SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
“HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN”




            Oleh :
     ASRUL AMAR
        M11112001
      FAKULTAS KEHUTANAN
    UNIVERSITAS HASANUDDIN
              2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

        PENDAHULUAN

   A. Latar Belakang
   B. Rumusan Masalah

BAB II

        TINJAUAN PUSTAKA

   A. Pengertian Lingkungan
   B. Pengertian Manusia

BAB III

        PEMBAHASAN

   A. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan
   B. Hutan Bagi Kehidupan
   C. Hutan Lindung Sebagai Pengatur Tata Air
   D.   Identifikasi Para Pengguna Jasa Air
   E.   Identifikasi Para Pengelola Kawasan Di Hulu Sebagai Penyedia Air
   F.   Kompensasi Insentif Hulu Hilir Di Kawasan Lindung
   G.   Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan
   H.   Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam
   I.   Pelestarian Hutan
   J.   Upaya Pelestarian Hutan

BAB IV

        PENUTUP

   A. Kesimpulan
   B. Saran
KATA PENGANTAR
       Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan Rahmat dan Izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN”

        Makalah ini disusun dengan maksud untuk memberikan pengetahuan baru
kepada semua pihak tanpa terkecuali. Adapun makalah ini mengacu pada prinsip-
prinsip ilmiah dengan mengutamakan hal-hal yang real dan pemahaman teori-teori
yang bersifat ilmiah,

       Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak dapat luput dari kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat saya
harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini untuk kedepannya.

       Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait
dalam pemeliharaan hutan, agar hutan dapat dirawat dan dilestarikan secara baik
dan benar.




                                                  Makassar, oktober 2012



                                                            Penulis
BAB I

                            PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

   Banyak pihak yang prihatin dan mengkaitkan banjir, longsor ataupun krisis air
dengan semakin berkurangnya hutan yang pada giliran juga mengurangi jasa
lingkungan (baca : pengamanan) yang diberikan hutan bagi kita. Berkurangnya
hutan bisa terjadi karena masih rendahnya “penghargaan” kita terhadap nilai
hutan.


   Begitu pentingkah jasa lingkungan hutan (yang umumnya terletak di daerah
hulu Daerah Aliran Sungai(DAS)) bagi kehidupan kita, khususnya bagi ma-
syarakat yang berada di daerah tengah dan hilir DAS, yang umumnya sudah jadi
daerah pemukiman dan pusat pertumbuhan ekonomi?.


   Berbicara tentang jasa lingkungan hutan, maka paling tidak ada empat jenis
jasa lingkungan hutan yang sedang hangat dibicarakan saat ini, yaitu jasa
lingkungan hutan dalam menyediakan air (pemanfaatan jasa lingkungan hutan
sebagai pengatur tata air); pariwisata alam (pemanfaatan jasa lingkungan hutan
sebagai penyedia bentang alam); pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai
penyerap dan penyimpan karbon dalam mengurangi global warming; dan pe-
manfaatan jasa lingkungan hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati.


   Tulisan ini membatasi pembahasan hanya pada jenis pertama, yaitu jasa
lingkungan hutan dalam mengatur tata air, atau yang sering juga dikatakan
sebagai jasa hidrologis hutan, dan merupakan jasa lingkungan penting yang
dihasilkan hutan.


   Suatu DAS dapat dibagi atas daerah hulu (umumnya didominasi hutan dan
merupakan daerah pedesaan dengan topografi curam), daerah tengah dan daerah
hilir (topografi landai). DAS bagian hulu, pada umumnya dapat dipandang
sebagai ekosistem pedesaan dengan komponen utama hutan, sawah/ladang/kebun,
sungai dan desa, mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem
DAS, dari hulu hingga ke hilir.


   Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang setelah
menampung dan menyimpan air lalu mengalirkan airnya ke daerah tengah dan
hilir hingga muara. Bila hutan di daerah hulu masih baik, maka air hujan yang
jatuh di hulu sebagian akan diserap oleh hutan, menjadi cadangan air dan me-
ngalirkannya pada musim kemarau.


   Namun bila hutan di hulu sudah terbuka dan rusak, maka air hujan yang jatuh
di daerah hulu akanlangsung menjadi aliran permukaan, yang apabila jumlahnya
melebihi alur sungai, akan menjadi banjir. Sehingga keterkaitan hulu dan hilir
DAS sangat erat. Daerah hilir tidak mungkin mendapatkan kesinambungan
pasokan air dengan kuantitas dan kualitas yang memadai apabila kondisi
ekosistem daerah hulu (baca: hutan) yang menjadi daerah resapan airnya
terganggu atau rusak.


   Apabila terjadi gangguan terhadap ekosistem hulu yang menjadi resapan air,
maka tanggung-jawab semestinya tidak hanya dipikul oleh masyarakat hulu akan
tetapi juga merupakan tanggung-jawab masyarakat hilirnya.


   Kenapa demikian? Aliran air yang keluar dari areal hutan, baik melalui
sungai-sungai ataupun mata air, telah digunakan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan air minum, irigasi pertanian,
industri, sanitasi lingkungan, ekosistem dan sebagainya, dan berpengaruh terhadap
kegiatan konsumsi dan ekonomi, walaupun banyak pihak pengguna air tidak
menyadarinya.
Besarnya nilai manfaat hidrologis hutan sampai kini belum banyak dihargai
secara semestinya oleh publik. Air dinilai sangat rendah karena dianggap sebagai
barang publik dengan akses terbuka (open access). Hal ini terlihat dengan me-
ningkatnya degradasi hutan, bahkan kegiatan konservasi dianggap sebagai uang
keluar (cost center).


   Pengguna air banyak yang tidak menyadari nilai hidrologis hutan yang selama
ini menyangga kehidupannya, bahkan oleh para pengguna air yang menggunakan
air sebagai input utama dalam proses produksinya. Misalnya Perusahaan Air
Minum, PLTA, pengusaha air isi ulang yang sekarang kian menjamur, juga
pabrik-pabrik yang menggunakan air sebagai input utama dalam proses pro-
duksinya.


   Pernahkah mereka memikirkan untuk melestarikan hutan sebagai daerah tang-
kapan dan resapan air, yang akan menjadi sumber air kehidupan usahanya? Sa-
darkah mereka bahwa bila hutan rusak artinya kelangsungan usahanya juga akan
terancam?.


   Dengan makin pentingnya sumberdaya air, maka semestinya makin
menyadarkan para pengguna air tentang pentingnya kelestarian ekosistem hutan
sebagai processing area/catchment area yang menghasilkan air sebagai jasa
hidrologisnya. Para pengguna air harusnya ikut berkontribusi terhadap pelestarian
hutan sebagai bentuk penghargaan mereka terhadap nilai jasa hutan yang telah
menyangga kehidupannya.


   Lalu berapakah nilai jasa hidrologis hutan? Orang yang pernah merasakan
dahsyatnya bahaya banjir dan longsor atau menderita karena kekeringan, secara
sadar mereka akan akan menjawabnya: “berapa rupiahkah Anda mau membayar
(willingness to pay) agar tempat tinggal anda tidak terkena banjir atau agar pada
musim kemarau anda tidak sengsara karena kekurangan air”.
Willingness to pay (WTP) atau kesediaan membayar adalah salah satu proksi
untuk menaksir nilai ekonomi barang atau jasa yang “abstrak” seperti nilai jasa
hidrologis hutan, yang apabila respondennya cukup besar akan lebih mampu
menyajikan taksiran nilainya (nilai ekonomi).


   Dilihat dari perspektif teori Ekonomi Sumber Daya Hutan, nilai hutan bisa
diklasifikasikan menurut manfaatnya bagi kesejahteraan manusia. Pertama,
manfaat yang dihasilkan berupa barang dan jasa komersial (yang bisa diperjual
belikan dipasar). Kedua, manfaat barang terutama jasa yang tidak laku atau tidak
diperjualbelikan di pasar komersial.


   Manfaat pertama antara lain adalah kayu, rotan, getah, dan sebagainya, yang
nilainya bisa langsung ditaksir dengan nilai harga pasar komersialnya. Manfaat
kedua sebagian besar memang tidak atau belum mampu diubah menjadi produk
jasa dan barang komersial, dan peranannya dalam perekonomian bisa hanya
terlihat laksana satpam, yang kerjanya hanya duduk, jalan sedikit dan lihat-lihat.


   Sepintas, satpam nampak tidak produktif karena memang tidak bekerja
menghasilkan suatu produk tertentu, menggaji satpam sekilas menjadi merugikan.
Namun apabila satpam dihilangkan dari tempat tugasnya, resiko gangguan
keamanan yang dijaganya tentunya akan meningkat. Kalau itu terjadi nilai
kerugian yang akan ditanggung bisa lebih besar daripada nilai gaji satpam.


   Demikian juga halnya manfaat hutan bagi manusia dalam hal jasa yang tidak
langsung mendatangkan manfaat komersial, misalnya dalam fungsinya sebagai
pengatur tata air dan keseimbangan ekosistem pada suatu DAS sebagai jasa
lingkungan DAS, yang sangat sulit diukur kemanfaatannya bagi manusia.


   Analog dengan fungsi satpam tersebut, manfaat hutan sebagai pengatur tata air
dan keseimbangan ekosistem akan sangat jelas terlihat apabila seluruh hutan
terutama di daerah hulu DAS dirusak. Dampak kerusakan hutan tersebut pada
sistem perekonomian akan lebih besar daripada nilai komersial barang apapun
yang bisa diperoleh dari hutan.


   Nilai kerugian yang ditimbulkannya dapat dikatakan sebagai nilai jasa
lingkungan hutan. Nilai manfaat kedua ini belum banyak diapresiasi masyarakat,
karena tidak mudahnya meyakinkan masyarakat untuk menghargai seluruh
benda-benda yang merupakan kepentingan bersama (public goods), yang kalau
rusak akan mendatangkan kesulitan bersama.


   Jadi, berapakah nilai jasa lingkungan hutan? Hal ini akan sangat tergantung
kepada preferensi konsumen (Willingness to Pay – WTP) dan tingkat peradaban
(kebudayaan) masyarakat. Semakin maju kebudayaan suatu bangsa, akan
semakin tinggi juga penghargaan yang diberikan guna kelestarian public
goods itu termasuk kepada hutan, sehingga kesediaan membayar (willingness to
pay) jasa hutan akan semakin besar.


   Darusman dan Widada (2004) menyebutkan bahwa terdapat lima prinsip yang
menegaskan sinergisitas antara kegiatan konservasi dengan pembangunan
ekonomi. Pertama, konservasi merupakan landasan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, tanpa adanya jaminan ketersediaan sumberdaya alam hayati, maka
pembangunan ekonomi akan terhenti. Kedua, ekonomi merupakan landasan
pembangunan konservasi yang berkelanjutan, tanpa adanya manfaat ekonomi bagi
masyarakat secara berkelanjutan, dapat dipastikan program konservasi akan
terhenti karena masyarakat tidak peduli.


   Ketiga, kegiatan korservasi dan ekonomi, keduanya bertujuan meningkatkan
mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Keempat, dengan pengetahuan
konservasi, maka manusia akan lebih mampu memahami kompleksitas ekosistem
alami sehingga menyadari, bahwa sumberdaya alam perlu dikelola secara hati-hati
dan dengan hati nurani agar tetap lestari meskipun sumberdaya alam tersebut
dimanfaatkan secara terus menerus.
Kelima, dengan pengetahuan ekonomi, manusia akan mampu menentukan
pilihan-pilihan aktifitas ekonomi yang paling rasional dalam menggunakan
sumberdaya    alam   untuk   memenuhi     kebutuhan   hidup   danmeningkatkan
kesejahteraan secara berkelanjutan.


   Berdasarkan kelima prinsip tersebut, konservasi ekosistem hutan memiliki
peranan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi masyarakat sekaligus
mempertahankan sistem penyangga kehidupan. Dan tentunya harus diapresiasi
dengan baik sehingga hutan bisa memberikan manfaat yang besar bagi
masyarakat, terutama bagi masyarakat sekitar hutan.


B. Rumusan Masalah
          Peran Hutan Sebagai Penyeia Jasa Lingkungan
          Upaya – Upaya Pelestarian Hutan
BAB II
                          TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian Lingkungan
    Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia
(human environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan
"lingkungan" saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari:
manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan hidup merupakan bagian yang
mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas
dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut
dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan
dalam bahasa Perancis disebut dengan I'environment.

   Berikut ini adalah pengertian dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli:

       1) PROF DR. IR. OTTO SOEMARWOTO
       Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada
dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita

        2) S.J MCNAUGHTON & LARRY L. WOLF
        Lingkungan hidup adalah semua faktor ekstrenal yang bersifat biologis
dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan, pertumbuhan, perkembangan
dan reproduksi organisme

       3) MICHAEL ALLABY
       Lingkungan hidup diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic
condition surrounding and organism.

       4) PROF. DR. ST. MUNADJAT DANUSAPUTRO, SH
       Lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat
manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad
hidup lainnya.

        5) SRI HAYATI
        Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan
keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya

      6) JONNY PURBA
      Lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya
bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya
dengan simbol dan nilai
Lingkungan adalah suatu media dimana makhuk hidup tinggal, mencari
penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang terkait secara
timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama
manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks.

        Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya.
Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial . Kita bernapas memerlukan
udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya
memerlukan lingkungan. Pengertian lain dari lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia
baik langsung maupun tidak langsung.

        Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika
kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah,
bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga
berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada
disekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara , meja kursi, papan tulis,
gedung sekolah , dan berbagai macam benda mati yang ada disekitar.

       Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga
sebagai lingkungan sosial . Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem
pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang.

              Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu disekitar
subjek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-
hal yang terkait dengan : tanah, udara, air, sumber daya alam, flora, fauna,
manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan
adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas
merencanakan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain
untuk mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan.

       Dalam pembahasan manajemen tidak lepas pada masalah lingkungan yang
dihadapi oleh seorang manager. Perbedaan dan kondisi lingkungan akan
berpengaruh terhadap konsep dan teknik serta keputusan yang akan diambil. Ada
dua macam faktor lingkungan, yaitu :

   1.   Faktor Lingkungan Internal yaitu lingkungan yang ada didalam
usahanya saja.

   2.    Faktor Lingkungan Eksternal yaitu unsur-unsur yang berada diluar
organisasi, dimana unsure-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui
terlebih dahulu oleh manager, disamping itu juga akan mempengaruhi manager
didalam pengambilan keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan
eksternal organisasi contohnya yaitu perubahan ekonomi, paraturan pemerintah,
perilaku konsumen, perkembangan teknologi, politik dan lainnya. Lingkungan
eksternal dibagi menjadi dua yaitu :

        Lingkungan eksternal mikro yaitu lingkungan yang mempunyai
       pengaruh langsung terhadap kegiatan manajemen yang terdiri atas
       penyedia, langganan, para pesaing, lembaga perbankan dan lainnya.
        Lingkungan eksternal makro yaitu lingkungan yang mempunyai
       pengaruh tidak langsung, seperti kondisi perekonomian, perubahan
       teknologi, politik, sosial dan lain sebagainya.




B. Pengertian Manusia

       Manusia adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan
potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran,
pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi
dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik positif
maupun negatif.

       Manusia adalah makhluk yang terbukti berteknologi tinggi. Ini karena
manusia memiliki perbandingan massa otak dengan massa tubuh terbesar diantara
semua makhluk yang ada di bumi. Walaupun ini bukanlah pengukuran yang
mutlak, namun perbandingan massa otak dengan tubuh manusia memang
memberikan          petunjuk      dari      segi       intelektual    relatif.
Manusia atau orang dapat diartikan dari sudut pandang yang berbeda-beda, baik
itu menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran.
secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin
untuk manusia) yang merupakan sebuah spesies primata dari golongan mamalia
yang           dilengkapi         otak          berkemampuan          tinggi.
Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang
apa yang menurutnya baik dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang akan
diambil. Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan
dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
BAB II

                                PEMBAHASAN

       Hutan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena hutan
memberikan sumber kehidupan bagi kita semua. Hutan menghasilkan air dan
udara bersih (oksigen/O2) yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Hutan
juga memberikan beragam hasil hutan yang bermanfaat.

        Hutan menurut UU no. 41/ 1999 tentang Kehutanan adalah kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan(?) lingkungannya, yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (ada foto atau ilustrasi hutan)

   Beragam Manfaat Hutan

1. Mengatur Iklim

   Hutan mengatur serapan dan pelepasan karbon yang mempengaruhi perubahan
   iklim. Hutan menyerap karbon dioksida (CO2/udara kotor) dan menghasilkan
   oksigen (O2/udara bersih).. Karbon dioksida mempunyai peranan penting
   dalam menjaga suhu bumi.

   Ilustrasi dalam kotak: hidung yang bernapas menghirup O2 (oksigen/udara
   bersih) dan hidung yang menghembuskan CO2 (karbon dioksida/udara kotor).

   Ilustrasi: efek rumah kaca

   Ketika matahari bersinar, pohon „memasak makanannya‟ dengan menghirup
   dan mengubah karbon dioksida (CO2) menjadi karbohidrat dan melepaskan
   oksigen (O2) ke alam. Makanan (karbohidrat) lalu disimpan dalam daun,
   ranting, cabang, batang, dan akar sehingga membuat pohon tumbuh makin
   besar dan tinggi. Hutan yang lestari dapat menyerap lebih banyak karbon (C).

   Ilustrasi: stok karbon di hutan


2. Menyediakan Jasa Lingkungan

   Hutan juga memberikan jasa lingkungan ( seperti sumber air, penghasil
   oksigen, mencegah banjir)bagi kita. Hutan menyediakan udara yang kita
   hirup. Hutan juga mengatur keadaan cuaca.
Pohon-pohon hutan mengatur tata air. Hutan menyimpan air pada saat
   kemarau dan mencegah banjir musim musim penghujan. Di daerah pesisir,
   hutan menahan masuknya air asin ke daratan. Ini sangat penting untuk
   mendukung usaha pertanian di daerah pantai. Hutan rawa gambut yang
   terjaga mengandung 90% air tawar yang mampu „mendorong‟ air asin.

