Dokumen tersebut membahas kriteria penilaian ketaatan aspek pengendalian pencemaran udara, mencakup kompetensi personil, pemantauan sumber emisi dan parameter, pelaporan data, serta kesesuaian dengan baku mutu emisi."
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Pola Penanganan Sampah Domestik menjelaskan mengenai peraturan perundangan yang mendasarinya, strategi dan kebijakan penanganan sampah, paradigma baru penanganan sampah, berbagai opsi teknologi dalam penanganan sampah domestik. Disajikan oleh Direktorat PPLP, Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum.
Land Application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam areal perkebunan kelapa sawit itu sendiri.
Dasar dari land application ini adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur tanaman yang dapat menyuburkan tanah.
Unsur-unsur tersebut adalah Nitogen, Phosphor dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudh diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l.
Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk an-organik.
Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. Jadi land application akan mengurangi beban biaya dan waktu untuk pengolahan limbah.
Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pengolahan limbah 50%-60%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli perkebunan sawit di Indonesia, limbah cair pabrik kelapa sawit yang sudah diolah (BOD maksimal 5.000 mg/l) merupakan sumber air dan nutrisi tanaman.
Disamping itu limbah cair tersebut juga mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah, meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikro flora dan fauna tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
Tahapan Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Pola Penanganan Sampah Domestik menjelaskan mengenai peraturan perundangan yang mendasarinya, strategi dan kebijakan penanganan sampah, paradigma baru penanganan sampah, berbagai opsi teknologi dalam penanganan sampah domestik. Disajikan oleh Direktorat PPLP, Cipta Karya, Kementrian Pekerjaan Umum.
Land Application atau aplikasi lahan adalah pemanfaatan limbah cair dari industri kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan penyubur atau pemupukan tanaman kelapa sawit dalam areal perkebunan kelapa sawit itu sendiri.
Dasar dari land application ini adalah bahwa dalam limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung unsur-unsur tanaman yang dapat menyuburkan tanah.
Unsur-unsur tersebut adalah Nitogen, Phosphor dan Kalium. Jumlah Nitrogen dan Kalium dalam limbah cair pabrik kelapa sawit sangat besar, sehingga dapat bertindak sebagai nutrisi untuk tumbuh-tumbuhan.
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat digunakan untuk land application adalah limbah cair yang sudh diolah sedemikian rupa sehingga kadar BOD-nya berkisar antara 3.500 mg/l sampai 5.000 mg/l.
Dengan komposisi yang cukup kaya akan unsur hara (N, P dan K), maka limbah cair tersebut mempunyai potensi yang baik untuk menggantikan peran pupuk an-organik.
Dengan pemanfaatan limbah cair tersebut untuk keperluan pemupukan, maka dengan sendirinya jumlah limbah cair yang masih harus diolah juga akan berkurang. Jadi land application akan mengurangi beban biaya dan waktu untuk pengolahan limbah.
Pemanfaatan limbah cair dengan land application dapat menurunkan biaya pengolahan limbah 50%-60%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli perkebunan sawit di Indonesia, limbah cair pabrik kelapa sawit yang sudah diolah (BOD maksimal 5.000 mg/l) merupakan sumber air dan nutrisi tanaman.
Disamping itu limbah cair tersebut juga mampu memperbaiki sifat dan struktur fisik tanah, meningkatkan infiltrasi tanah, meningkatkan kelembaban tanah, menambah kandungan senyawa organik, menaikkan pH tanah, meningkatkan aktivitas mikro flora dan fauna tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.
