Artikel ini membahas pentingnya mengakui tindakan konservasi berbasis area yang efektif selain Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia. Artikel ini juga membahas beberapa contoh tindakan konservasi berbasis area yang efektif, seperti sasi dan MPA (Marine Protected Area), serta tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi tersebut. Artikel ini juga membahas pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam tindakan konservasi dan pentingnya memperhatikan aspek sosial dan ekonomi dalam implementasi tindakan konservasi.
Penulis berpendapat bahwa meskipun MPA penting untuk konservasi laut, namun bukan satu-satunya alat yang efektif. Tindakan lain, seperti konservasi berbasis masyarakat dan sistem pengelolaan tradisional, juga telah berhasil dalam melestarikan ekosistem laut di Indonesia. Para penulis memberikan contoh OECM yang berhasil, seperti sistem sasi laut di Maluku Tenggara Barat dan sistem panglima laut di Pulau Weh.
Artikel ini juga membahas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi laut yang efektif di Indonesia, seperti kurangnya pendanaan, penegakan hukum yang lemah, dan konflik antara tujuan konservasi dan mata pencaharian lokal. Para penulis menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi dan menemukan solusi yang seimbang antara tujuan konservasi dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyMuhammad Kennedy Ginting
Jenis - Jenis Perubahan Hutan merupakan salah satu materi dalam mata kuliah Pengetahuan Lingkungan. Disini akan membahas tentang lignkungan pada saat sekarang.
Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan di IndonesiaPusat kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo berada di Kecamatan Candi, dengan sub pusat kawasan pada Kecamatan Sedati dan Kecamatan Sidoarjo, serta kawasan penyanggah minapolitan berada di kecamatan Waru, Kecamatan Buduran dan Kecamatan Jabon (Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/34/404.1.3.2/2012)
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Artikel ini membahas pentingnya mengakui tindakan konservasi berbasis area yang efektif selain Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia. Artikel ini juga membahas beberapa contoh tindakan konservasi berbasis area yang efektif, seperti sasi dan MPA (Marine Protected Area), serta tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi tersebut. Artikel ini juga membahas pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam tindakan konservasi dan pentingnya memperhatikan aspek sosial dan ekonomi dalam implementasi tindakan konservasi.
Penulis berpendapat bahwa meskipun MPA penting untuk konservasi laut, namun bukan satu-satunya alat yang efektif. Tindakan lain, seperti konservasi berbasis masyarakat dan sistem pengelolaan tradisional, juga telah berhasil dalam melestarikan ekosistem laut di Indonesia. Para penulis memberikan contoh OECM yang berhasil, seperti sistem sasi laut di Maluku Tenggara Barat dan sistem panglima laut di Pulau Weh.
Artikel ini juga membahas tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan tindakan konservasi laut yang efektif di Indonesia, seperti kurangnya pendanaan, penegakan hukum yang lemah, dan konflik antara tujuan konservasi dan mata pencaharian lokal. Para penulis menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam upaya konservasi dan menemukan solusi yang seimbang antara tujuan konservasi dengan kebutuhan masyarakat lokal.
Jenis - Jenis Perubahan Hutan (Pengetahuan Lingkungan) by Muhammad KennedyMuhammad Kennedy Ginting
Jenis - Jenis Perubahan Hutan merupakan salah satu materi dalam mata kuliah Pengetahuan Lingkungan. Disini akan membahas tentang lignkungan pada saat sekarang.
Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan di IndonesiaPusat kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo berada di Kecamatan Candi, dengan sub pusat kawasan pada Kecamatan Sedati dan Kecamatan Sidoarjo, serta kawasan penyanggah minapolitan berada di kecamatan Waru, Kecamatan Buduran dan Kecamatan Jabon (Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/34/404.1.3.2/2012)
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Indonesia mendapatkan pengakuan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atas
keberhasilan menurunkan #sampahplastik di laut hingga 39 persen. Ini bekal yang bagus untuk INC 3 pada bulan November di Nairobi Kenya
Tiga bulan 30 #TPAterbakar, namun sayangnya tidak ada analisis tentang
penyebabnya, maupun rekomendasi pencegahan kebakaran.
#PLTSa #PutriCempo Surakarta sejak 30 Oktpober sudah beroperasi. PLTS
aini adalah salah satu dari 12 lokasi dari program Prioritas Nasional (PSN)
yang tercantum dalam Perpres Nomor 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi #PengolahSampah Menjadi Energi Berbasis #TeknologiRamahLingkungan
Tersiar kabar adanya sejumlah #merekairmineral dalam kemasan yang
terbaik di tanah air. Tetapi sumber informasi tidak jelas uraiannya, alias meragukan
Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan NDCCIFOR-ICRAF
Presented by Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Makalah Desalinasi - Perkembangan Teknologi Desalinasi Air Laut (By. Putri Wi...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Desalinasi (3 SKS), Nama : Putri Widyawati Nur Adimah, NIM : 1310190008, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2022
Lingkungan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan upaya pembagunan ekonomi. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan dari setiap kegiatan ekonomi terhadap kualitas atau kelestarian lingkungan hidup.
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...robert peranginangin
Wilayah pesisir (terutama pulau kecil) sangat rentan terkena dampak dari peningkatan muka air laut. Terendamnya wilayah-wilayah yang merupakan sentra ekonomi akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Untuk menghindari kerugian tersebut perlu pengelolaan pulau-pulau kecil dengan memanfaatkan model spasial dinamik/temporal. Tujuan studi adalah mengembangkan model spasial dinamik/temporal untuk mengkaji kerentanan permukiman penduduk di pulau-pulau kecil. Metode yang digunakan adalah pemodelan sistem dinamik/temporal (SD) dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan identifikasi isu dan kondisi lingkungan di pulau kecil, yaitu Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan penduduk (data sekunder) dan peta dasar Pulau Karimunjawa dan Kemujan. Asumsi yang digunakan pada pemodelan adalah tidak terjadi bencana alam atau musibah yang mengurangi jumlah penduduk, kematian dianggap sebagai kematian normal dengan mengacu umur rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (69 tahun), tidak ada kegiatan reklamasi pantai, tidak ada perubahan ekosistem secara signifikan. Pemodelan spasial dinamik/temporal mengikuti tahapan sesuai dengan prosedur pemodelan. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa bila fraksi sea level rise (SLR) 10 cm per tahun, akan berdampak pada penurunan ketersediaan lahan permukiman. Tinggi kenaikan muka air laut berkisar antara 0,5 meter pada tahun ke-10, hingga mencapai ketinggian kenaikan 5,0 meter pada tahun ke-100. Akibatnya akan terjadi genangan air laut di permukiman penduduk seluas 13,02 ha pada tahun ke-10 danpada tahun ke-100 menjadi 226,5 ha. Diperlukan upaya rekayasa lingkungan, seperti membangun tanggul pantai dan memperbaiki rancangan konstruksi bangunan permukiman, agar dapat mengurangi dampak terhadap ketersediaan lahan permukiman. Kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap penduduk dan permukiman di Pulau Karimunjawa dan Kemujan membutuhkan adanya adaptasi sebagai upaya mitigasi dampak.
