SlideShare a Scribd company logo
1 of 32
Download to read offline
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. General Anestesi
Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu
hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi (bebas nyeri =
“mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (“mati gerak”) (Mangku dan
Senapathi, 2010) Untuk mencapai ke tiga target tersebut dapat digunakan
hanya dengan mempergunakan satu jenis obat, misalnya eter atau dengan
memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus
seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, khusus
sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target
anestesia tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi” (Mangku dan
Senapathi, 2010). Anestesi umum (General Anestesi) adalah tindakan
menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilangnya
kesadaran dan pulih sadar (Mansjoer, dkk . 2009).
General anestesi menurut Mangku (2010) membagi anestesi
menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general
anestesi antara lain.
12
a. General Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan
dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung
kedalam pembuluh darah vena. Obat induksi bolus
disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesi hemodinamik harus selalu diawasi dan
diberikan oksigen.
b. General Anestesi Inhalasi
Merupakan teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang
berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
Menurut Mangku (2010) ada beberapa teknik general anestesi
inhalasi antara lain:
1) Inhalasi sungkup muka
Secara inhalasi dengan nafas sepontan, komponen trias
anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan
relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi kecil dan
sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat
dan posisi terlentang.
13
2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA)
Secara inhalasi dengan nafas sepontan, komponen trias
anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan
relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi kecil dan
sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat
dan posisi terlentang.
3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan
Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias
anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan
relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi didaerah
kepala-leher dengan posisi terlentang, berlangsung
singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot yang
maksimal.
4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali
Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non
depolarisasi, selanjutnya dilakukan nafas kendali.
Komponen anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik,
analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini digunakan pada
operasi yang berlangsung lama >1 jam
(kraniotomi, torakotomi, laparatomi, operasi dengan
posisi lateral dan pronasi).
14
c. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun
obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan anestesi regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang.
2. Anatomi Sistem Respirasi
Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan
Sumber: Syaifuddin (2009).
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
15
hidung. Menurut Pearce (2007) permukaan luar hidung ditutupi
oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang
meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar sabesa,
kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut
ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam udara
inspirasi.
Terdapat 3 fungsi rongga hidung :
1) Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui
rongga hidung akan menjalani 3 proses yaitu penyaringan
(filtrasi), penghangatan, dan pelembaban.
2) Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki
fungsi dalam penerimaan bau.
3) Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan
suara- suara fenotik dimana dia berfungsi sebagai ruang
resonasi.
Menurut Graff (2010) pada potongan frontal, rongga hidung
berbentuk seperti buah alpukat, terbagi dua oleh sekat (septum
median). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan tulang yang
dilapisi oleh mukosa, yaitu:
1) Konka nasalis superior,
16
2) Konka nasalis medius,
3) Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau
jaringan erektil yaitu pleksus vena besar, berdinding tipis,
dekat permukaan.
Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-serabut syaraf
atau reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius
(Syaifuddin, 2009).
Fungsi hidung, terdiri dari :
1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh
bulu-bulu hidung
3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara
pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung.
b. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara
jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar
tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
17
yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat
dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus
(Syaifuddin, 2009).
Menurut Graaff (2010) Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang
dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur
penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan
tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii bermuara
pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan
udara pada kedua sisi membrane timpani.
2) Orofaring merupakan bagian tengah faring antara palatum
lunak dan tulang hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory
dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan
bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di belakang
rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau
pangkal lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian
orofaring ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan
system pencernaan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh
fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam
tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila
lingual.
18
3) Laringofaring terletak di belakang laring. Laringofaring
merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawah
laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem
digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan
makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui
epiglottis yang fleksibel.
c. Laring
Pangkal Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh
sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring (Syaifuddin, 2009).
Laring terdiri dari 4 tulang rawan antara lain:
1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat
pada pria.
2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
4) Kartilago epiglotis (1 buah).
19
Proses pembentukan suara :
Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerjasama antara
rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Pada pita
suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini tidak
dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh
aliran udara maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk
beker tadi diputar. Akibatnya pita suara dapat mengencang dan
mengendor dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas.
Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari
paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu
diteruskan melalui udara yang keluar – masuk. Perbedaan suara
seseorang bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita
suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita (Syaifuddin,
2009).
d. Trakea
Batang Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari laring
yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang trakea 9-11 cm
dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
20
yang disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Syaifuddin,
2009).
Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami
percabangan di bagian ujung menuju ke paru-paru. Yang
memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang
menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan
lanjutan udara yang masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk
sari dan kontaminan lainnya. Sel silia berdenyut akan menggerakan
mukus ini naik ke faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan
melalui rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan
saluran pernapasaan (Graaff, 2010).
e. Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus
lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).
Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
arteri, limfatik dan saraf (Syaifuddin, 2009).
21
1) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus
untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
2) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis (yang mempunyai kelenjar lendir dan silia).
3) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus
respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran
transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara
pertukaran gas.
4) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
f. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru dibagi
dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
22
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra
lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari
belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu
5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen
ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus (Syaifuddin, 2009).
Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang
miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri
pulmonalis. Selain system arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula
arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk
memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah
kaya oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot
pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada
otot-otot pernapasan tambahan seperti otot-otot perut (Graaff,
2010).
23
3. Nyeri Tenggorokan
a. Pengertian Nyeri
Menurut Mangku dan Tjokarda (2010) nyeri merupakan bentuk
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau cenderung akan
terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan
kerusakan jaringan.
b. Klasifikasi Nyeri
Menurut Witjalaksono dkk (2013) mengklasifikasikan nyeri
menjadi:
1) Berdasarkan lamanya nyeri:
a) Nyeri akut merupakan nyeri yang lamanya <3 bulan,
mendadak akibat trauma atau imflamasi tanda respon
simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga
supportif.
b) Nyeri kronik merupakan nyeri yang sudah berlangsung
lama >3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda
respon parasimpatis, penderita sudah depresi dan
keluarga lelah.
c. Nyeri tenggorokan
Nyeri tenggorokan merupakan rasa tidak nyaman pada
tenggorokan yang dapat menimbulkan rasa sakit untuk menelan.
24
Nyeri tenggorokan biasa terjadi setelah anestesi umum dan bisa
berlangsung sampai berhari-hari. Menurut Rudra et al (2009) Post
Operative Sore Throat (POST) adalah instrumen pengukuran nyeri
yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan
diterapkan terhadap berbagai jenis nyeri tenggorokan.
Nyeri tenggorokan dapat terjadi karena bernafas
menggunakan mulut yang dapat menyebabkan iritasi pada
tenggorokan, common cold, faringitis karena virus atau bakteri,
influenza, pembedahan seperti tonsilektomi dan adenoidektomy,
anestesi umum baik karena pipa trakea, sungkup laring, sungkup
muka atau oral airway yang lain ( McHardi dan Chung, 2008)
d. Mekanisme terjadinya Nyeri tenggorokan pada pemakaian alat:
1) Laryngoscopy yaitu alat yang digunakan untuk insersi pipa
trakea. Laringoscopy juga dapat menyebabkan trauma pada
laring dan faring, trauma ini akan menyebabkan kerusakan
jaringan dan menimbulkan komplikasi berupa nyeri
tenggorokan (Fergusson et al ., 2008)
2) Pada saat insersi pipa ETT maupun sungkup LMA, dapat
menyebabkan iritasi atau kerusakan tenggorokan pasien.
3) Pipa endotracheal dan sungkup laring mempunyai cuff yang
dapat dikembangkan selama anestesi atau operasi. Hal ini
25
akan menekan tenggorokan dan jalan nafas yang
menyebabkan pembengkakan atau edema.
Tabel 1 Skore Nyeri Tenggorokan
Score Keterangan
0 Tidak ada nyeri tenggorokan
1 Nyeri ringan (nyeri tenggorokan saat berbicara)
2 Nyeri moderat ( keluhan nyeri tenggorokan dirasakan pasien
saat diam)
3 Nyeri berat ( perubahan suara, serak yang berkaitan dengan
nyeri tenggorokkan)
Sumber: Rudra et al (2009)
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri
tenggorok pasca intubasi (Ahmed et al, 2007), yaitu:
1) Tekanan cuff
Penggunaan tekanan tinggi pada mukosa trakea dapat
menyebabkan nyeri tenggorokan. Sebuah penelitian
terhadap aliran darah mukosa trakea pada kelinci
menunjukkan cuff dengan high pressure low volume dengan
tekanan sampai >30 mmHg (39 cmH20) menyebabkan
mukosa trakea menjadi iskemik. Penggunaan tekanan yang
tinggi pada mukosa trakea sangat berperan terhadap
terjadinya nyeri tenggorokan setelah operasi. Ketika cuff
dengan dinding tipis, low pressure diperkenalkan, aliran
darah tidak terganggu dalam tekanan 80‐120 mmHg,
26
walaupun demikian tekanan cuff yang direkomendasikan
harus dipertahankan pada tekanan <30 mmHg (26 cmH2O).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Keijzer & Buitelaar
(2009) mengungkapkan jika komplikasi nyeri tenggorokan
dapat disebabkan tekanan cuff ETT maupun LMA yang
dipaksakan terlalu dalam, kejadian nyeri tenggorokan 24 jam
pasca operasi sekitar 9%.
2) Usia
Pada pasien dengan usia lebih muda ukuran laring dan trakea
lebih kecil sehingga lebih rentan untuk terjadi edema pada
mukosa. Pembagian kategori usia menurut Depkes (2009)
3) Jenis kelamin
Nyeri tenggorok lebih sering terjadi pada perempuan. Hal ini
disebabkan karena mukosa pada perempuan lebih tipis
sehingga mudah terjadi edema. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Jaensson et al (2014) tidak ada perbedaan
gender yang signifikan di pascaoperasi sakit tenggorokan
(POST) dan suara serak pascaoperasi (PH) ketika
menganalisis kedua perangkat napas bersama-sama yaitu ETT
dan LMA.
27
4) Kesulitan intubasi pasien dengan penyakit kronis
Pada penyakit kronis lebih mudah mengalami trauma jaringan
selama intubasi trakea yang lama. Penyakit kronis
berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan sehingga
lebih mudah terjadi nekrosis jaringan dan ulserasi. Penyakit
kronis pada pasien dikaitkan dengan penilaian status fisik pre
operasi. Setiap pasien menurut Pramono (2016) harus dinilai
status fisiknya untuk menunjukkan apakah kondisi tubuh
normal atau mempunyai kelainan yang memerlukan perhatian
khusus. Status fisik dinyatakan dalam status ASA (American
Society of Anesthesiologist).
5) Lama pemasangan ETT atau LMA berhubungan langsung
dengan terjadinya nyeri tenggorokan.
6) Riwayat merokok
Pasien dengan riwayat merokok mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk terjadinya komplikasi jalan napas bagian
atas. Pasien dengan riwayat merokok lebih dari 20
batang/hari mempunyai angka kejadian komplikasi jalan
napas atas pasca anesthesia 6 kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien yang tidak merokok.
28
7) Hal - hal yang berhubungan dengan intubasi ETT seperti
prosedur intubasi, keterampilan pelaku intubasi, kesulitan
intubasi, ukuran pipa endotrakeal dan obat-obatan anestesi.
4. Laringeal Mask Airway (LMA)
a. Laryngeal mask airway (LMA) adalah alat bantu jalan napas
supraglotis yang paling populer setelah Endotracheal Tube (ETT).
Pemasangan LMA dilakukan dengan menempatkan sungkup LMA
di area hipofaring menutupi pintu masuk laring (Harahap, 2016).
Meskipun LMA kurang traumatik dibandingkan ETT, namun
komplikasi nyeri tenggorokan tetap bisa terjadi. Komplikasi ini
terjadi akibat insersi dan tekanan cuff sungkup laring pada daerah
faring dan laring. Penekanan dan insersi ini menyebabkan trauma
dan respon inflamasi yang menimbulkan nyeri tenggorokan pasca
operasi. Masalah yang sering kali terjadi pada saat pemasangan
LMA pada pasien tanpa kelainan anatomi jalan napas adalah
kegagalan untuk mencapai posisi LMA yang benar di hipofaring.
Posisi yang ideal dari LMA adalah bila epiglotis dan esofagus
berada di luar LMA dan pintu laring berada seluruhnya di dalam
LMA. Pada kenyataannya posisi ideal ini hanya terjadi 50–60%
pemasangan LMA. Sering terjadi epiglotis berada di dalam batas
proksimal LMA dengan ujung epiglotis melipat ke arah bawah,
yaitu ke laring dan epiglotis yang melipat ke dalam. Keadaan ini
29
sering menyebabkan obstruksi parsial bagian distal LMA dan
laring. Meskipun demikian, variasi posisi LMA di laring yang
mengakibatkan obstruksi parsial tidak menyebabkan gangguan
respirasi pada 95–99% orang dewasa. (Zundert.dkk, 2012)
b. Macam-macam LMA
1) LMA Klasik
LMA klasik tersedia dalam berbagai ukuran yang cocok untuk
semua penderita mulai dari bayi sampai dewasa. Dalam
memilih ukuran LMA tidak selalu tepat maka harus
menyediakan beberapa ukuran sebagai cadangan.
Gambar 2 LMA Classic (Zundert.dkk, 2012)
2) Flexibel LMA
LMA fleksibel memiliki tabung saluran udara fleksibel yang
memungkinkan untuk ditempatkan jauh dari bidang bedah.
LMA fleksibel dapat menjaga kebersihan glotis atau trakea
30
dari darah atau cairan. Tabung saluran udara pada LMA
klasik memiliki diameter lebih kecil dari LMA lainnya.
Manfaat klinis LMA fleksibel:
a) Cocok untuk prosedur kepala dan leher
b) Tabung udara dapat ditempatkan jauh dari bidang bedah
tanpa kehilangan segel
c) Tabung diperkuat oleh kawat sehingga menolak kinking
dan manset dislodgment
d) Tersedia dalam ukuran anak dan dewasa.
Gambar 3 LMA Fleksibel (Zundert.dkk, 2012)
3) Proseal LMA
Merupakan LMA yang memiliki tekanan tinggi sampai 30 cm
H2O, mempunyai segel ketat terhadap pembukaan glotis tanpa
adanya peningkatan tekanan mukosa sehingga jalan nafas
lebih aman. Terdapat built-in tabung drain dirancang untuk
menyalurkan cairan pergi dan memungkiinkan akses lambung
31
untuk pasien dengan GERD (Gastro Esophageal Reflix
Disease).