   (foto: hutan bakau – hutan gambut)

3. Tempat hidup satwa
   Hutan merupakan tempat hidup beragam satwa liar. Diantaranya orangutan,
   bekantan, burung enggang. Hutan dengan keragaman satwa yang tinggi
   penting untuk menjaga kelestarian alam.

   (foto: orangutan )

4. Menyediakan hasil hutan bukan kayu
   Hutan juga menyediakan hasil hutan selain kayu seperti buah, biji, pandan,
   rotan, damar, madu dan lain lain. Hasil hutan bukan kayu ini biasa dipungut
   untuk dimanfaatkan langsung oleh masyarakat setempat i ataupun untuk
   diperjualbelikan. Pandan misalnya, biasa dimanfaatkan oleh perempuan di
   sekitar hutan untuk membuat anyaman (tikar, bakul, tampi, capan dan
   penangkin) yang digunakan untuk keperluan sendiri maupun dijual untuk
   menambah penghasilan keluarga.

   (foto: tikar – tanaman pandan – perempuan pengrajin)

5. Sumber makanan
   Hutan menyediakan makanan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
   Hutan menyediakan sumber protein,bermacam buah dan biji. Berbagai jenis
   ikan yang ada di sungai dan danau di dalam dan sekitar hutan membantu
   pemenuhan kebutuhan protein hewani keluarga masyarakat yang hidup di
   sekitar hutan. Masyarakat juga memanen ikan-ikan sungai untuk dijual guna
   menambah penghasilan.

   (foto: orang nangkap ikan di sungai – ikan sungai hasil tangkapan)

6. Penghasil obat-obatan
   Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya nabati,
   serta pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat. Di Indonesia, setidaknya
   terdapat 1000 jenis tumbuhan berkhasiat obat misalnya seperti jahe-jahean
(Zingerberacea) dan akar kelaik. Dukun atau bidan kampung memanen
   tanaman obat untuk melancarkan proses persalinan ataupun pengobatan anak.

   (foto atau ilustrasi contoh tanaman obat hutan)

7. Bagian yang tak terpisahkan dari budaya
   Hutan menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat. Hutan dan beragam
   isinya merupakan bagian penting dalam tradisi dan budaya masyarakat adat
   Dayak. Masyarakat adat Dayak Kanayantn, Bidayuh dan Iban meyakini
   Jubata atau Puyang Gana (Roh Penguasa Alam) bersemayam di hutan. Pada
   adat berladang, adat penyembuhan dan adat berpantang, hutan menyediakan
   peralatan ritual adat dan bahan ramuan obat. Hutan juga diyakini merupakan
   tempat tinggal Roh-Roh para leluhur. Roh-roh ini tinggal dipepohonan besar
   dalam kawasan hutan yang lebat. Pada masyarakat adat Melayu, setelah panen
   padi akan dilakukan acara Sapat Taon, dimana petani ramai-ramai membuat
   ancak berisi ketupat yang diletakkan di hutan.

   Masyarakat adat juga membaca kondisi alam seperti suara burung dan angin,
   untuk menentukan waktu bercocok tanam maupun mengetahui tanda
   merebaknya wabah penyakit.

8. Mengendalikan penyakit
   Hutan mengatur aliran air dan mengurangi genangan air sehingga membatasi
   pembiakan beberapa penyebab penularan penyakit tertentu, misalnya malaria.

9. Menyediakan bahan bakar (kayu bakar)
10. Menyediakan kayu untuk bahan baku bangunan

           Apa yang Terjadi Jika Hutan Hilang?
1. Banjir saat musim penghujan dan kekeringan saat musim kemarau.
   Tanpa hutan, tidak ada pohon yang dapat menahan air tanah. Akibatnya, pada
   saat musim hujan sungai-sungai akan meluap dan menyebabkan banjir. Di saat
   kemarau terjadi kekeringan. Sumur-sumur kering dan kita kesulitan mencari air
   bersih. Tiap musim kemarau, kita terpaksa mengangkut air dari tempat yang
   jauh untuk kebutuhan sehari-hari. (foto: antrian air di pematang)

2. Masuknya air laut ke daratan (intrusi)
   Di daerah pantai, ini akan menyebabkan air tanah menjadi asin dan merusak
   tanaman pertanian. Kondisi yang paling parah adalah gagal panen.

3. Hilangnya mata pencaharian masyarakat
Ketiadaan hutan akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat.
   Perempuan tidak bisa lagi mendapatkan tambahan penghasilan dari
   menganyam pandan. Menurunnya potensi ikan sungai dan danau yang
   merugikan nelayan. Pendapatan dari panen madu lebah hilang.

4. Merebaknya hama yang bisa mengakibatkan gagal panen (contoh: belalang)
5. Hilangnya budaya lokal
   Tanpa hutan acara-acara adat yang terkait dengan hutan tidak bisa dilakukan.
   Identitas suatu masyarakat adat pun pelan-pelan akan hilang.

6. Hilangnya tempat tinggal satwa dan berbagai tumbuhan penting

    Hutan perlu dimanfaatkan secara bijaksana, agar manfaatnya dapat terus
    menerus dirasakan. Hutan yang terjaga akan menjamin kehidupan keturunan
    kita menjadi lebih baik. Jagalah hutan mulai sekarang, demi masa depan yang
    lebih baik.



A. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan
    Kajian tentang peran hutan dalam pengendalian daur air dan longsor lahan
sangat diperlukan sebagai suatu proses dalam pengenalan dan pemahaman fungsi
hutan yang sangat beragam. Diharapkan mahasiswa semakin memahami bahwa
peran dan fungsi hutan tidak hanya sebagai penghasil hasil hutan yaitu kayu saja
akan tetapi ada fungsi-fungsi lain dari hutan yang dapat memberikan manfaat
lebih besar bagi lingkungan dan manusia itu sendiri.

   Peran hutan yang penting dan menjadi materi utama dalam bagian ini adalah
sebagai penyedia jasa lingkungan melalui perannya dalam mengendalikan daur air
kawasan dan perannya dalam mengendalikan longsor lahan.
   Sangat banyak harapan yang ditopangkan kepada hutan di dalam rangka
pengendalian daur air suatu kawasan. Hal ini disebabkan karena secara
keseluruhan peran hutan dengan vegetasinya banyak yang bisa diharapkan,
walaupun peran tersebut sangat dibatasi oleh beberapa faktor antara lain :

   1. Sifat pertumbuhannya yang dinamik yang tergantung kepada waktu dan
      musim.
   2. Nilai perannya juga ditentukan oleh struktur hutannya, luasnya, komposisi
      jenisnya, keadaan pertumbuhannya serta letaknya.
   3. Nilai perannya untuk suatu keadaan ekosistem hutan tertentu juga dibatasi
      oleh iklim, keadaan geologi, geomorfologi dan watak tanahnya.

Secara lebih rinci peran hutan dapat diterangkan sebagai berikut (Pusposutardjo,
1984) :
1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses :
          a. Evapotranspirasi
          b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh
              vegetasi.
   2. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses
      intersepsi.
   3. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :
          a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan
          b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di
              permukaan.
   4. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk
      memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan dinamika bahan
      organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.

    Peranan kawasan hutan sebagai pengendali daur air dapat dilihat dari dua
sudut pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep panen air (water
harvesting) dan dengan konsep menjamin penghasilan air (water yield). Jumlah air
yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan (run off) yang dapat
digunakan, sedang jumlah air yang dapat dihasilkan bergantung pada debit air
tanah. Kedua tujuan tersebut memerlukan perlakuan yang berbeda.

    Untuk meningkatkan panenan air, infiltrasi dan perkolasi harus dikendalikan,
sedang untuk meningkatkan penghasilan air, infiltrasi dan perkolasi justru yang
harus ditingkatkan. Konsep penghasil air menjadi azas pengembangan sumber air
di kawasan beriklim basah, karena konsep panen air akan membawa resiko besar,
berupa peningkatan erosi dan juga akan banyak memboroskan lahan untuk
menampungnya.



           Faktor Penyebab Longsor Lahan

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu kawasan menjadi rawan longsor antara
lain :

   1. Faktor internal
         a. Genesis morfologi lereng (perubahan kemiringan dari landai ke
            curam)
         b. Geologi (jenis batuan, sifat batuan, stratigrafi dan tingkat
            pelapukan)
                 Jenis batuan/tanah
                        - Tanah tebal dengan tingkat pelapukan sudah lanjut
         c. Kembang kerut tanah tinggi : lempung
                 Sedimen berlapis (tanah permeabel menumpang pada tanah
                   impermeabel)
                 Perlapisan tanah/batuan searah dengan kemiringan lereng.
d. Tektonik dan Kegempaan
              Sering mengalami gangguan gempa
              Mekanisme tektonik penurunan lahan
2. Faktor luar (eksternal)
      a. Morfologi atau Bentuk Geometri Lereng
              Erosi lateral dan erosi mundur (backward erosion) yang
                 intensif menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian
                 kaki lereng, akibatnya lereng makin curam. Makin curam
                 suatu kemiringan lereng, makin kecil nilai kestabilannya.
              Patahan yang mengarah keluar lereng
      b. Hujan
              Akibat hujan terjadi peningkatan kadar air tanah, akibatnya
                 menurunkan ketahanan batuan.
              Kadar air tanah yang tinggi juga menambah beban mekanik
                 tanah.
              Sesuai dengan letak dan bentuk bidang gelincir, hujan yang
                 tinggi menyebabkan terbentuknya bahan gelincir.
      c. Kegiatan Manusia
              Mengganggu kestabilan lereng misal dengan memotong
                 lereng.
              Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang
                 wilayah/tata ruang desa.
              Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran
                 permukaan melimpah misal dengan over cutting,
                 penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan
                 menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral.
              Menambah beban mekanik dari luar misal penghijauan atau
                 hasil reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohonnya sudah
                 besar-besar di kawasan rawan longsor lahan dan tidak
                 dipanen.




                           Gambar Longsor

 Karakteristik kawasan rawan longsor antara lain :
a. Kawasan yang mempunyai kelerengan ≥20 %
         b. Tanah pelapukan tebal
         c. Sedimen berlapis : Lapisan permeabel menumpang pada lapisan
            impermeabel
         d. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi)
         e. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya
            penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng makin curam.
         f. Mekanisme tektonik penurunan lahan
         g. Patahan yang mengarah keluar lereng
         h. Dip Perlapisan sama dengan Dip Lereng
         i. Makin curam lereng, makin ringan nilai kestabilannya.

       Pengendalian Longsor Lahan

    Pencegahan atau mengurangi longsor lahan dengan usaha-usaha antara
lain :

   a. Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali
      dan tidak terencana (over cutting, penebangan cuci mangkuk, dan
      penjarahan).
   b. Penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif
      dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan
      impermeabel.
   c. Mengembangkan usaha tani ramah longsor lahan seperti penanaman
      hijauan makanan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas.
   d. . Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar
      dangkal dari kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan
      impermeabel.




   e. Penjarangan untuk Mengurangi Beban Tanah
   f. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan
      tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah
      (SPAT) pada hujan yang rendah.
g. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan
      yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran
      drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air
      dalam tanah.
   h. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
   i. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan
      air dalam tanah).
   j. Bila perlu, bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik.

   Contoh jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar
cabang      banyak     yang      berakar tunggang  dalam     dengan
sedikit akar cabang sebagai berikut :

   A. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang
      banyak.
         1. Aleurites moluccana (kemiri)
         2. Vitex pubescens (laban)
         3. Homalium tomentosum (dlingsem)
         4. Lagerstroemia speciosa (bungur)
         5. Melia azedarach (mindi)
         6. Cassia siamea (johar)
         7. Acacia villosa
         8. Eucalyptus alba
         9. Leucaena glauca
   B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar
      cabang
         1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar)
         2. Gluta renghas (renghas)
         3. Tectona grandis (jati)
         4. Schleichera oleosa (kesambi)
         5. Pterocarpus indicus (sono kembang)
         6. Dalbergia sissoides (sono keling)
         7. Dalbergia latifolia
         8. Cassia fistula (trengguli)
         9. Bauhinia hirsula (tayuman)
         10. Tamarindus indicus (asam jawa)
         11. Acacia leucophloea (pilang)



   Banjir bandang, erosi, tanah longsor dimusim hujan dan kekeringan
berkepanjangan dimusim kemarau, sangat erat hubungannya dengan kesalahan
penanganan pengelolaan lahan daerah aliran sungai (DAS), terutama bagian hulu
yang kurang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air. Sehingga dimusim hujan
sebagian besar air hujan sebagai aliran permukaan/limpasan yang tidak
tertampung di dalam waduk atau sungai yang mengakibatkan terjadi banjir
bandang di daerah hilir. Sementara dimusim kemarau akibat pasokan dan
cadangan air tanah menurun, menyebabkan terjadinya kekeringan yang
berkepanjangan.
       Pengelolaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian,
mengingat dalam suatu kawasan DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai
keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.   Misalnya kesalahan penggunaan
lahan daerah hulu akan berdampak pada masyarakat di daerah hilir. Terbukanya
lahan yang berbukit di daerah hulu baik karena penebangan hutan termasuk alih
fungsi lahan ataupun penerapan cara pengelolaan tanah yang keliru menyebabkan
terjadinya erosi dan tanah longsor. Sedimentasi tanah di sungai dan waduk akan
mengurangi daya tampung sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah
hilir. Banjir bisa terjadi bila daya tampung sungai tidak mampu lagi menampung
aliran air yang melalui sungai tersebut, volume limpasan air permukaan melebihi
daya tampung, sehingga air menggenangi wilayah tempat aktivitas manusia.
       Banjir akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving)
tidak bisa menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi
sebagai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan dapat
mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan
infiltrasi (Murdiyarso, D. Dan Kurnianto, S. 2007). Kejadian banjir ini, akan
menjadi kejadian tahunan daerah hilir yang rawan bencana apabila pengelolaan
bagian hulu tidak diperbaiki dengan segera, baik melalui reboisasi/penghijauan
dan upaya konservasi tanah. Disamping itu karena pasokan air hujan ke dalam
tanah (water saving) rendah dan cadangan air dimusim kemarau berkurang akan
menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air seperti
banyak terjadi sekarang ini.
       Indonesia sebagai daerah tropis, erosi oleh air merupakan bentuk degradasi
tanah yang sangat dominan. Praktik deforesterisasi dan alih fungsi lahan
merupakan penyebab utamanya baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat.
Disamping itu praktek usaha tani yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang
akan berakibat semakin luasnya lahan kritis kita. Terbukti pada tahun 1990-an
luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005 diperkirakan
mencapai lebih dari 23,24 juta hektar, sebagian besar berada di luar kawasan
hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan yang sekedarnya
atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan membawa dampak
lahan semakin krtis dan kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau. Hal ini
menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek
usaha tani konservasi.

        Kejadian lain di musim hujan, yaitu tanah longsor yang merupakan
ancaman bagi daerah berlereng, yang pada akhir-akhir ini banyak menelan korban
jiwa.   Kejadian longsor selain disebabkan oleh kerusakan lingkungan juga
disebabkan oleh faktor alam yaitu curah hujan, jenis tanah (kedalaman lapisan
kedap air dan kekuatan tanah) dan topografi/lereng (kemiringan dan stabilitas).
Bencana tanah longsor di Karanganyar yang menelan korban 67 jiwa dan juga
terjadi di daerah lainnya seperti Ngawi, Wonogiri dan Malang,         merupakan
peringatan bagi kita, akan arti pentingnya menjaga stabilitas lereng dan menjaga
lingkungan di daerah rawan longsor.

        Hujan lebat dengan volume tinggi akan menjadi penyebab tanah longsor di
daerah lereng curam (rawan longsor). Semakin curam kemiringan lereng di suatu
kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Semua material bumi pada
lereng memiliki sebuah sudut di mana material ini akan tetap stabil. Bebatuan
kering akan tetap di tempatnya hingga kemiringan 30 derajat misalnya, akan tetapi
tanah yang basah akan lebih mudah meluncur pada kemiringan yang lebih kecil.
Sehingga jika curah hujan tinggi, mengguyur dalam tempo lama, dengan drainase
yang kurang baik menyebabkan tanah menjadi jenuh dengan air, dan jika sudut
lereng curam maka sangat rentan terjadi longsor. Pola aliran permukaan yang
mengalir hanya lewat satu tempat sangat berpengaruh terhadap terjadinya tanah
longsor.
Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan
hutan makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak terkendali. Ancaman
kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa
besarnya karena adanya efek domino dari hilangnya hutan, terutama pada
kawasan-kawasan yang mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversitas besar.
Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui citra satelit menunjukkan luas
lahan yang masih berhutan atau yang masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa
tahun 1999/2000 hanya tinggal empat persen saja.

   Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah tangkapan air pada daerah
aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini tidak saja hilangnya suatu kawasan
hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek
misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), keindahan
(wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan carbon (carbon
sink), pangan dan obat-obatan akan tetapi juga hilanglah biodiversity titipan
generasi mendatang.

   Saat ini di dunia internasional telah berkembang trend baru melalui
perdagangan karbon (CO2). Perdagangan karbon diawali dengan disepakatinya
Kyoto Protocol bahwa Negara-negara penghasil emisi karbon harus menurunkan
tingkat emisinya dengan menerapkan teknologi tinggi dan juga menyalurkan dana
kepada negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya alam untuk mampu
menyerap emisi karbon secara alami misalnya melalui vegetasi (hutan). Indonesia
dengan luas hutan tersebar ketiga di dunia, bisa berperan penting untuk
mengurangi emisi dunia melalui carbon sink. Hal ini bisa terjadi jika hutan yang
ada dijaga kelestariannya dan melakukan penanaman (afforestasi) pada kawasan
bukan hutan (degraded land). Serta melakukan perbaikan kawasan hutan yang
rusak (degraded forest) dengan cara penghutanan kembali (reforestasi).