SNI 19-7119.3-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 3: Cara Uji Partikel Tersusp...Muhamad Imam Khairy
SNI 19-7119.3-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 3: Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPAOswar Mungkasa
Bahan Disiapkan oleh Enri Damanhuri dan disampaikan dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
Persyaratan Teknis Penyediaan TPA Sampah Joy Irman
Persyaratan Teknis Pengoperasian, Penutupan dan Rehabilitasi TPA Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Pemilihan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3R dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
SNI 19-7119.3-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 3: Cara Uji Partikel Tersusp...Muhamad Imam Khairy
SNI 19-7119.3-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 3: Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri
Teknik operasional Secara Umum Pedoman Pengelolaan TPAOswar Mungkasa
Bahan Disiapkan oleh Enri Damanhuri dan disampaikan dalam Lokakarya Persampahan Berbasis Masyarakat di Jakarta tanggal 16-17 Januari 2008. Lokakarya diselenggarakan oleh Jejaring AMPL
Persyaratan Teknis Penyediaan TPA Sampah Joy Irman
Persyaratan Teknis Pengoperasian, Penutupan dan Rehabilitasi TPA Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Pemilihan Lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)Joy Irman
Pelatihan Penyusunan Rencana Teknis Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (SPAL-T) terdiri dari beberapa modul, yaitu: Dasar-dasar Perencanaan Teknis SPAL-T, Perencanaan Teknis Unit Pelayanan, Perencanaan Teknis Unit Pengumpulan / Jaringan Perpipaan, Perencanaan Teknis Unit Pengolahan Air Limbah, Teknologi Pengolahan Lumpur, Konstruksi Bangunan, dan Rencana Anggaran Biaya. Masing-masing Modul terdiri atas beberapa sub-modul . Peserta pelatihan dapat memilih Modul/Sub-Modul sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3RJoy Irman
Persyaratan Teknis Penyediaan TPS dan TPS-3R dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan SampahJoy Irman
Persyaratan Teknis Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah dalam rangka Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga
Permen LHK no.70 2016 ttg baku mutu emisi usaha dan atau kegiatan pengolahan ...Rizki Darmawan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia tentang baku mutu emisi usaha atau kegiatan sampah secara termal yang disahkan tahun 2016.
Analisis Konten Pendekatan Fear Appeal dalam Kampanye #TogetherPossible WWF.pdfBrigittaBelva
Berada dalam kerangka Mata Kuliah Riset Periklanan, tim peneliti menganalisis penggunaan pendekatan "fear appeal" atau memicu rasa takut dalam kampanye #TogetherPossible yang dilakukan oleh World Wide Fund (WWF) untuk mengedukasi masyarakat tentang isu lingkungan.
Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, meliputi analisis konten media sosial WWF, observasi, dan analisis naratif. Tidak hanya itu, penelitian ini juga memberikan strategi nyata untuk meningkatkan keterlibatan dan dampak kampanye serupa di masa depan.
Hasil dari #INC4 #TraktatPlastik, #plastictreaty masih saja banyak reaksi ketidak puasan, tetapi seluruh negara anggota PBB bertekad melanjutkan putaran negosiasi
berikutnya: #INC5 di bulan November 2024 di Busan Korea Selatan
Cerita sukses desa-desa di Pasuruan kelola sampah dan hasilkan PAD ratusan juta adalah info inspiratif bagi khalayak yang berdiam di perdesaan
.
#PartisipasiASN dalam #bebersihsampah nyata biarpun tidak banyak informasinya
PAPER KIMIA LINGKUNGAN MENINGKATNYA GAS RUMAH KACA IMPLIKASI DAN SOLUSI BAGI ...muhammadnoorhasby04
Gas rumah kaca memainkan peran penting dalam mempengaruhi iklim Bumi melalui mekanisme efek rumah kaca. Fenomena ini alami dan esensial untuk menjaga suhu Bumi tetap hangat dan layak huni. Namun, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan praktik pertanian intensif, telah memperkuat efek ini, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.Pemanasan global membawa dampak luas pada berbagai aspek lingkungan, termasuk suhu rata-rata global, pola cuaca, kenaikan permukaan laut, serta frekuensi dan intensitas fenomena cuaca ekstrem seperti badai dan kekeringan. Dampak ini juga meluas ke ekosistem alami, menyebabkan gangguan pada habitat, distribusi spesies, dan interaksi ekologi, yang berdampak pada keanekaragaman hayati.
Untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh peningkatan gas rumah kaca dan perubahan iklim, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi sangat penting. Langkah-langkah mitigasi meliputi transisi ke sumber energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Di sisi lain, langkah-langkah adaptasi mencakup pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap cuaca ekstrem, pengelolaan sumber daya air yang lebih baik, dan perlindungan terhadap wilayah pesisir.Selain itu, mengurangi konsumsi daging, memanfaatkan metode kompos, dan pembangunan infrastruktur yang tahan terhadap perubahan iklim adalah beberapa tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengurangi dampak gas rumah kaca.Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme dan dampak dari efek rumah kaca, serta melalui kolaborasi global yang kuat dan langkah-langkah konkret yang efektif, kita dapat melindungi planet kita dan memastikan kesejahteraan bagi generasi mendatang.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN STRATEGI ...d1051231039
Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan penting secara global. Terbentuk dari endapan bahan organik yang terdekomposisi selama ribuan tahun, lahan gambut memiliki peran yang sangat signifikan dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, serta mengatur siklus air. Kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya habitat, degradasi lingkungan, dan penurunan kesuburan tanah. Kerusakan lahan gambut di Indonesia telah meningkat seiring waktu, dengan laju deforestasi dan degradasi lahan gambut yang signifikan. Menurut data, sekitar 70% dari lahan gambut di Indonesia telah rusak, dan angka tersebut terus meningkat. Kerusakan lahan gambut memiliki dampak yang luas dan serius, tidak hanya secara lokal tetapi juga global. Selain menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang khas bagi ekosistem gambut, kerusakan lahan gambut juga melepaskan jumlah karbon yang signifikan ke atmosfer, berkontribusi pada perubahan iklim global.Kerusakan lahan gambut memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi. Dalam jangka panjang, kerusakan lahan gambut dapat menyebabkan hilangnya sumber daya alam, penurunan kesuburan tanah, dan peningkatan risiko bencana alam.
KERUSAKAN LAHAN GAMBUT ANALISIS EMISI KARBON DARI DEGRADASI LAHAN GAMBUT DI A...d1051231072
Lahan gambut adalah salah satu ekosistem penting di dunia yang berfungsi sebagai penyimpan karbon yang sangat efisien. Di Asia Tenggara, lahan gambut memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan ekologi dan ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap lahan untuk aktivitas pertanian, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur, degradasi lahan gambut telah menjadi masalah lingkungan yang signifikan. Degradasi lahan gambut terjadi ketika lahan tersebut mengalami penurunan kualitas, baik secara fisik, kimia, maupun biologis, yang pada akhirnya mengakibatkan pelepasan karbon dalam jumlah besar ke atmosfer.
Lahan gambut di Asia Tenggara, khususnya di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia, menyimpan cadangan karbon yang sangat besar. Diperkirakan bahwa lahan gambut di wilayah ini menyimpan sekitar 68,5 miliar ton karbon, yang jika terlepas, akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistemd1051231041
Pirit merupakan zat di dalam tanah yang terbawa karena adanya arus pasang surut. Zat ini dapat membahayakan ekosistem sekitar apabila mengalami reaksi oksidasi dan penyebab utama mengapa tanah menjadi masam, karena mengandung senyawa besi dan belerang. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis pembentukan, dampak, peran, pengaruh, hingga upaya pengelolaan lingkungan yang dapat dilakukan guna mengatasi masalah ekosistem yang terjadi.
Studi Kasus : Oksidasi Pirit dan Pengaruhnya Terhadap Ekosistem
Materi PPU 2023.pdf
1. KRITERIA
ASPEK PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
P E R M E N L H K N O 1 T A H U N 2 0 2 1
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
2. PENILAIAN KETAATAN ASPEK PPU
laporan pemenuhan ketentuan dalam Persetujuan Lingkungan;
laporan pemenuhan ketentuan dalam pemantauan Emisi dan gangguan;
laporan pemenuhan ketentuan dalam baku mutu Emisi dan baku mutu gangguan;
dokumen yang menerangkan kompetensi personil Pengendalian Pencemaran Udara;
dokumen ketentuan teknis yang dipersyaratkan;
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
3. ASPEK KETAATAN PPU
Ketaatan
terhadap
sumber emisi
dan titik
penaatan
Ketaatan
Terhadap
Parameter
Kompetensi
Personil
Ketaatan
terhadap
jumlah data
yang
dilaporkan
Ketaatan
terhadap baku
mutu
Ketaatan
Terhadap
Ketentuan
Teknis
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
5. MERAH
Tidak mempunyai personil
yang bertanggung jawab dan
kompeten dalam
Pengendalian Pencemaran
Udara.
