SlideShare a Scribd company logo
1
BAB III
SPESIFIKASI TEKNIS
VI.1. UMUM
VI.1.1. KETENTUAN UMUM
(1) Tata cara penyelenggaraan pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana
dan sarana secara umum harus mengacu syarat-syarat dalam RKS maupun
perubahan-perubahan dan atau tambahan-tambahannya dalam Berita Acara
Aanwijzing serta Gambar Kerja dan atau gambar-gambar perubahan dan
tambahan yang telah disetujui Direksi pekerjaan/ Pejabat Pembuat
Komitmen.
(2) Di samping itu ketentuan lain mengenai tambahan atau pengurangan yang
timbul dalam pelaksanaan akan diatur dan dilaksanakan sesuai petunjuk
Direksi Proyek atau Pengawas baik sebelum maupun selama pekerjaan
berlangsung
(3) Bila karena satu dan lain hal terdapat kekurangan, perbedaan
ketidakjelasan, ketidak sesuaian baik ukuran maupun item-item pekerjaan
lainnya yaitu :
 Pada Gambar Kerja dengan detail gambarnya, maka yang mengikat
adalah gambar yang skalanya lebih kecil
 Antara Gambar Kerja dengan RKS, maka yang berlaku adalah RKS
 Bila pada Gambar Kerja tertulis, sedang dalam RKS tidak disebutkan,
maka Gambar Kerja yang mengikat
 Bila dalam RKS disebutkan, sedang dalam Gambar Kerja tidak dituliskan,
maka yang mengikat adalah RKS
 Penentuan bagian yang mengikat/ berlaku diatas harus mendapatkan
persetujuan Pengawas/ Direksi Proyek sebelum dilaksanakan
(4) Selama berlangsungnya pekerjaan, Rekanan/ Penyedia jasa dapat menjaga
lingkungan agar tidak terganggu oleh jalannya pekerjaan.
(5) Kerusakan jalan masuk menuju lokasi dan tempat-tempat pekerjaan atau
lahan sekitar yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan menjadi
tanggung jawab Rekanan/ Penyedia Jasa. Untuk itu sebelum pelaksanaan
pekerjaan Rekanan/ Penyedia Jasa bisa minta ijin kepada pemilik yang
bersangkutan untuk mendapatkan dispensasi pemakaian jalan menuju
lokasi ataupun lahan sekitar yang diperlukan
(6) Tempat pekerjaan akan diserahkan kepada Rekanan/ Penyedia Jasa dalam
keadaan seperti pada saat penjelasan (aanwijzing) di lapangan atau
peninjauan lapangan
(7) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja,
peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa
sehingga tenaga kerja terlindungi dari resiko kecelakaan.
(8) Penyedia Jasa menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau
alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan
peraturan keselamatan kerja, selanjutnya barang-barang tersebut harus
dapat dipergunakan secara aman.
2
(9) Penyedia Jasa turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja,
agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan
selamat dan sehat
(10) Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka
penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab Penyedia Jasa
(11) Sebelum dan selama melaksanakan pekerjaan, Rekanan/ Penyedia Jasa
harus berkonsultasi dengan Pengawas atau Direksi Proyek.
VI.1.2. KETENTUAN PELAKSANAAN K3
VI.1.2.1. Ketentuan administrasi
a. Kewajiban umum
Kewajiban umum di sini dimaksudkan kewajiban umum bagi perusahaan
Penyedia Jasa Konstruksi, yaitu :
1) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja,
peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa
sehingga tenaga kerja terlindungi dari resiko kecelakaan.
2) Penyedia Jasa menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan
atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan
peraturan keselamatan kerja, selanjutnya barang-barang tersebut
harus dapat dipergunakan secara aman.
3) Penyedia Jasa turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja,
agar tenaga
kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan
sehat.
4) Penyedia Jasa menunjuk petugas keselamatan kerja yang karena
jabatannya di dalam organisasi Penyedia Jasa, bertanggung jawab
mengawasi koordinasi pekerjaan yang dilakukan untuk menghindarkan
resiko bahaya kecelakaan.
5) Penyedia Jasa memberikan pekerjaan yang cocok untuk tenaga kerja
sesuai dengan keahlian, umur, jenis kelamin dan kondisi
fisik/kesehatannya.
6) Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa menjamin bahwa semua
tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya dari pekerjaannya
masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu Penyedia Jasa
dapat memasang papan-papan pengumuman, papan-papan peringatan
serta sarana-sarana pencegahan kecelakaan yang dipandang perlu.
7) Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala
terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan
kecelakaan, lingkungan kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang
aman.
8) Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka
penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung
jawab Penyedia Jasa.
3
b. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
Penyedia Jasa Konstruksi harus menugaskan secara khusus Ahli K3 dan
tenaga K3 untuk setiap proyek yang dilaksanakan. Tenaga K3 tersebut
harus masuk dalam struktur organisasi pelaksanaan konstruksi setiap
proyek, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja harus bekerja secara penuh
(full-time) untuk mengurus dan menyelenggarakan keselamatan dan
kesehatan kerja.
2) Pengurus dan Penyedia Jasa yang mengelola pekerjaan dengan
mempekerjakan pekerja dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi
dari sifat proyek memang memerlukan, diwajibkan membentuk unit
pembina K3.
3) Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja tersebut ini
merupakan unit struktural dari organisasi penyedia jasa yang dikelola
oleh pengurus atau penyedia jasa.
4) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja tersebut bersama-sama
dengan panitia pembina keselamatan kerja ini bekerja sebaik-baiknya,
dibawah koordinasi pengurus atau Penyedia Jasa, serta bertanggung
jawab kepada pemimpin proyek.
5) Penyedia jasa harus mekukan hal-hal sebagai berikut :
a) Memberikan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja
fasilitas-fasilitas dalam melaksanakan tugas mereka.
b) Berkonsultasi dengan panitia pembina keselamatan dan kesehatan
kerja dalam segala hal yang berhubungan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam proyek.
c) Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada
rekomendasi dari panitia pembina keselamatan dan kesehatan
kerja.
6) Jika 2 (dua) atau lebih Penyedia Jasa bergabung dalam suatu proyek
mereka harus bekerja sama membentuk kegiatan kegiatan keselamatan
dan kesehatan kerja.
c. Laporan kecelakaan
Salah satu tugas pelaksana K3 adalah melakukan pencatatan atas kejadian
yang terkait dengan K3, dimana :
1) Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Instansi yang terkait.
2) Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan menunjukkan hal-
hal sebagai berikut :
a) Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja
masing-masing dan
b) Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-sebabnya.
d. Keselamatan kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
4
Organisasi untuk keadaan darurat dan pertolongan pertama pada
kecelakaan harus dibuat sebelumnya untuk setiap proyek yang meliputi
seluruh pegawai/petugas pertolongan pertama pada kecelakaan dan
peralatan, alat-alat komunikasi dan alat-alat lain serta jalur transportasi,
dimana :
1) Tenaga kerja harus diperiksa kesehatannya :
a) Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama
kali.
b) Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan
tersebut.
2) Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan
disimpan untuk referensi.
3) Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba-
tiba, harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau seorang yang
terdidik dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK).
4) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan yang memadai, harus disediakan
di tempat kerja dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu, kelembaban
udara dan lain-lain.
5) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit
dengan obat untuk kompres, perban, antiseptik, plester, gunting dan
perlengkapan gigitan ular.
6) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda
lain selain alat-alat PPPK yang diperlukan dalam keadaan darurat.
7) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan-
keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah
dimengerti.
8) Isi dari kotak obat-obatan dan alat PPPK harus diperiksa secara teratur
dan harus dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong).
9) Kereta untuk mengangkat orang sakit (tandu).
10) Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan
mengangkut dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit
atau mengalami kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat
lainnya.
11) Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik dan
strategis yang memberitahukan antara lain :
a) Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat-alat PPPK,
ruang PPPK, ambulans, tandu untuk orang sakit, dan tempat
dimana dapat dicari petugas K3.
b) Tempat telepon terdekat untuk menelepon/memanggil ambulans,
nomor telepon dan nama orang yang bertugas dan lain-lain.
c) Nama, alamat, nomor telepon Dokter, rumah sakit dan tempat
penolong yang dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat.
e. Pembiayaan keselamatan dan kesehatan kerja
Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus sudah
diantisipasi sejak dini yaitu pada saat Pengguna Jasa mempersiapkan
pembuatan desain dan perkiraan biaya suatu pekerjaan konstruksi.
5
Sehingga pada saat pelelangan menjadi salah satu item pekerjaan yang
perlu menjadi bagian evaluasi dalam penetapan pemenang lelang.
Selanjutnya Penyedia Jasa harus melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan
kesehatan dan keselamatan kerja termasuk penyediaan prasarana,
sumberdaya manusia dan pembiayaan untuk kegiatan tersebut dengan
biaya yang wajar, oleh karena itu baik Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa
perlu memahami prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja ini agar
dapat melakukan langkah persiapan, pelaksanaan dan pengawasannya.
VI.1.2.2. Ketentuan Teknis
a. Aspek lingkungan
Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan K3 terutama terkait dengan
aspek lingkungan, Penyedia Jasa harus mendapatkan persetujuan dari
direksi pekerjaan.
b. Tempat kerja dan peralatan
Ketentuan teknis pada tempat kerja dan peralatan pada suatu proyek
terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut :
1) Pintu masuk dan keluar
a) Pintu masuk dan keluar darurat harus dibuat di tempat-tempat
kerja.
b) Alat-alat/tempat-tempat tersebut harus diperlihara dengan baik.
2) Lampu / penerangan
a) Jika penerangan alam tidak sesuai untuk mencegah bahaya, alat-
alat penerangan buatan yang cocok dan sesuai harus diadakan di
seluruh tempat kerja, termasuk pada gang-gang.
b) Lampu-lampu harus aman, dan terang.
c) Lampu-lampu harus dijaga oleh petugas-petugas bila perlu
mencegah bahaya apabila lampu mati/pecah.
3) Ventilasi
a) Di tempat kerja yang tertutup, harus dibuat ventilasi yang sesuai
untuk mendapat udara segar.
b) Jika secara teknis tidak mungkin bisa menghilangkan debu, gas
yang berbahaya, tenaga kerja harus disediakan alat pelindung diri
untuk mencegah bahaya-bahaya tersebut di atas.
4) Kebersihan
a) Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus
dipindahkan ke tempat yang aman.
b) Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
c) Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan
bertumpuk di tempat kerja.
d) Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau
sebab lain harus dibersihkan atau disiram pasir, abu atau
sejenisnya.
6
e) Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus
dikembalikan pada tempat penyimpanan semula.
c. Pencegahan terhadap kebakaran dan alat pemadam kebakaran
Untuk dapat mencegah terjadinya kebakaran pada suatu tempat atau
proyek dapat
dilakukan pencegahan sebagai berikut :
1) Di tempat-tempat kerja dimana tenaga kerja dipekerjakan harus
tersedia:
a) Alat-alat pemadam kebakaran.
b) Saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar.
2) Pengawas dan sejumlah/beberapa tenaga kerja harus dilatih untuk
menggunakan alat pemadam kebakaran.
3) Alat pemadam kebakaran, harus diperiksa pada jangka waktu
tertentu oleh orang yang berwenang dan dipelihara sebagaimana
mestinya.
4) Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam
kebakaran yang dapat dipindah-pindah (portable) dan jalan menuju ke
tempat pemadam kebakaran harus selalu dipelihara.
5) Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah
dilihat dan dicapai.
6) Sekurang kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus tersedia di
tempat-tempat sebagai berikut :
a) di setiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar
disimpan.
b) di tempat-tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas.
8) Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus
disediakan :
a) di tempat yang terdapat barang-barang/benda-benda cair yang
mudah terbakar.
b) di tempat yang terdapat oli, bensin, gas dan alat-alat pemanas
yang menggunakan api.
c) di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal.
9) Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan-
kerusakan teknis.
11) Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di
suatu gedung, pipa tersebut harus :
a) dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan.
b) dibuatkan suatu katup pada setiap ujungnya.
c) mempunyai sambungan yang dapat digunakan Dinas Pemadam
Kebakaran
d. Perlengkapan keselamatan kerja
Berbagai jenis perlengkapan kerja standar untuk melindungi pekerja dalam
melaksanakan
tugasnya antara lain sebagai berikut :
1) Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda
keras selama mengoperasikan atau memelihara AMP.
7
2) Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena
licin atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya.
3) Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata
pada lokasi pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material
keras lainnya.
4) Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator
telah tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai.
5) Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang
berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau
mengencangkan baut dan sebagainya.
6) Penutup telinga, diperlukan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang
berhubungan dengan alat yang mengeluarkan suara yang keras/bising,
misalnya pemadatan tanah dengan stamper dan sebagainya.
Gambar Perlengkapan keselamatan kerja
VI.1.2.3. Pedoman untuk pelaku utama konstruksi
a. Pedoman untuk manajemen puncak
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian manajemen puncak untuk
mengurangi biaya
karena kecelakaan kerja, antara lain :
1) Mengetahui catatan tentang keselamatan kerja dari semua manajer
lapangan. Informasi ini digunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap
program keselamatan kerja yang telah diterapkan.
2) Kunjungan lapangan untuk mengadakan komunikasi tentang keselamatan
kerja dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan pelaksanaan
monitoring dan pengendalian mengenai biaya dan rencana penjadualan
pekerjaan.
3) Mengalokasikan biaya keselamatan kerja pada anggaran perusahaan dan
mengalokasikan biaya kecelakaan kerja pada proyek yang dilaksanakan.
4) Mempersyaratkan perencanaan kerja yang terperinci sehingga dapat
memberikan jaminan bahwa peralatan atau material yang digunakan
untuk melaksanakan pekerjaan dalam kondisi aman.
8
5) Para pekerja yang baru dipekerjakan menjalani latihan tentang keselamatan
kerja dan memanfaatkan secara efektif keahlian yang ada pada masing
masing divisi (bagian) untuk program keselamatan kerja.
b. Pedoman untuk manajer dan pengawas
Untuk para manajer dan pengawas, hal-hal berikut ini dapat diterapkan untuk
mengurangi
kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanan pekerjaan bidang
konstruksi :
1) Manajer berkewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
pekerja konstruksi sehingga harus menerapkan berbagai aturan, standar
untuk meningkatkan K3, juga harus mendorong personil untuk
memperbaiki sikap dan kesadaran terhadap K3 melalui komunikasi yang
baik, organisasi yang baik, persuasi dan pendidikan, menghargai pekerja
untuk tindakan-tindakan aman, serta menetapkan target yang realistis
untuk K3.
2) Secara aktif mendukung kebijakan untuk keselamatan pada pekerjaan
seperti dengan memasukkan masalah keselamatan kerja sebagai bagian
dari perencanaan pekerjaan dan memberikan dukungan yang positif.
3) Manajer perlu memberikan perhatian secara khusus dan mengadakan
hubungan yang erat dengan para mandor dan pekerja sebagai upaya
untuk menghindari terjadi kecelakaan dan permasalahan dalam proyek
konstruksi. Manajer dapat melakukannya dengan cara
a) Mengarahkan pekerja yang baru pada pekerjaannya dan
mengusahakan agar mereka berkenalan akrab dengan personil dari
pekerjaan lainnya dan hendaknya memberikan perhatian yang
khusus terhadap pekerja yang baru, terutama pada hari-harinya
yang pertama.
b) Melibatkan diri dalam perselisihan antara pekerja dengan mandor,
karena dengan mengerjakan hal itu, kita akan dapat memahami
mengenai titik sudut pandang pari pekerja. Cara ini bukanlah
mempunyai maksud untuk merusak (“merongrong”) kewibawaan
pihak mandor, tetapi lebih mengarah untuk memastikan bahwa
pihak pekerja itu telah diperlakukan secara adil (wajar).
c) Memperlihatkan sikap menghargai terhadap kemampuan para
mandor tetapi juga harus mengakui suatu fakta bahwa pihak
mandor itu pun (sebagai manusia) dapat membuat kesalahan. Hal
ini dapat dilaksanakan dengan cara mengizinkan para mandor
untuk memilih para pekerjanya sendiri (tetapi tidak menyerahkan
kekuasaan yang tunggal untuk memberhentikan pekerja).
c. Pedoman untuk mandor
Mandor dapat mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam
pelaksanaan
pekerjaan bidang konstruksi dengan :
1) Memperlakukan pekerja yang baru dengan cara yang berbeda, misalnya
dengan tidak membiarkan pekerja yang baru itu bekerja sendiri secara
langsung atau tidak menempatkannya bersama-sama dengan pekerja
yang lama dan kemudian membiarkannya begitu saja.
9
2) Mengurangi tekanan terhadap pekerjanya, misalnya dengan tidak
memberikan target produktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan
keselamatan dan kesehatan pekerjanya.
Selanjutnya manajemen puncak dapat membantu para mandor untuk
mengurangi kecelakaan kerja dengan cara berikut ini :
1) Secara pribadi memberikan penekanan mengenai tingkat kepentingan dari
keselamatan kerja melalui hubungan mereka yang tidak formal maupun
yang formal dengan para mandor di lapangan.
2) Memberikan penekanan mengenai keselamatan kerja dalam rapat pada
tataran perusahaan.
d. Pedoman untuk pekerja
Pedoman yang dapat digunakan pekerja untuk mengurangi kecelakaan dan
gangguan kesehatan dalam pelaksanaan pekerjaan bidang konstruksi antara
lain adalah :
1) Permasalahan pribadi dihilangkan pada saat masuk lingkungan kerja.
2) Tidak melakukan pekerjaan bila kondisi kesehatan kurang mendukung.
3) Taat pada aturan yang telah ditetapkan.
4) Memahami program keselamatan dan kesehatan kerja.
5) Memahami lingkup kerja yang diberikan.
VI.2. PEKERJAAN PERSIAPAN
a. Pembersihan Lokasi
Sebelum pekerjaan dimulai terlebih dahulu masing – masing areal pekerjaan
harus dipersiapkan dan dibersihkan dari kotoran, humus tanah, bahan organik
dan akar-akar pepohonan, semak semak serta semua sisa material bekas dari
pekerjaan sebelumnya. Bekas semak / rumput yang telah dibersihkan di beri
obat untuk mematikan rumput sehingga setelah pekerjaan selesai
dilaksanakan tidak ada lagi rumput / semak yang tumbuh.
b. Pengukuran dan Pemasangan Bouplank
 Rekanan/ Kontraktor bertanggung jawab atas kebenaran pematokan di
lapangan yang disetujui oleh Pengawas
 Rekanan/ Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan semua
peralatan, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pematokan tersebut
 Pengukuran ketinggian permukaan dilakukan menggunakan alat ukur
(theodolit) dan dilaksanakan oleh rekanan /kontraktor dengan mendapat
petunjuk dari pengawas.
 Pemasangan patok untuk pekerjaan saluran di pasang pada kanan kiri
saluran sesuai lebar saluran rencana setiap 25 m panjang.
 Pemasangan bouplank untuk pekerjaan saluran dan pekerjaan talud di
pasang menggunakan balok kayu dan papan kayu sesuai dengan dimensi
pada gambar kerja, pemasangan bouplank ini harus kuat dan tidak mudah
berubah kedudukannya serta tidak boleh hilang atau rusak.
10
 Jika pada suatu waktu selama pelaksanaan pekerjaan beralangsung timbul
kesalahan-kesalahan pada letak, ukuran dan ketinggian permukaan suatu
pekerjaan, maka Rekanan/ Kontraktor dengan biaya sendiri harus
memperbaiki kesalahan sesuai dokumen kontrak,
 Pencocokan pematokan di lapangan oleh Pengawas bagaimanapun juga
tidak melepaskan Rekanan/ Penyedia jasa dari tanggung jawab atas
ketepatan pematokan tersebut dan Rekanan/ Penyedia Jasar harus
melindungi dan menjaga dengan hati-hati semua patok tetap patok
sementara dan benda-benda lain yang dipergunakan dalam pematokan.
c. Mobiisasi
 Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah penandatanganan kontrak,
Penyedia Jasa melaksanakan Rapat Pra Pelaksanaan (Pre Construction
Meeting/PCM) yang dihadiri Pemilik, Direksi
 Pekerjaan, Direksi Teknis dan Penyedia Jasa untuk membahas semua
hal baik teknis maupun non teknis dalam proyek ini
 Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah PCM, Penyedia Jasa
menyerahkan program mobilisasi (termasuk program perkuatan
jembatan, bila ada) dan jadwal pelaksanaan pekerjaan kepada Direksi
Pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan.
 Penggunaan alat berat dan pengoperasian peralatan/kendaraan
mengikuti aturan perizinan yang ditetapkan oleh Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), Kepolisian dan instansi terkait lainnya.
 Menyediakan lahan yang diperlukan untuk basecamp pelaksanaan
pekerjaan di sekitar lokasi proyek, digunakan untuk kantor proyek,
gudang dan sebagainya yang telah disebutkan dalam kontrak.
 Mobilisasi dan pemasangan peralatan sesuai dengan daftar peralatan
yang tercantum dalam penawaran, dari suatu lokasi asal ke lokasi
pekerjaan yang akan menggunakan peralatan tersebut sesuai kontrak.
 Apabila setiap alat berat yang telah selesai digunakan dan tidak akan
digunakan lagi, maka alat berat tersebut segera dikembalikan.
 Untuk pengangkutan alat-alat berat, maka jembatan diperkuat.
 Penyedia Jasa melaksanakan operasional dan pemeliharaan
kendaraan/peralatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pabrik
pembuatnya dan tidak mencemari tanah dan air.
 Menyediakan fasilitas kuari yang diusahakan dekat dengan lokasi
proyek dan sudah mengikuti aturan perizinan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah dan instansi terkait.
 Mobilisasi material sesuai dengan jadwal dan realisasi pelaksanaan
fisik.
 Pengajuan izin menggunakan kuari kepada Pemerintah Daerah.
 Material yang akan didatangkan dari luar lokasi pekerjaan terlebih
dahulu diambil contohnya untuk diuji keandalannya di laboratorium,
apabila tidak memenuhi syarat, segera diperintahkan untuk diangkut
ke luar lokasi proyek dalam waktu 3 x 24 jam.
d. Pengaturan Lalulintas
 Penyedia Jasa harus melaksanakan pekerjaan jalan sedemikian rupa
sehingga terlindungi dari kerusakan akibat lalu lintas umum maupun
proyek.
11
 Pengendalian dan pengalihan lalu lintas harus dilaksanakan
sebagaimana diperlukan untuk melindungi pekerjaan jalan.
 Pengendalian lalu lintas harus mendapat perhatian khusus, pada saat
kondisi cuaca yang buruk, lalu lintas padat, dan selama periode
pekerjaan yang sedang dilaksanakan sangat peka terhadap
kerusakan.
 Penyedia Jasa harus menyediakan, memelihara, dan membongkar
semua pekerjaan jalan atau jembatan sementara yang diperlukan
untuk menghubungkan dengan jalan umum.
 Penyedia Jasa harus bertanggung jawab terhadap setiap kerusakan
yang terjadi atau yang disebabkan oleh jalan atau jembatan
sementara ini.
 Sebelum membuat jalan atau jembatan sementara, Penyedia Jasa
harus melakukan semua pengaturan yang diperlukan, bila diperlukan
termasuk pembayaran kepada pemilik tanah yang bersangkutan atas
pemakaian tanah itu dan harus memperoleh persetujuan dari
pejabat yang berwenang dan Direksi Pekerjaan.
 Setelah pekerjaan selesai, Penyedia Jasa harus membersihkan dan
mengembalikan kondisi tanah itu ke kondisi semula sampai diterima
oleh Direksi Pekerjaan dan pemilik tanah yang bersangkutan.
 Penyedia Jasa harus melakukan semua pengaturan agar pekerjaan
yang sudah dilaksanakan dapat dilewati dengan aman oleh peralatan
konstruksi, bahan dan karyawan Penyedia Jasa lain yang
melaksanakan pekerjaan di dekat proyek. Untuk keperluan ini,
Penyedia Jasa dan Penyedia Jasa lain yang melaksanakan pekerjaan
di dekat proyek, harus menyerahkan suatu jadwal transportasi
kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuannya, paling
sedikit 15 (lima belas) hari sebelumnya.
 Jalan alih sementara (detour) harus dibangun sebagaimana yang
diperlukan untuk kondisi lalu lintas yang ada, dengan memperhatikan
ketentuan keselamatan dan kekuatan struktur, sesuai dengan kelas
jalan. Semua jalan alih yang demikian tidak boleh dibuka untuk lalu
lintas umum sampai alinyemen, pelaksanaan, drainase dan
pemasangan rambu lalu lintas sementara telah disetujui Direksi
Pekerjaan. Selama digunakan untuk lalu lintas umum
 Penyedia Jasa harus memelihara pekerjaan yang telah dilaksanakan,
drainase dan rambu lalu lintas sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan.
 Penyedia Jasa harus membangun dan memelihara jembatan dan jalan
samping sementara untuk jalan masuk umum dari dan ke jalan raya
pada semua tempat, apabila jalan masuk tersebut sudah ada sebelum
pekerjaan dimulai, dan pada tempat lainnya yang diperlukan, atau
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
 Pembangunan jalan dan jembatan sementara harus sesuai dengan
gambar rencana.
 Agar dapat melindungi pekerjaan, dan menjaga keselamatan umum
dan kelancaran arus lalu lintas yang melalui atau di sekitar pekerjaan,
dalam hal ini jika kegiatan pelaksanaan akan mengganggu lalu lintas
umum, Penyedia Jasa harus memasang dan memelihara rambu lalu
lintas, penghalang dan fasilitas lainnya yang sejenis pada setiap
12
tempat. Semua rambu lalu
 lintas dan penghalang harus diberi garis-garis (strips) yang reflektif
dan atau terlihat dengan jelas pada malam hari.
 Penyedia Jasa harus menyediakan dan menempatkan petugas bendera
di semua tempat kegiatan pelaksanaan yang mengganggu arus lalu
lintas, terutama pada pengaturan lalu lintas satu arah.
 Tugas utama dari petugas bendera adalah mengarahkan dan
mengatur arus lalu lintas yang melewati lokasi pekerjaan tersebut.
e. Papan Nama Proyek
 Rekanan /Kontraktor diwajibkan membuat dan memasang Papan Nama
Proyek dan ditempatkan pada tempat yang dianggap tepat dan dapat
dilihat dari jalan yang dapat dikonsultasikan dengan Pengawas/Direksi
Proyek. Dimensi, warna, bentuk, tulisan dan ketentuan-ketentuan yang lain
dapat dilihat pada lampiran dan atau Gambar Kerja
 Membuat dan memasang rambu-rambu pengaman yang memadai sesuai
kebutuhan untuk keselamatan pemakai jalan dan pekerja proyek di setiap
lokasi pekerjaan yang dianggap perlu. Setiap terjadi kecelakaan yang
ditimbulkan oleh kelalaian Rekanan/Kontraktor baik karena menyangkut
rambu-rambu dan peringatan maupun peletakan alat-alat dan bahan
bangunan yang tidak teratur menjadi tanggung jawab Rekanan/ Kontraktor.
VII.3. KOMPONEN PEKERJAAN
Komponen-komponen pekerjaan yang termasuk dalam paket pekerjaan ini adalah
:
 Pekerjaan Tanah
 Pekerjaan Lapisan Berbutir
 Pekerjaan Lapisan Beraspal
 Pekerjaan Beton
 Pekerjaan Drainase
VI.3.1. PEKERJAAN TANAH
a. Pekerjaan Galian :
 Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi
yang ditentukan dalam gambar yang disetujui oleh Direksi Teknis dan
harus mencakup pembuangan semua bahan dalam bentuk apapun
yang dijumpai, termasuk tanah, batu, batu bata, beton, pasangan
batu dan bahan perkerasan lama, yang tidak digunakan untuk
pekerjaan permanen.
 Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan seminimal
mungkin terhadap bahan di bawah dan di luar batas galian.
 Apabila bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar
atau fondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor atau menurut
pendapat Direksi Teknis tidak memenuhi syarat, maka bahan tersebut
harus dibuang seluruhnya atau sebagian, dan diganti dengan bahan
timbunan
 Apabila pada garis formasi dijumpai batu, lapisan keras atau bahan
13
yang sukar dibongkar untuk selokan, pada tanah dasar untuk
perkerasan maupun bahu jalan, atau pada dasar galian pipa atau
fondasi struktur, maka bahan tersebut harus digali 15 cm lebih dalam
dari permukaan rencana. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing pada
permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan semua pecahan
batu yang diameternya lebih besar dari 5 cm harus dibuang. Profil
galian yang disyaratkan harus diperoleh dengan cara menimbun
kembali dengan bahan yang disetujui Direksi Teknis dan dipadatkan.
 Peledakan sebagai cara pembongkaran batu hanya boleh digunakan,
jika menurut pendapat Direksi Pekerjaan tidak praktis menggunakan
alat bertekanan udara atau suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku
tunggal. Direksi Pekerjaan dapat melarang peledakan dan
memerintahkan untuk menggali batu dengan cara lain, jika peledakan
tersebut berbahaya bagi manusia atau struktur di sekitarnya, atau
apabila kurang cermat dalam pelaksanaannya.
 Apabila diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, Penyedia Jasa harus
menyediakan anyaman pelindung ledakan (heavy mesh blasting)
untuk melindungi orang, bangunan dan pekerjaan selama penggalian.
Jika dipandang perlu, peledakan harus dibatasi waktunya sebagai yang
ditetapkan oleh Direksi Teknis.
 Penggalian batu harus dilakukan sedemikian rupa, apakah dengan
peledakan atau cara lainnya, sehingga permukaan galian harus
dibiarkan pada kondisi yang aman dan serata mungkin. Batu yang
lepas atau bergantungan dapat menjadi tidak stabil atau menimbulkan
bahaya terhadap pekerjaan atau orang harus dibuang atau diperkuat
dengan angker, baik pada pemotongan batu yang baru maupun yang
lama.
 Cofferdam, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) atau tindakan
lain untuk mengeluarkan air harus dipasang untuk pembuatan dan
pemeriksaan acuan dan untuk memungkinkan pemompaan dari luar
acuan
 Cofferdam atau penyokong atau pengaku yang tergeser selama
pekerjaan galian harus diperbaiki, dikembalikan posisinya dan
diperkuat untuk menjamin kebebasan ruang gerak yang diperlukan
selama pelaksanaan.
 Cofferdam, penyokong dan pengaku yang dibuat untuk fondasi
jembatan atau struktur lainnya harus diletakkan sedemikian rupa
sehingga tidak menyebabkan terjadinya penggerusan dasar, tebing
atau bantaran sungai.
b. Pekerjaan Timbunan
 Sebelum penghamparan timbunan pada setiap tempat, semua bahan
yang tidak diperlukan harus dibuang sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan
 Penyedia Jasa harus memasang patok batas dasar timbunan 3 (tiga)
hari sebelum pekerjaan dimulai.
 Dasar fondasi timbunan harus dipadatkan (termasuk penggemburan
dan pengeringan atau pembasahan bila diperlukan) setebal 20 cm
dan harus memenuhi kepadatan sebagai disyaratkan.
14
 Apabila timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit atau
ditempatkan di atas timbunan lama atau yang baru dikerjakan, maka
lereng lama harus dipotong bertangga dengan lebar yang cukup
sehingga memungkinkan peralatan berat dapat beroperasi.
 Sebelum timbunan dihampar dasar timbunan harus digaru dan
dipadatkan sehingga mencapai kepadatan 95% kepadatan kering
maksimum sesuai SNI 03-1742-1989.
VI.3.2. LAPISAN PERKERASAN BERBUTIR
 Lapis fondasi agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan
jalan yang terletak diantara lapis permukaan dan lapis tanah dasar
yang telah disiapkan. Lapis fondasi agregat terdiri dari 3 (tiga) kelas
yang berbeda yaitu kelas A, kelas B dan kelas C. Agregat kelas A
atau agregat kelas B digunakan untuk lapis fondasi, sedangkan
agregat kelas C digunakan untuk lapis fondasi bawah, bahu jalan
dan perkerasan tanpa penutup aspal.
 Pekerjaan yang diatur dalam seksi ini mencakup pengadaan,
pemasokan, pengangkutan, penghamparan, pembasahan dan
pemadatan agregat bergradasi di atas permukaan yang telah
disiapkan dan telah diterima sesuai persyaratan dan detail yang
ditunjukkan dalam gambar rencana atau sesuai dengan perintah
Direksi Pekerjaan, dan memelihara lapis fondasi agregat yang telah
selesai sesuai yang disyaratkan.
 Pengadaan, mencakup pemecahan, pemisahan, pencampuran dan
operasi lainnya yang perlu untuk menghasilkan suatu bahan yang
memenuhi ketentuan pada seksi ini. Lapis fondasi agregat pada seksi
ini mencakup lapis fondasi bawah dan lapis fondasi.
1. Elevasi Permukaan
Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Tinggi Permukaan
Agregat kelas C digunakan sebagai
lapis pondasi bawah
+ 1,5 cm
-1,5 cm
Agregat kelas B atau kelas A digunakan
untuk lapis pondasi jalan yang akan di
tutup dengan lapis resap ikat atau
pelaburan
+ 1 cm
-1 cm
2. Ketebalan Lapis Pondasi Agregat
Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Ketebalan
Agregat kelas C digunakan sebagai lapis
pondasi bawah
+ 1cm
-1cm
Agregat kelas B atau kelas A digunakan
untuk lapis pondasi jalan yang akan di tutup
dengan lapis resap ikat atau pelaburan
+ 1 cm
0 cm
Tebal total minimum lapis pondasi agregat kelas A dan kelas C atau kelas B dan
kelas C tidak boleh kurang dari tebal yang disyaratkan.
3. Kerataan
Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Kerataan
15
Agregat kelas C digunakan sebagai lapis
pondasi bawah
-1cm
Agregat kelas B atau kelas A digunakan
untuk lapis pondasi jalan yang akan di tutup
dengan lapis resap ikat atau pelaburan
+ 1 cm
Pengukuran kerataan permukaan dengan mistar perata panjang 3 m yang
diletakkan sejajar dan melintang sumbu jalan, dilakukan setelah semua bahan
yang dilepas di bersihkan.
 Bahan lapis fondasi agregat harus dipilih dari sumber yang disetujui
Direksi Pekerjaan sesuai dengan Pasal 1.2.7 tentang logistik, dari
spesifikasi ini.
 Penyedia Jasa harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan 50 kg
contoh agregat yang akan digunakan untuk dijadikan rujukan selama
pelaksanaan pekerjaan.
 Fraksi Agregat Kasar
Agregat kasar (tertahan pada saringan 4,75 mm) harus terdiri atas
partikel yang keras dan awet.
Agregat kasar kelas A yang berasal dari batu kali harus 100%
mempunyai paling sedikit dua bidang pecah, bila diuji sesuai
Angularitas agregat kasar sesuai.
Agregat kasar kelas B yang berasal dari batu kali harus 65%
mempunyai paling sedikit satu bidang pecah, bila diuji sesuai
Angularitas agregat kasar sesuai prosedur.
 Agregat kasar kelas C berasal dari kerikil.
 Fraksi Agregat Halus ,Agregat halus (lolos saringan 4,75 mm) harus
terdiri atas partikel pasir atau batu pecah halus dengan atau tanpa
clay.
 Agregat untuk lapis fondasi harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki,
harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan.
 Pencampuran Bahan untuk Lapis Fondasi Agregat
Untuk memperoleh homogenitas campuran dan memenuhi
ketentuan yang disyaratkan bahan lapis fondadi harus langsung dari
instalasi pemecah batu atau pencampur yang disetujui oleh Direksi
Teknis, dengan menggunakan pemasok mekanis yang telah
dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen-
komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan
apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan
dengan grader, loader atau backhoe kecuali dengan alat khusus
pulvimixer.
 Peralatan
 Peralatan dan mesin-mesin yang digunakan dalam pelaksanaan
pekerjaan pada spesifikasi ini harus disetujui oleh Direksi
Pekerjaan dan dirawat agar supaya selalu dalam keadaan baik.
Peralatan yang digunakan oleh sub-Penyedia Jasa atau pemasok
untuk kepentingan Penyedia Jasa harus mendapat persetujuan
Direksi Pekerjaan dan Direksi Teknis sebelum pekerjaan dimulai.
Peralatan processing harus direncanakan, dipasang, dioperasikan
16
dan dengan kapasitas sedemikian sehingga dapat mencampur
agregat, air secara merata sehingga menghasilkan campuran
yang homogen. Apabila instalasi pencampur digunakan maka
instalasi pencampur tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu
untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen-
komponen campuran dengan proporsi yang benar.
 Alat Penghampar
 Alat penghampar agregat harus menggunakan peralatan mekanis
yang mampu menyebarkan bahan lapis fondasi agregat dengan
lebar dan toleransi permukaan yang diinginkan serta tidak
menimbulkan segregasi
 Alat Pemadat
 Alat pemadat roda besi dengan penggetar, pemadat roda besi
tanpa penggetar atau pemadat roda karet, dapat digunakan
untuk pemadatan fondasi agregat.
 Alat Pengangkut
 Dump truck yang akan digunakan, bak penampungnya tidak
boleh bocor dan dilengkapi terpal yang digunakan pada saat
pengangkutan bahan ke lokasi pekerjaan dan menjamin tidak
banyak terjadinya penguapan air sepanjang perjala nan.
 Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar pada perkerasan atau
bahu jalan lama, semua kerusakan yang terjadi pada perkerasan atau
bahu jalan lama harus diperbaiki terlebih dahulu.
 Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar pada suatu lapisan
perkerasan lama atau tanah dasar baru, maka lapisan ini harus
diselesaikan sepenuhnya
 Sebelum pekerjaan lapisan fondasi agregat akan dilaksanakan, maka
lapisan dasar yang akan dilapisi harus telah disiapkan memenuhi
persyaratan dan telah ditangani dan mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari Direksi Teknis dengan panjang paling sedikit 60
m secara menerus. Untuk penyiapan tempat-tempat yang kurang dari
60 m karena tidak cukup ruang, seluruh daerah itu harus disiapkan
dan disetujui sebelum lapis fondasi agregat dihampar.
 Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar langsung di atas
permukaan perkerasan aspal lama, yang menurut pendapat Direksi
Teknis dalam kondisi tidak rusak, maka harus dilakukan penggaruan
atau pengaluran pada permukaan perkerasan aspal lama dengan
greder agar diperoleh tahanan geser yang lebih baik.
 Material lapis fondasi agregat setelah ditempatkan harus segera
dihampar dan dipadatkan agar tidak terjadi penurunan kadar air.
 Bahan lapis fondasi agregat harus diangkut ke badan jalan dan harus
segera dihampar dan dipadatkan agar tidak terjadi penurunan kadar
air sehingga kadar air pemadatan yang merata dalam rentang yang
disyaratkan.
 Kadar air dalam bahan harus tersebar secara merata.
 Setiap lapis harus dihampar pada ketebalan yang merata agar
menghasilkan tebal padat yang diperlukan dalam toleransi yang
disyaratkan. Apabila diperlukan penghamparan lebih dari satu lapis,
maka lapisan-lapisan tersebut harus diusahakan sama tebalnya.
17
 Tebal padat minimum untuk pelaksanaan setiap lapisan harus dua
kali ukuran terbesar agregat lapis fondasi. Tebal padat maksimum
tidak boleh melebihi 20 cm, kecuali diperintahkan lain oleh Direksi
Teknis.
 Segera setelah penghamparan dan pembentukan akhir, setiap lapis
harus dipadatkan menyeluruh dengan alat pemadat yang cocok dan
memadai dan disetujui oleh Direksi Teknis, hingga kepadatan akhir
mencapai paling sedikit 100% dari kepadatan kering maksimum
modifikasi (modified) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1743-
1989, Metode D.
 Direksi Teknis dapat memerintahkan agar digunakan mesin
pemadat beroda karet untuk pemadatan lanjutan untuk
menghasilkan ikatan butiran yang lebih baik dan stabil. Alat
pemadat roda besi berpenggetar hanya digunakan untuk
pemadatan awal.
 Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada
dalam rentang 2% di bawah kadar air optimum sampai 2% di atas
kadar air optimum, kadar air optimum adalah seperti yang
ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified)
seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1743-1989, Metode D.
 Pelaksanaan pemadatan memanjang harus dimulai dari sisi
terendah dan bergerak ke sisi tertinggi bergeser dalam arah
melintang demikian juga di daerah super-elevasi.
 Pemadatan harus dilakukan dengan tumpang tindih satu lajur
dengan lajur lainnya selebar tebal lapisan.
 Pemadatan yang berbatasan dengan kerb, tembok, dan tempat-
tempat yang tak terjangkau mesin gilas harus dipadatkan dengan
timbris mekanis atau alat pemadat lainnya yang disetujui Direksi
Teknis.
VI.3.2. PEKERJAAN LAPISAN BERASPAL
a. Lapis Perekat ( Track Coat ) dan Lapis Resap Ikat ( Prime Coat )
Bahan Lapis Resap Ikat dan Lapis Perekat ;
Aspal untuk lapis resap ikat haruslah salah satu dari berikut ini:
 Aspal emulsi yang digunakan dapat salah satu dari aspal emulsi
pengikatan sedang (CMS) yang memenuhi SNI 03-4798-1998 atau
aspal emulsi pengikatan lambat (CSS) yang memenuhi SNI 03-4798-
1998.
 Aspal cair yang digunakan dapat salah satu dari aspal cair
penguapan sedang sesuai SNI 03-4799-1998 atau aspal cair
penguapan cepat sesuai SNI 03-4800-1998.
Kedua aspal cair tersebut harus dibuat dari aspal keras Pen 60 atau
Pen 80, yang memenuhi RSNI S-01-2003, diencerkan dengan minyak
tanah (kerosen) atau bensin (premium). Tipe aspal cair yang digunakan
harus sesuai dengan tujuan penggunaannya.
 Apabila lalu lintas diizinkan lewat diatas lapis resap ikat maka harus
digunakan bahan penyerap (blotter material) dari hasil penyaringan
kerikil atau batu pecah, terbebas dari butiran-butiran berminyak atau
18
lunak, bahan kohesif atau bahan organik. Tidak kurang dari 98%
harus lolos saringan 3/8” (9,5 mm) dan tidak lebih dari 2% yang
lolos saringan No.8 (2,36 mm).
Aspal untuk lapis Perekat haruslah salah satu dari berikut ini:
 Aspal emulsi kationik jenis penguapan cepat (CRS-1 atau CRS-2)
harus memenuhi ketentuan SNI 03-4798-1998.
 Aspal cair penguapan cepat (RC 250) harus memenuhi ketentuan
SNI 03-4800-1998. Aspal cair tersebut dibuat dari aspal keras Pen 60
atau Pen 80 yang memenuhi ketentuan RSNI S-01-2003, diencerkan
dengan bensin (premium).
 Penyedia Jasa harus menyediakan perlengkapan yang terdiri dari penyapu
mekanis dan atau kompresor, alat aspal distributor, peralatan untuk
memanaskan aspal dan peralatan yang sesuai untuk meratakan kelebihan
aspal.
Tabel Takaran Pemakaian Lapis Resap Ikat
Tabel Takaran
Pemakaian Lapis Perekat
 Temperatur penyemprotan yaitu untuk Aspal cair penguapan cepat (RC–
250) temperatur 80° - 90° Sedangkan untuk Aspal Keras 145° – 165°
 Apabila pekerjaan lapis resap ikat dan lapis perekat akan dilaksanakan pada
perkerasan jalanbaru atau bahu jalan baru, perkerasan atau bahu itu harus
telah selesai dikerjakan sepenuhnya dan memenuhi ketentuan dalam
spesifikasi ini.
 Sebelum penyemprotan aspal dimulai, permukaan harus dibersihkan
dengan memakai sikat mekanis atau kompresor atau kombinasi keduanya.
Apabila peralatan ini belum dapat memberikan permukaan yang benar-
benar bersih, penyapuan tambahan harus dikerjakan manual dengan sikat
yang kaku. Pembersihan harus dilaksanakan melebihi 20 cm dari tepi
bidang yang akan disemprot
 Tonjolan yang disebabkan oleh benda-benda asing lainnya harus
disingkirkan dari permukaan dengan memakai blencong atau dengan cara
lainnya yang telah disetujui Direksi Teknis dan bagian yang telah diperbaiki
tersebut harus disemprot air dan disapu
 Pekerjaan penyemprotan aspal tidak boleh dimulai sebelum perkerasan
yang telah disiapkan dapat diterima oleh Direksi Teknis Batas permukaan
Jenis Aspal Takaran (liter per meter persegi) pada
Lapis Fondasi Agregat Lapis Fondasi
Bersemen
Aspal Cair 0,4 – 1,3 0,2 – 1,0
Aspal Emulsi
Takaran (liter per meter persegi) pada
Perkerasan Beraspal Perkerasan Kaku
Permukaan
Baru atau
Aspal Lama
yang licin
Permukan
Porous dan
Terekspos
cuaca
Permukaan
Baru
Permukaan
Aus atau
licin
Aspal Cair 0,10 - 0,15 0,15 - 0,35 0,15 – 0,20 0,15 - 0,25
Aspal Emulsi 0,15 - 0,20 0,20 - 0,50 0,20 – 0,25 0,20 - 0,35
19
yang akan disemprot oleh setiap lintasan penyemprotan harus diukur dan
ditandai, batas-batas lokasi yang disemprot harus ditandai (seperti dengan
kapur tulis, cat atau benang).
 Agar aspal dapat merata pada setiap titik maka aspal harus disemprotkan
dengan batang penyemprot dalam jumlah aspal yang diperintahkan.
pemakaian penyemprot aspal tangan (hand sprayer).
 lebar penyemprotan harus lebih besar dari pada lebar rencana pekerjaan
lapisan beraspal yang ditetapkan, hal ini dimaksudkan agar tepi permukaan
yang ditetapkan tetap mendapat semprotan dari tiga nosel, sama seperti
permukaan yang lain.
 Sisa aspal dalam tangki distributor harus dijaga tidak boleh kurang dari 10%
darikapasitas tangki untuk mencegah udara yang terperangkap (masuk
angin) dalam system penyemprotan. Jumlah pemakaian aspal pada setiap
kali lintasan penyemprotan harus segera diukur dari volume sisa dalam
tangki dengan meteran tongkat celup.
 Sewaktu lapis aspal dalam keadaan tidak tertutup, Penyedia Jasa harus
melindunginya dari kerusakan dan mencegahnya agar tidak berkontak
dengan lalu lintas.
 Penyemprotan harus segera dihentikan jika ternyata ada
ketidaksempurnaan peralatan semprot pada saat beroperasi.
 Setelah pelaksanaan penyemprotan, aspal yang berlebihan dan tergenang
di atas permukaan yang telah disemprot harus diratakan dengan
menggunakan alat pemadat roda karet, sikat ijuk atau alat penyapu dari
karet.
 Lalu lintas tidak diizinkan lewat sampai penghamparan lapis beraspal di
atasnya selesai dikerjakan.
b. Lapis Perkerasan Bawah / Telford :
 Sebelum pekerjaan pengerasan dimulai badan jalan diratakan terlebih
dahulu dan diberi alas pasir sebagai lapis pondasi bawah setebal 5 cm
padat.
 Pengerasan jalan dengan batu belah 15/20 dan dikunci dengan batu pecah
5/7 kemudian digilas dengan mesin gilas 8 – 1 ton hingga rata. Setelah rata
pada bagian atas di beri batu pecah 2/3 sebagai pengisi bagian yang masih
lubang dan diberi pasir urug kemudian digilas lagi hingga rata dan padat
hingga mencapai kepadatan 15 cm.
c. Lapis Penetrasi makadam tebal 5 cm
 Pada permukaan Telford yang sudah dibersihkan diberi lapis resap pengikat
(prime coat) berupa aspal panas cair 0,8 kg / m2.
 Kemudian diatasnya dihampar dengan batu pecah 3/5 +2/3+1/2, kemudian
digilas dengan mesin gilas 8 – 10 ton hingga ketebalan mencapai 3 cm, lalu
disiram aspal cair panas 2,5 kg /m2 hingga rata diseluruh permukaan.
 Kemudian diatas lapisan 3 cm di hampar lagi batu 2/3 +1/2+chipping dan
dipadatkan hingga mencapai ketebalan 2cm dengan mesin gilas 8 – 10 ton.
Kemudian diatasnya di siram dengan aspal cair panas 1,5 kg /m2 hingga
rata diseluruh permukaan.
 Ketebalan lapis penetrasi makadam ini adalah 5 cm.
20
d. Lapis Beraspal
 Agregat kering yang telah disiapkan seperti yang dijelaskan di atas, harus
dicampur di instalasi pencampuran dengan proporsi tiap fraksi agregat yang
tepat agar memenuhi formula campuran kerja. Proporsi takaran ini harus
ditentukan dengan mencari gradasi dengan cara penyaringan basah dari
contoh yang diambil dari penampung panas (hot bin) sebelum produksi
campuran dimulai dan pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana ditetapkan
oleh Direksi Teknis, untuk menjamin pengendalian penakaran. Aspal harus
ditimbang atau diukur dan dimasukkan ke dalam alat pencampur dengan
jumlah yang ditetapkan sesuai formula campuran kerja. Apabila digunakan
instalasi pencampur system penakaran, seluruh agregat kering harus
dicampur terlebih dahulu, kemudian baru sejumlah aspal yang tepat
ditambahkan ke dalam agregat tersebut dan diaduk dengan waktu
sesingkat mungkin yang ditentukan dengan “pengujian derajat
penyelimutan aspal terhadap butiran agregat kasar” sesuai dengan
prosedur SNI 03-2439-1991 (biasanya sekitar 45 detik), untuk
menghasilkan campuran yang homogen dan semua butiranagregat
terselimuti aspal dengan merata. Waktu pencampuran total harus
ditetapkan oleh Direksi Teknis dan diatur dengan perangkat pengendali
waktu yang handal. Untuk instalasi pencampuran sistem menerus, waktu
pencampuran yang dibutuhkan harus ditentukan dengan “pengujian derajat
penyelimutan aspal terhadap butiran agregat kasar” sesuai dengan
prosedur SNI 03-2439-1991 dengan waktu pencampuran, paling lama 60
detik yang ditentukan dengan menyetel bukanan pintu sekat dalam alat
pencampur
 Temperatur campuran beraspal pada saat tiba di lokasi harus dalam
rentang antara 130° – 150° C Tidak ada campuran beraspal yang diterima
dalam pekerjaan apabila temperatur melampaui atu kurang dari temperatur
yang disyaratkan.
 Setiap truk yang telah dimuati harus ditimbang di rumah timbang dan setiap
muatan harus dicatat berat kotor, berat kosong dan berat netto.
 Penghamparan dan pemadatan hanya dilaksanakan pada saat masih terang
terkecuali tersedia penerangan minimal 100 lux yang dapat diterima oleh
Direksi Teknis.
 Semua permukaan yang akan dilapisi atau akan diberi lapis perata harus
disiapkan sedemikian rupa sehingga didapat kondisi yang baik. Permukaan
yang dalam kondisi rusak, harus dibongkar dan diperbaiki sampai diperoleh
permukaan yang keras dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Teknis
yang setelah diperbaiki memenuhi toleransi yang disyaratkan.
 Sesaat sebelum penghamparan, permukaan yang akan dihampar harus
dibersihkan dari bahan yang lepas dan yang tidak dikehendaki dengan
compressor dan atau sapu mekanis (power broom) yang dibantu dengan
cara manual bila diperlukan.
 Lapis Perekat (tack coat) harus diterapkan secara perata sesuai sesifikasi
teknis ini.
 Acuan tepi yang tersedia pada finisher harus digunakan, bila diperlukan
dapat pula digunakan balok kayu lurus atau acuan lain yang disetujui dan
harus dipasang sesuai dengan garis serta ketinggian sesuai rencana
ketebalan hamparan.
21
 Sebelum memulai penghamparan, sepatu (screed) harus bersih, licin, tidak
cacad, tidak ada butiran batuan atau sisa campuran yang terselip pada
sambungan (dibawah crown control) dan harus dipanaskan dengan alat
pemanas yang terdapat pada Alat Penghampar. Campuran beraspal harus
dihampar sesuai dengan ketebalan yang direncanakan dan diratakan sesuai
dengan kelandaian, elevasi, serta bentuk penampang melintang yang
disyaratkan.
 Pengendalian tebal rencana dapat dilakukan secara manual atau dengan
pengendalian tebal mekanis berupa taut string (wire), short skies, dan long
skies.
 Crawler atau roda finisher harus duduk di atas lapisan dasar, tidak boleh
menginjak ceceran-ceceran campuran.
 Penghamparan harus dimulai dari lajur yang rendah terlebih dahulu apabila
pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari satu lajur.
 Peralatan pra-pemadat vibrasi pada alat perata harus dijalankan dan
berfungsi dengan baik selama penghamparan dan pembentukan.
 Bila digunakan alat penumbuk untuk pemadatan awal maka alat penumbuk
tidak boleh telah aus sedemikian rupa sehingga tidak berfungsi memberikan
kepadatan awal.
 Temperatur sisa campuran beraspal yang belum terhampar di bawah alat
perata harus dipertahankan sesuai temperatur atau viskositas yang
disyaratkan .
 Alat penghampar harus dioperasikan dengan suatu kecepatan yang konstan
dan tidak menyebabkan terjadinya segregasi, terseret, retak permukaan,
ketidakseragaman atau bentuk ketidakrataan lainnya pada permukaan.
Kecepatan penghamparan harus disesuaikan dengan kapasitas produksi
UPA dan ketebalan hamparan sebagai yang disetujui oleh Direksi Teknis
dan harus ditaati.
 Apabila terjadi segregasi, koyakan atau alur pada permukaan, maka alat
penghampar harus dihentikan dan tidak boleh dijalankan lagi sampai
penyebabnya telah ditemukan dan diperbaiki
 Penaburan tidak boleh dilakukan di atas permukaan hamparan yang telah
rapih, butiran kasar sisa penaburan di daerah yang tidak rapih tidak boleh
dikembalikan untuk dihampar.
 Segera setelah campuran beraspal dihampar dan diratakan, permukaan
tersebut harus diperiksa dan setiap ketidaksempurnaan yang terjadi harus
diperbaiki. Temperatur campuran beraspal yang terhampar dalam keadaan
gembur harus dipantau dan penggilasan harus dimulai dalam rentang
temperatur sesuai viskositas aspal yang ditunjukkan dan dilakukan dari sisi
rendah bergeser ke sisi yang lebih tinggi.
 Penggilasan campuran beraspal harus terdiri dari 3 (tiga) tahap yang
terpisah berikut ini:
a) Pemadatan awal (breakdown rolling).
b) Pemadatan utama (intermediate rolling).
c) Pemadatan akhir (finish rolling).
 Penggilasan awal atau breakdown rolling harus dilaksanakan dengan alat
pemadat roda baja. Penggilasan awal harus dioperasikan dengan roda
penggerak berada di dekat alat penghampar. Setiap titik perkerasan harus
menerima minimum 2 (dua) lintasan penggilasan awal. Pemadatan utama
22
harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda karet sedekat mungkin di
belakang pemadatan awal dan dilakukan sebanyak mungkin lintasan dalam
rentang temperatur yang disyaratkan
 Pemadatan akhir harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja tanpa
penggetar sampai jejak bekas pemadatan roda karet hilang.
 Pelaksanaan pemadatan pada sambungan melintang harus dilakukan
dengan terlebih dahulu memasang dua buah balok kayu diluar lajur sejajar
sambungan melintang untuk dudukan roda pemadat saat berada di luar
lajur dengan ketebalan sesuai dengan tebal padat lapisan.
 Bila sambungan memanjang dibuat untuk menyambung dengan lajur yang
dikerjakan sebelumnya, maka lintasan awal harus memadatkan sambungan
sebanyak 2 (dua) lintasan dan selanjutnya dilakukan pemadatan
memanjang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
 Pemadatan selanjutnya dilakukan sejajar dengan sumbu jalan berurutan
dari sisi terendah menuju ke sisi tinggi lintasan yang berurutan harus saling
tumpang tindih (overlap.
 Apabila menggilas sambungan memanjang, alat pemadat untuk pemadatan
awal harus terlebih dahulu menggilas sambungan lajur dengan lajur yang
telah dihampar sebelumnya sehingga + ¾ dari lebar roda pemadat yang
menggilas sisi sambungan yang belum dipadatkan. Pemadatan dengan
lintasan yang berurutan harus dilanjutkan dengan menggeser posisi alat
pemadat bertumpang tindih minimal selebar 15 cm.
 Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda baja dan
10 km/jam untuk roda karet dan harus selalu dijaga pada kecepatan
konstan sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran panas
tersebut. Garis, kecepatan dan arah penggilasan tidak boleh diubah secara
tiba-tiba atau dengan cara yang menyebabkan terdorong, terbentuknya
bekas gilasan campuran beraspal. Alat pemadat tidak boleh (berhenti) di
atas hamparan yang sedang dipadatkan.
 Semua jenis operasi penggilasan harus dilaksanakan secara menerus untuk
memperoleh pemadatan yang merata saat campuran beraspal masih dalam
kondisi mudah dikerjakan sehingga seluruh bekas jejak roda dan
ketidakrataan dapat dihilangkan.
 Roda alat pemadat harus dibasahi secara mengkabut terus menerus untuk
mencegah pelekatan campuran beraspal pada roda alat pemadat, tetapi air
yang berlebihan tidak diperkenankan. Untuk menghindari lengketnya
butiran-butiran halus campuran beraspal pada roda karet, roda dapat
dibasahi dengan air yang dicampur sedikit deterjen.
 Peralatan berat atau alat pemadat tidak diizinkan berada di atas permukaan
yang baru selesai dikerjakan, sampai seluruh permukaan tersebut dingin.
 Bahan bakar, pelumasan dan gemuk yang tumpah atau tercecer dari
kendaraan atau perlengkapan yang digunakan oleh Penyedia Jasa di atas
perkerasan yang sedang dikerjakan, dapat menjadi alasan dilakukannya
pembongkaran dan perbaikan oleh Penyedia Jasa atas perkerasan yang
terkontaminasi, selanjutnya semua biaya pekerjaaan perbaikan ini menjadi
beban Penyedia Jasa. Penyedia Jasa harus mencegah agar tidak terjadi
ceceran aspal di atas permukaan perkerasan.
 Permukaan yang telah dipadatkan harus halus dan sesuai dengan elevasi,
lereng melintang, kelandaian, dan berada dalam batas lereng melintang dan
23
kelandaian yang memenuhi toleransi yang disyaratkan. Setiap campuran
beraspal padat yang lepas atau rusak, tercampur dengan kotoran, atau
rusak dalam bentuk apapun, harus dibongkar dan diganti dengan campuran
panas yang baru serta dipadatkan secepatnya agar sama dengan lokasi
sekitarnya. Pada tempat-tempat tertentu dari campuran beraspal terhampar
dengan luas minimal 0,1 m2 (tunggal) yang menunjukkan kelebihan atau
kekurangan bahan aspal harus dibongkar dan diganti. Seluruh tonjolan
setempat, tonjolan sambungan, cekungan akibat ambles, dan segregasi
permukaan yang keropos harus diperbaiki sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan.
 Sewaktu permukaan sedang dipadatkan dan diselesaikan, Penyedia Jasa
harus memotong dengan gergaji tepi perkerasan agar bergaris rapih. Setiap
hamparan yang berlebihan, dan sambungan memanjang dan melintang
yang akan disambung dengan lajur baru harus dipotong tegak lurus setelah
penggilasan akhir, dan dibuang oleh Penyedia Jasa di luar daerah milik jalan
yang lokasinya disetujui oleh Direksi Teknis.
 Sambungan memanjang maupun melintang pada lapisan yang berurutan
harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapis satu tidak terletak
segaris dengan sambungan lapis dibawahnya. Sambungan memanjang
harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapisan teratas harus
berada di pemisah jalur atau pemisah lajur lalu lintas.
 Campuran beraspal tidak boleh dihampar di samping campuran beraspal
yang telah dipadatkan sebelumnya kecuali apabila tepinya telah dibentuk
tegak lurus atau telah dipotong tegak lurus. Sapuan aspal sebagai lapis
perekat untuk melekatkan permukaan lama dan baru harus diberikan
sebelum campuran beraspal dihampar di sebelah campuran beraspal yang
telah digilas sebelumnya. Sapuan aspal lapis perekat tidak boleh mengenai
permukaan lapis sebelumnya.
VI.3.4. PEKERJAAN DRAINASE
 Perbedaan elevasi galian dasar selokan yang telah selesai dikerjakan
tidak boleh lebih dari 1 cm dari yang ditentukan atau disetujui pada
setiap titik, dan harus mempunyai permukaan yang cukup halus dan
rata, dan menjamin aliran yang bebas serta tanpa genangan jika
alirannya kecil.
 Alinyemen selokan dan profil penampang melintang yang telah selesai
dikerjakan tidak boleh bergeser lebih dari 5 cm dari yang ditentukan atau
telah disetujui pada setiap titik.
 Contoh bahan yang akan digunakan untuk saluran yang dilapisi harus
diserahkan Kepada Direksi Pekerjaan atau Pengawas Lapangan.
 Apabila pekerjaan pembentukan penampang selokan telah selesai,
Penyedia Jasa harus meminta persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum
bahan pelapis selokan dipasang.
 Drainase yang dilaksanakan oleh Penyedia Jasa harus selalu lancar
tanpa terjadinya genangan air dan berfungsi dengan baik sebelum
pekerjaan timbunan dan struktur perkerasan dimulai.
 Pada tahap awal selokan harus digali sedikit lebih kecil dari penampang
melintang yang disetujui, sedangkan pemangkasan tahap akhir
termasuk perbaikan dari setiap kerusakan yang terjadi selama
24
pelaksanaan pekerjaan, harus dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan
yang berdekatan atau bersebelahan selesai.
 Lokasi, panjang, arah aliran dan kelandaian yang ditentukan untuk
semua selokan yang akan dibentuk lagi atau digali atau yang dilapisi,
serta lokasi semua lubang penampung (catch pits) dan selokan
pembuang yang berhubungan, harus diberi tanda dengan cermat oleh
pelaksana sesuai dengan gambar rencana atau detail pelaksanaan yang
diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan.
 Penggalian, penimbunan dan pemangkasan harus dilakukan
sebagaimana yang diperlukan untuk membentuk selokan baru atau
lama, sehingga memenuhi kelandaian yang ditunjukkan pada gambar
rencana yang disetujui, dan memenuhi profil jenis selokan yang
ditunjukkan dalam gambar rencana atau diperintahkan lain oleh Direksi
Pekerjaan.
 Setelah formasi selokan yang telah disiapkan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan, pelapisan selokan dengan pasangan batu dengan mortar
harus dilaksanakan seperti yang disyaratkan dalam Seksi 2.2 dari
spesifikasi ini.
 Seluruh bahan hasil galian harus dibuang dan diratakan oleh Penyedia
Jasa sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dampak lingkungan
yang mungkin terjadi di lokasi yang ditunjukkan oleh Direksi Pekerjaan.
 Sungai atau kanal alam yang bersebelahan dengan pekerjaan dalam
kontrak ini, tidak boleh diganggu tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan.
 Apabila penggalian atau pengerukan dasar sungai tidak dapat dihindari,
maka setelah pekerjaan ini selesai, Penyedia Jasa harus menimbun
kembali seluruh galian sampai permukaan tanah asli atau dasar sungai
dengan bahan yang disetujui Direksi Pekerjaan.
 Bahan yang tertinggal di daerah aliran sungai akibat pembuatan fondasi
atau akibat galian lainnya, atau akibat penempatan cofferdam harus
dibuang seluruhnya setelah pekerjaan selesai.
 Apabila terdapat pekerjaan stabilisasi timbunan atau pekerjaan
permanen lainnya dalam kontrak ini yang tidak dapat dihindari dan akan
menghalangi sebagian atau seluruh saluran air yang ada, maka saluran
air tersebut harus direlokasi agar tidak mengganggu aliran air pada
ketinggian air banjir normal yang melalui pekerjaan tersebut. Relokasi
yang demikian harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
Relokasi saluran air tersebut harus dilakukan dengan mempertahankan
kelandaian dasar saluran lama dan harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tidak menyebabkan terjadinya penggerusan baik pada
pekerjaan tersebut maupun pada bangunan di sekitarnya.
VI.3.5. PEKERJAAN BETON
a. Beton
 Penyedia Jasa harus membongkar struktur lama yang akan diganti
dengan beton yang baru atau yang harus dibongkar untuk dapat
memungkinkan pelaksanaan pekerjaan beton yang baru.
Pembongkaran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
persyaratan .
25
 Penyedia Jasa harus menggali atau menimbun kembali fondasi atau
formasi untuk pekerjaan beton sesuai dengan garis yang
ditunjukkan dalam gambar kerja atau sebagaimana yang
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan ketentuan
dalam spesifikasi ini, dan harus membersihkan serta menggaru
tempat di sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga
dapat menjamin dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jika
diperlukan harus disediakan jalan kerja yang stabil untuk menjamin
dapat diperiksanya seluruh sudut pekerjaan dengan mudah dan
aman.
 Seluruh dasar fondasi, fondasi dan galian untuk pekerjaan beton
harus dijaga agar senantiasa kering. Beton tidak boleh dicor di atas
tanah yang berlumpur, bersampah atau di dalam air. Apabila beton
akan dicor di dalam air, maka harus dilakukan dengan cara dan
peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada dasar
sumuran atau cofferdam dan atas persetujuan Direksi Pekerjaan.
 Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan
benda lain yang harus berada di dalam beton (seperti pipa atau
selongsong) harus sudah dipasang dan diikat kuat sehingga tidak
bergeser pada saat pengecoran.
 Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka
bahan lantai kerja untuk pekerjaan beton harus dihampar segera
sebelum penghamparan bahan lain di atasnya.
 Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan
untuk fondasi sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja
tulangan atau pengecoran beton. Penyedia Jasa dapat diminta
untuk melaksanakan pengujian penetrasi kedalaman tanah keras,
pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan
cukup tidaknya daya dukung tanah di bawah fondasi.
 Apabila dijumpai kondisi tanah dasar fondasi yang tidak memenuhi
ketentuan, maka Penyedia Jasa dapat diperintahkan untuk
mengubah dimensi atau kedalaman fondasi dan/atau menggali dan
mengganti bahan di tempat yang lunak, memadatkan tanah
fondasi atau melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagaimana
yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
 Penyedia Jasa harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari
resiko terkena air hujan dengan memasang tenda seperlunya.
Direksi Pekerjaan berhak menunda pengecoran sebelum tenda
terpasang dengan benar. Penyedia Jasa juga harus memastikan
lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air pasang atau muka
air tanah dengan penanganan seperlunya.
 Apabila disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka acuan dari tanah
harus dibentuk dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya
harus dipangkas secara manual sesuai dimensi yang diperlukan.
Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum
pengecoran beton.
 Acuan dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap
dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama
pengecoran, pemadatan dan perawatan.
26
 Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos dapat
digunakan kayu yang tidak diserut permukaannya. Sedangkan
untuk permukaan akhir yang terekspos harus digunakan kayu
yang mempunyai permukaan yang rata. Seluruh sudut-sudut
tajam acuan harus ditumpulkan.
 Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibongkar
tanpa merusak permukaan beton dengan memberikan pelumas
(oil form).
 Pelaksanaan Pengecoran
(a) Penyedia Jasa harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara
tertulis paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam sebelum memulai
pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton apabila
pengecoran beton telah ditunda lebih dari 6 (enam) jam (final
setting). Pemberitahuan harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan,
mutu beton dan tanggal serta waktu pencampuran beton. Direksi
Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan
tersebut dan akan memeriksa perancah, acuan, tulangan dan
mengeluarkan persetujuan tertulis untuk memulai pelaksanaan
pekerjaan seperti yang direncanakan. Penyedia Jasa tidak boleh
melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari
Direksi Pekerjaan.
(b) Walaupun persetujuan untuk memulai pengecoran sudah
diterbitkan, pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan apabila
Direksi Pekerjaan atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan
operasi pencampuran dan pengecoran secara keseluruhan.
(c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi
dengan air atau diolesi pelumas di sisi dalamnya agar didapat
kemudahan pembukaan acuan tanpa menimbulkan kerusakan
pada permukaan beton.
(d) Pengecoran beton ke dalam acuan harus selesai sebelum terjadinya
pengikatan awal beton seperti ditunjukkan dalam hasil pengujian
beton dari laboratorium, atau dalam waktu yang lebih pendek
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting
time) semen yang digunakan, kecuali digunakan bahan tambahan
untuk memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui
oleh Direksi Pekerjaan.
(e) Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai
dengan lokasi sambungan pelaksanaan (construction joint) yang
telah disetujui sebelumnya atau sampai pekerjaan selesai.
(f) Pengecoran beton harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi segregasi antara agregat kasar dan agregat halus dari
campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin
dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton.
(g) Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit
dan penulangan yang rapat harus dilaksanakan secara lapis demi