   Hutan Pinus di Indonesia sebagai salah satu hutan tanaman yang memiliki
nilai ekonomi strategis dan persebarannya yang cukup luas saat ini diandalkan
sebagai penghasil produk hasil hutan non kayu melalui produksi getahnya. Nilai
ekonomi hutan Pinus dianggap masih rendah apabila hanya dihitung dari nilai
getah dan kayunya saja, sudah saatnya dilakukan upaya penghitungan manfaat
hutan sebagai penyedia jasa lingkungan yang diharapkan mampu memberikan
nilai ekonomi lebih tinggi dengan mengetahui berbagai kemampuannya dalam
menyediakan sumberdaya air, penyerap karbon, penghasil oksigen, jasa wisata
alam, satwa, biodiversitas dan sebagainya.

B. Hutan Bagi Kehidupan
   Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk
menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap
sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah
dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola
Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi
karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air
yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional.
Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting
dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan.

    Peran menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber penyebab
kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor yang
berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari,
suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau
sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya
evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya
cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal
tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air.

    Peran ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya lengas tanah hutan.
Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air (lengas tanah), karena
memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan udara/cairan atau bersifat porous.
Bagian lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami
yaitu dengan osmosis, gravitasi atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah
diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada
kandungan air tanah terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang
pori tanah terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman
pada tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini
tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang
tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai
penting tanah pertanian maupun kehutanan.

    Peran ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air). Kebanyakan
persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan
waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan
air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat ini
masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya
hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di
musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati
masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan
hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau.

    Pada kawasan hutan Pinus di Daerah Tangkapan Air Gunung Rahtawu,
Kabupaten Wonogiri dengan luasan catchment area dengan luas 101,79 ha dengan
curah hujan rata-rata berkisar antara 2900 – 3500 mm/tahun mampu menghasilkan
potensi sumberdaya air permukaan sebesar 2..232.000 m3/tahun. Kawasan ini
juga mampu menghasilkan debit yang selalu tersedia untuk dimanfaatkan (debit
andalan) sebesar 2 – 67 liter/detik. Dari potensi ini saja sebenarnya sudah dapat
diprediksi bahwa kawasan hutan Pinus ini mampu mendukung 900 – 2.000 jiwa
masyarakat disekitar hutan Pinus yang rata-rata membutuhkan air bersih untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 122 liter/orang/hari (Suryatmojo, H.,
2004).

    Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa
lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memiliki nilai arti yang
sangat penting dalam mendukung hajat hidup masyarakat disekitar hutan.

       1) Hutan Sebagai Penyerap Karbon

        Siklus karbon di dalam biosfer meliputi dua bagian siklus penting, di darat
dan di laut. Keduanya dihubungkan oleh atmosfer yang berfungsi sebagai fase
antara. Siklus karbon global melibatkan transfer karbon dari berbagai reservoir
(Tabel 1). Jika dibandingkan dengan sumber karbon yang tidak reaktif, biosfer
mengandung karbon yang lebih sedikit, namun demikian siklus yang terjadi
sangat dinamik di alam (Vlek, 1997).

       Tabel 1. Karbon di dalam berbagai reservoir dari siklus global

    Lokasi                                            Satuan C (ton x 1010)
    Udara      CO2-atmosfer                           70
    Darat      Biomass                                59
               Bahan organik tanah                    85
               Produksi bersih/tahun                  6.3
               Pelepasan dari fosil                   0.5
Laut    Biomass                                  0.3
            C-organik terlarut                       100
            C-anorganik (HCO3)                       3.500
            Produksi bersih/tahun                    45
    Sedimen C-anorganik (HCO3)                       2.000.000
            Batu bara dan minyak                     1.000

        Sejumlah besar kalsium karbonat dalam lebih dari 10 juta tahun yang lalu
telah terlarut dan tercuci dari permukaan daratan. Sebaliknya, dalam jumlah yang
sama telah terpresipitasi dari air laut ke dalam lantai dasar laut. Waktu tinggal
(residence time) karbon di dalam atmosfer dalam pertukarannya dengan hidrosfer
berkisar antara 5 – 10 tahun, sedangkan dalam pertukarannya dengan sel tanaman
dan binatang sekitar 300 tahun. Hal ini berbeda dalam skala waktu dibandingkan
dengan residence time untuk karbon terlarut (ribuan tahun) dan karbon dalam
sedimen dan bahan bakar fosil (jutaan tahun) (Vlek, 1997 dalam Herman Widjaja,
2002).

       Dari hasil inventarisasi gas-gas rumah kaca di Indonesia dengan
menggunakan metoda IPCC 1996, diketahui bahwa pada tahun 1994 emisi total
CO2 adalah 748,607 Gg (Giga gram), CH4 sebanyak 6,409 Gg, N2O sekitar 61
Gg, NOX sebanyak 928 Gg dan CO sebanyak 11,966 Gg. Adapun penyerapan
CO2 oleh hutan kurang lebih sebanyak 364,726 Gg, dengan demikian untuk tahun
1994 tingkat emisi CO2 di Indonesia sudah lebih tinggi dari tingkat
penyerapannya. Indonesia sudah menjadi net emitter, sekitar 383,881 Gg pada
tahun 1994. Hasil perhitungan sebelumnya, pada tahun 1990, Indonesia masih
sebagai net sink atau tingkat penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Berapapun kecilnya Indonesia sudah memberikan kontribusi bagi meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca secara global di atmosfer (Widjaja, 2002).

        Banyak pihak yang beranggapan bahwa melakukan mitigasi secara
permanen melalui penghematan pemanfaatan bahan bakar fosil, teknologi bersih,
dan penggunaan energi terbarukan, lebih penting daripada melalui carbon sink.
Hal ini dikarenakan hutan hanya menyimpan karbon untuk waktu yang terbatas
(stock). Ketika terjadi penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna
lahan, karbon tersebut akan dilepaskan kembali ke atmosfer (Rusmantoro, 2003).

       Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan
iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan
penyimpan (reservoir) karbon. Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari
kegiatan pembakaran bahan bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan
rumah tangga.

       Pada kawasan hutan Pinus di DTA Rahtawu dengan umur tegakan 30
tahun mempunyai potensi penyimpanan karbon sebesar 147,84 ton/ha dengan
prosentase penyimpanan terbesar pada bagian batang (73,46%), kemudian cabang
(16,14%), kulit (6,99%), daun (3,17%) dan bunga-buah (0,24%). Dari data diatas
dapat diprediksi kemampuan hutan pinus dalam menyimpan karbon melalui
pendekatan kandungan C-organik dalam biomas memiliki potensi penyimpanan
mencapai 44% dari total biomasnya. Sehingga DTA Rahtawu dengan luasan
101,79 ha memiliki potensi penyimpanan karbon dalam tegakan sebesar 15.048,5
ton, penyimpanan karbon dalam seresah sebesar 510 ton dan dalam tumbuhan
bawah sebesar 91 ton karbon. (Suryatmojo, H., 2004)

       2) Hutan Sebagai Penyedia Sumberdaya Air

       Ketergantungan masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar hutan
terhadap keberadaan hutan sangat tinggi. Kemampuan hutan sebagai regulator air
mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan air bagi masyarakat sekitar
hutan. Hutan Pinus di DTA Rahtawu memiliki potensi yang cukup besar dalam
penyediaan sumberdaya air. Potensi sumberdaya air di DTA Rahtawu dapat
didekati dengan mengetahui debit bulanan dan volume aliran bulanan, sedangkan
untuk memprediksi debit andalan yang selalu tersedia setiap saat dan dapat
dipergunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat sekitar
didekati dengan pengolahan data sekunder dari hidrograf aliran untuk memperoleh
debit minimumnya (debit andalan).

       Dari hasil penelitian diperoleh nilai debit andalan yang dapat dipergunakan
pada musim kemarau sebesar 1,82 liter/detik yang terjadi pada bulan Agustus dan
September, sedangkan pada musim penghujan debit yang dapat dimanfaatkan
sebesar 29,82 – 67,55 liter/detik (Suryatmojo, H., 2004). Masyarakat desa
Ngambarsari yang terletak di sekitar kawasan hutan pinus membutuhkan air
bersih rata-rata/orang/hari adalah 0,0014 liter/detik atau 122 liter/orang/hari.
Apabila potensi sumberdaya air tersebut akan dimanfaatkan oleh masyarakat desa
Ngambarsari, maka potensi air dari hutan pinus seluas 101,79 ha mampu untuk
memenuhi kebutuhan air bersih bagi 900 – 2.000 orang atau 19 – 42% dari jumlah
penduduk Desa Ngambarsari yang berjumlah 4.749 orang.

       Dari hasil penelitian diatas, nampak bahwa sesungguhnya peran hutan
sangat besar dalam menyokong kehidupan manusia, salah satu diantaranya dari
kemampuan sebagai regulator air melalui berbagai proses dalam siklus hidrologi
yang berlangsung di dalamnya.

        Tanpa keanekaragaman hayati tidak ada kehidupan. Ini adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Peraturan dibidang iklim,
pemurnian air, penyerbukan, kontrol hama, makanan, obat-obatan… merupakan
daftar ketergantungan kita terhadap sumberdaya dan layanan yang disediakan oleh
ekosistem hutan hujan tropis hingga terumbu karang, yang hampir tidak pernah
berakhir.

       Keanekaragaman hayati merupakan kunci keberhasilan dari ekosistem
karena memberikan mereka fleksibilitas untuk beradaptasi dan terus berfungsi di
dalam dunia yang terus berubah. Tetapi masa depan kesehatan ekosistem
tersebut, dan sebagai konsekwensi kesehatan kita, masyarakat dan ekonomi,
menjadi semakin tidak menentu dalam kaitannya dengan tingkat kehilangan
keanekaragaman hayati yang terjadi di seluruh dunia.

       Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam
menunjang pembangunan nasional. Hutan mempunyai manfaat yang amat besar
bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

        Manfaat tersebut terdiri dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung
serta manfaat hasil hutan yang berupa barang dan jasa. Manfaat langsung hutan
berupa: kayu, buah-buahan, binatang untuk diburu,keindahan untuk rekreasi alam,
udara yang segar untuk kenyamanan dan kesehatan. Sedangkan manfaat tidak
langsungnya berupa: pemeliharaan keanekaragaman hayati, pengendalian erosi
dan banjir, pengendalian penyakit tanaman atau tanah hutan industri. Hasil hutan
berupa barang meliputi: kayu, rotan, getah, buah, kayu bakar, satwa liar, air
bersih, dan sebagainya. Sedangkan hasil hutan berupa jasa meliputi: pemandangan
alam, menyerap dan menyimpan karbon, iklim mikro/iklim setempat (lokal),
memelihara kesuburan tanah, dan mengendalikan debit sungai, dan lainnya.

        Disamping memiliki manfaat yang disebut diatas, hutan juga memiliki
nilai fungsi yang berupa fungsi produksi/ekonomis, fungsi ekologis dan fungsi
sosial budaya.

        Fungsi produksi/ekonomis meliputi keseluruhan hasil hutan yang dapat
dipergunakan untuk memenuhi kehidupan manusia dalam melakukan berbagai
tindakan ekonomi seperti hasil hutan untuk bahan baku industri, kayu bakar serta
hasil hutan yang berupa air bersih untuk dijual secara komersial. Fungsi ekologis
hutan berupa berbagai bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam memelihara dan
meningkatkan kualitas lingkungan seperti mengendalikan erosi, memelihara
kesuburan tanah, habitat flora dan fauna serta mengendalikan penyakit tanaman
pertanian. Fungsi sosial budaya dapat berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh
hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum, terutama masyarakat di sekitar
hutan untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, seperti
lapangan pekerjaan, lahan untuk bercocok tanam, persediaan kayu bakar,
pendidikan, penelitian, budaya dan keagamaan. Hasil hutan yang dinilai secara
ekonomis dan di masukkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya terbatas
pada beberapa jenis hasil hutan yang memiliki nilai komersial, yaitu nilai ekonomi
dalam arti sempit saja.

       Indonesia memiliki hutan seluas lebih kurang 144 juta ha, hanya saja yang
masih berupa hutan kira-kira 118 juta ha. Apabila hutan tersebut dikelola dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan memberikan dampak positif dalam
menunjang pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga sebaliknya jika hutan
tersebut tidak dilestarikan dan dipelihara maka akan menyebabkan dampak negatif
bagi bangsa dan negara. Datangnya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor
merupakan dua dari banyak bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan hutan.
Oleh karena itu, sudah selayaknya lah kita menjaga dan melestarikan alam kita,
karena itu adalah amanah dari Sang Pencipta. Mulailah berbuat dari yang terkecil,
dari yang terdekat dengan kita seperti menanam pohon di pekarangan
rumah/tempat tinggal kita.

    Apakah Anda peduli terhadap lingkungan? Berikut adalah cara Anda dapat
ikut terlibat dan membuat suatu perubahan. Di artikel lingkungan hidup ini Anda
akan menemukan tips cara mengurangi limbah, menemukan produk ramah
lingkungan, dan mendukung upaya masyarakat, pemerintah dan perusahaan untuk
membantu melindungi dan melestarikan lingkungan.

       Hidup Hijau
       Mengurangi Pemanasan Global
       Menghemat Energi

C. Hutan Lindung Sebagai Pengatur Tata Air

        Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi
kawasan yang berpotensi sebagai tangkapan air, pengatur tata air, perlindungan
terhadap sumberdaya hayati dan perlindungan terhadap pencurian kayu. Air
memegang peranan penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya
serta lingkungan. Sementara di lain pihak, banyaknya tekanan terhadap hutan
lindung menyebabkan berkurangnya fungsi sebagai daerah tangkapan dan
penyedia air. Permasalahan lain yang berkembang adalah banyaknya pihak yang
terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan air, baik sebagai penyedia maupun
pengguna. Oleh karenanya dalam pengelolaan sumberdaya air perlu adanya
penanganan dan kesepakatan, baik antara pihak penyedia (pengelola kawasan)
maupun pihak pengguna ( pengelola SDA). Para pemanfaat kawasan di hilir
selayaknya memberikan kompensasi kepada pengelola kawasan di hulu sebagai
insentif terhadap pengelolaan kawasan lindung. Kompensasi yang diberikan dapat
berupa pembayaran jasa lingkungan dengan melakukan konservasi melalui
tanaman jenis setempat dan menjaga kelestarian hutan

        Hutan merupakan faktor yang utama dalam menjaga kualitas dan
ketersediaan air sehingga ada tuntutan dan keinginan agar hutan sebagai daerah
tangkapan utama dan berfungsi sebagai pengatur tata air perlu dikelola dengan
baik. Sebagai pengguna air baik pemerintah, swasta maupun masyarakat
mempunyai tanggung jawab dalam melakukan kewajibannya untuk menjaga
kelestarian hutan berupa kontribusinya sebagai kompensasi agar kebutuhan akan
sumber air dapat terpenuhi. Dan pengguna merasa yakin bahwa dana yang
dihimpun untuk pengelolaan sumber daya air digunakan dengan sebaikbaiknya
untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jasa air. Sebagai penyedia air dalam hal
ini instansi yang terkait dengan pengelolaan kawasan lindung hendaknya juga
dapat memanfaatkan kompensasi tersebut dengan sebaik-baiknya.
Pemerintah selaku regulator dalam hal ini sangat berperan aktif terutama
dalam mekanisme penyaluran dana jasa lingkungan. Agar mekanisme tranfer jasa
lingkungan dapat diterapkan dan berjalan dengan baik diperlukan lingkungan
kebijakan yang kondusif secara keseluruhan. Disamping itu segala hambatan perlu
diidentifikasi dan ditanggulangi seperti kurangnya kemauan politis, tidak ada
kerangka hukum yang mendukung,, sumber dana yang kurang, atau minat dan
komitmen masyarakat yang kurang atau adanya ketidak sepahaman diantara para
instansi yang terkait. Dengan banyaknya instansi yang terkait dalam pengelolaan
air maka akan berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam proses negosiasi
imbalan. Otonomi daerah berdampak juga terhadap regulasi sektor air terutama
integrasi pengelolaan air baik diantara semua sektor maupun diantara para
pemangku kepentingan.

        Berdasarkan undang-undang No.7 tahun 2004 pasal 77 dijelaskan bahwa
sumber dana untuk pengelolaan sumber daya air salah satunya adalah dari hasil
penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air. Berkaitan dengan hal tersebut
pihak penyedia air wajib menerima kompensasi jasa pemakaian air dari pengguna
air sebagai biaya pemeliharaan / pengelolaan dikawasan lindung yang merupakan
daerah tangkapan air (hulu sungai).

D. Identifikasi Para Pengguna Jasa Air

    Kawasan lindung sumber air adalah kawasan yang memberikan fungsi lindung
pada sumber air yaitu daerah sempadan sumber air, daerah resapan air dan daerah
sekitar mata air. Pemanfaatan Sumber Daya Air (SDA) dapat digunakan untuk
berbagai kebutuhan, yaitu :

       Pemanfaatan air yang mempunyai nilai komersil (bernilai pasar) untuk
       kebutuhan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahaan Listrik
       Negara ( PLN ) dan Industri
       Pemanfaatan air non komersial ( bernilai non pasar) untuk kebutuhan
       pertanian dan rumah tangga.

