Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman penduduk di pulau kecil (Kasus: Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara)
Studi ini mengembangkan model spasial temporal untuk menilai kerentanan permukiman di pulau-pulau kecil dari kenaikan muka air laut dengan kasus Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Jepara. Model ini menggabungkan sistem dinamis dan SIG berdasarkan kondisi lingkungan pulau kecil. Hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan permukiman dan menyebabkan genangan air laut di area permukiman. Diperlukan upaya
WARNET VAST
JALAN MADESABARA NO. 50 RAHA
SAMPING SMA NEGERI 1 RAHA
INTERNETAN RP. 2.500 / JAM
SCANNER
- FOTO RP. 2.000
- GAMBAR RP. 2.000
- TEKS RP. 2.000
PRINT
- HITAM PUTIH RP. 750 / LEMBAR
- PRINT WARNA RP. 1.500 / LEMBAR
CETAK FOTO
- UKURAN 2 X3 RP. 500
- UKURAN 3X4 RP. 1.000
- UKURAN 4X6 RP. 1.500
- UKURAN 2 R RP. 2.000
- UKURAN 3 R RP. 2.500
- UKURAN 4 R RP. 4.000
- UKURAN 5 R RP. 5.000
- UKURAN 6 R RP. 6.000
- UKURAN 8 R RP. 8.000
PENJILITAN RP. 3.000
KETIKAN KOMPUTER RP. 2.000 / LEMBAR
INSTAL ULANG KOMPUTER / LEPTOP Rp. 50.000
HOTSPOT (WI-FI) Rp. 5.000
Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan NDCCIFOR-ICRAF
Presented by Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
WARNET VAST
JALAN MADESABARA NO. 50 RAHA
SAMPING SMA NEGERI 1 RAHA
INTERNETAN RP. 2.500 / JAM
SCANNER
- FOTO RP. 2.000
- GAMBAR RP. 2.000
- TEKS RP. 2.000
PRINT
- HITAM PUTIH RP. 750 / LEMBAR
- PRINT WARNA RP. 1.500 / LEMBAR
CETAK FOTO
- UKURAN 2 X3 RP. 500
- UKURAN 3X4 RP. 1.000
- UKURAN 4X6 RP. 1.500
- UKURAN 2 R RP. 2.000
- UKURAN 3 R RP. 2.500
- UKURAN 4 R RP. 4.000
- UKURAN 5 R RP. 5.000
- UKURAN 6 R RP. 6.000
- UKURAN 8 R RP. 8.000
PENJILITAN RP. 3.000
KETIKAN KOMPUTER RP. 2.000 / LEMBAR
INSTAL ULANG KOMPUTER / LEPTOP Rp. 50.000
HOTSPOT (WI-FI) Rp. 5.000
Adaptasi Perubahan Iklim di Kawasan Pesisir dan NDCCIFOR-ICRAF
Presented by Dra. Sri Tantri Arundhati, M.Sc, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...Ika Mariescha
Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sedang menghadapi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. WWF Indonesia (1999) memperkirakan, temperatur akan meningkat antara 1,30° C sampai dengan 4,60° C pada tahun 2100 dengan trend sebesar 0,10° C – 0,40° C per tahun. Selanjutnya, pemanasan global akan menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada tahun 2100. Oleh karena itu, dalam konferensi PBB tentang Perubahan Iklim tahun 2007 yang lalu di Bali, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 26 persen dari BAU (business as usual) dengan upaya sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.
Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang menjadi tolak ukur pembangunan di Indonesia Bagian Timur dan telah berkomitmen untuk melaksanakan amanat Perpres 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK dengan menuangkan rencana penurunan emisi karbon lewat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Serta menyadari pula bahwa aksi mitigasi yang dilakukan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah prov. Sulsel semata, namun menjadi tanggung jawab kabupaten / kota secara bersama-sama.
Kebijakan Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupNahdya Maulina
Presentasi ini mengenai ancaman dan permasalahan lingkungan hidup yang terjadi akibat kegiatan pembangunan khususnya di DAS Brantas. Pada presentasi ini juga memberikan data sebaran Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Indonesia. IKLH berfungsi sebagai barometer keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia. Inti dari presentasi ini adalah menjelaskan solusi yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Tugas Mata Kuliah Metode Pengelolaan Kebencanaan Dosen Pengampu Drs. Adi Susilo, M.Si.,Ph.D Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Dan Pembangunan (PSLP) Universitas Brawijaya, Malang
Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan di IndonesiaPusat kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo berada di Kecamatan Candi, dengan sub pusat kawasan pada Kecamatan Sedati dan Kecamatan Sidoarjo, serta kawasan penyanggah minapolitan berada di kecamatan Waru, Kecamatan Buduran dan Kecamatan Jabon (Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/34/404.1.3.2/2012)
Arah Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem MangroveCIFOR-ICRAF
Presented by Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Si, Head of Centre for Coastal and Marine Resources Studies/Indonesian Mangrove Society at Webinar - Coastal Zone Rehabilitation for Low Carbon Development on 31 March 2022.
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI PERUBAHAN IKLIM TERKAIT KONDISI EKONOMI DI IND...Ika Mariescha
Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Tidak dapat dipungkiri, Indonesia sedang menghadapi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. WWF Indonesia (1999) memperkirakan, temperatur akan meningkat antara 1,30° C sampai dengan 4,60° C pada tahun 2100 dengan trend sebesar 0,10° C – 0,40° C per tahun. Selanjutnya, pemanasan global akan menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada tahun 2100. Oleh karena itu, dalam konferensi PBB tentang Perubahan Iklim tahun 2007 yang lalu di Bali, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2020 sebesar 26 persen dari BAU (business as usual) dengan upaya sendiri dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.
Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi yang menjadi tolak ukur pembangunan di Indonesia Bagian Timur dan telah berkomitmen untuk melaksanakan amanat Perpres 61 Tahun 2011 tentang RAN-GRK dengan menuangkan rencana penurunan emisi karbon lewat penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD-GRK). Serta menyadari pula bahwa aksi mitigasi yang dilakukan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah prov. Sulsel semata, namun menjadi tanggung jawab kabupaten / kota secara bersama-sama.
Kebijakan Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupNahdya Maulina
Presentasi ini mengenai ancaman dan permasalahan lingkungan hidup yang terjadi akibat kegiatan pembangunan khususnya di DAS Brantas. Pada presentasi ini juga memberikan data sebaran Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) di Indonesia. IKLH berfungsi sebagai barometer keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia. Inti dari presentasi ini adalah menjelaskan solusi yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup.
Tugas Mata Kuliah Metode Pengelolaan Kebencanaan Dosen Pengampu Drs. Adi Susilo, M.Si.,Ph.D Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Dan Pembangunan (PSLP) Universitas Brawijaya, Malang
KERENTANAN EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP PEMBANGUNAN KOTA MINAPOLITAN (KEC. SED...