lapis dengan tebal yang tidak melampaui 150 mm. Untuk dinding
beton, tebal lapis pengecoran dapat sampai 300 mm menerus
sepanjang seluruh keliling struktur.
27
(h) Tinggi jatuh bebas beton ke dalam cetakan tidak boleh lebih dari
1,5 m. Beton tidak boleh dicor langsung ke dalam air. Apabila
beton dicor di dalam air dan tidak dapat dilakukan pemompaan
dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam setelah pengecoran,
maka beton harus dicor dengan metode tremi atau metode Drop-
Bottom-Bucket, dimana pengggunaan bentuk dan jenis yang
khusus untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi
Pekerjaan. Dalam hal pengecoran dibawah air dengan
menggunakan beton tremi maka campuran beton tremi tersebut
harus dijaga sedemikian rupa agar campuran tersebut mempunyai
slump tertentu, kelecakan yang baik dan pengecoran secara
keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang pancang selesai
dalam masa setting time beton. Untuk itu harus dilakukan
campuran percobaan dengan menggunakan bahan tambahan
(retarder) untuk memperlambat pengikatan awal beton, yang
lamanya tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan
dan penghentian pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa
tremi dan sambungannya harus kedap air dan mempunyai ukuran
yang cukup sehingga memungkinkan beton mengalir dengan baik.
Tremi harus selalu terisi penuh selama pengecoran. Apabila aliran
beton terhambat maka tremi harus ditarik sedikit keatas dan diisi
penuh terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Baik tremi
atau Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di
bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya.
(i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga
campuran beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat
menyatu dengan campuran beton yang baru.
(j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton baru
yang akan dicor, harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari
bahan-bahan yang lepas dan rapuh dan dilapisi dengan bonding
agent yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
(k) Dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah pengecoran
permukaan pekerjaan beton, tidak boleh ada air yang mengalir di
atasnya. Untuk perawatan dengan pemberian air di atas
permukaan, dapat dilakukan sebelum 24 (dua puluh empat) jam
setelah pengecoran dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.
(l) Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa
beton dari alat Ready Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya
pemompaan, kelecakan beton untuk mendapatkan hasil
pengecoran yang sesuai dengan ketentuan.
 Pemadatan
(a) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau
dari luar acuan yang telah disetujui. Apabila diperlukan dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan, penggetaran harus disertai
penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk menjamin
kepadatan yang tepat dan memadai. Alat penggetar tidak boleh
digunakan untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke
titik lain di dalam acuan.
(b) Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan
28
semua sudut, di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi
tanpa menggeser tulangan sehingga setiap rongga dan gelembung
udara terisi.
(c) Lama penggetaran harus dibatasi, agar tidak terjadi segregasi pada
hasil pemadatan yang diperlukan.
(d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan
sekurang-kurangnya 5000 putaran per menit dengan berat efektif
0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas acuan supaya dapat
menghasilkan getaran yang merata.
(e) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan
beton di dalam acuan harus vertikal sedemikian hingga dapat
melakukan penetrasi sampai kedalaman 100 mm dari dasar beton
yang baru dicor sehingga menghasilkan kepadatan yang
menyeluruh pada bagian tersebut. Apabila alat penggetar tersebut
akan digunakan pada posisi yang lain maka, alat tersebut harus
ditarik secara perlahan dan dimasukkan kembali pada posisi lain
dengan jarak tidak lebih dari 450 mm. Alat penggetar tidak boleh
berada pada suatu titik lebih dari 15 detik atau permukaan beton
sudah mengkilap. Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari
dalam diberikan dalam Tabel 7.1.3-1.
Tabel Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam
Kecepatan Pengecoran
Beton (m3 / jam)
Jumlah Alat
4 2
8 3
12 4
16 5
20 6
> 20 > 6
Apabila kecepatan pengecoran lebih besar atau sama dengan 20
m3/jam, maka harus digunakan alat penggetar yang mempunyai
dimensi lebih besar dari 75 mm.
 Sambungan Pelaksanaan (CONSTRUCTION JOINT)
(1) Jadual pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap
jenis struktur yang diusulkan beserta lokasi sambungan pelaksanaan
seperti yang ditunjukkan pada gambar rencana untuk disetujui oleh
Direksi Pekerjaan. Sambungan pelaksanaan tidak boleh ditempatkan
pada pertemuan elemen-elemen struktur kecuali ditentukan
demikian.
(2) Sambungan pelaksanaan pada tembok sayap tidak diizinkan. Semua
sambungan konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu
memanjang dan pada umumnya harus diletakkan pada titik dengan
gaya geser minimum.
(3) Apabila sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus
melewati sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur
tetap monolit.
(4) Pada sambungan pelaksanaan harus disediakan lidah alur dengan
29
kedalaman paling sedikit 40 mm untuk dinding, pelat serta antara
dasar fondasi dan dinding. Untuk pelaksanaan pengecoran pelat
yang terletak di atas permukaan dengan cara manual, sambungan
konstruksi harus diletakkan sedemikian rupa sehingga pelat-pelat
mempunyai luas maksimum 40 m2 .
(5) Penyedia Jasa harus menyediakan pekerja dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk kemungkinan adanya sambungan pelaksanaan
tambahan apabila pekerjaan terpaksa mendadak harus dihentikan
akibat hujan atau terhentinya pemasokan beton atau penghentian
pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.
(6) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bonding agent yang dapat
digunakan untuk pelekatan pada sambungan pelaksanaan dan cara
pelaksanaannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
(7) Pada lingkungan air asin atau korosif, sambungan pelaksanaan tidak
diperkenankan berada pada 750 mm di bawah muka air terendah
atau 750 mm di atas muka air tertinggi kecuali ditentukan lain
dalam gambar kerja.
 Beton Siklop
- Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu
beton fc’=15 MPa dengan batu- batu pecah ukuran maksimum
250 mm. Batu-batu ini diletakkan dengan hati-hati dan tidak
boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan
secara berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak bentuk
acuan atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan. Semua
batu-batu pecah harus cukup dibasahi sebelum ditempatkan.
Volume total batu pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total
volume pekerjaan beton siklop. Untuk dinding penahan tanah
dan pilar yang lebih tebal dari 600 mm, tiap batu harus
dilindungi dengan adukan beton setebal 150 mm; jarak antar
batu pecah maksimum 300 mm dan jarak terhadap permukaan
minimum 150 mm. Permukaan bagian atas dilindungi dengan
beton penutup (caping) sesuai dengan Pd T-07-2005-B.
 Pengerjaan Akhir
a. Pembongkaran Acuan
(1) Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang
tipis dan struktur yang sejenis lebih awal 30 (tiga puluh) jam
setelah pengecoran beton tanpa mengabaikan perawatan. Acuan
yang ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau
struktur busur, tidak boleh dibongkar hingga pengujian kuat tekan
beton menunjukkan paling sedikit 85% dari kekuatan rancangan
beton.
(2) Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk
pekerjaan yang diberi hiasan, tiang sandaran, tembok pengarah
(parapet), dan permukaan vertikal yang terekspos harus dibongkar
dalam waktu paling sedikit 9 (sembilan) jam setelah pengecoran
dan tidak lebih dari 30 (tiga puluh) jam, tergantung pada keadaan
cuaca dan tanpa mengabaikan perawatan.
b) Permukaan (Pengerjaan Akhir Biasa)
30
(1) Kecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera
setelahpembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang
telah digunakan untukmemegang acuan, dan acuan yang melewati badan
beton, harus dibuang atau dipotongkembali paling sedikit 25 mm di bawah
permukaan beton. Tonjolan mortar danketidakrataan lainnya yang
disebabkan oleh sambungan cetakan harus dibersihkan.
(2) Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah
pembongkaran acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas
kekurang sempurnaan minor yang tidak akan mempengaruhi struktur atau
fungsi lain dari pekerjaan beton. Penambalan harus meliputi pengisian
lubang-lubang kecil dan lekukan dengan adukan semen.
(3) Apabila Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat keropos,
pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk
permukaan yang tegak lurus terhadap permukaan beton. Lubang harus
dibasahi dengan air dan adukan pasta (semen dan air, tanpa pasir) harus
dioleskan pada permukaan lubang. Selanjutnya lubang harus diisi dengan
adukan yang kental yang terdiri dari satu bagian semen dan dua bagian
pasir dan dipadatkan. Adukan tersebut harus dibuat dan didiamkan sekitar
30 menit sebelum dipakai agar dicapai penyusutan awal, kecuali digunakan
jenis semen tidak susut (non shrinkage cement).
c) Permukaan (Pekerjaan Akhir Khusus)
Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut
ini, atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan:
(1) Bagian atas pelat, kereb, permukaan trotoar, dan permukaan horizontal
lainnya sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru
dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang
diperlukan segera setelah pengecoran beton dan harus diselesaikan secara
manual sampai rata dengan menggerakkan perata kayu secara memanjang
dan melintang, atau dengan cara lain yang sesuai sebelum beton mulai
mengeras.
(2) Perataan permukaan horizontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk
trotoar, harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara
lain sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum
beton mulai mengeras.
(3) Permukaan yang tidak horizontal yang telah ditambal atau yang masih
belum rata harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium),
dengan menempatkan sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan
harus terdiri dari semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan
proporsi yang digunakan untuk pengerjaan akhir beton. Penggosokan
harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas acuan, ketidakrataan,
tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh permukaan yang
rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan tertinggal
di tempat.
d) Perawatan Beton
(1) Perawatan dengan Pembasahan
(a) Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini,
temperatur yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga
agar kehilangan kadar air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh
temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan untuk
31
menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan
pengerasan beton.
(b) Pekerjaan perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras
(sebelum terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan
yang dapat menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus
dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 7 (tujuh) hari. Untuk beton yang
menggunakan fly ash perawatan minimal 10 (sepuluh) hari. Semua bahan
perawatan atau lembaran bahan penyerap air harus menempel pada
permukaan yang dirawat.
(c) Apabila acuan kayu tidak dibongkar sesuai dengan Butir 7.1.3.2) a), maka
acuan tersebut harus dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan
dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan
pengeringan beton.
(d) Permukaan beton yang digunakan langsung sebagai lapis aus harus dirawat
setelah permukaannya mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah)
dengan ditutupi oleh lapisan pasir lembab setebal 50 mm paling sedikit
selama 21 (dua puluh satu) hari.
(e) Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus
dibasahi sampai kuat tekannya mencapai 70% dari kekuatan rancangan
beton berumur 28 (dua puluh delapan) hari.
(2) Perawatan dengan Uap
(a) Beton yang dirawat dengan uap untuk mendapatkan kekuatan awal yang
tinggi, tidak diperkenankan menggunakan bahan tambahan kecuali atas
persetujuan Direksi Pekerjaan.
(b) Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu
dimana beton telah mencapai 70% dari kekuatan rancangan beton
berumur 28 (dua puluh delapan) hari. Perawatan dengan uap untuk beton
harus mengikuti ketentuan berikut ini: Departemen Pekerjaan Umum –
Desember 2007 7 - 14
(i) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
tekanan luar.
(ii) Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi
38°C selama 2 (dua) jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian
temperatur dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65°C dengan
kenaikan temperatur maksimum 14°C/jam secara bertahap.
(iii) Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak boleh
melebihi 5,5°C.
(iv) Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara bertahap
dan tidak boleh lebih dari 11°C per jam.
(v) Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang penguapan
tidak boleh lebih dari 11°C dibanding udara luar.
(vi) Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan uap air.
(vii) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus
dibasahi selama 4 (empat) hari sesudah selesai perawatan uap tersebut.
(c) Penyedia Jasa harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik
dan temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan
ketentuan dan tidak tergantung dari cuaca luar.
(d) Pipa uap harus ditempatkan sedemikian rupa atau balok harus dilindungi
secukupnya agar beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan
32
menyebabkan perbedaan temperatur pada bagian-bagian beton.
(3) Perawatan dengan Cara Lain
(a) Membran cair
Perawatan membran dilakukan ketika seluruh permukaan beton segera sesudah
air meningggalkan permukaan (kering), terlebih dahulu setelah beton
dibuka cetakannya dan finishing dilakukan. Jika seandainya hujan turun
maka harus dibuat pelindung sebelum lapisan membran cukup kering, atau
seandainya lapisan membran rusak maka harus dilakukan pelapisan ulang
lagi.
(b) Selimut kedap air
Metode ini dilakukan dengan menyelimuti permukaan beton dengan bahan
lembaran kedap air yang bertujuan mencegah kehilangan kelembaban ari
permukaan beton. Beton harus basah pada saat lembaran kedap air ini
dipasang. Lembaran bahan ini aman untuk tidak terbang/pindah tertiup
angin dan apabila ada kerusakan/sobek harus segera diperbaiki selama
periode perawatan berlangsung
(c) Mempertahankan cetakan (Form-In-Place).
Perawatan yang dilakukan dengan tetap mempertahankan cetakan sebagai
dinding penahan pada tempatnya selama waktu yang diperlukan beton dalam
masa perawatan sesuai dengan Pd T-07-2005-B.
Tabel Ketentuan Kuat Tekan Minimum untuk Silinder
Kuat Tekan Minimum rata-rata
Jenis beton
Mutu Beton
Benda Uji Silinder (MPa) Diameter (150 –
300) mm
fc’
(MPa)
3 hari 7 hari
28 hari
Mutu 50 34 42 60
tinggi 45 31 39 55
35 25 31 44
Mutu 30 22 27 39
Sedang 25 17 25 34
20 13 20 27
Mutu
rendah
15
10
9
7
15
11
22
17
Tabel Ketentuan Kuat Tekan Minimum untuk Kubus
Kuat Tekan Minimum rata-rata
Jenis beton
Mutu Beton
Benda Uji Kubus
(Kg/cm2)
150 x 150 x 150 mm3
σbk’
(Kg/cm2)
3 hari 7 hari
28 hari
33
Mutu
tinggi
K600 392 490 670
K500 336 420 570
K400 272 340 470
Mutu
Sedang
K350 244 305 420
K300
K250
189 281 370
Mutu
rendah
K175 164 245 320
K125
103
78
167
131
245
195
(3) Sebelum dilakukan pengecoran, penyedia jasa harus melakukan percobaan
campuran (trial mix) di lapangan sesuai dengan rancangan campuran yang
dihasilkan oleh laboratorium. Apabila hasil kuat tekan beton yang didapat
pada umur 7 (tujuh) hari menghasilkan kuat tekan beton lebih kecil dari
85% nilai kuat tekan beton yang disyaratkan, maka Penyedia Jasa harus
melakukan penyesuaian campuran dan mencari penyebab ketidak sesuaian
tersebut, dengan meminta saran tenaga ahli yang kompeten di bidang
beton untuk kemudian melakukan percobaan campuran kembali sampai
dihasilkan kuat tekan beton di lapangan yang sesuai dengan persyaratan.
(4) Apabila percobaan campuran beton telah sesuai dan disetujui oleh Direksi
Pekerjaan, maka Penyedia Jasa dapat melanjutkan pekerjaan pencampuran
beton sesuai dengan hasil percobaan campuran.
(5) Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan apabila hasil
pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang
dilaksanakan lebih kecil dari kuat tekan beton karakteristik yang diperoleh
dari rumus
b) Penyesuaian Campuran
(1) Penyesuaian Sifat Mudah Dikerjakan (Kelecakan atau Workability)
Apabila sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula dirancang
sulit diperoleh, maka Penyedia Jasa boleh melakukan perubahan rancangan
agregat, dengan syarat dalam hal apapun kadar semen yang semula
dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah ditentukan
berdasarkan pengujian yang menghasilkan kuat tekan yang memenuhi tidak
dinaikkan. Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara
menambah air atau oleh cara lain tidak diizinkan. Bahan tambahan untuk
meningkatkan sifat kelecakan hanya diizinkan bila telah disetujui oleh
Direksi Pekerjaan.
(2) Penyesuaian Kekuatan
Apabila beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, maka kadar
semen dapat ditingkatkan atau dapat digunakan bahan tambahan dengan
syarat disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
(3) Penyesuaian Untuk Bahan-bahan Baru
Perubahan sumber atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa
pemberitahuan tertulis kepada Direksi Pekerjaan. Bahan baru tidak boleh
digunakan sampai Direksi Pekerjaan menerima bahan tersebut secara
tertulis dan menetapkan proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian
campuran percobaan baru yang dilakukan oleh Penyedia Jasa.
34
(4) Bahan Tambahan (Admixture)
Bila perlu menggunakan bahan tambahan, maka Penyedia Jasa harus
mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Jenis dan takaran bahan
tambahan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu harus dibuktikan
kebenarannya melalui pengujian campuran di laboratorium. Ketentuan
mengenai bahan tambahan ini harus mengacu pada SNI 03-2495-1991. Bila
akan digunakan bahan tambahan berupa butiran yang sangat halus,
sebagian besar berupa mineral yang bersifat semen (cementious) seperti
abu terbang (fly ash), mikrosilika (silicafume), atau abu slag besi (iron
furnace slag), yang umumnya ditambahkan pada semen sebagai bahan
utama beton, maka penggunaan bahan tersebut harus berdasarkan hasil
pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa hasil kuat tekan yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pada Gambar
Rencana dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Dalam hal penggunaan bahan
tambahan dalam campuran beton, maka bahan tersebut ditambahkan pada
saat pengadukan beton. Bahan tambahan ini hanya boleh digunakan untuk
meningkatkan kinerja beton segar (fresh concrete).
Penggunaan bahan tambahan ini dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
(a) Meningkatkan kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah air.
(b) Mengurangi penggunaan air dalam campuran beton tanpa mengurangi
kelecakan.
(c) Mempercepat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton.
(d) Memperlambat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton.
(e) Meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton.
(f) Mengurangi kecepatan terjadinya kehilangan slump (slump loss).
(g) Mengurangi susut beton atau memberikan sedikit pengembangan volume
beton (ekspansi).
(h) Mengurangi terjadinya bliding (bleeding).
(i) Mengurangi terjadinya segregasi.
Untuk tujuan peningkatan kinerja beton sesudah mengeras, bahan
tambahan campuran beton bisa digunakan untuk keperluan-keperluan
sebagai berikut:
(a) Meningkatkan kekuatan beton (secara tidak langsung).
(b) Meningkatkan kekuatan pada beton muda.
(c) Mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan
beton, terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi.
(d) Meningkatkan kinerja pengecoran beton di dalam air atau di laut.
(e) Meningkatkan keawetan jangka panjang beton.
(f) Meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton).
(g) Mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat.
(h) Meningkatkan daya lekat antara beton baru dan beton lama;
(i) Meningkatkan daya lekat antara beton dan baja tulangan.
(j) Meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan.
Walaupun demikian, penggunaan aditif dan bahan tambahan (admixture)
perlu dilakukan secara hati-hati dan dengan takaran yang tepat sesuai
manual penggunaannya, serta dengan proses pengadukan yang baik, agar
pengaruh penambahannya pada kinerja beton bisa dicapai secara merata
pada semua bagian beton. Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa dosis yang
35
berlebih akan dapat mengakibatkan menurunnya kinerja beton, atau dalam
hal yang lebih parah, dapat menimbulkan kerusakan pada beton.
c) Pelaksanaan Pencampuran
(1) Penakaran Agregat
(a) Seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut berat, untuk
mutu beton fc’ < 20 MPa diizinkan ditakar menurut volume sesuai SNI
03-3976-1995. Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas
penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas semen yang digunakan
adalah setara dengan satu satuan atau kebulatan dari jumlah zak
semen. Agregat harus ditimbang beratnya secara terpisah. Ukuran setiap
penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat pencampur;
(b) Penakaran agregat harus dilakukan dalam kondisi jenuh kering
permukaan (JKP). Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka harus
dilakukan koreksi penakaran sesuai dengan kondisi agregat di lapangan.
Untuk mendapatkan kondisi agregat yang jenuh kering permukaan
dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan agregat dengan air
secara berkala paling sedikit 12 (dua belas) jam sebelum penakaran
untuk menjamin kondisi jenuh kering permukaan;
(c) Penyedia Jasa harus dapat menunjukkan sertifikat kalibrasi yang masih
berlaku untuk seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan
penakaran bahan-bahan beton termasuk saringan agregat pada
perangkat siap pakai (ready mix).
(2) Pencampuran
(a) Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari
jenis dan ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang
merata dari seluruh bahan.
(b) Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur
yang akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang
digunakan dalam setiap penakaran.
(c) Cara pencampuran bahan beton dilakukan sebagai berikut, pertama
masukkan sebagian air, kemudian seluruh agregat sehingga mencapai
kondisi yang cukup basah, dan selanjutnya masukkan seluruh semen yang
sudah ditakar hingga tercampur dengan agregat secara merata. Terakhir
masukkan sisa air untuk menyempurnakan campuran.
(d) Waktu pencampuran harus diukur mulai pada saat air dimasukkan ke dalam
campuran bahan kering. Seluruh sisa air yang diperlukan harus sudah
dimasukkan sekitar seperempat waktu pencampuran tercapai. Waktu
pencampuran untuk mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang harus sekitar
1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar waktu harus ditingkatkan 15 detik
untuk tiap penambahan 0,5 m3.
(e) Bila tidak mungkin menggunakan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat
menyetujui pencampuran beton dengan cara manual dan harus dilakukan
sedekat mungkin dengan tempat pengecoran. Penggunaan pencampuran
beton dengan cara manual harus dibatasi hanya pada beton non-struktural.
d) Pengujian Campuran
(1) Pengujian Untuk Kelecakan (Workability)
Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran beton yang
36
dihasilkan, dan pengujian harus dianggap belum dikerjakan kecuali
disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya. Untuk nilai slump 80 mm,
maka toleransi terhadap nilai slump yang disyaratkan adalah - 20 mm , +
20 mm. Toleransi untuk perkerasan kaku adalah – 10 mm, + 10 mm.
(2) Pengujian Kuat Tekan
(a) Penyedia Jasa harus membuat sejumlah set benda uji (3 buah benda uji per
set) untuk pengujian kuat tekan berdasarkan jumlah beton yang dicorkan
untuk setiap kuat tekan beton dan untuk setiap jenis komponen struktur
yang dicor terpisah pada tiap hari pengecoran.
(b) Untuk keperluan pengujian kuat tekan beton, Penyedia Jasa harus
menyediakan benda uji beton berupa silinder dengan diameter 150 mm dan
tinggi 300 mm, dan harus dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-1998. Benda
uji tersebut harus dicetak bersamaan dan diambil dari beton yang akan
dicorkan, dan kemudian dirawat sesuai dengan perawatan yang dilakukan di
laboratorium.
(c) Jumlah set benda uji yang dibuat berdasarkan jumlah kuantitas pengecoran
atau komponen struktur yang dicor secara terpisah dan diambil jumlah
terbanyak diantara keduanya.
(d) Pengambilan benda uji untuk pengecoran yang didapat dari pencampuran
secara manual, setiap 10 m3 beton harus dibuat 1 (satu) set benda uji dan
untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah minimal diambil 3
(tiga) set benda uji (1 set = 3 buah benda uji).
(e) Jumlah benda uji yang harus dibuat untuk pengecoran hasil produksi ready
mix, diambil pada setiap pengiriman (1 set untuk setiap truk). 1set = 3
buah benda uji.
(f) Prediksi awal pada umur kurang dari 7 (tujuh) hari harus disesuaikan dengan
grafik perkembangan kuat tekan campuran sebagai fungsi waktu.
(g) Setiap set pengujian dilakukan untuk kuat tekan beton umur 28 (dua puluh
delapan) hari.
(h) Apabila dalam pengujian kuat tekan benda uji tersebut terdapat perbedaan
nilai kuat tekan yang > 5% antara dua buah benda uji dalam set tersebut,
maka benda uji ketiga dalam set tersebut harus diuji kuat tekannya. Hasil
kuat tekan yang digunakan dalam perhitungan statistik adalah hasil dari 2
(dua) buah benda uji yang berdekatan nilainya.
(i) Kekuatan beton diterima dengan memuaskan bila fc karakteristik dari benda
uji lebih besar atau sama dengan fc rencana. fc karakteristik dihitung
dengan rumus sebagai berikut: fc’= fcm – ( k.S).r , dimana S menyatakan
nilai deviasi standar dari hasil uji tekan, dan k adalah konstanta yang
tergantung pada jumlah benda uji (k=1,64 untuk jumlah benda uji lebih
besar atau sama dengan 30) dan r adalah angka koreksi deviasi untuk
jumlah benda uji kurang dari 30
(j) Nilai hasil uji tekan satupun tidak boleh mempunyai nilai di bawah 0,85 fc.
(k) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka harus
diambil langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat tekan
berikutnya, dan langkah-langkah lain untuk memastikan bahwa kapasitas
daya dukung dari struktur tidak membahayakan.
(l) Bila dari hasil perhitungan dengan kuat tekan menunjukkan bahwa kapasitas
daya dukung struktur berkurang, maka diperlukan suatu uji bor (core
drilling) pada daerah yang diragukan berdasarkan aturan pengujian yang
37
berlaku. Dalam hal ini harus diambil paling tidak 3 (tiga) buah benda uji bor
inti pada daerah yang tidak membahayakan struktur untuk setiap hasil uji
tekan yang meragukan atau terindikasi bermutu rendah seperti disebutkan
di atas.
(m) Beton di dalam daerah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap
secara struktural cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji
bor inti tersebut tidak kurang dari 0,85 fc, dan tidak satupun dari benda uji
bor inti yang mempunyai kekuatan kurang dari 0,75 fc. Dalam hal ini,
perbedaan umur beton saat pengujian kuat tekan benda uji bor inti
terhadap umur beton yang disyaratkan untuk penetapan kuat tekan beton
(yaitu 28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu diperhitungkan dan
dilakukan koreksi dalam menetapkan kuat tekan beton yang dihasilkan.
(3) Pengujian Tambahan
Penyedia Jasa harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk
menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir,
sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan
tersebut meliputi:
(a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo,
Ultrasonic Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya (hasil
pengujian tidak boleh digunakan sebagai dasar penerimaan).
(b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan.
(c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton;
(d) Lubang bekas uji inti (core) harus diisi kembali dengan bahan beton tidak
susut (non shrink).
(e) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan.
e) Perbaikan Atas Pekerjaan Beton yang Tidak Memenuhi Ketentuan
(1) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang
disyaratkan dalam Butir 7.1.2.3), atau yang tidak memiliki permukaan akhir
yang memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran
yang disyaratkan , harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan antara lain:
(a) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum
dikerjakan.
(b) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal.
(c) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau menyeluruh
pada bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus.
(2) Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau
adanya keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat
meminta Penyedia Jasa melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan
dalam Butir 7.1.4.3) d) (3) yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu
pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai dengan adil dengan
meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya.
(3) Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser . Penyedia Jasa
harus mengajukan detail rencana perbaikan untuk mendapatkan
persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai pekerjaan.
b. Beton Pratekan
(1) Tempat Pencetakan
Lokasi setiap tempat pencetakan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
(2) Acuan
38
Pipa acuan untuk membentuk lubang melintang dalam pekerjaan akhir atau
perkakas cetak lainnya yang akan membatasi regangan memanjang dalam
elemen acuan harus dilepas sesegera mungkin setelah pengecoran beton
sedemikian rupa sehingga pergerakan akibat penyusutan atau perubahan
temperatur beton dapat dikendalikan. Apabila diperlukan rongga dalam
beton, maka pembentuk rongga beton harus terpasang kaku dengan cara
yang sedemikian hingga tidak terjadi pergeseran yang cukup besar dalam
segala arah selama pelaksanaan pengecoran.
Apabila pembentuk rongga beton diikat pada kabel prategang, maka
pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa pola untaian tidak
mengalami distorsi akibat gaya apung dari rongga tersebut. Harus dilakukan
pencegahan terhadap kerusakan pada semua acuan selama pengecoran.
(3) Perlengkapan Prategang
Perlengkapan penarik kabel harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum
digunakan dan harus dikalibrasi sebagai unit yang lengkap oleh suatu
laboratorium yang disetujui setiap 6 (enam) bulan (atau lebih sering jika
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan) agar korelasi antara gaya yang
diberikan pada kabel dan bacaan yang ditunjukkan oleh alat ukur tekanan
akurat. Dalam perlengkapan penarikan kabel harus disediakan paling sedikit
2 (dua) buah alat pengukur tekanan dengan permukaan diameter tidak
kurang dari 150 mm, satu untuk membaca lendutan akibat penegangan dan
yang satunya untuk membaca pembebanan selama pelaksanaan
penegangan akhir. Alat pengukur tekanan harus mempunyai akurasi sampai
ketelitian 1% kapasitas penuh. Sertifikat kalibrasi harus disimpan di kantor
kerja pada tempat pengecoran dan disediakan untuk Direksi Pekerjaan atas
permintaannya.
(4) Perakitan Kabel Prategang
Kabel prategang harus dirakit sesuai dengan petunjuk yang diikutsertakan
dalam sertifikat persetujuan pabrik. Sebelum perakitan, permukaan baja
prategang harus diperiksa terhadap korosi. Karat harus dibersihkan dengan
lap kain goni atau wol baja halus dan setiap jenis minyak harus dibersihkan
dengan menggunakan deterjen. Suatu lapisan karat yang tipis tidak
dianggap merusak asalkan baja tersebut tidak nampak keropos atau
terdapat karat titik yang sudah mulai masuk ke dalam material. Baja dengan
tingkat korosi berat atau baja yang keropos harus ditolak dan dikeluarkan
dari tempat kerja. Benda asing yang melekat pada baja harus dihilangkan
sebelum penempatan dalam selongsong dan setelah prategang. Apabila
baja prategang untuk pekerjaan penegangan sebelum pengecoran
(pretension) dipasang sebelum pengecoran pada unit tersebut, atau apabila
baja prategang untuk pekerjaan penegangan setelah pengecoran (post
tension) tidak disuntik dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak pemasangan,
maka baja tersebut harus dilindungi terhadap korosi dan harus ditolak jika
berkarat. Dalam hal ini, bahan penghambat korosi dapat digunakan dalam
selongsong setelah pemasangan kabel. Angkur harus dirakit dengan kabel
dengan cara sedemikian sehingga dapat mencegah setiap pergeseran
posisi, baik selama pemasangan maupun pengecoran.
(5) Selimut Beton
Jika tidak ditentukan lain, maka selimut beton tidak boleh kurang dari 30
mm. Selimut beton tersebut harus ditambah 15 mm untuk beton yang
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx
RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx

More Related Content

Similar to RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx

presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptxpresentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
RenandiaFathanFahruz
 
3 bab ii teknis dan bahan
3 bab ii teknis dan bahan3 bab ii teknis dan bahan
3 bab ii teknis dan bahan
Makhrus Muhammad
 
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakanpersentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
padolakmal
 
Rk3 k embung kemirigede blitar
Rk3 k embung kemirigede blitarRk3 k embung kemirigede blitar
Rk3 k embung kemirigede blitar
Cratos27
 
K3_Konstruksi umg.pdf
K3_Konstruksi umg.pdfK3_Konstruksi umg.pdf
K3_Konstruksi umg.pdf
Andik48
 
201605 04-permen pu 05
201605 04-permen pu 05201605 04-permen pu 05
201605 04-permen pu 05
ahmad fuadi
 
BAB I UKPP 2023.pptx
BAB I UKPP 2023.pptxBAB I UKPP 2023.pptx
BAB I UKPP 2023.pptx
yukeputri1
 
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk329 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
Winarso Arso
 
Manajemen proyek untuk epc
Manajemen proyek untuk epcManajemen proyek untuk epc
Manajemen proyek untuk epc
Nico Domli
 
Presentasi K3 Proyek.
Presentasi K3 Proyek.Presentasi K3 Proyek.
Presentasi K3 Proyek.
Afianto Faisol
 
02 spek umum
02 spek umum02 spek umum
02 spek umum
Santi Nurhayati
 
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptxPERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
liraikki
 
dkv1.pptx
dkv1.pptxdkv1.pptx
dkv1.pptx
Slamet Achwandy
 
Rks (1)
Rks (1)Rks (1)
Rks (1)
Achmad Ridhoi
 
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
Benny Benny
 
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptxPERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
liraikki
 
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalitPpt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
christantisimanungka
 
Kepmen no 5 th 1996
Kepmen no 5 th 1996Kepmen no 5 th 1996
Kepmen no 5 th 1996raysa hasdi
 
Garispanduan pkp pembinaan
Garispanduan pkp pembinaanGarispanduan pkp pembinaan
Garispanduan pkp pembinaan
HASNIZAM BIN MD SAAD
 
Permen 9 tahun 2016.ppt
Permen 9 tahun 2016.pptPermen 9 tahun 2016.ppt
Permen 9 tahun 2016.ppt
pubgbokisSSM
 

Similar to RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx (20)

presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptxpresentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
presentasi keselematan kerja FITRIAH rev.pptx
 
3 bab ii teknis dan bahan
3 bab ii teknis dan bahan3 bab ii teknis dan bahan
3 bab ii teknis dan bahan
 
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakanpersentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
persentasi mfk rumah sakit yang bisa digunakan
 
Rk3 k embung kemirigede blitar
Rk3 k embung kemirigede blitarRk3 k embung kemirigede blitar
Rk3 k embung kemirigede blitar
 
K3_Konstruksi umg.pdf
K3_Konstruksi umg.pdfK3_Konstruksi umg.pdf
K3_Konstruksi umg.pdf
 
201605 04-permen pu 05
201605 04-permen pu 05201605 04-permen pu 05
201605 04-permen pu 05
 
BAB I UKPP 2023.pptx
BAB I UKPP 2023.pptxBAB I UKPP 2023.pptx
BAB I UKPP 2023.pptx
 
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk329 permen no.05 tahun 1996-smk3
29 permen no.05 tahun 1996-smk3
 
Manajemen proyek untuk epc
Manajemen proyek untuk epcManajemen proyek untuk epc
Manajemen proyek untuk epc
 
Presentasi K3 Proyek.
Presentasi K3 Proyek.Presentasi K3 Proyek.
Presentasi K3 Proyek.
 