    Instansi / stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola SDA atau penyedia air
yang mempunyai nilai komersil baik untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) serta Perusahaan Air Minum (PAM) maupun industri yang berskala besar
adalah Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang penyalurannya berasal dari waduk.
Sedangkan stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola sumber mata air di
kawasan hulu yang bersifat non komersil terutama untuk pemanfaatan
perkebunan, irigasi persawahan, peternakan maupun rumah tangga adalah para
pengelola kawasan. Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7
merupakan dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan
mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan
SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara terkoordinasi diantara instansi 2
yang terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial – ekonomi
– lingkungan serta azas manfaat umum dan melibatkan peran masyarakat yang
selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan program pengelolaan
sumberdaya air Ada 2 macam pemanfaatan air yaitu : pemanfaatan air komersial
dan pemanfaatan air non komersial ( Nurfatriani, 2006 ).




a. Pemanfaatan air komersial merupakan bentuk pemanfaatan SDA yang telah
memiliki harga pasar ( price market) yang ditetapkan dalam bentuk tarif yang
ditentukan pemerintah. Pemakai air yang berada di wilayah kerja PJT I
memberikan kontribusi terhadap biaya operasional pengelolaan SDA berupa tarif
air yang ditetapkan oleh Menteri PU berdasarkan PP No 6/1981 tentang Iuran
Eksploitasi dan Pemeliharaan Bangunan Prasarana Pengairan. Selanjutnya
kewenangan PJT untuk menarik iuran tersebut ditetapkan dengan Keppres No
58/1990 dengan tarif awal untuk PLN Rp16,67 /kwh, PDAM Rp Rp 50,00 /m3
dan Industri Rp 100,00 /m3. Berdasarkan tarif dasar ini kontribusi terhadap biaya
operasional pengelolaan SDA hanya sebesar 44, 8 % dari kebutuhan dana OP
sebesar Rp 101,6 milyar. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 .

       Dari jumlah biaya kontribusi yang diterima oleh pihak pengelola hanya
sebagian kecil yang dikembalikan untuk biaya konservasi terutama didaerah hulu
bahkan selama lima tahun terakhir persentasenya menurun. Hal ini disebabkan
karena volume pemakaian terus bertambah sedangkan tarif iuran tetap, disamping
itu cukup tinggi biaya ( lebih dari 50 % biaya OP ) yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan sarana dan prasarana terutama waduk.
b. Pemanfaatan air yang non komersial menggunakan metode pendekatan
terhadap kesediaan membayar (WTA) individu/ masyarakat atas manfaat yang
diperoleh dari sumberdaya alam atau jasa lingkungan.Dengan melihat selisih
antara jumlah yang dikonsumsi (jumlah yang dibayarkan) dan kesediaan
membayar maka dapat diukur tingkat kesejahteraan yang diperoleh konsumen
atau disebut surplus konsumen. Surplus konsumen menunjukkan bahwa
konsumen menerima atau mendapat nilai lebih dari harga yang dibayarnya. Dari
nilai surplus konsumen ini diharapkan juga dapat dikembalikan kepada pengelola
kawasan hulu sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan. Namun tidak
seluruh nilai surplus konsumen tersebut yang selayaknya dikembalikan, tapi
hanya sebagian kecil saja atau sebesar ± 20% dari masing-masing pengguna dapat
membayar kompensasinya kepada pengelola kawasan. Terlihat pada tabel 2
bahwa besarnya kompensasi yang selayaknya diterima oleh para pengelola
kawasan atas jasa air yang digunakan petani dan rumah tangga sebesar
Rp.4.067.525 / thn untuk para pengusaha pertanian di Tahura Suryo dan sebesar
Rp.55.008,80 / tahun untuk rumah tangga di TNBTS dan sebesar Rp. 679.510,40 /
thn untuk rumah tangga di sekitar kawasan Perum Perhutani.




             Gambar 1: Distribusi Nilai Lingkungan Non Komersil

        Pemanfaatan air non komersial di kawasan hulu DAS Brantas digunakan
untuk pertanian yang berada di bawah pengelolaan Tahura Suryo. Pengusaha
pertanian yang menggunakan sumber mata air melalui pipa2 paralon dan tandon2
antara lain : pengusaha bunga, pengusaha jamur dan pengusaha peternakan ayam.
Penghijauan dan reboisasi yang dilakukan oleh para pengusaha disekitar
kawasannya bekerjasama dengan instansi kehutanan dalam rangka melestarikan
kawasan disekitar sumber mata air. Sedangkan pemanfaatan air oleh masyarakat /
petani dikawasan hulu DAS Brantas dibawah pengelolaan TNBTS terutama untuk
petani sayuran dan kebutuhan untuk air minum dan MCK. Pemanfaatan lahan ini
untuk pertanian tidak lepas dari konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
pengelola kawasan, karena topografi lokasi sangat rentan akan erosi. Sehingga
diperlukan kesepakan untuk kepentingan masing2 dimana masyarakat
membutuhkan sumber mata air dan pengelola perlu kelestarian lahan.
Kesepakatan dilakukan melalui kegiatan penanaman jalur hijau ( green belt ).
E. Identifikasi Para Pengelola Kawasan Di Hulu Sebagai Penyedia Air

       Kawasan Lindung sebagai penyedia air merupakan kawasan yang perlu
dilindungi dan dilestarikan serta dikelola dengan baik. Sebagai kawasan lindung
ada beberapa fungsi manfaat yang dapat diperoleh antara lain Good Forest
Governance Sebagai Syarat Pengelolaan Hutan Lestari 162 sebagai kawasan
wisata, taman nasional, konservasi dan hutan lindung. Dari beberapa fungsi
tersebut ada beberapa pengelola / stakeholder yang bertanggung jawab dalam
pengelolaannya. Di kawasan hulu DAS Brantas ada 3 stakeholder yang mengelola
langsung kawasan tersebut yaitu Perum Perhutani sebagai pengelola hutan
lindung, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan Taman Hutan
Raya (ahura) Suryo, ketiga stakeholder tersebut berada di Kabupaten Malang.

        Kawasan Tahura R. Soeryo yang merupakan hulu DAS Brantas terdapat 2
buah gunung yaitu G. Anjasmoro dan G. Arjuna dimana kawasan ini berbatasan
dengan hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Luas kawasan Tahura yang merupakan hutan konservasi adalah 25 000 ha yang
meliputi 4 Kabupaten (Malang, Mojokerto, Pasuruan dan Jombang). Di Kab
Malang luas kawasan Tahura 8 928,1 ha dimana di kawasan tersebut terdapat
Arboretum yang dibangun oleh PJT I sebagai daerah tangkapan air (catchment
area) seluas 40 ha dengan jenis tanaman kayu putih, kayu manis, cemara gunung
dll. Kawasan ini juga merupakan sumber mata air sungai brantas dan merupakan
salah satu sumber air yang mengairi waduk yang dikelola oleh PJT I melalui
sungai Lesti dan Melamon. Lebih dari 5 sumber mata air yang ada di kawasan
Tahura baik air panas dan air dingin dan juga berfungsi sebagai obyek wisata.
Selain itu ada beberapa perusahaan yang memanfaatkan air langsung dari kawasan
ini antara lain perusahaan jamur, perusahaan tanaman bunga dan perusahaan
peternakan.

         Pemanfaatan sumber air dikawasan DAS Brantas mulai dari hulu sampai
hilir (termasuk di kawasan hutan lindung dan sekitarnya) cukup tinggi. Wilayah
DAS Brantas merupakan sumber air bagi kebutuhan Propinsi Jawa Timur baik
untuk air minum, rumah tangga maupun untuk kebutuhan sektor lainnya. Di
dalam Kawasan Hutan lindung sumbersumber mata air dimanfaatkan langsung
oleh penduduk dengan menyalurkan melalui pipa yang dibangun secara swadaya
dan dimanfaatkan oleh pengusaha peternakan dan perkebunan. Luas Kawasan HL
di wilayah SPH IV Malang sebesar 130 114,19 ha meliputi KPH Malang
53.587,30 ha (15.438,60 ha atau 28,8% dikelola oleh TNBTS), Luas kawasan
yang dapat berpotensi memanfaatkan jasa lingkungan seluas 69.372 ha.

       Pengelolaan hutan lindung selain sebagai kawasan perlindungan juga
sebagai sumber air dan sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Hutan
lindung di wilayah KPH Malang yang merupakan hulu DAS Brantas dan sebagai
sumber air perlu dijaga kelestariannya agar tidak mencemari permukaan air Kali
Brantas yang merupakan sumber air baku baik bagi masyarakat maupun industri
dan pembangkit tenaga listrik.. Hulu kali Brantas berada di wilayah Kabupaten
Malang tepatnya di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo dan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru dan melintasi beberapa kabupaten hingga bermuara di
kota Surabaya

F. Kompensasi Insentif Hulu Hilir Di Kawasan Lindung

        Para pengelola kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura
Suryo) selayaknya menerima konpensasi dari para pemanfaat air dari hulu sampai
kehilir, karena selaku pengelola kawasan sangat berpengaruh terhadap
ketersediaan dan kualitas air. Berapa manfaat yang harus diterima oleh pengelola
kawasan dapat diketahui dengan menghitung berapa potensi debit air yang dapat
diproduksi dari masingmasing kawasan dengan nilai eksternal berupa nilai
dampak terhadap lingkungan yang harus dikembalikan ke hulu. Berdasarkan hasil
analisa dengan Citra Landsat pada masing-masing Sub DAS dan Sub-sub DAS
menunjukkan bahwa sebagai pengelola kawasan dibagian hulu dari ketiga
stakeholder terkait yang berpotensi dapat menghasilkan air antara lain Perum
Perhutani (KPH Malang) dengan luas areal 5.274,72 ha , 2 975,94 ha untuk
kawasan TNBTS dan 6 224,85 ha untuk kawasan Tahura Suryo. Sedangkan rata-
rata potensi produksi air yang dapat dihasilkan selama 3 tahun pengamatan adalah
73,37 juta m3 untuk Perum perhutani, 41,48 juta m3 untuk TNBTS dan 83,88 juta
m3 untuk Tahura Suryo (Kirsfianti 2006).




        Terlihat pada tabel 3 bahwa potensi poduksi air yang dapat dihasilkan dari
masing-masing pengelola kawasan menunjukkan jumlah yang hampir sama besar
untuk setiap ha, Perbedaan yang relatif kecil hanya disebabkan oleh kondisi lahan
atau tutupan lahan dari masing-masing pengelola seperti TNBTS kondisi
penutupan lahan masih banyak tanaman pohon yang dapat menghasilkan air,
berbeda dengan di Tahura Suryo penutupan lahan lebih digunakan untuk lahan
pertanian begitu pula halnya dengan lahan Perum Perhutani digunakan sebagai
lahan garapan petani sebagai tanaman persawahan / pertanian. Lebih jelas terlihat
dalam diagram berikut potensi produksi air masing-masing stakeholder.
Gambar 2 : Potensi Produksi Air Pengelola Kawasan

        Selanjutnya dari jumlah potensi produksi air dari masing-masing pengelola
kawasan dapat dihitung berapa besar biaya yang seharusnya diterima sebagai
kompensasi atas jasa air yang digunakan oleh para pemanfaat ( PDAM, PLN dan
Industri ) dengan mengetahui tarif air / nilai lingkungan. Tarif ini dihitung dengan
menggunakan analisa full costing dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan
oleh pengelola sumberdaya air (PJT I). Hasil analisa biaya ini dapat diketahui
jumlah nilai lingkungan dari para pemanfaat air yang mempunyai nilai pasar/
komersil yaitu sebesar Rp.183.830.000.000 (Nurfatriani, 2006). Selanjutnya untuk
mengetahui berapa besar nilai lingkungan komersil ini didistribusikan kepada
pengelola kawasan dihitung dengan mengalikan besarnya persentase proporsi
potensi produksi air dari masing-masing pengelola dengan nilai lingkungan secara
keseluruhan. Lebih jelas distribusi biaya/nilai lingkungan baik komersil maupun
non komersil Good Forest Governance Sebagai Syarat Pengelolaan Hutan Lestari
165 sebagai kompensasi dari masing-masing pengelola kawasan dapat dilihat pada
tabel 3 berikut :




       Dari tabel 3 dapat diketahui besarnya biaya lingkungan yang seharusnya
diterima oleh masing-masing pengelola kawasan dimana Tahura Suryo
menunjukkan nilai yang terbesar yaitu 8 691 085 /ha, terbesar kedua TNBTS
sebesar Rp 2 052 400 / ha sedangkan Perum Perhutani sebesar Rp 978 349./ha.
Disamping itu PJT I Malang telah melakukan Program Pembayaran Jasa
Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan hulu hilir bekerja sama
dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan.yang dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama selama 6 bulan (Oktober 2004 s/d Maret 2005) di desa Tlekung
Kota Batu seluas 17,5 ha dan desa Bendosari Kec Pujon seluas 8 ha dengan
jumlah anggaran sebesar Rp 44 000 000. Tahap kedua selama 3 bulan (Maret s/d
Mei 2005) di desa Bendosari dengan luas 16,5 ha dan biaya sebesar Rp 15 790
000. Semua biaya berasal dari PJT I yang diberikan kepada petani yang telah
melakukan upaya konservasi sumberdaya air dan tanah didaerah hulu DAS
Brantas yang merupakan daerah tangkapan air ( catchments areas).




               Gambar 3: Distribusi Nilai Lingkungan Komersil

       Tujuan program ini adalah selain untuk membangun partisipasi dan
kesadaran masyarakat petani di daerah hulu sungai Brantas juga turut serta
menjaga kelestariannya juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani
melalui penanaman. Mekanisme kompensasi ini disalurkan secara langsung
kepada petani melalui pengadaan sapras dan bibit sesuai dengan kondisi lahan
setempat. dan sesuai dengan kebutuhan. Disamping itu juga untuk membangun
mekanisme kelembagaan hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dalam hal
pembayaran jasa lingkungan.

   Ada dua mekanisme distribusi biaya jasa lingkungan yang diterapkan dalam
pemanfaatan jasa air :

   1. Jasa lingkungan dapat diberikan langsung kepada pihak pengelola
      kawasan apabila pemanfaatan air langsung dari dalam kawasan lindung.
   2. Jasa lingkungan dapat diberikan oleh pihak mitra atau pihak ketiga kepada
      pengelola kawasan apabila pemanfaatan air dilakukan oleh pihak swasta
      dan berfungsi sebagai stakeholder pengelola sumberdaya air.
Gambar 4 : Mekanisme distribusi biaya jasa lingkungan

          I.    KONSEP KEBIJAKAN PENGELOLAAN JASA
                LINGKUNGAN DI KAWASAN LINDUNG

        Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi atau kualitas
sumberdaya hutan sebagai penyedia manfaat ekonomi, ekologi dan sosial budaya
di daerah hulu dan mengantisipasi terjadinya kerusakan fungsi hutan bagi daerah
hilir. Konsep ini tertuang dalam “ Draft Raperda Pengelolaan Jasa Lingkungan
Sumberdaya Hutan Propinsi Jawa Timur “. Para penyedia jasa lingkungan hutan
di hulu yang terdiri dari kelompok tani dan pengelola kawasan hutan sangat
membutuhkan pendanaan dalam upaya melakukan konservasi dan rehabilitasi
hutan dan lahan.

       Manfaat jasa lingkungan sumberdaya hutan selama ini diperoleh secara
cuma-cuma /gratis oleh pengguna jasa lingkungan di hilir dan tidak ada kontribusi
yang dibutuhkan dalam rangka pengembalian nilai jasa lingkungan dalam bentuk
konservasi atau rahabilitasi pengelolaan sumberdaya hutan di hulu secara lestari.
Kompensasi ini merupakan inovasi baru di kehutanan sehingga perlu payung
hukum dan regulasi yang jelas.

        Permasalahan yang timbul adalah bagaimana cara menilai jasa lingkungan
hutan tersebut sebagai suatu peluang kontribusi di sektor kehutanan yang lebih
berimbang. Disamping itu bagaimana mekanisme pembayaran atas manfaat jasa
lingkungan . Untuk itu diperlukan suatu institusi yang bersifat independen yang
tidak terkait secara langsung dengan birokrasi di pemerintah propinsi/ daerah.
Pemerintah hanya bersifat fasilitasi dan regulasi sehingga pengelolaan dana yang
dihimpun dari pemanfaatan jasa lingkungan hutan dapat dipertanggung jawabkan
secara transparan. Seperti yang tertuang dalam draft Raperda pasal 10 bahwa
Badan Pengelola Jasa Lingkungan memenuhi syarat akuntabilitas, transparansi
dan partisipasi. Badan ini bersifat non struktural langsung dibawah Gubernur dan
berfungsi untuk melakukan fasilitasi pengumpulan dan penyaluran dana jasa
lingkungan. Dalam pasal 9 dijelaskan bahwa pengguna jasa lingkungan dalam
bentuk BUMN/BUMD, lembaga, perusahaan atau sektor swasta yang
mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan jasa lingkungan tersebut harus
mengalokasikan 2,5% dari keuntungan yang diperileh sebagai kompensasi untuk
kelestarian sumberdaya hutan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap lingkungan.

G. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam

Keindahan bentang alam hutan diminati sebagai tempat rekreasi sekaligus
relaksasi. Dalam bentuk ekowisata, bentang alam hutan dengan keunikan
panoramanya ini merupakan jenis wisata alternatif yang menawarkan banyak
kelebihan, antara lain: sifatnya yang alami, relatif murah dan tentu saja ramah
lingkungan (Kirsfianti, 2006). Selain itu, hutan yang baik mampu menciptakan
iklim mikro di dalamnya sehingga menjanjikan kenyamanan dan kesejukan bagi
penikmat wisata alternatif ini.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam dijelaskan bahwa zona pemanfaatan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pariwisata alam dan rekreasi. Bahkan dalam kawasan Suaka
Margasatwa kita bisa melakukan wisata alam terbatas melalui kegiatan
berkunjung, melihat dan menikmati keindahan alam serta perilaku satwa di
dalamnya dengan syarat tertentu. Kegiatan wisata di kawasan konservasi ini tentu
saja dapat dilakukan dengan tetap memegang teguh kaidah-kaidah konservasi.