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Indonesia mendapatkan pengakuan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atas
keberhasilan menurunkan #sampahplastik di laut hingga 39 persen. Ini bekal yang bagus untuk INC 3 pada bulan November di Nairobi Kenya
Tiga bulan 30 #TPAterbakar, namun sayangnya tidak ada analisis tentang
penyebabnya, maupun rekomendasi pencegahan kebakaran.
#PLTSa #PutriCempo Surakarta sejak 30 Oktpober sudah beroperasi. PLTS
aini adalah salah satu dari 12 lokasi dari program Prioritas Nasional (PSN)
yang tercantum dalam Perpres Nomor 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi #PengolahSampah Menjadi Energi Berbasis #TeknologiRamahLingkungan
Tersiar kabar adanya sejumlah #merekairmineral dalam kemasan yang
terbaik di tanah air. Tetapi sumber informasi tidak jelas uraiannya, alias meragukan
Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan NDCCIFOR-ICRAF
Presented by Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Makalah Desalinasi - Perkembangan Teknologi Desalinasi Air Laut (By. Putri Wi...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Desalinasi (3 SKS), Nama : Putri Widyawati Nur Adimah, NIM : 1310190008, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2022
Lingkungan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan upaya pembagunan ekonomi. Oleh karena itu, banyak hal yang harus dipertimbangkan dari setiap kegiatan ekonomi terhadap kualitas atau kelestarian lingkungan hidup.
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman pend...robert peranginangin
Wilayah pesisir (terutama pulau kecil) sangat rentan terkena dampak dari peningkatan muka air laut. Terendamnya wilayah-wilayah yang merupakan sentra ekonomi akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Untuk menghindari kerugian tersebut perlu pengelolaan pulau-pulau kecil dengan memanfaatkan model spasial dinamik/temporal. Tujuan studi adalah mengembangkan model spasial dinamik/temporal untuk mengkaji kerentanan permukiman penduduk di pulau-pulau kecil. Metode yang digunakan adalah pemodelan sistem dinamik/temporal (SD) dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan identifikasi isu dan kondisi lingkungan di pulau kecil, yaitu Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan penduduk (data sekunder) dan peta dasar Pulau Karimunjawa dan Kemujan. Asumsi yang digunakan pada pemodelan adalah tidak terjadi bencana alam atau musibah yang mengurangi jumlah penduduk, kematian dianggap sebagai kematian normal dengan mengacu umur rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (69 tahun), tidak ada kegiatan reklamasi pantai, tidak ada perubahan ekosistem secara signifikan. Pemodelan spasial dinamik/temporal mengikuti tahapan sesuai dengan prosedur pemodelan. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa bila fraksi sea level rise (SLR) 10 cm per tahun, akan berdampak pada penurunan ketersediaan lahan permukiman. Tinggi kenaikan muka air laut berkisar antara 0,5 meter pada tahun ke-10, hingga mencapai ketinggian kenaikan 5,0 meter pada tahun ke-100. Akibatnya akan terjadi genangan air laut di permukiman penduduk seluas 13,02 ha pada tahun ke-10 danpada tahun ke-100 menjadi 226,5 ha. Diperlukan upaya rekayasa lingkungan, seperti membangun tanggul pantai dan memperbaiki rancangan konstruksi bangunan permukiman, agar dapat mengurangi dampak terhadap ketersediaan lahan permukiman. Kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap penduduk dan permukiman di Pulau Karimunjawa dan Kemujan membutuhkan adanya adaptasi sebagai upaya mitigasi dampak.
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Similar to Policy Brief - Tren dan Nilai Ekonomi Karbon Biru oleh CarbonEthics .pdf (20)
Salinan PP Nomor 25 Tahun 2024. kumparanNews, kumparan.com
Policy Brief - Tren dan Nilai Ekonomi Karbon Biru oleh CarbonEthics .pdf
1. Kajian ini dibuat oleh Tim Advokasi dan Kebijakan CarbonEthics
POLICY PAPER
POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF
EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA
KRISIS IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA
DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU
GLOBAL
2. POLICY PAPER
POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI
MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI KARBON BIRU
INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
Maret, 26, 2022
Tanggal Publikasi: Maret, 26, 2022
Penulis: Policy and Advocacy Team - CarbonEthics
Penanggung Jawab: CarbonEthics
Ikhtisar: 1. Mengapa Karbon Biru?
2. Fact Sheet: Potensi Karbon Biru Indonesia
3. Tren Karbon Biru dalam Pasar Karbon Global, Proyek
Karbon, dan Pendanaan Iklim
4. Identifikasi Kebijakan Karbon Biru di Indonesia
5. Rekomendasi: Peran Kebijakan Pesisir dalam Mendukung
Karbon Biru
Cover Photo
Pembibitan Mangrove di Kepulauan Seribu oleh CarbonEthics
3. 1 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
1. MENGAPA KARBON BIRU?
Meskipun istilah karbon biru (blue carbon) terdengar asing oleh masyarakat pesisir di Indonesia,
namun dengan panjang pesisir yang mencapai 95.181 km serta jumlah pulau yang mencapai
17.504,1 tentunya ekosistem pesisir seperti bakau (mangrove), padang lamun, dan lahan basah
lainnya bukanlah objek yang asing. Salah satu masyarakat bernama Pak Mulyadi yang
merupakan mitra Penulis sempat bercerita, “saya tidak tahu apakah ini ada hubungan atau
tidak, tapi sejak berkurangnya hutan bakau di wilayah ini, kami merasa ada penurunan atas
hasil tangkapan ikan, udang, dan kepiting. Selain itu saya lihat jarak bibir pantai dengan rumah
juga semakin dekat. Sebenarnya saya ingin mempertahankan hutan bakau tapi tidak semua
orang menyetujuinya. Ini dilema bagi saya karena masyarakat tidak melihat ada manfaat
langsung hutan bakau.”2
Keresahan Pak Mulyadi terkait degradasi ekosistem bakau juga pernah disinggung oleh
Pemerintah Indonesia di forum internasional. Pada COP 24 Bonn, Indonesia menjadi salah satu
promotor utama yang mengusung blue carbon sebagai salah satu program strategis
penanggulangan perubahan iklim. Berdasarkan pertemuan awal pada forum Ocean Pathway
Partnership, Indonesia bersama negara rekanan menyampaikan usulan agar karbon biru masuk
kedalam update Nationally Determined Contributions (NDC) baik untuk aksi mitigasi maupun
adaptasi. Usaha ini menjadi pencetus diselenggarakannya COP 25 yang dikenal sebagai Blue
COP karena mengangkat tema pentingnya posisi sumber daya laut dan pesisir sebagai bagian
dalam kebijakan penanggulangan krisis iklim. Pada update NDC terakhir di tahun 2021,
Indonesia juga telah memasukkan elemen kelautan sebagai kerangka adaptasi perubahan iklim
nasional.3 Selain itu RPJMN 2020-2024 secara eksplisit telah menyinggung terminologi “blue
carbon” yang diselaraskan ke dalam program prioritas pembangunan rendah karbon pada
wilayah pesisir.