Similar to Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman penduduk di pulau kecil (Kasus: Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara)
Sidoarjo Sebagai Kota Minapolitan di IndonesiaPusat kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo berada di Kecamatan Candi, dengan sub pusat kawasan pada Kecamatan Sedati dan Kecamatan Sidoarjo, serta kawasan penyanggah minapolitan berada di kecamatan Waru, Kecamatan Buduran dan Kecamatan Jabon (Keputusan Bupati Sidoarjo No.188/34/404.1.3.2/2012)
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
Dampak perubahan iklim sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia, seperti
mundurnya awal musim hujan, musim kemarau terjadi dua kali dalam setahun,
ataupun curah hujan di atas normal. Kondisi ini menimbulkan masalah apabila tidak
diantisipasi, sehingga program pemerintah dalam upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim menjadi penting. Namun upaya tersebut belum berjalan secara optimal
karena masalah perubahan iklim masih dipandang sebagai masalah lingkungan dan
hanya menjadi tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. DPR
juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim. Tanggung jawab DPR tersebut dapat dilakukan melalui pelaksanaan tiga fungsi
DPR, yaitu melalui fungsi anggaran, fungsi pengawasan, dan fungsi legislasi.
Strengthening capacity and policies for the protection and management of mang...CIFOR-ICRAF
Presented by Susan Lusiana, Coordinator of Disaster Risk Management and Community Resilience Programs at Wetlands International Indonesia, at Inception Workshop "Capacity building of local government and community members for Mangrove Restoration", 15 July 2021.
Speaker shares experiences of Wetlands International Indonesia activities related to mangrove management in Pulau Dua, Serang, Banten Province through the improvement of community capacity and strengthening the policy related to mangrove management.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Study of Tidal Characteristics in The South and North Coastal of Sumenep Rege...Luhur Moekti Prayogo
Sumenep is one of Madura's regencies, which has many islands with a wealth and diversity of natural resources, especially in its marine and coastal areas. With many islands owned, sea transportation in Sumenep is of great importance in the regency. One of the crucial aspects that must be considered related to this transportation is tidal information. This study aims to determine the tidal characteristics in the South and North Coast of Sumenep Regency using the Least Square method. The tide data used in February and September 2020 were obtained from the Geospatial Information Agency (BIG) with an observation interval of one hour. This time was chosen because it represents monsoons' occurrence in Indonesia in the annual season, namely the dry and rainy seasons. The results of this study indicate that the southern coastal area (Giligenting District) has a mixed tidal type, tends to be semi-diurnal with Formzahl numbers of 0.86 and 1.29 (0.25 <F £ 1.5). In comparison, the North coast (Dasuk District) has a Diurnal tidal type with Formzahl numbers of 3.64 and 4.30 (F > 3.0). The different tides are due to the sampling's location representing different geographical conditions, namely open waters (North Coast) and closed waters (Pesisir Selatan). The elevation parameters obtained still need supporting data such as waves, currents, and bathymetry used by policymakers for safety in using sea transportation.
ARAHAN MITIGASI BENCANA PASCA ERUPSI GUNUNG GAMALAMA DI KOTA TERNATEDede Saputra
Perkembangan suatu wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena sosial ekonomi, budaya dan geoggrafis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Dilain sisi, perkembangan suatu wilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas. Hal ini mengakibatkan penduduk terpaksa menempati lokasi yang tidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebut menyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Di Kawasan Rawan Bencana III Gunung Gamalama terdapat Kawasan Lindung yang dicantumkan dalam RTRW. Berdasarkan RTRW Kota Ternate telah ditetapkan kawasan lindung yang sesuai fungsinya harus dipertahankan karena sangat penting untuk dijadikan kawasan tangkapan hujan dan area konservasi untuk menahan laju longsor dan mempertahankan kondisi air tanah. Suatu ekosistem dapat mengalami keruskan yang disebabkan oleh letusan gunung berapi perubahan pada ekosistem baik sebagian maupun keseluruhannya yang diikuti perubahan vegetasi pada daerah tersebut. Terjadinya erupsi pada tanggal 14 desember 2011, sebagian besar materialnya telah mengisi sungai yang ada di sekitar gunung gamalama dan beberapa lahan pada daerah-daerah di sekitaran gunung mengalami kerusakan.
Kata Kunci : Kawasan Rawan Bencana, NDVI, Mitigasi.
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
Analisis Ekonomi Dampak Semburan Lumpur Panas di SidoarjoRepository Ipb
Aceng Hidayat , Rizal Bahtiar , Sri Hudyastuti dan Meirina Dian Safitri
Similar to Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman penduduk di pulau kecil (Kasus: Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara) (20)
DAMPAK PIRIT ANTARA MANFAAT DAN BAHAYA BAGI LINGKUNGAN DAN KESEHATAN.pdfd1051231033
Tanah merupakan bagian terpenting dalam bidang pertanian, peranan tanah juga sangat kompleks bagi media perakaran tanaman. Tanah mampu menopang dan menyediakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanah tersusun dari bahan mineral, bahan organik, udara dan air. Bahan mineral tersusun dari hasil aktivitas pelapukan bebatuan, sedangkan bahan organik berasal dari pelapukan serasah tumbuhan akibat adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah. Salah satu jenis tanah adalah tanah sulfat masam. Tanah sulfat masam ini keberadaannya di daerah rawa pasang surut. Sering kali tanah sulfat masam dijumpai pada lahan gambut terdegradasi yang mengakibatkan tanah mengandung pirit (FeS2) naik kepermukaan. Tanah sulfat masam yang mengandung pirit ini juga mengganggu pertumbuhan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman menyebabkan lahan ini nantinya akan ditinggalkan petani bila tidak dilakukan usaha perbaikan atau menjadi lahan bongkor.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
ANALISIS DAMPAK DAN SOLUSI HUJAN ASAM: PENGARUH PEMBAKARAN BAHAN BAKAR FOSIL ...d1051231079
Hujan asam merupakan kombinasi ringan dari asam sulfat dan asam nitrat. Hujan asam biasanya terjadi di daerah-daerah yang padat penduduk dan banyaknya aktivitas manusia dalam kegiatan transportasi. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari kegiatan industri dan transportasi merupakan penyebab terjadinya peristiwa hujan asam apabila emisi gas tersebut bereaksi dengan air hujan, dimana senyawa yang bersifat asam terbentuk. Emisi gas SO2 dan NO2 yang berasal dari aktivitas manusia dapat berubah menjadi nitrat (NO3 - ) dan sulfat (SO4 2-) melalui proses fisika dan kimia yang kompleks. Sulfat dan nitrat lebih banyak berbentuk asam yang terlarut dalam air hujan. Keasaman air hujan berhubungan erat dengan konsentrasi SO2 dan NO2 yang terlarut di dalam air hujan. Semakin tinggi konsentrasi SO2 dan NO2 , maka dapat mengakibatkan nilai keasaman air hujan semakin asam .Deposisi asam yang berasal dari emisi antropogenik SO2 dan NOx , memiliki pengaruh besar pada biogeokimia, dan menyebabkan pengasaman tanah dan air permukaan, eutrofikasi ekosistem darat dan air dan penurunan keanekaragaman hayati di banyak wilayah.
