review jurnal tentang fraksinasi lignoselulosa.pptx
1. Fraksinasi berurutan komponen lignoselulosa
dalam kayu keras berdasarkan ledakan uap
dan hidrotropik ekstraksi
Kelompok 3
Aulia Alif Nur Baiti – 02211840000008
Mochammad Fachorrozi - 02211840000060
4. Problem
1. Kandungan lignoselulosa (lignin, hemiselulosa dan selulosa) pada Biomassa yang banyak
dimanfaatkan dalam industri baik itu dalam bentuk kompleksnya maupun dalam bentuk yang
terpisah.
2. Pada teknologi pemisahan yang banyak digunakan saat ini, lignin yang terekstrak memiliki
kandungan sulfur di dalamnya.
3. Proses pemisahan yang tidak melibatkan sulfur (metode pemasakan alkali menggunakan
anthraquinone) dapat meningkatkan toksisitas dari bahan dan menimbulkan permasalahan
lingkungan.
5. Overview Steam Explosion (STEX)
• Steam Explosion (STEX) dapat menghidrolisis ikatan glikosidik pada hemiselulosa, sehingga dapat melarutkan
hemiselulosa dengan tetap mempertahankan kandungan selulosa pada sampel.
• Proses STEX mendisrupsi kompleks lignin-karbohidrat, sehingga meningkatkan aksesibilitas dari selulosa menuju
protein dan enzin sehingga meningkatkan kemampuan hidrolisis dari substrat.
• Kekurangan : beberapa jenis biomassa STEX perlu dioperasikan pada kondisi operasi tinggi.
• Dampak :
• Menyebabkan terjadinya reaksi degradasi sekunder, dimana hal ini menyebabkan turunnya yield hemiselulosa.
• Pembentukan senyawa penghambat yang dapat mengganggu proses biokonversi selanjutnya.
• Menurunkan dan memodifikasi komposisi kimia dari lignin dan membatasi potensi pengolahan selanjutnya
pada lignin.
6. Overview Hidrotropi Extraction (HEX)
• Proses ini cukup efisien untuk men-delignifikasi lignin dari biomassa.
• Berlangsung pada kondisi pH netral, lignin yang dihasilkan bebas dari kandungan sulfur dan larutan hidrotrop dari
proses berpotensi untuk digunakan kembali.
• Larutan hidrotrop ini sendiri meningkatkan kelarutan senyawa organik baik itu yang tidak larut maupun yang sulit
larut. Larutan hidrotrop yang sering digunakan pada proses HEX yaitu SXS (sodium xylene sulfonate) yang
memiliki keunggulan efisiensi tinggi dan harganya yang murah dan lignin yang dapat diekstrak mencapai 70%
dengan bahan baku kayu keras.
• Penggunaan SXS pada HEX lebih efektif untuk mengekstrak gugus Syringyl lignin daripada Guaiacyl lignin.
• Kekurangan: recovery dari hemiselulosa akan berkurang
7. Overview Jurnal
• Peningkatan potensi fraksinasi dan isolasi selulosa, hemiselulosa dan lignin
bebas sulfur menjadi salah satu alasan penggunaan kombinasi antara
metode STEX dan HEX.
• Secara garis besar terdapat beberapa tahapan :
8. Overview : STEX
• Proses pretreatment dan hidrolisa merupakan tahapan proses yang sangat penting yang dapat mempengaruhi
perolehan yield. Proses ini dilakukan karena beberapa faktor seperti kandungan lignin, ukuran partikel dan
kemampuan hidrolisis dari selulosa dan hemiselulosa. Proses pretreatment bertujuan agar terbukanya struktur
lignoselulosa sehingga selulosa lebih mudah diakses oleh enzim yang akan memecah polimer sakarida menjadi
monomer gula
• Pre-treatment merupakan hal yang penting karena berdampak :
• Lebih dari 80 wt% Xilan dan 25 wt% lignin dihilangkan
• Relatif selulosa meningkat dari 39-59 wt%
• Kemudian diikuti oleh penyaringan untuk mendapatkan fraksi padatan
• Penelitian (A. Duque,2016) menjelaskan bahwa penggunaan STX sebagai tahapan pra-hidrolisis dapat
meningkatkan pemulihan hemiselulosa. Penelitian ini menggunakan suhu rendah yang diikuti dengan pemisahan
fraksi cair dan padat
• Penelitian (Z.Yu,2012) menjelaskan bahwa adanya pretreatment STEX/SE dapat menyebabkan degradasi parsial
lignin dan sebagian besar leulosa dan hemiselulosa terhidrolisis larut dalam air.
• Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa STEX dapat meningkatkan yield selulosa
9. Overview : STEX
• Faktor utama yang mempengaruhi STEX adalah ukuran partikel, suhu,
kelembaban, dan waktu tinggal. Komposisi biomassa terbukti memiliki
pengaruh pada efisiensi pretreatment.
• Ukuran partikel semakin kecil akan semakin menghasilkan panas yang lebih baik dan lebih
cepat (Duque, 2016) . Hal ini sejalan dengan pencacahn pada jurnal utama yang dilakukan
dengan knife mill.
• Semakin tinggi suhu semakin meningkatkan kehilangan hemiselulosa dari fraksi padatan
dan meningkatkan degradasi gula (Alvira, 2010)
• Waktu dan suhu merupakan dua indicator yang saling berhubungan dan difenisikan sebagai
Severity factor . Optimum kondisi terjadi saat yield gula memiliki factor keparahan antara
3.0 dan 4.5 (Alvira, 2010). Dimana pada penelitian oleh (Ollson, 2019) severity factor dari
proses STEX yan digunakan bernilai 4.2
10. Overview : STEX
• Untuk mengatasi beberapa kekurangan yang terjadi pada proses STEX, ada
beberapa metode proses yang dapat dilakukan, di antaranya:
1. Penambahan Katalis pada Proses STEX
2. Pretreatment Dua Langkah
3. Ammonia Fiber Explosion (Penambahan Katalis Ammonia)
4. Wet Explosion (Penambahan Oksidator)
11. Overview : STEX
1. Penambahan Katalis pada Proses STEX
Pada proses STEX penambahan katalis berupa asam terbukti dapat membantu
meningkatkan kelarutan dari hemiselulosa, membuat proses dapat berlangsung pada
suhu rendah dan waktu yang relatif singkat serta meningkatkan kemampuan hidrolisis
dari selulosa. Beberapa katalis yang sering digunakan, yaitu SO2 dan H2SO4. Namun,
penggunaan katalis asam ini memiliki beberapa kekurangan yaitu, memerlukan
peralatan yang lebih tahan terhadap asam, harganya yang mahal, memiliki dampak
buruk terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya degradasi produk. Pada
penggunaan katalis SO2 meskipun menghasilkan yield glukosa yang lebih rendah, namun
degradasi gula yang terjadi tidak sebanyak pada penggunaan katalis H2SO4. Cara
penambahan katalis asam juga disinyalir berpengaruh terhadap karakteristik produk
yang didapat, penyemprotan katalis pada sampel menghasilkan produk dengan
degradasi lebih rendah dibandingkan dengan melakukan impregnasi sampel langsung
pada larutan katalis.
12. Overview : STEX
2. Pretreatment Dua Langkah
Keunggulan dari proses ini ialah pemanfaatan biomassa menjadi lebih optimal,
kebutuhan enzim untuk proses hidrolisis produk lebih rendah dan memiliki hasil
hidrolisis produk yang lebih tinggi. Pretreatment dua langkah ini sendiri berupa
treatment dengan STEX pada tahapan awal, kemudian memisahkan fraksi cair dan
padat dari sampel dan melakukan treatment lanjutan pada sampel padat. Treatment
lanjutan ini dapat berupa STEX dengan kondisi operasi lebih tinggi daripada treatment
pertama, maupun treatment lain yaitu Hydrotropic Extraction, organosolv, perendaman
dalam larutan eutetik etc. Namun, penggunaan pretreatment dua langkah ini belum
teruji secara ekonomis. Pada beberapa kasus pretreatment dapat dibarengi dengan
penambahan katalis asam untuk lebih meningkatkan kelarutan hemiselulosa.
13. Overview : STEX
3. Ammonia Fiber Explosion (AFEX)
Pretreatment ini menggunakan katalis berupa ammonia anhidrat cair pada
proses Steam Explosion. Proses ini biasanya berlangsung pada suhu moderat (40-
140oC), dengan tekanan tinggi (250-300 psi) dan waktu tinggal kurang dari 30
menit. Ammonia yang digunakan pada proses ini dapat didaur ulang untuk
digunakan kembali hingga 99%. Proses ini mempengaruhi lignin dan
hemiselulosa, menyebabkan dekristalisasi pada selulosa dan meningkatkan luas
permukaan. AFEX telah diuji pada beberapa biomassa dan menunjukkan hasil
yang bagus.
