proposal ini hanyalah sebagai contoh untuk memenuhi tugas SBK semester 2 kelas XII
jadi konten dalam proposal ini hanya fiktif belaka dan tidak ada acara yang berlangsung .
semoga bermanfaat :)
design by : WPS OFFICE 2016
arranged by : Viga Olivia
contents by : farida, fafa, rohmah, dian, fahmi, viga
thankss
proposal ini hanyalah sebagai contoh untuk memenuhi tugas SBK semester 2 kelas XII
jadi konten dalam proposal ini hanya fiktif belaka dan tidak ada acara yang berlangsung .
semoga bermanfaat :)
design by : WPS OFFICE 2016
arranged by : Viga Olivia
contents by : farida, fafa, rohmah, dian, fahmi, viga
thankss
Untuk format word nya dapat download disini https://goo.gl/JzjBhT
Laporan ini berisi seputar kegiatan PKL/Prakerin, dan materi cara membuat cctv dengan smartphone adroid.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
1. CANDI BOROBUDUR
SEBAGAI SALAH SATU KEAJAIBAN DUNIA
KARYA TULIS
DISUSUN DAN DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS
STUDY TOUR KELAS II TAHUN PELAJARAN 2013/2014
DISUSUN OLEH :
KELAS II C
MADRASAH TSANAWIYAH NEGRI (MTs)
LEBAKSIU KABUPATEN TEGAL
TAHUN 2013/2014
i
2. MOTTO
Demi pengabdian terhadap kebenaran, kita harus rela berkorban
Bila pergi membawa bekal, bila mati membawa amal
Serahkan hidupmu pada tuhan dan percayalah kepada-Nya
Bencana ilmu adalah lupa
Berdasarkan kemahiran dan kecakapan yang khusus maka dengan segenap potensi
sanggup menghancurkan tawa dan menanggulangi segala bahaya apapun
Pengalaman adalah guru yang mulia
Ilmu adalah harta yang tak akan habis
PERSEMBAHAN
ii
3. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan tugas ini. Karya tulis ini penulis
persembahkan kepada :
1. Bapak Kepala MTs. N Lebaksiu
2. Dewan guru dan staf TU MTs N Lebaksiu
3. Ayah Ibu dan Saudara yang tercinta
4. Kakak dan Adik Kelas sealmamater
5. Semua pihak yang turut membantu dan menyusun karya tulis ini
6. Segenap pembaca yang setia membaca karya tulis ini
PERSETUJUAN
iii
4. Setelah membaca, meneliti, memahami serta membenahi hal-hal yang kurang dalam karya tulis
ini. Maka selaku pembimbing saya menyatakan bahwa karya tulis yang disusun oleh :
Kelas : II C
Judul : “Candi Borobudur Sebagai Salah Satu Keajaiban Dunia”
Dapat saya setujui untuk dipergunakan memenuhi tugas study kenal budaya kelas II tahun
2013/2014.
Lebaksiu, April 2013
Pembimbing
Saelan, S.Pd
NIP 19690307 200003 100 1
PENGESAHAN
iv
5. Karya tulis ini disusun oleh :
Kelas : II C
Judul : “Candi Borobudur Sebagai Salah Satu Keajaiban Dunia”
Dapat kami terima dan disyahkan sebagai Karya Tulis yang dapat memenuhi tugas Study Tour
siswa kelas II tahun pelajaran 2013/2014 pada MTs. Negeri Lebaksiu.
Lebaksiu, April 2013
Kepala Sekolah,
Drs. H. Mukhlasin, M.Pd
NIP. 1962 1004 199103 1006
KATA PENGANTAR
v
6. Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Alloh SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga karyya tulis yang berjudul “Candi Borobudur Sebagai Salah Satu Keajaiban
Dunia” telah selesai kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas II semester II tahun 2013/2014.
Karya tulis ini disusun dengan harapan dapat menjadi pelengkap dari sumber belajar
siswa, khususnya adik-adik kelas I dan kakak kelas III. Beberapa halyang disajikan dalam karya
tulis ini, meskipun dengan tulisan dan bahasa yang sangat sederhana. Namun kami mengharap
dapat dipahami isinya.
