SlideShare a Scribd company logo
Horner
Sindrom
Stase Mata RSUD Tarakan
Pembimbing: dr. Bambang Herwindu Sp.M
Koas: Edward Anderson Nainggolan (112023066)
Sindrom Horner
serangkaian gejala yang
disebabkan oleh gangguan
di jalur saraf simpatis yang
mengatur fungsi otot dan
kelenjar pada satu sisi
wajah
 kelopak mata yang
turun
(blepharoptosis)
 pupil mengecil
(miosis)
 anhidrosis
Sindrom Horner
 Sindrom Horner memiliki
frekuensi 1 per 6.250
penduduk
 Ini dapat terjadi pada semua
usia dan etnis apa pun
Horner sindrom
Neuron pertama (pusat):berasal dari hipotalamus
posterior dan turun ke batang otak hingga berakhir di
pusat ciliospinal Budge, antara C8 dan T2 di sumsum
tulang belakang.
Neuron kedua (preganglionik):berpindah dari pusat
ciliospinal ke ganglion serviks superior di leher, di
mana ia dapat rusak akibat penyakit paru apikal dan
lesi leher termasuk pembedahan.
Neuron ketiga (postganglionik):naik sepanjang
arteri karotis interna untuk memasuki sinus kavernosa
di mana ia bergabung dengan divisi oftalmikus saraf
trigeminal; Serabut simpatis mencapai badan siliaris
dan otot dilator pupillae melalui saraf nasosiliaris dan
saraf siliaris panjang.
Berawal dari hipotalamus posterolateral
Turun tanpa menyilang melalui
Midbrain dan pons
Berakhir di kolom sel sumsum tulang
Belakang pada tingkat C8-T2
( pusat ciliospinal budge)
1st order neuron
Lesi 1st Neuron
• Cerebral vascular accident
(CVA)/ Wallen berg Sindrom
• Penyakit demielinisasi (
sclerosis multiple)
• Meningitis basal
• Tumor basal tengkorak
• Hilangnya hemisensory
• Disatria
• Disfagia
• Ataksia
• Vertigo
• Nistagmus
Keluar dari sumsum tualngbelakang
pada tingkat T1 dan masuk ke rantai
simpatis serviks
Berada di dekat puncak paru dan
arteri sub-clavia
Serabut tersebut naik melalui paraf
simpatis dan bersinaps di ganglion
Serviks superior pada tingkat
percabangan arteri karotis komunis
(C3-C4)
2nd order neuron
Lesi 2nd Neuron
• pancoat tumor (tumor pada
apex paru), cervical rib
(terbentuknya rusuk tambahan
costal pertama)
• aneurisma/lesi a.subclavia
• limfadenopati mediastinum
• trauma plexus brachialis
• abses dentis regio mandibula
• Trauma sebelumnya
Nyeri pada wajah, leher, aksila atau lengan
• Batuk
• Hemoptisis
• Riwayat Operasi dada atau leher
• Pembengkakan leher
Serabut pupillomotor postganglionic keluar
Dari ganglion serviks superior dan naik
Sepanjang arteri karotis interna
Setelah serabut postganlionik meninggalkan
Ganglion serviks superior, cabang vasomotor
bercabang
Lalu berjalan di sepanjang arteri karotis eksternal
Untuk mempersarafi pembuluh darah dan
Kelenjar keringat pada wajah
3rd order neuron
Naik sepanjang a. karotis interna memasuki
Sinus cavernosa
Serabut tersebut meninggalkan plexus karotis
Untuk bergabung dengan saraf abducens
Di sinus cavernosa
Memasuki orbita melalui fisura orbista sup
Bersama dengan cab. Oftalmikus saraf
trigeminal melalui saraf siliaris
3rd order neuron
Saraf siliaris Panjang kemudian mempersarafi
Dilator iris dan otot muller
Lesi 3rd Neuron
• Fistula carotis-cavernosus
• diseksi/ aneurisma a. carotis
• migren/cluster headache
• herpes zoster
• temporal arteritis, tumor
nasofaring
• Horner dengan Nyeri yang disebabkan
Oleh neoplasma yang menekan saraf
Trigeminal
