATAU SOSIAL ?
Penentu Biologis Konstruksi Sosial
Identitas Seksual Ditentukan pada saat lahir dan
tidak dapat diubah
Muncul melalui pengalaman
individu.
Relasi-Relasi
Seksual
Ekspresi alamiah pada
Kecenderungan biologis
Menyediakan dasar bagi
pembentukan identitas-identitas
sosial
Institusi-Institusi
Sosial
Didasarkan pada seksualitas
”alamiah” /keteraturan sosial
Kelompok dominan mendukung
identitas-identitas seksual
Perubahan Sosial Keteraturan sosial secara
relatif tetap dengan variasi
individu
Perubahan mendatangkan seperti
orang memobilisasikan gerakan-
gerakan sosial untuk menetapkan
hak-hak bagi kelompok-kelompok
minoritas
Sumber : Andersen, 2000;183
7. • Esensialisme Seksual yaitu paham yang menganggap seksualitas
given, hukum Tuhan, tidak berubah, asosial, dan transhistoris, serta
menganggap heteroseksualitas adalah bentuk yang sah dan lain
adalah penyimpangan (abnormal), dan tidak dipertanyakan.
• Contoh faham esensialisme ; pandangan pada transeksual,
“Orang yang melakukan transeksual adalah laki-laki yang menyimpang”.
Pernyataan ini mungkin sangat menyakitkan bagi kaum
transeksual, tapi bagi kaum perempuan “asli” keberadaan
mereka jelas merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk
diterima. Perempuan-perempuan feminis bahkan banyak yang
menganggap orang-orang transeksual ini tak lebih dari
“surgically castrated males”.
• Nancy Jean Burkholder seorang transeksual dari New Hampshire,
ditolak saat akan menonton festival musik di Michigan oleh satpam
perempuan dengan mengatakan : “Transsexuals are not
welcome”
ESENSIALISME SEKSUAL
8. KONSTRUKSI SOSIAL SEKSUALITAS
• Rubin, Foucault, dan Butler (Alimi, 2005),
seksualitas merupakan sebuah konstruk
sosial, bukan fakta kromosomik-biologis
menggugat esensialisme seksual.
• Seksualitas sangat terikat dengan sejarah dan
perubahan sosial.
9. Gayle Rubin: Logosentrisme dan
Heteronormativitas
• Tulisan Gayle Rubin ada dalam tulisan Carole Vance yang berjudul
Pleasure And Danger. Tulisannya: Exploring Female Sexuality, yaitu
membahas soal Teori Radikal Dalam Politik Seksualitas (Thinking Sex :
Notes for a Radical Theory of the Politics of Sexuality) hal 267-284.
• Teori ini akan membuka wacana atau menjawab mengapa seksualitas
begitu tabu dan terperangkap pada hal yang baik dan buruk saja?
Gayle Rubin dalam teori radikal itu menawarkan beberapa konsep
dasar untuk membuka wacana seksualitas dari pandangan feminis.
• Seksualitas, dikonstruk melalui prosedur logosentris.
• Dalam logosentrisme, heterosexualitas bukan hanya
dibedakan tetapi juga dianggap lebih tinggi derajatnya atas
praktek non-hetero. Tidak cukup dengan privelese itu,
bentuk seksualitas yang lain diberi sebutan negatif,
direndahkan, melalui strategi patologisasi,
abnormalisasi dan kriminalisasi.
10. Gayle Rubin
•
Gayle Rubin mendemonstrasikan bagaimana prosedur
itu bekerja dalam ranah seksualitas. Dalam bukunya
berjudul Thinking About Sex (1984), bagaimana
heteroseksualitas dinaturalisasi dan praktek seksual
lainnya diabnormalisasi.
• Heteroseksualitas dianggap sebagai the good, the
normal, the natural dan the blessed sexuality,
sedangkan yang lain adalah the bad, the abnormal, the
unnatural, dan the damned sexuality.
• Praktek-praktek sex seperti ini menempatkan yang satu
lebih berkuasa dengan lainnya (ada subjek dan objek).
Sama sekali tidak ada ruang demokrasi yang seimbang
antara yang satu dengan lainnya. Sehingga Rubin
menjelaskan bagaimana membongkar praktek-praktek
dominasi hubungan seks seperti ini.
11. SEXUALITY DARI MICHEL FOUCAULT
• Buku-bukunya : Herculine Barbine; Being The Recently
Discovered Memoirs of a Nineteenth-Century French
Hermaphrodite (1979), dan trilogi sejarah seksualitasnya
yang sangat terkenal; yaitu The History of Sexuality I; The
Will to Know (1983), The History of Sexuality I; The Use
of Pleasure (1985), dan The History of Sexuality III; The
Care of the Self (1986).
