SlideShare a Scribd company logo
NGAZIS MASTURI, S.H.I., M.H.
PRODI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA
Fiqih Munakahat
1
 Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan
 Hukum Melakukan Perkawinan
 Tujuan Perkawinan
 Prinsip-prinsip Perkawinan
 Hikmah Perkawinan
 Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
Pengertian dan Dasar Hukum
Perkawinan
Istilah/kata perkawinan dalam fiqh dikenal dengan istilah nikah
(‫)نكاح‬ dan zawaj (‫)زواج‬.
Kedua kata ini, nakaha dan zawaja yang menjadi istilah pokok
dalam al-Qur’an untuk menunjuk pengertian perkawinan
(pernikahan). Sebenarnya kata nikah itu sendiri sudah menjadi
bahasa Indonesia.
Secara etimologi kata ‫نكاح‬ berarti ‫الجمع‬ = berkumpul, berhimpun.
Adapun kata ‫زواج‬ berarti pasangan
Dengan demikian, dari sisi bahasa, perkawinan berarti
berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri
sendiri menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
KBBI, mengartikan nikah sebagai ikatan (akad) perkawinan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama: hidup
sebagai suami istri tanpa merupakan pelanggaran terhadap agama.
Sedangkan kata “kawin” membentuk keluarga dengan lawan jenis;
bersuami atau beristri
Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 :
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”
KHI pasal 2
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaaqon gholidhon untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya ibadah”.
Pengertian perkawinan dalam Undang-undang
Perkawinan mempunyai 4 (empat) unsur, yakni :
1. Ikatan Lahir Batin,
2. Antara Seorang Pria
Dengan Seorang Wanita,
3. Membentuk Keluarga
Bahagia Dan Kekal,
4. Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa,
1) Ikatan Lahir Batin,
maksudnya dalam suatu perkawinan tidak hanya ada ikatan
lahir yang diwujudkan dalam bentuk ijab kabul yang dilakukan
oleh wali menpelai perempuan dengan menpelai laki-laki yang
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang disertai penyerahan
mas kawin, tetapi ikatan batin yang diwujudkan dalam bentuk
adanya persetujuan yang ikhlas antara kedua calon menpelai
dalam arti tidak ada unsur paksaan dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain juga memegang peranan yang sangat
penting untuk memperkuat akad ikatan nikah dalam
mewujudkan keluarga bahagia dan kekal.
2) Antara Seorang Pria Dengan Seorang Wanita,
maksudnya dalam suatu ikatan perkawinan menurut UU
perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria sebagai
suami dengan seorang wanita sebagi isteri. Dengan demikian
pasal 1 UU perkawinan menganut azas monogami.
3) Membentuk Keluarga Bahagia Dan Kekal,
maksudnya perkawinan bertujuan untuk memperoleh
ketenangan, kesenangan, kenyamanan, ketentraman lahir
dan batin untuk selama-lamanya dalam kehidupan
berumah tangga. Dalam arti perkawinan untuk
membentuk sebuah keluarga harus mampu membawa
ketenangan dan ketentraman sampai akhir hayatnya.
4) Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
maksudnya perkawinan harus berdasarkan pada
ketentuan agama, tidak boleh perkawinan dipisahkan
dengan agama. Dalam arti sahnya suatu perkawinan
diukur dengan ketentuan yang diatur dalam hukum
agama.
Dasar Hukum Perkawinan
 Al Qur’an
 Al Hadits
 Ijma’ Ulama Fiqh
 Ijtihad
1) Al Qur’an,
Ayat-ayat Al-Qur’an tentang perkawinan adalah sebagai berikut:
 Perkawinan adalah tuntutan kodrat hidup dan tujuannya
antara lain adalah untuk memperoleh keturunan, guna
melangsungkan kehidupan jenisnya terdapat didalam QS. Al-
Dzariyat:49, QS.Yasin:36, QS.al-Hujurat:13, QS.al-Nahl:72.
 Perkawinan adalah untuk mewujudkan kedamaian dan
ketentraman hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang
khususnya antara suami istri, kalangan keluarga yang lebih
luas, bahkan dalam kehidupan umat manusia umumnya. Hal
ini dapat dilihat didalam QS. Al-Rum:21, QS.An-nur:32.
 Larangan-larangan Allah untuk dalam perkawinan dapat
dilihat didalam QS.al-Baqarah:235, QS.Al-Nisa:22-23,
QS.an-Nur:3, QS.al-Baqarah:221, QS.al-Maidah:5, QS.al-
Mumtahanah:10.
1) Al Qur’an,
 Perintah berlaku adil dalam perkawinan dapat dilihat di dalam
QS. An-Nisa’:3 dan 34.
 Adanya peraturan dalam melakukan hubungan suami istri
terdapat di dalam QS. Al-Baqarah:187, 222, dan 223.
 Aturan-aturan tentang penyelesaian kemelut rumah tangga
terdapat di dalam QS.an-Nisa’:35, QS. Al-Thalaq:1, QS. Al-
Baqarah:229-230.
 Aturan tentang masa menunggu (‘iddah) terdapat di dalam
QS.al-Baqarah:226-228, 231-232, 234, 236-237, QS. Al-
Thalaq:1-2, 4, 7, dan 66, serta QS al-Ahzab;49.
 Hak dan kewajiban dalam perkawinan terdapat di dalam QS.
Al-Baqarah: 228-233, serta QS. An-Nisa’:4.
 Peraturan tentang nusyuz dan zhihar terdapat di dalam QS.
An-Nisa’:20 dan 128, QS. Al-Mujadalah:2-4, QS. An-Nur;6-9.
2) Al Hadits,
Meskipun Al-Quran telah memberikan ketentuan-ketentuan
hukum perkawinan dengan sangat terperinci sebagaimana
disebutkan diatas, tetapi masih diperlukan adanya penjelasan-
penjelasan dari sunnah, baik mengenai hal-hal yang tidak
disinggung maupun mengenai hal-hal yang telah disebutkan Al-
Qur’an secara garis besar.
Beberapa contoh sunnah mengenai hal-hal yang tidak
disinggung dalam Al-Quran dapat disebutkan antara lain
sebagai berikut:
 Hal-hal yang berhubungan dengan walimah.
 Tata cara peminangan.
 Saksi dan wali dalam akad nikah.
 Hak mengasuh anak apabila terjadi perceraian.
 Syarat yang disertakan dalam akad nikah.
2) Al Hadits,
Beberapa contoh penjelasan sunnah tentang hal-hal yang
disebutkan dalam Al-Qur’an secara garis besar sebagai berikut:
 Pengertian quru’ yang disebutkan dalam Al-Qur’an
mengenai masa ‘iddah perempuan yang ditalak suaminya.
 Bilangan susuan yang mengakibatkan hubungan mahram.
 Besar kecilnya mahar.
 Izin keluar rumah bagi perempuan yang mengalami ‘iddah
talak raj’i.
 Perceraian yang terjadi karena li’an merupakan talak yang
tidak memungkinkan bekas suami istri kembali nikah lagi.
Hadist Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wassalam riwayat Ibnu
Majah
“Nikah adalah sunnahku,
barang siapa tidak
menjalankan sunnahku, dia
bukan umatku”.
3) Ijma’ Ulama Fiqh,
Para ahli fiqh Munakahat banyak memberikan pemikiran,
pendapat tentang perkawinan yang didasarkan pada Al-Quran
dan Al-Hadis dengan melakukan interprestasi serta analisis
yang melahirkan hukum Fiqh dalam bidang perkawinan yang
menjadi sumber hukum perkawinan indonesia.
Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri
atas:
 Adanya calon suami dan isteri,
 Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita,
 Adanya dua orang saksi,
 Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali
atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon
pengantin laki-laki.
4) Ijtihad,
Hal yang tidak disinggung dalam Al-Qur’an atau Sunnah, tetapi
memerlukan ketentuan hukum dengan ijtihad misalnya;
 Mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan
berlangsung,
 Perkawinan wanita hamil karena zina,
 Akibat pembatalan pertunangan, terhadap hadiah-hadiah
pertunangan dan sebagainya.
Hukum Melakukan Perkawinan
 Wajib