• sakit kepala cluster
• Diplopia
Pemeriksaan
1. Apraklonidin (0,5% atau 1,0%) digunakan satu
tetes diteteskan ke kedua mata untuk
mengonfirmasi atau menyangkal kehadiran
sindrom Horner. Pupil harus diperiksa setelah 30
menit dan jika hasilnya negatif, diperiksa kembali
setelah 45 menit. Apraklonidin menembus sawar
darah otak, sehingga harus digunakan dengan
sangat hati-hati pada bayi di bawah satu tahun.
Hasilnya: Pupil Horner akan melebar tetapi pupil
normal pada dasarnya tidak terpengaruh.
Penjelasan: Reseptor alpha-1 menjadi lebih aktif
dalam dilator pupil yang tidak mendapat serat
saraf.
2. Kokain (4%) diteteskan ke kedua mata; karena
kokain lebih sulit diperoleh daripada apraklonidin,
tes ini sekarang jarang dilakukan.
Hasilnya: Pupil normal akan melebar tetapi pupil
Horner tidak.
anisokoria sekecil 0,8 mm di ruangan yang redup
memiliki arti penting.
Penjelasan: Kokain menghambat pengambilan
kembali noradrenalin yang disekresikan di ujung
saraf postganglionik, yang mengakumulasi dan
menyebabkan dilatasi pupil normal. Pada sindrom
Horner, tidak ada noradrenalin yang disekresikan,
sehingga kokain tidak memiliki efek.
Pemeriksaan
3. Hydroxyamphetamine 1% digunakan dengan
meneteskan dua tetes ke setiap mata
Hasilnya: Pupil Horner normal atau
preganglionik akan melebar, tetapi murid
Horner post-ganglionik tidak akan melebar.
Penjelasan: Hidroksiamfetamin meningkatkan
pelepasan noradrenalin dari ujung saraf
postganglionik yang berfungsi. Pada lesi neuron
orde ketiga (postganglionik), tidak ada
pelepasan noradrenalin dari saraf yang tidak
berfungsi.
4. Phenylephrine 1% lebih mudah diperoleh
daripada hidroksiamfetamin dan adrenalin
dan kira-kira sama akuratnya, sehingga
dalam banyak hal telah menggantikan
keduanya dalam pengujian untuk
membedakan lesi pre dan postganglionik.
Biasanya, zat ini disiapkan dengan
melarutkan larutan 2,5% atau 10% yang
umum tersedia.
Hasilnya: Pada lesi postganglionik yang
sudah 10 hari, Pupil Horner akan melebar.
Pada pupil Horner sentral atau preganglionik
dan pupil normal tidak akan melebar atau
hanya akan melebar sedikit.
Penjelasan: Pada sindrom Horner
postganglionik, otot dilator pupil
mengembangkan hiperaktivitas denervasi
terhadap neurotransmitter adrenergik karena
disfungsi saraf motor lokalnya.
Tatalaksana
• pengobatan yang tepat untuk sindrom Horner tergantung
pada penyebabnya yang mendasarinya. Tujuan dari
pengobatan adalah untuk menghilangkan proses penyakit
yang mendasari
• Intervensi bedah potensial meliputi perawatan bedah saraf
untuk sindrom Horner yang berkaitan dengan aneurisma dan
perawatan bedah vaskular untuk kondisi yang menyebabkan
seperti diseksi arteri karotis atau aneurisma.
Prognosis
Komplikasi
Kesimpulan
• Sindrom Horner terjadi akibat lesi di sepanjang jalur
okulosimpatis. Etiologi berkisar dari jinak hingga serius dan
beberapa di antaranya mengancam jiwa. Tiga jenis horner
sindrome dibedakan berdasarkan lokasi lesi.
• Memahami gambaran klinis dari ketiga jenis HS dan
implikasinya akan membantu dalam melokalisasi penyebab
yang mendasarinya proses patologis. Diagnosis horner
sindrom memerlukan pendekatan metodologis berdasarkan
pemeriksaan fisik lengkap menggunakan pengujian
farmakologi tambahan.
Terima Kasih