Gambar 4 LMA ProSeal (Zundert.dkk, 2012)
4) Fashtrach LMA
LMA ini dirancang untuk saluran udara darurat dan untuk
resusitasi cardiopulmonary. LMA fashtrach memfasilitasi
ventilasi terus menerus dan intubasi (digunakan untuk
mengatasi intubasi sulit dan gagal).
Gambar 5 LMA Fastrach (Zundert.dkk, 2012)
5) Unique LMA = singel use
32
Gambar 6 LMA Unique (Zundert.dkk, 2012)
6) Supreme LMA = singel use
Gambar 7 LMA Supreme (Zundert.dkk, 2012)
c. Indikasi penggunaan LMA (Morgan, 2006):
1) Digunakan untuk prosedur anestesi jika tindakan intubasi
mengalami kegagalan.
2) Pasien dengan itubasi sulit.
3) Penatalaksanaan kesulitan jalan nafas yang tidak dapat
diperkirakan.
4) Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang
tidak sadarkan diri.
5) Pada operasi kecil atau sedang di daerah permukaan tubuh
berlangsung singkat dan posisi terlentang.
33
d. Kontra indikasi penggunaan LMA
1) Pasien dengan resiko aspirasi (tidak puasa)
2) Pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik dalam jangka
waktu yang lama.
3) Pada pasien yang mengalammi penurunan compliance paru,
karena cuff pada LMA yang bertekanan rendah akan
mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi yang tinggi dan
akan terjadi pengembangan lambung.
4) Keterbatasan kemampuan membuka mulut dan ekstensi leher,
menyebabkan kesulitan memasukkan LMA jauh ke
hipofaring.
5) Ventilasi paru tunggal
6) Kelainan faring
7) Obstruksi faring
8) Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack
karena insersi dapat memicu terjadinya laryngospasme.
e. Komplikasi penggunaan LMA adalah radang tenggorokan, batuk
dan kesulitan menelan. Tekanan cuff lebih dari 30cm H2O,
penggunaan nitrous oxide dan kurangnya frekuensi penyesuaian
tekanan manset dianggap faktor yang paling penting dalam
memberikan konstribusi untuk komplikasi saluran nafas pasca
anestesi (Zeinab et al ., 2010). Selain itu faktor-faktor yang
34
berhubungan dengan kejadian nyeri tenggorokan pasca penggunaan
LMA yaitu usia, jenis kelamin, lamanya penggunaan LMA, serta
penyakit kronis yang menyertai.
Tabel 2 Berbagai macam ukuran LMA
Ukuran LMA Berat Badan (kg) Volume Balon (ml)
1 < 5 4
1,5 5 – 10 7
2 10 – 20 10
2 ½ 20 – 30 14
3 30 – 50 20
4 50 – 70 30
5 > 70 40
Sumber: Morgan et al (2010)
f. Teknik pemasangan LMA (Miller, 2010)
Persiapan alat:
LMA sesuai ukuran, jelly pelumas, spuit
Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan
laryngoscopy (sniffing position) dan akan lebih mudah jika
dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff
harus secara penuh di kempiskan dan permukaan posterior
diberikan jelly sebelum dilakukan insersi. (Miller, 2010)
1) Ujung dari cuff tekan naik kebawah berlawanan dengan
palatum menggunakan jari telunjuk ketika jari tengah
membuka mulut
35
2) LMA ditekan ke belakang dengan hati-hati. Tangan yang
tidak dominan mengekstensikan kepala
3) LMA dimajukan hingga hipofaring
4) Sebelum jari tengah lepas, tangan tidak dominan menekan
kebawah pada LMA untuk menghindari perpindahan posisi
selama pelepasan jari tengah
5) Cuff dikembangkan sesuai posisinya
6) LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan
pernafasan bantu. Bila ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas
dan dilakukan pemasangan kembali.
5. Endotracheal Tube (ETT)
a. Pengertian
Pipa endotracheal adalah pipa yang dimasukkan kedalam
trakea/ intubasi untuk menghantarkan gas-gas anestesi secara
langsung kedalam trakea yang dilakukan untuk kontrol ventilasi dan
oksigenasi. Pipa trakea umumnya dibuat dari pollyvinyl chloride
(PVC), membentuk anatomi jalan nafas, bentuk dan kekakuannya
dapat diubah dengan memasukkan stylet. Panjang pipa trakeal
dinyatakan dalam centimeter, dan diameter internalnya dalam
milimeter (Klock dan Ovassapian, 2008).
Bentuk dan kekakuan dari ETT dapat dirubah dengan
pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk membantu
36
penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy
memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko
sumbatan pada bagian distal tube bila menempel dengan karina atau
trakhea. Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter
pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan
lengkungannya. Ukuran ETT biasanya dipola dalam milimeter
untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam skala Prancis
(diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan
pipa selalu hasil kompromi antara memaksimalkan flow dengan
pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan
ukuran pipa yang kecil.
Kebanyakan ETT dewasa memiliki sistem pengembungan
balon yang terdiri dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa
pengembangkan balon, dan balon (cuff). Katup mencegah udara
keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk memberikan
petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube
dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat,
balon ETT mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan
mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak berbalon
biasanya digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko
dari cedera karena tekanan dan post intubation croup.
37
b. Indikasi dari pemasangan Endotracheal Intubation adalah :
1) Cardiac arrest
2) Ketidakmampuan pasien yang sadar untuk melakukan
ventilasi adekuat
3) Ketidakmampuan pasien menjaga jalan nafas (
coma,areflexia, atau cardiac arrest)
4) Ketidak mampuan penolong untuk member ventilasi pada
pasien tidak sadar dengan metode konvensional
5) Pasien bedah yang membutuhkan general anestesi.
c. Kontraindikasi (Sutiyono, Villiyastuti & Susilowati, 2013) :
(1) Fraktur tengkorak, fraktur tulang wajah, fraktur nasal dan
faring dengan perdarahan massif yang dicuriga kelainan
perdarahan
(2) Ruda paksa tulang belakang yang tidak memungkinkan pasien
bergerak
(3) Trauma jalan nafas berat atau obstruksi yang tidak
memberikan pemasangan ETT yang aman
(4) Trauma servikal, dimana diperlukan immobilisas komplit
d. Komplikasi dari penggunaan Endotracheal Tube
1) Memar, laserasi, dan abrasi
2) Perdarahn hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
3) Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
38
4) Sinusitis (dengan nasotrakeal tube)
5) Ruptur trakeal
6) Fistula trakeoesofageal.
7) Muntah dengan aspirasi, gigi copot atau rusak
8) Distrimia jantung.
Tabel 3 Ukuran Endotracheal Tube
Diameter interna
(mm)
Panjang (cm)
Bayi Aterm 3,5 12
Anak 4 + umur/4 14 + umur/2
Dewasa perempuan 7,0-7,5 24
Dewasa laki-laki 7,5-9,0 24
Sumber: Butterworth et al (2013)
Gambar 8 ETT
e. Teknik pemasangan ETT menurut Prodi D-IV Keperawatan Jurusan
Keperawatan Poltekkes Depkes YK (2009)
1) Menyiapkan alat: laringoskop yang sesuai, magills forcep,
mandrin, ETT sesuai ukuran, xylocain jelly, xylocain spray,
39
sarung tangan, spuit cuff, OPA, stetoscope, suction, obat-obat
emergency, sedasi dan muscule relaxan, air bag, plester.
2) Pasien dan keluarga diberitahu serta menjelaskan prosedur
pada keluarga/ pasien bila masih sadar, buat informed
concent. Pasien diposisikan terlentang.
3) Memposisikan diri berada disebelah atas tempat tidur/ kepala
pasien.
4) Mengekstensikan kepala pasien.
5) Memakai sarung tangan.
6) Memberikan oksigen 4-8 lt/menit, hiperventilasi dengan air
bag.
7) Memasukkan laryngoscope dengan tangan kiri pada sisi
kanan mulut sampai ovula. Menggeser lidah ketengah,
mempertahankan epiglotis, mengangkat laryngoscope
sepanjang sumbu pegangan.
8) Membersihkan mulut dan sekitar epiglotis dari lendir.
9) Memberi xylocain spray disekitar epiglotis
10) Menekan kartilago krikoid untuk melihat laryng/lubang
trakea.
11) Mengintubasi dengan tangan kanan, memasukkan ETT ke
trakea dengan kedalaman sesuai ukuran, mengisi cuff
secukupnya.
40
12) Melindungi jalan nafas.
13) Bila terjadi muntah miringkan kepala, suction cairan muntah.
14) Mengecek pengembangan paru dengan auskultasi paru untuk
menilai ketepatan masuknya ETT, dengarkan paru sisi kanan-
kiri.
15) Bila posisi sudah tepat, memfiksasi ETT dengan plaster
melilitkannya disekitar mulut, dan memastikan fiksasi sudah
kuat.
16) Membereskan alat dan cuci tangan
41
B. Kerangka Teori
Gambar 9 Kerangka Teori
Sumber: Mangku dan Tjokarda (2010), McHardi dan Chung (2008), Rudra et al
(2010)
Post Operative
Sore Throat
(POST)
Pasca
Ekstubasi
TIVA
GENERAL
ANESTESI
LMA
INHALASI KOMBINASI
Face Mask
ETT
Faktor yang
menyebabkan nyeri
tenggorokan:
Tekanan cuff
Usia
Jenis kelamin
Kesulitan intubasi
pasien dengan
penyakit kronis
Lamanya
pemasangan
Riwayat merokok
Ketrampilan yang
memasang
Ukuran dan jenis
obat anestesi
42
C. Kerangka Konsep
Gambar 10 Kerangka Konsep
: yang diteliti
: yang tidak diteliti
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kejadian nyeri tenggorokan
pasca ekstubasi Laryngeal Mask Airway (LMA) dan Endotracheal Tube (ETT).
General
Anestesi
LMA
ETT
Post Operative Sore
Throat (POST)
Nyeri
Tidak
Nyeri
Faktor yang
mempengaruhi nyeri
tenggorokan:
Tekanan cuff
Usia
Jenis kelamin
Kesulitan intubasi
pasien dengan
penyakit kronis
Lamanya pemasangan
Riwayat merokok
Ketrampilan yang
memasang
Ukuran dan jenis obat
anestesi