BIRU
Memiliki personil yang
bertanggung jawab dan
kompeten dalam
Pengendalian Pencemaran
Udara.
KOMPETENSI PERSONIL
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
7. MERAH
Tidak melakukan pemantauan
terhadap seluruh sumber Emisi
dan/atau titik penaatan secara
manual atau menggunakan
neraca massasesuaidengan yang
diwajibkan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-undangan
(< 100%).
BIRU
Melakukan pemantauan
terhadap seluruh sumber Emisi
dan/atau titik penaatan secara
manual atau menggunakan
perhitungan neraca massa
sesuaidengan ketentuan yang
diwajibkan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-
undangan (100%).
PEMANTAUAN MANUAL
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
8. MERAH
a) Tidak melakukan
pemantauan terhadap
seluruh sumber Emisi wajib
CEMS; dan
b) Terdapat sumber Emisi wajib
CEMSyang tidak terintegrasi
melalui SISPEK(< 100%).
BIRU
a) Melakukan pemantauan
terhadap seluruh sumber Emisi
yang wajib CEMS; dan
b) Seluruh sumber Emisi yang
wajib CEMS terintegrasi
melalui SISPEK (100%).
PEMANTAUAN CEMS
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
9. 1. Kewajiban pemantauan mengacu pada Persetujuan Lingkungan di bidang PPU
2. Sumber Emisi dan titik penaatan yang wajib meliputi:
1.Sumber Emisi kegiatan proses dan utilitas
2.Titik penaatan kualitas udara ambien
3.Titik penaatan kualitas kebisingan
4.Titik penaatan kualitas kebauan
3. Industri Manufaktur:
1.Sumber Emisi yang berasal dari proses kimia wajib dipantau
2.Cerobong yang hanya mengeluarkan uap air tidak wajib dipantau
4. Dryer pada industri Agro merupakan sumber Emisi yang wajib dipantau
5. Tungku bakar sawit merupakan sumber Emisi yang wajib dipantau
6. Sumber Emisi tidak wajib dipantau meliputi:
1.Internal combustion engine (genset, transfer pump engine)
2.Kapasitas <100 HP (76,5 KVA)
3.Beroperasi <1000 jam per tahun
4.Digunakan untuk kepentingan darurat, kegiatan perbaikan, kegiatan pemeliharaan. <200 jam per tahun
5.Digunakan untuk penggerak derek dan peralatan las
6.Berfungsi sebagai cadangan wajib dilakukan pengukuran Emisi bagi genset atau pembakaran dalam dengan
kapasitas dan spesifikasi sesuai dengan BM Emisi
7.Laoratorium (exhaust laboratorium fire assay, laboratorium pengujian bahan baku dan produk)
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
10. 7. Kewajiban pemantauan sumber Emisi menggunakan neraca massa wajib bagi Industri
pengolahan nikel matte
8. Kewajiban pemantauan sumber Emisi menggunakan CEMS, meliputi
1.Industri minyak dan gas
2.Industri rayon, unit proses
3.Industri pupuk dan ammonium nitrat
4.Industri pulp dan paper
5.Industri besi baja
6.Industri pertambangan
7.Industri semen
8.Industri pembangkit listrik dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal
9.Industri carbon black, proses dryer
10.Kegiatan Pengolahan Sampah secara termal
11.Kegiatan daur ulang baterai lithium
9. Seluruh sumber Emisi wajib CEMS wajib terintegrasi ke dalam SISPEK
CATATAN KRITERIA
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
12. MERAH
Tidak melakukan pemantauan
terhadap seluruh parameter
sesuai dengan ketentuan dalam
izin dan/atau perundang-
undangan (<100%)
BIRU
Melakukan pemantauan terhadap
seluruh parameter sesuai dengan
ketentuan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-undangan
(100%)
PEMANTAUAN MANUAL
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
13. MERAH
a) Tidak melakukan
pemantauan terhadap
seluruh parameter wajib
CEMS; dan
b) Terdapat parameter wajib
CEMS yang tidak terintegrasi
melalui SISPEK (<100%)
BIRU
a) Melakukan pemantauan
terhadap seluruh parameter
wajib CEMS; dan
b) Seluruh parameter wajib
CEMS terintegrasi melalui
SISPEK (100%).