• Dalam bukunya : femininitas, maskulinitas dan seksualitas
adalah “akibat praktek disiplin”, “the effect of discourse”
atau buah “power–knowledge relations.” Foucault
membongkar dan menembus kebekuan fondasi rezim
heteroseksualitas yang univokal, yang dalam wacana-
wacana yang dominan dianggap sebagai the norm, the
logos.
12. • Buku Michel Foucault : “The History of Sexuality.” Penekanan :
genealogi kekuasaan. Sejarah Pewacanaan Seks sebagai
sejarah Kekuasaan.
• Seksualitas” menurutnya “adalah nama yang terbentuk secara
historis; bukan realitas alamiah yang susah dipahami, melainkan
adalah sebuah jaringan besar yang didalamnya terdapat stimulasi
tubuh, intensifikasi kenikmatan, perubahan ke diskursus, formasi
pengetahuan tertentu, penguatan kontrol dan resistensi, yang saling
berkaitan satu sama lain” (Foucault, 1998: 105-6).
• Jaman Ratu Victoria (Victorianisme), seks sangat tertutup,
menabukan seks dan membatasinya dalam rumah, perkawinan
keluarga, dan kebungkaman. Victorianisme melakukan represi
seksualitas secara umum dan diskursus seksual secara khusus. Ada
usaha menaklukkan seks pada tingkat bahasa, untuk
menghilangkan pemahaman masyarakat ttg seks.
13. • Abad XVII, yang menandai seksualitas : pewacanaan sistematis
(dorongan untuk berwacana. Seks menjadi sesuatu yang harus
dikatakan. Institusi pendorongnya : Gereja Katolik (pengakuan
dosa), kedokteran dan psikiatri (pathologi). Bahasa : orang
memurnikan supaya seks tidak dikatakan secara langsung, tetapi
diurusi dan diburu oleh wacana.
• Abad XVIII, dorongan politik, ekonomi, dan teknik untuk
bicara tentang seks dalam bentuk studi analitik, pencatatan,
klasifikasi, spesifikasi, kuantifikasi dan kausalisasi. Tidak
hanyaaspek moral, tetapi juga rasionalitas. Seks urusan polisi
terkait kekuasaan publik pengaturan seks melalui wacana yang
bermanfaat dan publik. Seks dikaitkan dengan penduduk,
natalitas, dsb.
• Abad XIX , masyarakat mengembangkan mekanisme kontrol
perilaku individu. Sekolah menjadi tempat permainan kekuasaan
pengetahuan. Seksualitas orang gila, anak-anak, dan kriminal
dijaga (dicegah dan dilarang).
• Kesimpulan : Foucault menggunakan konsep wacana lebih
sebagai aturan-aturan.
14. • Empat unitas strategis (strategic unities) untuk mereproduksi
dan melipatgandakan diskursus tentang seksualitas:
1. the psychiatrisation of perverse pleasure,
Strategi ini bekerja dengan mempatologikan semua bentuk penyimpangan dari prinsip-
prinsip “seksualitas prokreatif yang normal”. Karena itulah sex for pleasures dikutuk.
Onani, masturbasi, dan homoseksualitas yang sering menjadi sumber kesenangan erotis
dianggap abnormal, menyimpang, dan perlu mendapat perawatan. Alasannya adalah
karena praktek-praktek seksual nonprokreatif ini memperlemah tubuh dan menjadikannya
rawan terhadap berbagai macam penyakit. Inilah bedanya seksualitas Barat modern dan
Yunani kuno, dimana homoseksualisme, onanisme dan masturbasi tidak ditolak berdasar
kategori “normal” atau “abnormal” (Foucault, 1986a: 45) melainkan berdasar
kuantitasnya, yaitu tidak boleh kalau berlebihan.
2. the socialisation of procreative behaviour,
Berlawanan dengan diskursus seksualitas Yunani dan Roma kuno, seksualitas
Barat modern abad XIX, lebih diorientasikan pada tujuan-tujuan prokreatif,
bukan kesenangan (pleasure) disebut scientia sexualis, sedangkan
seksualitas Roma kuno berorientasi pada pleasure atau aphrodisia disebut ars
erotica. Tujuan scientia sexualis ini adalah untuk memaksimalkan kekuatan,
efisiensi, ekonomi tubuh, hubungan konjugal perkawinan dan heteroseksualitas.
Heteroseksualitas bentuk paling sah, dibingkai dalam heteronormativitas.
Pasangan dibebani tanggungjawab sosial dan medis; yaitu melindungi keluarga
dari penyakit-penyakit patogenik seksualitas. Setiap kegagalan dalam upaya ini
dapat berakibat pada kehancuran tubuh sosial (social body), yaitu komunitas.
15. 3. the pedagogisation of children’s sex
praktek seksualitas anak yang “potensial bahaya” (hal 104)
diatur sedemikian rupa karena dikhawatirkan dapat
mendatangkan “kerusakan fisik dan moral, individu dan
kolektif” (hal 30).