“ANALISIS DINAMIKA DAN KONDISI ATMOSFER AKIBAT PENINGKATAN POLUTAN DAN EMISI...aisyrahadatul14
Pencemaran udara adalah pelepasan zat-zat berbahaya ke atmosfer, seperti polusi industri, kendaraan bermotor, dan pembakaran sampah. Dampaknya terhadap lingkungan sangat serius. Udara yang tercemar dapat merusak lapisan ozon, memicu perubahan iklim, dan mengurangi kualitas udara yang kita hirup setiap hari. Bagi makhluk hidup, pencemaran udara dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit pernapasan, iritasi mata, dan bahkan kematian. Lingkungan juga terdampak dengan terganggunya ekosistem dan berkurangnya keanekaragaman hayati.
pelajaran geografi kelas 10
Geografi pada hakekatnya mempelajari permukaan bumi melalui pendekatan keruangan yang mengkaji keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan kewilayahannya. Pentransformasian pengetahuan geografi lebih efektif jika disajikan melalui media peta, hal ini karena peta merupakan media yang sangat penting dalam pem-belajaran geografi. Pembelajaran Geografi pada materi “Peta tentang pola dan bentuk-bentuk muka bumi” merasa belum mampu mengoptimalkan aktivitas siswa khususnya kemampuan membaca peta sehingga ber-pengaruh pada perolehan hasil belajar. Guru merasa kesulitan mem-belajarkan konsep-konsep geografi pada siswa. Hasil identifikasi awal, ditemukan beberapa indikator penyebab diantaranya: (1) minimnya kemampuan siswa menunjukkan letak suatu tempat/lokasi geografis tertentu, (2) kurangpahamnya siswa tentang orientasi peta (menentukan arah pada peta), (3) minimnya kemampuan siswa dalam mengartikan simbol-simbol yang ada pada peta, dan (4) kemampuan siswa mengungkap informasi yang ada pada peta sangat kurang. Pelatihan melengkapi peta diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam membaca peta sehingga ada peningkatan pada hasil belajar geografi.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca peta. Kemampuan membaca peta tersebut meliputi: (1) kemampuan menunjukkan letak suatu tempat/ lokasi geografis tertentu, (2) kemampuan mengartikan/ membaca simbol-simbol yang ada pada peta, dan (3) kemampuan memahami orientasi peta (menentukan arah pada peta).
Dalam penelitian ini digunakan desain penelitian tindakan kelas model spiral Kemmis Taggart 1999. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan menggunakan rumus ”Gain Score” yaitu membandingkan data sebelum tindakan dengan data sesudah dilakukan tindakan. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, angket, dan test. Instrumen penelitian adalah peneliti dan pedoman atau pengumpul data.
Hasil penelitian dalam tindakan siklus I, II, dan III pada pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) melalui pelatihan melengkapi peta setelah dilakukan refleksi, evaluasi serta analisis statistik deskriptif ternyata memperoleh peningkatan dalam hal; pertama, kemampuan membaca peta pada pra tindakan hanya memperoleh nilai 50% akan tetapi setelah dilakukan tindakan dalam setiap siklus ternyata mengalami peningkatan yaitu 56% (siklus I), 63% (siklus II), dan 72% (siklus III); kedua, proses pembelajaran geografi (materi peta tentang pola bentuk-bentuk muka bumi) pada siswa kelas IX SMP Negeri 1 Rubaru melalui pelatihan melengkapi peta pada setiap siklus juga memperoleh peningkatan yaitu 63% (siklusI), 65% (siklus II), dan 70% (siklus III); ketiga, aktivitas belajar siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan yaitu 50% (siklus I), 65% (siklus II), dan 75% (siklus III).
Temuan penelitian ini mendukung teori perkembangan yang dikemukakan Piaget dan Vygotsky bahwa pros
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
Pengelolaan Lahan Gambut Sebagai Media Tanam Dan Implikasinya Terhadap Konser...d1051231053
Gambut merupakan tanah yang memiliki karakteristik unik. Lahan gambut yang begitu luas di beberapa pulau besar di Indonesia, menjadikan pengelolaan lahan gambut sering dilakukan, terutama dalam peralihan fungsi menjadi perkebunan, pertanian, hingga pemukiman. Pada studi kasus ini lebih berfokus pada degradasi lahan gambut menjadi media tanam, proses, dampak, serta upaya pemulihan dampak yang dihasilkan dari degradasi lahan gambut tersebut
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdfd1051231031
Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas permukaan seperti pepohonan maupun semak-semak, kemudian api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan (Ground fire), membakar bahan organicmelalui pori-pori gambut dan melalui akar semak belukar ataupun pohon yang bagian atasnya terbakar. Selanjutnya api menjalar secara vertical dan horizontal berbentuk seperti kantong asap dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering) sehingga hanya asap yang berwarna putih saja yang Nampak di atas permukaan, yang sering dikenal dengan kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan yang bersifat masiv. Oleh karena peristiwa kebakaran tersebut terjadi di bawah tanah dan tidak nampak di permukaanselain itu tanahnya merupakan tanah basah/gambut yang mengandung air maka proses kegiatan pemadamannya tentu akan menimbulkan kesulitan.
DAMPAK KEBAKARAN LAHAN GAMBUT TERHADAP KUALITAS AIR DAN KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
Model spasial temporal dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman penduduk di pulau kecil (Kasus: Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara)
1. See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328978955
MODEL SPASIAL TEMPORAL DAMPAK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP
PERMUKIMAN PENDUDUK DI PULAU KECIL (KASUS: PULAU KARIMUNJAWA
DAN PULAU KEMUJAN, KABUPATEN JEPARA)
Article in Jurnal Teknologi · November 2018
CITATIONS
0
READS
144
10 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Hibridization of giant goramy View project
Border Area Fisheries Management View project
Ati Rahadiati
Badan Informasi Geospasial/ Geospatial Information Agency
10 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Ernik Yuliana
Universitas Terbuka
16 PUBLICATIONS 23 CITATIONS
SEE PROFILE
Rani Hafsaridewi
Ministry of Marine Affairs and Fisheries
18 PUBLICATIONS 50 CITATIONS
SEE PROFILE
Robet Perangin-angin
Politeknik Kelautan dan Perikanan Karawang
7 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Hasan Eldin Adimu on 27 November 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
2. MODEL SPASIAL TEMPORAL DAMPAK KENAIKAN
MUKA AIR LAUT TERHADAP PERMUKIMAN PENDUDUK
DI PULAU KECIL (KASUS: PULAU KARIMUNJAWA DAN
PULAU KEMUJAN, KABUPATEN JEPARA)
Ati Rahadiati1)
Ernik Yuliana2)
Rani Hafsaridewi3)
Benny Khairuddin3)
Luh Putu Ayu Savitri Citra Kusuma3)
Robet Perangin Angin3)
Hasan Eldin Adimu4)
Jotham S.R. Ninef5)
Muliani Galib6)
Sudirman Adibrata7)
1) Badan Informasi Geospasial
2) FMIPA Universitas Terbuka
3) Kementerian Kelautan dan Perikanan
4) Universitas Halu Oleo
5) Universitas Nusa Cendana
6) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
7) Universitas Bangka Belitung
e-mail: arahadiati@gmail.com
ABSTRACT
Coastal areas (especially small islands) are vulnerable to impact from sea level rise (SLR).