02 spek umum
02 spek umum02 spek umum
02 spek umum
 
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptxPERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
PERSENTASE MATERI K3 ILHAMSST.pptx
 
dkv1.pptx
dkv1.pptxdkv1.pptx
dkv1.pptx
 
Rks (1)
Rks (1)Rks (1)
Rks (1)
 
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
76696288 prosedur-penanganan-bahan-kimia
 
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptxPERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
PERSENTASE MATERI K3 IR HASANUDDIN SYAM.pptx
 
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalitPpt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
Ppt k3 desain pembelajaran christanti simanungkalit
 
Kepmen no 5 th 1996
Kepmen no 5 th 1996Kepmen no 5 th 1996
Kepmen no 5 th 1996
 
Garispanduan pkp pembinaan
Garispanduan pkp pembinaanGarispanduan pkp pembinaan
Garispanduan pkp pembinaan
 
Permen 9 tahun 2016.ppt
Permen 9 tahun 2016.pptPermen 9 tahun 2016.ppt
Permen 9 tahun 2016.ppt
 

Recently uploaded

MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdfMATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
UmiKalsum53666
 
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
narayafiryal8
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
HADIANNAS
 
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
PES2018Mobile
 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
AdityaWahyuDewangga1
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
jayakartalumajang1
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
delphijean1
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
indahrosantiTeknikSi
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
AnandhaAdkhaM1
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
rhamset
 
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdfDAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
benediktusmaksy
 

Recently uploaded (11)

MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdfMATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
 
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
 
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
elemen mesin mengenai ulir (mechanical engineering)
 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
 
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdfDAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
 