 Sunah
 Makruh
 Mubah
 Haram
Wajib.
• Pernikahan diwajibkan bagi orang yang telah mempunyai kemauan
dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir
pada perbuatan zina seandainya dia tidak kawin.
• Jika seseorang khawatir akan terjerumus, akan tetapi belum mampu
untuk memenuhi nafkah lahir untuk isterinya jika ia menikah, maka
orang tersebut hendaknya dia menahan dirinya untuk tidak menikah,
hal ini sebagaimana penyampaian Allah swt. Dalam QS. Al-Nuur/24:
33.
Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga
kesucian (diri)-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada
mereka dengan karunia-Nya.
“Hai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup untuk
menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan
mata dan lebih memelihara farj (kemaluan) dan barang siapa yang
tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya
puasa itu dapat menekan syahwat (sebagai tameng).
Sunah.
Pernikahan menjadi sunah bagi orang yang telah mempunyai
kemauan dan kemampuan untukmelangsungkan pernikahan,
akan tetapi jika dia tidak melaksanakan pernikahan tidak
dikhawatirkan akan jatuh ke perbuatan maksiat (perzinaan).
Dalam hal seperti ini, menikah baginya lebih utama dari pada
segala bentuk peribadahan.
Karena praktik hidup membujang bukanlah termasuk ajaran dalam
Islam, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Tabrani dari Sa’ad
bin Abu Waqqas.
“Allah Swt tidak menganjurkan ke rahiban kepada kita, namun
menggantikannya dengan kesucian penuh toleransi (pernikahan).
Makruh.
Pernikahan dikategorikan makruh bila bagi orang yang mempunyai
kemampuan untuk melakukan perkawinan ia juga cukup mempunyai
kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya
tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini
tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi
kewajiban suami istri dengan baik.
Mubah.
Pernikahan dikategorikan mubah bagi orang yang mempunyai
kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya
tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak
akan menerlantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya
didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan untuk menjaga
kehormatan agama dan membina keluarga.
Haram.
Pernikahan diharamkan bagi orang yang dapat dipastikan bahwa ia
tidak akan mampu memberi nafkah istri, baik lahir maupun batin.
Nafkah lahir yang dimaksudkan di sini adalah: membayar mahar dan
segala konsekuensi-konsekuensi dalam berumahtangga (papan,
sandang dan pangan).
Sedangkan nafkah batin di nataranya adalah kemampuan untuk
melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin
dengan maksud untuk menerlantarkan orang lain atau menyakiti
istrinya.
Tujuan Perkawinan
ْ‫م‬ُ‫ك‬ ِ
‫س‬ُ‫نف‬َ‫ا‬ ْ
‫ن‬ِِّ‫م‬‫م‬ُ‫ك‬
َ
‫ل‬ َ
‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬ ْ
‫ن‬َ‫ا‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬ََٰ‫اي‬َ‫ء‬ ْ
‫ن‬ِ‫م‬َ‫و‬
‫ا‬ ًۭ
‫ج‬َٰ‫و‬ْ‫ز‬َ‫أ‬
ِ
ِّ
‫ل‬
َ‫و‬َّ‫م‬‫م‬ُ‫ك‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ َ
‫ل‬ َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬ِ‫إ‬‫وا‬ُ‫ن‬ُ‫ك‬ْ‫س‬َ‫ت‬
‫ى‬ِ‫ف‬ َّ
‫ن‬ِ‫إ‬ۚ ً‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫و‬ ًۭ
ً‫ة‬َّ‫د‬
َ
‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬َّ‫ك‬َ‫ف‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ٍۢ‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬
ِّ
ِ‫ل‬ ٍۢ
‫ت‬ََٰ‫اي‬َ‫ء‬
َ
‫َل‬ َ
‫ك‬ِ‫ل‬
ََٰ‫ذ‬
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].
Q.S Ar Rum: 21
Tujuan utama menikah
Untuk menenangkan dan
menentramkan jiwa
Menimbulkan rasa mawaddah,
cinta kasih kepada keluarga
Menimbulkan kasih sayang/
rahmah, saling menyayangi
Untuk mendapatkan keturunan
Prinsip
Perkawinan
Prinsip Mawaddah
Prinsip Kebebasan
Memilih
Prinsip Rahmah
Prinsip amanah/
tanggung jawab
Mu’asyarah bil ma’ruf
1. Prinsip Kebebasan Memilih
Setiap orang mempunyai kebebasan memilih pasangannya selama
tidak bertentangan dengan yang telah disyaratkan dalam Al-Qur’an
serta hadits nabi seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yaitu
tentang menikahi perempuan karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya.
2. Prinsip Mawaddah
Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang
mengadakan perkawinan.
Caranya adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan
perkawinan atau tidak.
3. Prinsip Rahmah
Saling mendorong untuk bersungguh-sungguh dalam rangka
memberikan kebaikan pada pasangannya, saling melengkapi, serta
segala hal yang menganggu hubungan keduanya.
Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga
atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya.
Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak
maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri.
4. Prinsip amanah/ tanggung jawab
Setiap pasangan harus memiliki rasa tanggung jawab dan juga
amanah. Hal ini sangat penting bagi hubungan rumah tangga.
Jika salah satu pasangan tidak memiliki rasa Amanah terhadap
pasangannya, maka ini akan berakibat buruk bagi hubungan rumah
tangga.
Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga,
dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.
5. Mu’asyarah bil ma’ruf
Dalam setiap rumah tangga harus adanya mu’asyarah untuk
menyelesaikan setiap masalah yang terjadi. Tujuannya untuk mencari
solusinya secara bersama-sama.
Hal ini sangat penting sekali karena ini menyangkut keharmonisan
rumah tangga. Jadi setiap ada maslah yang terjadi usahan untuk
mencari solusinya secara bersama-sama dan tentunya dengan kepala
dingin. Karena setiap masalah pasti ada solusinya, jadi jangan jadikan
masalahmu menjadi penghancur dalam rumah tanggamu.
Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara
keduanya harus ada kesesuaian ukuran, kese-suaian mode,
asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing-
masing suami dan isteri harus bisa menjalankan fungsinya sebagai;
1. penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang
lain,
2. pelindung dari panas dinginnya kehidupan, dan
3. kebanggan dan keindahan bagi pasangannya.
Cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi
dan perekat rumah tangga yang sangat penting.
Cinta adalah sesuatu yang suci, anuge-rah Allah dan sering tidak
rasionil. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan.
Perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami
dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena
itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan
kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst.
Harta benda sering menjadi sumber perselisihan keluarga, baik
selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati (warisan).
Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak-anaknya -
termasuk dalam hal pemberian harta-.
Ada dua jalan untuk menga-lihkan hak pemilikan harta orang tua
kepada anak, yaitu hibah, yakni pemberian ketika orang tua masih
hidup, dan pembagian harta warisan setelah orang tua mati.
 Memenuhi tuntutan fitrah
 Mewujudkan ketenangan jiwa dan
kemantapan batin
 Menghindari dekadensi moral
 Mampu membuat wanita
melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.
Hikmah Perkawinan
1. Memenuhi tuntutan fitrah
• Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik
dengan lawan jenisnya.
• Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Ketertarikan dengan
lawan jenis merupakan sebuah fitrah yang telah Allah letakkan pada
manusia.
• Islam adalah agama fitrah, sehingga akan memenuhi tuntutan-
tuntutan fitrah; ini bertujuan agar hukum Islam dapat dilaksanakan
manusia dengan mudah dan tanpa paksaan.
2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin
• Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya
ketenangan jiwa dengan terciptanya perasaan perasaan cinta dan
kasih. QS. Ar-Rum: 21 ini menjelaskan bahwa begitu besar hikmah
yang terkandung dalam perkawinan.
• Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan
kepuasan jasmaniah dan rohaniah. Yaitu kasih sayang, ketenangan,
ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
3. Menghindari dekadensi moral
• Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah
satunya insting untuk melakukan relasi seksual.
• Akan tetapi insting ini akan berakibat negative jika tidak diberi frame
untuk membatasinya, karena nafsunya akan berusaha untuk
memenuhiinsting tersebut dengan cara yang terlarang.
• Akibat yang timbul adalah adanya dekadensi moral, karena
banyaknya perilaku-perilaku menyimpang seperti perzinaan, kumpul
kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan merusakfundamen-fundamen
rumah tangga dan menimbulkan berbagai penyakit fisik dan mental.
(At- Turmuzi, tt:393III)
4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
 Adanya calon mempelai pria dan wanita
 Adanya wali dari calon mempelai wanita
 Dua orang saksi dari kedua belah pihak
 Adanya ijab
 Qabul
Rukun dan Syarat Sah
Perkawinan
Syarat-syarat calon mempelai pengantin pria
Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh calon pengantin pria berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
 Calon suami beragama Islam,
 Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki- laki, orangnya
diketahui dan tertentu.
 Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon
istri.
 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri.
 Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan
perkawinan
 Tidak sedang melakukan ihram,
 Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
 Tidak sedang mempunyai istri empat.
Syarat-syarat calon mempelai Wanita
 Beragama islam atau ahli kitab,
 Terang bahwa ia wanita bukan khuntsa (banci),
 Wanita itu tentu orangnya,
 Halal bagi calon suami,
 Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam
‘iddah,
 Tidak dipaksa/ ikhtiyar
 danTidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
ADANYA WALI Dari Calon Mempelai Wanita
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan
orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu
kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian
saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
WALI
PERNIKAHAN
NASAB
HAKIM
MAULA
TAHKIN
Wali Nasab.
Wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan
wanita yang akan melangsungkan pernikahan.
Singkat urutan wali adalah ayah seterusnya keatas, saudara laki-laki
kebawah, saudara laki-laki ayah kebawah.
Wali nasab tebagi menjadi dua yaitu wali aqrab dan wali ab’ad.
Perpindahaan wali aqrab kepada wali ab’ad sebagai berikut:
1) Apabila wali aqrab nya non muslim.
2) Apabila wali aqrab nya fasik.
3) Apabila wali aqrab nya belum dewasa.
4) Apabila wali aqrabnya gila.
5) Apabila wali aqrabnya bisu/tuli.
Wali Hakim.
adalah seorang wali dari hakim, qadhi kepala pemerintah penguasa atau
qadhi nikah yang diberi wewenang oleh kepala negara untuk menikahkan
seorang wanita yang tidak ada walinya.
Hadits Nabi menyatakan: “Penguasa adalah wali bagi orang yang tidak
mempunyai wali”
Orang-orang yang berhak menjadi wali hakim:
1. Kepala pemerintah.
2. Khalifah.
3. Penguasa
4. Orang-orang yang terkemuka.
Adanya Wali Hakim apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak ada wali nasab.
2. Tidak cukup syarat dari wali aqrab atau wali ab’ad.
3. Wali aqrab qaib atau pergi dalam perjalanan sejauh 92.5 km atau
dua hari perjalanan
4. Wali aqrab di penjara atau tidak dapat di temui.
5. Wali aqrabnya adil.
6. Wali aqrabnya mempersulit.
7. Wali aqrabnya sedang ihram.
8. Wali aqrabnya sendiri yang akan menikah.
9. Wanita yang akan dinikahi gila, tetapi sudah dewasa dan wali mujbir
tidak ada.
Wali hakim tidak berhak menikahkan:
1. Wanita yang belum baliq.
2. Kedua belah pihak tidak sekufu.
3. Tanpa seizin wanita yang akan menikah.
4. Diluar daerah kekuasaannya
Wali Maula
Wali Maula, yaitu wali yang menikahkan budaknya, artinya majikan nya
sendiri. Laki-laki boleh menikahkan perempuan yang berbeda dalam
perwaliannya bila mana perempuan itu rela menerimannya.
Perempuan disini yang di maksud terutama adalah hamba sahaya
yang berada di bawah kekuasannya. Hadis Anas r.a meriwayatkan:
Yang artinya: “sesungguh nya Rasulullah. Telah memerdekakan
sofiyah lalu di jadikan istri dan pembebasannya dari perbudakan
menjadi maharnya, serta mengadakan walimahnya dengan seekor
kambing.” (H.R Bukhari).
Maka Allah tidak melarang mereka yang menikahkan budak
perempuan untuk dirinya sendiri atas dasar suka sama suka dan saling
rela diantara keduanya
Wali Tahkin
Wali tahkim, yaitu wali yang diangkat oleh calon suami dan atau calon
istri. Wali tahkim terjadi apabila:
1. Wali nasab tidak ada.
2. Wali nasab gaib, atau bepergian sejauh dua hari perjalanan, serta
tidak ada wakilnya di situ.
3. Tidak ada qadi atau pegawai pencatat nikah.
Syarat-syarat wali dalam Pernikahan
Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh
Karena itu, tidak semua orang dapat di terima sebagai wali dan saksi,
tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat yaitu:
1. Islam. Orang yang tidak beragama tidak sah menjadi wali
atau saksi. “Firman Allah: Hai orang-orang beriman
janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan
nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu.”
2. Balig
3. Berakal.
4. Merdeka.
5. Laki-laki.
6. Adil.
7. Tidak sedang melaksanakan Ihram
DUA ORANG SAKSI Dari Kedua Belah Pihak
Saksi disini dimaksudkan minimal dari setiap mempelai baik dari wanita
maupun pria menghadirkan dua orang saksi agar pernikahan yang
hendak dijalankan lebih sah.
1. Muslim
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil
7. Pendengaran dan penglihatannya sempurna
8. Memahami bahasa yang diucapkan dalama ijab qabul
9. Tidak sedang mengerjakan ikhram haji atau umrah
ADANYA IJAB
Yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria
untuk dinikahi
QABUL
Yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab)
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan.
Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian
perkawinan).
Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau
kepala yang bisa dipahami.
Ijab dilakukan pihak wali mempelai perempuan atau walinya,
sedangkan ka- bul dilakukan mempelai laki-laki atau wakilnya