4. the hysterisation of women’s body.
tubuh feminin “dianalisa”, “diintegrasikan ke wilayah praktek
medis karena penyakit yang melekat padanya”, dan akhirnya
ditempatkan dalam “komunikasi organik dengan tubuh sosial.”
seksualitas perempuan dikonstitusikan sebagai sentral identitas
mereka, mereka adalah biologi mereka dan seksualitas adalah
inti dari biologi mereka itu. Dalam konteks ini, definisi tentang
seksualitas diperluas. Bukan sekedar “having sex” melainkan
juga meliputi pengalaman-pengalaman masturbasi, kehamilan,
kelahiran dan menopause. Histerisasi ini menuntut
diregulasinya perempuan, menjadikan mereka sebagai objek sah
dari intervensi dan kontrol psikologis dan medis.
16. Herculine Barbin, mrt Foucault
adalah satu strategi yang lain yang dikembangkan yaitu diseminasi gagasan
tentang keharusan manusia untuk hanya mempunyai satu identitas gender dan
kelamin yang sejati-jelas (true mono-sexed human being). of the body) dan
keamanan spesies sosial (social species), yaitu penduduk.
Melalui ilmu kedokteran, hukum dan pengadilan. Herculine Barbin, seorang
hermaprodit Perancis pada abad XIX. Pada catatan hariannya, Barbin menulis
bahwa pada kelahirannya ia diidentifikasi sebagai perempuan. Kendati
demikian, setelah serangkaian pengakuan pada dokter dan pendeta, Barbin
secara hukum diharuskan untuk merubah seksnya ke “laki-laki” karena
karakter maskulin yang dimilikinya. Tertekan karena seksualitas dan jenis
kelamin yang disyaratkan, akhirnya Barbin bunuh diri. Hal ini disebabkan
Tidak boleh ada identitas in-between. Bagi Foucault ini mengejutkan
hermaprodit diharuskan mempunyai a sex, a single, true sex, karena selama
berabad-abad, menurutnya, “telah ada kesepakatan bahwa yang namanya
hermaprodit itu punya dua” (ibid, vii).
Lima teknik ini berasal dari kebutuhan kelas bojuis pada abad XIX untuk
meningkatkan produktifitas tubuh (productivity of the body) dan keamanan
spesies sosial (social species), yaitu penduduk.
17. • Praktek diskursif lain yang penting dalam institusionalisasi
heteroseksualitas yang diidentifikasi Foucault adalah “konfesi”.
“Konfesi” praktek pengakuan dosa seorang jamaah kepada
pendeta yang biasa dipraktekkan di gereja. Konfesi dianggap
sebagai basis pembentukan dan pengaturan seksualitas,
digunakan untuk membongkar kesenangan-kesenangan
tersembunyi (the hidden pleasures), ekses-ekses tubuh yang
berbahaya (dangerous excesses of the body, secret fantasies);
hakekat personal manuasia (the very personal essence of human
being), inti identitas personal (the core of personal identity) dan
kebenaran tentang diri (the truth of self).
Melalui strategi diskursif inilah heteroseksualitas, bentuk
seksualitas yang berorientasi prokreasi, diinternalisasi,
dinaturalisasi, sedangkan bentuk lain dipatologikan dan
diabnormalkan. Seolah-olah heteronormativitas adalah satu-
satunya formasi seksual yang mengatur kehidupan manusia,
kapanpun dan dimanapun menyembunyikan realitas dan
relativitas kompleks dibalik seksualitas.
18. • Foucault tetap pada orientasi politik mikronya, yang
menekankan pentingnya tubuh dan kenikmatan
• Buku Foucault : The Use of pleasure dan The Care of The
Self, fokus substantif (dari barat modern ke budaya Yunani
Roma) dan orientasi teoritis bergeser (dari genealogi
kekuasaan ke genealogi kesadaran diri, kontrol diri, praktik
diri dipahami sebagai “genealogi manusia yang berhasrat”.
Seksualitas bukan hanya masalah kekuasaan dan pelarangan,
tetapi masalah moral.
• Arkeologi adalah “kondisi” historis yang ada, Genealogi lebih
mempermasalahkan tentang proses historis. Genealogi
menawarkan pada kita sebuah hubungan proses tentang
jaringan diskursus, sebaliknya arkeologi memberikan pada kita
sebuah jepretan, dan irisan melalui mata rantai diskursif.
19. FLUID IDENTITIES
• Bukan teori tentang homoseksualitas, meskipun juga
berbicara tentangnya.
• Pendekatan untuk memahami Seksualitas, dan identitas
yang dikembangkan dari ide-ide Foucault.
• Dikembangkan Judith Butler dalam bukunya : Gender
Trouble: Feminism and the subversion of Identity (1990).
Meski ia tidak memberi label bukunya sebagai “Teori
Queer”, tetapi secara definitif mulai dari buku ini.