Dalam menyusun karya tulis ini kami mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu kami mengucapkan terima kasih kepada.
1. Bapak Drs. H. Nyjgarin Hasan HDW selaku kepala sekolah MTs Negeri Lebaksiu yang
telah member kesempatan kepada kami untuk melaksanakan karya wisata.
2. Ibu Muhariroh,S.Pd selaku guru pembimbing karya tulis yang telah banyak memberikan
bimbingan dan bantuan dalam menyusun karya tulis ini.
3. Bapak Saelan,S.Pd selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
4. Bpk/ Ibu guru MTs N Lebaksiu yang telah membantu pelaksanaan Karya Tulis ini
Kami menyadari bahw karya tulis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhirnya semoga karya tulis ini bermanfaat bagi kami sebagai penyusun khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Lebaksiu, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
vi
7. MOTTO .................................................................................................................. ii
PERSEMBAHAN ................................................................................................... iii
PERSETUJUAN ..................................................................................................... iv
PENGESAHAN ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI........................................................................................................... vii
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Alasan Pemilihan Judul............................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1
C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data..................................................... 1
D. Sistematika Penulisan ................................................................................. 2
BAB II : SEJARAH CANDI BOROBUDUR ....................................................... 3
A. Lokasi Candi Borobudur ............................................................................. 4
B. Pembangunan Candi Borobudur ................................................................. 5
C. Penemuan Kembali ..................................................................................... 7
D. Rehabilitasi Candi Borobudur..................................................................... 11
E. Struktur Bangunan ...................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 16
vii
8. BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul karya tulis ―Sejarah Candi Borobudur‖ karena beberapa alasan antara
lain :
1. Candi Borobudur merupakan bangunan kuno yang memiliki peradaban sastra yang tinggi
2. Candi Borobudur salah satu dari keajaiban dunia
3. Candi Borobudur merupakan bangunan kuno yang perlu dilestarikan bangunannya agar
tidak rusak
4. Candi Borobudur merupakan sejarah dari bangsa Indonesia yang sangat berarti.
B. Tujuan Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan tujuan :
1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia
2. Memperkenalkan kepada pembaca dan masyarakat tentang sejarah Candi Borobudur.
3. Sebagai ajang latihan bagipenulis untuk menyusun karya tulis yang bersifat ilmiah
4. Membantu program pemerintah dalam ikut menyebarkan sejarah Candi Borobudur pada
masyarakat luas
C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Untuk penulisan karya tulis ini penulis emmerlikan data-data yang dapat digunakan
sebagai acuan penulisan. Data-data yang penulis perlukan berasal dari :
1. Kepustakaan : data-data yang berasal dari kepustakaan adalah berupa bahan bacaan/
literature yang penulis peroleh dari perpustakaan sekolah.
2. Observasi : untuk memperoleh data-data dari observasi maka penulis melakukan
pengamatan langsung terhadap fisik bangunan candi Borobudur.
Data yang berasal dari bahan kepustakaan dan observasi tersebut kemudian penulis
olah dengan metode :
1. Induksi : yaitu suatu merode untuk mengumpulkan data-data peristiwa yang bersifat
khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai sesuatu hal yang bersifat umum berlaku
dalam masyarakat.
1
9. 2. Deduksi : adalah metode pengumpulan data yang berawal dari gejala-gejala pokok
yang kemudian disusun dengan jalan pikiran logis untuk dapat ditarik kesimpulan.
D. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
B. Tujuan Penulisan
C. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
D. Sistematika Penulisan
BAB II : SEJARAH CANDI BOROBUDUR
A. Lokasi Candi Borobudur
B. Pembangunan Candi Borobudur
C. Penemuan Kembali
D. Rehabilitasi Candi Borobudur
E. Struktur Bangunan
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
10. BAB II
SEJARAH CANDI BOROBUDUR
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak
di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi
candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40
km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi
berbentukstupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an
Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat
504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini,
dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha
tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempatziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari
bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga
tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa
nafsu),Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya
ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari
1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya
pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia
mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford
Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek
pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik
Indonesia danUNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal
di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Nama Borobudur
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga
digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari
masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran
pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari
3
11. kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku
"Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai monumen
bernamaborobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang
sama persis. 8 Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya
bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang
ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata
bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro);
kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles
juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa
yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".Akan tetapi arkeolog lain beranggapan
bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama
ini kemungkinan berasal dari kataSambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana
di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya.
Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi
menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan
"beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di
mana bara berasal dari bahasa Sanskertayang artinya kompleks candi atau biara
dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas".
Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
A. Lokasi Candi Borobudur
Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Kota Yogyakarta, Borobudur terletak di atas
bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di
sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat
bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh, serta candi ini
terletak dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur.
Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap
suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai 'Taman pulau Jawa' karena keindahan alam
dan kesuburan tanahnya.
Tiga candi serangkai
Selain Borobudur, terdapat beberapa candi Buddha dan Hindu di kawasan ini. Pada masa
penemuan dan pemugaran di awal abad ke-20 ditemukan candi Buddha lainnya yaitu Candi
Mendut dan Candi Pawon yang terbujur membentang dalam satu garis lurus. 15 Awalnya diduga
hanya suatu kebetulan, akan tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan
berlapis batu yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi
ini. Tidak ditemukan bukti fisik adanya jalan raya beralas batu dan berpagar dan mungkin ini
hanya dongeng belaka, akan tetapi para pakar menduga memang ada kesatuan perlambang dari
ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam
arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat
4
12. dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini. Keterkaitan suci pasti ada, akan tetapi
bagaimanakah proses ritual keagamaan ziarah dilakukan, belum diketahui secara pasti. 10
Selain candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan
purbakala lainnya, diantaranya berbagai temuan tembikar seperti periuk dan kendi yang
menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu terdapat beberapa wilayah hunian. Temuan-
temuan purbakala di sekitar Borobudur kini disimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur,
yang terletak di sebelah utara candi bersebelahan dengan Museum Samudra Raksa. Tidak
seberapa jauh di sebelah utara Candi Pawon ditemukan reruntuhan bekas candi Hindu yang
disebut Candi Banon. Pada candi ini ditemukan beberapa arca dewa-dewa utama Hindu dalam
keadaan cukup baik yaitu Shiwa, Wishnu, Brahma, serta Ganesha. Akan tetapi batu asli Candi
Banon amat sedikit ditemukan sehingga tidak mungkin dilakukan rekonstruksi. Pada saat
penemuannya arca-arca Banon diangkut ke Batavia (kini Jakarta) dan kini disimpan di Museum
Nasional Indonesia.
B. Pembangunan Candi Borobudur
Lukisan karya G.B. Hooijer (dibuat kurun 1916—1919) merekonstruksi suasana di Borobudur
pada masa jayanya
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa
kegunaannya. 19 Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis
aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan
pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800
masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan
wangsaSyailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya.
Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-
benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama
Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran
Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuanprasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka
mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. 21 Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi
Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja
beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang
dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari
Borobudur. 23 Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan
dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah
rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan
candi Siwa Prambanansekitar tahun 850 M.
Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena
pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun
candi. 24 Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan
desa Kalasan kepada sangha(komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi
Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan
5
13. dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. 24 Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog,
bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai
konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai
pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan
antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan
wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran
pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara
Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai
Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa
Syailendra, 26 akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan
kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat
dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
Tahapan pembangunan Borobudur
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat
besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini
membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk
membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk
seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan
kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit
diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya
terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu
sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup
struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya
dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata
susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli
piramida berundak.
2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak
melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa
tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih
kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa
induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki
tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para
arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat
besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu
berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat
bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan
disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan
runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan
menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil
berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak
6
14. longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur
ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi
tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga
pada bagian Kamadhatu
4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar
langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran
ujung kaki.