14. Overview : STEX
4. Wet Explosion
Proses ini mengkombinasikan Steam Explosion, hidrolisis termal dan oksidasi
basah. Keunggulan dari proses ini ialah kelarutan lignin dan hemiselulosa lebih
tinggi dibandingkan dengan proses Steam Explosion. Penggunaan oksidator
menyebabkan dekomposisi pada lignin, dan meningkatkan pemisahan
hemiselulosa dan selulosa. Selain itu, karena menggunakan oksigen sebagai
oksidator, membuat biaya operasional dari proses ini relatif rendah, tidak
mempengaruhi pH dari sampel, serta tidak menghasilkan produk atau limbah
yang beracun. Akan tetapi, proses ini masih belum terbukti dapat digunakan
pada skala yang cukup besar, sehingga diperlukan diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengungkap potensi dari jenis proses ini.
16. Enzim Cellic CTec2
• Penggunaan enzim Cellic CTec2 dikarenakan memang
dikembangkan secara khusus untuk hidrolisis lignoselulosa
• Keunggulan yang dimiliki :
• Memberikan output yang lebih baik daripada enzim lainnya
• Biaya yang lebih murah
• Stabilitas terhadap inhibitor lebih besar
(Ramos, 2015)
18. Metode
1. PERSIAPAN BAHAN MENTAH
Pada tahap ini baha baku dicacah oleh alat knife mill dan disaring dengan diayak untuk mengambil serpihan berukuran 2-10 mm
2. DUA TAHAPAN PRETREATMENT
Terdiri dari dua berurutan langkah-langkah: ledakan uap otomatis (STEX), diikuti dengan ekstraksi hidrotropik (HEX). Sebagai
perbandingan, STEX dan HEX juga dilakukan secara terpisah
3. STEAM EXPLITION (STEX)
Serpihan kayu dikeringkan dalam suhu kamar dan menghasilkan Dry Material (DM) dengan 50w%. STEX dilakukan dalam batch
pada 210 °C selama 5 menit pada 750g DM. Kondisi STEX dipilih berdasarkan pada studi sebelumnya tentang pra-perlakuan STEX
dari kayu keras. Setelah STEX, fraksi cair dan padat dipisahkan dengan penyaringan menggunakan press filter hidrolik. Komposisi
padatan fraksi( SF STEX) , dan fraksi cair (LF STEX). Setelah itu dicuci dan direndam dengan pengadukan. Setelah itu dikeringkan
dan disaring dengan filter hidrolik pada 6 bar. Menghasilkan DM dari SF STEX adalah sekitar 35% berat
4. HYDROTROPIC EXTRACTION
HEX dilakukan dalam reaktor tangki berpengaduk 2 L dengan termostat. Bahan prahidrolisis dicampur dengan SXS dan dimasukkan
ke dalam reaktor untuk di ekatraksi secara isotermal dibawah agitasi konstan dengan 2 variabel berbeda yakni (i) 150 °C untuk 8 jam
dan (ii) 190 °C selama 4 jam. Hasil padat dan cair fase dilambangkan SF STEX+HEX150/8 , SF STEX+HEX190/4 dan LF
STEX+HEX150/8 , dan LF STEX+HEX190/4. Setelah HEX, fase padatnya adalah dipisahkan dari fase cair dengan penyaringan
dengan tekan filter hidrolik
19. Metode
5. Hidrolisis Enzimatik
Hidrolisis ini menggunakan campuran enzim Cellic Ctec2. Sebelum hidrolisis enzimatik, semua substrat dicuci dengan
air dan buffer natrium asetat 0,1 M menghasilkan pemuatan substrat 3% berat. Kemudian ditambahkan larutan enzim.
Reaksi dilakukan pada suhu 50 °C selama 72 jam dalam pengocok orbital. Pemeriksaan sampel langsung terdiri dari
penonaktifan enzim pada 100 °C selama 10 menit, sentrifugasi selama 5 menit pada 13.000 rpm, dan filtrasi supernatan.
Sampel disimpan pada suhu 4 ° C sampai karbohidrat analisis hidrat
6. Protein adsorption experiments
Pada tahap ini Cellic Ctec2 digunakan untuk menganalisis pengikatan enzim-substrat dengan pemuatan enzim dari 10
dan 20 FPU/g selulosa. Albumin serum sapi (BSA) dimasukkan untuk menganalisis sub-protein nonspesifik adsorpsi
substrat. Semua preparat diinkubasi pada suhu 4 °C selama 4 jam dengan agitasi konstan pada 200 rpm pada orbital
shacker. Protein diendapkan terlebih dahulu dengan 40 L 500 mM KH 2 PO 4 (pH 7,4) dan 40 L 250 mM CaCl 2.