PEMANTAUAN CEMS
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
Parameter wajib CEMS: NOx, SO2, PM, laju alir, oksigen dan CO2
Tambahan parameter untuk pembangkit listrik: Hg
14. 1. Kewajiban pemantauan parameter di sumber Emisi mengacu
kepada:
2.
3.
1.Kewajiban pemantauan parameter di sumber Emisi mengacu kepada:
2.Peraturan perundang-undangan di bidang BM Emisi spesifik
3.Izin pemanfaatan atau pengolahan Limbah B3 bagi industri yang melakukan kegiatan pemanfaatan atau pengolahan
Limbah B3
2. Jika industri belum mempunyai BM spesifik, kewajiban pemantauan parameter mengacu kepada:
1.Persetujuan Lingkungan (Amdal atau UKL-UPL); atau
2.Lampiran V-B KepMen LHK No. 13/1995 tentang BM Emisi Sumber Tidak Bergerak
3. Bagi industri pada angka 2, yang telah memiliki kajian Emisi sumber tidak bergerak yang
dilakukan oleh pihak eksternal yang kompeten, kewajiban sumber Emisi mengacu kepada kajian
tersebut dengan melampirkan hasil kajian ke dalam pelaporan Emisi melalui SIMPEL
4. Khusus sumber Emisi genset bagi Industri yang belum memiliki baku mutu spesifik, mengacu
pada Lampiran I.a Permen LHK No 13/2009 tentang BM Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi
Usaha/Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
5. Kewajiban pemantauan parameter di titik penaatan kualitas udara ambien dan kebauan mengacu
pada Persetujuan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
15. 6. Kewajiban pemantauan parameter di sumber Emisi mengacu kepada:
1.Peraturan perundang-undangan di bidang BM Emisi spesifik
2.Izin pemanfaatan atau pengolahan Limbah B3 bagi industri yang melakukan kegiatan pemanfaatan atau
pengolahan Limbah B3
7. Khusus Industri Rayon parameter wajib dipantau mencakup Karbon Disulfida (CS2) dan Hidrogen
Sulfida (H2S) di titik pemantauan kualitas udara ambien
8. Pengukutan kualutas ambien untuk parameter di bawah ini dianggap valid apabila:
1.Partikulat (TSP, PM10, PM2,5) diukur selama 24 jam
2.Ozon (O3) diukur pada waktu maksimum pukul 11.00 - 14.00 waktu setempat
9. Perhitungan neraca massa wajib untuk Industri pengolahan nikel matte dengan parameter Sulfur
Dioksida (SO2)
10. Kewajiban pemantauan parameter untuk Industri Agro, meliputi:
1.Sumber Emisi dryer dan kamar asap pada Industri karet
2.Sumber Emisi dryer pada Industri selain Industri karet
3.Kamar asap pada pengolahan ikan, parameter yang diukur meliputi SO2, NO2, dan Partikulat
4.Tungku bakar sawit, parameter yang diukur meliputi SO2, NO2, dan Partikulat, HCL, Gas Klorin (CL2),
Ammonia (NH3), Fluorida (HF), H2S, dengan nilai BM Emisi sesuai dengan Lampiran V-B KepMen LHK No.
13/1995 tentang BM Emisi Sumber Tidak Bergerak
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
16. 11. Kewajiban pemantauan parameter menggunakan CEMS
1.Industri minyak dan gas
2.Industri rayon
3.Industri pupuk dan ammonium nitrat
4.Industri pulp dan paper
5.Industri besi baja
6.Industri pertambangan
7.Industri semen
8.Industri carbon black
9.Proses penunjang produksi <25 MW dengan kandungan sulfur >2% dan beroperasi secara
terus menerus. Untuk mengukur parameter SO2, NOx, Opasitas, O2, CO, dan laju alir.