More Related Content

Similar to NYERI TENGGOROKAN.pdf

Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAAnatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast Raha
 
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptx
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptxMedia Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptx
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptxEniRaeni1
 
Anatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusiaAnatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusiaArif Al-Amin
 
PPT Pernapasan.pptx
PPT Pernapasan.pptxPPT Pernapasan.pptx
PPT Pernapasan.pptxBagusAhmad12
 
Yang betul
Yang betulYang betul
Yang betulmoharifw
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri erekeAsuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri erekeOperator Warnet Vast Raha
 
Alat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxAlat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxalwindatika08
 
Alat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxAlat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxalwindatika08
 
Sistem pernapasan pada manusia
Sistem pernapasan pada manusiaSistem pernapasan pada manusia
Sistem pernapasan pada manusiaRamadhan Karawang
 
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIASISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIARirin Aprilia
 
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.ppt
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.pptPEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.ppt
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.pptTYASLARASATI
 
Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu Sry Surniaty
 

Similar to NYERI TENGGOROKAN.pdf (20)

Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
 
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNAAnatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisilogi pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
 
Respirasi
RespirasiRespirasi
Respirasi
 
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptx
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptxMedia Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptx
Media Ajar_Sistem Pernafasan1_Anita OK.pptx
 
Anatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusiaAnatomi sistem pernapasan manusia
Anatomi sistem pernapasan manusia
 
PPT Pernapasan.pptx
PPT Pernapasan.pptxPPT Pernapasan.pptx
PPT Pernapasan.pptx
 
Yang betul
Yang betulYang betul
Yang betul
 
PPT tenggorok.pptx
PPT tenggorok.pptxPPT tenggorok.pptx
PPT tenggorok.pptx
 
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri erekeAsuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan saluran fitri ereke
 
Alat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxAlat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docx
 
Alat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docxAlat Pernapasan Manusia.docx
Alat Pernapasan Manusia.docx
 
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia   dr lelyyySistem pernafasan pada manusia   dr lelyyy
Sistem pernafasan pada manusia dr lelyyy
 
Bab ii sementara
Bab ii sementaraBab ii sementara
Bab ii sementara
 
Sistem Respirasi
Sistem Respirasi Sistem Respirasi
Sistem Respirasi
 
Sistem Pernafasan pada Manusia
Sistem Pernafasan pada Manusia Sistem Pernafasan pada Manusia
Sistem Pernafasan pada Manusia
 
Sistem pernapasan pada manusia
Sistem pernapasan pada manusiaSistem pernapasan pada manusia
Sistem pernapasan pada manusia
 
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIASISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA
 
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.ppt
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.pptPEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.ppt
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI.ppt
 
Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu
 
Sistema respiratoria
Sistema respiratoriaSistema respiratoria
Sistema respiratoria
 

Recently uploaded

ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxAdrimanMulya
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksdanzztzy405
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningSamFChaerul
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANDevonneDillaElFachri
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxzidanlbs25
 
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa IndonesiaSalinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesiasdn4mangkujayan
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfjeffrisovana999
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Shary Armonitha
 
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptxAbidinMaulana
 

Recently uploaded (11)

ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptxASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
ASUMSI DAN KARAKTERISTIK AKUNTANSI SYARIAH.pptx
 
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkksKISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
KISI KISI PSAJ IPS KLS IX 2324.docskskkks
 
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
Abortion pills in Kuwait salmiyah [+966572737505 ] Get Cytotec in Kuwait city...
 
