Tiga kalimat:
Demokrasi di Indonesia terus berkembang dinamis sejak pemilu 2014. Pemilu menghasilkan dua kubu besar pendukung masing-masing pasangan calon. Kini parlemen dikuasai kubu pendukung Prabowo-Hatta sehingga akan terjadi check and balances yang kuat antara pemerintahan Jokowi-JK dan parlemen.
Burhanuddin Muhtadi "Divided Government Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK"threeandra MLC
Divided Government Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK
oleh: Burhanuddin Muhtadi
Dosen FISIP UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia
Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen dan menyapu bersih pimpinan DPR maupun MPR memunculkan fenomena yang sering diistilahkan dalam ilmu politik sebagai pemerintahan terbelah “divided government”.
Presentasi ini memaparkan sejarah perkembangan demokrasi dan pemerintahan di Indonesia pada periode 1949 - 1959. Presentasi ini memaparkan tentang demokrasi parlementer berlangsung di Indonesia. Disajikan pula kelebihan dan kekurangan dari demokrasi parlementer.
Burhanuddin Muhtadi "Divided Government Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK"threeandra MLC
Divided Government Tantangan Pemerintahan Jokowi-JK
oleh: Burhanuddin Muhtadi
Dosen FISIP UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia
Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen dan menyapu bersih pimpinan DPR maupun MPR memunculkan fenomena yang sering diistilahkan dalam ilmu politik sebagai pemerintahan terbelah “divided government”.
Presentasi ini memaparkan sejarah perkembangan demokrasi dan pemerintahan di Indonesia pada periode 1949 - 1959. Presentasi ini memaparkan tentang demokrasi parlementer berlangsung di Indonesia. Disajikan pula kelebihan dan kekurangan dari demokrasi parlementer.
Revolusi Mental dan Peningkatan Kesejahteraan Sosialmusniumar
Revolusi mental yang hampir identik dengan revolusi akhlak telah diucapkan dan dilaksanakan Nabi Muhammad SAW.
Revolusi mental yang berintikan perbaikan akhlak manusia sangat penting dan menentukan dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang artinya "Sesungguhnya saya di utus oleh Allah untuk menyempurnakan akklak mulia".
Perbaikan mental secara cepat yang sering disebut revolusi mental, harus mulai dari diri sendiri, keluarga, sekolah, masyarakar, bangsa dan negara.
Melalui revolusi mental akan terjadi perubahan cara berpikir, cara pandang, prilaku dan perangai serta perbuatan. Hasil (out put) dari revolusi mental akan menghadirkan nilai baru yaitu niat, semangat, tekad, kerja keras, disiplin, dan menghargai waktu yang merupakan prasyarat untuk meraih kemajuan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Perubahan dan pemberdayaan untuk Jakarta yang Aman dan Sejahtera Visi Misi da...musniumar
DKI Jakarta adalah ibukota negara Republik Indonesia. Sebagai ibukota negara, suka tidak suka dan mau tidak mau harus aman. Tidak hanya aman, tetapi warganya harus pula sejahtera.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan dengan orientasi utama pada pemberdayaan masyarakat supaya tercipta keadilan. Kalau sudah adil, maka akan aman.
Musni Umar: Peran Perempuan dalam Membangun Kejuangan Bangsamusniumar
Peran perempuan khususnya ibu semakin lama semakin meningkat dan penting. Salah satu peran perempuan yang amat diperlukan ialah mempersiapkan generasi mendatang yang berkualitas, yaitu kuat agamanya, nasionalismenya dan memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.
Musni Umar: Aktualisasi Nilai Nilai Pembauran untuk Kebersamaan dan Persatuanmusniumar
Pembauran dalam bidang sosial, ekonomi dan lain sebagainya merupakan keniscayaan karena menurut Ibnu Khaldun, manusia menurut tabiat dan fitrahnya memerlukan masyarakat. Bermasyarakat adalah sarana mewujudkan kebersamaan dan persatuan.
Musni Umar: Demokrasi dan HAM Dalam Praktikmusniumar
Indonesia adalah negara demokrasi, yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Sila keempat dari Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, merupakan dasar dari demokrasi kita.
Dalam amandemen UUD 1945 Bab 1 Bentuk dan Kedaulatan Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaks anakan menurut Undang-Undang Dasar
Musni Umar: Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014
Musni Umar: Perkembangan Demokrasi Kita
1.
2. Perkembangan
Demokrasi Kita
Oleh Musni Umar
Sociologist and Researcher
Wakli Rektor I Bidang Akademik & Hubungan
Antar Lembaga Universitas Ibnu Chaldun
Jakarta (UIC), Direktur Eksekutif Institute for
Social Empowerment and Democracy (INSED)
3.
