Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaAde Soekadis
Â
Materi yang disampaikan dalam modul “Kebijakan Nasional Perubahan Iklim” ini baru merupakan pengetahuan dasar yang terkait dengan kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi isu perubahan iklim dan pemanfaatan karbon hutan.
Modul Kebijakan Nasional Perubahan Iklim - IndonesiaAde Soekadis
Â
Materi yang disampaikan dalam modul “Kebijakan Nasional Perubahan Iklim” ini baru merupakan pengetahuan dasar yang terkait dengan kesepakatan internasional dan kebijakan nasional menyikapi isu perubahan iklim dan pemanfaatan karbon hutan.
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaengNaufal Achmad
Â
ABSTRAK
Naufal (M 111 06 016) Studi Landskap Hutan Desa Dalam Mendukung Fungsi Lindung (Studi Kasus Hutan Desa Pattaneteang Kab.Bantaeng), dibawah bimbingan Supratman dan Anwar Umar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi landskap hutan desa di Desa Pattaneteang dari faktor sosial serta melakukan penataan Landskap Hutan Desa yang sesuai dengan tujuan pengelolaan Hutan Lindung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model Landskap untuk pemanfaatan areal hutan desa dengan mempertimbangkan aspek hutan dalam mendukung fungsi lindung. Agar tercipta pengelolaan Hutan Desa secara berkelanjutan dan lestari
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 pada Hutan Desa Pattaneteang di Desa Pattaneteang Kecamatan Birengere Kabupaten Bantaeng. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk landskap Hutan Desa digunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)Faktor-faktor yang mempengaruhi penutupan Landskap saat ini adalah : Keterbatasan lahan, system pengelolaan, status lahan, ekonomi, dan penutupan awal sebelum warga masuk kedalam Hutan Desa. (2)Mental Model Pengelolaan lahan : a.Masyrakat yang berkebun dibawah tegakan, b. Masyarakat yang berkebun diareal kritis. (3)Penutupan Areal Hutan Desa : a.Hutan Alam yang dimaksdukan pada penelitan ini adalah areal yang vegetasinya masih alami dan pada areal ini umur pohon rata-rata diatas 40 tahunan. Jenis vegetasi yang biasa dijumpai pada areal ini adalah Albisia, galatiri, Damar laki, Damar Gana, Lutuh, Lossongg dan Balanteh. b. Hutan Campuran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Hutan Alam yang disebutkan di atas dan dimanfaatkan oleh warga. Pemanfaatan itu berupa menanam kopi dibawah tegakan, tanpa menebang pohon – pohon yang telah ada dalam hutan tersebut. Pada areal ini tumbuhan kopi rata-rata sudah berumur 10 tahunan. c. Monokultur Kopi yang dimaksukan dalam penelitian ini adalah areal yang tanamannya didominasi kopi dan tumbuhan kayu atau pohon yang digunakan sebagai pohon penaung. Kopi tersebut masih berumur >10 tahunan. Tumbuhan penaungnya seperti Nangka, Jambu batu, Alpokat, Albisia, Kaleandra, Cembang, Mangga, dan Galitiri. Pada areal ini tumbuhan kopi rata sudah berumur 6 tahunan.
(4)Sistem Agroforestri, Tanaman Penutup tanah, dan Rorak perlu diterapkan pada monokultur kopi. Sehingga lapisan strata lebih banyak dan system perakaran hutan yang dalam, serta adanya serasah tanaman yang menutupi permukaan tanah akan lebih baik untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi sesuai tujuan Fungsi Lindung
Perkembangan dan Tantangan (Gs redd+ unas_080713_final)sonny dwi kristanu
Â
REDD+ di Indonesia : Perkembangan dan Tantangan
Gita Syahrani, SH, LL.M
Senior Associate DNC Advocates at Work
Climate Change & Green Investment Desk
Universitas Nasional, Jakarta – 8 Juli 2013
Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaengNaufal Achmad
Â
ABSTRAK
Naufal (M 111 06 016) Studi Landskap Hutan Desa Dalam Mendukung Fungsi Lindung (Studi Kasus Hutan Desa Pattaneteang Kab.Bantaeng), dibawah bimbingan Supratman dan Anwar Umar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi landskap hutan desa di Desa Pattaneteang dari faktor sosial serta melakukan penataan Landskap Hutan Desa yang sesuai dengan tujuan pengelolaan Hutan Lindung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model Landskap untuk pemanfaatan areal hutan desa dengan mempertimbangkan aspek hutan dalam mendukung fungsi lindung. Agar tercipta pengelolaan Hutan Desa secara berkelanjutan dan lestari
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 pada Hutan Desa Pattaneteang di Desa Pattaneteang Kecamatan Birengere Kabupaten Bantaeng. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk landskap Hutan Desa digunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)Faktor-faktor yang mempengaruhi penutupan Landskap saat ini adalah : Keterbatasan lahan, system pengelolaan, status lahan, ekonomi, dan penutupan awal sebelum warga masuk kedalam Hutan Desa. (2)Mental Model Pengelolaan lahan : a.Masyrakat yang berkebun dibawah tegakan, b. Masyarakat yang berkebun diareal kritis. (3)Penutupan Areal Hutan Desa : a.Hutan Alam yang dimaksdukan pada penelitan ini adalah areal yang vegetasinya masih alami dan pada areal ini umur pohon rata-rata diatas 40 tahunan. Jenis vegetasi yang biasa dijumpai pada areal ini adalah Albisia, galatiri, Damar laki, Damar Gana, Lutuh, Lossongg dan Balanteh. b. Hutan Campuran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Hutan Alam yang disebutkan di atas dan dimanfaatkan oleh warga. Pemanfaatan itu berupa menanam kopi dibawah tegakan, tanpa menebang pohon – pohon yang telah ada dalam hutan tersebut. Pada areal ini tumbuhan kopi rata-rata sudah berumur 10 tahunan. c. Monokultur Kopi yang dimaksukan dalam penelitian ini adalah areal yang tanamannya didominasi kopi dan tumbuhan kayu atau pohon yang digunakan sebagai pohon penaung. Kopi tersebut masih berumur >10 tahunan. Tumbuhan penaungnya seperti Nangka, Jambu batu, Alpokat, Albisia, Kaleandra, Cembang, Mangga, dan Galitiri. Pada areal ini tumbuhan kopi rata sudah berumur 6 tahunan.
(4)Sistem Agroforestri, Tanaman Penutup tanah, dan Rorak perlu diterapkan pada monokultur kopi. Sehingga lapisan strata lebih banyak dan system perakaran hutan yang dalam, serta adanya serasah tanaman yang menutupi permukaan tanah akan lebih baik untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi sesuai tujuan Fungsi Lindung
Perkembangan dan Tantangan (Gs redd+ unas_080713_final)sonny dwi kristanu
Â
REDD+ di Indonesia : Perkembangan dan Tantangan
Gita Syahrani, SH, LL.M
Senior Associate DNC Advocates at Work
Climate Change & Green Investment Desk
Universitas Nasional, Jakarta – 8 Juli 2013
Lingkungan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan upaya pembagunan ekonomi. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan dari setiap kegiatan ekonomi terhadap kualitas atau kelestarian lingkungan hidup.
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Â
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Â
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
Fundamental gerakan pramuka merupakan dasar dasar apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pramuka
Fundamental Gerakan Pramuka meliputi :
1. Definisi dari istilah Pramuka, Pendidikan Kepramukaan, Kepramukaan dan Gerakan Pramuka
2. Tujuan Gerakan Pramuka ( Karakter, Keterampilan, Kebangsaan)
3. Kurikulum Pendidikan Kepramukaan ( SKU, SKK, SPG )
4. PDK dan MK (PDK= Prinsip Dasar Kepramukaan , MK= Metode Kepramukaan )
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
6. Pengembangan Karakter SESOSIF
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
8. Indikator Ketercapaian Tujuan ( Happy, Healthy, Helpful, Handycraft )
9. Tujuan Akhir (Hidup Bahagia, Mati Bahagia )
Tentang Fundamental Gerakan Pramuka tersebut dapat dijabarkan sbb :
1. Definisi
a. Pramuka adalah setiap warga negara Indonesia yang secara sukarela aktif dalam pendidikan Kepramukaan serta berusaha mengamalkan Satya Pramuka dan Darma Pramuka.
b. Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
c. Kepramukaan adalah proses pendidikan nonformal di luar lingkungan sekolah dan diluar linkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka denga Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur (SK Kwarnas No. 231 Tahun 2017)
d. Gerakan Pramuka adalah organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan Kepramukaan
b. 8 MK (Metode Kepramukaan), meliputi:
1. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
2. Belajar sambil melakukan;
3. Kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
4. Kegiatan yang menarik dan menantang;
5. Kegiatan di alam terbuka;
6. Kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
7. Penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
8. Satuan terpisah antara putra dan putri.
5. Sistem Among dan Kiasan Dasar
Dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan digunakan Sistem Among.
Sistem Among merupakan proses pendidikan kepramukaan yang membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin, dan mandiri dalam hubungan timbal balik antarmanusia.
Sistem Among memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan diri dengan bimbingan orang dewasa melalui prinsip kepemimpinan sebagai berikut:
Ing ngarso sung tulodo maksudnya di depan menjadi teladan;
Ing madyo mangun karso maksudnya di tengah membangun kemauan; dan
Tutwuri handayani maksudnya di belakang memberi dorongan ke arah kemandirian yang lebih baik.
. Pengembangan Karakter SESOSIF
Di dalam SKU, SKK, dan SPG mengandung inti SESOSIF, yaitu : Spiritual, Emosional, Sosial, Intelektual, dan Fisik.
Yang kesemuanya itu ditumbuhkembangkan dalam diri seorang pramuka. Keterpaduan kelima area pengembangan diri itu akan mengantarkan sang Pramuka menjadi generasi bangsa yang unggul.
7. Ketrampilan Kepramukaan dan Teknik Kepramukaan
Redd & implikasinya terhadap hak hak masyarakat adat &
1. REDD & Implikasinya Terhadap Hak-hak Masyarakat Adat & lokal : Rekomendasi Kebijakan Lokal ANDIKO, SH Dialog Publik Keadilan Iklim “REDD di Indonesia: Peluang dan Tantangannya” Jambi & Kalteng 18 & 21 Januari 2009