Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan teori fraktur tulang radius dan ulna. Fraktur ini umumnya disebabkan trauma langsung seperti benturan dan jatuh. Tanda dan gejalanya meliputi nyeri hebat, tak mampu bergerak, pemendekan dan perubahan warna di sekitar luka. Penatalaksanaannya meliputi rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Komplikasinya antara lain syok, emboli lemak, dan sindrom kompartemen
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur.
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFRajaclean
Jasa Cuci Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Jakarta Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Kulit Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Panggilan Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Di Rumah Bogor Barat Bogor, Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Fabric Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor,
Jasa cuci sofa kini semakin diminati karena kepraktisannya. Dengan menggunakan jasa ini, Anda tidak perlu repot mencuci sofa sendiri. Profesional dalam bidang ini dilengkapi dengan peralatan modern yang mampu membersihkan sofa hingga ke serat terdalam, menghilangkan kotoran dan bakteri yang tidak terlihat.
ORDER https://wa.me/6282186148884 , Pelita Mas adalah perusahaan yang bergerak di bidang Industri Beton dan Paving Block. Paving Untuk Taman, Pelita Mas Paving Block, Pengunci Paving, Pengunci Paving Block, Pinggiran Paving.
Temukan keindahan luar biasa dalam taman paving kami yang eksklusif. Dengan desain yang elegan dan tahan lama, taman paving kami menciptakan ruang luar yang memikat. Pilihlah kualitas terbaik untuk keindahan yang abadi. Jual taman paving, wujudkan taman impian Anda hari ini!
Kami melayani pengiriman ke area Kota Malang dan Kota Batu. Kami Juga melayani Berbagai Macam Pemesanan Genteng Beton dan Paving Block dalam jumlah Besar untuk keperluan Perumahan, Perkantoran, Villa, Gedung, Pembangunan Kampus, Masjid, dan lainnya.
Produk yang kami produksi terdiri dari :
1. Genteng Beton Multiline
2. Genteng Beton Urat Batu
3. Genteng Beton Royal
4. Genteng Beton Vertical
5. Wuwung Genteng
6. Paving ukuran 20x20, 10,5x21, Diagonal
7. Kanstin dan Topi Uskup
8. Pagar Panel
9. Paving Corso 50x50
10. Paving Grass Block Lubang
Untuk informasi lebih lanjut serta pemesanan, hubungi :
Pabrik Genteng Beton dan Paving Pelita Mas
Jl Raya Tlogowaru No 41, Tajinan, Kedungkandang, Malang
Hub kami via whatsapp
https://wa.me/6282186148884
Hub kami via whatsapp
https://wa.me/6282186148884
Lokasi Pabrik kami
https://maps.app.goo.gl/bmDrQ87yF6gQvHnf8
studi kelayakan bisnis (desaian studi kelayakan).ppt
Makalah muskulus praktek
1. 1
BAB I
TINJAUAN TEORI
I. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Smeltzer & Bare,
2002). Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma
langsung (Smeltzer & Bare, 2002), misalnya benturan pada lengan bawah
yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah
trauma tidak langsung (LeMone & Burke, 1996), misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu
jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya
mekanisme refleks jatuh di mana lengan akan menahan badan dengan
posisi siku agak menekuk (Busiasmita, Heryati & Attamimi, 2009).
Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang,
yaitu otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat
gerakan pronasi-supinasi yang berinsersi pada radius dan ulna.
II. Etiologi
Penyebab ekstinsik juga dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu
penyebab fraktur akibat gangguan langsung yaitu berupa trauma yang
merupakan penyebab utama terjadinya fraktur, misalnya kecelakaan,
tertabrak, jatuh. Penyebab yang lainnya adalah fraktur akibat gangguan
tidak langsung seperti perputaran, kompresi. Penyebab fraktur secara
intrinsik dapat diakibatkan kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion
fraktur, seperti fraktur yang sering terjadi pada hewan yang belum dewasa.
Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh penyakit sistemik
seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis,
hiperparatyroidisme, osteomalasia. Tekanan yang berulang juga dapat
menyebabkan fraktur.
3. 3
IV. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari fraktur antara lain (Smeltzer & Bare, 2002):
1. Nyeri hebat di tempat fraktur
Nyeri akan timbul selama fragmen tulang belum diimobilisasi.
Nyeri ini timbul karena ketika tulang tersebut patah, otot akan
mengalami spasme.
2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
Pergeseran pada tulang yang fraktur menyebabkan tulang bergeser
dan berubah bentuk (deformitas). Hal ini juga mengakibatkan
tulang tidak dapat digerakan dari biasanya
3. Adanya pemendekan tulang
Hal ini diakibatkan oleh kontraksi otot yang melekat di atas dan di
bawah fraktur.