12. Seluruh parameter wajib CEMS wajib terintegrasi ke dalam SISPEK
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
18. MERAH
a. Tidak melaporkan data
pemantauan untuk setiap
parameter pada setiap sumber
Emisi dan/atau titik penaatan
sesuai dengan ketentuan yang
diwajibkan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-undangan
(100%);
b. Tidak melaporkan data
perhitungan beban Emisi
sesuai dengan ketentuan
dalam izin dan/atau peraturan
perundang-undangan secara
periodik (100%).
BIRU
a. Melaporkan data pemantauan
untuk setiap parameter pada
setiap sumber Emisi dan/atau titik
penaatan sesuai dengan
ketentuan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-undangan
(100%);
b. Melaporkan data perhitungan
beban Emisi sesuai dengan
ketentuan dalam izin dan/atau
peraturan perundang- undangan
secara periodik (100%).
PEMANTAUAN MANUAL
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
19. MERAH
a) Tidak melaporkan data
pemantauan CEMS untuk
setiap parameter pada
setiap sumber Emisi sesuai
dengan ketentuan yang
diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan secara
periodik (100%);
b) Tidak melaporkan data
perhitungan beban Emisi
melalui CEMS sesuai
dengan ketentutan yang
diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan
secara periodik (100%).
BIRU
a) Melaporkan data pemantauan
CEMS untuk setiap parameter
pada setiap sumber Emisi sesuai
dengan ketentuan yang
diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan secara
periodik (100%);
b) Melaporkan data perhitungan
beban Emisi melalui CEMS
sesuai dengan ketentutan yang
diwajibkan dalam peraturan
perundang-undangan secara
periodik (100%).
PEMANTAUAN CEMS
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
20. 1.Kewajiban pelaporan secara periodik dilakukan selama periode penilaian PROPER
2. Kewajiban pelaporan data pemantauan secara manual tiap parameter di setiap sumber Emisi paling
sediikit dilakukan 1x dalam 6 bulan, kecuali untuk:
1.Sumber Emisi proses pembakaran
2.Sumber Emisi yang memiliki izin pemanfaatan dan/atau pengolahan pelaporan dan pemantauan dilakukan mengikuti ketentuan lain
3.Sumber Emisi unit ketel uap yang beroprasi <6 bulan, pelaporan data pemantauan dilakukan paling sedikit 1x dalam 1 tahun (100%)
3. Kewajiban pelaporan data pemantauan melalui perhitungan neraca massa tiap parameter yang wajib
dilaporkan secara periodik paling sedikit dilakukan 1x dalam 6 bulan
4. Kewajiban pelaporan data pemantauan menggunakan CEMS di sumber Emisi yang wajib dilaporkan
secara periodik dilakukan dengan ketentuan tersedia pelaporan data pemantauan harian seriap 3 bulan
dengan validitas data harian berupa data harian yang diperoleh paling sedikit 75% dari hasil pembacaan
rata-rata tiap jam atau 18 jam data pengukuran tiap hari
5. Penghitugan beban Emisi dilakukan dengan cara:
1.Mengalikan konsentrasi dengan laju alir dan jam operasional untuk pemantauan Emsisi dengan cara terus
menerus dan/atau manual
2.Membandigkan jumlah penggunaan sulfur dalam proses pengolahan dan pengoperasian mesin penunjang
produksi dengan jumlah sulfur yang terdapat dalam produk dan limbah per ton produksi sulfida nikel untuk
pemantauan Emisi dengan cara perhitungan neraca massa
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
22. MERAH
Data hasil pemantauan manual
dan/atau perhitungan neraca
massa memenuhi < 100%
(kurang dari seratus persen)
ketaatan baku mutu untuk
setiap parameter pada setiap
sumber Emisi sesuai dengan
ketentuan yang diwajibkan
dalam izin dan/atau peraturan
perundang- undangan.
BIRU
Data hasil pemantauan manual
dan/atau perhitungan neraca
massa memenuhi 100% (seratus
persden) ketaatan baku mutu
untuk setiap parameter pada
setiap sumber Emisi sesuai
dengan ketentuan yang
diwajibkan dalam izin dan/atau
peraturan perundang-undangan.