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data miningContoh Algoritma Asosiasi pada data mining
Contoh Algoritma Asosiasi pada data mining
 
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHANKONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KONSEP DASAR ADVOKASI GIZI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
 
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptxUKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
UKURAN PENTYEBARAN DATA PPT KELOMPOK 2.pptx
 
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa IndonesiaSalinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
Salinan PPT TATA BAHASA Bahasa Indonesia
 
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdfPerlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
Perlindungan Anak Dalam Hukum Perdata (2).pdf
 
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
 
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotecAbortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
Abortion pills in Jeddah+966543202731/ buy cytotec
 
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
514034136-Tugas-Modul-4-5-Komputer-Dan-Media-Pembelajaran.pptx
 

NYERI TENGGOROKAN.pdf

  • 1. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. General Anestesi Tindakan anestesi yang memadai meliputi tiga komponen yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan’), analgesi (bebas nyeri = “mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (“mati gerak”) (Mangku dan Senapathi, 2010) Untuk mencapai ke tiga target tersebut dapat digunakan hanya dengan mempergunakan satu jenis obat, misalnya eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang mempunyai efek khusus seperti tersebut di atas, yaitu obat yang khusus sebagai hipnotik, khusus sebagai analgesi, dan khusus sebagai obat pelumpuh otot. Ketiga target anestesia tersebut populer disebut dengan “Trias anestesi” (Mangku dan Senapathi, 2010). Anestesi umum (General Anestesi) adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan pulih sadar (Mansjoer, dkk . 2009). General anestesi menurut Mangku (2010) membagi anestesi menjadi 3 komponen yang disebut trias anestesi dengan teknik general anestesi antara lain.
  • 2. 12 a. General Anestesi Intravena Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung kedalam pembuluh darah vena. Obat induksi bolus disuntikkan dengan kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi hemodinamik harus selalu diawasi dan diberikan oksigen. b. General Anestesi Inhalasi Merupakan teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Menurut Mangku (2010) ada beberapa teknik general anestesi inhalasi antara lain: 1) Inhalasi sungkup muka Secara inhalasi dengan nafas sepontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi terlentang.
  • 3. 13 2) Inhalasi Sungkup Laryngeal Mask Airway (LMA) Secara inhalasi dengan nafas sepontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi kecil dan sedang didaerah permukaan tubuh, berlangsung singkat dan posisi terlentang. 3) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas spontan Secara inhalasi dengan nafas spontan, komponen trias anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot ringan. Dilakukan pada operasi didaerah kepala-leher dengan posisi terlentang, berlangsung singkat dan tidak memerlukan relaksasi otot yang maksimal. 4) Inhalasi Pipa Endotracheal (PET) nafas kendali Inhalasi ini menggunakan obat pelumpuh otot non depolarisasi, selanjutnya dilakukan nafas kendali. Komponen anestesi yang dipenuhi adalah hipnotik, analgetik dan relaksasi otot. Teknik ini digunakan pada operasi yang berlangsung lama >1 jam (kraniotomi, torakotomi, laparatomi, operasi dengan posisi lateral dan pronasi).
  • 4. 14 c. Anestesi Imbang Merupakan teknik anestesi dengan menggabungkan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum dengan anestesi regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang. 2. Anatomi Sistem Respirasi Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan Sumber: Syaifuddin (2009). a. Hidung Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
  • 5. 15 hidung. Menurut Pearce (2007) permukaan luar hidung ditutupi oleh kulit yang memiliki ciri adanya kelenjar sabesa besar, yang meluas ke dalam vestibulum nasi tempat terdapat kelenjar sabesa, kelenjar keringat, dan folikel rambut yang kaku dan besar. Rambut ini berfungsi menapis benda-benda kasar yang terdapat dalam udara inspirasi. Terdapat 3 fungsi rongga hidung : 1) Dalam hal pernafasan = udara yang di inspirasi melalui rongga hidung akan menjalani 3 proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. 2) Ephithelium olfactory = bagian meial rongga hidung memiliki fungsi dalam penerimaan bau. 3) Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukan suara- suara fenotik dimana dia berfungsi sebagai ruang resonasi. Menurut Graff (2010) pada potongan frontal, rongga hidung berbentuk seperti buah alpukat, terbagi dua oleh sekat (septum median). Dari dinding lateral menonjol tiga lengkungan tulang yang dilapisi oleh mukosa, yaitu: 1) Konka nasalis superior,
  • 6. 16 2) Konka nasalis medius, 3) Konka nasalis inferior, terdapat jaringan kavernosus atau jaringan erektil yaitu pleksus vena besar, berdinding tipis, dekat permukaan. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut-serabut syaraf atau reseptor dari saraf penciuman disebut nervus olfaktorius (Syaifuddin, 2009). Fungsi hidung, terdiri dari : 1) Bekerja sebagai saluran udara pernafasan 2) Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung 3) Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa 4) Membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung. b. Faring Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
  • 7. 17 yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus (Syaifuddin, 2009). Menurut Graaff (2010) Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak, belakang dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat dua struktur penting yaitu adanya saluran yang menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory. Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane timpani. 2) Orofaring merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Dasar atau pangkal lidah berasal dari dinding anterior orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi pada system pernapasan dan system pencernaan. Orofaring dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah tempat terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina, tonsila faringeal, dan tonsila lingual.
  • 8. 18 3) Laringofaring terletak di belakang laring. Laringofaring merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawah laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui epiglottis yang fleksibel. c. Laring Pangkal Tenggorokan (laring) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring (Syaifuddin, 2009). Laring terdiri dari 4 tulang rawan antara lain: 1) Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria. 2) Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker 3) Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin 4) Kartilago epiglotis (1 buah).
  • 9. 19 Proses pembentukan suara : Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh aliran udara maka tulang rawan gondok dan tulang rawan bentuk beker tadi diputar. Akibatnya pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan demikian sela udara menjadi sempit atau luas. Pergerakan ini dibantu pula oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru dihembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu diteruskan melalui udara yang keluar – masuk. Perbedaan suara seseorang bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita (Syaifuddin, 2009). d. Trakea Batang Tenggorokan (trakea) merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar
  • 10. 20 yang disebut sel bersilia hanya bergerak kearah luar (Syaifuddin, 2009). Trakea terletak di depan saluran esofagus, mengalami percabangan di bagian ujung menuju ke paru-paru. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. Dinding-dinding trakea tersusun atas sel epitel bersilia yang menghasilkan lendir. Lendir ini berfungsi untuk penyaringan lanjutan udara yang masuk, menjerat partikel-partikel debu, serbuk sari dan kontaminan lainnya. Sel silia berdenyut akan menggerakan mukus ini naik ke faring yang dapat ditelan atau dikeluarkan melalui rongga mulut. Hal ini bertujuan untuk membersihkan saluran pernapasaan (Graaff, 2010). e. Bronkus Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf (Syaifuddin, 2009).
  • 11. 21 1) Bronkiolus Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas. 2) Bronkiolus terminalis Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang mempunyai kelenjar lendir dan silia). 3) Bronkiolus respiratori Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan udara pertukaran gas. 4) Duktus alveolar dan sakus alveolar Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli. f. Paru-Paru Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
  • 12. 22 pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus (Syaifuddin, 2009). Di dalam paru terdapat peredaran darah ganda. Darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan masuk ke paru melalui arteri pulmonalis. Selain system arteri dan vena pulmonalis, terdapat pula arteri dan vena bronkialis, yang berasal dari aorta, untuk memperdarahi jaringan bronki dan jaringan ikat paru dengan darah kaya oksigen. Ventilasi paru (bernapas) melibatkan otot-otot pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot interkostal. Selain ini ada otot-otot pernapasan tambahan seperti otot-otot perut (Graaff, 2010).
  • 13. 23 3. Nyeri Tenggorokan a. Pengertian Nyeri Menurut Mangku dan Tjokarda (2010) nyeri merupakan bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan. b. Klasifikasi Nyeri Menurut Witjalaksono dkk (2013) mengklasifikasikan nyeri menjadi: 1) Berdasarkan lamanya nyeri: a) Nyeri akut merupakan nyeri yang lamanya <3 bulan, mendadak akibat trauma atau imflamasi tanda respon simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga supportif. b) Nyeri kronik merupakan nyeri yang sudah berlangsung lama >3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda respon parasimpatis, penderita sudah depresi dan keluarga lelah. c. Nyeri tenggorokan Nyeri tenggorokan merupakan rasa tidak nyaman pada tenggorokan yang dapat menimbulkan rasa sakit untuk menelan.
  • 14. 24 Nyeri tenggorokan biasa terjadi setelah anestesi umum dan bisa berlangsung sampai berhari-hari. Menurut Rudra et al (2009) Post Operative Sore Throat (POST) adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterapkan terhadap berbagai jenis nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan dapat terjadi karena bernafas menggunakan mulut yang dapat menyebabkan iritasi pada tenggorokan, common cold, faringitis karena virus atau bakteri, influenza, pembedahan seperti tonsilektomi dan adenoidektomy, anestesi umum baik karena pipa trakea, sungkup laring, sungkup muka atau oral airway yang lain ( McHardi dan Chung, 2008) d. Mekanisme terjadinya Nyeri tenggorokan pada pemakaian alat: 1) Laryngoscopy yaitu alat yang digunakan untuk insersi pipa trakea. Laringoscopy juga dapat menyebabkan trauma pada laring dan faring, trauma ini akan menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan komplikasi berupa nyeri tenggorokan (Fergusson et al ., 2008) 2) Pada saat insersi pipa ETT maupun sungkup LMA, dapat menyebabkan iritasi atau kerusakan tenggorokan pasien. 3) Pipa endotracheal dan sungkup laring mempunyai cuff yang dapat dikembangkan selama anestesi atau operasi. Hal ini
  • 15. 25 akan menekan tenggorokan dan jalan nafas yang menyebabkan pembengkakan atau edema. Tabel 1 Skore Nyeri Tenggorokan Score Keterangan 0 Tidak ada nyeri tenggorokan 1 Nyeri ringan (nyeri tenggorokan saat berbicara) 2 Nyeri moderat ( keluhan nyeri tenggorokan dirasakan pasien saat diam) 3 Nyeri berat ( perubahan suara, serak yang berkaitan dengan nyeri tenggorokkan) Sumber: Rudra et al (2009) e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri tenggorok pasca intubasi (Ahmed et al, 2007), yaitu: 1) Tekanan cuff Penggunaan tekanan tinggi pada mukosa trakea dapat menyebabkan nyeri tenggorokan. Sebuah penelitian terhadap aliran darah mukosa trakea pada kelinci menunjukkan cuff dengan high pressure low volume dengan tekanan sampai >30 mmHg (39 cmH20) menyebabkan mukosa trakea menjadi iskemik. Penggunaan tekanan yang tinggi pada mukosa trakea sangat berperan terhadap terjadinya nyeri tenggorokan setelah operasi. Ketika cuff dengan dinding tipis, low pressure diperkenalkan, aliran darah tidak terganggu dalam tekanan 80‐120 mmHg,