4. Demokrasi di Indonesia berkembang sangat
dinamis. Sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU)
menetapkan dua pasang calon Presiden dan
Wakil Presiden pemilihan umum (pemilu)
Presiden 9 Juli 2014 yaitu Prabowo-Hatta dan
Jokowi-JK, telah terbelah bangsa ini dalam
dua kelompok besar.
Pertama, pengusung dan pendukung
Prabowo-Hatta, yang terdiri dari Gerindra,
PAN, PKS, PPP, Partai Golkar, Partai Demokrat,
PBB dan para relawan dari berbagai
organisasi serta LSM.
5. Kedua, pengusung dan pendukung Jokowi-JK,
yang terdiri dari PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, PKPI,
relawan dibentuk, ormas, LSM serta para tokoh
dari berbagai kelompok di masyarakat.
Pasca penetapan hasil Pilpres oleh KPU pada 22 Juli
2014 dengan kemenangan Jokowi-JK, serta putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh
gugatan Prabowo-Hatta pada 21 Agustus 2014,
maka otomatis Jokowi-JK menjadi Presiden dan
Wakil Presiden terpilih, sejatinya dua kelompok
yang pernah bertarung dalam pilpres kembali
bersatu untuk membangun Indonesia.
Akan tetapi, realitasnya jauh panggang dari api.
6. Tetap Terbelah Dua
Terpilihnya Ir. H. Joko Widodo menjadi
Presiden RI dan Drs. H. Muhammad Jusuf
Kalla menjadi Wakil Presiden RI, tidak berarti
berakhirnya pertarungan dua pasang calon
Presiden dan calon Wakil Presiden dan para
pendukungnya, justeru pihak yang belum
beruntung dalam pilpres, melakukan
konsolidasi kekuatan, sehingga menguasai
seluruh pimpinan parlemen, yaitu pimpinan
DPR dan pimpinan MPR.
7. Hal itu terjadi karena partai-partai politik
yang mendukung Prabowo-Hatta lebih
banyak , sehingga mereka mudah
merubah UU dan Tata Tertib DPR/MPR
yang menguntungkan mereka. Hasilnya
dalam pemilihan pimpinan DPR dan MPR
melalui pemungutan suara (voting),
mereka unggul dan menang dari koalisi
Indonesia Bangkit, yang mendukung
Presiden terpilih dan Wakil Presiden
terpilih.
8. Kondisi demikian, menyebabkan terjadi
pembalikan keadaan dari sebelumnya.
Kalau pada masa Orde Baru, dan di era
Orde Reformasi terutama di era
pemerintahan Presiden SBY, parlemen
yang populer dengan sebutan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) dan MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat)
Republik Indonesia, mayoritas menjadi
penyokong pemerintah.
9. Pada masa Orde Baru, dikenal dengan
istilah ’single majority”, yaitu suatu istilah
yang dikaitkan dengan Golongan Karya
yang disingkat Golkar sebagai satu-satunya
kekuatan mayoritas di parlemen
(DPR dan MPR) yang senantiasa
menopang jalannya pemerintahan
(eksekutif), sehingga seluruh kebijakan
pemerintahan Presiden Soeharto berjalan
mulus karena didukung sepenuhnya oleh
parlemen.
10. Pada masa Presiden SBY, juga
mengupayakan adanya kekuatan “single
majority” di parlemen untuk mendukung
berbagai kebijakan pemerintahannya.
Untuk mewujudkan hal itu, maka
Presiden SBY membangun koalisi besar
yang terdiri dari berbagai partai politik,
dengan memberi kompensasi kepada
mereka berupa kursi menteri, duta besar
dan berbagai jabatan penting di dalam
pemerintahan.
11. Cara yang ditempuh Presiden Soeharto dan
Presiden SBY untuk mengamankan kekuasaan
adalah sama tetapi tidak serupa. Kalau Presiden
Soeharto melakukan penggabungan partai-partai
politik menjadi 3 (tiga) yaitu Golkar, PDI dan PPP,
dan membesarkan Golkar sebagai “single majority”
yang menjadi partai pemerintah, sedang Presiden
SBY, menggabungkan partai demokrat dengan
partai-partai politik lain dalam satu koalisi besar.
Tidak terlalu efektif tetapi tetap dianggap penting
untuk mengamankan kekuasaan dari berbagai
rongrongan partai-partai politik.