PEMANTAUAN MANUAL
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
23. MERAH
data rata-rata harian hasil
pemantauan CEMS untuk
setiap parameter pada setiap
sumber Emisi, setiap 3 (tiga)
bulan memenuhi < 95%
ketaatan baku mutu sesuai
dengan yang diwajibkan dalam
ketentuan izin dan/atau
peraturan perundang-
undangan.
BIRU
data rata-rata harian hasil
pemantauan CEMS untuk setiap
parameter pada setiap sumber
Emisi, setiap 3 (tiga) bulan
memenuhi ≥ 95% ketaatan baku
mutu sesuai dengan yang
diwajibkan dalam ketentuan izin
dan/atau peraturan perundang-
undangan.
PEMANTAUAN CEMS
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
24. 1.Kewajiban pemenuhan baku mutu bagi pemantauan dengan
menggunakan perhitungan neraca massa dinyatakan taat
apabila hasil perhitungan dilakukan sesuai dengan:
1.Pilihan metodologi penghitungan beban Emisi; dan
2.Petunjuk teknis operasional yang disusun dan disampaikan (khusus
Industri nikel matte)
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
26. BIRU
a. Memenuhi ketentuan teknis PPU
1.Memenuhi ketentuan teknis cerobong Emisi
2.Menggunakan jasa laboratorium terakreditasi
3.Menggunakan metode pengujian SNI atau
internasional
4.Bagi sumber Emisi yang baku mutunya terdapat
koreksi osigen, hasil pengukuran Emisi wajib terkoreksi
dengan oksigen
5.Semua sumber Emisi non fugitive harus dibuang
melalui cerobong
6.Melakukan perhitungan GRK bagi Industri yang
diwajibkan dalam peraturan yang berlaku
7.Melakukan pencatatan penggunaan genset yang
berfungsi sebagai cadangan
8.Melakukan pencatatan penggunaan boiler yang
berfungsi sebagai cadangan
MERAH
a. Tidak memenuhi salah satu ketentuan teknis PPU
1.Tidak memenuhi salah satu ketentuan teknis cerobong
Emisi
2.Tidak menggunakan jasa laboratorium terakreditasi
3.Tidak menggunakan metode pengujian SNI atau
internasional
4.Bagi sumber Emisi yang baku mutunya terdapat koreksi
osigen, hasil pengukuran Emisi tidak terkoreksi dengan
oksigen
5.Terdapat sumber Emisi non fugitive yang dibuang tidak
melalui cerobong
6.Tidak melakukan perhitungan GRK bagi Industri yang
diwajibkan dalam peraturan yang berlaku
7.Tidak melakukan pencatatan penggunaan genset yang
berfungsi sebagai cadangan
8.Tidak melakukan pencatatan penggunaan boiler yang
berfungsi sebagai cadangan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
KETAATAN TERHADAP KETENTUAN
TEKNIS
27. BIRU
a. Memenuhi ketentuan teknis PPU
9. Industri wajib CEMS melaksanakan
1.Memiliki shelter (ruang analyzer)
2.Memiliki gas analyzer
3.Jalur dan pipa tidak bocor
4.Instalasi perpipaan sesuai standar
5.Memiliki buku panduan CEMS
6.Memiliki atau melakukan sertifikasi peralatan CEMS
dengan QAL1
7.Memiliki sertifikasi kalibrasi peralatan CEMS oleh
eksternal setiap 2 tahun sekali
8.Memiliki QA/QC
9.Lokasi pemasangan CEMS memenuhi 8D 2D
10.Data hasil pengukuran CEMS telah terkoreksi oksigen
11.Waktu pembacaan data sesuai dengan deteksi
pengukuran
MERAH
a. Tidak memenuhi salah satu ketentuan teknis PPU
9. Tidak memenuhi salah satu ketentuan teknis CEMS agi
industri wajib CEMS
10. CEMS tidak beroperasi normal ≥ 2 tahun
11. Tidak memasang CEMS sesuai kewajiban dalam
peraturan
12. Tidak mengintegrasikan CEMS ke dalam SISPEK
b. Tidak memenuhi sanksi administrasi sampai batas
waktu yang ditentukan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
KETAATAN TERHADAP KETENTUAN
TEKNIS
28. BIRU
a. Memenuhi ketentuan teknis PPU
9. Industri wajib CEMS melaksanakan
l. Personal komputer
m. Memastikan peralatan CEMS beroperasi secara normal
n. Apabila CEMS rusak
•Melakukan perbaikan dalam waktu <1 tahun dan menyampaikan rencana perbaikan
•Selama perbaikan wajib melakukan pemantauan manual kualitas Emisi setiap 3 bulan sekali.