Ekosistem karbon biru sebenarnya telah memiliki sejarah cukup panjang di Indonesia. Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, memiliki menjadi
menjadi power house dalam mempromosikan karbon biru di global.4 Indonesia juga memiliki
3.5 juta ha Hutan mangrove yang setara dengan hampir seperempat jumlah mangrove di dunia.
Luas tersebut diklaim mampu menyimpan hingga 17% cadangan blue carbon dunia.5 Selain itu
Indonesia memiliki banyak keanekaragaman ekosistem pesisir yang belum terinventarisasi
secara rinci seperti rawa payau, padang lamun, alga, dan lainnya.
1 Data Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia pada Siaran Pers No. SP204/SJ.04/VIII/2019 tentang Laut Masa Depan
Bangsa, Mari Kita Jaga Bersama.
2 Dokumentasi wawancara CarbonEthics dengan Masyarakat Pulau Bintan.
3 Indonesia Submission on the Document of Updated Nationally Determined Contribution (NDC) and Document of Long-term strategy on
Low Carbon and Climate Resilience 2050.
4 Data World Population Review tahun 2022.
5 BAPPENAS pada National Blue Carbon Workshop 2020.
4. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 2
Akan tetapi, perubahan iklim secara tidak sadar telah mengubah wajah geomorfologi pesisir di
Indonesia dengan ancaman kenaikan muka air laut, abrasi disertai kerusakan infrastruktur
wilayah pesisir, turunnya produktivitas nelayan, pemutihan terumbu karang, dan ancaman
lainnya. Ancaman ini diperkirakan akan memberikan dampak langsung pada 1,69 juta nelayan
serta 2.8 juta masyarakat pesisir lainnya. 6 Oleh sebab itu terdapat urgensi untuk
mengembangkan kebijakan pesisir yang memperhatikan daya dukung lingkungan serta
perubahan iklim. Kebijakan ini juga sebisa mungkin tidak hanya bersifat restorasi dan
penambahan infrastruktur, namun juga harus memperhatikan kerangka pendanaan perubahan
iklim sebagai instrumen baru untuk menciptakan peluang ekonomi di kawasan pesisir.
Harapannya potensi ekonomi baru ini dapat menjadi transisi kegiatan ekonomi pesisir yang saat
ini yang memiliki karakter ekstraktif menuju ekonomi biru yang berkelanjutan.
Kertas kebijakan ini akan memberikan uraian umum terkait dengan pengelolaan karbon biru
khususnya kondisi pasar, potensi, hambatan, kebijakan serta rekomendasi yang dapat
dilakukan oleh pemerintah. Penulis menggunakan metode kualitatif dari data bersumber dari
penelitian-penelitian beserta riset yang telah dilakukan oleh peneliti. Untuk melengkapi kajian
ini, peneliti akan menambahkan beberapa temuan yang didapatkan secara praktis di lapangan.
Peneliti berharap temuan dalam penelitian ini dapat menjadi dukungan bagi pemerintah untuk
merebut momentum perubahan iklim.
6 BAPPENAS, 2020, Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir tahun 2020, hlm 33-47.
5. 3 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
2. FACT SHEET: POTENSI KARBON BIRU INDONESIA
Bagaimana potensi karbon biru dapat mendukung Indonesia sebagai digdaya baru
dalam penanggulangan perubahan Iklim sektor pesisir?
Meskipun ekosistem pesisir hanya menutupi dua persen dari luas wilayah global, ekosistem ini
sepuluh kali lebih efektif dalam menyerap karbon dioksida per area per tahun dibanding
ekosistem darat seperti hutan boreal, subtropis, atau tropis. 7 Ekosistem pesisir meliputi
ekosistem terumbu karang, mangrove, lamun dan lainnya. Terumbu karang dapat menghasilkan
7-15% produksi global kalsium karbonat yang dapat berkontribusi dalam penyerapan karbon.8
Sedangkan lamun memiliki kemampuan menyerap 10% dari seluruh karbon yang ada di lautan
setiap tahunnya dan dapat menyimpan karbon 35 kali lebih cepat daripada hutan tropis untuk
diendapkan selama ribuan tahun pada sedimen di dasar laut. 9 Penyerapan karbon oleh
ekosistem lamun di Indonesia diperkirakan mencapai 5,62 - 8,40 ton karbon per hektar per
tahun,10 dengan kata lain dua kali lebih tinggi dari rata-rata global, yaitu 2,78 tonC/ha/y.11
Potensi ini mengingat luas padang lamun di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia
Tenggara dan berpotensi menjadi salah satu yang terbesar di dunia.12 Jika dikombinasikan
dengan ekosistem mangrove, Indonesia diproyeksikan memiliki sekitar 17% dari karbon biru
dunia.13 Menariknya berdasarkan penelitian yang ada, satu hektar rawa pesisir yang utuh dapat
menyerap karbon yang dikeluarkan 488 mobil di jalan raya Amerika Serikat setiap tahunnya.14
Meskipun potensi karbon biru Indonesia mampu memperlambat pemanasan global, manfaat
tersebut hanyalah salah satu dari banyak manfaat penting lainnya seperti perlindungan garis
pantai, peningkatan kualitas air, produk kayu, dan makanan laut. Dalam konteks perlindungan
pantai misalnya, lamun dapat meredam gelombang, mengurangi energi gelombang yang
mencapai garis pantai di belakangnya. Stabilisasi sedimen oleh akar dan rimpang lamun, serta
serasahnya yang mencapai pantai berperan penting untuk mengendalikan erosi pantai.15 Begitu
juga dengan mangrove di mana akar-akarnya juga dapat mengurangi energi gelombang yang
mencapai pantai sehingga mengurangi dampak gelombang badai yang merupakan salah satu
konsekuensi dari perubahan iklim terhadap komunitas pesisir.16 Mangrove setinggi 2 meter
7 Mcleod, E., et. al, 2011, “A blueprint for blue carbon: toward an improved understanding of the role of vegetated coastal habitats in
sequestering CO2”, Frontiers in Ecology and the Environment, 9(10), hlm.552-560.
8 Zarate-Barrera, T.G. dan Maldonado, J.H., 2015, “Valuing blue carbon: carbon sequestration benefits provided by the marine protected
areas in Colombia”, PloS one, 10(5), hlm. 0126627.