Promosi dan informasi yang kurang, terbatasnya sarana dan prasarana penunjang,
serta minimnya pendidikan dan pelatihan dalam perencanaan maupun
penyelenggaraan pariwisata alam merupakan beberapa permasalahan yang
menghambat perkembangan sektor ini (Antara News, 2008). Jenis kegiatan yang
potensial untuk dikembangkan antara lain: tracking, hiking, interpretasi alam dan
lingkungan, outbound, susur gua, bird watching, sepeda gunung, dan fotografi.
Sedangkan untuk kawasan konservasi laut, kegiatannya meliputi: snorkling,
diving, surfing, ski air, dan fotografi.

H. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam

    Keindahan bentang alam hutan diminati sebagai tempat rekreasi sekaligus
relaksasi. Dalam bentuk ekowisata, bentang alam hutan dengan keunikan
panoramanya ini merupakan jenis wisata alternatif yang menawarkan banyak
kelebihan, antara lain: sifatnya yang alami, relatif murah dan tentu saja ramah
lingkungan (Kirsfianti, 2006). Selain itu, hutan yang baik mampu menciptakan
iklim mikro di dalamnya sehingga menjanjikan kenyamanan dan kesejukan bagi
penikmat wisata alternatif ini.

    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dijelaskan bahwa zona pemanfaatan Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pariwisata alam dan rekreasi. Bahkan dalam kawasan Suaka
Margasatwa kita bisa melakukan wisata alam terbatas melalui kegiatan
berkunjung, melihat dan menikmati keindahan alam serta perilaku satwa di
dalamnya dengan syarat tertentu. Kegiatan wisata di kawasan konservasi ini tentu
saja dapat dilakukan dengan tetap memegang teguh kaidah-kaidah konservasi.

I. Pelestarian Hutan

       Membahas tentang hutan, biasanya akan berkaitan dengan pegunungan,
sebab kawasan hutan adalah merupakan kawasan pegunungan . Lahan di
pegunungan yang masih merupakan kawasan hutan adalah lahan yang sangat
banyak memberikan manfaat untuk pertanian , selain itu hutan juga sangat penting
untuk menjaga fungsi lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan penyangga
daerah di bawahnya.

        Istilah pelestarian mengesankan penimbunan, seakan akan gagasan
tersebut hanyalah berarti persediaan tetap cadangan, sehingga ada sesuatu yang
tertinggal untuk masa yang akan datang. Dalam pandangan masyarakat awam
ahli pelestarian terlalu sering digambarkan sebagai orang yang bersifat anti sosial
yang menentang setiap macam pembangunan. Apa yang sebenarnya ditentang
oleh para ahli pelestarian adalah pembangunan yang tanpa rencana yang
melanggar hukum ekologi dan hukum manusia.

       Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah satu penerapan
yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya adalah
memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estitika dan
kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan,
bahan-bahan yang berguna dengan menciptakan siklus seimbang antara panenan
dan pembaharuan (Odum, E. ?)
Kesadaran lingkungan harus ditumbuhkembangkan pada masyarakat sejak
dini . Tekanan sosial dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya
pada sumber daya alam dapat ditumbuhkembangkan melalui upaya pemberian
informasi tentang lingkungan sehingga akan meningkatkan kesadaran lingkungan
masyarakat.

        Menurut Djaenudin, D. 1994 kawasan hutan perlu dipertahankan
berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air serta kebutuhan
sosial ekonomi masyarakat dan Negara. Hutan yang dipertahankan terdiri dari
hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan konservasi, hutan produksi
terbatas dan hutan produksi. Berikut ini pengertian dari berbagai jenis hutan
tersebut, antara lain: (1) Hutan lindung adalah hutan yang perlu dibina dan
dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk
kepentingan hidroorologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi,
memelihara keawetan dan kesuburan tanah baik dalam kawasan hutan
bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya; (2) Hutan suaka
alam adalah hutan yang perlu dipertahankan dan dibina keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan
plasma nutfah dan pengetahuan, wisata dan lingkungan; (3) Hutan wisata adalah
hutan yang dipertahankan dengan maksud untuk mengembangkan pendidikan,
rekreasi dan olahraga; (4) Hutan konservasi adalah hutan yang dipertahankan
untuk keberadaan keanekaragaman jenis plasma nutfah dan tempat hidup dan
kehidupan satwa tertentu; (5) Hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan
untuk menghasilkan kayu hutan yang hanya dapat dieksploitasi secara terbatas
dengan cara tebang pilih serta; (6) Hutan produksi adalah kawasan hutan yang
diperuntukkan sebagai kebutuhan perluasan, pengembangan wilayah misalnya
transmigrasi pertanian dan perkebunan, industry dan pemukiman dan lain-lain.

        Di dalam hutan-hutan tersebut di atas tidak boleh dilakukan kegiatan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi hutan tersebut. Hutan mempunyai fungsi
pelindung terhadap tanah dari tetesan hujan yang jatuh dari awan yang
mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya itu dengan energi tertentu
tetesan hujan akan memukul permukaan tanah dan melepaskan butiran tanah
sehingga akan terjadi erosi percikan.

        Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas
permukaan tanah, aliran air ini mempunyai energi tertentu juga, makin curam dan
panjangnya lereng tempat air mengalir makin besar energinya, energi yang ada
pada aliran permukaan ini akan mengelupaskan permukaan tanah sehingga terjadi
erosi permukaan. Aliran permukaan dapat juga menyebabkan terbentuknya alur
permukaan tanah yang disebut dengan erosi alur.

        Jika ada hutan maka tetesan air hujan akan jatuh pada tajuk-tajuk tanaman
yang ada di hutan tersebut, terlebih lagi bila tajuk tersebut berlapis-lapis sebagian
air hujan tersebut, akan menguap kembali ke udara dan sebagian lagi akan jatuh
ke tanah melalui tajuk- tajuk tanaman dari yang teratas sampai ke tajuk tanaman
yang terendah, akibatnya energi kinetic air hujan tersebut di patahkan atau
diturunkan kekuatannya oleh tajuk- tajuk tanaman yang berlapis tadi, hingga
akhirnya air hujan yang jatuh pada tanah dari tajuk yang terndah energinya hanya
yang kecil saja sehingga kekuatan pukulan air hujan pada permukaan tanah tidak
besar, dengan demikian erosi percikan hanya kecil.

       Sebagian air yang jatuh di tajuk akan mengalir melalui dahan ke batang
pokok dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pokok sampai ke tanah.
Di dalam hutan di atas permukaan tanah terdapat seresah yaitu, daun, dahan dan
kayu yang membusuk. Seresah- seresah tersebut dapat menyerap air dan dapat
membuat tanah mejadi gembur dan membuat air mudah meresap ke dalam tanah.
Karena penyerapan air oleh seresah dan air meresap ke dalam tanah aliran air
permukaan menjadi kecil dengan demikian erosi lapisan dan erosi alur jadi kecil.

        Apabila hutan tidak dipertahankan atau dilestarikan fungsi perlindungan
hutan terhadap tanah akan hilang sehingga akan terjadi erosi bahkan longsor
seperti yang banyak terjadi sekarang ini bila musim hujan datang. Erosi akan
semakin besar dengan besarnya intensitas hujan serta makin curam dan
panjangnya lereng. Akibat adanya erosi kesuburan tanah akan berkurang karena
lapisan atas sudah terkikis dan terbawa oleh air sehingga akan menurunkan
produksi tanaman dan pendapatan petani (Sinukaban, N. 1994).

J. Usaha, Cara Dan Metode Pelestarian Hutan

        Sumber masalah kerusakan lingkungan terjadi sebagai akibat
dilampauinya daya dukung lingkungan, yaitu tekanan penduduk terhadap lahan
yang berlebihan. Kerusakan klingkungan hanyalah akibat atau gejala saja , karena
itu penanggulangan kerusakan lingkungan itu sendiri hanyalah merupakan
penanggulangan yang sistematis, yaitu penanggulangannya harus dilakukan lebih
mendasar yang berarti menanggulangi penyebab dari kerusakan lingkungan.
Karena itu sebab keruskan lingkungan yang berupa tekanan penduduk terhadap
sumber daya alam yang berlebih harus ditangani.

        Usaha, cara, dan metode pelestarian hutan dapat dilakukan dengan
mencegah perladangan berpindah yang tidak menggunakan kaidah pelestarian
hutan , waspada dan hati- hati terhadap api dan reboisasi lahan gundul serta
tebang pilih tanam kembali (Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online
Indonesia, 2006).

       Perladangan berpindah sering dilakukan oleh masyarakat yang bermukim
di pedesaan. Pengaruhnya terhadap pelestarian hutan tidak akan besar karena
mereka dalam melakukan kegiatan pada lahan yang tidak terlalu luas. Cara yang
mereka gunakan biasanya masih tradisional dan usaha taninya bersifat subsisten
dan mereka tidak menetap . Namun untuk perladangan yang luas perlu dilakukan
usaha tani yang memenuhi kaidah-kaidah pelestarian hutan dan harus ada
pencagahan perladangan berpindah.
Seringnya terjadi pembakaran hutan pada lahan-lahan perkebunan yang
besar memberikan dampak yang buruk pada hutan disekitarnya. Oleh sebab itu
perlu dihindari pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran hutan. Kebakaran
hutan juga dapat terjadi bila tidak hati-hati terhadap api, membuang sisa rokok
yang tidak pada tempatnya akan dapat menjadi sumber api, embakar sampah atau
sisa tanaman yang ada di ladang tanpa pengawasan dan penjagaan juga dapat
menjadi sumber kebakaran.

        Biaya yang dikeluarkan untuk reboisasi dan penghijauan sudah sangat
besar namun hasilnya tidak menggembirakan , banyak pohon yang ditanam untuk
penghijauan dan reboisasi dimatikan lagi oleh penduduk karena perpindahan
ladang dan pembukaan lahan baru, untuk itu salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk reboisasi adalah dengan sistem tumpang sari, dalam sistem ini peladang
diperbolehkan menanam tanaman pangan diantara larikan pohon dengan
perjanjian petani memelihara pohon hutan yang ditanam dan setelah kira-kira lima
tahun waktu pohon sudah besar petani harus pindah, namun dalam kenyataan
petani banyak tidak memelihara pohon atau bahkan mematikan pohon tersebut
karena dianggap mengganggu tanaman usaha taninya sehingga tidak jarang
mereka menetap di tempat tersebut.

        Kegagalan penghijauan dan reboisasi dapat dimengerti, karena
penghijauan dan reboisasi itu pada hakikatnya menurunkan daya dukung
lingkungan. Dalam hal penghijauan, pohon ditanam dalam lahan petani yang
digarap, pohon itu mengambil ruas tertentu sehingga jumlah luas lahan yang
tersedia untuk tanaman petani berkurang. Lagipula pohon itu akan menaungi
tanaman pertanian dan akan mengurangi hasil. Oleh sebab itu, petani akan
mematikan pohon atau memangkas pohon tersebut untuk mengurangi naungan
dan mendapatkan kayu bakar.

       Reboisasi mempunyai efek yang serupa seperti penghijauan yaitu,
mengurangi luas lahan yang dapat ditanami oleh petani dan pengurangan produksi
oleh naungan pohon. Jadi jelas dari segi ekologi manusia penghijauan dan
reboisasi sukar untuk berhasil selama usaha itu mempunyai efek menurunkan
daya dukung lingkungan dan menghilangkan atau mengurangi sumber
pencaharian penduduk.

    Promosi dan informasi yang kurang, terbatasnya sarana dan prasarana
penunjang, serta minimnya pendidikan dan pelatihan dalam perencanaan maupun
penyelenggaraan pariwisata alam merupakan beberapa permasalahan yang
menghambat perkembangan sektor ini (Antara News, 2008). Jenis kegiatan yang
potensial untuk dikembangkan antara lain: tracking, hiking, interpretasi alam dan
lingkungan, outbound, susur gua, bird watching, sepeda gunung, dan fotografi.
Sedangkan untuk kawasan konservasi laut, kegiatannya meliputi: snorkling,
diving, surfing, ski air, dan fotografi.
BAB IV
                                  PENUTUP
A. Kesimpulan
   Bumi ini hijau. Dengan hijaunya bumi menjadi salah satu indikator bahwa
keseimbangan lingkungan selalu terjaga. Begitu banyak orang yang peduli dengan
bumi sehingga partisipasi pada hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April begitu
menggeliat. Aksi penanaman sejuta pohon membuktikan bahwa masih dan
bahkan banyak orang yang peduli dengan lingkungan, begitu peduli dengan
bumi sebagai tempat hunian manusia di seluruh penjuru dunia. Sudah selayaknya
bukan bumi ini menjadi perhatian manusia?

    Mengingat bila keseimbangan lingkungan di bumi rusak maka efeknya yang
paling utama akan langsung dirasakan oleh penghuni bumi, salah satunya
manusia. Maka manusia itu selain sebagai faktor penggerak keseimbangan
lingkungan di bumi, manusia juga menjadi korban dari ketidakseimbangan
lingkungan dan sekaligus juga bisa menjadi faktor penyebab dari rusaknya
keseimbangan lingkungan di bumi ini.
    Bila keseimbangan lingkungan terganggu maka akan berimbas pada
keseluruhan sistem yang ada. Bukan rahasia lagi kalau hutan memiliki fungsi
yang begitu besar dalam keseimbangan lingkungan. Dengan adanya hutan, sistem
tata air menjadi seimbang, akar-akar tanaman yang terdapat dalam hutan sangat
berperan dalam menyerap kelebihan air, terutama pada musim penghujan
sehingga banjir dapat dicegah.
    Fungsi hutan sebagai penampung zat karbondioksida sangat dirasakan oleh
semua penghuni bumi, seperti manusia dan tumbuh-tumbuhan.
Mengapa?Tentunya kita mengetahui bahwa karbondioksida merupakan zat
beracun. Zat ini sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dalam melakukan fotosintesis.
Secara kimia, reaksi fotosintesis akan menghasilkan glukosa dan oksigen.
Oksigen yang dihasilkan dalam fotosintesis begitu dibutuhkan oleh manusia untuk
bernafas. Maka dapat disimpulkan betapa pentingnya keberadaan hutan, salah
satunya melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuh-tumbuhan.
    Namun, sungguh amat disayangkan bila di media publikasi tergambar bahwa
hutan mulai terkikis. Kehijauan hutan yang menjadi pesonanya mulai terusik.
Adanya tangan-tangan tak bertanggungjawab yang menjamahnya secara liar,
 tanpa pernah memikirkan efek yang dahsyat dikemudian hari. Yang ada dipikiran
para penjamah hanyalah keuntungan sesaat dan sepihak.
    Tangan-tangan yang tak bertanggungjawab ini sesukanya melakukan
penebangan hutan secara liar. Ya..pasti, telinga kita tak akan asing lagi dengan
kata illegal logging, atau pembalakan liar.
    Pembalakan liar atau yang dikenal dengan sebutan illegal logging merupakan
tindakan yang memiliki efek yang sangat signifikan terhadap lingkungan sekitar.
Mengapa? ini berkaitan dengan fungsi hutan yang sangat penting yaitu salah
satunya berperan dalam pengaturan tata air.
Pemikiran sederhananya adalah begini, ketika kita tak sengaja menumpahkan
air di meja makan atau di lantai keramik, maka selama kita tak segera
memberhentikan aliran air tersebut, maka air yang tertumpah ini akan terus
mengalir ke seluruh permukaan meja atau lantai. Akan sampai dimana aliran air
itu berhenti?jawabannya tak jelas, selama air itu masih terus mengalir bisa jadi ke
seluruh permukaan yang tertumpah tadi. Bisa dibayangkan bila tumpahan air itu
relatif banyak! Wah..tak terbayangkan bagaimana basahnya area tersebut.
    Begitu juga di dunia nyata. Sama kasusnya seperti air yang tertumpah tersebut.
Ketika turun hujan, atau pada musim hujan, pasti banyak sekali aliran air dari
langit. Nah..kalau banyak hutan yang mengalami pembalakan liar, kira-kira aliran
air hujan itu akan tertimbun kemana?Tak ada lagi hutan yang menyerap kelebihan
air hujan tersebut. Maka apakah yang akan terjadi??Secara kasat mata, banjirlah
kemungkinan yang akan memenuhi pandangan mata.

B. Saran
     Dari pemikiran sederhana saja, kita semua dapat memahami betapa
pentingnya hutan bagi kehidupan kita semua. Keberadaan hutan menyebabkan
kelebihan air dapat diserap. Tak akan ada air yang tergenang di permukaan bumi
yang dalam skala besar dapat menyebabkan banjir. Dengan adanya hutan, maka
fungsi keseimbangan lingkungan akan terjaga, seperti yang telah dipaparkan pada
paragraf-paragraf di atas. Hijaunya hutan pun menjadi pemandangan yang sedap
di mata. Dan bukan tak mungkin dapat dijadikan sumber pendapatan negara,
contoh sederhana, salah satunya sebagai hutan wisata.
     Kasus pembalakan liar seperti digambarkan pada paragraf sebelumnya
merupakan otoritas pemerintah untuk menanganinya. Kita, sebagai penduduk di
negeri ini tak dapat berbuat banyak untuk mencegah atau bahkan menghakimi
tindakan para pelaku. Akan tetapi, sebagai bagian dari penduduk bumi, kita bisa
ikut berperan dalam menghijaukan bumi ini, contoh sederhananya adalah dengan
ikut berpartisipasi dalam penanaman pohon. Hal yang sederhana bukan?
     Saya yakin, tak perlu seorang yang ahli untuk menanam sebuah tanaman, tiap
orang pasti bisa asal mereka mau belajar. Menanam saja sangat berarti bagi
hijaunya bumi ini. Tak perlu kita berkoar-koar menghujat para pelaku pembalakan
liar, yang akibat tindakan mereka begitu berimbas pada semua penduduk bumi.
Namun, kita cukup memiliki kesadaran dari diri sendiri untuk ikut
menghijaukan bumi, meski hanya sebuah tanaman. Kelak, dengan berjalannya
waktu satu buah tanaman ini akan tumbuh dan berkembang menjadi pohon besar
yang bermanfaat bagi hijaunya bumi.
     Bayangkan! Bila satu orang saja memiliki kesadaran ini, efeknya pasti dapat
dirasakan. Bagaimana bila tiap-tiap individu di negeri ini memiliki kesadaran
yang serupa?Pasti hijaunya bumi bukanlah angan-angan semata, lambat laun hijau
tersebut akan menjadi realita. Dan, bila bumi ini menjadi hijau, siapa lagi yang
akan merasakan keuntungannya secara langsung?jawabnya, pasti semua
mengetahuinya:) Ya, kita semua sebagai penghuni bumi ini yang secara langsung
dapat merasakannya.
DAFTAR PUSTAKA



Sylviani, 2006 Kajian Distribusi Biaya Dan Manfaat Hutan Lindung Sebagai
Penyedia Air.