Pemantauan manual terhitung 21 hari setelah CEMS tidak beroperasi
•Jika CEMS belum beroperasi secara normal >1 tahun maka pemantauan manual kualitas Emisi
setiap 1 bulan sekali
10. Melakukan intregasi CEMS dengan SISPEK
b. Memenuhi sanksi administratif sampai batas waktu yang ditentukan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
KETAATAN TERHADAP KETENTUAN
TEKNIS
29. 1.Khusus sumber Emisi yang tidak diwajibkan untuk melakukan pengukuran
parameter partikulat, posisi lubang sampling pada cerobong tidak perlu
memenuhi kaidah 8D dan 2D
2. Cerobong internal combustion engine (genset) dengan diameter dalamnya
<10cm tidak diwajibkan memiliki lubang sampling
3. Untuk kawasan Industri wajib menghitung GRK yang dihasilkan dalam satu
kawasan
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
CATATAN KRITERIA
31. KETAATAN TERHADAP DOKUMEN
LINGKUNGAN
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
Titik Penaatan (lokasi sesuai dengan Persetujuan Lingkungan)
Parameter:
▪ PPNomor 22 tahun2001
▪ KepmenLH Nomor 48 tahun 1996 (Kebisingan)
▪ KepmenLH Nomor 50 tahun 1996 (Kebauan)
Pelaporan
32. MERAH
Tidak memantau seluruh lokasi
sesuai dengan Persetujuan
Lingkungan
BIRU
Memantau seluruh lokasisesuai
dengan PersetujuanLingkungan
KRITERIA KETAATAN UDARA AMBIEN
TERHADAP LOKASI
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
33. MERAH
-Tidak memantau seluruh
parameter sesuai
dengan Persetujuan
Lingkungan
-Tidak memantau seluruh
parameter sesuai PP22tahun
2021
BIRU
-Memantau seluruhparameter
sesuai dengan Persetujuan
Lingkungan
-Jika Persetujuan Lingkungan
tidak mengaturparameter
pemantauan mengacu kepadaPP
22tahun 2021
KRITERIA KETAATAN UDARA AMBIEN
TERHADAP PARAMETER
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
34. BAKU MUTU
UDARA AMBIEN
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
Lampiran VII
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2021
CATATAN KRITERIA
Pengukuran kualitas udara ambien untuk parameter
dibawah ini dianggap valid apabila:
a. partikulat (TSP (Debu), PM10 (Partikel <10 um),
PM2,5 (Partikel < 2,5 um) diukur selama 24 jam;
dan
b. Ozon (O3) diukur pada waktu maksimum pukul
11.00 sampai dengan 14.00 waktu setempat.
35. MERAH
Tidak memantau seluruhlokasi
sesuai dengan Persetujuan
Lingkungan
BIRU
Memantau seluruh lokasi
sesuai dengan Persetujuan
Lingkungan
KRITERIA KETAATAN KEBISINGAN
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara
36. MERAH
- Tidakmemantau seluruh lokasi
sesuai dengan Persetujuan
Lingkungan
-Tidak memantau seluruh
parameter sesuai
dengan Persetujuan
Lingkungan
-Tidak memantau seluruh
parameter sesuai Kepmen LHNo.
50 Tahun1996
BIRU
- Memantau seluruh lokasisesuai
dengan PersetujuanLingkungan
- Tidak Memantau seluruh
parameter sesuai
dengan Persetujuan
Lingkungan
-Jika Persetujuan Lingkungan
tidak mengaturparameter
pemantauan mengacukepada
Kepmen LHNo.50 Tahun1996
KRITERIA KETAATAN KEBAUAN
Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara