KEBIJAKAN PEMERINTAH MENJAMIN HAK ANAK dalam KASUS KEKERASAN SEKSUALRizkiKurniawati8
kalompok 8 kelas kebijakan sosial B membahas tentang kekerasan seksual pada anak yakni kasus pedofilia yang dilakukan oleh seseorang yang bernama Emon serta melihat sudut pandang bagaimana pemerintah menangani kasus tersebut. kami juga membahas apa saja hak-hak yang dimiliki oleh anak.
ABSTRAK
Sebagaimana pernah dimuat di media massa tentang beberapa kasus yang dilakukan oleh anak di bawah umur serta perlakuan dari aparat penegak hukum. Sebagai contoh, pada tahun 2006 yang terangkat kepermukaan adalah kasus Raju yang menganiaya temannya. Raju yang baru berusia 8 tahun ini ditahan selama 19 hari untuk menjalani proses hukum yang menimbulkan trauma pada dirinya dan pada tanggal 29 Mei 2009, penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Metro Bandara Soekarno-Hatta terhadap 10 (sepuluh) orang anak yang saat itu bermain judi dengan taruhan Rp 1.000 per anak di kawasan bandara. Contoh lain di Bandar Lampung bahwa pada tahap penyidikan, sebagian besar anak ditahan dan ditempatkan bersama-sama dengan orang dewasa dalam sel tahanan. Pemeriksaan oleh penyidik juga tidak dalam suasana kekeluargaan, dan hak untuk mendapat bantuan hukum tidak diberi tahukan kepada anak yang diperiksa oleh penyidik. Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah : Apakah perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta untuk mengetahui dan menguraikan kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Selanjutnya dipergunakan guna memecahkan masalah dan kemudian disimpulkan.
Terdapat perbedaa pendapat sehubungan dengan pelaksanaan perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Ada pendapat yang menyatakan bahwa dalam prakteknya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UU Perlindungan Anak) misalnya Pidananya sudak tidak dicampur adukkan. Petugas pengawas untuk dewasa dan anak-anak sudah dibedakan atau dipisahkan. Perlakuannyapun sudah berbeda. Petugas pengadilan anak tidak memakai toga, namun ada pula yang mengatakan bahwa belum sepenuhnya dilaksanakan, sebagaimana sering disaksikan di media masa tentang prktek-praktek beberapa oknum aparat keamanan dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana, dalam prakteknya sering menemui berbagai kandala yaitu faktor orang tua, rumah tahanan serta penjara atau sel khusus anak di Yogyakarta belum ada.
Materi yang dibuat oleh Apong Herlina, S.H.,M.H., sebagai pembicara saat kegiatan Criminal Defense Law Forum, Jumat, 15 Agustus 2014, diLembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi anak yang mendasar yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan oleh PBB, lebih dari 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki mengalami pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual termasuk ESA setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak oleh komisi perlindungan anak Indonesia, dari tahun 2011 sampai dengan 2019 tercatat sebanyak 2.385 anak Indonesia menjadi korban trafficking dan eksploitasi, termasuk di dalamnya eksploitasi anak.
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan.
KEBIJAKAN PEMERINTAH MENJAMIN HAK ANAK dalam KASUS KEKERASAN SEKSUALRizkiKurniawati8
kalompok 8 kelas kebijakan sosial B membahas tentang kekerasan seksual pada anak yakni kasus pedofilia yang dilakukan oleh seseorang yang bernama Emon serta melihat sudut pandang bagaimana pemerintah menangani kasus tersebut. kami juga membahas apa saja hak-hak yang dimiliki oleh anak.