RKS-Buku-III-Spesifikasi-Teknis.docx

  • 1. 1 BAB III SPESIFIKASI TEKNIS VI.1. UMUM VI.1.1. KETENTUAN UMUM (1) Tata cara penyelenggaraan pelaksanaan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana secara umum harus mengacu syarat-syarat dalam RKS maupun perubahan-perubahan dan atau tambahan-tambahannya dalam Berita Acara Aanwijzing serta Gambar Kerja dan atau gambar-gambar perubahan dan tambahan yang telah disetujui Direksi pekerjaan/ Pejabat Pembuat Komitmen. (2) Di samping itu ketentuan lain mengenai tambahan atau pengurangan yang timbul dalam pelaksanaan akan diatur dan dilaksanakan sesuai petunjuk Direksi Proyek atau Pengawas baik sebelum maupun selama pekerjaan berlangsung (3) Bila karena satu dan lain hal terdapat kekurangan, perbedaan ketidakjelasan, ketidak sesuaian baik ukuran maupun item-item pekerjaan lainnya yaitu :  Pada Gambar Kerja dengan detail gambarnya, maka yang mengikat adalah gambar yang skalanya lebih kecil  Antara Gambar Kerja dengan RKS, maka yang berlaku adalah RKS  Bila pada Gambar Kerja tertulis, sedang dalam RKS tidak disebutkan, maka Gambar Kerja yang mengikat  Bila dalam RKS disebutkan, sedang dalam Gambar Kerja tidak dituliskan, maka yang mengikat adalah RKS  Penentuan bagian yang mengikat/ berlaku diatas harus mendapatkan persetujuan Pengawas/ Direksi Proyek sebelum dilaksanakan (4) Selama berlangsungnya pekerjaan, Rekanan/ Penyedia jasa dapat menjaga lingkungan agar tidak terganggu oleh jalannya pekerjaan. (5) Kerusakan jalan masuk menuju lokasi dan tempat-tempat pekerjaan atau lahan sekitar yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan menjadi tanggung jawab Rekanan/ Penyedia Jasa. Untuk itu sebelum pelaksanaan pekerjaan Rekanan/ Penyedia Jasa bisa minta ijin kepada pemilik yang bersangkutan untuk mendapatkan dispensasi pemakaian jalan menuju lokasi ataupun lahan sekitar yang diperlukan (6) Tempat pekerjaan akan diserahkan kepada Rekanan/ Penyedia Jasa dalam keadaan seperti pada saat penjelasan (aanwijzing) di lapangan atau peninjauan lapangan (7) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja terlindungi dari resiko kecelakaan. (8) Penyedia Jasa menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan peraturan keselamatan kerja, selanjutnya barang-barang tersebut harus dapat dipergunakan secara aman.
  • 2. 2 (9) Penyedia Jasa turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan sehat (10) Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa (11) Sebelum dan selama melaksanakan pekerjaan, Rekanan/ Penyedia Jasa harus berkonsultasi dengan Pengawas atau Direksi Proyek. VI.1.2. KETENTUAN PELAKSANAAN K3 VI.1.2.1. Ketentuan administrasi a. Kewajiban umum Kewajiban umum di sini dimaksudkan kewajiban umum bagi perusahaan Penyedia Jasa Konstruksi, yaitu : 1) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja terlindungi dari resiko kecelakaan. 2) Penyedia Jasa menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain yang akan digunakan atau dibutuhkan sesuai dengan peraturan keselamatan kerja, selanjutnya barang-barang tersebut harus dapat dipergunakan secara aman. 3) Penyedia Jasa turut mengadakan pengawasan terhadap tenaga kerja, agar tenaga kerja tersebut dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan selamat dan sehat. 4) Penyedia Jasa menunjuk petugas keselamatan kerja yang karena jabatannya di dalam organisasi Penyedia Jasa, bertanggung jawab mengawasi koordinasi pekerjaan yang dilakukan untuk menghindarkan resiko bahaya kecelakaan. 5) Penyedia Jasa memberikan pekerjaan yang cocok untuk tenaga kerja sesuai dengan keahlian, umur, jenis kelamin dan kondisi fisik/kesehatannya. 6) Sebelum pekerjaan dimulai Penyedia Jasa menjamin bahwa semua tenaga kerja telah diberi petunjuk terhadap bahaya dari pekerjaannya masing-masing dan usaha pencegahannya, untuk itu Penyedia Jasa dapat memasang papan-papan pengumuman, papan-papan peringatan serta sarana-sarana pencegahan kecelakaan yang dipandang perlu. 7) Orang tersebut bertanggung jawab pula atas pemeriksaan berkala terhadap semua tempat kerja, peralatan, sarana-sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman. 8) Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam rangka penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa.
  • 3. 3 b. Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja Penyedia Jasa Konstruksi harus menugaskan secara khusus Ahli K3 dan tenaga K3 untuk setiap proyek yang dilaksanakan. Tenaga K3 tersebut harus masuk dalam struktur organisasi pelaksanaan konstruksi setiap proyek, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja harus bekerja secara penuh (full-time) untuk mengurus dan menyelenggarakan keselamatan dan kesehatan kerja. 2) Pengurus dan Penyedia Jasa yang mengelola pekerjaan dengan mempekerjakan pekerja dengan jumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek memang memerlukan, diwajibkan membentuk unit pembina K3. 3) Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja tersebut ini merupakan unit struktural dari organisasi penyedia jasa yang dikelola oleh pengurus atau penyedia jasa. 4) Petugas keselamatan dan kesehatan kerja tersebut bersama-sama dengan panitia pembina keselamatan kerja ini bekerja sebaik-baiknya, dibawah koordinasi pengurus atau Penyedia Jasa, serta bertanggung jawab kepada pemimpin proyek. 5) Penyedia jasa harus mekukan hal-hal sebagai berikut : a) Memberikan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja fasilitas-fasilitas dalam melaksanakan tugas mereka. b) Berkonsultasi dengan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja dalam segala hal yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja dalam proyek. c) Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberi efek pada rekomendasi dari panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja. 6) Jika 2 (dua) atau lebih Penyedia Jasa bergabung dalam suatu proyek mereka harus bekerja sama membentuk kegiatan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja. c. Laporan kecelakaan Salah satu tugas pelaksana K3 adalah melakukan pencatatan atas kejadian yang terkait dengan K3, dimana : 1) Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus dilaporkan kepada Instansi yang terkait. 2) Laporan tersebut harus meliputi statistik yang akan menunjukkan hal- hal sebagai berikut : a) Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja masing-masing dan b) Menunjukkan gambaran kecelakaan-kecelakaan dan sebab-sebabnya. d. Keselamatan kerja dan pertolongan pertama pada kecelakaan
  • 4. 4 Organisasi untuk keadaan darurat dan pertolongan pertama pada kecelakaan harus dibuat sebelumnya untuk setiap proyek yang meliputi seluruh pegawai/petugas pertolongan pertama pada kecelakaan dan peralatan, alat-alat komunikasi dan alat-alat lain serta jalur transportasi, dimana : 1) Tenaga kerja harus diperiksa kesehatannya : a) Sebelum atau beberapa saat setelah memasuki masa kerja pertama kali. b) Secara berkala, sesuai dengan risiko-risiko yang ada pada pekerjaan tersebut. 2) Data yang diperoleh dari pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk referensi. 3) Pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan atau penyakit yang tiba- tiba, harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau seorang yang terdidik dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (PPPK). 4) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan yang memadai, harus disediakan di tempat kerja dan dijaga agar tidak dikotori oleh debu, kelembaban udara dan lain-lain. 5) Alat-alat PPPK atau kotak obat-obatan harus berisi paling sedikit dengan obat untuk kompres, perban, antiseptik, plester, gunting dan perlengkapan gigitan ular. 6) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus tidak berisi benda-benda lain selain alat-alat PPPK yang diperlukan dalam keadaan darurat. 7) Alat-alat PPPK dan kotak obat-obatan harus berisi keterangan- keterangan/instruksi yang mudah dan jelas sehingga mudah dimengerti. 8) Isi dari kotak obat-obatan dan alat PPPK harus diperiksa secara teratur dan harus dijaga supaya tetap berisi (tidak boleh kosong). 9) Kereta untuk mengangkat orang sakit (tandu). 10) Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat lainnya. 11) Petunjuk/informasi harus diumumkan/ditempel di tempat yang baik dan strategis yang memberitahukan antara lain : a) Tempat yang terdekat dengan kotak obat-obatan, alat-alat PPPK, ruang PPPK, ambulans, tandu untuk orang sakit, dan tempat dimana dapat dicari petugas K3. b) Tempat telepon terdekat untuk menelepon/memanggil ambulans, nomor telepon dan nama orang yang bertugas dan lain-lain. c) Nama, alamat, nomor telepon Dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat. e. Pembiayaan keselamatan dan kesehatan kerja Biaya operasional kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja harus sudah diantisipasi sejak dini yaitu pada saat Pengguna Jasa mempersiapkan pembuatan desain dan perkiraan biaya suatu pekerjaan konstruksi.
  • 5. 5 Sehingga pada saat pelelangan menjadi salah satu item pekerjaan yang perlu menjadi bagian evaluasi dalam penetapan pemenang lelang. Selanjutnya Penyedia Jasa harus melaksanakan prinsip-prinsip kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk penyediaan prasarana, sumberdaya manusia dan pembiayaan untuk kegiatan tersebut dengan biaya yang wajar, oleh karena itu baik Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa perlu memahami prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja ini agar dapat melakukan langkah persiapan, pelaksanaan dan pengawasannya. VI.1.2.2. Ketentuan Teknis a. Aspek lingkungan Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan K3 terutama terkait dengan aspek lingkungan, Penyedia Jasa harus mendapatkan persetujuan dari direksi pekerjaan. b. Tempat kerja dan peralatan Ketentuan teknis pada tempat kerja dan peralatan pada suatu proyek terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut : 1) Pintu masuk dan keluar a) Pintu masuk dan keluar darurat harus dibuat di tempat-tempat kerja. b) Alat-alat/tempat-tempat tersebut harus diperlihara dengan baik. 2) Lampu / penerangan a) Jika penerangan alam tidak sesuai untuk mencegah bahaya, alat- alat penerangan buatan yang cocok dan sesuai harus diadakan di seluruh tempat kerja, termasuk pada gang-gang. b) Lampu-lampu harus aman, dan terang. c) Lampu-lampu harus dijaga oleh petugas-petugas bila perlu mencegah bahaya apabila lampu mati/pecah. 3) Ventilasi a) Di tempat kerja yang tertutup, harus dibuat ventilasi yang sesuai untuk mendapat udara segar. b) Jika secara teknis tidak mungkin bisa menghilangkan debu, gas yang berbahaya, tenaga kerja harus disediakan alat pelindung diri untuk mencegah bahaya-bahaya tersebut di atas. 4) Kebersihan a) Bahan-bahan yang tidak terpakai dan tidak diperlukan lagi harus dipindahkan ke tempat yang aman. b) Semua paku yang menonjol harus disingkirkan atau dibengkokkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. c) Sisa-sisa barang alat-alat dan sampah tidak boleh dibiarkan bertumpuk di tempat kerja. d) Tempat-tempat kerja dan gang-gang yang licin karena oli atau sebab lain harus dibersihkan atau disiram pasir, abu atau sejenisnya.
  • 6. 6 e) Alat-alat yang mudah dipindah-pindahkan setelah dipakai harus dikembalikan pada tempat penyimpanan semula. c. Pencegahan terhadap kebakaran dan alat pemadam kebakaran Untuk dapat mencegah terjadinya kebakaran pada suatu tempat atau proyek dapat dilakukan pencegahan sebagai berikut : 1) Di tempat-tempat kerja dimana tenaga kerja dipekerjakan harus tersedia: a) Alat-alat pemadam kebakaran. b) Saluran air yang cukup dengan tekanan yang besar. 2) Pengawas dan sejumlah/beberapa tenaga kerja harus dilatih untuk menggunakan alat pemadam kebakaran. 3) Alat pemadam kebakaran, harus diperiksa pada jangka waktu tertentu oleh orang yang berwenang dan dipelihara sebagaimana mestinya. 4) Alat pemadam kebakaran seperti pipa-pipa air, alat pemadam kebakaran yang dapat dipindah-pindah (portable) dan jalan menuju ke tempat pemadam kebakaran harus selalu dipelihara. 5) Peralatan pemadam kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan dicapai. 6) Sekurang kurangnya sebuah alat pemadam kebakaran harus tersedia di tempat-tempat sebagai berikut : a) di setiap gedung dimana barang-barang yang mudah terbakar disimpan. b) di tempat-tempat yang terdapat alat-alat untuk mengelas. 8) Beberapa alat pemadam kebakaran dari bahan kimia kering harus disediakan : a) di tempat yang terdapat barang-barang/benda-benda cair yang mudah terbakar. b) di tempat yang terdapat oli, bensin, gas dan alat-alat pemanas yang menggunakan api. c) di tempat yang terdapat aspal dan ketel aspal. 9) Alat pemadam kebakaran harus dijaga agar tidak terjadi kerusakan- kerusakan teknis. 11) Jika pipa tempat penyimpanan air (reservoir, standpipe) dipasang di suatu gedung, pipa tersebut harus : a) dipasang di tempat yang strategis demi kelancaran pembuangan. b) dibuatkan suatu katup pada setiap ujungnya. c) mempunyai sambungan yang dapat digunakan Dinas Pemadam Kebakaran d. Perlengkapan keselamatan kerja Berbagai jenis perlengkapan kerja standar untuk melindungi pekerja dalam melaksanakan tugasnya antara lain sebagai berikut : 1) Safety hat, yang berguna untuk melindungi kepala dari benturan benda keras selama mengoperasikan atau memelihara AMP.
  • 7. 7 2) Safety shoes, yang akan berguna untuk menghindarkan terpeleset karena licin atau melindungi kaki dari kejatuhan benda keras dan sebagainya. 3) Kaca mata keselamatan, terutama dibutuhkan untuk melindungi mata pada lokasi pekerjaan yang banyak serbuk metal atau serbuk material keras lainnya. 4) Masker, diperlukan pada medan yang berdebu meskipun ruang operator telah tertutup rapat, masker ini dianjurkan tetap dipakai. 5) Sarung tangan, dibutuhkan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan bahan yang keras, misalnya membuka atau mengencangkan baut dan sebagainya. 6) Penutup telinga, diperlukan pada waktu mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan alat yang mengeluarkan suara yang keras/bising, misalnya pemadatan tanah dengan stamper dan sebagainya. Gambar Perlengkapan keselamatan kerja VI.1.2.3. Pedoman untuk pelaku utama konstruksi a. Pedoman untuk manajemen puncak Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian manajemen puncak untuk mengurangi biaya karena kecelakaan kerja, antara lain : 1) Mengetahui catatan tentang keselamatan kerja dari semua manajer lapangan. Informasi ini digunakan untuk mengadakan evaluasi terhadap program keselamatan kerja yang telah diterapkan. 2) Kunjungan lapangan untuk mengadakan komunikasi tentang keselamatan kerja dengan cara yang sama sebagaimana dilakukan pelaksanaan monitoring dan pengendalian mengenai biaya dan rencana penjadualan pekerjaan. 3) Mengalokasikan biaya keselamatan kerja pada anggaran perusahaan dan mengalokasikan biaya kecelakaan kerja pada proyek yang dilaksanakan. 4) Mempersyaratkan perencanaan kerja yang terperinci sehingga dapat memberikan jaminan bahwa peralatan atau material yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan dalam kondisi aman.
  • 8. 8 5) Para pekerja yang baru dipekerjakan menjalani latihan tentang keselamatan kerja dan memanfaatkan secara efektif keahlian yang ada pada masing masing divisi (bagian) untuk program keselamatan kerja. b. Pedoman untuk manajer dan pengawas Untuk para manajer dan pengawas, hal-hal berikut ini dapat diterapkan untuk mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanan pekerjaan bidang konstruksi : 1) Manajer berkewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja konstruksi sehingga harus menerapkan berbagai aturan, standar untuk meningkatkan K3, juga harus mendorong personil untuk memperbaiki sikap dan kesadaran terhadap K3 melalui komunikasi yang baik, organisasi yang baik, persuasi dan pendidikan, menghargai pekerja untuk tindakan-tindakan aman, serta menetapkan target yang realistis untuk K3. 2) Secara aktif mendukung kebijakan untuk keselamatan pada pekerjaan seperti dengan memasukkan masalah keselamatan kerja sebagai bagian dari perencanaan pekerjaan dan memberikan dukungan yang positif. 3) Manajer perlu memberikan perhatian secara khusus dan mengadakan hubungan yang erat dengan para mandor dan pekerja sebagai upaya untuk menghindari terjadi kecelakaan dan permasalahan dalam proyek konstruksi. Manajer dapat melakukannya dengan cara a) Mengarahkan pekerja yang baru pada pekerjaannya dan mengusahakan agar mereka berkenalan akrab dengan personil dari pekerjaan lainnya dan hendaknya memberikan perhatian yang khusus terhadap pekerja yang baru, terutama pada hari-harinya yang pertama. b) Melibatkan diri dalam perselisihan antara pekerja dengan mandor, karena dengan mengerjakan hal itu, kita akan dapat memahami mengenai titik sudut pandang pari pekerja. Cara ini bukanlah mempunyai maksud untuk merusak (“merongrong”) kewibawaan pihak mandor, tetapi lebih mengarah untuk memastikan bahwa pihak pekerja itu telah diperlakukan secara adil (wajar). c) Memperlihatkan sikap menghargai terhadap kemampuan para mandor tetapi juga harus mengakui suatu fakta bahwa pihak mandor itu pun (sebagai manusia) dapat membuat kesalahan. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mengizinkan para mandor untuk memilih para pekerjanya sendiri (tetapi tidak menyerahkan kekuasaan yang tunggal untuk memberhentikan pekerja). c. Pedoman untuk mandor Mandor dapat mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanaan pekerjaan bidang konstruksi dengan : 1) Memperlakukan pekerja yang baru dengan cara yang berbeda, misalnya dengan tidak membiarkan pekerja yang baru itu bekerja sendiri secara langsung atau tidak menempatkannya bersama-sama dengan pekerja yang lama dan kemudian membiarkannya begitu saja.
  • 9. 9 2) Mengurangi tekanan terhadap pekerjanya, misalnya dengan tidak memberikan target produktivitas yang tinggi tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan pekerjanya. Selanjutnya manajemen puncak dapat membantu para mandor untuk mengurangi kecelakaan kerja dengan cara berikut ini : 1) Secara pribadi memberikan penekanan mengenai tingkat kepentingan dari keselamatan kerja melalui hubungan mereka yang tidak formal maupun yang formal dengan para mandor di lapangan. 2) Memberikan penekanan mengenai keselamatan kerja dalam rapat pada tataran perusahaan. d. Pedoman untuk pekerja Pedoman yang dapat digunakan pekerja untuk mengurangi kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam pelaksanaan pekerjaan bidang konstruksi antara lain adalah : 1) Permasalahan pribadi dihilangkan pada saat masuk lingkungan kerja. 2) Tidak melakukan pekerjaan bila kondisi kesehatan kurang mendukung. 3) Taat pada aturan yang telah ditetapkan. 4) Memahami program keselamatan dan kesehatan kerja. 5) Memahami lingkup kerja yang diberikan. VI.2. PEKERJAAN PERSIAPAN a. Pembersihan Lokasi Sebelum pekerjaan dimulai terlebih dahulu masing – masing areal pekerjaan harus dipersiapkan dan dibersihkan dari kotoran, humus tanah, bahan organik dan akar-akar pepohonan, semak semak serta semua sisa material bekas dari pekerjaan sebelumnya. Bekas semak / rumput yang telah dibersihkan di beri obat untuk mematikan rumput sehingga setelah pekerjaan selesai dilaksanakan tidak ada lagi rumput / semak yang tumbuh. b. Pengukuran dan Pemasangan Bouplank  Rekanan/ Kontraktor bertanggung jawab atas kebenaran pematokan di lapangan yang disetujui oleh Pengawas  Rekanan/ Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan semua peralatan, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan dalam hubungannya dengan pematokan tersebut  Pengukuran ketinggian permukaan dilakukan menggunakan alat ukur (theodolit) dan dilaksanakan oleh rekanan /kontraktor dengan mendapat petunjuk dari pengawas.  Pemasangan patok untuk pekerjaan saluran di pasang pada kanan kiri saluran sesuai lebar saluran rencana setiap 25 m panjang.  Pemasangan bouplank untuk pekerjaan saluran dan pekerjaan talud di pasang menggunakan balok kayu dan papan kayu sesuai dengan dimensi pada gambar kerja, pemasangan bouplank ini harus kuat dan tidak mudah berubah kedudukannya serta tidak boleh hilang atau rusak.
  • 10. 10  Jika pada suatu waktu selama pelaksanaan pekerjaan beralangsung timbul kesalahan-kesalahan pada letak, ukuran dan ketinggian permukaan suatu pekerjaan, maka Rekanan/ Kontraktor dengan biaya sendiri harus memperbaiki kesalahan sesuai dokumen kontrak,  Pencocokan pematokan di lapangan oleh Pengawas bagaimanapun juga tidak melepaskan Rekanan/ Penyedia jasa dari tanggung jawab atas ketepatan pematokan tersebut dan Rekanan/ Penyedia Jasar harus melindungi dan menjaga dengan hati-hati semua patok tetap patok sementara dan benda-benda lain yang dipergunakan dalam pematokan. c. Mobiisasi  Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah penandatanganan kontrak, Penyedia Jasa melaksanakan Rapat Pra Pelaksanaan (Pre Construction Meeting/PCM) yang dihadiri Pemilik, Direksi  Pekerjaan, Direksi Teknis dan Penyedia Jasa untuk membahas semua hal baik teknis maupun non teknis dalam proyek ini  Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah PCM, Penyedia Jasa menyerahkan program mobilisasi (termasuk program perkuatan jembatan, bila ada) dan jadwal pelaksanaan pekerjaan kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan.  Penggunaan alat berat dan pengoperasian peralatan/kendaraan mengikuti aturan perizinan yang ditetapkan oleh Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR), Kepolisian dan instansi terkait lainnya.  Menyediakan lahan yang diperlukan untuk basecamp pelaksanaan pekerjaan di sekitar lokasi proyek, digunakan untuk kantor proyek, gudang dan sebagainya yang telah disebutkan dalam kontrak.  Mobilisasi dan pemasangan peralatan sesuai dengan daftar peralatan yang tercantum dalam penawaran, dari suatu lokasi asal ke lokasi pekerjaan yang akan menggunakan peralatan tersebut sesuai kontrak.  Apabila setiap alat berat yang telah selesai digunakan dan tidak akan digunakan lagi, maka alat berat tersebut segera dikembalikan.  Untuk pengangkutan alat-alat berat, maka jembatan diperkuat.  Penyedia Jasa melaksanakan operasional dan pemeliharaan kendaraan/peralatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pabrik pembuatnya dan tidak mencemari tanah dan air.  Menyediakan fasilitas kuari yang diusahakan dekat dengan lokasi proyek dan sudah mengikuti aturan perizinan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan instansi terkait.  Mobilisasi material sesuai dengan jadwal dan realisasi pelaksanaan fisik.  Pengajuan izin menggunakan kuari kepada Pemerintah Daerah.  Material yang akan didatangkan dari luar lokasi pekerjaan terlebih dahulu diambil contohnya untuk diuji keandalannya di laboratorium, apabila tidak memenuhi syarat, segera diperintahkan untuk diangkut ke luar lokasi proyek dalam waktu 3 x 24 jam. d. Pengaturan Lalulintas  Penyedia Jasa harus melaksanakan pekerjaan jalan sedemikian rupa sehingga terlindungi dari kerusakan akibat lalu lintas umum maupun proyek.
  • 11. 11  Pengendalian dan pengalihan lalu lintas harus dilaksanakan sebagaimana diperlukan untuk melindungi pekerjaan jalan.  Pengendalian lalu lintas harus mendapat perhatian khusus, pada saat kondisi cuaca yang buruk, lalu lintas padat, dan selama periode pekerjaan yang sedang dilaksanakan sangat peka terhadap kerusakan.  Penyedia Jasa harus menyediakan, memelihara, dan membongkar semua pekerjaan jalan atau jembatan sementara yang diperlukan untuk menghubungkan dengan jalan umum.  Penyedia Jasa harus bertanggung jawab terhadap setiap kerusakan yang terjadi atau yang disebabkan oleh jalan atau jembatan sementara ini.  Sebelum membuat jalan atau jembatan sementara, Penyedia Jasa harus melakukan semua pengaturan yang diperlukan, bila diperlukan termasuk pembayaran kepada pemilik tanah yang bersangkutan atas pemakaian tanah itu dan harus memperoleh persetujuan dari pejabat yang berwenang dan Direksi Pekerjaan.  Setelah pekerjaan selesai, Penyedia Jasa harus membersihkan dan mengembalikan kondisi tanah itu ke kondisi semula sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan dan pemilik tanah yang bersangkutan.  Penyedia Jasa harus melakukan semua pengaturan agar pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat dilewati dengan aman oleh peralatan konstruksi, bahan dan karyawan Penyedia Jasa lain yang melaksanakan pekerjaan di dekat proyek. Untuk keperluan ini, Penyedia Jasa dan Penyedia Jasa lain yang melaksanakan pekerjaan di dekat proyek, harus menyerahkan suatu jadwal transportasi kepada Direksi Pekerjaan untuk mendapat persetujuannya, paling sedikit 15 (lima belas) hari sebelumnya.  Jalan alih sementara (detour) harus dibangun sebagaimana yang diperlukan untuk kondisi lalu lintas yang ada, dengan memperhatikan ketentuan keselamatan dan kekuatan struktur, sesuai dengan kelas jalan. Semua jalan alih yang demikian tidak boleh dibuka untuk lalu lintas umum sampai alinyemen, pelaksanaan, drainase dan pemasangan rambu lalu lintas sementara telah disetujui Direksi Pekerjaan. Selama digunakan untuk lalu lintas umum  Penyedia Jasa harus memelihara pekerjaan yang telah dilaksanakan, drainase dan rambu lalu lintas sampai diterima oleh Direksi Pekerjaan.  Penyedia Jasa harus membangun dan memelihara jembatan dan jalan samping sementara untuk jalan masuk umum dari dan ke jalan raya pada semua tempat, apabila jalan masuk tersebut sudah ada sebelum pekerjaan dimulai, dan pada tempat lainnya yang diperlukan, atau yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.  Pembangunan jalan dan jembatan sementara harus sesuai dengan gambar rencana.  Agar dapat melindungi pekerjaan, dan menjaga keselamatan umum dan kelancaran arus lalu lintas yang melalui atau di sekitar pekerjaan, dalam hal ini jika kegiatan pelaksanaan akan mengganggu lalu lintas umum, Penyedia Jasa harus memasang dan memelihara rambu lalu lintas, penghalang dan fasilitas lainnya yang sejenis pada setiap
  • 12. 12 tempat. Semua rambu lalu  lintas dan penghalang harus diberi garis-garis (strips) yang reflektif dan atau terlihat dengan jelas pada malam hari.  Penyedia Jasa harus menyediakan dan menempatkan petugas bendera di semua tempat kegiatan pelaksanaan yang mengganggu arus lalu lintas, terutama pada pengaturan lalu lintas satu arah.  Tugas utama dari petugas bendera adalah mengarahkan dan mengatur arus lalu lintas yang melewati lokasi pekerjaan tersebut. e. Papan Nama Proyek  Rekanan /Kontraktor diwajibkan membuat dan memasang Papan Nama Proyek dan ditempatkan pada tempat yang dianggap tepat dan dapat dilihat dari jalan yang dapat dikonsultasikan dengan Pengawas/Direksi Proyek. Dimensi, warna, bentuk, tulisan dan ketentuan-ketentuan yang lain dapat dilihat pada lampiran dan atau Gambar Kerja  Membuat dan memasang rambu-rambu pengaman yang memadai sesuai kebutuhan untuk keselamatan pemakai jalan dan pekerja proyek di setiap lokasi pekerjaan yang dianggap perlu. Setiap terjadi kecelakaan yang ditimbulkan oleh kelalaian Rekanan/Kontraktor baik karena menyangkut rambu-rambu dan peringatan maupun peletakan alat-alat dan bahan bangunan yang tidak teratur menjadi tanggung jawab Rekanan/ Kontraktor. VII.3. KOMPONEN PEKERJAAN Komponen-komponen pekerjaan yang termasuk dalam paket pekerjaan ini adalah :  Pekerjaan Tanah  Pekerjaan Lapisan Berbutir  Pekerjaan Lapisan Beraspal  Pekerjaan Beton  Pekerjaan Drainase VI.3.1. PEKERJAAN TANAH a. Pekerjaan Galian :  Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi yang ditentukan dalam gambar yang disetujui oleh Direksi Teknis dan harus mencakup pembuangan semua bahan dalam bentuk apapun yang dijumpai, termasuk tanah, batu, batu bata, beton, pasangan batu dan bahan perkerasan lama, yang tidak digunakan untuk pekerjaan permanen.  Pekerjaan galian harus dilaksanakan dengan gangguan seminimal mungkin terhadap bahan di bawah dan di luar batas galian.  Apabila bahan yang terekspos pada garis formasi atau tanah dasar atau fondasi dalam keadaan lepas atau lunak atau kotor atau menurut pendapat Direksi Teknis tidak memenuhi syarat, maka bahan tersebut harus dibuang seluruhnya atau sebagian, dan diganti dengan bahan timbunan  Apabila pada garis formasi dijumpai batu, lapisan keras atau bahan
  • 13. 13 yang sukar dibongkar untuk selokan, pada tanah dasar untuk perkerasan maupun bahu jalan, atau pada dasar galian pipa atau fondasi struktur, maka bahan tersebut harus digali 15 cm lebih dalam dari permukaan rencana. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing pada permukaan yang terekspos tidak boleh tertinggal dan semua pecahan batu yang diameternya lebih besar dari 5 cm harus dibuang. Profil galian yang disyaratkan harus diperoleh dengan cara menimbun kembali dengan bahan yang disetujui Direksi Teknis dan dipadatkan.  Peledakan sebagai cara pembongkaran batu hanya boleh digunakan, jika menurut pendapat Direksi Pekerjaan tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Direksi Pekerjaan dapat melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara lain, jika peledakan tersebut berbahaya bagi manusia atau struktur di sekitarnya, atau apabila kurang cermat dalam pelaksanaannya.  Apabila diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, Penyedia Jasa harus menyediakan anyaman pelindung ledakan (heavy mesh blasting) untuk melindungi orang, bangunan dan pekerjaan selama penggalian. Jika dipandang perlu, peledakan harus dibatasi waktunya sebagai yang ditetapkan oleh Direksi Teknis.  Penggalian batu harus dilakukan sedemikian rupa, apakah dengan peledakan atau cara lainnya, sehingga permukaan galian harus dibiarkan pada kondisi yang aman dan serata mungkin. Batu yang lepas atau bergantungan dapat menjadi tidak stabil atau menimbulkan bahaya terhadap pekerjaan atau orang harus dibuang atau diperkuat dengan angker, baik pada pemotongan batu yang baru maupun yang lama.  Cofferdam, penyokong (shoring) dan pengaku (bracing) atau tindakan lain untuk mengeluarkan air harus dipasang untuk pembuatan dan pemeriksaan acuan dan untuk memungkinkan pemompaan dari luar acuan  Cofferdam atau penyokong atau pengaku yang tergeser selama pekerjaan galian harus diperbaiki, dikembalikan posisinya dan diperkuat untuk menjamin kebebasan ruang gerak yang diperlukan selama pelaksanaan.  Cofferdam, penyokong dan pengaku yang dibuat untuk fondasi jembatan atau struktur lainnya harus diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan terjadinya penggerusan dasar, tebing atau bantaran sungai. b. Pekerjaan Timbunan  Sebelum penghamparan timbunan pada setiap tempat, semua bahan yang tidak diperlukan harus dibuang sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan  Penyedia Jasa harus memasang patok batas dasar timbunan 3 (tiga) hari sebelum pekerjaan dimulai.  Dasar fondasi timbunan harus dipadatkan (termasuk penggemburan dan pengeringan atau pembasahan bila diperlukan) setebal 20 cm dan harus memenuhi kepadatan sebagai disyaratkan.
  • 14. 14  Apabila timbunan akan ditempatkan pada lereng bukit atau ditempatkan di atas timbunan lama atau yang baru dikerjakan, maka lereng lama harus dipotong bertangga dengan lebar yang cukup sehingga memungkinkan peralatan berat dapat beroperasi.  Sebelum timbunan dihampar dasar timbunan harus digaru dan dipadatkan sehingga mencapai kepadatan 95% kepadatan kering maksimum sesuai SNI 03-1742-1989. VI.3.2. LAPISAN PERKERASAN BERBUTIR  Lapis fondasi agregat adalah suatu lapisan pada struktur perkerasan jalan yang terletak diantara lapis permukaan dan lapis tanah dasar yang telah disiapkan. Lapis fondasi agregat terdiri dari 3 (tiga) kelas yang berbeda yaitu kelas A, kelas B dan kelas C. Agregat kelas A atau agregat kelas B digunakan untuk lapis fondasi, sedangkan agregat kelas C digunakan untuk lapis fondasi bawah, bahu jalan dan perkerasan tanpa penutup aspal.  Pekerjaan yang diatur dalam seksi ini mencakup pengadaan, pemasokan, pengangkutan, penghamparan, pembasahan dan pemadatan agregat bergradasi di atas permukaan yang telah disiapkan dan telah diterima sesuai persyaratan dan detail yang ditunjukkan dalam gambar rencana atau sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan, dan memelihara lapis fondasi agregat yang telah selesai sesuai yang disyaratkan.  Pengadaan, mencakup pemecahan, pemisahan, pencampuran dan operasi lainnya yang perlu untuk menghasilkan suatu bahan yang memenuhi ketentuan pada seksi ini. Lapis fondasi agregat pada seksi ini mencakup lapis fondasi bawah dan lapis fondasi. 1. Elevasi Permukaan Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Tinggi Permukaan Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah + 1,5 cm -1,5 cm Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan di tutup dengan lapis resap ikat atau pelaburan + 1 cm -1 cm 2. Ketebalan Lapis Pondasi Agregat Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Ketebalan Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah + 1cm -1cm Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan di tutup dengan lapis resap ikat atau pelaburan + 1 cm 0 cm Tebal total minimum lapis pondasi agregat kelas A dan kelas C atau kelas B dan kelas C tidak boleh kurang dari tebal yang disyaratkan. 3. Kerataan Bahan dan Lapisan Pondasi Agregat Toleransi Kerataan