12. Kedua rezim pemerintahan yang berkuasa, cukup
berhasil mengamankan kekuasaannya, tetapi tidak
banyak memberi manfaat bagi kemajuan dan masa
depan rakyat, bangsa dan negara Repubkik
Indonesia.
Pertama, terjadi banyak skandal korupsi di
pemerintahan Presiden Soeharto, hanya tidak
diungkap karena aparat penegak hukum dibawah
kontrol penuh Presiden Soeharto. Begitu pula di
masa pemerintahan Presiden SBY, korupsi
berjamaah terjadi di pemerintahan dan di
parlemen, karena tidak berjalan secara efetif “check
and balancies” antara eksekutif dan parlemen.
13. Dimasa Orde Baru, parlemen dibungkam oleh rezim
Pemerintahan Soeharto, sedang di era pemerintahan
SBY, para anggota koalisi besar dari berbagai partai
politik di bungkam dengan jabatan dan uang, sehingga
tidak terjadi kontrol secara efektif dari parlemen
terhadap eksekutif, begitu pula sebaliknya.
Kedua, pengawasan (kontrol) lemah terhadap
pembuatan kebijakan, program dan pelaksanaan
pembangunan, sehingga tidak berjalan efektif, berdaya
guna dan berhasil guna, karena “parlemen” dalam satu
kubu dengan “pemerintah” (eksekutif).
Ketiga, orientasi pemerintah dalam pembangunan
tidak dikontrol oleh parlemen sebagai institusi yang
merupakan representasi dari rakyat, untuk
mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara.
14. Eksekutif Vs Parlemen
Hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9
Juli 2014, terjadi pembalikan situasi, karena
kubu Prabowo-Hatta yang menamakan diri
sebagai koalisi merah-putih, dengan pilar
utama Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN,
PPP, PBB dan Partai Demokrat ikut bergabung,
membentuk koalisi besar dan permanen di
parlemen, sehingga menjepit partai-partai
politik yang bergabung dalam koalisi Jokowi-
JK.
15. Implikasi terbentuknya koalisi Prabowo-Hatta di
parlemen, telah memberi dampak positif kepada
mereka, pertama, sukses menggolkan UU M3.
Kedua, sukses memenangkan UU Pilkada melalui
DPRD. Ketiga, sukses membuat tata tertib DPR yang
menguntungkan mereka. Keempat, sukses merebut
semua pimpinan DPR dan mungkin juga MPR.
Akan tetapi, hampir pasti akan terjadi “check and
balancies” secara nyata antara pemerintahan
Jokowi-JK dengan parlemen yang secara penuh
dikuasai partai-partai politik pendukung Prabowo-
Hatta.
16. Dengan demikian, dalam 5 (lima) tahun mendatang
akan terjadi sesuatu yang amat berbeda dari masa
lalu dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia
karena pemerintahan Jokowi-JK tidak didukung
mayoritas anggota parlemen seperti di masa lalu.
Walaupun begitu, pemerintahan Jokowi-JK yang
tidak didukung oleh mayoritas anggota parlemen,
tidak usah terlalu dirisaukan karena ada contoh,
misalnya di Amerika Serikat, Partai Demokrat yang
sedang berkuasa, tidak didukung mayoritas anggota
parlemen, sebab yang mayoritas anggota parlemen
dari Partai Republik.
17. Selain itu, walaupun mayoritas anggota
parlemen dikuasai kubu Prabowo-Hatta,
tidak bisa jalan sendiri tanpa
bergandengan tangan dengan
pemerintahan Jokowi-JK. Begitu pula
sebaliknya.
Oleh karena itu, suka tidak suka dan mau
tidak mau, parlemen ataupun
pemerintahan Jokowi-JK harus bersinergi
dengan pimpinan parlemen dan anggota
parlemen dari koalisi merah-putih.
18. Untuk bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi,
maka kabinet yang akan dibentuk dan diumumkan
Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih, tidak
cukup profesional, tetapi harus memiliki track record
(rekam jejak) yang baik, berjasa dalam mendukung
kemenangan Jokowi-JK, serta memiliki jaringan kuat
dan hubungan baik dengan pimpinan dan para anggota
koalisi tersebut.
Selain itu, tidak pernah terlibat dalam perkataan,
tulisan dan apapun yang merendahkan koalisi merah-putih,
yang kini menguasai parlemen Indonesia. Hal itu
diperlukan untuk memudahkan hubungan dan
kerjasama yang sinergi antara pemerintahan Jokowi-JK
dengan parlemen untuk membangun Indonesia yang
lebih baik dan lebih maju.
Mega Mendung, 15/10/2014