More Related Content

Similar to Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan, Dasar Hukum Perkawinan, Hukum Melakukan Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Prinsip-prinsip Perkawinan, Hikmah Perkawinan, Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum IslamPERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
IAIN Tulungagung
 
Bab 3 akad nikah via teleconference
Bab 3 akad nikah via teleconferenceBab 3 akad nikah via teleconference
Bab 3 akad nikah via teleconference
Asep Adi
 
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agamaKeluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
Farichah Riha
 
Munakahat (pernikahan)
Munakahat (pernikahan)Munakahat (pernikahan)
Munakahat (pernikahan)
Micing
 
Fiqih III
Fiqih IIIFiqih III
Fiqih III
ikmalabas
 
Fiqih Rangkuman Bab Nikah
Fiqih Rangkuman Bab NikahFiqih Rangkuman Bab Nikah
Fiqih Rangkuman Bab Nikah
heckaathaya
 
Bab munakahat 12
Bab munakahat 12Bab munakahat 12
Bab munakahat 12
Ajeng Citra Tri Basuki
 
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptxtugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
Sorayalia
 
Perkahwinan didalam islam
Perkahwinan didalam islamPerkahwinan didalam islam
Perkahwinan didalam islam
Arra Asri
 
Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)uliecha
 
Fiqh Munakahat
Fiqh MunakahatFiqh Munakahat
Fiqh Munakahat
Abdul Aziz Siswanto
 
Fiqh munakahat 141121
Fiqh munakahat 141121Fiqh munakahat 141121
Fiqh munakahat 141121
Ahmad Nizam
 
Modul 7 kb 2
Modul 7 kb 2Modul 7 kb 2
Modul 7 kb 2
kasmuddin nanang
 
makalah pernikahan.docx
makalah pernikahan.docxmakalah pernikahan.docx
makalah pernikahan.docx
rusmanwarsit0
 