  • 16. 26 walaupun demikian tekanan cuff yang direkomendasikan harus dipertahankan pada tekanan <30 mmHg (26 cmH2O). Pada penelitian yang dilakukan oleh Keijzer & Buitelaar (2009) mengungkapkan jika komplikasi nyeri tenggorokan dapat disebabkan tekanan cuff ETT maupun LMA yang dipaksakan terlalu dalam, kejadian nyeri tenggorokan 24 jam pasca operasi sekitar 9%. 2) Usia Pada pasien dengan usia lebih muda ukuran laring dan trakea lebih kecil sehingga lebih rentan untuk terjadi edema pada mukosa. Pembagian kategori usia menurut Depkes (2009) 3) Jenis kelamin Nyeri tenggorok lebih sering terjadi pada perempuan. Hal ini disebabkan karena mukosa pada perempuan lebih tipis sehingga mudah terjadi edema. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaensson et al (2014) tidak ada perbedaan gender yang signifikan di pascaoperasi sakit tenggorokan (POST) dan suara serak pascaoperasi (PH) ketika menganalisis kedua perangkat napas bersama-sama yaitu ETT dan LMA.
  • 17. 27 4) Kesulitan intubasi pasien dengan penyakit kronis Pada penyakit kronis lebih mudah mengalami trauma jaringan selama intubasi trakea yang lama. Penyakit kronis berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan sehingga lebih mudah terjadi nekrosis jaringan dan ulserasi. Penyakit kronis pada pasien dikaitkan dengan penilaian status fisik pre operasi. Setiap pasien menurut Pramono (2016) harus dinilai status fisiknya untuk menunjukkan apakah kondisi tubuh normal atau mempunyai kelainan yang memerlukan perhatian khusus. Status fisik dinyatakan dalam status ASA (American Society of Anesthesiologist). 5) Lama pemasangan ETT atau LMA berhubungan langsung dengan terjadinya nyeri tenggorokan. 6) Riwayat merokok Pasien dengan riwayat merokok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk terjadinya komplikasi jalan napas bagian atas. Pasien dengan riwayat merokok lebih dari 20 batang/hari mempunyai angka kejadian komplikasi jalan napas atas pasca anesthesia 6 kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tidak merokok.
  • 18. 28 7) Hal - hal yang berhubungan dengan intubasi ETT seperti prosedur intubasi, keterampilan pelaku intubasi, kesulitan intubasi, ukuran pipa endotrakeal dan obat-obatan anestesi. 4. Laringeal Mask Airway (LMA) a. Laryngeal mask airway (LMA) adalah alat bantu jalan napas supraglotis yang paling populer setelah Endotracheal Tube (ETT). Pemasangan LMA dilakukan dengan menempatkan sungkup LMA di area hipofaring menutupi pintu masuk laring (Harahap, 2016). Meskipun LMA kurang traumatik dibandingkan ETT, namun komplikasi nyeri tenggorokan tetap bisa terjadi. Komplikasi ini terjadi akibat insersi dan tekanan cuff sungkup laring pada daerah faring dan laring. Penekanan dan insersi ini menyebabkan trauma dan respon inflamasi yang menimbulkan nyeri tenggorokan pasca operasi. Masalah yang sering kali terjadi pada saat pemasangan LMA pada pasien tanpa kelainan anatomi jalan napas adalah kegagalan untuk mencapai posisi LMA yang benar di hipofaring. Posisi yang ideal dari LMA adalah bila epiglotis dan esofagus berada di luar LMA dan pintu laring berada seluruhnya di dalam LMA. Pada kenyataannya posisi ideal ini hanya terjadi 50–60% pemasangan LMA. Sering terjadi epiglotis berada di dalam batas proksimal LMA dengan ujung epiglotis melipat ke arah bawah, yaitu ke laring dan epiglotis yang melipat ke dalam. Keadaan ini
  • 19. 29 sering menyebabkan obstruksi parsial bagian distal LMA dan laring. Meskipun demikian, variasi posisi LMA di laring yang mengakibatkan obstruksi parsial tidak menyebabkan gangguan respirasi pada 95–99% orang dewasa. (Zundert.dkk, 2012) b. Macam-macam LMA 1) LMA Klasik LMA klasik tersedia dalam berbagai ukuran yang cocok untuk semua penderita mulai dari bayi sampai dewasa. Dalam memilih ukuran LMA tidak selalu tepat maka harus menyediakan beberapa ukuran sebagai cadangan. Gambar 2 LMA Classic (Zundert.dkk, 2012) 2) Flexibel LMA LMA fleksibel memiliki tabung saluran udara fleksibel yang memungkinkan untuk ditempatkan jauh dari bidang bedah. LMA fleksibel dapat menjaga kebersihan glotis atau trakea
  • 20. 30 dari darah atau cairan. Tabung saluran udara pada LMA klasik memiliki diameter lebih kecil dari LMA lainnya. Manfaat klinis LMA fleksibel: a) Cocok untuk prosedur kepala dan leher b) Tabung udara dapat ditempatkan jauh dari bidang bedah tanpa kehilangan segel c) Tabung diperkuat oleh kawat sehingga menolak kinking dan manset dislodgment d) Tersedia dalam ukuran anak dan dewasa. Gambar 3 LMA Fleksibel (Zundert.dkk, 2012) 3) Proseal LMA Merupakan LMA yang memiliki tekanan tinggi sampai 30 cm H2O, mempunyai segel ketat terhadap pembukaan glotis tanpa adanya peningkatan tekanan mukosa sehingga jalan nafas lebih aman. Terdapat built-in tabung drain dirancang untuk menyalurkan cairan pergi dan memungkiinkan akses lambung
  • 21. 31 untuk pasien dengan GERD (Gastro Esophageal Reflix Disease). Gambar 4 LMA ProSeal (Zundert.dkk, 2012) 4) Fashtrach LMA LMA ini dirancang untuk saluran udara darurat dan untuk resusitasi cardiopulmonary. LMA fashtrach memfasilitasi ventilasi terus menerus dan intubasi (digunakan untuk mengatasi intubasi sulit dan gagal). Gambar 5 LMA Fastrach (Zundert.dkk, 2012) 5) Unique LMA = singel use
  • 22. 32 Gambar 6 LMA Unique (Zundert.dkk, 2012) 6) Supreme LMA = singel use Gambar 7 LMA Supreme (Zundert.dkk, 2012) c. Indikasi penggunaan LMA (Morgan, 2006): 1) Digunakan untuk prosedur anestesi jika tindakan intubasi mengalami kegagalan. 2) Pasien dengan itubasi sulit. 3) Penatalaksanaan kesulitan jalan nafas yang tidak dapat diperkirakan. 4) Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri. 5) Pada operasi kecil atau sedang di daerah permukaan tubuh berlangsung singkat dan posisi terlentang.
  • 23. 33 d. Kontra indikasi penggunaan LMA 1) Pasien dengan resiko aspirasi (tidak puasa) 2) Pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik dalam jangka waktu yang lama. 3) Pada pasien yang mengalammi penurunan compliance paru, karena cuff pada LMA yang bertekanan rendah akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi yang tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. 4) Keterbatasan kemampuan membuka mulut dan ekstensi leher, menyebabkan kesulitan memasukkan LMA jauh ke hipofaring. 5) Ventilasi paru tunggal 6) Kelainan faring 7) Obstruksi faring 8) Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu terjadinya laryngospasme. e. Komplikasi penggunaan LMA adalah radang tenggorokan, batuk dan kesulitan menelan. Tekanan cuff lebih dari 30cm H2O, penggunaan nitrous oxide dan kurangnya frekuensi penyesuaian tekanan manset dianggap faktor yang paling penting dalam memberikan konstribusi untuk komplikasi saluran nafas pasca anestesi (Zeinab et al ., 2010). Selain itu faktor-faktor yang
  • 24. 34 berhubungan dengan kejadian nyeri tenggorokan pasca penggunaan LMA yaitu usia, jenis kelamin, lamanya penggunaan LMA, serta penyakit kronis yang menyertai. Tabel 2 Berbagai macam ukuran LMA Ukuran LMA Berat Badan (kg) Volume Balon (ml) 1 < 5 4 1,5 5 – 10 7 2 10 – 20 10 2 ½ 20 – 30 14 3 30 – 50 20 4 50 – 70 30 5 > 70 40 Sumber: Morgan et al (2010) f. Teknik pemasangan LMA (Miller, 2010) Persiapan alat: LMA sesuai ukuran, jelly pelumas, spuit Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (sniffing position) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff harus secara penuh di kempiskan dan permukaan posterior diberikan jelly sebelum dilakukan insersi. (Miller, 2010) 1) Ujung dari cuff tekan naik kebawah berlawanan dengan palatum menggunakan jari telunjuk ketika jari tengah membuka mulut
  • 25. 35 2) LMA ditekan ke belakang dengan hati-hati. Tangan yang tidak dominan mengekstensikan kepala 3) LMA dimajukan hingga hipofaring 4) Sebelum jari tengah lepas, tangan tidak dominan menekan kebawah pada LMA untuk menghindari perpindahan posisi selama pelepasan jari tengah 5) Cuff dikembangkan sesuai posisinya 6) LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dan dilakukan pernafasan bantu. Bila ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan pemasangan kembali. 5. Endotracheal Tube (ETT) a. Pengertian Pipa endotracheal adalah pipa yang dimasukkan kedalam trakea/ intubasi untuk menghantarkan gas-gas anestesi secara langsung kedalam trakea yang dilakukan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Pipa trakea umumnya dibuat dari pollyvinyl chloride (PVC), membentuk anatomi jalan nafas, bentuk dan kekakuannya dapat diubah dengan memasukkan stylet. Panjang pipa trakeal dinyatakan dalam centimeter, dan diameter internalnya dalam milimeter (Klock dan Ovassapian, 2008). Bentuk dan kekakuan dari ETT dapat dirubah dengan pemasangan mandren. Ujung pipa diruncingkan untuk membantu
  • 26. 36 penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila menempel dengan karina atau trakhea. Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Ukuran ETT biasanya dipola dalam milimeter untuk diameter internal atau yang tidak umum dalam skala Prancis (diameter external dalam milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi antara memaksimalkan flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil. Kebanyakan ETT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari balon yang digembungkan. Inflating tube dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakhea yang rapat, balon ETT mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubation croup.
  • 27. 37 b. Indikasi dari pemasangan Endotracheal Intubation adalah : 1) Cardiac arrest 2) Ketidakmampuan pasien yang sadar untuk melakukan ventilasi adekuat 3) Ketidakmampuan pasien menjaga jalan nafas ( coma,areflexia, atau cardiac arrest) 4) Ketidak mampuan penolong untuk member ventilasi pada pasien tidak sadar dengan metode konvensional 5) Pasien bedah yang membutuhkan general anestesi. c. Kontraindikasi (Sutiyono, Villiyastuti & Susilowati, 2013) : (1) Fraktur tengkorak, fraktur tulang wajah, fraktur nasal dan faring dengan perdarahan massif yang dicuriga kelainan perdarahan (2) Ruda paksa tulang belakang yang tidak memungkinkan pasien bergerak (3) Trauma jalan nafas berat atau obstruksi yang tidak memberikan pemasangan ETT yang aman (4) Trauma servikal, dimana diperlukan immobilisas komplit d. Komplikasi dari penggunaan Endotracheal Tube 1) Memar, laserasi, dan abrasi 2) Perdarahn hidung (dengan intubasi nasotrakeal) 3) Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
  • 28. 38 4) Sinusitis (dengan nasotrakeal tube) 5) Ruptur trakeal 6) Fistula trakeoesofageal. 7) Muntah dengan aspirasi, gigi copot atau rusak 8) Distrimia jantung. Tabel 3 Ukuran Endotracheal Tube Diameter interna (mm) Panjang (cm) Bayi Aterm 3,5 12 Anak 4 + umur/4 14 + umur/2 Dewasa perempuan 7,0-7,5 24 Dewasa laki-laki 7,5-9,0 24 Sumber: Butterworth et al (2013) Gambar 8 ETT e. Teknik pemasangan ETT menurut Prodi D-IV Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Depkes YK (2009) 1) Menyiapkan alat: laringoskop yang sesuai, magills forcep, mandrin, ETT sesuai ukuran, xylocain jelly, xylocain spray,
  • 29. 39 sarung tangan, spuit cuff, OPA, stetoscope, suction, obat-obat emergency, sedasi dan muscule relaxan, air bag, plester. 2) Pasien dan keluarga diberitahu serta menjelaskan prosedur pada keluarga/ pasien bila masih sadar, buat informed concent. Pasien diposisikan terlentang. 3) Memposisikan diri berada disebelah atas tempat tidur/ kepala pasien. 4) Mengekstensikan kepala pasien. 5) Memakai sarung tangan. 6) Memberikan oksigen 4-8 lt/menit, hiperventilasi dengan air bag. 7) Memasukkan laryngoscope dengan tangan kiri pada sisi kanan mulut sampai ovula. Menggeser lidah ketengah, mempertahankan epiglotis, mengangkat laryngoscope sepanjang sumbu pegangan. 8) Membersihkan mulut dan sekitar epiglotis dari lendir. 9) Memberi xylocain spray disekitar epiglotis 10) Menekan kartilago krikoid untuk melihat laryng/lubang trakea. 11) Mengintubasi dengan tangan kanan, memasukkan ETT ke trakea dengan kedalaman sesuai ukuran, mengisi cuff secukupnya.
  • 30. 40 12) Melindungi jalan nafas. 13) Bila terjadi muntah miringkan kepala, suction cairan muntah. 14) Mengecek pengembangan paru dengan auskultasi paru untuk menilai ketepatan masuknya ETT, dengarkan paru sisi kanan- kiri. 15) Bila posisi sudah tepat, memfiksasi ETT dengan plaster melilitkannya disekitar mulut, dan memastikan fiksasi sudah kuat. 16) Membereskan alat dan cuci tangan
  • 31. 41 B. Kerangka Teori Gambar 9 Kerangka Teori Sumber: Mangku dan Tjokarda (2010), McHardi dan Chung (2008), Rudra et al (2010) Post Operative Sore Throat (POST) Pasca Ekstubasi TIVA GENERAL ANESTESI LMA INHALASI KOMBINASI Face Mask ETT Faktor yang menyebabkan nyeri tenggorokan: Tekanan cuff Usia Jenis kelamin Kesulitan intubasi pasien dengan penyakit kronis Lamanya pemasangan Riwayat merokok Ketrampilan yang memasang Ukuran dan jenis obat anestesi
  • 32. 42 C. Kerangka Konsep Gambar 10 Kerangka Konsep : yang diteliti : yang tidak diteliti D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kejadian nyeri tenggorokan pasca ekstubasi Laryngeal Mask Airway (LMA) dan Endotracheal Tube (ETT). General Anestesi LMA ETT Post Operative Sore Throat (POST) Nyeri Tidak Nyeri Faktor yang mempengaruhi nyeri tenggorokan: Tekanan cuff Usia Jenis kelamin Kesulitan intubasi pasien dengan penyakit kronis Lamanya pemasangan Riwayat merokok Ketrampilan yang memasang Ukuran dan jenis obat anestesi