Tim Evaluasi Tarif Dasar. 2002. Usulan Komperehensif Pembiayaan Pengelolaa
Sumberdaya Air di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas. Tim Evaluasi Tarif Dasar
Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan-Dept
Kimpraswil. Tidak Diterbitkan.

Dinas Kehutanan Jatim. Bahan Konsultasi Publik Draft Raperda Pengelolaan Jasa
Lingkungan Sumberdaya Hutan. Kerjasama dengan MFP dan DFID, 2006

Kirsfianti, 2006 Kajian Optimal Luas, Jenis dan Proporsi Vegetasi serta Posisi
Hutan Lindung Terhadap Produksi Air di DAS

Anonim. 2008. Mengoptimalkan Kawasan Konservasi sebagai Tujuan Wisata
Alam. Jakarta: Antara News

Ginoga, Kirsfianti. 2006. Imbalan Jasa Lingkungan Hutan: Dari Inisiatif Lokal ke
Realisasi Nasional. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi IV tahun 2006

Rusmantoro, W., 2003. Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Artikel Internet dalam
Spektrum Online.

Suryatmojo, Hatma. 2005. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan.
Yogyakarta: Publikasi Penelitian Fakultas Kehutanan UGM

Kodoatie, R.J. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Andi Offset.
Yogyakarta.

Morison Guciano, 2009. Ihwal Komitmen Pelestarian Hutan. Harian Kompas.
http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/11/30/

(http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/lingkungan-hidup-kerusakan-
lingkungan-pengertian-kerusakan-linkungan-dan-pelestarian-.htm)

More Related Content

What's hot

Degradasi dan lingkungan hidup
Degradasi dan  lingkungan hidupDegradasi dan  lingkungan hidup
Degradasi dan lingkungan hidupPermana Putera
 
Ppt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyaPpt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyarizka_pratiwi
 
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINKLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINOpissen Yudisyus
 
HIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTANHIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTANEDIS BLOG
 
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTANEKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTANEDIS BLOG
 
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Novia Tri Handayani S
 
Jasa lingkungan laut
Jasa lingkungan lautJasa lingkungan laut
Jasa lingkungan lautDoi Selviani
 
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)npgkuja
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUREDIS BLOG
 
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitabilityMakalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitabilityBondan the Planter of Palm Oil
 
Laporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutanLaporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutanabdul gonde
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
 
konservasi keanekaragaman hayati
konservasi keanekaragaman hayatikonservasi keanekaragaman hayati
konservasi keanekaragaman hayatihanna234
 
Produksi jasa sumberdaya hutan
Produksi jasa sumberdaya hutanProduksi jasa sumberdaya hutan
Produksi jasa sumberdaya hutanabdul samad
 

What's hot (20)

Degradasi dan lingkungan hidup
Degradasi dan  lingkungan hidupDegradasi dan  lingkungan hidup
Degradasi dan lingkungan hidup
 
Mangrove power point
Mangrove power pointMangrove power point
Mangrove power point
 
Ppt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannyaPpt manusia dan lingkungannya
Ppt manusia dan lingkungannya
 
Hutan adat
Hutan adat Hutan adat
Hutan adat
 
Ekologi dan ilmu lingkungan
Ekologi dan ilmu lingkunganEkologi dan ilmu lingkungan
Ekologi dan ilmu lingkungan
 
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAINKLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
KLASIFIKASI SUMBER DAYA ALAM DAN HUBUNGAN SATU SAMA LAIN
 
HIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTANHIDROLOGI HUTAN
HIDROLOGI HUTAN
 
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTANEKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
 
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
 
Jasa lingkungan laut
Jasa lingkungan lautJasa lingkungan laut
Jasa lingkungan laut
 
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)
Tebang pilih tanam indonesia (TPTI)
 
MACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAURMACAM MACAM DAUR
MACAM MACAM DAUR
 
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitabilityMakalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
Makalah_42 Klasifikasi tanah berdasarkan capability dan suitability
 
Ciri ciri pertanian
Ciri ciri pertanianCiri ciri pertanian
Ciri ciri pertanian
 
Ekologi tumbuhan
Ekologi tumbuhanEkologi tumbuhan
Ekologi tumbuhan
 
Laporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutanLaporan inventarisasi hutan
Laporan inventarisasi hutan
 
Hutan hujan tropis
Hutan hujan tropisHutan hujan tropis
Hutan hujan tropis
 
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATAN
 
konservasi keanekaragaman hayati
konservasi keanekaragaman hayatikonservasi keanekaragaman hayati
konservasi keanekaragaman hayati
 
Produksi jasa sumberdaya hutan
Produksi jasa sumberdaya hutanProduksi jasa sumberdaya hutan
Produksi jasa sumberdaya hutan
 

Viewers also liked

Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusakMakalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusakSeptian Muna Barakati
 
makalah Lingkungan
makalah Lingkunganmakalah Lingkungan
makalah LingkunganEndang Manik
 
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuMakalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuعفان الغفري
 
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...sailendrahendra
 
2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerjaTesya Suha Berra
 
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".Manado State University
 
makalah tentang sampah dan penanggulangannya
makalah tentang sampah dan penanggulangannyamakalah tentang sampah dan penanggulangannya
makalah tentang sampah dan penanggulangannyaElva Kurniasari
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahRizki Widiantoro
 
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIAMakalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIANaila Rosyidah
 

Viewers also liked (10)

Laporan csr
Laporan csrLaporan csr
Laporan csr
 
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusakMakalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
Makalah pelestarian lingkungan yang telah rusak
 
makalah Lingkungan
makalah Lingkunganmakalah Lingkungan
makalah Lingkungan
 
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayuMakalah bambu hasil hutan bukan kayu
Makalah bambu hasil hutan bukan kayu
 
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...
Paper hendra saputra 1201112514 matakuliah administrasi perpajakan dan prakti...
 
2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja
 
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".
Makalah "Pengolahan Sampah menjadi Pupuk Kompos".
 
makalah tentang sampah dan penanggulangannya
makalah tentang sampah dan penanggulangannyamakalah tentang sampah dan penanggulangannya
makalah tentang sampah dan penanggulangannya
 
Makalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbahMakalah pengolahan air limbah
Makalah pengolahan air limbah
 
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIAMakalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
Makalah SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
 

Similar to HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN

Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5necromotion
 
Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Nova DiLa
 
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptxTuryadi3
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RFadLi AmiGo
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanhenengsuseno
 
Tugas ips nadya
Tugas ips nadyaTugas ips nadya
Tugas ips nadyanadyavero
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Yadhi Muqsith
 
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docx
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docxTUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docx
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docxJUMINTENSARI1
 
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdf
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdfHutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdf
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdfvitodery
 
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptx
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptxPontesi sumber daya alam di Indonesia .pptx
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptxAlexErwin7
 
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik HutanTerjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik HutanEDIS BLOG
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasdenotsudiana
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiJackAbidin
 

Similar to HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN (20)

Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5Pembahasan Tugas 3.5
Pembahasan Tugas 3.5
 
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
Isi menjaga , melestarikan setetes sumber mata air,
 
Kerusakan hutan
Kerusakan hutanKerusakan hutan
Kerusakan hutan
 
Mamfaat hutan
Mamfaat hutan Mamfaat hutan
Mamfaat hutan
 
Sumber Daya Hutan 2.pptx
Sumber Daya Hutan 2.pptxSumber Daya Hutan 2.pptx
Sumber Daya Hutan 2.pptx
 
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx
5. POTENSI SDA dan Sumber daya alam HUTAN.pptx
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Makalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli RMakalah ekonomi sdh Fadli R
Makalah ekonomi sdh Fadli R
 
Hutan 4
Hutan 4Hutan 4
Hutan 4
 
Makalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutanMakalah upaya pelestarian hutan
Makalah upaya pelestarian hutan
 
Tugas ips nadya
Tugas ips nadyaTugas ips nadya
Tugas ips nadya
 
Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1Makalah kerusakn hutan 1
Makalah kerusakn hutan 1
 
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docx
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docxTUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docx
TUGAS AKHIR MAKALAH HIDROLOGI JUMINTEN SARI.docx
 
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdf
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdfHutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdf
Hutan Lindung_ Pengertian, Fungsi, dan Lokasinya di Indonesia.pdf
 
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptx
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptxPontesi sumber daya alam di Indonesia .pptx
Pontesi sumber daya alam di Indonesia .pptx
 
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik HutanTerjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
Terjemahan bab 7 forest hidrologi Karakteristik Hutan
 
Bab i konserling
Bab i konserlingBab i konserling
Bab i konserling
 
Kebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan dasKebijakan pengelolaan das
Kebijakan pengelolaan das
 
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandiMakalah kawasan konservasi ahmad afandi
Makalah kawasan konservasi ahmad afandi
 
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
Prospek dan kendala pembangunan wilayah pesisir berbasis pembudidayaan mangro...
 

HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN

  • 1. “HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN” Oleh : ASRUL AMAR M11112001 FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012
  • 2. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lingkungan B. Pengertian Manusia BAB III PEMBAHASAN A. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan B. Hutan Bagi Kehidupan C. Hutan Lindung Sebagai Pengatur Tata Air D. Identifikasi Para Pengguna Jasa Air E. Identifikasi Para Pengelola Kawasan Di Hulu Sebagai Penyedia Air F. Kompensasi Insentif Hulu Hilir Di Kawasan Lindung G. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan H. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam I. Pelestarian Hutan J. Upaya Pelestarian Hutan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
  • 3. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat dan Izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “HUTAN PENGHASIL JASA LINGKUNGAN” Makalah ini disusun dengan maksud untuk memberikan pengetahuan baru kepada semua pihak tanpa terkecuali. Adapun makalah ini mengacu pada prinsip- prinsip ilmiah dengan mengutamakan hal-hal yang real dan pemahaman teori-teori yang bersifat ilmiah, Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak dapat luput dari kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat saya harapkan demi penyempurnaan dan perbaikan makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam pemeliharaan hutan, agar hutan dapat dirawat dan dilestarikan secara baik dan benar. Makassar, oktober 2012 Penulis
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak pihak yang prihatin dan mengkaitkan banjir, longsor ataupun krisis air dengan semakin berkurangnya hutan yang pada giliran juga mengurangi jasa lingkungan (baca : pengamanan) yang diberikan hutan bagi kita. Berkurangnya hutan bisa terjadi karena masih rendahnya “penghargaan” kita terhadap nilai hutan. Begitu pentingkah jasa lingkungan hutan (yang umumnya terletak di daerah hulu Daerah Aliran Sungai(DAS)) bagi kehidupan kita, khususnya bagi ma- syarakat yang berada di daerah tengah dan hilir DAS, yang umumnya sudah jadi daerah pemukiman dan pusat pertumbuhan ekonomi?. Berbicara tentang jasa lingkungan hutan, maka paling tidak ada empat jenis jasa lingkungan hutan yang sedang hangat dibicarakan saat ini, yaitu jasa lingkungan hutan dalam menyediakan air (pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai pengatur tata air); pariwisata alam (pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyedia bentang alam); pemanfaatan jasa lingkungan hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon dalam mengurangi global warming; dan pe- manfaatan jasa lingkungan hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati. Tulisan ini membatasi pembahasan hanya pada jenis pertama, yaitu jasa lingkungan hutan dalam mengatur tata air, atau yang sering juga dikatakan sebagai jasa hidrologis hutan, dan merupakan jasa lingkungan penting yang dihasilkan hutan. Suatu DAS dapat dibagi atas daerah hulu (umumnya didominasi hutan dan merupakan daerah pedesaan dengan topografi curam), daerah tengah dan daerah
  • 5. hilir (topografi landai). DAS bagian hulu, pada umumnya dapat dipandang sebagai ekosistem pedesaan dengan komponen utama hutan, sawah/ladang/kebun, sungai dan desa, mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem DAS, dari hulu hingga ke hilir. Bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang setelah menampung dan menyimpan air lalu mengalirkan airnya ke daerah tengah dan hilir hingga muara. Bila hutan di daerah hulu masih baik, maka air hujan yang jatuh di hulu sebagian akan diserap oleh hutan, menjadi cadangan air dan me- ngalirkannya pada musim kemarau. Namun bila hutan di hulu sudah terbuka dan rusak, maka air hujan yang jatuh di daerah hulu akanlangsung menjadi aliran permukaan, yang apabila jumlahnya melebihi alur sungai, akan menjadi banjir. Sehingga keterkaitan hulu dan hilir DAS sangat erat. Daerah hilir tidak mungkin mendapatkan kesinambungan pasokan air dengan kuantitas dan kualitas yang memadai apabila kondisi ekosistem daerah hulu (baca: hutan) yang menjadi daerah resapan airnya terganggu atau rusak. Apabila terjadi gangguan terhadap ekosistem hulu yang menjadi resapan air, maka tanggung-jawab semestinya tidak hanya dipikul oleh masyarakat hulu akan tetapi juga merupakan tanggung-jawab masyarakat hilirnya. Kenapa demikian? Aliran air yang keluar dari areal hutan, baik melalui sungai-sungai ataupun mata air, telah digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan air minum, irigasi pertanian, industri, sanitasi lingkungan, ekosistem dan sebagainya, dan berpengaruh terhadap kegiatan konsumsi dan ekonomi, walaupun banyak pihak pengguna air tidak menyadarinya.
  • 6. Besarnya nilai manfaat hidrologis hutan sampai kini belum banyak dihargai secara semestinya oleh publik. Air dinilai sangat rendah karena dianggap sebagai barang publik dengan akses terbuka (open access). Hal ini terlihat dengan me- ningkatnya degradasi hutan, bahkan kegiatan konservasi dianggap sebagai uang keluar (cost center). Pengguna air banyak yang tidak menyadari nilai hidrologis hutan yang selama ini menyangga kehidupannya, bahkan oleh para pengguna air yang menggunakan air sebagai input utama dalam proses produksinya. Misalnya Perusahaan Air Minum, PLTA, pengusaha air isi ulang yang sekarang kian menjamur, juga pabrik-pabrik yang menggunakan air sebagai input utama dalam proses pro- duksinya. Pernahkah mereka memikirkan untuk melestarikan hutan sebagai daerah tang- kapan dan resapan air, yang akan menjadi sumber air kehidupan usahanya? Sa- darkah mereka bahwa bila hutan rusak artinya kelangsungan usahanya juga akan terancam?. Dengan makin pentingnya sumberdaya air, maka semestinya makin menyadarkan para pengguna air tentang pentingnya kelestarian ekosistem hutan sebagai processing area/catchment area yang menghasilkan air sebagai jasa hidrologisnya. Para pengguna air harusnya ikut berkontribusi terhadap pelestarian hutan sebagai bentuk penghargaan mereka terhadap nilai jasa hutan yang telah menyangga kehidupannya. Lalu berapakah nilai jasa hidrologis hutan? Orang yang pernah merasakan dahsyatnya bahaya banjir dan longsor atau menderita karena kekeringan, secara sadar mereka akan akan menjawabnya: “berapa rupiahkah Anda mau membayar (willingness to pay) agar tempat tinggal anda tidak terkena banjir atau agar pada musim kemarau anda tidak sengsara karena kekurangan air”.
  • 7. Willingness to pay (WTP) atau kesediaan membayar adalah salah satu proksi untuk menaksir nilai ekonomi barang atau jasa yang “abstrak” seperti nilai jasa hidrologis hutan, yang apabila respondennya cukup besar akan lebih mampu menyajikan taksiran nilainya (nilai ekonomi). Dilihat dari perspektif teori Ekonomi Sumber Daya Hutan, nilai hutan bisa diklasifikasikan menurut manfaatnya bagi kesejahteraan manusia. Pertama, manfaat yang dihasilkan berupa barang dan jasa komersial (yang bisa diperjual belikan dipasar). Kedua, manfaat barang terutama jasa yang tidak laku atau tidak diperjualbelikan di pasar komersial. Manfaat pertama antara lain adalah kayu, rotan, getah, dan sebagainya, yang nilainya bisa langsung ditaksir dengan nilai harga pasar komersialnya. Manfaat kedua sebagian besar memang tidak atau belum mampu diubah menjadi produk jasa dan barang komersial, dan peranannya dalam perekonomian bisa hanya terlihat laksana satpam, yang kerjanya hanya duduk, jalan sedikit dan lihat-lihat. Sepintas, satpam nampak tidak produktif karena memang tidak bekerja menghasilkan suatu produk tertentu, menggaji satpam sekilas menjadi merugikan. Namun apabila satpam dihilangkan dari tempat tugasnya, resiko gangguan keamanan yang dijaganya tentunya akan meningkat. Kalau itu terjadi nilai kerugian yang akan ditanggung bisa lebih besar daripada nilai gaji satpam. Demikian juga halnya manfaat hutan bagi manusia dalam hal jasa yang tidak langsung mendatangkan manfaat komersial, misalnya dalam fungsinya sebagai pengatur tata air dan keseimbangan ekosistem pada suatu DAS sebagai jasa lingkungan DAS, yang sangat sulit diukur kemanfaatannya bagi manusia. Analog dengan fungsi satpam tersebut, manfaat hutan sebagai pengatur tata air dan keseimbangan ekosistem akan sangat jelas terlihat apabila seluruh hutan terutama di daerah hulu DAS dirusak. Dampak kerusakan hutan tersebut pada
  • 8. sistem perekonomian akan lebih besar daripada nilai komersial barang apapun yang bisa diperoleh dari hutan. Nilai kerugian yang ditimbulkannya dapat dikatakan sebagai nilai jasa lingkungan hutan. Nilai manfaat kedua ini belum banyak diapresiasi masyarakat, karena tidak mudahnya meyakinkan masyarakat untuk menghargai seluruh benda-benda yang merupakan kepentingan bersama (public goods), yang kalau rusak akan mendatangkan kesulitan bersama. Jadi, berapakah nilai jasa lingkungan hutan? Hal ini akan sangat tergantung kepada preferensi konsumen (Willingness to Pay – WTP) dan tingkat peradaban (kebudayaan) masyarakat. Semakin maju kebudayaan suatu bangsa, akan semakin tinggi juga penghargaan yang diberikan guna kelestarian public goods itu termasuk kepada hutan, sehingga kesediaan membayar (willingness to pay) jasa hutan akan semakin besar. Darusman dan Widada (2004) menyebutkan bahwa terdapat lima prinsip yang menegaskan sinergisitas antara kegiatan konservasi dengan pembangunan ekonomi. Pertama, konservasi merupakan landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, tanpa adanya jaminan ketersediaan sumberdaya alam hayati, maka pembangunan ekonomi akan terhenti. Kedua, ekonomi merupakan landasan pembangunan konservasi yang berkelanjutan, tanpa adanya manfaat ekonomi bagi masyarakat secara berkelanjutan, dapat dipastikan program konservasi akan terhenti karena masyarakat tidak peduli. Ketiga, kegiatan korservasi dan ekonomi, keduanya bertujuan meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Keempat, dengan pengetahuan konservasi, maka manusia akan lebih mampu memahami kompleksitas ekosistem alami sehingga menyadari, bahwa sumberdaya alam perlu dikelola secara hati-hati dan dengan hati nurani agar tetap lestari meskipun sumberdaya alam tersebut dimanfaatkan secara terus menerus.
  • 9. Kelima, dengan pengetahuan ekonomi, manusia akan mampu menentukan pilihan-pilihan aktifitas ekonomi yang paling rasional dalam menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup danmeningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan. Berdasarkan kelima prinsip tersebut, konservasi ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi masyarakat sekaligus mempertahankan sistem penyangga kehidupan. Dan tentunya harus diapresiasi dengan baik sehingga hutan bisa memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat sekitar hutan. B. Rumusan Masalah Peran Hutan Sebagai Penyeia Jasa Lingkungan Upaya – Upaya Pelestarian Hutan
  • 10. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lingkungan Lingkungan hidup biasa juga disebut dengan lingkungan hidup manusia (human environment) atau dalam sehari-hari juga cukup disebut dengan "lingkungan" saja. Unsur-unsur lingkungan hidup itu sendiri biasa nya terdiri dari: manusia, hewan, tumbuhan, dll. Lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Istilah lingkungan hidup, dalam bahasa Inggris disebut dengan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan Millieu, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut dengan I'environment. Berikut ini adalah pengertian dan definisi lingkungan hidup menurut para ahli: 1) PROF DR. IR. OTTO SOEMARWOTO Lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita 2) S.J MCNAUGHTON & LARRY L. WOLF Lingkungan hidup adalah semua faktor ekstrenal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengarui kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme 3) MICHAEL ALLABY Lingkungan hidup diartikan sebagai: the physical, chemical and biotic condition surrounding and organism. 4) PROF. DR. ST. MUNADJAT DANUSAPUTRO, SH Lingkungan hidup sebagai semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya. 5) SRI HAYATI Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan keadaan mahluk hidup. termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya 6) JONNY PURBA Lingkungan hidup adalah wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai
  • 11. Lingkungan adalah suatu media dimana makhuk hidup tinggal, mencari penghidupannya, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih kompleks. Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial . Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Pengertian lain dari lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah, lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta hewan-hewan yang ada disekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara , meja kursi, papan tulis, gedung sekolah , dan berbagai macam benda mati yang ada disekitar. Seringkali lingkungan yang terdiri dari sesama manusia disebut juga sebagai lingkungan sosial . Lingkungan sosial inilah yang membentuk sistem pergaulan yang besar peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu disekitar subjek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal- hal yang terkait dengan : tanah, udara, air, sumber daya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas merencanakan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan. Dalam pembahasan manajemen tidak lepas pada masalah lingkungan yang dihadapi oleh seorang manager. Perbedaan dan kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap konsep dan teknik serta keputusan yang akan diambil. Ada dua macam faktor lingkungan, yaitu : 1. Faktor Lingkungan Internal yaitu lingkungan yang ada didalam usahanya saja. 2. Faktor Lingkungan Eksternal yaitu unsur-unsur yang berada diluar organisasi, dimana unsure-unsur ini tidak dapat dikendalikan dan diketahui terlebih dahulu oleh manager, disamping itu juga akan mempengaruhi manager didalam pengambilan keputusan yang akan dibuat. Unsur-unsur lingkungan eksternal organisasi contohnya yaitu perubahan ekonomi, paraturan pemerintah,
  • 12. perilaku konsumen, perkembangan teknologi, politik dan lainnya. Lingkungan eksternal dibagi menjadi dua yaitu :  Lingkungan eksternal mikro yaitu lingkungan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kegiatan manajemen yang terdiri atas penyedia, langganan, para pesaing, lembaga perbankan dan lainnya.  Lingkungan eksternal makro yaitu lingkungan yang mempunyai pengaruh tidak langsung, seperti kondisi perekonomian, perubahan teknologi, politik, sosial dan lain sebagainya. B. Pengertian Manusia Manusia adalah makhluk hidup ciptaan tuhan dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam, mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, serta terkait dan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan timbal balik positif maupun negatif. Manusia adalah makhluk yang terbukti berteknologi tinggi. Ini karena manusia memiliki perbandingan massa otak dengan massa tubuh terbesar diantara semua makhluk yang ada di bumi. Walaupun ini bukanlah pengukuran yang mutlak, namun perbandingan massa otak dengan tubuh manusia memang memberikan petunjuk dari segi intelektual relatif. Manusia atau orang dapat diartikan dari sudut pandang yang berbeda-beda, baik itu menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin untuk manusia) yang merupakan sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Manusia juga sebagai mahkluk individu memiliki pemikiran-pemikiran tentang apa yang menurutnya baik dan sesuai dengan tindakan-tindakan yang akan diambil. Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.
  • 13. BAB II PEMBAHASAN Hutan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena hutan memberikan sumber kehidupan bagi kita semua. Hutan menghasilkan air dan udara bersih (oksigen/O2) yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Hutan juga memberikan beragam hasil hutan yang bermanfaat. Hutan menurut UU no. 41/ 1999 tentang Kehutanan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan(?) lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (ada foto atau ilustrasi hutan) Beragam Manfaat Hutan 1. Mengatur Iklim Hutan mengatur serapan dan pelepasan karbon yang mempengaruhi perubahan iklim. Hutan menyerap karbon dioksida (CO2/udara kotor) dan menghasilkan oksigen (O2/udara bersih).. Karbon dioksida mempunyai peranan penting dalam menjaga suhu bumi. Ilustrasi dalam kotak: hidung yang bernapas menghirup O2 (oksigen/udara bersih) dan hidung yang menghembuskan CO2 (karbon dioksida/udara kotor). Ilustrasi: efek rumah kaca Ketika matahari bersinar, pohon „memasak makanannya‟ dengan menghirup dan mengubah karbon dioksida (CO2) menjadi karbohidrat dan melepaskan oksigen (O2) ke alam. Makanan (karbohidrat) lalu disimpan dalam daun, ranting, cabang, batang, dan akar sehingga membuat pohon tumbuh makin besar dan tinggi. Hutan yang lestari dapat menyerap lebih banyak karbon (C). Ilustrasi: stok karbon di hutan 2. Menyediakan Jasa Lingkungan Hutan juga memberikan jasa lingkungan ( seperti sumber air, penghasil oksigen, mencegah banjir)bagi kita. Hutan menyediakan udara yang kita hirup. Hutan juga mengatur keadaan cuaca.
  • 14. Pohon-pohon hutan mengatur tata air. Hutan menyimpan air pada saat kemarau dan mencegah banjir musim musim penghujan. Di daerah pesisir, hutan menahan masuknya air asin ke daratan. Ini sangat penting untuk mendukung usaha pertanian di daerah pantai. Hutan rawa gambut yang terjaga mengandung 90% air tawar yang mampu „mendorong‟ air asin. (foto: hutan bakau – hutan gambut) 3. Tempat hidup satwa Hutan merupakan tempat hidup beragam satwa liar. Diantaranya orangutan, bekantan, burung enggang. Hutan dengan keragaman satwa yang tinggi penting untuk menjaga kelestarian alam. (foto: orangutan ) 4. Menyediakan hasil hutan bukan kayu Hutan juga menyediakan hasil hutan selain kayu seperti buah, biji, pandan, rotan, damar, madu dan lain lain. Hasil hutan bukan kayu ini biasa dipungut untuk dimanfaatkan langsung oleh masyarakat setempat i ataupun untuk diperjualbelikan. Pandan misalnya, biasa dimanfaatkan oleh perempuan di sekitar hutan untuk membuat anyaman (tikar, bakul, tampi, capan dan penangkin) yang digunakan untuk keperluan sendiri maupun dijual untuk menambah penghasilan keluarga. (foto: tikar – tanaman pandan – perempuan pengrajin) 5. Sumber makanan Hutan menyediakan makanan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Hutan menyediakan sumber protein,bermacam buah dan biji. Berbagai jenis ikan yang ada di sungai dan danau di dalam dan sekitar hutan membantu pemenuhan kebutuhan protein hewani keluarga masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Masyarakat juga memanen ikan-ikan sungai untuk dijual guna menambah penghasilan. (foto: orang nangkap ikan di sungai – ikan sungai hasil tangkapan) 6. Penghasil obat-obatan Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya nabati, serta pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat. Di Indonesia, setidaknya terdapat 1000 jenis tumbuhan berkhasiat obat misalnya seperti jahe-jahean
  • 15. (Zingerberacea) dan akar kelaik. Dukun atau bidan kampung memanen tanaman obat untuk melancarkan proses persalinan ataupun pengobatan anak. (foto atau ilustrasi contoh tanaman obat hutan) 7. Bagian yang tak terpisahkan dari budaya Hutan menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat. Hutan dan beragam isinya merupakan bagian penting dalam tradisi dan budaya masyarakat adat Dayak. Masyarakat adat Dayak Kanayantn, Bidayuh dan Iban meyakini Jubata atau Puyang Gana (Roh Penguasa Alam) bersemayam di hutan. Pada adat berladang, adat penyembuhan dan adat berpantang, hutan menyediakan peralatan ritual adat dan bahan ramuan obat. Hutan juga diyakini merupakan tempat tinggal Roh-Roh para leluhur. Roh-roh ini tinggal dipepohonan besar dalam kawasan hutan yang lebat. Pada masyarakat adat Melayu, setelah panen padi akan dilakukan acara Sapat Taon, dimana petani ramai-ramai membuat ancak berisi ketupat yang diletakkan di hutan. Masyarakat adat juga membaca kondisi alam seperti suara burung dan angin, untuk menentukan waktu bercocok tanam maupun mengetahui tanda merebaknya wabah penyakit. 8. Mengendalikan penyakit Hutan mengatur aliran air dan mengurangi genangan air sehingga membatasi pembiakan beberapa penyebab penularan penyakit tertentu, misalnya malaria. 9. Menyediakan bahan bakar (kayu bakar) 10. Menyediakan kayu untuk bahan baku bangunan Apa yang Terjadi Jika Hutan Hilang? 1. Banjir saat musim penghujan dan kekeringan saat musim kemarau. Tanpa hutan, tidak ada pohon yang dapat menahan air tanah. Akibatnya, pada saat musim hujan sungai-sungai akan meluap dan menyebabkan banjir. Di saat kemarau terjadi kekeringan. Sumur-sumur kering dan kita kesulitan mencari air bersih. Tiap musim kemarau, kita terpaksa mengangkut air dari tempat yang jauh untuk kebutuhan sehari-hari. (foto: antrian air di pematang) 2. Masuknya air laut ke daratan (intrusi) Di daerah pantai, ini akan menyebabkan air tanah menjadi asin dan merusak tanaman pertanian. Kondisi yang paling parah adalah gagal panen. 3. Hilangnya mata pencaharian masyarakat
  • 16. Ketiadaan hutan akan menyebabkan hilangnya mata pencaharian masyarakat. Perempuan tidak bisa lagi mendapatkan tambahan penghasilan dari menganyam pandan. Menurunnya potensi ikan sungai dan danau yang merugikan nelayan. Pendapatan dari panen madu lebah hilang. 4. Merebaknya hama yang bisa mengakibatkan gagal panen (contoh: belalang) 5. Hilangnya budaya lokal Tanpa hutan acara-acara adat yang terkait dengan hutan tidak bisa dilakukan. Identitas suatu masyarakat adat pun pelan-pelan akan hilang. 6. Hilangnya tempat tinggal satwa dan berbagai tumbuhan penting Hutan perlu dimanfaatkan secara bijaksana, agar manfaatnya dapat terus menerus dirasakan. Hutan yang terjaga akan menjamin kehidupan keturunan kita menjadi lebih baik. Jagalah hutan mulai sekarang, demi masa depan yang lebih baik. A. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Kajian tentang peran hutan dalam pengendalian daur air dan longsor lahan sangat diperlukan sebagai suatu proses dalam pengenalan dan pemahaman fungsi hutan yang sangat beragam. Diharapkan mahasiswa semakin memahami bahwa peran dan fungsi hutan tidak hanya sebagai penghasil hasil hutan yaitu kayu saja akan tetapi ada fungsi-fungsi lain dari hutan yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi lingkungan dan manusia itu sendiri. Peran hutan yang penting dan menjadi materi utama dalam bagian ini adalah sebagai penyedia jasa lingkungan melalui perannya dalam mengendalikan daur air kawasan dan perannya dalam mengendalikan longsor lahan. Sangat banyak harapan yang ditopangkan kepada hutan di dalam rangka pengendalian daur air suatu kawasan. Hal ini disebabkan karena secara keseluruhan peran hutan dengan vegetasinya banyak yang bisa diharapkan, walaupun peran tersebut sangat dibatasi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Sifat pertumbuhannya yang dinamik yang tergantung kepada waktu dan musim. 2. Nilai perannya juga ditentukan oleh struktur hutannya, luasnya, komposisi jenisnya, keadaan pertumbuhannya serta letaknya. 3. Nilai perannya untuk suatu keadaan ekosistem hutan tertentu juga dibatasi oleh iklim, keadaan geologi, geomorfologi dan watak tanahnya. Secara lebih rinci peran hutan dapat diterangkan sebagai berikut (Pusposutardjo, 1984) :