The submergence of areas that are economic centers will impactin huge losses. To avoid
such losses it is necessary to manage small islands by using temporal spatial models. The
aim of this article is to describe the development of a temporal spatial model to assess the
vulnerability of settlements in small islands. The method used is dynamic system modeling
combined with Geographic Information System (GIS) based on identification of
environmental issues and conditions in small island, in this case Karimunjawa Island and
Kemujan Island, Jepara Regency. The assumption used in the modeling is that there is no
natural disaster or calamity that reduces the population, the death is considered normal
death by referring to the average life expectancy of the Indonesian population (69 years), no
coastal reclamation activities, no significant changes in ecosystem. The modeling results
indicate that if the fraction of SLR 10 cm per year, will have an impact on the decreasing
availability of settlement land. The height of SLR ranges from 0,5 meters in the 10th year, to
5,0 meters in the 100th year. As a result there will be puddle in the residential area of 13,02
ha in the 10th year and in the 100th year to 226,5 ha. Required environmental engineering
efforts,such as develop coastal dike and reform plan of building, to reduce impact on the
availability of settlement land. SLR that is affecting populations and settlements on
Karimunjawa and Kemujan Island, require adaptation as an impact mitigation effort.
3. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
139
Keywords: Karimunjawa, Kemujan, model, small island, spatial
ABSTRAK
Wilayah pesisir (terutama pulau kecil) sangat rentan terkena dampak dari peningkatan muka
air laut. Terendamnya wilayah-wilayah yang merupakan sentra ekonomi akan
mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Untuk menghindari kerugian tersebut perlu
pengelolaan pulau-pulau kecil dengan memanfaatkan model spasial dinamik/temporal.
Tujuan studi adalah mengembangkan model spasial dinamik/temporal untuk mengkaji
kerentanan permukiman penduduk di pulau-pulau kecil. Metode yang digunakan adalah
pemodelan sistem dinamik/temporal (SD) dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis
(SIG) berdasarkan identifikasi isu dan kondisi lingkungan di pulau kecil, yaitu Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan, Kabupaten Jepara. Data yang digunakan adalah data
pertumbuhan penduduk (data sekunder) dan peta dasar Pulau Karimunjawa dan Kemujan.
Asumsi yang digunakan pada pemodelan adalah tidak terjadi bencana alam atau musibah
yang mengurangi jumlah penduduk, kematian dianggap sebagai kematian normal dengan
mengacu umur rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (69 tahun), tidak ada kegiatan
reklamasi pantai, tidak ada perubahan ekosistem secara signifikan. Pemodelan spasial
dinamik/temporal mengikuti tahapan sesuai dengan prosedur pemodelan. Hasil pemodelan
menunjukkan bahwa bila fraksi sea level rise (SLR) 10 cm per tahun, akan berdampak pada
penurunan ketersediaan lahan permukiman. Tinggi kenaikan muka air laut berkisar antara
0,5 meter pada tahun ke-10, hingga mencapai ketinggian kenaikan 5,0 meter pada tahun
ke-100. Akibatnya akan terjadi genangan air laut di permukiman penduduk seluas 13,02 ha
pada tahun ke-10 danpada tahun ke-100 menjadi 226,5 ha. Diperlukan upaya rekayasa
lingkungan, seperti membangun tanggul pantai dan memperbaiki rancangan konstruksi
bangunan permukiman, agar dapat mengurangi dampak terhadap ketersediaan lahan
permukiman. Kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap penduduk dan permukiman
di Pulau Karimunjawa dan Kemujan membutuhkan adanya adaptasi sebagai upaya mitigasi
dampak.
Kata kunci: model, pulau kecil, Karimunjawa, Kemujan, spasial
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dimanfaatkan untuk perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya hayati laut seperti pengembangan potensi perikanan dan sarana
pendukungnya yang sangat potensial bagi perkembangan perekonomian masyarakat. Wilayah
pesisir sangat rentan terkena dampak dari peningkatan muka air laut. Penyebab kenaikan muka air
laut adalah mencairnya es di kutub, kejadian iklim ekstrim (global warming), dan turunnya permukaan
tanah. Terendamnya wilayah-wilayah yang merupakan sentra ekonomi akan mengakibatkan
kerugian yang sangat besar, namun akan berbeda untuk setiap penggunaan lahan. Besarnya nilai
kerugian ekonomi akan bergantung pada tingkat produktivitas lahan yang tergenang; misalnya pada
ekosistem yang rentan seperti wilayah mangrove, kenaikan muka air laut akan mengubah zonasi
vegetasi semula. Contoh lain, terjadinya kenaikan muka air laut di kawasan permukiman masyarakat
di pesisir akan menimbulkan masalah pengungsi, timbulnya wabah penyakit dan menurunnya
kualitas air tanah. Adaptasi dan mitigasi akibat adanya perubahan pada lingkungan pesisir akan
sangat membantu mengurangi kerugian sehingga menjadi penting untuk memprediksi kenaikan
muka air laut beberapa tahun ke depan.
4. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
140
Upaya adaptasi terhadap kenaikan muka air laut menurut Diposaptono, Budiman, & Agung
(2009) dapat dilakukan dengan dua hal, yaitu upaya fisik dan non fisik. Upaya fisik dapat berupa
perlindungan alami dan buatan. Sementara upaya nonfisik dapat dilakukan dengan membuat peta
rawan bencana, informasi publik dan penyuluhan, pelatihan serta simulasi mitigasi bencana. Upaya
fisik merupakan upaya perlindungan dengan membangun infrastruktur untuk melindungi wilayah dari
kenaikan muka laut, baik itu banjir rob maupun pasang surut air laut. Upaya fisik dengan metoda
perlindungan alami dapat dilakukan dengan membuat penebalan wilayah mangrove, terumbu karang,
atau hutan, sedangkan metoda buatan dapat dilakukan dengan membangun pemecah arus, tembok
laut, tanggul, konstruksi perlindungan dan rumah panggung. Upaya nonfisik yang dilakukan
pemerintah berupa tiga hal, yaitu: 1) pembuatan peta rawan bencana, peta ini digunakan untuk
mengetahui wilayah-wilayah yang rentan terhadap bencana kenaikan muka air laut. Peta ini juga
dijadikan sebagai acuan untuk mementukan tempat relokasi dan juga penentuan tata ruang dan tata
guna lahan pesisir. Selain itu, peta juga digunakan sebagai zonasi penetapan sempadan pantai dan
sungai; 2) penetapan sempadan pantai dan sungai, dimana pemerintah harus melakukan
penyuluhan dan penyampaian informasi ke publik; 3) pemerintah mengadakan pelatihan dan simulasi
mitigasi bencana (Diposaptono et al., 2009).
