2. Musim kebaikan
ُﻥَﺎﻀَﻣَﺭ ْﻢُﻛَﺀَﺎﺟ ْﺪَﻗ
،
ٌﻙَﺭَﺎﺒُﻣ ٌﺮْﻬَﺷ
،
ِﺻ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ُﻪﺍﻟﻠ َﺽَﺮَﺘْﻓﺍ
ُﻪَﻣَﺎﻴ
،
ِﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ ُﺏَﺍﻮْﺑَﺃ ِﻪِﻴﻓ ُﺢَﺘْﻔُﺗ
،
ِﻢِﻴﺤَﺠْﻟﺍ ُﺏَﺍﻮْﺑَﺃ ِﻪِﻴﻓ ُﻖَﻠْﻐُﺗَﻭ
،
ُﻦِﻴﻃَﺎﻴَّﺸﺍﻟ ِﻪِﻴﻓ ُّﻞَﻐُﺗَﻭ
،
َﻟ ِﻪِﻴﻓ
ٍﺮْﻬَﺷ ِﻒْﻟَﺃ ْﻦِﻣ ٌﺮْﻴَﺧ ٌﺔَﻠْﻴ
،
َﻡِﺮُﺣ ْﻦَﻣ
َﻡِﺮُﺣ ْﺪَﻘَﻓ َﺎﻫَﺮْﻴَﺧ
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah
mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka
padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di
dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan.
Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR.
Ahmad, shahih).
3. Persiapan Sebelum Ramadhan
1. Bergembira dalam menyambutnya,
2. Melakukan persiapan untuk berpuasa serta
bertekad menghidupkan bulan tersebut
3. Pokok dari itu adalah persiapan ILMU
4. Kenapa bulan puasa itu di namakan
Ramadhan
• Pertama, LI SYIDDATI ROMDHO’ (karena panasnya dan
teriknya matahari di bulan Ramadhan)
• Kedua, LIANNAHU YARMUTU SAYYI’ATI BIL
HASANAAT. (mampu membakar dosa dan kemaksiatan )
5. Keutamaan yang dimiliki bulan Ramadhan
• Pertama, Bulan ini mampu menghapuskan dosa
• Kedua, Allah melipat gandakan setiap kebaikan dengan
kelipatan yang tidak pernah Allah ceritakan kepada kita
berapakali melipat gandakan.
• Syaikh Utsaimin menjawab LI ADZOMIL JAZZA’ MINAT
TO’AH FI RAMADHAN (karena besarnya Pahala ketaatan
pada bulan Ramadhan)
8. Pertama:
Mempersiapkan Iman/Aqidah
ْنِم َمَّدَقَت اَم ُهَل َرِفُغ اًباَسِتْاحَو اًناَميِإ َانَضَمَر َماَص ْنَم
ِهِِْنََ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan
mengharapkan pahala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah
berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA)
Iman: tunduk, patuh, menerima, berserah diri kepada SEMUA
ketetapan Allah dan Rasul-Nya
9. Iman yang Sempurna
Iman yang sempurnya adalah yang terhindar dari
sifat
1. Kesyirikan
2. Kekufuran
3. kemunafikan
10. Kedua, memperbanyak istighfar di bulan
sebelum ramadhan
• Imam syingkiti mengatakan “kalau pengin diringankan dari
yang berat, dilapangkan dari yang sempit, dimudahkan dari
yang berat dan sulit, maka banyaklah kita bertaubat kepada
Allah.”