More Related Content

Similar to Referat mata sindrom horner jangan .pptx

rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjukrtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
lutfiasihrahmawati2
 
Sindrom horner
Sindrom hornerSindrom horner
Sindrom horner
Ari Yudha
 
ppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptxppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptx
sandylabulu1
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaJuin Siswanto
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
Khairul Ikhwan
 
Trauma kepala
Trauma kepalaTrauma kepala
Trauma kepala
Army Of God
 
Pengaturan pernafasan
Pengaturan pernafasanPengaturan pernafasan
Pengaturan pernafasan
Lolyta Sucihara
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
ikhsan1611
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
Aulia Amani
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
Aulia Amani
 
Ringkasan skenario 1
Ringkasan skenario 1Ringkasan skenario 1
Ringkasan skenario 1
FadhilAulia7
 
Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2
Ekky Rahmawan
 
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
dr. Denny Rizaldi Arianto
 
bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50Ratih Arfa
 
THT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptxTHT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptx
GhiyatsAlfino2
 
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisLaporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Aulia Amani
 

Similar to Referat mata sindrom horner jangan .pptx (20)

Demam pada anak
Demam pada anakDemam pada anak
Demam pada anak
 
Kejang demam
Kejang demamKejang demam
Kejang demam
 
rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjukrtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
rtsgfcdgvgbtfg uyjhgbnjuyjhg juynkujh kujhnjuk
 
Sindrom horner
Sindrom hornerSindrom horner
Sindrom horner
 
ppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptxppt gadar kel 2.pptx
ppt gadar kel 2.pptx
 
Cedera kepala
Cedera kepalaCedera kepala
Cedera kepala
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan koma
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
 
Trauma kepala
Trauma kepalaTrauma kepala
Trauma kepala
 
Pengaturan pernafasan
Pengaturan pernafasanPengaturan pernafasan
Pengaturan pernafasan
 
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdfdoku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
doku.pub_trauma-kepala-ppt-presentasi-fixpptx.pdf
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
 
Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)Modul Kesadaran Menurun (word)
Modul Kesadaran Menurun (word)
 
Ringkasan skenario 1
Ringkasan skenario 1Ringkasan skenario 1
Ringkasan skenario 1
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2Neuromusculer d dan neuropati 2
Neuromusculer d dan neuropati 2
 
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis Anatomi fisiologi kelenjar parotis
Anatomi fisiologi kelenjar parotis
 
bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50bedah-iskandar japardi50
bedah-iskandar japardi50
 
THT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptxTHT - Hidung.pptx
THT - Hidung.pptx
 
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul HemiparesisLaporan PBL 1 Modul Hemiparesis
Laporan PBL 1 Modul Hemiparesis
 

Recently uploaded

Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptxKebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
HestyGrariwa2
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Rizkiyahnovianti
 
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxxManajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
AdheaPriyanka1
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
ShaoranAulia1
 
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptxMATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
lidyanimargareth23
 
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
IrmaFitriani7
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
kartikaoktarini
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
GregoryStevanusGulto
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
AbdulWahid24425
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
kartikaoktarini
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUSASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
maya746072
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
SuryaniAnggun2
 

Recently uploaded (12)

Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptxKebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
Kebijakan Orientasi PIN Polio Putaran k2pptx
 
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.pptPencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
Pencegahan Penyakit_Rizkiyah Novianti.ppt
 
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxxManajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
Manajemen keuangan puskesmas xxxxxxxxxxxx
 
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdfVaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
Vaskularisasi sistem konduksi jantung.pdf
 
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptxMATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
MATERI IMUNISASI_PEMBINAAN KADER POSYANDU 2024.pptx
 
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmaskesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
kesehatan reproduksi remaja PPT oleh puskesmas
 
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptxPMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
PMBA 6-23, IBU HAMIL,IBU MENYUSUISUI.pptx
 
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptxLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.pptx
 
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdfPanduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
Panduan 25 Keterampilan Dasar Kader posyandu.pdf
 