Menurut kajian Overseas Development Institute & Climate & Development Knowledge
Network (2014), dampak perubahan iklim yang dihasilkan dari studi Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) memberikan pesan mengenai adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan
iklim bagi negara-negara kepulauan yang sedang berkembang (Small Island Developing States,
SIDS). Hal tersebut relevan dengan pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia. Pulau kecil menurut UU
No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah pulau dengan
luas ≤ 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim
tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut (Overseas Development Institute & Climate &
Development Knowledge Network, 2014):
1. Iklim telah berubah dan pulau-pulau kecil telah merasakan dampaknya.
2. Perubahan iklim tidak dapat terhindarkan dalam dekade-dekade mendatang.
3. Perubahan iklim mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan pulau-pulau kecil.
4. Adaptasi dapat mengurangi dampak perubahan iklim, tetapi terdapat batasan dan resiko di
dalamnya.
5. Biaya ekonomi adaptasi terhadap perubahan iklim pada pulau-pulau kecil relatif tinggi terhadap
kemampuan ekonominya.
Banyak pulau kecil yang memiliki keterbatasan infrastruktur, sumberdaya alam, manusia,
dan ekonomi, dan umumnya penduduk pulau kecil tergantung pada sumberdaya pesisir dan laut
untuk memenuhi kebutuhan proteinnya. Sebagian besar perekonomian penduduk pulau-pulau kecil
tergantung pada sumberdaya yang terbatas dan tergantung pada berbagai faktor luar. Pulau-pulau
kecil umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang rendah, dan kebutuhan biaya adaptasi yang
relatif tinggi, meskipun secara tradisional ada beberapa resiliensipada pulau-pulau kecil dalam
menghadapi perubahan lingkungan (Mimura et al., 2007).
Permukiman dan aktivitas sosial ekonomi penduduk yang terkonsentrasi di/dekat pantai
sering dijumpai di pulau-pulau kecil. Desa nelayan, bangunan pemerintah dan fasilitas penting seperti
rumah sakit seringkali terletak di dekat pantai. Lebih jauh, pertumbuhan penduduk dan migrasi
menambah tekanan terhadap permukiman, fasilitas umum, dan sumberdaya di pesisir, serta
menimbulkan persoalan seperti pencemaran, pembuangan limbah dan kebutuhan permukiman.
Perubahan muka air laut dan frekuensi badai dapat memiliki konsekuensi serius terhadap
5. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
141
permukiman penduduk. Pada sisi lain, permukiman dan peduduk di bagian dalam pulau dapat sangat
dipengaruhi oleh dampak negatif dari aktivitas pertanian, karena umumnya mereka tergantung pada
produksi tanaman pangan untuk kebutuhan pangannya (Mimura et al., 2007). Oleh karena itu
permukiman dan aktivitas sosial ekonomi di pulau kecil sangatlah rentan, sehingga diperlukan upaya
pencegahan kerusakan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan pemodelan spasial temporal yang
menghasilkan model prediksi pada beberapa tahun yang akan datang, sehingga dapat disiapkan
skenario-skenario kebijakan yang diperlukan. Pemodelan spasial temporal merupakan kombinasi
antara sistem dinamik dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Kelebihan dari kombinasi dua
pendekatan ini adalah dapat menggambarkan perubahan dalam waktu dan ruang secara dinamik.
Pemodelan spasial temporal dapat membantu dalam mendapatkan skenario terbaik berdasarkan
dampak yang dihasilkan proses simulasi skenario (Anonim, 2013). Salah satu contoh penerapan
pemodelan spasial temporal adalah penelitian yang dilakukan oleh Sahin & Mohamed (2010) untuk
memprediksi pengaruh kenaikan muka air laut di daerah pesisir.
Pulau Karimunjawa dan Kemujan merupakan pulau kecil yang berada di Kecamatan
Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Saat ini terdapat 4 desa yang berada di Kecamatan Karimunjawa,
yaitu Desa Karimunjawa, Kemujan, Parang, dan Nyamuk yang diresmikan pada bulan Agustus 2011.
Berdasarkan data stastistik, jumlah penduduk di Kecamatan Karimunjawa mencapai 9.242 dengan
laju pertumbuhan 0,36 % per tahun pada tahun 2015 (BPS, 2016). Pulau Karimunjawa dan Kemujan
yang mempunyai luas 3.188 ha mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini terjadi terutama
ketika sektor pariwisata digalakkan. Jumlah wisatawan yang datang memicu pertumbuhan hotel dan
penginapan. Banyak lahan yang beralih fungsi, terutama lahan mangrove dan perbukitan. Terdapat
beberapa lokasi mangrove yang beralih fungsi menjadi lahan permukiman, baik untuk kebutuhan
rumah penduduk maupun untuk hotel dan penginapan (Hafsaridewi et al., 2018). Oleh karena itu,
studi tentang pemodelan kenaikan permukaan air laut perlu dilakukan, agar dapat diprediksi
pengaruhnya terhadap permukiman.
Tujuan studi ini adalah: 1) mengembangkan model spasial dinamik/temporal untuk mengkaji
kerentanan permukiman penduduk di pulau-pulau kecil pada saat ini dan di masa depan terhadap
kenaikan muka air laut berdasarkan beberapa skenario dan proyeksi kenaikan muka air laut; 2)
memprediksi dampak kenaikan muka air laut terhadap permukiman penduduk.
METODE
Metode yang digunakan pada kajian ini adalah pemodelan system dynamics (SD) yang
dipadukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Untuk memodelkan dan mensimulasikan
perubahan di wilayah pulau-pulau kecil, perlu dipertimbangkan dimensi spasial dan temporal dari
kenaikan muka air laut. Model dinamik digunakan untuk mensimulasikan seberapa besar perubahan-
perubahan muka air laut dan dampaknya terhadap permukiman penduduk di Pulau Karimunjawa dan
Pulau Kemujan. SIG memiliki struktur pengelolaan basis data yang kuat, sehingga memberikan
antarmuka user-friendly dan interaktif, namun hanya didesain untuk komponen spasial. Pendekatan
terpadu dengan menggabungkan SIG dan SD dapat menjawab permasalahan yang kompleks terkait
kenaikan muka air laut di wilayah pesisir. Penggabungan SIG dan SD menjadi cara yang
memungkinkan proses-proses di wilayah pesisir dapat dipahami secara ruang (spasial) dan waktu
(temporal), dan dapat secara efektif menjawab isu-isu lingkungan, karena penggabungan tersebut
mampu memprediksi kondisi yang terjadi di masa yang akan datang. Model spasial-temporal mampu
menggambarkan perubahan pada sistem pulau-pulau kecil berdasarkan waktu, sekaligus menelusuri
sebaran perubahan tersebut secara spasial, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami
6. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
142
dinamika proses-proses lingkungan. Memodelkan proses-proses yang terjadi di pulau-pulau kecil
(proses ekologi, sosial, dan ekonomi) dapat menjadi alat penting dalam memperoleh informasi
kuantitatif untuk perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir (Sahin, 2011). Model yang dihasilkan
dapat dijadikan dasar kebijakan karena berisi skenario-skenario berdasarkan situasi yang terjadi saat
ini dan sebelumnya.
Model Dinamik/Temporal
Sebuah model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses.
Model dapat dikelompokkan menjadi model kuantitatif, kualitatif, dan ikonik (Muhammadi, Aminullah,
Soesilo 2001). Model kuantitatif merupakan model yang berbentuk rumus-rumus matematika,
statistika, atau komputer. Model dinamik merupakan model kuantitatif yang berbentuk model
komputer. Ada perbedaan filosofi antara model matematika dan model dinamik. Model dinamik
menekankan perubahan dari waktu ke waktu dan menvisualisasikan setiap komponen model dan
hubungan antar setiap komponen tersebut. Lain halnya dengan model matematika yang berusaha
untuk mengembangkan persamaan ringkasan yang akan menghitung jawaban untuk satu set input
tertentu (Dudley, 2008). Pengembangan model dilakukan dengan prinsip-prinsip pada Gambar 1.
Dari gejala proses yang ada di alam kemudian diterjemahkan dengan menyusun konsep terlebih
dulu, lalu pengembangan model, simulasi, dan validasi model.
Gambar 1. Kerangka dasar pemodelan dinamik/temporal
(Muhammadi,et al., 2001)
Dalam kajian ini model yang dibangun adalah model dinamik kenaikan muka air laut
terhadap lahan permukiman di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Untuk membangun model ini
tahapan yang dilakukan berdasarkan kerangka dasar pada Gambar 1 adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan konsep, dilakukan untuk memahami gejala dunia nyata yang ingin ditirukan.
Keluaran dari penyusunan konsep adalah causal loop diagram (CLD). Pada kajian ini dihasilkan
tiga submodel yang terdiri atas submodel penduduk, submodel permukiman, dan submodel sea
level rise.
2. Pembuatan model. CLD yang dihasilkan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa komputer
dan menghasilkan stock flow diagram (SFD). Perangkat lunak yang digunakan pada kajian ini
adalah Powersim.
7. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
143
3. Input data dan simulasi model. Data yang telah dikumpulkan kemudian diinput kedalam SFD
yang telah dibangun, sehingga dapat dilakukan simulasi yang akan menghasilkan tabel data
dan grafik.
4. Melakukan validasi model. Validasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil
simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Validasi dilakukan dengan dua tahap, yang
pertama validasi perilaku yaitu membandingkan perilaku grafik data referensi yang akan ditiru
dan perilaku grafik hasil simulasi model. Tahap selanjutnya dihitung perbedaannya dengan
menggunakan nilai avarage mean error (AME). Jika nilai AME ini kurang dari 10%
(Muhammadi,et al, 2001), maka dapat dikatakan model ini valid. Rumus yang digunakan
adalah:
100%
Si Ai
AME x
Ai
Keterangan:
Si = Rata-rata data hasil Simulasi
Ai = Rata-rata data referensi atau aktual
Sistem Informasi Geografis (SIG)
SIG dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan berbagai data yang telah
diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau objek. Data yang diolah dalam SIG pada
dasarnya terdiri atas data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Contohnya adalah data
sebaran/jumlah penduduk (atribut) di suatu kabupaten (data spasial). Sistem ini merelasikan data
spasial (contoh: lokasi kabupaten) dengan data nonspasial (jumlah penduduk), sehingga para
penggunanya dapat membuat peta beserta atributnya, dan menganalisis informasi yang dihasilkan
sesuai dengan tujuan analisisnya. SIG juga memelihara data dalam bentuk digital sehingga data
dalam SIG lebih padat dibandingkan dengan data dalam bentuk peta cetak, tabel, atau bentuk
konvensional lainya, sehingga data dalam SIG akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya
yang diperlukan.
Saat ini, SIG sering dipadukan dengan Model Dinamis/Temporal untuk mendapatkan
informasi yang lebih maksimal. Pertimbangannya adalah kondisi lingkungan yang selalu dinamis
karena pengaruh iklim, cuaca, waktu, dan faktor lainnya. Faktor-faktor kedinasmisan tersebut
diperlukan dalam SIG dan SD agar penggunanya dapat menganalisis keduanya (spasial dan
temporal) untuk keperluan penentuan kebijakan di masa mendatang. Konsep perencanaan spasial
dinamis disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsep perencanaan spasial dinamis
8. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
144
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model yang dibangun bertujuan untuk memprediksi dampak kenaikan muka air laut terhadap
ketersediaan lahan pemukiman dan pertumbuhan penduduk. Dalam model ini tersusun tiga
submodel, yaitu subsistem: 1) kenaikan muka air laut/sea level rise (SLR); 2) ketersediaan lahan
pemukiman; dan 3) pertumbuhan penduduk. Asumsi yang digunakan pada model ini adalah tidak
terjadi bencana alam atau musibah yang mengurangi jumlah penduduk, kematian dianggap sebagai
kematian normal dengan mengacu umur rata-rata harapan hidup penduduk Indonesia (69 tahun),
tidak ada kegiatan reklamasi pantai, dan tidak ada perubahan ekosistem secara signifikan. Submodel
pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh tingkat kelahiran, kematian, dan migrasi. Semakin
meningkat jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan permukiman akan meningkat. Sementara lahan
permukiman dipengaruhi oleh adanya SLR. Pemahaman konsep ini kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa komputer. Diagram alir (SFD) dapat dilihat pada Gambar 3. Kemudian dengan
menggunakan SFD tersebut dilakukan simulasi model untuk mendapatkan grafik sehingga dapat
dilakukan prediksi kenaikan muka air laut.
Gambar 3. Diagram alir model dampak kenaikan muka air laut terhadap
ketersediaan lahan pemukiman dan pertumbuhan penduduk
PENDUDUK
LAHAN
SEA LEVEL RISE
Kelahiran Kematian
angka_kelahiran
migrasi
angka_kematian
kebutuhan_lahan
Daya_dukung
penduduk
Kepadatan_Pddk
Kepadatan_ideal
laju_lahan_terendam
Lahan_terendam
selisih rasio
Luas_total
Lahan_pemukiman
laju_kenaikan
SLR
fraksi_SLR
Ketersediaan_Lahan_Pemukiman
dampak_kenaikan_MAL
9. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
145
Pada subsistem SLR, bila fraksi SLR adalah 10 cm per tahun, maka akan berdampak pada
penurunan ketersediaan lahan permukiman dalam luasan tertentu. Besaran luasan tersebut yang
menjadi output dari model dinamik/temporal, dan lokasi terjadinya penurunan ketersediaan lahan
menjadi output model spasial. Dengan demikian, dapat ditentukan upaya rekayasa lingkungan agar
dapat mengurangi dampak terhadap ketersediaan lahan pemukiman di suatu lokasi. Berdasarkan
hasil simulasi model ketersediaan lahan pemukiman akibat dampak kenaikan muka air laut sebesar
10cm/tahun dapat dilihat pada Gambar 4.