9 The Blue Carbon Initiative, About Blue Carbon, dapat diakses melalui: https://www.thebluecarboninitiative.org/about-blue-carbon
10 Wahyudi, et al., 2018
11 Duarte, C.M., et al., 2013, “Theroleof coastal plantcommunities forclimatechangemitigationandadaptation”, Natureclimatechange,
3(11), hlm.961-968.
12 Thorhaug, A., et al., 2020, “Coastal and estuarine blue carbon stocks in the greater Southeast Asia region: Seagrasses and mangroves
per nation and sum of total”,Marine Pollution Bulletin, 160, hlm.111168.
13 Alongi, D.M., et al., 2016, “Indonesia’s blue carbon: a globally significant and vulnerable sink for seagrass and mangrove carbon”,
Wetlands Ecology and Management, 24(1), hlm.3-13.
14 Berdasarkan penelitian U.S. Environmental Protection Agency tahun 2005.
15 Barbier, E.B., et al., 2011, “The value of estuarine and coastal ecosystem services”, Ecological monographs, 81(2), pp.169-193.
16 ibid.
6. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 4
dapat mengurangi tinggi gelombang sebesar 90%, lebih efektif dari rawa asin yang
membutuhkan permukaan gambut setinggi 17 meter untuk dapat memberi dampak yang
sama,17 apalagi jika dibandingkan dengan tanggul buatan. Sebagai contoh pembangunan
tanggul laut di pesisir Jakarta yang dikenal dengan proyek National Capital Integrated Coastal
Development (NCICD) membutuhkan nilai investasi mencapai 5.6 triliun rupiah.18
Berapa Nilai Karbon Biru Indonesia?
Indonesia memiliki potensi karbon yang sangat besar, setara 3,14 miliar tonC di Mangrove dan
0,39 miliar tonC di Lamun yang setara dengan 17% dari karbon biru dunia. Meskipun demikian,
dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia sudah kehilangan 40% dari total Mangrove yang
ada. Hal ini menyebabkan adanya emisi tahunan sebesar 0,07 - 0,21 Pg CO2. Secara umum
emisi dari sektor karbon biru dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada
skala global sekitar US$ 6-42 Miliar per tahun. Tentunya pengurangan emisi sektor karbon biru
dapat menjadi salah satu potensi pendapatan bagi Indonesia. Hasil penelitian CIFOR
menunjukan bahwa dengan mitigasi tinggi melalui karbon biru (estimasi 150 juta ton CO2 per
tahun) disandingkan dengan harga karbon pada European Union Emission Trading System (ETS)
sebesar US$ 20 per ton CO2, maka Indonesia berpotensi memperoleh lebih dari US$ 3 miliar
setiap tahunnya.19
Selain proyek pembangunan dan restorasi ekosistem pesisir untuk mitigasi perubahan iklim,
masyarakat internasional juga telah mulai mengevaluasi bagaimana ekosistem karbon biru
dapat lebih diakomodir secara efektif ke dalam kerangka kebijakan iklim yang sudah ada,
termasuk mekanisme pendanaan karbon melalui Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation (REDD+) dan mekanisme UNFCCC lainnya.20 Selain itu ekosistem karbon biru
juga memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian masyarakat pesisir terutama
peran mangrove dalam mina hutan. Mangrove yang direstorasi masyarakat desa Klamana,
Papua Barat dianggap telah meningkatkan hasil dari kegiatan perikanan karena dapat menjadi
lokasi pembenihan ikan, sehingga lebih banyak mangrove dapat meningkatkan jumlah ikan
yang dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat pesisir. 21 Restorasi ini juga terbukti
mencegah masyarakat setempat mengambil karang sebagai alternatif pendapatan, sehingga
ekosistem terumbu karang tersebut menjadi terjaga dan mampu menyediakan lebih banyak
17 PBSO NewsHour, 2019, Climate change pushes Florida’s mangroves north, diakses melalui
https://www.pbs.org/newshour/show/climate-change-pushes-floridas-mangroves-north
18 Data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, diakses melalui https://kppip.go.id/proyek-prioritas/air-dan-
sanitasi/tanggul-laut/
19 The Jakarta Post, 2021, Mangrove Rehabilitation Provides Income for Residents of West Papua During Pandemic, diakses melalui:
https://www.thejakartapost.com/news/2021/10/08/mangrove-rehabilitation-provides-income-for-residents-of-west-papua-during-
pandemic.html
20 Herr, D., et al., 2012. Blue carbon policy framework 2.0: based on the discussion of the International Blue Carbon Policy Working Group.
IUCN.
21The Jakarta Post, 2021, Mangrove Rehabilitation Provides Income for Residents of West Papua During Pandemic, diakses melalui:
https://www.thejakartapost.com/news/2021/10/08/mangrove-rehabilitation-provides-income-for-residents-of-west-papua-during-
pandemic.html
7. 5 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
hasil tangkapan ikan.22 Peningkatan ekosistem ini juga mampu menopang oleh kelangsungan
habitat karang dan mangrove, lamun dapat mendukung kehidupan 40,000 ikan dan 50 juta
invertebrata kecil per acre, dan biasanya ada sekitar 10 hingga ratusan jenis hewan yang tinggal
di ekosistem lamun yang sehat23. Keberadaan ekosistem karbon biru ini juga dapat memiliki
potensi sebagai kawasan wisata yang dapat menghasilkan nilai ekonomi sekitar Rp
21,075,250/ha/tahun atau setara dengan Rp. 8,6 juta rupiah per kepala keluarga jika dikelola
dengan baik.