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
windajubaidah2
 
Munakahat
MunakahatMunakahat
Munakahat
materipptgc
 
Ketentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptxKetentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptx
MuhammadFahreziHarjo
 
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdfKLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
AzyarSusanto1
 
Bab pernikahan
Bab pernikahanBab pernikahan
Bab pernikahan
suhendi8
 

Similar to Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan, Dasar Hukum Perkawinan, Hukum Melakukan Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Prinsip-prinsip Perkawinan, Hikmah Perkawinan, Rukun dan Syarat Sah Perkawinan (20)

PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum IslamPERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
 
Bab 3 akad nikah via teleconference
Bab 3 akad nikah via teleconferenceBab 3 akad nikah via teleconference
Bab 3 akad nikah via teleconference
 
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agamaKeluarga sakinah dan nikah beda agama
Keluarga sakinah dan nikah beda agama
 
Munakahat (pernikahan)
Munakahat (pernikahan)Munakahat (pernikahan)
Munakahat (pernikahan)
 
Fiqih III
Fiqih IIIFiqih III
Fiqih III
 
Fiqih Rangkuman Bab Nikah
Fiqih Rangkuman Bab NikahFiqih Rangkuman Bab Nikah
Fiqih Rangkuman Bab Nikah
 
Bab munakahat 12
Bab munakahat 12Bab munakahat 12
Bab munakahat 12
 
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptxtugas ppt hukum Islam new (1).pptx
tugas ppt hukum Islam new (1).pptx
 
Perkahwinan didalam islam
Perkahwinan didalam islamPerkahwinan didalam islam
Perkahwinan didalam islam
 
Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)
 
Fiqh Munakahat
Fiqh MunakahatFiqh Munakahat
Fiqh Munakahat
 
Fiqh munakahat 141121
Fiqh munakahat 141121Fiqh munakahat 141121
Fiqh munakahat 141121
 
Modul 7 kb 2
Modul 7 kb 2Modul 7 kb 2
Modul 7 kb 2
 
makalah pernikahan.docx
makalah pernikahan.docxmakalah pernikahan.docx
makalah pernikahan.docx
 
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
2. Makna Pernikahan AIK 4.pptx
 
Nikah
Nikah Nikah
Nikah
 
Munakahat
MunakahatMunakahat
Munakahat
 
Ketentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptxKetentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptx
 
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdfKLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
 
Bab pernikahan
Bab pernikahanBab pernikahan
Bab pernikahan
 

Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan, Dasar Hukum Perkawinan, Hukum Melakukan Perkawinan, Tujuan Perkawinan, Prinsip-prinsip Perkawinan, Hikmah Perkawinan, Rukun dan Syarat Sah Perkawinan

  • 1. NGAZIS MASTURI, S.H.I., M.H. PRODI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA Fiqih Munakahat 1
  • 2.  Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan  Hukum Melakukan Perkawinan  Tujuan Perkawinan  Prinsip-prinsip Perkawinan  Hikmah Perkawinan  Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
  • 3. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan Istilah/kata perkawinan dalam fiqh dikenal dengan istilah nikah (‫)نكاح‬ dan zawaj (‫)زواج‬. Kedua kata ini, nakaha dan zawaja yang menjadi istilah pokok dalam al-Qur’an untuk menunjuk pengertian perkawinan (pernikahan). Sebenarnya kata nikah itu sendiri sudah menjadi bahasa Indonesia. Secara etimologi kata ‫نكاح‬ berarti ‫الجمع‬ = berkumpul, berhimpun. Adapun kata ‫زواج‬ berarti pasangan Dengan demikian, dari sisi bahasa, perkawinan berarti berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
  • 4. KBBI, mengartikan nikah sebagai ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama: hidup sebagai suami istri tanpa merupakan pelanggaran terhadap agama. Sedangkan kata “kawin” membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal 1 : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” KHI pasal 2 “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya ibadah”.
  • 5. Pengertian perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan mempunyai 4 (empat) unsur, yakni : 1. Ikatan Lahir Batin, 2. Antara Seorang Pria Dengan Seorang Wanita, 3. Membentuk Keluarga Bahagia Dan Kekal, 4. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
  • 6. 1) Ikatan Lahir Batin, maksudnya dalam suatu perkawinan tidak hanya ada ikatan lahir yang diwujudkan dalam bentuk ijab kabul yang dilakukan oleh wali menpelai perempuan dengan menpelai laki-laki yang disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi yang disertai penyerahan mas kawin, tetapi ikatan batin yang diwujudkan dalam bentuk adanya persetujuan yang ikhlas antara kedua calon menpelai dalam arti tidak ada unsur paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain juga memegang peranan yang sangat penting untuk memperkuat akad ikatan nikah dalam mewujudkan keluarga bahagia dan kekal. 2) Antara Seorang Pria Dengan Seorang Wanita, maksudnya dalam suatu ikatan perkawinan menurut UU perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria sebagai suami dengan seorang wanita sebagi isteri. Dengan demikian pasal 1 UU perkawinan menganut azas monogami.
  • 7. 3) Membentuk Keluarga Bahagia Dan Kekal, maksudnya perkawinan bertujuan untuk memperoleh ketenangan, kesenangan, kenyamanan, ketentraman lahir dan batin untuk selama-lamanya dalam kehidupan berumah tangga. Dalam arti perkawinan untuk membentuk sebuah keluarga harus mampu membawa ketenangan dan ketentraman sampai akhir hayatnya. 4) Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maksudnya perkawinan harus berdasarkan pada ketentuan agama, tidak boleh perkawinan dipisahkan dengan agama. Dalam arti sahnya suatu perkawinan diukur dengan ketentuan yang diatur dalam hukum agama.
  • 8. Dasar Hukum Perkawinan  Al Qur’an  Al Hadits  Ijma’ Ulama Fiqh  Ijtihad
  • 9. 1) Al Qur’an, Ayat-ayat Al-Qur’an tentang perkawinan adalah sebagai berikut:  Perkawinan adalah tuntutan kodrat hidup dan tujuannya antara lain adalah untuk memperoleh keturunan, guna melangsungkan kehidupan jenisnya terdapat didalam QS. Al- Dzariyat:49, QS.Yasin:36, QS.al-Hujurat:13, QS.al-Nahl:72.  Perkawinan adalah untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang khususnya antara suami istri, kalangan keluarga yang lebih luas, bahkan dalam kehidupan umat manusia umumnya. Hal ini dapat dilihat didalam QS. Al-Rum:21, QS.An-nur:32.  Larangan-larangan Allah untuk dalam perkawinan dapat dilihat didalam QS.al-Baqarah:235, QS.Al-Nisa:22-23, QS.an-Nur:3, QS.al-Baqarah:221, QS.al-Maidah:5, QS.al- Mumtahanah:10.
  • 10. 1) Al Qur’an,  Perintah berlaku adil dalam perkawinan dapat dilihat di dalam QS. An-Nisa’:3 dan 34.  Adanya peraturan dalam melakukan hubungan suami istri terdapat di dalam QS. Al-Baqarah:187, 222, dan 223.  Aturan-aturan tentang penyelesaian kemelut rumah tangga terdapat di dalam QS.an-Nisa’:35, QS. Al-Thalaq:1, QS. Al- Baqarah:229-230.  Aturan tentang masa menunggu (‘iddah) terdapat di dalam QS.al-Baqarah:226-228, 231-232, 234, 236-237, QS. Al- Thalaq:1-2, 4, 7, dan 66, serta QS al-Ahzab;49.  Hak dan kewajiban dalam perkawinan terdapat di dalam QS. Al-Baqarah: 228-233, serta QS. An-Nisa’:4.  Peraturan tentang nusyuz dan zhihar terdapat di dalam QS. An-Nisa’:20 dan 128, QS. Al-Mujadalah:2-4, QS. An-Nur;6-9.
  • 11. 2) Al Hadits, Meskipun Al-Quran telah memberikan ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dengan sangat terperinci sebagaimana disebutkan diatas, tetapi masih diperlukan adanya penjelasan- penjelasan dari sunnah, baik mengenai hal-hal yang tidak disinggung maupun mengenai hal-hal yang telah disebutkan Al- Qur’an secara garis besar. Beberapa contoh sunnah mengenai hal-hal yang tidak disinggung dalam Al-Quran dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:  Hal-hal yang berhubungan dengan walimah.  Tata cara peminangan.  Saksi dan wali dalam akad nikah.  Hak mengasuh anak apabila terjadi perceraian.  Syarat yang disertakan dalam akad nikah.
  • 12. 2) Al Hadits, Beberapa contoh penjelasan sunnah tentang hal-hal yang disebutkan dalam Al-Qur’an secara garis besar sebagai berikut:  Pengertian quru’ yang disebutkan dalam Al-Qur’an mengenai masa ‘iddah perempuan yang ditalak suaminya.  Bilangan susuan yang mengakibatkan hubungan mahram.  Besar kecilnya mahar.  Izin keluar rumah bagi perempuan yang mengalami ‘iddah talak raj’i.  Perceraian yang terjadi karena li’an merupakan talak yang tidak memungkinkan bekas suami istri kembali nikah lagi.
  • 13. Hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam riwayat Ibnu Majah “Nikah adalah sunnahku, barang siapa tidak menjalankan sunnahku, dia bukan umatku”.
  • 14. 3) Ijma’ Ulama Fiqh, Para ahli fiqh Munakahat banyak memberikan pemikiran, pendapat tentang perkawinan yang didasarkan pada Al-Quran dan Al-Hadis dengan melakukan interprestasi serta analisis yang melahirkan hukum Fiqh dalam bidang perkawinan yang menjadi sumber hukum perkawinan indonesia. Jumhur Ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri atas:  Adanya calon suami dan isteri,  Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita,  Adanya dua orang saksi,  Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
  • 15. 4) Ijtihad, Hal yang tidak disinggung dalam Al-Qur’an atau Sunnah, tetapi memerlukan ketentuan hukum dengan ijtihad misalnya;  Mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung,  Perkawinan wanita hamil karena zina,  Akibat pembatalan pertunangan, terhadap hadiah-hadiah pertunangan dan sebagainya.
  • 16. Hukum Melakukan Perkawinan  Wajib  Sunah  Makruh  Mubah  Haram
  • 17. Wajib. • Pernikahan diwajibkan bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya dia tidak kawin. • Jika seseorang khawatir akan terjerumus, akan tetapi belum mampu untuk memenuhi nafkah lahir untuk isterinya jika ia menikah, maka orang tersebut hendaknya dia menahan dirinya untuk tidak menikah, hal ini sebagaimana penyampaian Allah swt. Dalam QS. Al-Nuur/24: 33. Orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)-nya sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
  • 18. “Hai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan mata dan lebih memelihara farj (kemaluan) dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat menekan syahwat (sebagai tameng).
  • 19. Sunah. Pernikahan menjadi sunah bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untukmelangsungkan pernikahan, akan tetapi jika dia tidak melaksanakan pernikahan tidak dikhawatirkan akan jatuh ke perbuatan maksiat (perzinaan). Dalam hal seperti ini, menikah baginya lebih utama dari pada segala bentuk peribadahan. Karena praktik hidup membujang bukanlah termasuk ajaran dalam Islam, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Tabrani dari Sa’ad bin Abu Waqqas. “Allah Swt tidak menganjurkan ke rahiban kepada kita, namun menggantikannya dengan kesucian penuh toleransi (pernikahan).
  • 20. Makruh. Pernikahan dikategorikan makruh bila bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan ia juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik. Mubah. Pernikahan dikategorikan mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menerlantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan untuk menjaga kehormatan agama dan membina keluarga.
  • 21. Haram. Pernikahan diharamkan bagi orang yang dapat dipastikan bahwa ia tidak akan mampu memberi nafkah istri, baik lahir maupun batin. Nafkah lahir yang dimaksudkan di sini adalah: membayar mahar dan segala konsekuensi-konsekuensi dalam berumahtangga (papan, sandang dan pangan). Sedangkan nafkah batin di nataranya adalah kemampuan untuk melakukan hubungan seksual dengan istrinya. Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang kawin dengan maksud untuk menerlantarkan orang lain atau menyakiti istrinya.
  • 22. Tujuan Perkawinan ْ‫م‬ُ‫ك‬ ِ ‫س‬ُ‫نف‬َ‫ا‬ ْ ‫ن‬ِِّ‫م‬‫م‬ُ‫ك‬ َ ‫ل‬ َ ‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬ ْ ‫ن‬َ‫ا‬ ِ‫ه‬ِ‫ت‬ََٰ‫اي‬َ‫ء‬ ْ ‫ن‬ِ‫م‬َ‫و‬ ‫ا‬ ًۭ ‫ج‬َٰ‫و‬ْ‫ز‬َ‫أ‬ ِ ِّ ‫ل‬ َ‫و‬َّ‫م‬‫م‬ُ‫ك‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ َ ‫ل‬ َ‫ع‬َ‫ج‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬ِ‫إ‬‫وا‬ُ‫ن‬ُ‫ك‬ْ‫س‬َ‫ت‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ َّ ‫ن‬ِ‫إ‬ۚ ً‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫و‬ ًۭ ً‫ة‬َّ‫د‬ َ ‫ن‬‫و‬ُ‫ر‬َّ‫ك‬َ‫ف‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ٍۢ‫م‬ْ‫و‬َ‫ق‬ ِّ ِ‫ل‬ ٍۢ ‫ت‬ََٰ‫اي‬َ‫ء‬ َ ‫َل‬ َ ‫ك‬ِ‫ل‬ ََٰ‫ذ‬ “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar. Ruum (30):21].
  • 23. Q.S Ar Rum: 21 Tujuan utama menikah Untuk menenangkan dan menentramkan jiwa Menimbulkan rasa mawaddah, cinta kasih kepada keluarga Menimbulkan kasih sayang/ rahmah, saling menyayangi Untuk mendapatkan keturunan
  • 24. Prinsip Perkawinan Prinsip Mawaddah Prinsip Kebebasan Memilih Prinsip Rahmah Prinsip amanah/ tanggung jawab Mu’asyarah bil ma’ruf
  • 25. 1. Prinsip Kebebasan Memilih Setiap orang mempunyai kebebasan memilih pasangannya selama tidak bertentangan dengan yang telah disyaratkan dalam Al-Qur’an serta hadits nabi seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yaitu tentang menikahi perempuan karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. 2. Prinsip Mawaddah Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak. 3. Prinsip Rahmah Saling mendorong untuk bersungguh-sungguh dalam rangka memberikan kebaikan pada pasangannya, saling melengkapi, serta segala hal yang menganggu hubungan keduanya. Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya. Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
  • 26. 4. Prinsip amanah/ tanggung jawab Setiap pasangan harus memiliki rasa tanggung jawab dan juga amanah. Hal ini sangat penting bagi hubungan rumah tangga. Jika salah satu pasangan tidak memiliki rasa Amanah terhadap pasangannya, maka ini akan berakibat buruk bagi hubungan rumah tangga. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami. 5. Mu’asyarah bil ma’ruf Dalam setiap rumah tangga harus adanya mu’asyarah untuk menyelesaikan setiap masalah yang terjadi. Tujuannya untuk mencari solusinya secara bersama-sama. Hal ini sangat penting sekali karena ini menyangkut keharmonisan rumah tangga. Jadi setiap ada maslah yang terjadi usahan untuk mencari solusinya secara bersama-sama dan tentunya dengan kepala dingin. Karena setiap masalah pasti ada solusinya, jadi jangan jadikan masalahmu menjadi penghancur dalam rumah tanggamu.
  • 27. Suami isteri itu bagaikan pakaian dan pemakainya. Antara keduanya harus ada kesesuaian ukuran, kese-suaian mode, asesoris dan pemeliharaan kebersihan. Layaknya pakaian, masing- masing suami dan isteri harus bisa menjalankan fungsinya sebagai; 1. penutup aurat (sesuatu yang memalukan) dari pandangan orang lain, 2. pelindung dari panas dinginnya kehidupan, dan 3. kebanggan dan keindahan bagi pasangannya. Cinta dan kasih sayang (mawaddah dan rahmah) merupakan sendi dan perekat rumah tangga yang sangat penting. Cinta adalah sesuatu yang suci, anuge-rah Allah dan sering tidak rasionil. Cinta dipenuhi nuansa memaklumi dan memaafkan.
  • 28. Perkawinan itu bukan hanya mempertemukan dua orang; suami dan isteri, tetapi juga dua keluarga besar antar besan. Oleh karena itu suami/isteri harus bisa berhubungan secara proporsional dengan kedua belah pihak keluarga, orang tua, mertua adik, ipar dst. Harta benda sering menjadi sumber perselisihan keluarga, baik selagi masih hidup maupun setelah ditinggal mati (warisan). Orang tua diajarkan untuk berlaku adil terhadap anak-anaknya - termasuk dalam hal pemberian harta-. Ada dua jalan untuk menga-lihkan hak pemilikan harta orang tua kepada anak, yaitu hibah, yakni pemberian ketika orang tua masih hidup, dan pembagian harta warisan setelah orang tua mati.
  • 29.  Memenuhi tuntutan fitrah  Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin  Menghindari dekadensi moral  Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. Hikmah Perkawinan
  • 30. 1. Memenuhi tuntutan fitrah • Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik dengan lawan jenisnya. • Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Ketertarikan dengan lawan jenis merupakan sebuah fitrah yang telah Allah letakkan pada manusia. • Islam adalah agama fitrah, sehingga akan memenuhi tuntutan- tuntutan fitrah; ini bertujuan agar hukum Islam dapat dilaksanakan manusia dengan mudah dan tanpa paksaan. 2. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin • Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya ketenangan jiwa dengan terciptanya perasaan perasaan cinta dan kasih. QS. Ar-Rum: 21 ini menjelaskan bahwa begitu besar hikmah yang terkandung dalam perkawinan. • Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah dan rohaniah. Yaitu kasih sayang, ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan hidup.
  • 31. 3. Menghindari dekadensi moral • Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya insting untuk melakukan relasi seksual. • Akan tetapi insting ini akan berakibat negative jika tidak diberi frame untuk membatasinya, karena nafsunya akan berusaha untuk memenuhiinsting tersebut dengan cara yang terlarang. • Akibat yang timbul adalah adanya dekadensi moral, karena banyaknya perilaku-perilaku menyimpang seperti perzinaan, kumpul kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan merusakfundamen-fundamen rumah tangga dan menimbulkan berbagai penyakit fisik dan mental. (At- Turmuzi, tt:393III) 4. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
  • 32.  Adanya calon mempelai pria dan wanita  Adanya wali dari calon mempelai wanita  Dua orang saksi dari kedua belah pihak  Adanya ijab  Qabul Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
  • 33. Syarat-syarat calon mempelai pengantin pria Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin pria berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:  Calon suami beragama Islam,  Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki- laki, orangnya diketahui dan tertentu.  Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.  Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri.  Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan  Tidak sedang melakukan ihram,  Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri  Tidak sedang mempunyai istri empat.
  • 34. Syarat-syarat calon mempelai Wanita  Beragama islam atau ahli kitab,  Terang bahwa ia wanita bukan khuntsa (banci),  Wanita itu tentu orangnya,  Halal bagi calon suami,  Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah,  Tidak dipaksa/ ikhtiyar  danTidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
  • 35. ADANYA WALI Dari Calon Mempelai Wanita Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. WALI PERNIKAHAN NASAB HAKIM MAULA TAHKIN
  • 36. Wali Nasab. Wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Singkat urutan wali adalah ayah seterusnya keatas, saudara laki-laki kebawah, saudara laki-laki ayah kebawah. Wali nasab tebagi menjadi dua yaitu wali aqrab dan wali ab’ad. Perpindahaan wali aqrab kepada wali ab’ad sebagai berikut: 1) Apabila wali aqrab nya non muslim. 2) Apabila wali aqrab nya fasik. 3) Apabila wali aqrab nya belum dewasa. 4) Apabila wali aqrabnya gila. 5) Apabila wali aqrabnya bisu/tuli.
  • 37. Wali Hakim. adalah seorang wali dari hakim, qadhi kepala pemerintah penguasa atau qadhi nikah yang diberi wewenang oleh kepala negara untuk menikahkan seorang wanita yang tidak ada walinya. Hadits Nabi menyatakan: “Penguasa adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali” Orang-orang yang berhak menjadi wali hakim: 1. Kepala pemerintah. 2. Khalifah. 3. Penguasa 4. Orang-orang yang terkemuka.
  • 38. Adanya Wali Hakim apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: 1. Tidak ada wali nasab. 2. Tidak cukup syarat dari wali aqrab atau wali ab’ad. 3. Wali aqrab qaib atau pergi dalam perjalanan sejauh 92.5 km atau dua hari perjalanan 4. Wali aqrab di penjara atau tidak dapat di temui. 5. Wali aqrabnya adil. 6. Wali aqrabnya mempersulit. 7. Wali aqrabnya sedang ihram. 8. Wali aqrabnya sendiri yang akan menikah. 9. Wanita yang akan dinikahi gila, tetapi sudah dewasa dan wali mujbir tidak ada. Wali hakim tidak berhak menikahkan: 1. Wanita yang belum baliq. 2. Kedua belah pihak tidak sekufu. 3. Tanpa seizin wanita yang akan menikah. 4. Diluar daerah kekuasaannya
  • 39. Wali Maula Wali Maula, yaitu wali yang menikahkan budaknya, artinya majikan nya sendiri. Laki-laki boleh menikahkan perempuan yang berbeda dalam perwaliannya bila mana perempuan itu rela menerimannya. Perempuan disini yang di maksud terutama adalah hamba sahaya yang berada di bawah kekuasannya. Hadis Anas r.a meriwayatkan: Yang artinya: “sesungguh nya Rasulullah. Telah memerdekakan sofiyah lalu di jadikan istri dan pembebasannya dari perbudakan menjadi maharnya, serta mengadakan walimahnya dengan seekor kambing.” (H.R Bukhari). Maka Allah tidak melarang mereka yang menikahkan budak perempuan untuk dirinya sendiri atas dasar suka sama suka dan saling rela diantara keduanya
  • 40. Wali Tahkin Wali tahkim, yaitu wali yang diangkat oleh calon suami dan atau calon istri. Wali tahkim terjadi apabila: 1. Wali nasab tidak ada. 2. Wali nasab gaib, atau bepergian sejauh dua hari perjalanan, serta tidak ada wakilnya di situ. 3. Tidak ada qadi atau pegawai pencatat nikah.
  • 41. Syarat-syarat wali dalam Pernikahan Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh Karena itu, tidak semua orang dapat di terima sebagai wali dan saksi, tetapi hendaklah orang-orang yang memiliki beberapa sifat yaitu: 1. Islam. Orang yang tidak beragama tidak sah menjadi wali atau saksi. “Firman Allah: Hai orang-orang beriman janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpinmu.” 2. Balig 3. Berakal. 4. Merdeka. 5. Laki-laki. 6. Adil. 7. Tidak sedang melaksanakan Ihram
  • 42. DUA ORANG SAKSI Dari Kedua Belah Pihak Saksi disini dimaksudkan minimal dari setiap mempelai baik dari wanita maupun pria menghadirkan dua orang saksi agar pernikahan yang hendak dijalankan lebih sah. 1. Muslim 2. Baligh 3. Berakal 4. Merdeka 5. Laki-laki 6. Adil 7. Pendengaran dan penglihatannya sempurna 8. Memahami bahasa yang diucapkan dalama ijab qabul 9. Tidak sedang mengerjakan ikhram haji atau umrah
  • 43. ADANYA IJAB Yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria untuk dinikahi QABUL Yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab) Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan pihak wali mempelai perempuan atau walinya, sedangkan ka- bul dilakukan mempelai laki-laki atau wakilnya