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptxPPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
PPT TUMBUH KEMBANG ANAK-BAYI DAN BALITA.pptx
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUSASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUSABORTUS
 
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.pptPenanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
Penanggulangan Penyakit FLU SINGAPURA.ppt
 

Referat mata sindrom horner jangan .pptx

  • 1. Horner Sindrom Stase Mata RSUD Tarakan Pembimbing: dr. Bambang Herwindu Sp.M Koas: Edward Anderson Nainggolan (112023066)
  • 2. Sindrom Horner serangkaian gejala yang disebabkan oleh gangguan di jalur saraf simpatis yang mengatur fungsi otot dan kelenjar pada satu sisi wajah  kelopak mata yang turun (blepharoptosis)  pupil mengecil (miosis)  anhidrosis
  • 3. Sindrom Horner  Sindrom Horner memiliki frekuensi 1 per 6.250 penduduk  Ini dapat terjadi pada semua usia dan etnis apa pun
  • 4. Horner sindrom Neuron pertama (pusat):berasal dari hipotalamus posterior dan turun ke batang otak hingga berakhir di pusat ciliospinal Budge, antara C8 dan T2 di sumsum tulang belakang. Neuron kedua (preganglionik):berpindah dari pusat ciliospinal ke ganglion serviks superior di leher, di mana ia dapat rusak akibat penyakit paru apikal dan lesi leher termasuk pembedahan. Neuron ketiga (postganglionik):naik sepanjang arteri karotis interna untuk memasuki sinus kavernosa di mana ia bergabung dengan divisi oftalmikus saraf trigeminal; Serabut simpatis mencapai badan siliaris dan otot dilator pupillae melalui saraf nasosiliaris dan saraf siliaris panjang.
  • 5. Berawal dari hipotalamus posterolateral Turun tanpa menyilang melalui Midbrain dan pons Berakhir di kolom sel sumsum tulang Belakang pada tingkat C8-T2 ( pusat ciliospinal budge) 1st order neuron
  • 6. Lesi 1st Neuron • Cerebral vascular accident (CVA)/ Wallen berg Sindrom • Penyakit demielinisasi ( sclerosis multiple) • Meningitis basal • Tumor basal tengkorak • Hilangnya hemisensory • Disatria • Disfagia • Ataksia • Vertigo • Nistagmus
  • 7. Keluar dari sumsum tualngbelakang pada tingkat T1 dan masuk ke rantai simpatis serviks Berada di dekat puncak paru dan arteri sub-clavia Serabut tersebut naik melalui paraf simpatis dan bersinaps di ganglion Serviks superior pada tingkat percabangan arteri karotis komunis (C3-C4) 2nd order neuron
  • 8. Lesi 2nd Neuron • pancoat tumor (tumor pada apex paru), cervical rib (terbentuknya rusuk tambahan costal pertama) • aneurisma/lesi a.subclavia • limfadenopati mediastinum • trauma plexus brachialis • abses dentis regio mandibula • Trauma sebelumnya Nyeri pada wajah, leher, aksila atau lengan • Batuk • Hemoptisis • Riwayat Operasi dada atau leher • Pembengkakan leher
  • 9. Serabut pupillomotor postganglionic keluar Dari ganglion serviks superior dan naik Sepanjang arteri karotis interna Setelah serabut postganlionik meninggalkan Ganglion serviks superior, cabang vasomotor bercabang Lalu berjalan di sepanjang arteri karotis eksternal Untuk mempersarafi pembuluh darah dan Kelenjar keringat pada wajah 3rd order neuron
  • 10. Naik sepanjang a. karotis interna memasuki Sinus cavernosa Serabut tersebut meninggalkan plexus karotis Untuk bergabung dengan saraf abducens Di sinus cavernosa Memasuki orbita melalui fisura orbista sup Bersama dengan cab. Oftalmikus saraf trigeminal melalui saraf siliaris 3rd order neuron Saraf siliaris Panjang kemudian mempersarafi Dilator iris dan otot muller
  • 11. Lesi 3rd Neuron • Fistula carotis-cavernosus • diseksi/ aneurisma a. carotis • migren/cluster headache • herpes zoster • temporal arteritis, tumor nasofaring • Horner dengan Nyeri yang disebabkan Oleh neoplasma yang menekan saraf Trigeminal • sakit kepala cluster • Diplopia
  • 12. Pemeriksaan 1. Apraklonidin (0,5% atau 1,0%) digunakan satu tetes diteteskan ke kedua mata untuk mengonfirmasi atau menyangkal kehadiran sindrom Horner. Pupil harus diperiksa setelah 30 menit dan jika hasilnya negatif, diperiksa kembali setelah 45 menit. Apraklonidin menembus sawar darah otak, sehingga harus digunakan dengan sangat hati-hati pada bayi di bawah satu tahun. Hasilnya: Pupil Horner akan melebar tetapi pupil normal pada dasarnya tidak terpengaruh. Penjelasan: Reseptor alpha-1 menjadi lebih aktif dalam dilator pupil yang tidak mendapat serat saraf. 2. Kokain (4%) diteteskan ke kedua mata; karena kokain lebih sulit diperoleh daripada apraklonidin, tes ini sekarang jarang dilakukan. Hasilnya: Pupil normal akan melebar tetapi pupil Horner tidak. anisokoria sekecil 0,8 mm di ruangan yang redup memiliki arti penting. Penjelasan: Kokain menghambat pengambilan kembali noradrenalin yang disekresikan di ujung saraf postganglionik, yang mengakumulasi dan menyebabkan dilatasi pupil normal. Pada sindrom Horner, tidak ada noradrenalin yang disekresikan, sehingga kokain tidak memiliki efek.
  • 13. Pemeriksaan 3. Hydroxyamphetamine 1% digunakan dengan meneteskan dua tetes ke setiap mata Hasilnya: Pupil Horner normal atau preganglionik akan melebar, tetapi murid Horner post-ganglionik tidak akan melebar. Penjelasan: Hidroksiamfetamin meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung saraf postganglionik yang berfungsi. Pada lesi neuron orde ketiga (postganglionik), tidak ada pelepasan noradrenalin dari saraf yang tidak berfungsi. 4. Phenylephrine 1% lebih mudah diperoleh daripada hidroksiamfetamin dan adrenalin dan kira-kira sama akuratnya, sehingga dalam banyak hal telah menggantikan keduanya dalam pengujian untuk membedakan lesi pre dan postganglionik. Biasanya, zat ini disiapkan dengan melarutkan larutan 2,5% atau 10% yang umum tersedia. Hasilnya: Pada lesi postganglionik yang sudah 10 hari, Pupil Horner akan melebar. Pada pupil Horner sentral atau preganglionik dan pupil normal tidak akan melebar atau hanya akan melebar sedikit. Penjelasan: Pada sindrom Horner postganglionik, otot dilator pupil mengembangkan hiperaktivitas denervasi terhadap neurotransmitter adrenergik karena disfungsi saraf motor lokalnya.
  • 14.
  • 15. Tatalaksana • pengobatan yang tepat untuk sindrom Horner tergantung pada penyebabnya yang mendasarinya. Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghilangkan proses penyakit yang mendasari • Intervensi bedah potensial meliputi perawatan bedah saraf untuk sindrom Horner yang berkaitan dengan aneurisma dan perawatan bedah vaskular untuk kondisi yang menyebabkan seperti diseksi arteri karotis atau aneurisma.
  • 17. Kesimpulan • Sindrom Horner terjadi akibat lesi di sepanjang jalur okulosimpatis. Etiologi berkisar dari jinak hingga serius dan beberapa di antaranya mengancam jiwa. Tiga jenis horner sindrome dibedakan berdasarkan lokasi lesi. • Memahami gambaran klinis dari ketiga jenis HS dan implikasinya akan membantu dalam melokalisasi penyebab yang mendasarinya proses patologis. Diagnosis horner sindrom memerlukan pendekatan metodologis berdasarkan pemeriksaan fisik lengkap menggunakan pengujian farmakologi tambahan.