4. Pembengkakan dan Perubahan Warna
Hal ini terjadi karena adanya respon inflamasi. Saat terjadi fraktur,
fragmen tulang yang patah akan turut melukai jaringan sekitarnya
sehingga terjadi respon inflamasi yang diawali dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan pelepasan mediator-mediator
V. Komplikasi
Komplikasi patah tulang meliputi:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik dapat terjadi karena kehilangan darah yang
terjadi, baik itu melalui perdarah eksternal maupun internal
(Smeltzer & Bare, 2002).
b. Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan suatu kondisi terjadinya
oklusi dari pembuluh darah yang kecil oleh globula lemak
(LeMone & Burke, 1996). Hal ini dikarenakan tekanan pada
sumsum tulang yang lebih tinggi dibandingkan pembuluh
4. 4
darah atau akibat katekolamin yang dilepaskan pada reaksi
stress (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen terjadi ketika pasokan darah tidak
memenuhi kebutuhan perfusi jaringan (Smeltzer & Bare,
2002). Komplikasi ini dapat terjadi karena penurunan
kompartemen otot yang diakibatkan fasia yang melapisi otot
terlalu ketat atau gips atau balutan yang terlalu kuat. Selain itu
disebabkan pula oleh peningkatan isi kompartemen akibat
edema. Komplikasi ini sering terjadi pada tulang yang panjang
dan memiliki manifestasi klinik adanya keluhan nyeri yang
dalam, sensasi kesemutan, hilangnya sensai, juga adanya
edema (LeMone & Burke (1996) dan Smeltzer & Bare,
(2002)).
d. Komplikasi lain seperti tromboemboli, infeksi, dan koagulopati
intravaskuler diseminata
VI. Penatalaksanaan
Terdapat empat konsep dasar yang perlu diperhatikan/pertimbangkan pada
penanganan fraktur (Smeltzer & Bare, 2002):
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian
kecelakaan dan kemudian di rumah sakit. Rekognisi ini juga
meliputi riwayat kecelakaan, kondisi parah tidaknya luka, deskripsi
kejadian, dan penentuan kemungkinan tulang yang patah.
2. Reduksi, merupkan reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin
dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara
manual dengan traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan
diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal
fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung
kedalam medula tulang.
5. 5
3. Retensi, merupakan metode-metode yang dilakukan
untukbmempertahankan fragmen-fragmen tulang selama
penyembuhan.
4. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali pengaruh
cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna yang
meliputi latihan gerak dan penggunaan alat bantu.
VII. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray : menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur yang lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan
5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera hati
6. 6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
A. Anamnesa
1) Data Demografi
Nama:
Umur:
(Angka kejadian pada range usia terbanyak ditemukan pada usia
antara 50-59 tahun. (Dias, dkk., 1980; Sarmiento, dkk.,
1980).Sejalan dengan semakin tua usia klien, maka prognosisnya
semakin buruk). Namun ada juga menurut sumber lain bahwa
Fraktur Radius ulna ini terjadi pada prevalensi usia 10 tahun (5-13
tahun). (Mutaqqin,2008)
Jenis Kelamin:
(Fraktur radius dan ulna lebih sering ditemukan pada klien laki-
laki dimana pekerjaan laki-laki memiliki resiko mengalami
fraktur).
Status Perkawinan:
Agama:
Suku/Bangsa:
Pendidikan:
Pekerjaan:
(Lebih sering terjadi pada klien yang jenis pekerjaannya
mengangkat beban berat, seperti pekerja/kuli bangunan. Dimana
7. 7
cukup beresiko mengalami fraktur, juga termasuk cedera.Hal ini
bisa juga dialami oleh mereka yang berpfrofesi sebagai sopir
kendaraan, seperti sopir angkutan umum, taxi, bus, ataupun
truck.Termasuk mereka yang aktifitasnya mengendari kendaraan
karena beresiko mengalami kecelakaan lalu lintas dan cedera
dengan fraktur).
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri.Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
8. 8
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
9. 9
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan
tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
10. 10
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
11. 11
B. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
12. 12
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a. Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
b. Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
c. Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
d. Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
a. Inspeksi :Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi :Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
a. Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
c. Perkusi :Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi :Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13) Inguinal-Genetalia-Anus
13. 13
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
a. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
2. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
3. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal).
4. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas atas (deformitas)
b. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
i. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik
ii. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
iii. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu
relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
14. 14
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.Khusus pada Radius Ulna maka
spesifik pada beberapa fokus gerakan seperti pronasi lengan bawah
,fleksi dan abduksi pergelangan tangan, fleksi jempol ,dll.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan fraksi
2. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
3. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive (pemasangan traksi)
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah
kejaringan
5. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
6. ]resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur)
15. 15
C. intervensi dan kriteria hasil
1. Nyeri akut b.d
agen injuri fisik,
spasme otot,
gerakan fragmen
tulang, edema,
cedera jaringan
lunak, pemasangan
fraksi
Noc
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria hasil :
1. mampu mengontrol nyeri
2. melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan managemen
nyeri
3. menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
4. mampu mengenali nyeri
Nic
pain management
1. melakukan pengkajian
nyeri secara komprehensif,
durasi, frekuensi, kualitas
dan factor presipitasi
2. observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. gunakan teknik
komunikasi terapetik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
5. kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
6. tingkatkan istirahat
7. Monitor penerimaan
pasien tentang managemen
nyeri
8. evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
16. 16
2. kerusakan
integritas kulit b.d
fraktur terbuka,
pemasangan traksi
(pen, kawat, skrup)
Noc
1. Tissue integrity : skin and
mucous
2. Membranes
3. Hemodyalis akses
Kriteria hasil
1. integritas kulit yang baik
dapat dipertahankan
2. perfusi jaringan baik
3. mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembapan
kulit dan perawata alami.
Nic
Pressure management
1. anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
longgar
2. hindari kerutan pada
tempat tidur
3. jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan
kering
4. monitor kulit akan
adanya kemerahan
5. monitor aktifitas dan
mobilisasi pasien
6. memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
3. Resiko infeksi b.d
trauma, imunitas
tubuh primer
menurun, prosedur
invasive
(pemasangan
traksi)
Noc
1. Immune status
2. Knowledge : infection
control
3. Risk control
Kriteria hasil
1. klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2. menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
3. menunjukkan prilaku hidup
sehat
Nic
Infection control
1. monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
2. monitor kerentanan
terhadap infeksi
3. batasi pengunjung
4. ajarkan cara
menghindari infeksi
5. laporkan kecurigaan
infeksi
6. tingkatkan intake nutrisi
7. ajarkan klien dan
keluarga tanda dan gejala
17. 17
infeksi
8. pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
9. bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
10. dorong masukan cairan
11. dorong masukan
nutrisi yang cukup
18. 18
4. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
b.d penurunan suplai
darah kejaringan
Noc
Circuation status
Tissue perfusion :
cerebral
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang
ditandai dengan :
Tekanansystole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
Tidak ada ortostatik
hiperyensi
Tidak ada tanda-
tanda peningkatan
tekanan intrakranial
(tidak lebih dri
15mmHg)
Mendemostrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
Nic
Peripheral Sensation
Management
(Management sensasi
perifer)
Monitor adanya
daerah tertentu yang
hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tu
mpul
Monitor adanya
paretese
Indtruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
Gunakan sarung
tangan untuk proteksi
Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
Monitor kemampuan
BAB
Kolaborasi pemberian
analgetik
Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi
19. 19
Memproses
informasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter
5. Hambatan mobilitas
fisik b.d kerusakan
rangka
neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif
(imobilisasi)
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat
dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan
mobilitas
Memperbelisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
NIC :
Exercise theraphy :
ambulation
Monitoring vital sign
sebelm/sesudaah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik ambulasi
Kaji kemampuan pasien
20. 20
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi
dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai
kemampuan
Dampingi dan bantu
pasien saat mobilitas dan
bantu penuhi kebutuhan
6. Resiko syok b.d
kehilangan
volume darah
akibat trauma
(fraktur)
NOC :
Syok prevention
Syok management
Kriteria Hasil :
Nadi dalam batas
yang diharapkkan
Irama jantung
dalam batas yang
diharapkan
Frekuensi nafas dalam
batas yang diharapkan
NIC :
Syok prevention
Monitor status sirkulasi
BP, warna kulit, suhu
kulit, denyut jantung,
HR, dsn ritme, nadi
perifer, dsn kapiler refill
Monitor tanda
inadekuat oksigensi
jaringan
Monitor suhu dan
pernafasan
Monitor hemodinamik
invasi yang sesuai
21. 21
7. Hambatan kemampuan
berpindah
NOC :
Joint movement : active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer Performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan berpindah
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
Memperagakanpenggunaa
n alat bantu untuk
mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise Therapy :
ambulation
Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah
terhadap cedera
Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
Ajarkan pasien tentang
teknik ambulasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps
Berikan alat bantu juka
klien memerlukan
22. 22
DAFTAR PUSTAKA
Huda Nurarif, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. MediAction:jogjakarta
DETIA RINI, IRMA. 2013. Analisis praktik klinik keperawatan kesehatan
Masyarakat perkotaan (kkmp) pada pasien fraktur Radius ulna