ABSTRAK
Sebagaimana pernah dimuat di media massa tentang beberapa kasus yang dilakukan oleh anak di bawah umur serta perlakuan dari aparat penegak hukum. Sebagai contoh, pada tahun 2006 yang terangkat kepermukaan adalah kasus Raju yang menganiaya temannya. Raju yang baru berusia 8 tahun ini ditahan selama 19 hari untuk menjalani proses hukum yang menimbulkan trauma pada dirinya dan pada tanggal 29 Mei 2009, penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Metro Bandara Soekarno-Hatta terhadap 10 (sepuluh) orang anak yang saat itu bermain judi dengan taruhan Rp 1.000 per anak di kawasan bandara. Contoh lain di Bandar Lampung bahwa pada tahap penyidikan, sebagian besar anak ditahan dan ditempatkan bersama-sama dengan orang dewasa dalam sel tahanan. Pemeriksaan oleh penyidik juga tidak dalam suasana kekeluargaan, dan hak untuk mendapat bantuan hukum tidak diberi tahukan kepada anak yang diperiksa oleh penyidik. Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah : Apakah perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta untuk mengetahui dan menguraikan kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Selanjutnya dipergunakan guna memecahkan masalah dan kemudian disimpulkan.
Terdapat perbedaa pendapat sehubungan dengan pelaksanaan perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Ada pendapat yang menyatakan bahwa dalam prakteknya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UU Perlindungan Anak) misalnya Pidananya sudak tidak dicampur adukkan. Petugas pengawas untuk dewasa dan anak-anak sudah dibedakan atau dipisahkan. Perlakuannyapun sudah berbeda. Petugas pengadilan anak tidak memakai toga, namun ada pula yang mengatakan bahwa belum sepenuhnya dilaksanakan, sebagaimana sering disaksikan di media masa tentang prktek-praktek beberapa oknum aparat keamanan dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana, dalam prakteknya sering menemui berbagai kandala yaitu faktor orang tua, rumah tahanan serta penjara atau sel khusus anak di Yogyakarta belum ada.
Materi yang dibuat oleh Apong Herlina, S.H.,M.H., sebagai pembicara saat kegiatan Criminal Defense Law Forum, Jumat, 15 Agustus 2014, diLembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi anak yang mendasar yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan oleh PBB, lebih dari 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki mengalami pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual termasuk ESA setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak oleh komisi perlindungan anak Indonesia, dari tahun 2011 sampai dengan 2019 tercatat sebanyak 2.385 anak Indonesia menjadi korban trafficking dan eksploitasi, termasuk di dalamnya eksploitasi anak.
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan.
Manusia, Kejahatan / Kriminalitas, dan Kriminologi Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir / warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria....
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan. Selain masalah hukum dan kesehatan, anak korban eksploitasi seksual juga seringkali menghadapi persoalan sosial seperti diusir dari lingkungan, dikucilkan oleh teman sebaya, dikeluarkan dari sekolah dan putus sekolah.
Mata Diklat disajikan berbasiskan Experiential Learning, dengan penekanan pada proses internalisasi nilai-nilai dasar tersebut melalui multi metode dan media
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan subjek hukum yang melakukan setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur TPPO. Pelaku TPPO dalam banyak literatur dan dokumen penelitian, selalu diuraikan berdasarkan status, kedudukan atau jabatan. Secara yuridis, Paul SinlaEloE (2017:39) berpendapat bahwa keterlibatan pelaku dalam suatu TPPO bukan ditentukan oleh status, kedudukan atau jabatan, melainkan perannya dalam suatu peristiwa pidana.
Berkaitan dengan peran dari pelaku TPPO, tulisan ini akan membahas tentang orang yang membantu melakukan TPPO. Ada 2 (dua) alasan mengapa pembahasan terkait orang yang membantu melakukan TPPO adalah penting dalam rangka pemberantasan TPPO. Pertama, agar penegak hukum dapat menuntut pertanggungjawaban atau menghukum pelaku TPPO, berdasarkan peran dari keterlibatannya. Kedua, banyak dari mereka yang menjadi pelaku, mungkin saja tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan kejahatan TPPO.
Tentang menganalisa kasus Marsinah dan mengaitkannya dengan HAM. Bukan hanya tentang apa sebenarnya yang dibahas, tetapi bagaimana proses pembahasannya. Semoga bermanfaat... ^^
*fly
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan. Selain masalah hukum dan kesehatan, anak korban eksploitasi seksual juga seringkali menghadapi persoalan sosial seperti diusir dari lingkungan, dikucilkan oleh teman sebaya, dikeluarkan dari sekolah dan putus sekolah.
Manusia, Kejahatan / Kriminalitas, dan Kriminologi Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir / warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria....
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan. Selain masalah hukum dan kesehatan, anak korban eksploitasi seksual juga seringkali menghadapi persoalan sosial seperti diusir dari lingkungan, dikucilkan oleh teman sebaya, dikeluarkan dari sekolah dan putus sekolah.
Mata Diklat disajikan berbasiskan Experiential Learning, dengan penekanan pada proses internalisasi nilai-nilai dasar tersebut melalui multi metode dan media
PELAKU PEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan subjek hukum yang melakukan setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur TPPO. Pelaku TPPO dalam banyak literatur dan dokumen penelitian, selalu diuraikan berdasarkan status, kedudukan atau jabatan. Secara yuridis, Paul SinlaEloE (2017:39) berpendapat bahwa keterlibatan pelaku dalam suatu TPPO bukan ditentukan oleh status, kedudukan atau jabatan, melainkan perannya dalam suatu peristiwa pidana.
Berkaitan dengan peran dari pelaku TPPO, tulisan ini akan membahas tentang orang yang membantu melakukan TPPO. Ada 2 (dua) alasan mengapa pembahasan terkait orang yang membantu melakukan TPPO adalah penting dalam rangka pemberantasan TPPO. Pertama, agar penegak hukum dapat menuntut pertanggungjawaban atau menghukum pelaku TPPO, berdasarkan peran dari keterlibatannya. Kedua, banyak dari mereka yang menjadi pelaku, mungkin saja tidak menyadari bahwa tindakan yang dilakukannya merupakan kejahatan TPPO.
Tentang menganalisa kasus Marsinah dan mengaitkannya dengan HAM. Bukan hanya tentang apa sebenarnya yang dibahas, tetapi bagaimana proses pembahasannya. Semoga bermanfaat... ^^
*fly
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan. Selain masalah hukum dan kesehatan, anak korban eksploitasi seksual juga seringkali menghadapi persoalan sosial seperti diusir dari lingkungan, dikucilkan oleh teman sebaya, dikeluarkan dari sekolah dan putus sekolah.
Application of partial derivatives with two variablesSagar Patel
Application of Partial Derivatives with Two Variables
Maxima And Minima Values.
Maximum And Minimum Values.
Tangent and Normal.
Error And Approximation.
Perlindungan dan penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual pada anakTrini Handayani
Beberapa waktu yang lalu, penduduk Indonesia dikejutkan dengan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada lembaga pendidikan yang notabene merupakan lembaga yang sangat dipercaya untuk membentuk karakter anak yang berbudi luhur serta sebagai harapan orang tua demi masa depan akademik anaknya. Kasus yang terjadi di luar lembaga pendidikanpun sangat mencengangkan, dengan korban lebih dari 100 (seratus) anak yang dilakukan sodomi oleh seorang yang sudah dikenal secara baik oleh korban dengan iming-iming hadiah yang tidak seberapa serta ancaman agar perbuatan tersebut tidak dilaporkan kepada siapapun oleh korban kekerasan seksual tersebut. Korban maupun keluarga korban menunda laporan ke pihak yang berwajib dikarenakan kekerasan seksual tersebut dianggap sebagai aib keluarga, sehingga jatuh korban yang sangat banyak.
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
Kekerasan seksual terhadap anak penerus bangsa ini terus bermunculan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan kasus tersebut. Tulisan ini mengulas kondisi sosial ekonomi pelaku dan upaya pencegahan tindak kekerasan seksual. Pemerintah telah membentuk Satgas antikekerasan anak sebagai salah satu upaya pencegahan. Diharapkan satgas ini melibatkan partisipasi masyarakat setempat karena mereka yang lebih memahami situasi dan kondisi di wilayahnya. Selain itu, Pemerintah diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan, rendahnya pendidikan, pengangguran, serta membatasi pornogra dan minuman keras (miras). DPR perlu memberikan ruang gerak yang luas untuk dilakukannya pembaruan hukum dengan menambah hukuman bagi pelaku kekerasan seksual pada anak.
Arikel Ilmiah tersebut berisi tentang bagaimana ciri-ciri anak yang paling rentan menjadi korban Eksploitasi Seksual dan bagaimana dampak pada anak yang menjadi korban Eksploitasi Seksual serta perlindungan hukum yang mengatur tentang kasus Eksploitasi Anak
Eksploitasi Seksual Anak (ESA) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi anak yang mendasar yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan oleh PBB, lebih dari 150 juta anak perempuan dan 73 juta anak laki-laki mengalami pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual termasuk ESA setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak oleh komisi perlindungan anak Indonesia, dari tahun 2011 sampai dengan 2019 tercatat sebanyak 2.385 anak Indonesia menjadi korban trafficking dan eksploitasi, termasuk di dalamnya eksploitasi anak.
Anak-anak yang menjadi korban eksploitasi seksual akan menghadapi persoalan yang kompleks di kemudian hari. Kekerasan fisik yang dialami bersamaan dengan eksploitasi seksual terhadap anak dapat mengakibatkan luka, rasa sakit dan rasa takut. Di samping itu, anak-anak juga lebih rentan terhadap infeksi menular seksual dan kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selain berdampak pada kesehatan secara fisik, eksploitasi seksual yang dialami oleh anak juga akan membawa masalah psikologis yang cukup serius. Eksploitasi seksual dapat menimbulkan rasa bersalah, rasa rendah diri dan depresi. Kasus yang dialami oleh korban ESA dapat menimbulkan perasaan tidak berharga, yang mengakibatkan perilaku menyakiti diri, termasuk di dalamnya overdosis, percobaan bunuh diri, dan gangguan makan.
This slide shows the situation of child abduction in Indonesia.
Indonesia has assessed the need of the Hague Convention 1980. Locally, we also need this kind of regulation
2. 2 TAHUN DIPERKOSA AYAH KANDUNG,
ANAK BUNGKAM TAKUT IBU DIBUNUH
Merdeka.Com - seorang ayah kandung tega memperkosa anaknya lantaran tak dapat
membendung nafsu setannya. Bahkan, rosnizar ketagihan hingga memaksa anak
gadisnya inisial ni (19) untuk berhubungan layaknya suami istri sejak korban berusia
17 tahun.
Pemerkosaan itu dilakukan rosnizar pertama kali pada selasa 18 desember 2012
silam, sekitar pukul 12.30 wib di kamar mandi rumahnya, kelurahan slp kota
kabupaten kepulauan meranti, provinsi riau. Sekian tahun dipendam, akhirnya sang
anak mengadukan tabiat buruk sang ayah kandung kepada ibunya zai (42).
Kapolres kepulauan meranti AKBP Z pandra arsyad, jumat (14/11), mengatakan,
kejadian tersebut dilaporkan ibu kandung korban tadi pagi, sekitar pukul 09.30 wib.
3. "Laporan korban tengah kita selidiki. Berdasarkan keterangan korban, perbuatan itu
dialaminya sejak berusia 17 tahun, ini bisa dijerat undang-undang perlindungan
anak," ujar Pandra.
Data di kepolisian menyebutkan, saat kejadian awal Ni sedang mandi di kamar mandi,
selanjutnya sang ayah mendobrak pintu kamar mandi yang saat itu dalam keadaan
terkunci.
Setelah pintu terbuka, Ni yang dalam keadaan telanjang bulat, kemudian sang ayah
langsung menggenggam rambut dan memegang tangan kanan Ni lalu mengatakan,
"Kamu harus bersetubuh dengan papa, kalau tidak mau nanti kamu dan ibumu akan
papa bunuh".
4. Karena diancam dan merasa ketakutan, Ni akhirnya terpaksa melayani nafsu setan
dan bersetubuh dengan sang ayah. Usai melampiaskan nafsunya, sang ayah langsung
pergi meninggalkan Ni dalam keadaan telanjang sambil menangis di kamar mandi.
Bahkan parahnya lagi, perbuatan tersebut dilakukan Rosnizar secara berkelanjutan
atau berulang kali. Terakhir kali perbuatan tersebut dilakukan pelaku pada bulan
September 2014 lalu. Tak sanggup lagi menjadi budak seks sang ayah, akhirnya Ni
memberitahu kepada ibunya.
5. Kaget mendengar pengakuan anaknya, sang ibu lalu mengajak anak kesayangannya itu
melaporkan guna proses hukum terhadap Rosnizar yang tega melakukannya kepada
anak kandungnya sendiri.
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana penjara
15 tahun, Juncto perbuatan berkelanjutan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat
1 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 KUHPidana,"
pungkas Pandra.
( http://www.merdeka.com/peristiwa/2-tahun-diperkosa-ayah-kandung-anak-bungkam-takut-ibu-
dibunuh.html )
6. perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, harta benda, dan rasa aman serta
untuk bebas dari penyiksaan
(Pasal 28G) **
membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan, hak anak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi
(Pasal 28B) **
HAK ASASI
MANUSIA
7. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah
Tuhan yang dibawa sejak dalam kandungan. Pada kasus ini, korban adalah anak anak, dan pelaku
adalah orang tua sendiri. Orang tua merupakan sosok yang harusnya menjadi contoh dan panutan bagi
anaknya, membimbing, mengasuh, memberi pengajaran yang baik, memberi perlindungan, memberi
kesejahteraan, dan lain sebagainya.
Sekarang ini, seperti kita ketahui, kekerasan terhadap anak tidak lagi hanya dilakukan oleh
orang-orang diluar keluarga, namun juga orang-orang didalam keluarga, seperti orang tua sang anak .
Kepolosan dan ketidak mampuan sang anak untuk menentang, melawan, seakan dimanfaatkan untuk
kepentingan atau keinginan dari orang tua yang merasa mempunyai kekuasaan. Orang tua yang
seharusnya bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi sang anak, justru membuat
mereka mengalami penderitaan fisik dan mental dengan melakukan kekerasan, sehingga anak
kehilangan hak Asasi mereka.
8. Perkosaan sama dengan penyiksaan / penganiayaan. Dimana penyiksaan /
penganiayaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang menimbulkan
rasa sakit atau penderitaan baik fisik maupun mental . Hal tersebut jelas bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia. Anak anak telah kehilangan hak mereka, dan itu
dikarenakan oleh kekerasan yang dilakukan orang orang yang justru dekat dengan
mereka.
9. Sebenarnya, pemerintah telah berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang
menjadi korban kekerasan seperti membuat Undang-Undang tentang perlindungan anak, membuat
lembaga untuk melindungi anak-anak. Pemerintah juga melakukan penyuluhan mengenai hak anak,
kekerasan dan sanksi yang diberikan kepada pelaku jika melakukan kekerasan pada anak.
Namun menurut saya, upaya pemerintah tidak akan dapat berjalan maksimal jika tidak tidak
adanya kesadaran dari masyarakat sendiri untuk memperhatikan hak anak dan menanamkan perilaku
perlindungan terhadap anak, menanamkan kesadaran bahwa anak harusnya dilindungi dan dibimbing,
menambah wawasan agama, menjalin hubungan keluarga yang harmonis antara anak dan orang tua.
Selain itu, juga diperlukan partisipasi masyarakat dalam melaporkan jika ada kasus kekerasan dan
waspada terhadap kasus tersebut.
10. Oleh karena itu, orangtua, masyarakat perlu menanamkan perilaku melindungi anak dan haknya,
memberi pengajaran yang baik, menjadi panutan yang baik bagi anak, agar anak menjadi pribadi yang
baik, karena anak adalah generasi penerus bangsa.