  • 15. 15 Agregat kelas C digunakan sebagai lapis pondasi bawah -1cm Agregat kelas B atau kelas A digunakan untuk lapis pondasi jalan yang akan di tutup dengan lapis resap ikat atau pelaburan + 1 cm Pengukuran kerataan permukaan dengan mistar perata panjang 3 m yang diletakkan sejajar dan melintang sumbu jalan, dilakukan setelah semua bahan yang dilepas di bersihkan.  Bahan lapis fondasi agregat harus dipilih dari sumber yang disetujui Direksi Pekerjaan sesuai dengan Pasal 1.2.7 tentang logistik, dari spesifikasi ini.  Penyedia Jasa harus menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan 50 kg contoh agregat yang akan digunakan untuk dijadikan rujukan selama pelaksanaan pekerjaan.  Fraksi Agregat Kasar Agregat kasar (tertahan pada saringan 4,75 mm) harus terdiri atas partikel yang keras dan awet. Agregat kasar kelas A yang berasal dari batu kali harus 100% mempunyai paling sedikit dua bidang pecah, bila diuji sesuai Angularitas agregat kasar sesuai. Agregat kasar kelas B yang berasal dari batu kali harus 65% mempunyai paling sedikit satu bidang pecah, bila diuji sesuai Angularitas agregat kasar sesuai prosedur.  Agregat kasar kelas C berasal dari kerikil.  Fraksi Agregat Halus ,Agregat halus (lolos saringan 4,75 mm) harus terdiri atas partikel pasir atau batu pecah halus dengan atau tanpa clay.  Agregat untuk lapis fondasi harus bebas dari bahan organik dan gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki, harus memenuhi ketentuan gradasi yang diberikan.  Pencampuran Bahan untuk Lapis Fondasi Agregat Untuk memperoleh homogenitas campuran dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan bahan lapis fondadi harus langsung dari instalasi pemecah batu atau pencampur yang disetujui oleh Direksi Teknis, dengan menggunakan pemasok mekanis yang telah dikalibrasi untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen- komponen campuran dengan proporsi yang benar. Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan melakukan pencampuran di lapangan dengan grader, loader atau backhoe kecuali dengan alat khusus pulvimixer.  Peralatan  Peralatan dan mesin-mesin yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pada spesifikasi ini harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dirawat agar supaya selalu dalam keadaan baik. Peralatan yang digunakan oleh sub-Penyedia Jasa atau pemasok untuk kepentingan Penyedia Jasa harus mendapat persetujuan Direksi Pekerjaan dan Direksi Teknis sebelum pekerjaan dimulai. Peralatan processing harus direncanakan, dipasang, dioperasikan
  • 16. 16 dan dengan kapasitas sedemikian sehingga dapat mencampur agregat, air secara merata sehingga menghasilkan campuran yang homogen. Apabila instalasi pencampur digunakan maka instalasi pencampur tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu untuk memperoleh aliran yang menerus dari komponen- komponen campuran dengan proporsi yang benar.  Alat Penghampar  Alat penghampar agregat harus menggunakan peralatan mekanis yang mampu menyebarkan bahan lapis fondasi agregat dengan lebar dan toleransi permukaan yang diinginkan serta tidak menimbulkan segregasi  Alat Pemadat  Alat pemadat roda besi dengan penggetar, pemadat roda besi tanpa penggetar atau pemadat roda karet, dapat digunakan untuk pemadatan fondasi agregat.  Alat Pengangkut  Dump truck yang akan digunakan, bak penampungnya tidak boleh bocor dan dilengkapi terpal yang digunakan pada saat pengangkutan bahan ke lokasi pekerjaan dan menjamin tidak banyak terjadinya penguapan air sepanjang perjala nan.  Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar pada perkerasan atau bahu jalan lama, semua kerusakan yang terjadi pada perkerasan atau bahu jalan lama harus diperbaiki terlebih dahulu.  Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar pada suatu lapisan perkerasan lama atau tanah dasar baru, maka lapisan ini harus diselesaikan sepenuhnya  Sebelum pekerjaan lapisan fondasi agregat akan dilaksanakan, maka lapisan dasar yang akan dilapisi harus telah disiapkan memenuhi persyaratan dan telah ditangani dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Direksi Teknis dengan panjang paling sedikit 60 m secara menerus. Untuk penyiapan tempat-tempat yang kurang dari 60 m karena tidak cukup ruang, seluruh daerah itu harus disiapkan dan disetujui sebelum lapis fondasi agregat dihampar.  Apabila lapis fondasi agregat akan dihampar langsung di atas permukaan perkerasan aspal lama, yang menurut pendapat Direksi Teknis dalam kondisi tidak rusak, maka harus dilakukan penggaruan atau pengaluran pada permukaan perkerasan aspal lama dengan greder agar diperoleh tahanan geser yang lebih baik.  Material lapis fondasi agregat setelah ditempatkan harus segera dihampar dan dipadatkan agar tidak terjadi penurunan kadar air.  Bahan lapis fondasi agregat harus diangkut ke badan jalan dan harus segera dihampar dan dipadatkan agar tidak terjadi penurunan kadar air sehingga kadar air pemadatan yang merata dalam rentang yang disyaratkan.  Kadar air dalam bahan harus tersebar secara merata.  Setiap lapis harus dihampar pada ketebalan yang merata agar menghasilkan tebal padat yang diperlukan dalam toleransi yang disyaratkan. Apabila diperlukan penghamparan lebih dari satu lapis, maka lapisan-lapisan tersebut harus diusahakan sama tebalnya.
  • 17. 17  Tebal padat minimum untuk pelaksanaan setiap lapisan harus dua kali ukuran terbesar agregat lapis fondasi. Tebal padat maksimum tidak boleh melebihi 20 cm, kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Teknis.  Segera setelah penghamparan dan pembentukan akhir, setiap lapis harus dipadatkan menyeluruh dengan alat pemadat yang cocok dan memadai dan disetujui oleh Direksi Teknis, hingga kepadatan akhir mencapai paling sedikit 100% dari kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1743- 1989, Metode D.  Direksi Teknis dapat memerintahkan agar digunakan mesin pemadat beroda karet untuk pemadatan lanjutan untuk menghasilkan ikatan butiran yang lebih baik dan stabil. Alat pemadat roda besi berpenggetar hanya digunakan untuk pemadatan awal.  Pemadatan harus dilakukan hanya bila kadar air dari bahan berada dalam rentang 2% di bawah kadar air optimum sampai 2% di atas kadar air optimum, kadar air optimum adalah seperti yang ditetapkan oleh kepadatan kering maksimum modifikasi (modified) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1743-1989, Metode D.  Pelaksanaan pemadatan memanjang harus dimulai dari sisi terendah dan bergerak ke sisi tertinggi bergeser dalam arah melintang demikian juga di daerah super-elevasi.  Pemadatan harus dilakukan dengan tumpang tindih satu lajur dengan lajur lainnya selebar tebal lapisan.  Pemadatan yang berbatasan dengan kerb, tembok, dan tempat- tempat yang tak terjangkau mesin gilas harus dipadatkan dengan timbris mekanis atau alat pemadat lainnya yang disetujui Direksi Teknis. VI.3.2. PEKERJAAN LAPISAN BERASPAL a. Lapis Perekat ( Track Coat ) dan Lapis Resap Ikat ( Prime Coat ) Bahan Lapis Resap Ikat dan Lapis Perekat ; Aspal untuk lapis resap ikat haruslah salah satu dari berikut ini:  Aspal emulsi yang digunakan dapat salah satu dari aspal emulsi pengikatan sedang (CMS) yang memenuhi SNI 03-4798-1998 atau aspal emulsi pengikatan lambat (CSS) yang memenuhi SNI 03-4798- 1998.  Aspal cair yang digunakan dapat salah satu dari aspal cair penguapan sedang sesuai SNI 03-4799-1998 atau aspal cair penguapan cepat sesuai SNI 03-4800-1998. Kedua aspal cair tersebut harus dibuat dari aspal keras Pen 60 atau Pen 80, yang memenuhi RSNI S-01-2003, diencerkan dengan minyak tanah (kerosen) atau bensin (premium). Tipe aspal cair yang digunakan harus sesuai dengan tujuan penggunaannya.  Apabila lalu lintas diizinkan lewat diatas lapis resap ikat maka harus digunakan bahan penyerap (blotter material) dari hasil penyaringan kerikil atau batu pecah, terbebas dari butiran-butiran berminyak atau
  • 18. 18 lunak, bahan kohesif atau bahan organik. Tidak kurang dari 98% harus lolos saringan 3/8” (9,5 mm) dan tidak lebih dari 2% yang lolos saringan No.8 (2,36 mm). Aspal untuk lapis Perekat haruslah salah satu dari berikut ini:  Aspal emulsi kationik jenis penguapan cepat (CRS-1 atau CRS-2) harus memenuhi ketentuan SNI 03-4798-1998.  Aspal cair penguapan cepat (RC 250) harus memenuhi ketentuan SNI 03-4800-1998. Aspal cair tersebut dibuat dari aspal keras Pen 60 atau Pen 80 yang memenuhi ketentuan RSNI S-01-2003, diencerkan dengan bensin (premium).  Penyedia Jasa harus menyediakan perlengkapan yang terdiri dari penyapu mekanis dan atau kompresor, alat aspal distributor, peralatan untuk memanaskan aspal dan peralatan yang sesuai untuk meratakan kelebihan aspal. Tabel Takaran Pemakaian Lapis Resap Ikat Tabel Takaran Pemakaian Lapis Perekat  Temperatur penyemprotan yaitu untuk Aspal cair penguapan cepat (RC– 250) temperatur 80° - 90° Sedangkan untuk Aspal Keras 145° – 165°  Apabila pekerjaan lapis resap ikat dan lapis perekat akan dilaksanakan pada perkerasan jalanbaru atau bahu jalan baru, perkerasan atau bahu itu harus telah selesai dikerjakan sepenuhnya dan memenuhi ketentuan dalam spesifikasi ini.  Sebelum penyemprotan aspal dimulai, permukaan harus dibersihkan dengan memakai sikat mekanis atau kompresor atau kombinasi keduanya. Apabila peralatan ini belum dapat memberikan permukaan yang benar- benar bersih, penyapuan tambahan harus dikerjakan manual dengan sikat yang kaku. Pembersihan harus dilaksanakan melebihi 20 cm dari tepi bidang yang akan disemprot  Tonjolan yang disebabkan oleh benda-benda asing lainnya harus disingkirkan dari permukaan dengan memakai blencong atau dengan cara lainnya yang telah disetujui Direksi Teknis dan bagian yang telah diperbaiki tersebut harus disemprot air dan disapu  Pekerjaan penyemprotan aspal tidak boleh dimulai sebelum perkerasan yang telah disiapkan dapat diterima oleh Direksi Teknis Batas permukaan Jenis Aspal Takaran (liter per meter persegi) pada Lapis Fondasi Agregat Lapis Fondasi Bersemen Aspal Cair 0,4 – 1,3 0,2 – 1,0 Aspal Emulsi Takaran (liter per meter persegi) pada Perkerasan Beraspal Perkerasan Kaku Permukaan Baru atau Aspal Lama yang licin Permukan Porous dan Terekspos cuaca Permukaan Baru Permukaan Aus atau licin Aspal Cair 0,10 - 0,15 0,15 - 0,35 0,15 – 0,20 0,15 - 0,25 Aspal Emulsi 0,15 - 0,20 0,20 - 0,50 0,20 – 0,25 0,20 - 0,35
  • 19. 19 yang akan disemprot oleh setiap lintasan penyemprotan harus diukur dan ditandai, batas-batas lokasi yang disemprot harus ditandai (seperti dengan kapur tulis, cat atau benang).  Agar aspal dapat merata pada setiap titik maka aspal harus disemprotkan dengan batang penyemprot dalam jumlah aspal yang diperintahkan. pemakaian penyemprot aspal tangan (hand sprayer).  lebar penyemprotan harus lebih besar dari pada lebar rencana pekerjaan lapisan beraspal yang ditetapkan, hal ini dimaksudkan agar tepi permukaan yang ditetapkan tetap mendapat semprotan dari tiga nosel, sama seperti permukaan yang lain.  Sisa aspal dalam tangki distributor harus dijaga tidak boleh kurang dari 10% darikapasitas tangki untuk mencegah udara yang terperangkap (masuk angin) dalam system penyemprotan. Jumlah pemakaian aspal pada setiap kali lintasan penyemprotan harus segera diukur dari volume sisa dalam tangki dengan meteran tongkat celup.  Sewaktu lapis aspal dalam keadaan tidak tertutup, Penyedia Jasa harus melindunginya dari kerusakan dan mencegahnya agar tidak berkontak dengan lalu lintas.  Penyemprotan harus segera dihentikan jika ternyata ada ketidaksempurnaan peralatan semprot pada saat beroperasi.  Setelah pelaksanaan penyemprotan, aspal yang berlebihan dan tergenang di atas permukaan yang telah disemprot harus diratakan dengan menggunakan alat pemadat roda karet, sikat ijuk atau alat penyapu dari karet.  Lalu lintas tidak diizinkan lewat sampai penghamparan lapis beraspal di atasnya selesai dikerjakan. b. Lapis Perkerasan Bawah / Telford :  Sebelum pekerjaan pengerasan dimulai badan jalan diratakan terlebih dahulu dan diberi alas pasir sebagai lapis pondasi bawah setebal 5 cm padat.  Pengerasan jalan dengan batu belah 15/20 dan dikunci dengan batu pecah 5/7 kemudian digilas dengan mesin gilas 8 – 1 ton hingga rata. Setelah rata pada bagian atas di beri batu pecah 2/3 sebagai pengisi bagian yang masih lubang dan diberi pasir urug kemudian digilas lagi hingga rata dan padat hingga mencapai kepadatan 15 cm. c. Lapis Penetrasi makadam tebal 5 cm  Pada permukaan Telford yang sudah dibersihkan diberi lapis resap pengikat (prime coat) berupa aspal panas cair 0,8 kg / m2.  Kemudian diatasnya dihampar dengan batu pecah 3/5 +2/3+1/2, kemudian digilas dengan mesin gilas 8 – 10 ton hingga ketebalan mencapai 3 cm, lalu disiram aspal cair panas 2,5 kg /m2 hingga rata diseluruh permukaan.  Kemudian diatas lapisan 3 cm di hampar lagi batu 2/3 +1/2+chipping dan dipadatkan hingga mencapai ketebalan 2cm dengan mesin gilas 8 – 10 ton. Kemudian diatasnya di siram dengan aspal cair panas 1,5 kg /m2 hingga rata diseluruh permukaan.  Ketebalan lapis penetrasi makadam ini adalah 5 cm.
  • 20. 20 d. Lapis Beraspal  Agregat kering yang telah disiapkan seperti yang dijelaskan di atas, harus dicampur di instalasi pencampuran dengan proporsi tiap fraksi agregat yang tepat agar memenuhi formula campuran kerja. Proporsi takaran ini harus ditentukan dengan mencari gradasi dengan cara penyaringan basah dari contoh yang diambil dari penampung panas (hot bin) sebelum produksi campuran dimulai dan pada waktu-waktu tertentu, sebagaimana ditetapkan oleh Direksi Teknis, untuk menjamin pengendalian penakaran. Aspal harus ditimbang atau diukur dan dimasukkan ke dalam alat pencampur dengan jumlah yang ditetapkan sesuai formula campuran kerja. Apabila digunakan instalasi pencampur system penakaran, seluruh agregat kering harus dicampur terlebih dahulu, kemudian baru sejumlah aspal yang tepat ditambahkan ke dalam agregat tersebut dan diaduk dengan waktu sesingkat mungkin yang ditentukan dengan “pengujian derajat penyelimutan aspal terhadap butiran agregat kasar” sesuai dengan prosedur SNI 03-2439-1991 (biasanya sekitar 45 detik), untuk menghasilkan campuran yang homogen dan semua butiranagregat terselimuti aspal dengan merata. Waktu pencampuran total harus ditetapkan oleh Direksi Teknis dan diatur dengan perangkat pengendali waktu yang handal. Untuk instalasi pencampuran sistem menerus, waktu pencampuran yang dibutuhkan harus ditentukan dengan “pengujian derajat penyelimutan aspal terhadap butiran agregat kasar” sesuai dengan prosedur SNI 03-2439-1991 dengan waktu pencampuran, paling lama 60 detik yang ditentukan dengan menyetel bukanan pintu sekat dalam alat pencampur  Temperatur campuran beraspal pada saat tiba di lokasi harus dalam rentang antara 130° – 150° C Tidak ada campuran beraspal yang diterima dalam pekerjaan apabila temperatur melampaui atu kurang dari temperatur yang disyaratkan.  Setiap truk yang telah dimuati harus ditimbang di rumah timbang dan setiap muatan harus dicatat berat kotor, berat kosong dan berat netto.  Penghamparan dan pemadatan hanya dilaksanakan pada saat masih terang terkecuali tersedia penerangan minimal 100 lux yang dapat diterima oleh Direksi Teknis.  Semua permukaan yang akan dilapisi atau akan diberi lapis perata harus disiapkan sedemikian rupa sehingga didapat kondisi yang baik. Permukaan yang dalam kondisi rusak, harus dibongkar dan diperbaiki sampai diperoleh permukaan yang keras dengan bahan yang disetujui oleh Direksi Teknis yang setelah diperbaiki memenuhi toleransi yang disyaratkan.  Sesaat sebelum penghamparan, permukaan yang akan dihampar harus dibersihkan dari bahan yang lepas dan yang tidak dikehendaki dengan compressor dan atau sapu mekanis (power broom) yang dibantu dengan cara manual bila diperlukan.  Lapis Perekat (tack coat) harus diterapkan secara perata sesuai sesifikasi teknis ini.  Acuan tepi yang tersedia pada finisher harus digunakan, bila diperlukan dapat pula digunakan balok kayu lurus atau acuan lain yang disetujui dan harus dipasang sesuai dengan garis serta ketinggian sesuai rencana ketebalan hamparan.
  • 21. 21  Sebelum memulai penghamparan, sepatu (screed) harus bersih, licin, tidak cacad, tidak ada butiran batuan atau sisa campuran yang terselip pada sambungan (dibawah crown control) dan harus dipanaskan dengan alat pemanas yang terdapat pada Alat Penghampar. Campuran beraspal harus dihampar sesuai dengan ketebalan yang direncanakan dan diratakan sesuai dengan kelandaian, elevasi, serta bentuk penampang melintang yang disyaratkan.  Pengendalian tebal rencana dapat dilakukan secara manual atau dengan pengendalian tebal mekanis berupa taut string (wire), short skies, dan long skies.  Crawler atau roda finisher harus duduk di atas lapisan dasar, tidak boleh menginjak ceceran-ceceran campuran.  Penghamparan harus dimulai dari lajur yang rendah terlebih dahulu apabila pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari satu lajur.  Peralatan pra-pemadat vibrasi pada alat perata harus dijalankan dan berfungsi dengan baik selama penghamparan dan pembentukan.  Bila digunakan alat penumbuk untuk pemadatan awal maka alat penumbuk tidak boleh telah aus sedemikian rupa sehingga tidak berfungsi memberikan kepadatan awal.  Temperatur sisa campuran beraspal yang belum terhampar di bawah alat perata harus dipertahankan sesuai temperatur atau viskositas yang disyaratkan .  Alat penghampar harus dioperasikan dengan suatu kecepatan yang konstan dan tidak menyebabkan terjadinya segregasi, terseret, retak permukaan, ketidakseragaman atau bentuk ketidakrataan lainnya pada permukaan. Kecepatan penghamparan harus disesuaikan dengan kapasitas produksi UPA dan ketebalan hamparan sebagai yang disetujui oleh Direksi Teknis dan harus ditaati.  Apabila terjadi segregasi, koyakan atau alur pada permukaan, maka alat penghampar harus dihentikan dan tidak boleh dijalankan lagi sampai penyebabnya telah ditemukan dan diperbaiki  Penaburan tidak boleh dilakukan di atas permukaan hamparan yang telah rapih, butiran kasar sisa penaburan di daerah yang tidak rapih tidak boleh dikembalikan untuk dihampar.  Segera setelah campuran beraspal dihampar dan diratakan, permukaan tersebut harus diperiksa dan setiap ketidaksempurnaan yang terjadi harus diperbaiki. Temperatur campuran beraspal yang terhampar dalam keadaan gembur harus dipantau dan penggilasan harus dimulai dalam rentang temperatur sesuai viskositas aspal yang ditunjukkan dan dilakukan dari sisi rendah bergeser ke sisi yang lebih tinggi.  Penggilasan campuran beraspal harus terdiri dari 3 (tiga) tahap yang terpisah berikut ini: a) Pemadatan awal (breakdown rolling). b) Pemadatan utama (intermediate rolling). c) Pemadatan akhir (finish rolling).  Penggilasan awal atau breakdown rolling harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja. Penggilasan awal harus dioperasikan dengan roda penggerak berada di dekat alat penghampar. Setiap titik perkerasan harus menerima minimum 2 (dua) lintasan penggilasan awal. Pemadatan utama
  • 22. 22 harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda karet sedekat mungkin di belakang pemadatan awal dan dilakukan sebanyak mungkin lintasan dalam rentang temperatur yang disyaratkan  Pemadatan akhir harus dilaksanakan dengan alat pemadat roda baja tanpa penggetar sampai jejak bekas pemadatan roda karet hilang.  Pelaksanaan pemadatan pada sambungan melintang harus dilakukan dengan terlebih dahulu memasang dua buah balok kayu diluar lajur sejajar sambungan melintang untuk dudukan roda pemadat saat berada di luar lajur dengan ketebalan sesuai dengan tebal padat lapisan.  Bila sambungan memanjang dibuat untuk menyambung dengan lajur yang dikerjakan sebelumnya, maka lintasan awal harus memadatkan sambungan sebanyak 2 (dua) lintasan dan selanjutnya dilakukan pemadatan memanjang sesuai dengan prosedur yang berlaku.  Pemadatan selanjutnya dilakukan sejajar dengan sumbu jalan berurutan dari sisi terendah menuju ke sisi tinggi lintasan yang berurutan harus saling tumpang tindih (overlap.  Apabila menggilas sambungan memanjang, alat pemadat untuk pemadatan awal harus terlebih dahulu menggilas sambungan lajur dengan lajur yang telah dihampar sebelumnya sehingga + ¾ dari lebar roda pemadat yang menggilas sisi sambungan yang belum dipadatkan. Pemadatan dengan lintasan yang berurutan harus dilanjutkan dengan menggeser posisi alat pemadat bertumpang tindih minimal selebar 15 cm.  Kecepatan alat pemadat tidak boleh melebihi 4 km/jam untuk roda baja dan 10 km/jam untuk roda karet dan harus selalu dijaga pada kecepatan konstan sehingga tidak mengakibatkan bergesernya campuran panas tersebut. Garis, kecepatan dan arah penggilasan tidak boleh diubah secara tiba-tiba atau dengan cara yang menyebabkan terdorong, terbentuknya bekas gilasan campuran beraspal. Alat pemadat tidak boleh (berhenti) di atas hamparan yang sedang dipadatkan.  Semua jenis operasi penggilasan harus dilaksanakan secara menerus untuk memperoleh pemadatan yang merata saat campuran beraspal masih dalam kondisi mudah dikerjakan sehingga seluruh bekas jejak roda dan ketidakrataan dapat dihilangkan.  Roda alat pemadat harus dibasahi secara mengkabut terus menerus untuk mencegah pelekatan campuran beraspal pada roda alat pemadat, tetapi air yang berlebihan tidak diperkenankan. Untuk menghindari lengketnya butiran-butiran halus campuran beraspal pada roda karet, roda dapat dibasahi dengan air yang dicampur sedikit deterjen.  Peralatan berat atau alat pemadat tidak diizinkan berada di atas permukaan yang baru selesai dikerjakan, sampai seluruh permukaan tersebut dingin.  Bahan bakar, pelumasan dan gemuk yang tumpah atau tercecer dari kendaraan atau perlengkapan yang digunakan oleh Penyedia Jasa di atas perkerasan yang sedang dikerjakan, dapat menjadi alasan dilakukannya pembongkaran dan perbaikan oleh Penyedia Jasa atas perkerasan yang terkontaminasi, selanjutnya semua biaya pekerjaaan perbaikan ini menjadi beban Penyedia Jasa. Penyedia Jasa harus mencegah agar tidak terjadi ceceran aspal di atas permukaan perkerasan.  Permukaan yang telah dipadatkan harus halus dan sesuai dengan elevasi, lereng melintang, kelandaian, dan berada dalam batas lereng melintang dan
  • 23. 23 kelandaian yang memenuhi toleransi yang disyaratkan. Setiap campuran beraspal padat yang lepas atau rusak, tercampur dengan kotoran, atau rusak dalam bentuk apapun, harus dibongkar dan diganti dengan campuran panas yang baru serta dipadatkan secepatnya agar sama dengan lokasi sekitarnya. Pada tempat-tempat tertentu dari campuran beraspal terhampar dengan luas minimal 0,1 m2 (tunggal) yang menunjukkan kelebihan atau kekurangan bahan aspal harus dibongkar dan diganti. Seluruh tonjolan setempat, tonjolan sambungan, cekungan akibat ambles, dan segregasi permukaan yang keropos harus diperbaiki sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.  Sewaktu permukaan sedang dipadatkan dan diselesaikan, Penyedia Jasa harus memotong dengan gergaji tepi perkerasan agar bergaris rapih. Setiap hamparan yang berlebihan, dan sambungan memanjang dan melintang yang akan disambung dengan lajur baru harus dipotong tegak lurus setelah penggilasan akhir, dan dibuang oleh Penyedia Jasa di luar daerah milik jalan yang lokasinya disetujui oleh Direksi Teknis.  Sambungan memanjang maupun melintang pada lapisan yang berurutan harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapis satu tidak terletak segaris dengan sambungan lapis dibawahnya. Sambungan memanjang harus diatur sedemikian rupa agar sambungan pada lapisan teratas harus berada di pemisah jalur atau pemisah lajur lalu lintas.  Campuran beraspal tidak boleh dihampar di samping campuran beraspal yang telah dipadatkan sebelumnya kecuali apabila tepinya telah dibentuk tegak lurus atau telah dipotong tegak lurus. Sapuan aspal sebagai lapis perekat untuk melekatkan permukaan lama dan baru harus diberikan sebelum campuran beraspal dihampar di sebelah campuran beraspal yang telah digilas sebelumnya. Sapuan aspal lapis perekat tidak boleh mengenai permukaan lapis sebelumnya. VI.3.4. PEKERJAAN DRAINASE  Perbedaan elevasi galian dasar selokan yang telah selesai dikerjakan tidak boleh lebih dari 1 cm dari yang ditentukan atau disetujui pada setiap titik, dan harus mempunyai permukaan yang cukup halus dan rata, dan menjamin aliran yang bebas serta tanpa genangan jika alirannya kecil.  Alinyemen selokan dan profil penampang melintang yang telah selesai dikerjakan tidak boleh bergeser lebih dari 5 cm dari yang ditentukan atau telah disetujui pada setiap titik.  Contoh bahan yang akan digunakan untuk saluran yang dilapisi harus diserahkan Kepada Direksi Pekerjaan atau Pengawas Lapangan.  Apabila pekerjaan pembentukan penampang selokan telah selesai, Penyedia Jasa harus meminta persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum bahan pelapis selokan dipasang.  Drainase yang dilaksanakan oleh Penyedia Jasa harus selalu lancar tanpa terjadinya genangan air dan berfungsi dengan baik sebelum pekerjaan timbunan dan struktur perkerasan dimulai.  Pada tahap awal selokan harus digali sedikit lebih kecil dari penampang melintang yang disetujui, sedangkan pemangkasan tahap akhir termasuk perbaikan dari setiap kerusakan yang terjadi selama
  • 24. 24 pelaksanaan pekerjaan, harus dilaksanakan setelah seluruh pekerjaan yang berdekatan atau bersebelahan selesai.  Lokasi, panjang, arah aliran dan kelandaian yang ditentukan untuk semua selokan yang akan dibentuk lagi atau digali atau yang dilapisi, serta lokasi semua lubang penampung (catch pits) dan selokan pembuang yang berhubungan, harus diberi tanda dengan cermat oleh pelaksana sesuai dengan gambar rencana atau detail pelaksanaan yang diterbitkan oleh Direksi Pekerjaan.  Penggalian, penimbunan dan pemangkasan harus dilakukan sebagaimana yang diperlukan untuk membentuk selokan baru atau lama, sehingga memenuhi kelandaian yang ditunjukkan pada gambar rencana yang disetujui, dan memenuhi profil jenis selokan yang ditunjukkan dalam gambar rencana atau diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan.  Setelah formasi selokan yang telah disiapkan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, pelapisan selokan dengan pasangan batu dengan mortar harus dilaksanakan seperti yang disyaratkan dalam Seksi 2.2 dari spesifikasi ini.  Seluruh bahan hasil galian harus dibuang dan diratakan oleh Penyedia Jasa sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan dampak lingkungan yang mungkin terjadi di lokasi yang ditunjukkan oleh Direksi Pekerjaan.  Sungai atau kanal alam yang bersebelahan dengan pekerjaan dalam kontrak ini, tidak boleh diganggu tanpa persetujuan Direksi Pekerjaan.  Apabila penggalian atau pengerukan dasar sungai tidak dapat dihindari, maka setelah pekerjaan ini selesai, Penyedia Jasa harus menimbun kembali seluruh galian sampai permukaan tanah asli atau dasar sungai dengan bahan yang disetujui Direksi Pekerjaan.  Bahan yang tertinggal di daerah aliran sungai akibat pembuatan fondasi atau akibat galian lainnya, atau akibat penempatan cofferdam harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan selesai.  Apabila terdapat pekerjaan stabilisasi timbunan atau pekerjaan permanen lainnya dalam kontrak ini yang tidak dapat dihindari dan akan menghalangi sebagian atau seluruh saluran air yang ada, maka saluran air tersebut harus direlokasi agar tidak mengganggu aliran air pada ketinggian air banjir normal yang melalui pekerjaan tersebut. Relokasi yang demikian harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan. Relokasi saluran air tersebut harus dilakukan dengan mempertahankan kelandaian dasar saluran lama dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan terjadinya penggerusan baik pada pekerjaan tersebut maupun pada bangunan di sekitarnya. VI.3.5. PEKERJAAN BETON a. Beton  Penyedia Jasa harus membongkar struktur lama yang akan diganti dengan beton yang baru atau yang harus dibongkar untuk dapat memungkinkan pelaksanaan pekerjaan beton yang baru. Pembongkaran tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan .
  • 25. 25  Penyedia Jasa harus menggali atau menimbun kembali fondasi atau formasi untuk pekerjaan beton sesuai dengan garis yang ditunjukkan dalam gambar kerja atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi ini, dan harus membersihkan serta menggaru tempat di sekeliling pekerjaan beton yang cukup luas sehingga dapat menjamin dicapainya seluruh sudut pekerjaan. Jika diperlukan harus disediakan jalan kerja yang stabil untuk menjamin dapat diperiksanya seluruh sudut pekerjaan dengan mudah dan aman.  Seluruh dasar fondasi, fondasi dan galian untuk pekerjaan beton harus dijaga agar senantiasa kering. Beton tidak boleh dicor di atas tanah yang berlumpur, bersampah atau di dalam air. Apabila beton akan dicor di dalam air, maka harus dilakukan dengan cara dan peralatan khusus untuk menutup kebocoran seperti pada dasar sumuran atau cofferdam dan atas persetujuan Direksi Pekerjaan.  Sebelum pengecoran beton dimulai, seluruh acuan, tulangan dan benda lain yang harus berada di dalam beton (seperti pipa atau selongsong) harus sudah dipasang dan diikat kuat sehingga tidak bergeser pada saat pengecoran.  Bila disyaratkan atau diperlukan oleh Direksi Pekerjaan, maka bahan lantai kerja untuk pekerjaan beton harus dihampar segera sebelum penghamparan bahan lain di atasnya.  Direksi Pekerjaan akan memeriksa seluruh galian yang disiapkan untuk fondasi sebelum menyetujui pemasangan acuan, baja tulangan atau pengecoran beton. Penyedia Jasa dapat diminta untuk melaksanakan pengujian penetrasi kedalaman tanah keras, pengujian kepadatan atau penyelidikan lainnya untuk memastikan cukup tidaknya daya dukung tanah di bawah fondasi.  Apabila dijumpai kondisi tanah dasar fondasi yang tidak memenuhi ketentuan, maka Penyedia Jasa dapat diperintahkan untuk mengubah dimensi atau kedalaman fondasi dan/atau menggali dan mengganti bahan di tempat yang lunak, memadatkan tanah fondasi atau melakukan tindakan stabilisasi lainnya sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.  Penyedia Jasa harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air hujan dengan memasang tenda seperlunya. Direksi Pekerjaan berhak menunda pengecoran sebelum tenda terpasang dengan benar. Penyedia Jasa juga harus memastikan lokasi pengecoran bebas dari resiko terkena air pasang atau muka air tanah dengan penanganan seperlunya.  Apabila disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka acuan dari tanah harus dibentuk dari galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual sesuai dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum pengecoran beton.  Acuan dibuat dari kayu atau baja dengan sambungan yang kedap dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran, pemadatan dan perawatan.
  • 26. 26  Untuk permukaan akhir struktur yang tidak terekspos dapat digunakan kayu yang tidak diserut permukaannya. Sedangkan untuk permukaan akhir yang terekspos harus digunakan kayu yang mempunyai permukaan yang rata. Seluruh sudut-sudut tajam acuan harus ditumpulkan.  Acuan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dibongkar tanpa merusak permukaan beton dengan memberikan pelumas (oil form).  Pelaksanaan Pengecoran (a) Penyedia Jasa harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran beton apabila pengecoran beton telah ditunda lebih dari 6 (enam) jam (final setting). Pemberitahuan harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal serta waktu pencampuran beton. Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan akan memeriksa perancah, acuan, tulangan dan mengeluarkan persetujuan tertulis untuk memulai pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan. Penyedia Jasa tidak boleh melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan. (b) Walaupun persetujuan untuk memulai pengecoran sudah diterbitkan, pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan apabila Direksi Pekerjaan atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran secara keseluruhan. (c) Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau diolesi pelumas di sisi dalamnya agar didapat kemudahan pembukaan acuan tanpa menimbulkan kerusakan pada permukaan beton. (d) Pengecoran beton ke dalam acuan harus selesai sebelum terjadinya pengikatan awal beton seperti ditunjukkan dalam hasil pengujian beton dari laboratorium, atau dalam waktu yang lebih pendek sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting time) semen yang digunakan, kecuali digunakan bahan tambahan untuk memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan. (e) Pengecoran beton harus berkesinambungan tanpa berhenti sampai dengan lokasi sambungan pelaksanaan (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai pekerjaan selesai. (f) Pengecoran beton harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi segregasi antara agregat kasar dan agregat halus dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton. (g) Pengecoran beton ke dalam acuan struktur yang berbentuk rumit dan penulangan yang rapat harus dilaksanakan secara lapis demi lapis dengan tebal yang tidak melampaui 150 mm. Untuk dinding beton, tebal lapis pengecoran dapat sampai 300 mm menerus sepanjang seluruh keliling struktur.
  • 27. 27 (h) Tinggi jatuh bebas beton ke dalam cetakan tidak boleh lebih dari 1,5 m. Beton tidak boleh dicor langsung ke dalam air. Apabila beton dicor di dalam air dan tidak dapat dilakukan pemompaan dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode tremi atau metode Drop- Bottom-Bucket, dimana pengggunaan bentuk dan jenis yang khusus untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan. Dalam hal pengecoran dibawah air dengan menggunakan beton tremi maka campuran beton tremi tersebut harus dijaga sedemikian rupa agar campuran tersebut mempunyai slump tertentu, kelecakan yang baik dan pengecoran secara keseluruhan dari bagian dasar sampai atas tiang pancang selesai dalam masa setting time beton. Untuk itu harus dilakukan campuran percobaan dengan menggunakan bahan tambahan (retarder) untuk memperlambat pengikatan awal beton, yang lamanya tergantung dari lokasi pengecoran beton, pemasangan dan penghentian pipa tremi serta volume beton yang dicor. Pipa tremi dan sambungannya harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga memungkinkan beton mengalir dengan baik. Tremi harus selalu terisi penuh selama pengecoran. Apabila aliran beton terhambat maka tremi harus ditarik sedikit keatas dan diisi penuh terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Baik tremi atau Drop-Bottom-Bucket harus mengalirkan campuran beton di bawah permukaan beton yang telah dicor sebelumnya. (i) Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran beton yang baru. (j) Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton baru yang akan dicor, harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan rapuh dan dilapisi dengan bonding agent yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan. (k) Dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah pengecoran permukaan pekerjaan beton, tidak boleh ada air yang mengalir di atasnya. Untuk perawatan dengan pemberian air di atas permukaan, dapat dilakukan sebelum 24 (dua puluh empat) jam setelah pengecoran dengan persetujuan Direksi Pekerjaan. (l) Apabila dilakukan pengecoran beton yang menggunakan pompa beton dari alat Ready Mix, maka perlu diperhatikan kapasitas, daya pemompaan, kelecakan beton untuk mendapatkan hasil pengecoran yang sesuai dengan ketentuan.  Pemadatan (a) Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar acuan yang telah disetujui. Apabila diperlukan dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok untuk menjamin kepadatan yang tepat dan memadai. Alat penggetar tidak boleh digunakan untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam acuan. (b) Pemadatan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan
  • 28. 28 semua sudut, di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar terisi tanpa menggeser tulangan sehingga setiap rongga dan gelembung udara terisi. (c) Lama penggetaran harus dibatasi, agar tidak terjadi segregasi pada hasil pemadatan yang diperlukan. (d) Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata. (e) Posisi alat penggetar mekanis yang digunakan untuk memadatkan beton di dalam acuan harus vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai kedalaman 100 mm dari dasar beton yang baru dicor sehingga menghasilkan kepadatan yang menyeluruh pada bagian tersebut. Apabila alat penggetar tersebut akan digunakan pada posisi yang lain maka, alat tersebut harus ditarik secara perlahan dan dimasukkan kembali pada posisi lain dengan jarak tidak lebih dari 450 mm. Alat penggetar tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 15 detik atau permukaan beton sudah mengkilap. Jumlah minimum alat penggetar mekanis dari dalam diberikan dalam Tabel 7.1.3-1. Tabel Jumlah Minimum Alat Penggetar Mekanis dari Dalam Kecepatan Pengecoran Beton (m3 / jam) Jumlah Alat 4 2 8 3 12 4 16 5 20 6 > 20 > 6 Apabila kecepatan pengecoran lebih besar atau sama dengan 20 m3/jam, maka harus digunakan alat penggetar yang mempunyai dimensi lebih besar dari 75 mm.  Sambungan Pelaksanaan (CONSTRUCTION JOINT) (1) Jadual pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis struktur yang diusulkan beserta lokasi sambungan pelaksanaan seperti yang ditunjukkan pada gambar rencana untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Sambungan pelaksanaan tidak boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-elemen struktur kecuali ditentukan demikian. (2) Sambungan pelaksanaan pada tembok sayap tidak diizinkan. Semua sambungan konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya harus diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum. (3) Apabila sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit. (4) Pada sambungan pelaksanaan harus disediakan lidah alur dengan
  • 29. 29 kedalaman paling sedikit 40 mm untuk dinding, pelat serta antara dasar fondasi dan dinding. Untuk pelaksanaan pengecoran pelat yang terletak di atas permukaan dengan cara manual, sambungan konstruksi harus diletakkan sedemikian rupa sehingga pelat-pelat mempunyai luas maksimum 40 m2 . (5) Penyedia Jasa harus menyediakan pekerja dan bahan-bahan yang diperlukan untuk kemungkinan adanya sambungan pelaksanaan tambahan apabila pekerjaan terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan beton atau penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan. (6) Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bonding agent yang dapat digunakan untuk pelekatan pada sambungan pelaksanaan dan cara pelaksanaannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. (7) Pada lingkungan air asin atau korosif, sambungan pelaksanaan tidak diperkenankan berada pada 750 mm di bawah muka air terendah atau 750 mm di atas muka air tertinggi kecuali ditentukan lain dalam gambar kerja.  Beton Siklop - Beton siklop adalah beton yang terdiri dari campuran mutu beton fc’=15 MPa dengan batu- batu pecah ukuran maksimum 250 mm. Batu-batu ini diletakkan dengan hati-hati dan tidak boleh dijatuhkan dari tempat yang tinggi atau ditempatkan secara berlebihan yang dikhawatirkan akan merusak bentuk acuan atau pasangan-pasangan lain yang berdekatan. Semua batu-batu pecah harus cukup dibasahi sebelum ditempatkan. Volume total batu pecah tidak boleh melebihi sepertiga dari total volume pekerjaan beton siklop. Untuk dinding penahan tanah dan pilar yang lebih tebal dari 600 mm, tiap batu harus dilindungi dengan adukan beton setebal 150 mm; jarak antar batu pecah maksimum 300 mm dan jarak terhadap permukaan minimum 150 mm. Permukaan bagian atas dilindungi dengan beton penutup (caping) sesuai dengan Pd T-07-2005-B.  Pengerjaan Akhir a. Pembongkaran Acuan (1) Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertikal, dinding, kolom yang tipis dan struktur yang sejenis lebih awal 30 (tiga puluh) jam setelah pengecoran beton tanpa mengabaikan perawatan. Acuan yang ditopang oleh perancah di bawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak boleh dibongkar hingga pengujian kuat tekan beton menunjukkan paling sedikit 85% dari kekuatan rancangan beton. (2) Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan yang diberi hiasan, tiang sandaran, tembok pengarah (parapet), dan permukaan vertikal yang terekspos harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 (sembilan) jam setelah pengecoran dan tidak lebih dari 30 (tiga puluh) jam, tergantung pada keadaan cuaca dan tanpa mengabaikan perawatan. b) Permukaan (Pengerjaan Akhir Biasa)
  • 30. 30 (1) Kecuali diperintahkan lain, permukaan beton harus dikerjakan segera setelahpembongkaran acuan. Seluruh perangkat kawat atau logam yang telah digunakan untukmemegang acuan, dan acuan yang melewati badan beton, harus dibuang atau dipotongkembali paling sedikit 25 mm di bawah permukaan beton. Tonjolan mortar danketidakrataan lainnya yang disebabkan oleh sambungan cetakan harus dibersihkan. (2) Direksi Pekerjaan harus memeriksa permukaan beton segera setelah pembongkaran acuan dan dapat memerintahkan penambalan atas kekurang sempurnaan minor yang tidak akan mempengaruhi struktur atau fungsi lain dari pekerjaan beton. Penambalan harus meliputi pengisian lubang-lubang kecil dan lekukan dengan adukan semen. (3) Apabila Direksi Pekerjaan menyetujui pengisian lubang besar akibat keropos, pekerjaan harus dipahat sampai ke bagian yang utuh (sound), membentuk permukaan yang tegak lurus terhadap permukaan beton. Lubang harus dibasahi dengan air dan adukan pasta (semen dan air, tanpa pasir) harus dioleskan pada permukaan lubang. Selanjutnya lubang harus diisi dengan adukan yang kental yang terdiri dari satu bagian semen dan dua bagian pasir dan dipadatkan. Adukan tersebut harus dibuat dan didiamkan sekitar 30 menit sebelum dipakai agar dicapai penyusutan awal, kecuali digunakan jenis semen tidak susut (non shrinkage cement). c) Permukaan (Pekerjaan Akhir Khusus) Permukaan yang terekspos harus diselesaikan dengan pekerjaan akhir berikut ini, atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan: (1) Bagian atas pelat, kereb, permukaan trotoar, dan permukaan horizontal lainnya sebagaimana yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus digaru dengan mistar bersudut untuk memberikan bentuk serta ketinggian yang diperlukan segera setelah pengecoran beton dan harus diselesaikan secara manual sampai rata dengan menggerakkan perata kayu secara memanjang dan melintang, atau dengan cara lain yang sesuai sebelum beton mulai mengeras. (2) Perataan permukaan horizontal tidak boleh menjadi licin, seperti untuk trotoar, harus sedikit kasar tetapi merata dengan penyapuan, atau cara lain sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, sebelum beton mulai mengeras. (3) Permukaan yang tidak horizontal yang telah ditambal atau yang masih belum rata harus digosok dengan batu gurinda yang agak kasar (medium), dengan menempatkan sedikit adukan semen pada permukaannya. Adukan harus terdiri dari semen dan pasir halus yang dicampur sesuai dengan proporsi yang digunakan untuk pengerjaan akhir beton. Penggosokan harus dilaksanakan sampai seluruh tanda bekas acuan, ketidakrataan, tonjolan hilang, dan seluruh rongga terisi, serta diperoleh permukaan yang rata. Pasta yang dihasilkan dari penggosokan ini harus dibiarkan tertinggal di tempat. d) Perawatan Beton (1) Perawatan dengan Pembasahan (a) Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini, temperatur yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar kehilangan kadar air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperatur yang relatif tetap dalam waktu yang ditentukan untuk
  • 31. 31 menjamin hidrasi yang sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan beton. (b) Pekerjaan perawatan harus segera dimulai setelah beton mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah) dengan menyelimutinya dengan bahan yang dapat menyerap air. Lembaran bahan penyerap air ini yang harus dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 7 (tujuh) hari. Untuk beton yang menggunakan fly ash perawatan minimal 10 (sepuluh) hari. Semua bahan perawatan atau lembaran bahan penyerap air harus menempel pada permukaan yang dirawat. (c) Apabila acuan kayu tidak dibongkar sesuai dengan Butir 7.1.3.2) a), maka acuan tersebut harus dipertahankan dalam kondisi basah sampai acuan dibongkar, untuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan dan pengeringan beton. (d) Permukaan beton yang digunakan langsung sebagai lapis aus harus dirawat setelah permukaannya mulai mengeras (sebelum terjadi retak susut basah) dengan ditutupi oleh lapisan pasir lembab setebal 50 mm paling sedikit selama 21 (dua puluh satu) hari. (e) Beton semen yang mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi, harus dibasahi sampai kuat tekannya mencapai 70% dari kekuatan rancangan beton berumur 28 (dua puluh delapan) hari. (2) Perawatan dengan Uap (a) Beton yang dirawat dengan uap untuk mendapatkan kekuatan awal yang tinggi, tidak diperkenankan menggunakan bahan tambahan kecuali atas persetujuan Direksi Pekerjaan. (b) Perawatan dengan uap harus dikerjakan secara menerus sampai waktu dimana beton telah mencapai 70% dari kekuatan rancangan beton berumur 28 (dua puluh delapan) hari. Perawatan dengan uap untuk beton harus mengikuti ketentuan berikut ini: Departemen Pekerjaan Umum – Desember 2007 7 - 14 (i) Tekanan uap pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi tekanan luar. (ii) Temperatur pada ruang uap selama perawatan beton tidak boleh melebihi 38°C selama 2 (dua) jam sesudah pengecoran selesai, dan kemudian temperatur dinaikkan berangsur-angsur sehingga mencapai 65°C dengan kenaikan temperatur maksimum 14°C/jam secara bertahap. (iii) Perbedaan temperatur pada dua tempat di dalam ruangan uap tidak boleh melebihi 5,5°C. (iv) Penurunan temperatur selama pendinginan dilaksanakan secara bertahap dan tidak boleh lebih dari 11°C per jam. (v) Perbedaan temperatur beton pada saat dikeluarkan dari ruang penguapan tidak boleh lebih dari 11°C dibanding udara luar. (vi) Selama perawatan dengan uap, ruangan harus selalu jenuh dengan uap air. (vii) Semua bagian struktural yang mendapat perawatan dengan uap harus dibasahi selama 4 (empat) hari sesudah selesai perawatan uap tersebut. (c) Penyedia Jasa harus membuktikan bahwa peralatannya bekerja dengan baik dan temperatur di dalam ruangan perawatan dapat diatur sesuai dengan ketentuan dan tidak tergantung dari cuaca luar. (d) Pipa uap harus ditempatkan sedemikian rupa atau balok harus dilindungi secukupnya agar beton tidak terkena langsung semburan uap, yang akan
  • 32. 32 menyebabkan perbedaan temperatur pada bagian-bagian beton. (3) Perawatan dengan Cara Lain (a) Membran cair Perawatan membran dilakukan ketika seluruh permukaan beton segera sesudah air meningggalkan permukaan (kering), terlebih dahulu setelah beton dibuka cetakannya dan finishing dilakukan. Jika seandainya hujan turun maka harus dibuat pelindung sebelum lapisan membran cukup kering, atau seandainya lapisan membran rusak maka harus dilakukan pelapisan ulang lagi. (b) Selimut kedap air Metode ini dilakukan dengan menyelimuti permukaan beton dengan bahan lembaran kedap air yang bertujuan mencegah kehilangan kelembaban ari permukaan beton. Beton harus basah pada saat lembaran kedap air ini dipasang. Lembaran bahan ini aman untuk tidak terbang/pindah tertiup angin dan apabila ada kerusakan/sobek harus segera diperbaiki selama periode perawatan berlangsung (c) Mempertahankan cetakan (Form-In-Place). Perawatan yang dilakukan dengan tetap mempertahankan cetakan sebagai dinding penahan pada tempatnya selama waktu yang diperlukan beton dalam masa perawatan sesuai dengan Pd T-07-2005-B. Tabel Ketentuan Kuat Tekan Minimum untuk Silinder Kuat Tekan Minimum rata-rata Jenis beton Mutu Beton Benda Uji Silinder (MPa) Diameter (150 – 300) mm fc’ (MPa) 3 hari 7 hari 28 hari Mutu 50 34 42 60 tinggi 45 31 39 55 35 25 31 44 Mutu 30 22 27 39 Sedang 25 17 25 34 20 13 20 27 Mutu rendah 15 10 9 7 15 11 22 17 Tabel Ketentuan Kuat Tekan Minimum untuk Kubus Kuat Tekan Minimum rata-rata Jenis beton Mutu Beton Benda Uji Kubus (Kg/cm2) 150 x 150 x 150 mm3 σbk’ (Kg/cm2) 3 hari 7 hari 28 hari
  • 33. 33 Mutu tinggi K600 392 490 670 K500 336 420 570 K400 272 340 470 Mutu Sedang K350 244 305 420 K300 K250 189 281 370 Mutu rendah K175 164 245 320 K125 103 78 167 131 245 195 (3) Sebelum dilakukan pengecoran, penyedia jasa harus melakukan percobaan campuran (trial mix) di lapangan sesuai dengan rancangan campuran yang dihasilkan oleh laboratorium. Apabila hasil kuat tekan beton yang didapat pada umur 7 (tujuh) hari menghasilkan kuat tekan beton lebih kecil dari 85% nilai kuat tekan beton yang disyaratkan, maka Penyedia Jasa harus melakukan penyesuaian campuran dan mencari penyebab ketidak sesuaian tersebut, dengan meminta saran tenaga ahli yang kompeten di bidang beton untuk kemudian melakukan percobaan campuran kembali sampai dihasilkan kuat tekan beton di lapangan yang sesuai dengan persyaratan. (4) Apabila percobaan campuran beton telah sesuai dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan, maka Penyedia Jasa dapat melanjutkan pekerjaan pencampuran beton sesuai dengan hasil percobaan campuran. (5) Kekuatan beton dianggap lebih kecil dari yang disyaratkan apabila hasil pengujian serangkaian benda uji dari suatu bagian pekerjaan yang dilaksanakan lebih kecil dari kuat tekan beton karakteristik yang diperoleh dari rumus b) Penyesuaian Campuran (1) Penyesuaian Sifat Mudah Dikerjakan (Kelecakan atau Workability) Apabila sifat kelecakan pada beton dengan proporsi yang semula dirancang sulit diperoleh, maka Penyedia Jasa boleh melakukan perubahan rancangan agregat, dengan syarat dalam hal apapun kadar semen yang semula dirancang tidak berubah, juga rasio air/semen yang telah ditentukan berdasarkan pengujian yang menghasilkan kuat tekan yang memenuhi tidak dinaikkan. Pengadukan kembali beton yang telah dicampur dengan cara menambah air atau oleh cara lain tidak diizinkan. Bahan tambahan untuk meningkatkan sifat kelecakan hanya diizinkan bila telah disetujui oleh Direksi Pekerjaan. (2) Penyesuaian Kekuatan Apabila beton tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan, maka kadar semen dapat ditingkatkan atau dapat digunakan bahan tambahan dengan syarat disetujui oleh Direksi Pekerjaan. (3) Penyesuaian Untuk Bahan-bahan Baru Perubahan sumber atau karakteristik bahan tidak boleh dilakukan tanpa pemberitahuan tertulis kepada Direksi Pekerjaan. Bahan baru tidak boleh digunakan sampai Direksi Pekerjaan menerima bahan tersebut secara tertulis dan menetapkan proporsi baru berdasarkan atas hasil pengujian campuran percobaan baru yang dilakukan oleh Penyedia Jasa.
  • 34. 34 (4) Bahan Tambahan (Admixture) Bila perlu menggunakan bahan tambahan, maka Penyedia Jasa harus mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan. Jenis dan takaran bahan tambahan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu harus dibuktikan kebenarannya melalui pengujian campuran di laboratorium. Ketentuan mengenai bahan tambahan ini harus mengacu pada SNI 03-2495-1991. Bila akan digunakan bahan tambahan berupa butiran yang sangat halus, sebagian besar berupa mineral yang bersifat semen (cementious) seperti abu terbang (fly ash), mikrosilika (silicafume), atau abu slag besi (iron furnace slag), yang umumnya ditambahkan pada semen sebagai bahan utama beton, maka penggunaan bahan tersebut harus berdasarkan hasil pengujian laboratorium yang menyatakan bahwa hasil kuat tekan yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pada Gambar Rencana dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan. Dalam hal penggunaan bahan tambahan dalam campuran beton, maka bahan tersebut ditambahkan pada saat pengadukan beton. Bahan tambahan ini hanya boleh digunakan untuk meningkatkan kinerja beton segar (fresh concrete). Penggunaan bahan tambahan ini dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut: (a) Meningkatkan kinerja kelecakan adukan beton tanpa menambah air. (b) Mengurangi penggunaan air dalam campuran beton tanpa mengurangi kelecakan. (c) Mempercepat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton. (d) Memperlambat pengikatan hidrasi semen atau pengerasan beton. (e) Meningkatkan kinerja kemudahan pemompaan beton. (f) Mengurangi kecepatan terjadinya kehilangan slump (slump loss). (g) Mengurangi susut beton atau memberikan sedikit pengembangan volume beton (ekspansi). (h) Mengurangi terjadinya bliding (bleeding). (i) Mengurangi terjadinya segregasi. Untuk tujuan peningkatan kinerja beton sesudah mengeras, bahan tambahan campuran beton bisa digunakan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut: (a) Meningkatkan kekuatan beton (secara tidak langsung). (b) Meningkatkan kekuatan pada beton muda. (c) Mengurangi atau memperlambat panas hidrasi pada proses pengerasan beton, terutama untuk beton dengan kekuatan awal yang tinggi. (d) Meningkatkan kinerja pengecoran beton di dalam air atau di laut. (e) Meningkatkan keawetan jangka panjang beton. (f) Meningkatkan kekedapan beton (mengurangi permeabilitas beton). (g) Mengendalikan ekspansi beton akibat reaksi alkali agregat. (h) Meningkatkan daya lekat antara beton baru dan beton lama; (i) Meningkatkan daya lekat antara beton dan baja tulangan. (j) Meningkatkan ketahanan beton terhadap abrasi dan tumbukan. Walaupun demikian, penggunaan aditif dan bahan tambahan (admixture) perlu dilakukan secara hati-hati dan dengan takaran yang tepat sesuai manual penggunaannya, serta dengan proses pengadukan yang baik, agar pengaruh penambahannya pada kinerja beton bisa dicapai secara merata pada semua bagian beton. Dalam hal ini perlu dimengerti bahwa dosis yang
  • 35. 35 berlebih akan dapat mengakibatkan menurunnya kinerja beton, atau dalam hal yang lebih parah, dapat menimbulkan kerusakan pada beton. c) Pelaksanaan Pencampuran (1) Penakaran Agregat (a) Seluruh komponen bahan beton harus ditakar menurut berat, untuk mutu beton fc’ < 20 MPa diizinkan ditakar menurut volume sesuai SNI 03-3976-1995. Bila digunakan semen kemasan dalam zak, kuantitas penakaran harus sedemikian sehingga kuantitas semen yang digunakan adalah setara dengan satu satuan atau kebulatan dari jumlah zak semen. Agregat harus ditimbang beratnya secara terpisah. Ukuran setiap penakaran tidak boleh melebihi kapasitas alat pencampur; (b) Penakaran agregat harus dilakukan dalam kondisi jenuh kering permukaan (JKP). Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka harus dilakukan koreksi penakaran sesuai dengan kondisi agregat di lapangan. Untuk mendapatkan kondisi agregat yang jenuh kering permukaan dapat dilakukan dengan cara menyemprot tumpukan agregat dengan air secara berkala paling sedikit 12 (dua belas) jam sebelum penakaran untuk menjamin kondisi jenuh kering permukaan; (c) Penyedia Jasa harus dapat menunjukkan sertifikat kalibrasi yang masih berlaku untuk seluruh peralatan yang digunakan untuk keperluan penakaran bahan-bahan beton termasuk saringan agregat pada perangkat siap pakai (ready mix). (2) Pencampuran (a) Beton harus dicampur dalam mesin yang dijalankan secara mekanis dari jenis dan ukuran yang disetujui sehingga dapat menjamin distribusi yang merata dari seluruh bahan. (b) Pencampur harus dilengkapi dengan tangki air yang memadai dan alat ukur yang akurat untuk mengukur dan mengendalikan jumlah air yang digunakan dalam setiap penakaran. (c) Cara pencampuran bahan beton dilakukan sebagai berikut, pertama masukkan sebagian air, kemudian seluruh agregat sehingga mencapai kondisi yang cukup basah, dan selanjutnya masukkan seluruh semen yang sudah ditakar hingga tercampur dengan agregat secara merata. Terakhir masukkan sisa air untuk menyempurnakan campuran. (d) Waktu pencampuran harus diukur mulai pada saat air dimasukkan ke dalam campuran bahan kering. Seluruh sisa air yang diperlukan harus sudah dimasukkan sekitar seperempat waktu pencampuran tercapai. Waktu pencampuran untuk mesin berkapasitas ¾ m3 atau kurang harus sekitar 1,5 menit; untuk mesin yang lebih besar waktu harus ditingkatkan 15 detik untuk tiap penambahan 0,5 m3. (e) Bila tidak mungkin menggunakan mesin pencampur, Direksi Pekerjaan dapat menyetujui pencampuran beton dengan cara manual dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat pengecoran. Penggunaan pencampuran beton dengan cara manual harus dibatasi hanya pada beton non-struktural. d) Pengujian Campuran (1) Pengujian Untuk Kelecakan (Workability) Satu pengujian "slump", atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, harus dilaksanakan pada setiap pencampuran beton yang
  • 36. 36 dihasilkan, dan pengujian harus dianggap belum dikerjakan kecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan atau wakilnya. Untuk nilai slump 80 mm, maka toleransi terhadap nilai slump yang disyaratkan adalah - 20 mm , + 20 mm. Toleransi untuk perkerasan kaku adalah – 10 mm, + 10 mm. (2) Pengujian Kuat Tekan (a) Penyedia Jasa harus membuat sejumlah set benda uji (3 buah benda uji per set) untuk pengujian kuat tekan berdasarkan jumlah beton yang dicorkan untuk setiap kuat tekan beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah pada tiap hari pengecoran. (b) Untuk keperluan pengujian kuat tekan beton, Penyedia Jasa harus menyediakan benda uji beton berupa silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dan harus dirawat sesuai dengan SNI 03-4810-1998. Benda uji tersebut harus dicetak bersamaan dan diambil dari beton yang akan dicorkan, dan kemudian dirawat sesuai dengan perawatan yang dilakukan di laboratorium. (c) Jumlah set benda uji yang dibuat berdasarkan jumlah kuantitas pengecoran atau komponen struktur yang dicor secara terpisah dan diambil jumlah terbanyak diantara keduanya. (d) Pengambilan benda uji untuk pengecoran yang didapat dari pencampuran secara manual, setiap 10 m3 beton harus dibuat 1 (satu) set benda uji dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor terpisah minimal diambil 3 (tiga) set benda uji (1 set = 3 buah benda uji). (e) Jumlah benda uji yang harus dibuat untuk pengecoran hasil produksi ready mix, diambil pada setiap pengiriman (1 set untuk setiap truk). 1set = 3 buah benda uji. (f) Prediksi awal pada umur kurang dari 7 (tujuh) hari harus disesuaikan dengan grafik perkembangan kuat tekan campuran sebagai fungsi waktu. (g) Setiap set pengujian dilakukan untuk kuat tekan beton umur 28 (dua puluh delapan) hari. (h) Apabila dalam pengujian kuat tekan benda uji tersebut terdapat perbedaan nilai kuat tekan yang > 5% antara dua buah benda uji dalam set tersebut, maka benda uji ketiga dalam set tersebut harus diuji kuat tekannya. Hasil kuat tekan yang digunakan dalam perhitungan statistik adalah hasil dari 2 (dua) buah benda uji yang berdekatan nilainya. (i) Kekuatan beton diterima dengan memuaskan bila fc karakteristik dari benda uji lebih besar atau sama dengan fc rencana. fc karakteristik dihitung dengan rumus sebagai berikut: fc’= fcm – ( k.S).r , dimana S menyatakan nilai deviasi standar dari hasil uji tekan, dan k adalah konstanta yang tergantung pada jumlah benda uji (k=1,64 untuk jumlah benda uji lebih besar atau sama dengan 30) dan r adalah angka koreksi deviasi untuk jumlah benda uji kurang dari 30 (j) Nilai hasil uji tekan satupun tidak boleh mempunyai nilai di bawah 0,85 fc. (k) Bila salah satu dari kedua syarat tersebut di atas tidak dipenuhi, maka harus diambil langkah untuk meningkatkan rata-rata dari hasil uji kuat tekan berikutnya, dan langkah-langkah lain untuk memastikan bahwa kapasitas daya dukung dari struktur tidak membahayakan. (l) Bila dari hasil perhitungan dengan kuat tekan menunjukkan bahwa kapasitas daya dukung struktur berkurang, maka diperlukan suatu uji bor (core drilling) pada daerah yang diragukan berdasarkan aturan pengujian yang
  • 37. 37 berlaku. Dalam hal ini harus diambil paling tidak 3 (tiga) buah benda uji bor inti pada daerah yang tidak membahayakan struktur untuk setiap hasil uji tekan yang meragukan atau terindikasi bermutu rendah seperti disebutkan di atas. (m) Beton di dalam daerah yang diwakili oleh hasil uji bor inti bisa dianggap secara struktural cukup baik bila rata-rata kuat tekan dari ketiga benda uji bor inti tersebut tidak kurang dari 0,85 fc, dan tidak satupun dari benda uji bor inti yang mempunyai kekuatan kurang dari 0,75 fc. Dalam hal ini, perbedaan umur beton saat pengujian kuat tekan benda uji bor inti terhadap umur beton yang disyaratkan untuk penetapan kuat tekan beton (yaitu 28 hari, atau lebih bila disyaratkan), perlu diperhitungkan dan dilakukan koreksi dalam menetapkan kuat tekan beton yang dihasilkan. (3) Pengujian Tambahan Penyedia Jasa harus melaksanakan pengujian tambahan yang diperlukan untuk menentukan mutu bahan atau campuran atau pekerjaan beton akhir, sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan. Pengujian tambahan tersebut meliputi: (a) Pengujian yang tidak merusak menggunakan alat seperti Impact Echo, Ultrasonic Penetration Velocity atau perangkat penguji lainnya (hasil pengujian tidak boleh digunakan sebagai dasar penerimaan). (b) Pengujian pembebanan struktur atau bagian struktur yang dipertanyakan. (c) Pengambilan dan pengujian benda uji inti (core) beton; (d) Lubang bekas uji inti (core) harus diisi kembali dengan bahan beton tidak susut (non shrink). (e) Pengujian lainnya sebagaimana ditentukan oleh Direksi Pekerjaan. e) Perbaikan Atas Pekerjaan Beton yang Tidak Memenuhi Ketentuan (1) Perbaikan atas pekerjaan beton yang tidak memenuhi kriteria toleransi yang disyaratkan dalam Butir 7.1.2.3), atau yang tidak memiliki permukaan akhir yang memenuhi ketentuan, atau yang tidak memenuhi sifat-sifat campuran yang disyaratkan , harus mengikuti petunjuk yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan antara lain: (a) Perubahan proporsi campuran beton untuk sisa pekerjaan yang belum dikerjakan. (b) Penanganan pada bagian struktur yang hasil pengujiannya gagal. (c) Perkuatan, pembongkaran atau penggantian sebagian atau menyeluruh pada bagian pekerjaan yang memerlukan penanganan khusus. (2) Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam hal mutu pekerjaan beton atau adanya keraguan dari data pengujian yang ada, Direksi Pekerjaan dapat meminta Penyedia Jasa melakukan pengujian tambahan seperti dijelaskan dalam Butir 7.1.4.3) d) (3) yang diperlukan untuk menjamin bahwa mutu pekerjaan yang telah dilaksanakan dapat dinilai dengan adil dengan meminta pihak ketiga untuk melaksanakannya. (3) Perbaikan atas pekerjaan beton yang retak atau bergeser . Penyedia Jasa harus mengajukan detail rencana perbaikan untuk mendapatkan persetujuan Direksi Pekerjaan sebelum memulai pekerjaan. b. Beton Pratekan (1) Tempat Pencetakan Lokasi setiap tempat pencetakan harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan. (2) Acuan
  • 38. 38 Pipa acuan untuk membentuk lubang melintang dalam pekerjaan akhir atau perkakas cetak lainnya yang akan membatasi regangan memanjang dalam elemen acuan harus dilepas sesegera mungkin setelah pengecoran beton sedemikian rupa sehingga pergerakan akibat penyusutan atau perubahan temperatur beton dapat dikendalikan. Apabila diperlukan rongga dalam beton, maka pembentuk rongga beton harus terpasang kaku dengan cara yang sedemikian hingga tidak terjadi pergeseran yang cukup besar dalam segala arah selama pelaksanaan pengecoran. Apabila pembentuk rongga beton diikat pada kabel prategang, maka pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa pola untaian tidak mengalami distorsi akibat gaya apung dari rongga tersebut. Harus dilakukan pencegahan terhadap kerusakan pada semua acuan selama pengecoran. (3) Perlengkapan Prategang Perlengkapan penarik kabel harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum digunakan dan harus dikalibrasi sebagai unit yang lengkap oleh suatu laboratorium yang disetujui setiap 6 (enam) bulan (atau lebih sering jika diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan) agar korelasi antara gaya yang diberikan pada kabel dan bacaan yang ditunjukkan oleh alat ukur tekanan akurat. Dalam perlengkapan penarikan kabel harus disediakan paling sedikit 2 (dua) buah alat pengukur tekanan dengan permukaan diameter tidak kurang dari 150 mm, satu untuk membaca lendutan akibat penegangan dan yang satunya untuk membaca pembebanan selama pelaksanaan penegangan akhir. Alat pengukur tekanan harus mempunyai akurasi sampai ketelitian 1% kapasitas penuh. Sertifikat kalibrasi harus disimpan di kantor kerja pada tempat pengecoran dan disediakan untuk Direksi Pekerjaan atas permintaannya. (4) Perakitan Kabel Prategang Kabel prategang harus dirakit sesuai dengan petunjuk yang diikutsertakan dalam sertifikat persetujuan pabrik. Sebelum perakitan, permukaan baja prategang harus diperiksa terhadap korosi. Karat harus dibersihkan dengan lap kain goni atau wol baja halus dan setiap jenis minyak harus dibersihkan dengan menggunakan deterjen. Suatu lapisan karat yang tipis tidak dianggap merusak asalkan baja tersebut tidak nampak keropos atau terdapat karat titik yang sudah mulai masuk ke dalam material. Baja dengan tingkat korosi berat atau baja yang keropos harus ditolak dan dikeluarkan dari tempat kerja. Benda asing yang melekat pada baja harus dihilangkan sebelum penempatan dalam selongsong dan setelah prategang. Apabila baja prategang untuk pekerjaan penegangan sebelum pengecoran (pretension) dipasang sebelum pengecoran pada unit tersebut, atau apabila baja prategang untuk pekerjaan penegangan setelah pengecoran (post tension) tidak disuntik dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak pemasangan, maka baja tersebut harus dilindungi terhadap korosi dan harus ditolak jika berkarat. Dalam hal ini, bahan penghambat korosi dapat digunakan dalam selongsong setelah pemasangan kabel. Angkur harus dirakit dengan kabel dengan cara sedemikian sehingga dapat mencegah setiap pergeseran posisi, baik selama pemasangan maupun pengecoran. (5) Selimut Beton Jika tidak ditentukan lain, maka selimut beton tidak boleh kurang dari 30 mm. Selimut beton tersebut harus ditambah 15 mm untuk beton yang