C. Penemuan kembali
Foto pertama Borobudur oleh Isidore van Kinsbergen (1873) setelah monumen ini dibersihkan
dari tanaman yang tumbuh pada tubuh candi. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan chattra(payung)
susun tiga.
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan
Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816.Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai
Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia
mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah
dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam
perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari
mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. 28 Karena
berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari
bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki
keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang
pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah
yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan
semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai
gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat,
Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia
atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja
Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya
terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis
laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha
7
15. besar di stupa utama. Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia
temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang
teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga
ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya
pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang
dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah
Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang
mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf
pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya
dalam bahasa Perancis setahun kemudian. Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh
ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.
Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah
menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor
"pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena
mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan
oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak ditemukan arca
Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran kolektor benda
antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya
menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum
akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen.
Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan
menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini; laporannya
menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan
utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.
Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan ukirannya diburu kolektor
benda antik. Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan salah satunya direstui Pemerintah
Kolonial. Pada tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia
Belanda (kini Indonesia) menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa bagian dari Borobudur.
Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan delapan gerobak penuh arca dan
bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke Thailand antara lain; lima arca Buddha
bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga
dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus
meter di barat laut Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini
dipamerkan di Museum Nasional di Bangkok.
Pemugaran
Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat Arkeologi
di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi. Foto-foto yang menampilkan relief pada kaki
tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891. Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia
Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah
membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang
8
16. sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van
de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan dipimpin
Theodor van Erp. Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar monumen
untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp membongkar dan
membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van Erp
menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang disetujui
dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan rekonstruksi lebih lanjut,
ia bahkan dengan teliti merekonstruksichattra (payung batu susun tiga) yang memahkotai
puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur telah pulih seperti pada masa
kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya menggunakan sedikit batu asli dan hanya
rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp
membongkar sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga
tersimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur.
Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada membersihkan
patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air. Dalam 15 tahun,
dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan. Van Erp menggunakan
beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang
menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah
sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan perlindungan
yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada
masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada
1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur dibuat. Pemerintah Indonesia
dan UNESCOmengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek
besar antara tahun 1975 dan 1982. Pondasi diperkokoh dan segenap 1.460 panel relief
dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan
memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan
saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan
monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS. Setelah renovasi,
UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991.
Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang
jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu
tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi,
seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara
langsung dab jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan
atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna
universal yang luar biasa".
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO, Borobudur kembali
menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama
sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang
memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang
9
17. mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur
nasional di Indonesiadan upacara peringatan dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan
ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi
Borobudur.
Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom. Pada 1991 seorang
penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie, dihukum penjara
seumur hidup karena berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade
1980-an, termasuk serangan atas Candi Borobudur. Dua anggota kelompok ekstrem sayap kanan
djatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima hukuman 13
tahun penjara.
Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di Borobudur
Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Pada
1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 diantaranya adalah wisatawan mancanegara
telah mengunjungi monumen ini. 6 Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung
setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum Krisis
finansial Asia 1997. 7 Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan masyarakat
setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi. 6 Pada 2003, penduduk dan wirausaha
skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes dengan pembacaan puisi,
menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun kompleks mal berlantai tiga
yang disebut 'Java World'. Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari
sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar Borobudur. Akan
tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah mengganggu kenyamanan
pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan yang mengganggu dengan bersikeras
menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar
kompleks candi, pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar
cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi Borobudur semakin
semrawut.
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah.
Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi
Borobudur tetap utuh. 42
Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di
Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan,
juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti
Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari
kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan
10
18. berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang
sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur
kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya
turut dihadiri Presiden Republik Indonesia.
Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan UNESCO
D. Rehabilitasi Candi Borobudur
Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober adan November 2010. Debu
vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometer (17 mil) arah barat-
baratdaya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5 sentimeter (1 in) 44
menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga mematikan tanaman di
sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara kimia bersifat asam dapat
merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5 sampai 9 November 2010
untuk membersihkan luruhan debu.
Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO telah
menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya rehabilitasi.
Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu sedikitnya 6 bulan,
disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar untuk menstabilkan
suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
setempat. Lebih dari 55.000 blok batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki sistem tata air
dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan. Restorasi berakhir
November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur
tambahan ini terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian kecil
struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa
relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki
volume 13.000 meter kubik.
11
19. Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnya dihiasi galeri relief
oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat
lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir
dekoratif. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih
terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam
bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk
atau relung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di
dalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. 2 Pada pagar langkan
terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari ranah Kamadhatu
menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotai ratna, sedangkan empat
tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar
ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga
ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakanArupadhatu (yang berarti tidak
berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini
melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk
dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa
induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing
berjumlah 32, 24, dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan
lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya
berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup
berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-
samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa
wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa
stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa
terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga Buddha
yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai patung 'Adibuddha', padahal melalui
penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di dalam stupa utama, patung yang tidak selesai
itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang
salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang
dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini. Stupa utama yang
dibiarkan kosong diduga bermakna kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan
ketiadaan sempurna dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta
terbebas dari lingkaran samsara.
E. Struktur Bangunan
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk
membangun monumen ini. Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan
disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
12
20. melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang bisa menempel
tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang yang tepat dan muat satu
sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi
setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan curah
hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap
sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan
candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi
lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun Borobudur mirip
dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan
upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya
berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi. Stupa memang dimaksudkan
sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang
penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai
rumah ibadah. Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini
memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur
teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang
merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang
diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa
dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat
mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng
lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran
perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara
ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan
ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini
bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini.
Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini.
Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari
suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis ini
juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin
bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan
kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. Dasar
berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13 kaki). Tubuh candi terdiri atas
lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur
7 m(23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan
lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap tingkatan
13
21. menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat stupa utama yang
terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari permukaan tanah.
Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah
42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin yang membawa
pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang pelengkung yang
dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong
pintu dan ukiran makarayang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui
dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur, sekaligus titik awal untuk
membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang
menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief
Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu — dipahatkan
panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus. Relief dan pola hias Borobudur
bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini
sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian dunia
Buddha. 56 Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti berbagai sikap
tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud manusia mulia
seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat
kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi
tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau sedikit condong pada
bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki,
sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan
keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga
sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat
jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular
tradisional Nusantara. Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek
kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa
kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief
Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung, istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
persenjataan, aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para
peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal Borobudur. Kapal
kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera
yang dibuat berdasarkan relief Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di
sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita
relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya,
mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata
bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi,
artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
14
22. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800 tarikh masehi atau abad ke-8
2. Tahun 1882 ada usul untuk membongkar seluruh bangunan dan memindahkan seluruh
relirf ke suatu museum
3. Pada abad ke-10 Candi Borobudur terbengkalai terlupakan
4. Tahun 1834 Residen Kedu memerintahkan untuk melakukan pembersihan sekitar candi
sehingga tampak bangunan candi seluruhya.
B. Saran-saran
1. Candi Borobudur agar dijaga dengan baik, keaslian dan kemurniannya
2. Batu bata yang telah rusak agar diperbaiki kembali
3. Patung-patung candi agar dijaga dan dilestarikan
4. Jangan buang sampah disekitar Borobudur untuk menjaga kebersihan Borobudur
15
23. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama R.I, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1991
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 1995
Yayasan Dhammadipa Arama : Riwayat Hidup Budha Gautama, Jakarta 1981
Soedirman, Drs. Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia
Soekarno, Dr. Candi Borobudur Pustaka Budaya umat Manusia, Yogyakarta :
Pustaka Jaya, 1981.
Mar Poerwanta, Candi Borobudur dan Taman Wisatanya, Alumni Bandung, 1985.
16