• Kemaksiatan mengurangi satu kenikmatan ibadah
• Taubat itu mengembalikan nikmatnya ibadah
11. Ketiga, fahami Ilmunya
• Allah sangat senang jika di ibadahi dengan ilmu
• Kenali ilmu-ilmu ttg Ramadhan
• - Penentuan awal Ramadhan - Sedekah
• - Syarat, rukun, pembatal Puasa - memberi orang yang berbuka Puasa
• - Tarawih + Lailatul Qadr Niat Puasa - menjaga Lisan dan anggota badan
• - Berdo’a, istighfar sebelum subuh - menahan diri dari keburukan
• - Sahur+iftor - iktikaf
• - Membaca Al-Qur’an - Umrah
• - Zakat fithri
12. Ketiga, fahami Ilmunya
• Persiapkan amalan andalan di Ramadhan di bulan Sya’ban
1. Puasa
2. Sedekah
3. Baca al-Qur’an
13. Keempat, AL IKDADU BIL MAALI.
mempersiapkan dengan harta yang terbaik
Karna ada satu amalan yang gak bisa maksimalkan amalan ini keculai di bulan ramadhan
َلاَق عنه هللا رضي ٍ
َّاسبَع ِْنبا ِنَع
:
ْالِب ِ
اسَّنال َد َوْجَأ سلم و عليه هللا صلى ُّىِبَّنال َانَك
، َانَضَم َر ىِف ُونُكَي اَم ُد َوْجَأ َانَك َو ، ِ
ْريَخ
، ُلي ِ
ْرب ِج ُهاَقْلَي َين ِح
“Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: “Dahulu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling dermawan masalah kebaikan (harta benda),
dan kedermawanan beliau mencapai puncaknya pada bulan Ramadhan di saat berjumpa dengan
Malaikat Jibril. (Muttafaqun ‘alaih)
ْجَأ ْنِم ُصُقْنَي َال ُهَّنَأ َْريَغ ِه ِ
رْجَأ ُلْثِم ُهَل َانَك اًمِئاَص َرَّطَف ْنَم
اًًْيََ ِمِئاََّّال ِ
ر
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa
tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no.
807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
14. • Kelima, perbanyaklah berdo’a agar sampai ker ramadhan
• Diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsir – seorang ulama tabi’in –, bahwa
beliau mengatakan, Diantara doa sebagian sahabat ketika datang
Ramadhan,
• َسَت َو َانَضَم َر ـيِل ْمِِّلَس َو َانَضَم َر ىَلِإ يِـنْمِِّلَس َّمُهَّللَا
ًلَّبَقَتُم يِنِم ُهْمَّل
• “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah
Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.”
(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)
• Keenam, memperbanyak ketaatan di 2 bulan sebelum ramadhan.
• Ketujuh, bikin target amalan di ramadhan
16. Makna puasa
• Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash
Shiyaam ( الَّيام
) atau Ash Shaum ( الَّوم
.) Secara
bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak ( اإلمساك
) yaitu
menahan diri.
• Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah
kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan,
minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar
hingga terbenamnya matahari.
17. Hukum puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan firman
Allah Ta’ala:
آمنوا الذين أيها يا
كتب
ل قبلكم من الذين على تبُك كما امَيَِّّال عليكم
كمِّعل
قونِّتت
“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian
bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183
18. Rukun puasa
1. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
2. Menepati rentang waktu puasa
19. Rentang waktu puasa
Puasa dimulai ketika sudah terbit fajar shadiq atau fajar yang kedua. Allah Ta’ala berfirman:
َي ىَّتَح ْاوُب َرَْا َو ْاوُلُك َو ْمُكَل ُ َّ
َّللا َبَتَك اَم ْاوُغَتْبا َو َّنُهوُرَِاَب َاآلنَف
َيْبََأا ُُْيَخْال ُمُكَل ََّنيَبَت
َوْسََأا ُِْيَخْال َنِم ُض
ِ
رََْْْال َنِم ِد
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al Baqarah: 187).
Puasa berakhir ketika terbenam matahari. Allah Ta’ala berfirman:
ِلْيَّالل ىَلِإ َامَي ِ
َِّّال واُّمِتَأ َّمُث
“lalu sempurnakanlah puasa hingga malam” (QS. Al Baqarah: 187).
20. Syarat Sah Puasa
• Islam
• Baligh
• Berakal
• Muqim (tidak sedang safar
2 marhalah, 84km)
• Suci dari haid dan nifas
• Mampu berpuasa
• Niat
21. Sunnah-sunnah ketika puasa
• Sunnah-sunnah terkait berbuka puasa
• Disunnahkan menyegerakan berbuka
• Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka dengan
beberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih
• Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah:
هللا َاء إن اَأجر وثبت العروق وابتلت الظمأ ذهب
• /dzahabazh zhomaa-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/
“telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan, dan telah diraih pahala, insya Allah” (HR. Abu Daud,
An Nasa-i, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)
22. Sunnah-sunnah terkait makan sahur
• Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah. Dianggap sudah
makan sahur jika makan atau minum di waktu sahar, walaupun
hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat
keberkahan
• Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu
terbitnya fajar, pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya
waktu fajar ketika masih makan sahur.
• Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).