Kemudian, substrat dicuci dengan absolute ethanol. Kemudian, disuspensikan kembali dalam 2 mL siap pakai Reagen
Bradford. Output pada tahapan ini adalah penentuan konsentrasi protein terhadap standar BSA eksterna
20. Metode
7. Pemindaian mikroskop elektron (SEM)
Memindai gambar mikroskop elektron (SEM) diambil menggunakan a JSM-6700F SEM yang disetel ke tegangan
percepatan 10 kV. Sampel dilakukan dengan meletakkan bahan kering dan dilapisi dengan lapisan Au/Pd 15-nm
menggunakan sputter coater
8. Prosedur Analitis
Komposisi karbohidrat struktural hidrat dan lignin dalam padatan dan gula dan produk degradasi dalam aliran proses
cair dianalisis dengan metode standar . Bahan dicucui dengan tiga langkah menggunakan 0,1 M NaOH, 0,05 M NaOH
dan air untuk menganalisis menghilangkan agen hidrotropik dan mencegah redeposisi lignin ke padatan.
Karbohidrat diukur dengan socratic high-performanced anion-exchange kromatografi dengan pendeteksi pulsed
amperometric. Pengukuran dilakukan pada suhu 30 oC dengan air deionisasi sebagai eluen dengan laju alir 1 mL/min
8. Analisis Neraca Massa
Analisis berbasis neraca massa dari proses pretreatment dilakukan, dimana massa, volume, dan komposisi karbohidrat
dari semua aliran proses, termasuk fraksi saat mencuci, diukur dan dicatat
22. Sampel dengan Treatment HEX
1. Komponen padat dan cair sampel banyak mengandung xylosa, dengan sedikit
kandungan gula hemiselulosa lain (arabinosa, galaktosa, manosa).
2. Dapat memisahkan hingga 72wt% lignin
3. Mengesktrak hingga 68wt% xylosa
4. Mempertahankan kadar selulosa pada sampel <91wt%
5. Hasil yang sama didapat pada sampel yang berbeda dengan perlakuan yang sama
23. Sampel dengan Treatment HEX
Tabel 2. Komposisi Raw Material dan Fraksi Liquid dan Solid Setelah
treatment STEX dan HEX.
24. Sampel dengan Treatment STEX + HEX
1. 80% xylan dan 50% lignin berhasil dipisahkan setelah sampel melalui proses
STEX terlebih dahulu.
2. Setelah melalui proses HEX, total lignin relatif yang berhasil dipisahkan sebesar
74% dan kandungan glukan pada sampel meningkat hingga 75wt%.
3. Penghilangan lignin pada proses ini mengalami penurunan bila dibandingkan
dengan pada proses treatment menggunakan HEX saja.
4. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perubahan morfologi, kimia dan
kelimpahan lignin akibat dari proses STEX, yang dapat mengurangi efisiensi
ekstraksi lignin.
25. Sampel dengan Treatment STEX + HEX
Tabel 3. Komposisi Fraksi Solid dan Liquid dari Sampel Setelah Variasi
Treatment Menggunakan STEX dan HEX
26. Hasil Uji Hidrolisis Enzimatik
Hasil hidrolisis enzimatik pada sampel yang ditreatment menggunakan HEX sebesar 16% dan 29% dengan masing-
masing dihidrolisi menggunakan 10 dan 20 FPU/g selulosa. Kemudian pada sampel yang ditreatment menggunakan
STEX dan HEX menunjukkan adanya peningkatan hasil hidrolisis enzimatik sebanyak 60% dibandingkan dengan dengan
sampel yang ditreatment menggunakan HEX saja.
Gambar 1. Kemampuan Hidrolisis dari Sampel yang Telah Ditreatment
Efiseinsi konversi dari SFSTEX (lingkaran), SFSTEX+HEX150/8 (kotak), dan SFSTEX+HEX190/4 (Segitiga) ditampilkan pada
gambar di atas. Gambar a dan b masing-masing merupakan pengujian kemampuan hidrolisis sampel menggunakan
10FPU/g selulosa dan 20FPU/g selulosa. Data tersebut mewakili data rata-rata dari empat kali percobaan.
27. Hasil Uji Adsorpsi Protein
Pada uji ini sampel SFSTEX+HEX menyerap lebih banyak protein Cellic Ctec2 daripada sampel SDSTEX dan menyerap lebih banyak
protein BSA daripada sampel SFHEX. Hal ini menunjukkan jika kombinasi pretreatment menyebabkan lignin memiliki
kecenderungan hidrophobik untuk bereaksi dengan protein. Pada proses STEX yang menyebabkan lignin terkondensasi,
membuat adsorpsi protein meningkat dan berakibat pada semakin banyaknya enzim yang terimmobilisasi selama proses
hidrolisis. Hal ini yang mungkin menyebabkan hasil hidrolisis lebih rendah.
Gambar 2. Kemampuan Adsorpsi Protein dari Sampel yang Telah Ditreatment
Rasio adsorpsi protein dari sampel SFSTEX (bar hitam), SFSTEX+HEX150/8 (bar abu-abu tua), dan SFSTEX+HEX190/4 (bar abu-abu
muda) ditampilkan pada gambar di atas. Gambar a dan b masing-masing merupakan pengujian kemampuan adsorpsi
protein sampel menggunakan 10FPU/g selulosa dan 20FPU/g selulosa. Data tersebut mewakili data rata-rata dari empat
kali percobaan.
28. Hasil Uji SEM
Pada hasil Uji SEM, SFSTEX+HEX150/8 memiliki serat yang lebih halus daripada SFSTEX. Permukaan serat yang lebih
kasar pada gambar 3a-2 dan 3b-2 menunjukkan adanya pemisahan dan pendistribusian ulang dari lignin dan
hemiselulosa pada permukaan. Peningkatan suhu pada proses HEX menyebabkan rusaknya struktur fibrillose
dan menyebabkan adanya pemisahan matriks kompleks lignin karbohidrat.
Gambar 3. Hasil Uji SEM pada Sampel SFSTEX (a-1 dan a-2), SFSTEX+HEX150/8 (b-1 dan b-2), dan SFSTEX+HEX190/4 (c-1 dan c-2)
29. Kesimpulan
Pada penelitian ini dilakukan proses dengan dua Langkah yang berhasil menunjukkan bahwa seleksi
solubility dari hemiselulosa dan lignin yang bertahap, menghasilkan aliran cairan hemiselulosa dan
lignin dengan yield 73 w% dan 50w%. Secara keseluruhan percobaan ini menghasilkan padatan yang
mengandung selulosa dua kali lipat lebih banyak, yakni 99 wt%. Output yang dihasilkan dapat
meningkatkan catalytic pada renewable energy berbasis bio fuels, kimia, dan materi. Oleh karena itu,
analisis kali ini menyajikan alterbnatif fraksinasi biomassa dengan skalabilitas yang lebih ramah
lingkungan dan mengembangkan biorefinery hutan terpadu
30. Kelebihan dan Kekurangan
• Kelebihan:
1. Metode yang digunakan pada jurnal
ini dapat menghasilkan produk
yang bebas sulfur.
2. Metode yang digunakan ramah
lingkungan.
3. Sampel padatan mengandung lebih
banyak selulosa dibanding
penelitian sebelumnya.
4. Penjelasan terkait pemilihan
proses dan hasil-hasil yang didapat
sangat runtut dan mudah
dipahami.
• Kekurangan
1. Kemampuan Hidrolisis dari produk
yang dihasilkan kurang bagus
2. Diperlukan adanya katalis atau
modifikasi proses lebih lanjut
untuk memaksimalkan yield lignin.
3. Banyak enzim yang di-immobilisasi
pada produk yang dihasilkan.
31. Daftar Pustaka
Penulis Tahun Doi Link
A. Duque, P. Manzanares, I. Ballesteros, M.
Ballesteros
2016
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-802323-
5.00015-3
Zhengdao Yu a , Bailiang Zhang a,⇑ , Fuqiang Yu
c , Guizhuan Xu a , Andong Song b
2012 https://doi.org/10.1016/j.biortech.2012.06.055
Luiz Pereira Ramos a,b, , Larissa da Silva a ,
Annielly Comelli Ballem a , Ana Paula Pitarelo a ,
Luana Marcele Chiarello a , Marcos Henrique
Luciano Silveira a
2015
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2014.10.087
P. Alvira, E. Tomás-Pejó, M. Ballesteros, M.J.
Negro
2010
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2009.11.093