Tahun
Ketersediaan_Lahan_Pemukiman
2.020 2.040 2.060 2.080 2.100
1.400
1.450
1.500
Gambar 4. Dampak kenaikan muka air laut terhadap ketersediaan lahan
pemukiman (Ket: grafik adalah output dan pemodelan
dinamik/temporal jika terjadi SLR 10 cm)
Ketersediaan lahan permukiman akan mempengaruhi daya dukung pulau untuk menampung
penduduknya. Daya dukung ini akan mempengaruhi tingkat migrasi, dimana jika kondisi lingkungan
yang tidak nyaman akan menyebabkan penduduk berpindah ke tempat yang lain. Berdasarkan hasil
simulasi selama 100 tahun, dapat terlihat bahwa pertumbuhan penduduk akan semakin lambat yang
akhirnya akan stagnan, sehingga dalam simulasi akan menghasilkan perilaku model yang
goalseeking (pencapaian tujuan, muncul dari umpan balik yang negatif). Hal tersebut menunjukkan
bahwa daya dukung pulau kecil sudah mulai menurun karena terbatasnya lahan permukiman.
Pertumbuhan seperti ini disebabkan oleh adanya keterbatasan daya dukung pulau dalam
menampung jumlah penduduk. Dampak kenaikan muka air laut terhadap pertumbuhan penduduk
dapat dilihat pada Gambar 5.
10. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
146
Tahun
penduduk
2.020 2.040 2.060 2.080 2.100
7.500
8.000
8.500
9.000
Gambar 5. Dampak kenaikan muka air laut terhadap pertumbuhan penduduk
(Ket: grafik adalah output dan pemodelan dinamik/temporal jika
terjadi SLR 10 cm)
Secara kuantitatif luas genangan pada lahan permukiman akibat SLR disajikan pada Tabel 1
dan 2, yang menunjukkan luas genangan pada lahan permukiman di Pulau Karimunjawa dan
Kemujan akibat SLR pada berbagai level SLR selama kurun waktu hingga tahun ke-100. Genangan
tersebut merupakan genangan permanen, yang berarti jika terjadi kenaikan muka air laut (SLR)
dengan ketinggian tertentu maka batas genangan tersebut merupakan garis pantai baru dengan nilai
ketinggian tertentu. Hal ini berarti bahwa dengan semakin tinggi kenaikan muka air laut, maka akan
terjadi kehilangan lahan pemukiman secara permanen.
Berdasarkan hasil simulasi pemodelan, Tabel 1 menunjukkan data analisis kenaikan muka
air laut pada setiap 10 tahun selama 100 tahun dengan skenario kenaikan muka air laut sebesar 5
cm (0,05 m) per tahun. Tinggi kenaikan muka air laut berkisar antara 0,5 meter pada tahun ke-10
hingga mencapai ketinggian kenaikan 5,0 meter pada tahun ke-100. Skenario SLR mengakibatkan
terjadinya genangan air laut di lahan permukiman penduduk di Pulau Karimunjawa dan Kemujan
seluas 13,02 ha pada tahun ke-10 dan terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
kenaikan muka air laut. Pada tahun ke-100 simulasi, diprediksi luas genangan air laut menjadi 226,5
ha. Penurunan luas lahan permukiman tersebut adalah hal yang sangat serius di pulau kecil karena
pengurangan luas yang signifikan akibat SLR.
11. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
147
Tabel 1. Skenario Kenaikan Muka Air Laut 5 Cm Per Tahun dan Luas Area Genangan
Selama Kurun Waktu 100 Tahun di Pulau Karimunjawa dan Kemujan
Tahun ke Kenaikan muka air laut (m) Luas genangan (ha)
10 0,5 13,02
20 1,0 25,78
30 1,5 41,62
40 2,0 63,38
50 2,5 82,09
60 3,0 103,96
70 3,5 130,06
80 4,0 155,83
90 4,5 188,69
100 5,0 226,49
Tabel 2. Skenario Kenaikan Muka Air Laut 10 Cm Per Tahun dan Luas Area Genangan
Selama Kurun Waktu 100 Tahun di Pulau Karimunjawa dan Kemujan
(Hasil simulasi pemodelan dinamika/temporal)
Tahun ke Kenaikan muka air laut (m) Luas genangan (ha)
10 1,0 25,69
20 2,0 63,24
30 3,0 103,73
40 4,0 155,94
50 5,0 227,54
60 6,0 314,24
70 7,0 390,57
80 8,0 471,27
90 9,0 550,82
100 10,0 618,15
Tabel 2 menunjukkan skenario kenaikan muka air laut (SLR) 10 cm (0,1 m) per tahun dan
luas area genangan selama kurun waktu 100 tahun di Pulau Karimunjawa dan Kemujan. Hasil
analisis SLR pada setiap 10 tahun selama 100 tahun dengan skenario SLR sebesar 10 cm (0,1 m)
per tahun menunjukkan kisaran tinggi muka air laut 1,0 meter pada tahun ke-10 meningkat menjadi
10,0 meter pada tahun ke-100. Skenario SLR ini mengakibatkan terjadinya genangan air laut di lahan
pemukiman penduduk di Pulau Karimunjawa dan Kemujan seluas 25,69 ha pada tahun ke-10 dan
terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kenaikan muka air laut hingga tahun ke-
100, luas genangan air laut menjadi 618,15 ha.
Hasil prediksi genangan air laut pada areal pemukiman di Pulau Karimunjawa dan Kemujan
disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 (a) menunjukkan skenario kenaikan muka air laut sebesar 5 cm
per tahun dan pada tahun ke-50 mencapai ketinggian sebesar 2,5 meter dengan prediksi luas
area genangan 82,09 ha. Gambar 6 (b) menunjukkan skenario kenaikan muka air laut sebesar 10
cm per tahun, dimana pada tahun ke-50 mencapai ketinggian sebesar 5,0 meter dengan prediksi
12. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
148
luas area genangan 227,54 ha. Gambar 6 (c) menunjukkan skenario kenaikan muka air sebesar 5
cm per tahun, pada tahun ke-100 mencapai ketinggian sebesar 5,0 meter dengan prediksi luas area
pemukiman yang mengalami genangan seluas 226,49 ha. Gambar 6 (d) menunjukkan skenario
kenaikan muka air laut 10 cm per tahun dan pada tahun ke-100 mecapai ketinggian mukaair laut 10,0
meter, dengan prediksi luas area pemukiman yang mengalami genangan seluas 618,15 ha.
Berdasarkan hasil prediksi genangan tersebut maka dapat diamati bahwa dengan adanya
kenaikan muka air laut akan berdampak terhadap peningkatan luas areal pemukiman yang
tergenangi air laut secara permanen. Hal ini mengakibatkan luas lahan untuk pemukiman semakin
berkurang. Saat ini luas lahan pemukiman penduduk di Pulau Karimunjawa dan Kemujan 96,47 ha
dan sebagian besar berada pada lahan dataran rendah di dekat pantai yang rentan terhadap dampak
kenaikan muka air laut.
Hasil simulasi spasial dinamik/temporal menunjukkan bahwa dengan skenario kenaikan
muka air laut sebesar 5 cm per tahun, maka pada tahun ke-50 simulasi, hampir sebagian besar (±
90%) lahan pemukiman yang berada di dataran rendah akan mengalami genangan. Dengan skenario
kenaikan muka air laut sebesar 10 cm pertahun, maka pada tahun ke-30, semua lahan pemukiman di
dataran rendah akan mengalami genangan. Luas lahan eksisting dan potensial untuk lahan
pemukiman saat ini sekitar 1.516,48 ha. Peningkatan luas genangan air laut pada lahan pemukiman
mengakibatkan berkurangnya luas lahan potensial untuk pemukiman penduduk. Pada tahun ke-50
simulasi, dengan skenario kenaikan muka air laut 5 cm per tahun, maka luas lahan untuk pemukiman
akan berkurang sekitar 5,41% dan dengan skenario kenaikan muka air laut 10 cm per tahun, maka
luas lahan untuk pemukiman akan berkurang sekitar 14,93%.
(a) (b)
13. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
149
(c) (d)
Gambar 6. Peta prediksi genangan air laut pada permukiman penduduk di Pulau
Karimunjawa dan Kemujan, (a) prediksi genangan tahun ke-50 simulasi
pada skenario kenaikan muka air laut 5 cm per tahun; (b) prediksi genangan
tahun ke-100 simulasi pada skenario kenaikan muka air laut 5 cm per tahun;
(c) prediksi genangan tahun ke-50 simulasi pada skenario kenaikan muka
air laut 10 cm per tahun; (d) prediksi genangan tahun ke-100 simulasi pada
skenario kenaikan muka air laut 10 cm per tahun;
Pada tahun ke-100 simulasi, dengan skenario kenaikan muka air laut 5 cm per tahun maka
luas lahan untuk pemukiman akan berkurang sekitar 15,0% dan dengan kenaikan muka air laut 10
cm per tahun, luas lahan pemukiman berkurang sekitar 40,0%. Oleh karena itu dampak kenaikan
muka air laut harus diperhitungkan dan diperhatikan untuk menentukan kebijakanyang akan dipilih
untuk masa mendatang.
Kondisi kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap pertumbuhan penduduk dan
infrastruktur (pemukiman) di Pulau Karimunjawa dan Kemujan, membutuhkan adanya adaptasi
sebagai upaya mitigasi dampak. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan pendekatan struktur dan
non-struktur. Pendekatan struktur dengan membangun tanggul pelindung pantai, mengubah
rancangan konstruksi bangunan permukiman serta perlindungan dan rehabilitasi ekosistem
mangrove. Pendekatan non-struktur antara lain dengan merelokasi pemukiman penduduk ke dataran
tinggi. Khusus untuk Pulau Karimunjawa dan Kemujan sebagai pulau kecil, sumber air tawar harus
menjadi perhatian khusus. Teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar sangat diperlukan untuk
mitigasi dampak di masa mendatang.
14. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi, Volume 19, Nomor 2, September 2018, 138-151
150
Validasi Model
Validasi model dilakukan pada subsistem pertumbuhan penduduk, karena subsistem ini
mempunyai kelengkapan data times series sehingga memungkinkan untuk dilakukan validasi. Tujuan
validasi model adalah memastikan kevalidan model dinamik/temporal yang dibangun (Gambar 3)
dengan data referensi (jumlah penduduk).
Membandingkan perilaku grafik hasil simulasi dengan data referensi. Pada Gambar 7, perilaku yang
ditunjukkan oleh hasil simulasi serupa dengan data referensi.
Gambar 7. Perbandingan pertumbuhan penduduk data referensi dan hasil simulasi model
Berdasarkan perhitungan, nilai AME validasi pertumbuhan penduduk sebesar: 0,054%,
sehingga dapat dikatakan bahwa model yang dibuat telah valid. Kriteria sebuah model dinamik/
temporal valid adalah jika nilai AME semakin mendekati 0%, artinya tidak ada perbedaan signifikan
antara hasil simulasi model dengan data referensi. Jika model dinamik/temporal valid, maka model
tersebut dapat digunakan untuk menghitung dampak kenaikan muka air laut pada nilai tertentu.
SIMPULAN
Kenaikan muka air lautpadaskenariomodel spasial dinamik/temporal pada 5 cm per tahun
dan 10 cm per tahun akan memberikan dampak genangan yang sangat berbeda terhadap
permukiman penduduk di Pulau Karimunjawa dan Kemujan. Pada tahun ke-100 diestimasi luas
genangan 226,49 ha pada skenario kenaikan muka air laut 5 cm per tahun dan meningkat menjadi
618,15 ha pada skenario kenaikan muka air laut 10 cm per tahun. Perlu adanya upaya adaptasi
dalam rangka mitigasi dampak kenaikan muka air laut terhadap penduduk dan infrastruktur
(pemukiman) di Pulau Karimunjawa dan Kemujan sebagai pulau kecil yang mempunyai karakteristik
berbeda dibandingkan dengan pulau besar.
7,000
7,050
7,100
7,150
7,200
7,250
7,300
7,350
7,400
2010 2011 2012 2013
JumlahPenduduk(jiwa)
Tahun
Referensi
Simulasi
15. Rahadiati, A, dkk. Model Spasial Temporal Dampak Kenaikan Muka Air Laut …
151
REFERENSI
Anonim. (2013). Laporan Akhir: Pemanfaatan Pemodelan Dinamika Spasial untuk Penyusunan
Skenario Pengembangan Wilayah 7 Pulau Besar Berbasis Rencana Tata Ruang Pulau
dalam Rangka Penyusunan RPJMN 2015-2019. Kerjasama Badan Informasi Geospasial dan
PT. Gitamandalaksana Consultant.
BPS. (2016). Kabupaten Jepara dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Jepara
Diposaptono, S., Budiman, & Agung, F. (2009). Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Edisi III. Bogor: Sains Press.
Dudley, R.G. (2008). A basis for understanding fishery management dynamics. System Dynamics
Review 24 (1): 1–29.
Hafsaridewi, R., Sulistiono, Fahrudin, A., Sutrisno, D., & Koeshendrajana, S. (2018). Resource
management in the Karimunjawa Islands, Central Java of Indonesia, through DPSIR
Approach. AES Bioflux 10 (1): 7-22.
Mimura, N., Nurse, L., McLean, R.F., Agard, J., Briguglio, L., Lefale, P., Payet, R., & Sem, G. (2007).
Small islands. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability. Contribution of
Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change. Dalam Parry M.L., Canziani O.F., Palutikof J.P., van der Linden P.J.,
Hanson C.E (eds.). Cambridge: Cambridge University Press.
Muhammadi, Aminullah, E., & Soesilo, B. (2001). Analisis Sistem Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial,
dan Ekonomi Manajemen. Jakarta: UMJ Press.
Overseas Development Institute and Climate and Development Knowledge Network. (2014). The
IPCC’s Fifth Assessment Report. What’s in it for Small Island Developing States?
Sahin, O. (2011). Dynamic assessment of coastal vulnerability and adaptation to sea level rise: an
integrated spatial-temporal decision making approach. PhD Thesis. Griffith School of
Engineering, Science, Environment, Engineering and Technology. Griffith University.
Sahin, O. & Mohamed, S. (2010). Sea-level rise and adaptation response for coastal construction: A
spatial – temporal decision making tool. 2nd International Conference on Construction in
Developing Countries (ICCIDC-II). August 3-5,2010, Cairo, Eqypt.
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
View publication statsView publication stats