23. •Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan
yang diharamkan agama dan dianjurkan untuk memperbanyak
melakukan ketaatan seperti: bersedekah, membaca Al Qur’an,
shalat sunnah, berdzikir, membantu orang lain, i’tikaf, menuntut
ilmu agama, dll
•Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk
diperbanyak di bulan Ramadhan. Bahkan sebagian salaf tidak
mengajarkan ilmu di bulan Ramadhan agar bisa fokus
memperbanyak membaca Al Qur’an dan mentadabburinya
25. Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya
jika berpuasa.
• jumhur ulama mengatakan bahwa orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah yang jika
berpuasa itu dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius pada kesehatannya.
• Adapun orang yang sakit ringan yang jika berpuasa tidak ada pengaruhnya sama sekali atau
pengaruhnya kecil, seperti pilek, sakit kepala, maka ulama empat madzhab sepakat orang yang
demikian wajib tetap berpuasa dan tidak boleh meninggalkan puasa.
• Terkait adanya kewajiban qadha atau tidak, orang sakit dibagi menjadi 2 macam:
• Orang yang sakitnya diperkirakan masih bisa sembuh, maka wajib meng-qadha ketika sudah mampu
untuk menjalankan puasa. Ulama ijma akan hal ini.
• Orang yang sakitnya diperkirakan tidak bisa sembuh, maka membayar fidyah kepada satu orang miskin
untuk setiap hari yang ditinggalkan. Diqiyaskan dengan keadaan orang yang sudah tua renta tidak mampu
lagi berpuasa. Ini disepakati oleh madzhab fikih yang empat.
26. Musafir
• Orang yang bersafar boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik perjalanannya sulit dan berat jika
dilakukan dengan berpuasa, maupun perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan
berpuasa.
• Namun jika orang yang bersafar itu berniat bermukim di tempat tujuan safarnya lebih dari 4 hari, maka
tidak boleh meninggalkan puasa sejak ia sampai di tempat tujuannya.
• Para ulama khilaf mengenai musafir yang perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan
berpuasa, semisal menggunakan pesawat atau kendaraan yang sangat nyaman, apakah lebih utama
berpuasa ataukah tidak berpuasa. Yang lebih kuat, dan ini adalah pendapat jumhur ulama, lebih utama
tetap berpuasa.
• Orang yang hampir selalu bersafar setiap hari, seperti pilot, supir bus, supir truk, masinis, dan
semacamnya, dibolehkan untuk tidak berpuasa selama bersafar, selama itu memiliki tempat tinggal untuk
pulang dan menetap. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Utsaimin.
27. Orang yang sudah tua renta
• Orang yang sudah tua renta dan tidak lagi mampu untuk
berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan.
Ulama ijma akan hal ini.
• Wajib bagi mereka untuk membayar fidyah kepada satu
orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
28. Wanita hamil dan menyusui
• Wanita hamil atau sedang menyusui boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik karena ia khawatir
terhadap kesehatan dirinya maupun khawatir terhadap kesehatan si bayi.
• Ulama berbeda pendapat mengenai apa kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika meninggalkan
puasa.
• Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup membayar fidyah tanpa qadha, ini dikuatkan oleh Syaikh Al
Albani.
• Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup meng-qadha tanpa fidyah, ini dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz,
Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Al Lajnah Ad Daimah, juga pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.
• Sebagian ulama madzhab juga berpendapat bagi mereka qadha dan fidyah jika meninggalkan puasa karena khawatir
akan kesehatan si bayi.
• Yang lebih rajih –insya Allah– adalah pendapat kedua, bagi mereka wajib qadha saja tanpa fidyah.
29. Orang yang memiliki sebab-sebab yang
membolehkan tidak berpuasa, diantaranya
• Orang yang pekerjaannya terasa berat. Orang yang demikian tetap wajib meniatkan diri
berpuasa dan wajib berpuasa. Namun ketika tengah hari bekerja lalu terasa sangat berat
hingga dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya, boleh membatalkan puasa ketika itu, dan
wajib meng-qadha-nya di luar Ramadhan.
• Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya binasa. Orang
yang demikian wajib berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain.
• Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan minuman secara paksa
ke mulutnya. Orang yang demikian boleh berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain dan ia
tidak berdosa karenanya.
• Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan bagi mereka
untuk meninggalkan berpuasa
30. Pembatal-pembatal puasa
• Makan dan minum dengan
sengaja
• Keluar mani dengan
sengaja
• Muntah dengan sengaja
• Keluarnya darah haid dan
nifas
• Menjadi gila atau pingsan
• Riddah (murtad)
• Berniat untuk berbuka
• Merokok
• Jima (bersenggama) di tengah hari puasa. Selain membatalkan puasa dan wajib meng-
qadha puasa, juga diwajibkan menunaikan kafarah membebaskan seorang budak, jika tidak
ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang
miskin.
• Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat
jumhur ulama, hijamah tidak membatalkan puasa. Sedangkan pendapat Hanabilah bekam
dapat membatalkan puasa. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz dan
Ibnu Al Utsaimin.
• Masalah donor darah merupakan turunan dari masalah bekam. Maka donor darah tidak
membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat jumhur ulama, dan bisa membatalkan
puasa dengan men-takhrij pendapat Hanabilah.
• Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung, diperselisihkan
apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama ia dapat membatalkan
puasa, sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak membatalkan.
Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah.
31. Pembatal Pahala Puasa
• Berkata Dusta (az zuur) “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no.
1903)
• Berkata lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno) “Puasa bukanlah hanya menahan makan
dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats.
Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang
puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At
Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
• Melakukan Berbagai Macam Maksiat. Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang
sangat bagus “Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu
dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti
tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari
puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy
Syamilah)
32. Yang bukan merupakan pembatal puasa
sehingga dibolehkan melakukannya
• Mengakhirkan mandi hingga terbit fajar, bagi
orang yang junub atau wanita yang sudah
bersih dari haid dan nifas. Puasanya tetap sah.
• Berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air
ke hidung)
• Mandi di tengah hari puasa atau
mendinginkan diri dengan air
• Menyicipi makanan ketika ada kebutuhan,
selama tidak masuk ke kerongkongan
• Bercumbu dan mencium istri, bagi orang
yang mampu mengendalikan birahinya
• Memakai parfum dan wangi-wangian
• Menggunakan siwak atau sikat gigi
• Menggunakan celak
• Menggunakan tetes mata
• Menggunakan tetes telinga
• Makan dan minum 5 menit sebelum terbit fajar
yang ditandai dengan adzan shubuh, yang
biasanya disebut dengan waktu imsak. Karena
batas awal rentang waktu puasa adalah ketika
terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh.
33. Yang dimakruhkan ketika puasa
• Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup
air ke hidung)
• Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan
atau minum sama sekali.
• Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan, walaupun tidak masuk ke
kerongkongan
• Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu mengendalikan
birahinya
• Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
• Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak
bermanfaat
34. Shalat dan Puasa di Daerah yang
Waktu Siang Sangat Lama
• Bagi yang masih mendapati waktu siang di musim panas,
maka hendaklah menjadikan waktu shalat dan puasa dengan
ketetapan yang telah Allah perintahkan (dengan melihat
keadaan matahari, pen.). Inilah asalnya sebagaimana
ditunjukkan dalam berbagai dalil syar’i.
• Untuk daerah yang tidak terbit matahari dalam waktu yang
lama hingga sampai enam bulan lamanya atau matahari
nampak sampai beberapa hari berturut-turut (tidak pernah
tenggelam), maka penentuan waktu shalat dan puasa
dengan melihat negara yang paling dekat yang masih
nampak terbit dan tenggelam matahari dalam 24 jam,
walaupun waktunya nanti berbeda.
Bagi yang mendapati waktu siang
yang terlalu panjang sehingga
sulit untuk mengerjakan shalat
atau dirasakan berat juga untuk
berpuasa, maka boleh baginya
makan dan minum dengan kadar
yang cukup lalu menahan diri
dari sisa hari yang ada. Lantas di
waktu lain dari setahun, puasa
tersebut tetap diqadha’.
35. Shalat dan Puasa di Daerah yang Waktu
Siang Sangat Lama
Jika ada kaum muslimin yang secara darurat mesti
tinggal di negeri semacam itu, maka hendaklah
bersabar dan mengharap pahala yang berlipat dari
Allah. Namun ia tetap juga berusaha bisa
berpindah ke negeri yang keadaan malam dan
siangnya itu berimbang. Karena asalnya tinggal di
negeri non-muslim semacam itu hanya untuk
keadaan darurat saja, bukan bersifat permanen
(terus menerus). Kalau sifat darurat sudah hilang,
maka hilanglah hukum untuk tinggal di sana.
Jika memungkinkan kaum
muslimin yang berada di
negara semacam itu
berpindah sesuai
kemampuannya ke negara
yang siangnya tidak begitu
panjang di bulan Ramadhan,
lebih-lebih lagi kalau dapat
pindah ke negeri muslim, itu
lebih baik.