22 National Oceanic and Atmospheric Administration, 2019, Coral Reef Ecosystem, diakses melalui:
https://www.noaa.gov/education/resource-collections/marine-life/coral-reef-ecosystems
23 Smithsonian, 2018, Seagrass and Seagrass Beds, diakses melalui: https://ocean.si.edu/ocean-life/plants-algae/seagrass-and-
seagrass-beds
8. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 6
3. TREN KARBON BIRU DALAM PASAR KARBON GLOBAL,
PROYEK KARBON, DAN PENDANAAN IKLIM
Perkembangan Infrastruktur Perdagangan Karbon Biru Global
Meskipun perdagangan karbon karbon biru pada skala domestik terbilang belum populer,
beberapa carbon crediting standart telah meluncurkan sertifikasi kredit khusus bagi proyek
karbon biru. Situasi ini didorong sejak IPCC memperkenalkan standar akuntansi karbon biru
pada tahun 2013.24 Sebagai contoh, Verra sebagai perusahaan sertifikasi pengurangan emisi
karbon ternama skala global, melakukan registrasi proyek konservasi blue carbon pertama
mereka di Kolombia pada tahun 2020.25 Sampai saat ini Verra sudah menerbitkan 970,000
kredit karbon untuk proyek blue carbon. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah dengan
bertambahnya proyek blue carbon secara drastis dengan satu proyek diperkirakan dapat
menyerap jutaan ton CO2 ekuivalen setiap tahunnya.26 Selain itu juga terdapat proyek blue
carbon di negara Kenya yang merambah ke ranah pasar karbon sukarela melalui sertifikasi Plan
Vivo, dimana proyek ini telah memberikan manfaat kepada masyarakat dari hasil penjualan
kredit karbon sejak tahun 201427. Offset karbon dari sektor blue carbon juga memiliki potensi
yang cukup besar, sebagai contoh institusi bernama Cooleeffect.org yang berbasis di Amerika
Serikat menetapkan harga US$ 23 untuk setiap ton CO2 dan berfokus pada kegiatan menjaga
dan membangun kembali ekosistem pesisir.28
Perdagangan karbon biru awalnya didesain sebagai mekanisme insentif untuk mencegah
terjadinya degradasi serta konversi kawasan pesisir. Namun pada perkembangannya proyek-
proyek karbon biru juga mengkaji keekonomian disamping pada aspek lingkungan atau
ekonomi secara luas. Dari aspek positif yang dimilikinya, proyek karbon biru tentunya memiliki
implikasi bagi kondisi ekonomi pesisir yang bergantung pada perikanan, salah satu yang paling
besar adalah sektor tambak dan budidaya perikanan. Untuk berinvestasi dalam konservasi
sumber daya dan menggantikan kondisi tambak, tentunya proyek karbon biru harus memiliki
penghasilan yang menjanjikan. Sebagai contoh kasus adalah budidaya tambak udang yang
menjadi salah satu penyebab konversi lahan mangrove.29 Pendapatan dari industri ini secara
global berkisar dari 7 juta hingga 360 juta per hektar dengan rata-rata sekitar 60 juta per hektar
per tahun. Ini berarti bahwa untuk mengganti pendapatan dari dari industri ini, penghasilan yang
didapat dari perdagangan karbon harus melewati harga tersebut. Dengan kata lain untuk
24 Hiraishi et al., 2014, 2013 Supplement to the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Wetlands, Switzerland,
IPCC.
25 https://verra.org/press-release-verra-has-registered-its-first-blue-carbon-conservation-project/
26 https://e360.yale.edu/features/why-the-market-for-blue-carbon-credits-may-be-poised-to-take-off
27 https://www.planvivo.org/mikoko-pamoja
28 https://www.cooleffect.org/project/sea-of-change
29 Tambak udang berperan dalam mempercepat laju kerusakan hutan mangrove di Indonesia dengan rata-rata 58 ribu hektar per tahun
(Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2018)
9. 7 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
mengganti pendapatan dari petani tambak, maka harga karbon harus mencapai setidaknya
US$15 hingga US$20 per hektar.30
Proyek Karbon Global: Wajah Ekonomi Baru di Wilayah Pesisir
Beberapa negara telah memulai proyek karbon biru untuk mendukung agenda perubahan iklim
dan menciptakan model ekonomi baru bagi masyarakat pesisir. Proyek ini tidak selalu dilakukan
di hutan mangrove, bebebera juga dapat dilakukan pada kawasan rawa pesisir, delta, hutan
hujan laut (kelp), dan ekosistem pesisir lainnya. Indonesia tercatat telah memulai beberapa
proyek karbon secara voluntary dengan skema pembayaran jasa lingkungan dan clean
development mechanism (CDM), namun jumlahnya sangat sedikit dan belum terdokumentasi
dengan baik. Oleh sebab itu pada kajian kali ini penulis akan memaparkan beberapa
perbandingan proyek karbon biru yang menarik dan telah berjalan di beberapa negara.
Perbandingan beberapa proyek karbon biru pada narasi selanjutnya hanya bertujuan untuk
menunjukan potensi ekonomi baru di beberapa negara jika implementasi perdagangan karbon
biru dikelola dengan baik.
Jepang: Yokohama Blue Carbon Project
Yokohama merupakan salah satu kota di Jepang yang terletak di Teluk Tokyo dan langsung
berbatasan dengan garis pantai Samudra Pasifik Jepang. Kota ini merupakan anggota dari Cities
Climate Leadership Group (C40) yang juga diikuti oleh Jakarta. Yokohama sudah memulai proyek
karbon biru sejak tahun 2014 dengan mengandalkan ekosistem perairan dangkal (SCE) yang
dikombinasikan dengan pengelolaan marine energy dan biomassa untuk menyerap Co2.
Pemerintah juga menyesuaikan kebijakan dengan memasukkan proyek ini kedalam Yokohama
City Action Plan for Global Warming Countermeasures. Selain itu pada tahun 2017, pemerintah
kota Yokohama membuat metodologi khusus sektor kelautan yang diimplementasikan pada
pada kapal tunda secara bertahap.
Proyek Yokohama merupakan proyek karbon biru perintis dan saat ini menjadi salah satu dari 3
(tiga) proyek karbon biru di jepang. Jika umumnya proyek karbon dilakukan pada hutan
mangrove, Proyek Yokohama justru dilaksanakan pada padang lamun, macroalgal beds, dan
macroalgae aquaculture. Pada tahun 2020 proyek ini berhasil mencatatkan pendapatan bersih
sekitar 650 juta rupiah dari penjualan karbon sebesar 120.3 t CO2. Proyek ini mendorong
dicetusnya dua proyek karbon biru lainnya di Jepang yakno Fukuoka BC Credit (2019) dan J-Blue
Credit (2021).
30 Daniel M. Analogi, 2017, Blue Carbon Coastal Sequestration for Climate Change Mitigation 2, hlm. 40
10. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 8
Kenya: Mikoko Pamoja Project31
Mikoko Pamoja merupakan proyek karbon biru yang diimplementasikan pada 117 hektar hutan
mangrove yang berlokasi di teluk Gazi, Kenya. Proyek ini diinisiasi karena tingginya konversi
hutan mangrove yang disebabkan 80% masyarakat melakukan aktivitas tambak dan
menggunakan kayu dari hutan mangrove sebagai material bangunan. Menariknya proyek ini
dikelola oleh masyarakat dengan pendanaan jasa lingkungan dari pasar sukarela pada lembaga
sertifikasi karbon “Plan Vivo”. Oleh sebab itu proyek ini terkenal sebagai proyek karbon biru
pertama di dunia yang dikelola oleh masyarakat.
Proyek ini pada awalnya didukung oleh Kenya National Marine Fisheries Research Institute
(KMFRI) dan organisasi dari Inggris dan amerika serikat. Pada tahun 2015, Plan vivo telah
menerbitkan serta berhasil menjual 2,215 kredit karbon yang berasal dari proyek mikoko
pamoja dengan rentang harga 6.50 USD - 10.00 USD. Rata-rata per tahunnya proyek ini dapat
menghasilkan kurang lebih $12,500 USD yang seluruhnya diserahkan kepada masyarakat untuk
dikelola. Karbon yang dihitung pada proyek ini hanyalah karbon yang terkandung dalam
mangrovenya, sementara karbon pada tanah dikecualikan mengingat lahan tersebut
merupakan hutan nasional yang dimiliki oleh negara.
India: Sundarbans Mangrove Restoration Project32
Sundarbans merupakan wilayah kepulauan yang tersebar di wilayah benggala barat India.
Wilayah ini sebelumnya kehilangan lebih dari 28% tutupan lahan dalam kurun waktu 40 tahun
terakhir disebabkan lonjakan penduduk dan maraknya tambak udang. Proyek karbon biru ini
bertujuan untuk merestorasi wilayah sundarbans melalui penanaman 6,000 hektar mangrove
yang dapat menyerap karbon sebesar 51,249 tCO2eq per tahunnya. Proyek ini dimulai sejak
tahun 2010 dan akan berakhir pada tahun 2030. 33 Proyek restorasi ini memiliki target
penanaman 6000 ha mangrove selama tiga tahun yang diproyeksikan akan menyimpan
700.000 ton karbon selama 20 tahun. Sejauh ini, penanaman dan restorasi mangrove proyek
ini jika digabungkan telah mencapai 5600 ha, dan jumlah karbon yang diserap hampir tiga kali
lipat dari jumlah yang diharapkan.
Proyek sundarbans disertifikasi oleh VCS dibawah kerangka Afforestation, Reforestation, and
Restoration (ARR). Karbon kredit telah dikeluarkan pertama kali pada bulan September tahun
2015. Proyek ini telah menjadi lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar yang bertugas
sebagai “Teman Hutan”. Mereka yang melakukan penanaman atau petani bakau biasanya
bekerja selama sekitar 4 jam sehari saat air surut dan mendapat upah sekitar 500-600 ribu
rupiah per bulan. Manajer proyek di proyek dapat dibayar sekitar 1,2 juta rupiah per bulan dan
petugas lapangan sekitar 2.5 juta per bulan. Dampak ekonomi ini juga tidak hanya dirasakan
31 Lindsay Wylie, et.al, Keys to successful blue carbon projects: Lessons learned from global case studies, Marine Policies 65 (2016) hlm.
78-79
32 Lindsay Wylie, et.al, Keys to successful blue carbon projects: Lessons learned from global case studies, Marine Policies 65 (2016) hlm.
80-81
33 https://www.reddprojectsdatabase.org/view/project.php?id=603
11. 9 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
oleh “Teman Hutan” melainkan juga membibit mangrove. Mereka yang membesarkan bibit
dibayar per anakan. Harga sampai saat ini berkisar antara 100-500 rupiah per anakan,
tergantung pada spesies (yaitu, Avicennia, Ceriops, Rhizophora, Hereteira, Excoecaria) dengan
total 0,8 juta anakan sudah ditanam pada tahun 2016.
Sumber Pendanaan Proyek Karbon Biru
Proyek karbon biru saat ini sudah mendapat dukungan pendanaan yang dapat berasal dari
anggaran negara, pengembangan pilot project, private, dan hasil transaksi perdagangan karbon.
Namun pada beberapa proyek karbon yang ada, pemerintah atau lembaga lain biasanya
memberikan dukungan finansial pada tahap awal pengembangan proyek, sebelum kredit
karbon dapat dijual. Tabel dibawah mengidentifikasi beberapa jenis aktivitas/proyek karbon biru
beserta dengan potensi sumber pendanaannya:34
No. Proyek Tempat
Pelaksanaan
Sumber
pendanaan
Sifat
Manfaat
1 NAMAs/NAPAs35 D DO, I R
2. Climate-related ODA36 D I R
3. Bilateral or Multilateral Activities37 D, DV DO, I R
4. REDD+38 D I F
5. Voluntary Offsets 39 D, DV P R, F
6. Compliance Offsets (CDM or Paris
Agreement)40
D P F
7. Domestic Compliance Offset (Pajak
Karbon, Emission Trading System)41
D, DV P R
34 Daniel M. Analogi, 2017, Blue Carbon Coastal Sequestration for Climate Change Mitigation 2,
35 Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs) merupakan komitmen yang dilaksanakan oleh
berkembang berdasarkan kerangka UNFCCC. Sementara itu National Adaptation Programmes of Action (NAPAs), merupakan NAMAs yang
berlaku pada beberapa negara berkembang khusus namun Indonesia tidak termasuk didalamnya.
36 Official Development Assistant (ODA) merupakan bagian dari bantuan Pembangunan OECD yang mempromosikan dan secara khusus
menargetkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan negara-negara berkembang, termasuk terkait dengan agenda perubahan iklim.
37 Perjanjian antara dua (bilateral) atau beberapa (multilateral) negara untuk membiayai proyek karbon biru.
38 REDD+ merupakan akronim dari Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (plus: role of conservation, sustainable
management of forest carbon stocks in developing countries). REDD+ adalah langkah-langkah yang didesain untuk menggunakan insentif
keuangan guna mengurangi emisi dari gas rumah kaca, deforestasi, dan degradasi hutan. REDD+ mencakup juga hutan mangrove dan
ekosistem pesisir.
39 Offset emisi secara sukarela baik dari pasar domestik maupun internasional
40 Offset juga dapat dilakukan oleh negara melalui skema Clean Development Mechanism untuk mencapai target NDC nya
41 Indonesia baru saja memperkenalkan instrumen nilai ekonomi karbon yang didalamnya memuat batas atas emisi untuk perdagangan
karbon wajib dan pajak karbon. Dua instrumen ini dapat menjadi salah satu pendanaan yang menjanjikan bagi proyek karbon di Indonesia.
12. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 10
8. CSR Project42 D, DV P R
9. Others (Green Bonds, Sukuk, etc)43 D, DV DO, I, P R
Catatan:
D: Negara Berkembang
DV: Negara Maju
DO: Domestic Public Finance (APBN/APBD)
I: International Public Finance (Pendanaan Publik dari negara lain atau organisasi publik
internasional)
P: Private (Swasta)
R: Remain (Tetap)
F: Flows (Mengalir)
42 Proyek tanggung jawab sosial perusahaan merupakan skema voluntary namun saat ini cukup mengambil peran dalam rehabilitasi
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
43 Pendanaan lain disini merupakan instrumen pasar uang yang digunakan untuk mengembangakan proyek-proyek iklim skala besar dan
kompleks. Beberapa instrumen ini telah digunakan beberapa proyek energi terbarukan di Indonesia.
13. 11 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
4. IDENTIFIKASI KEBIJAKAN KARBON BIRU DI INDONESIA
Meskipun secara internasional sudah terdapat beberapa mekanisme akuntansi dan
pengkreditan khusus karbon biru, namun standar tersebut disusun sesuai kebutuhan pasar yang
umum sehingga tidak didesain untuk mengakomodasi kompleksitas keadaan sosial dan sistem
ekologis secara spesifik.44 Oleh sebab itu peran negara sangat diperlukan untuk menjembatani
potensi ekonomi karbon biru melalui perumusan peraturan yang suportif.
No. Kebijakan
Peraturan
Menyebut
“karbon biru”
Penjelasan, Program, dan/atau Aksi
terkait
Pemangku
kepentingan
program
1 NDC Implisit Lautan sebagai elemen baru yang
dielaborasi dalam kerangka adaptasi
melalui perlindungan wilayah pesisir
melalui 2 strategi
Strategi 1 - memasukkan adaptasi
sebagai kebijakan dan program
wilayah pesisir dan lautan: adaptasi
berbasis ekosistem, pengelolaan
mangrove terintegrasi, pengendalian
pencemaran dan sampah plastik di
laut
Strategi 2 pengembangan zona pesisir
tangguh iklim: peningkatan kesadaran
publik, restorasi kawasan pesisir,
peningkatan mata pencaharian
masyarakat wilayah pesisir
Tidak Dirujuk
Spesifik
Pemerintah
Pusat (seluruh
instansi terkait
dikoordinasikan
Kementerian
LHK)
2. Medium
Term 2021-
2024
Eksplisit Menjadi Bagian dari prioritas
pembangunan rendah karbon melalui
inventarisasi dan rehabilitasi
ekosistem pesisir dan kelautan.
target penurunan emisi gas rumah
kaca terhadap baseline pada sektor
pesisir dan kelautan (target tahun
Tidak Dirujuk
Spesifik
44 Daniel M. Analogi, 2017, Op.Cit, hlm. 43
14. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 12
2024: 7,3%)
Luas pemulihan ekosistem mangrove
dan pantai 50.000 ha pada tahun
2024
Pemulihan kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil yang dipulihkan sebanyak
26 lokasi pada 2024
Persentase penurunan potensi
kehilangan PDB akibat bahaya iklim di
sektor kelautan dan pesisir 0,732%
PDB pada tahun 2024.
3. Long-Term
Strategy for
Low Carbon
and Climate
Change
Eksplisit Kegiatan berbasis pesisir dan laut
menjadi bagian
Program pemulihan COVID-19, yang
mencakup penanaman mangrove
seluas 15 ribu hektar restorasi
terumbu karang seluas 50 hektar di
kawasan wisata bahari di Bali pada
2020.
Tidak Dirujuk
Spesifik
4. Rencana
Aksi
Kebijakan
Kelautan
Indonesia
2021-2025
Implisit Inventarisasi dan rehabilitasi ekosistem
pesisir dan kelautan termasuk program
penanaman mangrove
Tersedianya Ahli Bidang Sekuestrasi
Karbon pada Lamun dan Ahli Bidang
Monitoring tfiumbu karang dan
ekosistem laut.
KKP, BRIN
5. Perpres
NEK
(Perpres 98
Tahun
2021)
Eksplisit Mitigasi Perubahan Iklim untuk Sektor
kelautan atau blue carbon
dilaksanakan oleh KKP.
Kebijakan Sektor kelautan atau blue
carbon dilaksanakan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan dapat dipertimbangkan
dalam Aksi Mitigasi Perubahan iklim
Sektor lain untuk Sektor kelautan atau
Kementerian KKP
15. 13 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
blue carbon dalam rangka pencapaian
target NDC.
Meskipun hasil identifikasi kebijakan diatas menunjukan referensi atas karbon biru belum
banyak, akan tetapi hal ini menjadi wajar mengingat pengaturan blue carbon di Indonesia
sangatlah sektoral dan melibatkan beberapa lembaga. Namun menariknya secara jelas KKP
tidak hanya diamanatkan untuk sektor adaptasi melainkan juga mitigas perubahan iklim. Hal
ini sejalan dengan penerbitan Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia 2021-2025 yang
telah mengidentifikasi penyimpanan karbon sebagai salah satu indikator penting.
16. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 14
5. REKOMENDASI: PERAN KEBIJAKAN PESISIR DALAM
MENDUKUNG KARBON BIRU
Pelaksanaan aktivitas penanggulangan iklim sektor pesisir atau dikenal karbon biru merupakan
merupakan isu lintas sektoral. Keunikan karena lintas sektoral ini dapat menjadi tantangan
tersendiri sehingga melakukan identifikasi dan sinkronisasi kewenangan atas lembaga menjadi
penting. Paradigma pengelolaan iklim sektor pesisir juga mengalami perkembangan dari yang
sebelumnya hanya berfokus pada adaptasi kemudian juga memasukkan agenda mitigasi.
Dengan nilai ekonomi karbon biru pada pesisir yang berlimpah, momen ini dapat direbut oleh
pemerintah untuk menciptakan ekonomi biru yang berkelanjutan. Potensi ekonomi ini dapat
dimaknai secara holistik di mana masyarakat mendapatkan mata pencaharian baru yang tidak
lagi destruktif, pemerintah tetap mendapatkan penerimaan negara, dan agenda iklim tetap
berjalan secara bersamaan.
Berikut beberapa rekomendasi sederhana yang dapat direkomendasikan penulis:
1. Mendukung pengembangan karbon biru melalui pembentukan payung hukum khusus
karbon biru untuk mengakomodir 3 (tiga) prioritas issue sebagai berikut:
a. melakukan integrasi kewenangan masing-masing instansi pemerintah untuk
menemukan ruang pengaturan yang efektif dalam rangka mencegah konflik tenurial dan
overlapping perizinan pada kawasan pesisir sehubungan dengan implementasi proyek
karbon biru;
b. memasukan proyek karbon biru secara eksplisit pada dokumen perencanaan (roadmap,
rencana aksi, rencana zonasi, dan terkait lainnya) pada tingkat nasional dan tingkat
daerah, dalam rangka menjamin keberlanjutan proyek karbon biru; dan
c. mengidentifikasi dan/atau memperbesar alokasi anggaran baik dari anggaran negara
(APBN/APBD) atau akses pendanaan lainnya untuk mendukung proyek karbon biru
terutama pada tahun-tahun awal pengembangan proyek karbon biru di Indonesia.
2. Melakukan identifikasi, peluncuran terminologi baru serta peningkatan kapasitas bagi
lapangan pekerjaan baru yang muncul dari era krisis iklim khususnya untuk pekerja proyek
karbon biru termasuk, petani bakau, plant nursery, sahabat hutan, dan potensi-potensi
pekerjaan baru lainnya.
3. Mengutamakan pendekatan scientific dan community based employment dalam perumusan
kebijakan restorasi, memperkenalkan teknologi untuk mendukung keberhasilan restorasi
ekosistem karbon biru, serta membuat kerangka penghitungan karbon biru serta emisi
sektor kelautan, dalam rangka menghadirkan data-base serta informasi terintegrasi.
4. Peningkatan status hutan mangrove sebagai hutan lindung atau Kawasan Ekosistem
Esensial untuk menghindari terjadinya alih lahan serta sebagai alternatif kebijakan
moratorium.
5. Diversifikasi ekonomi dari karbon biru.
17. 15 | POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS
IKLIM: NILAI KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
REFERENSI
Publikasi
A’an, J.W., Prayudha, B., Dharmawan, I.W.E., Irawan, A., Abimanyu, H., Meirinawati, H., Surinati, D., Syukri, A.F.,
Yuliana, C.I., Yuniati, P.I., 2018, February. Carbon sequestration index as a determinant for climate change
mitigation: Case study of Bintan Island. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol.
118, No. 1, p. 012050). IOP Publishing.
Alongi, D.M., Murdiyarso, D., Fourqurean, J.W., Kauffman, J.B.,Hutahaean, A., Crooks, S., Lovelock, C.E., Howard,
J., Herr, D., Fortes, M., Pidgeon, E., 2016. Indonesia’s blue carbon: a globally significant and vulnerable
sink for seagrass and mangrove carbon. Wetlands Ecology and Management, 24(1), pp.3-13.
Barbier, E.B., Hacker, S.D., Kennedy, C., Koch, E.W., Stier, A.C., Silliman, B.R., 2011. The value of estuarine and
coastal ecosystem services. Ecological monographs, 81(2), pp.169-193.
Duarte, C.M., Losada, I.J., Hendriks, I.E., Mazarrasa, I., Marbà, N., 2013. The role of coastal plant communities for
climate change mitigation and adaptation. Nature climate change, 3(11), pp.961-968.
Herr, D., Pidgeon, E., Laffoley, D.D.A., 2012. Blue carbon policy framework 2.0: based on the discussion of the
International Blue Carbon Policy Working Group. IUCN.
Mcleod, E., Chmura, G.L., Bouillon, S., Salm, R., Björk, M., Duarte, C.M., Lovelock, C.E., Schlesinger, W.H.,
Silliman,B.R.,2011.Ablueprintforbluecarbon:toward an improvedunderstandingoftheroleofvegetated
coastal habitats in sequestering CO2. Frontiers in Ecology and the Environment, 9(10), pp.552-560.
Sathirathai, S. dan Barbier, E.B., 2007. Valuing mangrove conservation in southern Thailand. Contemporary
economic policy, 19(2), pp.109-122.
Thorhaug, A., Gallagher, J.B., Kiswara, W., Prathep, A., Huang, X., Yap, T.K., Dorward, S., Berlyn, G., 2020. Coastal
and estuarine blue carbon stocks in the greater Southeast Asia region: Seagrasses and mangroves per
nation and sum of total. Marine Pollution Bulletin, 160, p.111168.
Unsworth, R.K., Ambo-Rappe, R., Jones, B.L., La Nafie, Y.A., Irawan, A., Hernawan, U.E., Moore, A.M., Cullen-
Unsworth, L.C., 2018. Indonesia's globally significant seagrass meadows are under widespread threat.
Science of the Total Environment, 634, pp.279-286.
Widiastuti, M.M., Ruata, N.N. and Arifin, T., 2016. Valuasi ekonomi ekosistem mangrove di wilayah pesisir
Kabupaten Merauke. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 11(2), pp.147-159.
Wylie, L., Sutton-Grier, A.E. and Moore, A., 2016. Keys to successful blue carbon projects: lessons learned from
global case studies. Marine Policy, 65, pp.76-84.
Zarate-Barrera, T.G. dan Maldonado, J.H., 2015. Valuing blue carbon: carbon sequestration benefits provided by
the marine protected areas in Colombia. PloS one, 10(5), p.e0126627.
Website or Online Dokumen
https://blogs.worldbank.org/eastasiapacific/indonesias-green-belt-mangroves-local-and-global-benefits
https://thedocs.worldbank.org/en/doc/bf89c8410bd8fc5f14d22540f17fc4f7-
0070012021/original/FactSheet-Indonesia-Mangrove-ENG.pdf
18. POTENSI KARBON BIRU SEBAGAI ALTERNATIF EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI ERA KRISIS IKLIM: NILAI
KARBON BIRU INDONESIA DAN TREN PERDAGANGAN KARBON BIRU GLOBAL
| 16
https://www.worldbank.org/en/news/feature/2021/07/26/mangrove-conservation-and-restoration-
protecting-indonesia-climate-guardians
https://www.pbs.org/newshour/show/climate-change-pushes-floridas-mangroves-north
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4446267/
https://www.thebluecarboninitiative.org/about-blue-
carbon#:~:text=Although%20seagrasses%20account%20for%20less,much%20carbon%20than%20terrestrial
%20forests
https://verra.org/press-release-verra-has-registered-its-first-blue-carbon-conservation-project/
https://www.planvivo.org/mikoko-pamoja
https://e360.yale.edu/features/why-the-market-for-blue-carbon-credits-may-be-poised-to-take-off
https://www.cooleffect.org/project/sea-of-change
https://www.cifor.org/publications/pdf_files/brief/7058-policybrief.pdf
https://www.thejakartapost.com/news/2021/10/08/mangrove-rehabilitation-provides-income-for-residents-
of-west-papua-during-pandemic.html
https://www.noaa.gov/education/resource-collections/marine-life/coral-reef-ecosystems
https://ocean.si.edu/ocean-life/plants-algae/seagrass-and-seagrass-beds
http://ejournal-
balitbang.kkp.go.id/index.php/sosek/article/view/3856#:~:text=Hasil%20penelitian%20menunjukkan%20b
ahwa%20nilai,juta%20rupiah%20per%20kepala%20keluarga.
https://www.bkpm.go.id/en/publication/detail/news/blue-economy-holds-the-key-to-indonesias-
sustainable-prosperity
https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-
pendukung/kkp/DATA%20KKP/Materi%20Paparan%20OOC%202018/Stage%202%20-
%2030%20Okt%202018/PPT%20ICCTF_Ocean%20Talks_FINAL.pdf
https://kkp.go.id/djprl/p4k/artikel/36987-mengapa-indonesia-perlu-mendorong-agenda-karbon-biru
https://www.bps.go.id/publication/2020/11/27/643ef35d3f0ddd761b85d074/statistik-sumber-daya-laut-
dan-pesisir-2020.html
https://www.mongabay.co.id/2019/06/25/indonesia-kembali-serukan-blue-carbon-untuk-penanganan-
perubahan-iklim/
https://wwfint.awsassets.panda.org/downloads/wwf_report_karbonbiru_coraltriangle.pdf
https://wri-indonesia.org/id/blog/mempromosikan-karbon-biru-indonesia-untuk-mencapai-pembangunan-
triple-win
https://www.icctf.or.id/mulai-dari-karbon-biru-untuk-menyelamatkan-bumi/
http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6047/strategi-pengelolaan-karbon-biru-di-indonesia