  • 17. 1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses : a. Evapotranspirasi b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi. 2. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi. 3. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat : a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan. 4. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan dinamika bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah. Peranan kawasan hutan sebagai pengendali daur air dapat dilihat dari dua sudut pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep panen air (water harvesting) dan dengan konsep menjamin penghasilan air (water yield). Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan (run off) yang dapat digunakan, sedang jumlah air yang dapat dihasilkan bergantung pada debit air tanah. Kedua tujuan tersebut memerlukan perlakuan yang berbeda. Untuk meningkatkan panenan air, infiltrasi dan perkolasi harus dikendalikan, sedang untuk meningkatkan penghasilan air, infiltrasi dan perkolasi justru yang harus ditingkatkan. Konsep penghasil air menjadi azas pengembangan sumber air di kawasan beriklim basah, karena konsep panen air akan membawa resiko besar, berupa peningkatan erosi dan juga akan banyak memboroskan lahan untuk menampungnya.  Faktor Penyebab Longsor Lahan Beberapa faktor yang menyebabkan suatu kawasan menjadi rawan longsor antara lain : 1. Faktor internal a. Genesis morfologi lereng (perubahan kemiringan dari landai ke curam) b. Geologi (jenis batuan, sifat batuan, stratigrafi dan tingkat pelapukan)  Jenis batuan/tanah  - Tanah tebal dengan tingkat pelapukan sudah lanjut c. Kembang kerut tanah tinggi : lempung  Sedimen berlapis (tanah permeabel menumpang pada tanah impermeabel)  Perlapisan tanah/batuan searah dengan kemiringan lereng.
  • 18. d. Tektonik dan Kegempaan  Sering mengalami gangguan gempa  Mekanisme tektonik penurunan lahan 2. Faktor luar (eksternal) a. Morfologi atau Bentuk Geometri Lereng  Erosi lateral dan erosi mundur (backward erosion) yang intensif menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng makin curam. Makin curam suatu kemiringan lereng, makin kecil nilai kestabilannya.  Patahan yang mengarah keluar lereng b. Hujan  Akibat hujan terjadi peningkatan kadar air tanah, akibatnya menurunkan ketahanan batuan.  Kadar air tanah yang tinggi juga menambah beban mekanik tanah.  Sesuai dengan letak dan bentuk bidang gelincir, hujan yang tinggi menyebabkan terbentuknya bahan gelincir. c. Kegiatan Manusia  Mengganggu kestabilan lereng misal dengan memotong lereng.  Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruang desa.  Mengganggu vegetasi penutup lahan sehingga aliran permukaan melimpah misal dengan over cutting, penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan menyebabkan erosi mundur maupun erosi lateral.  Menambah beban mekanik dari luar misal penghijauan atau hasil reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohonnya sudah besar-besar di kawasan rawan longsor lahan dan tidak dipanen. Gambar Longsor  Karakteristik kawasan rawan longsor antara lain :
  • 19. a. Kawasan yang mempunyai kelerengan ≥20 % b. Tanah pelapukan tebal c. Sedimen berlapis : Lapisan permeabel menumpang pada lapisan impermeabel d. Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi) e. Erosi lateral intensif sehingga menyebabkan terjadinya penggerusan di bagian kaki lereng, akibatnya lereng makin curam. f. Mekanisme tektonik penurunan lahan g. Patahan yang mengarah keluar lereng h. Dip Perlapisan sama dengan Dip Lereng i. Makin curam lereng, makin ringan nilai kestabilannya.  Pengendalian Longsor Lahan Pencegahan atau mengurangi longsor lahan dengan usaha-usaha antara lain : a. Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana (over cutting, penebangan cuci mangkuk, dan penjarahan). b. Penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel. c. Mengembangkan usaha tani ramah longsor lahan seperti penanaman hijauan makanan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas. d. . Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar dangkal dari kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel. e. Penjarangan untuk Mengurangi Beban Tanah f. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada hujan yang rendah.
  • 20. g. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah. h. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor. i. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah). j. Bila perlu, bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik. Contoh jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak yang berakar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang sebagai berikut : A. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak. 1. Aleurites moluccana (kemiri) 2. Vitex pubescens (laban) 3. Homalium tomentosum (dlingsem) 4. Lagerstroemia speciosa (bungur) 5. Melia azedarach (mindi) 6. Cassia siamea (johar) 7. Acacia villosa 8. Eucalyptus alba 9. Leucaena glauca B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang 1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar) 2. Gluta renghas (renghas) 3. Tectona grandis (jati) 4. Schleichera oleosa (kesambi) 5. Pterocarpus indicus (sono kembang) 6. Dalbergia sissoides (sono keling) 7. Dalbergia latifolia 8. Cassia fistula (trengguli) 9. Bauhinia hirsula (tayuman) 10. Tamarindus indicus (asam jawa) 11. Acacia leucophloea (pilang) Banjir bandang, erosi, tanah longsor dimusim hujan dan kekeringan berkepanjangan dimusim kemarau, sangat erat hubungannya dengan kesalahan penanganan pengelolaan lahan daerah aliran sungai (DAS), terutama bagian hulu yang kurang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air. Sehingga dimusim hujan
  • 21. sebagian besar air hujan sebagai aliran permukaan/limpasan yang tidak tertampung di dalam waduk atau sungai yang mengakibatkan terjadi banjir bandang di daerah hilir. Sementara dimusim kemarau akibat pasokan dan cadangan air tanah menurun, menyebabkan terjadinya kekeringan yang berkepanjangan. Pengelolaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian, mengingat dalam suatu kawasan DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Misalnya kesalahan penggunaan lahan daerah hulu akan berdampak pada masyarakat di daerah hilir. Terbukanya lahan yang berbukit di daerah hulu baik karena penebangan hutan termasuk alih fungsi lahan ataupun penerapan cara pengelolaan tanah yang keliru menyebabkan terjadinya erosi dan tanah longsor. Sedimentasi tanah di sungai dan waduk akan mengurangi daya tampung sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. Banjir bisa terjadi bila daya tampung sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang melalui sungai tersebut, volume limpasan air permukaan melebihi daya tampung, sehingga air menggenangi wilayah tempat aktivitas manusia. Banjir akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving) tidak bisa menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi sebagai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan dapat mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan infiltrasi (Murdiyarso, D. Dan Kurnianto, S. 2007). Kejadian banjir ini, akan menjadi kejadian tahunan daerah hilir yang rawan bencana apabila pengelolaan bagian hulu tidak diperbaiki dengan segera, baik melalui reboisasi/penghijauan dan upaya konservasi tanah. Disamping itu karena pasokan air hujan ke dalam tanah (water saving) rendah dan cadangan air dimusim kemarau berkurang akan menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air seperti banyak terjadi sekarang ini. Indonesia sebagai daerah tropis, erosi oleh air merupakan bentuk degradasi tanah yang sangat dominan. Praktik deforesterisasi dan alih fungsi lahan merupakan penyebab utamanya baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat. Disamping itu praktek usaha tani yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
  • 22. konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang akan berakibat semakin luasnya lahan kritis kita. Terbukti pada tahun 1990-an luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005 diperkirakan mencapai lebih dari 23,24 juta hektar, sebagian besar berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan yang sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan membawa dampak lahan semakin krtis dan kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau. Hal ini menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek usaha tani konservasi. Kejadian lain di musim hujan, yaitu tanah longsor yang merupakan ancaman bagi daerah berlereng, yang pada akhir-akhir ini banyak menelan korban jiwa. Kejadian longsor selain disebabkan oleh kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh faktor alam yaitu curah hujan, jenis tanah (kedalaman lapisan kedap air dan kekuatan tanah) dan topografi/lereng (kemiringan dan stabilitas). Bencana tanah longsor di Karanganyar yang menelan korban 67 jiwa dan juga terjadi di daerah lainnya seperti Ngawi, Wonogiri dan Malang, merupakan peringatan bagi kita, akan arti pentingnya menjaga stabilitas lereng dan menjaga lingkungan di daerah rawan longsor. Hujan lebat dengan volume tinggi akan menjadi penyebab tanah longsor di daerah lereng curam (rawan longsor). Semakin curam kemiringan lereng di suatu kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Semua material bumi pada lereng memiliki sebuah sudut di mana material ini akan tetap stabil. Bebatuan kering akan tetap di tempatnya hingga kemiringan 30 derajat misalnya, akan tetapi tanah yang basah akan lebih mudah meluncur pada kemiringan yang lebih kecil. Sehingga jika curah hujan tinggi, mengguyur dalam tempo lama, dengan drainase yang kurang baik menyebabkan tanah menjadi jenuh dengan air, dan jika sudut lereng curam maka sangat rentan terjadi longsor. Pola aliran permukaan yang mengalir hanya lewat satu tempat sangat berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor.
  • 23. Beberapa tahun terakhir ini penjarahan hutan atau penebangan liar di kawasan hutan makin marak terjadi dimana-mana seakan-akan tidak terkendali. Ancaman kerusakan hutan ini jelas akan menimbulkan dampak negatif yang luar biasa besarnya karena adanya efek domino dari hilangnya hutan, terutama pada kawasan-kawasan yang mempunyai nilai fungsi ekologis dan biodiversitas besar. Badan Planologi Departemen Kehutanan melalui citra satelit menunjukkan luas lahan yang masih berhutan atau yang masih ditutupi pepohonan di Pulau Jawa tahun 1999/2000 hanya tinggal empat persen saja. Kawasan ini sebagian besar merupakan wilayah tangkapan air pada daerah aliran sungai (DAS). Akibat dari kejadian ini tidak saja hilangnya suatu kawasan hutan yang tadinya dapat mendukung kehidupan manusia dalam berbagai aspek misal kebutuhan akan air, oksigen, kenyamanan (iklim mikro), keindahan (wisata), penghasilan (hasil hutan non kayu dan kayu), penyerapan carbon (carbon sink), pangan dan obat-obatan akan tetapi juga hilanglah biodiversity titipan generasi mendatang. Saat ini di dunia internasional telah berkembang trend baru melalui perdagangan karbon (CO2). Perdagangan karbon diawali dengan disepakatinya Kyoto Protocol bahwa Negara-negara penghasil emisi karbon harus menurunkan tingkat emisinya dengan menerapkan teknologi tinggi dan juga menyalurkan dana kepada negara-negara yang memiliki potensi sumberdaya alam untuk mampu menyerap emisi karbon secara alami misalnya melalui vegetasi (hutan). Indonesia dengan luas hutan tersebar ketiga di dunia, bisa berperan penting untuk mengurangi emisi dunia melalui carbon sink. Hal ini bisa terjadi jika hutan yang ada dijaga kelestariannya dan melakukan penanaman (afforestasi) pada kawasan bukan hutan (degraded land). Serta melakukan perbaikan kawasan hutan yang rusak (degraded forest) dengan cara penghutanan kembali (reforestasi). Hutan Pinus di Indonesia sebagai salah satu hutan tanaman yang memiliki nilai ekonomi strategis dan persebarannya yang cukup luas saat ini diandalkan sebagai penghasil produk hasil hutan non kayu melalui produksi getahnya. Nilai
  • 24. ekonomi hutan Pinus dianggap masih rendah apabila hanya dihitung dari nilai getah dan kayunya saja, sudah saatnya dilakukan upaya penghitungan manfaat hutan sebagai penyedia jasa lingkungan yang diharapkan mampu memberikan nilai ekonomi lebih tinggi dengan mengetahui berbagai kemampuannya dalam menyediakan sumberdaya air, penyerap karbon, penghasil oksigen, jasa wisata alam, satwa, biodiversitas dan sebagainya. B. Hutan Bagi Kehidupan Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan. Peran menonjol yang ke dua yang juga sering menjadi sumber penyebab kekawatiran masyarakat adalah evapotranspirasi. Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasiEvapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air. Peran ketiga adalah kemampuan mengendalikan tingginya lengas tanah hutan. Tanah mempunyai kemampuan untuk menyimpan air (lengas tanah), karena memiliki rongga-rongga yang dapat diisi dengan udara/cairan atau bersifat porous. Bagian lengas tanah yang tidak dapat dipindahkan dari tanah oleh cara-cara alami yaitu dengan osmosis, gravitasi atau kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen yaitu pada kandungan air tanah terendah dimana tanaman dapat mengekstrak air dari ruang pori tanah terhadap gaya gravitasinya. Titik layu ini sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu (Seyhan, 1977). Pada tingkat kelembaban titik layu ini tanaman tidak mampu lagi menyerap air dari dalam tanah. Jumlah air yang
  • 25. tertampung di daerah perakaran merupakan faktor penting untuk menentukan nilai penting tanah pertanian maupun kehutanan. Peran ke empat adalah dalam pengendalian aliran (hasil air). Kebanyakan persoalan distribusi sumberdaya air selalu berhubungan dengan dimensi ruang dan waktu. Akhir-akhir ini kita lebih sering dihadapkan pada suatu keadaan berlebihan air pada musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Sampai saat ini masih dipercayai bahwa hutan yang baik mampu mengendalikan daur air artinya hutan yang baik dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya di musim kemarau. Kepercayaan ini didasarkan atas masih melekatnya dihati masyarakat bukti-bukti bahwa banyak sumber-sumber air dari dalam kawasan hutan yang baik tetap mengalir pada musim kemarau. Pada kawasan hutan Pinus di Daerah Tangkapan Air Gunung Rahtawu, Kabupaten Wonogiri dengan luasan catchment area dengan luas 101,79 ha dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 2900 – 3500 mm/tahun mampu menghasilkan potensi sumberdaya air permukaan sebesar 2..232.000 m3/tahun. Kawasan ini juga mampu menghasilkan debit yang selalu tersedia untuk dimanfaatkan (debit andalan) sebesar 2 – 67 liter/detik. Dari potensi ini saja sebenarnya sudah dapat diprediksi bahwa kawasan hutan Pinus ini mampu mendukung 900 – 2.000 jiwa masyarakat disekitar hutan Pinus yang rata-rata membutuhkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 122 liter/orang/hari (Suryatmojo, H., 2004). Dari gambaran diatas, nampak jelas bahwa peran hutan sebagai penyedia jasa lingkungan melalui kemampuannya sebagai regulator air memiliki nilai arti yang sangat penting dalam mendukung hajat hidup masyarakat disekitar hutan. 1) Hutan Sebagai Penyerap Karbon Siklus karbon di dalam biosfer meliputi dua bagian siklus penting, di darat dan di laut. Keduanya dihubungkan oleh atmosfer yang berfungsi sebagai fase antara. Siklus karbon global melibatkan transfer karbon dari berbagai reservoir (Tabel 1). Jika dibandingkan dengan sumber karbon yang tidak reaktif, biosfer mengandung karbon yang lebih sedikit, namun demikian siklus yang terjadi sangat dinamik di alam (Vlek, 1997). Tabel 1. Karbon di dalam berbagai reservoir dari siklus global Lokasi Satuan C (ton x 1010) Udara CO2-atmosfer 70 Darat Biomass 59 Bahan organik tanah 85 Produksi bersih/tahun 6.3 Pelepasan dari fosil 0.5
  • 26. Laut Biomass 0.3 C-organik terlarut 100 C-anorganik (HCO3) 3.500 Produksi bersih/tahun 45 Sedimen C-anorganik (HCO3) 2.000.000 Batu bara dan minyak 1.000 Sejumlah besar kalsium karbonat dalam lebih dari 10 juta tahun yang lalu telah terlarut dan tercuci dari permukaan daratan. Sebaliknya, dalam jumlah yang sama telah terpresipitasi dari air laut ke dalam lantai dasar laut. Waktu tinggal (residence time) karbon di dalam atmosfer dalam pertukarannya dengan hidrosfer berkisar antara 5 – 10 tahun, sedangkan dalam pertukarannya dengan sel tanaman dan binatang sekitar 300 tahun. Hal ini berbeda dalam skala waktu dibandingkan dengan residence time untuk karbon terlarut (ribuan tahun) dan karbon dalam sedimen dan bahan bakar fosil (jutaan tahun) (Vlek, 1997 dalam Herman Widjaja, 2002). Dari hasil inventarisasi gas-gas rumah kaca di Indonesia dengan menggunakan metoda IPCC 1996, diketahui bahwa pada tahun 1994 emisi total CO2 adalah 748,607 Gg (Giga gram), CH4 sebanyak 6,409 Gg, N2O sekitar 61 Gg, NOX sebanyak 928 Gg dan CO sebanyak 11,966 Gg. Adapun penyerapan CO2 oleh hutan kurang lebih sebanyak 364,726 Gg, dengan demikian untuk tahun 1994 tingkat emisi CO2 di Indonesia sudah lebih tinggi dari tingkat penyerapannya. Indonesia sudah menjadi net emitter, sekitar 383,881 Gg pada tahun 1994. Hasil perhitungan sebelumnya, pada tahun 1990, Indonesia masih sebagai net sink atau tingkat penyerapan lebih tinggi dari tingkat emisi. Berapapun kecilnya Indonesia sudah memberikan kontribusi bagi meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca secara global di atmosfer (Widjaja, 2002). Banyak pihak yang beranggapan bahwa melakukan mitigasi secara permanen melalui penghematan pemanfaatan bahan bakar fosil, teknologi bersih, dan penggunaan energi terbarukan, lebih penting daripada melalui carbon sink. Hal ini dikarenakan hutan hanya menyimpan karbon untuk waktu yang terbatas (stock). Ketika terjadi penebangan hutan, kebakaran atau perubahan tata guna lahan, karbon tersebut akan dilepaskan kembali ke atmosfer (Rusmantoro, 2003). Carbon sink adalah istilah yang kerap digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon. Emisi karbon ini umumnya dihasilkan dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil pada sektor industri, transportasi dan rumah tangga. Pada kawasan hutan Pinus di DTA Rahtawu dengan umur tegakan 30 tahun mempunyai potensi penyimpanan karbon sebesar 147,84 ton/ha dengan prosentase penyimpanan terbesar pada bagian batang (73,46%), kemudian cabang (16,14%), kulit (6,99%), daun (3,17%) dan bunga-buah (0,24%). Dari data diatas
  • 27. dapat diprediksi kemampuan hutan pinus dalam menyimpan karbon melalui pendekatan kandungan C-organik dalam biomas memiliki potensi penyimpanan mencapai 44% dari total biomasnya. Sehingga DTA Rahtawu dengan luasan 101,79 ha memiliki potensi penyimpanan karbon dalam tegakan sebesar 15.048,5 ton, penyimpanan karbon dalam seresah sebesar 510 ton dan dalam tumbuhan bawah sebesar 91 ton karbon. (Suryatmojo, H., 2004) 2) Hutan Sebagai Penyedia Sumberdaya Air Ketergantungan masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar hutan terhadap keberadaan hutan sangat tinggi. Kemampuan hutan sebagai regulator air mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan air bagi masyarakat sekitar hutan. Hutan Pinus di DTA Rahtawu memiliki potensi yang cukup besar dalam penyediaan sumberdaya air. Potensi sumberdaya air di DTA Rahtawu dapat didekati dengan mengetahui debit bulanan dan volume aliran bulanan, sedangkan untuk memprediksi debit andalan yang selalu tersedia setiap saat dan dapat dipergunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat sekitar didekati dengan pengolahan data sekunder dari hidrograf aliran untuk memperoleh debit minimumnya (debit andalan). Dari hasil penelitian diperoleh nilai debit andalan yang dapat dipergunakan pada musim kemarau sebesar 1,82 liter/detik yang terjadi pada bulan Agustus dan September, sedangkan pada musim penghujan debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 29,82 – 67,55 liter/detik (Suryatmojo, H., 2004). Masyarakat desa Ngambarsari yang terletak di sekitar kawasan hutan pinus membutuhkan air bersih rata-rata/orang/hari adalah 0,0014 liter/detik atau 122 liter/orang/hari. Apabila potensi sumberdaya air tersebut akan dimanfaatkan oleh masyarakat desa Ngambarsari, maka potensi air dari hutan pinus seluas 101,79 ha mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi 900 – 2.000 orang atau 19 – 42% dari jumlah penduduk Desa Ngambarsari yang berjumlah 4.749 orang. Dari hasil penelitian diatas, nampak bahwa sesungguhnya peran hutan sangat besar dalam menyokong kehidupan manusia, salah satu diantaranya dari kemampuan sebagai regulator air melalui berbagai proses dalam siklus hidrologi yang berlangsung di dalamnya. Tanpa keanekaragaman hayati tidak ada kehidupan. Ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Peraturan dibidang iklim, pemurnian air, penyerbukan, kontrol hama, makanan, obat-obatan… merupakan daftar ketergantungan kita terhadap sumberdaya dan layanan yang disediakan oleh ekosistem hutan hujan tropis hingga terumbu karang, yang hampir tidak pernah berakhir. Keanekaragaman hayati merupakan kunci keberhasilan dari ekosistem karena memberikan mereka fleksibilitas untuk beradaptasi dan terus berfungsi di dalam dunia yang terus berubah. Tetapi masa depan kesehatan ekosistem
  • 28. tersebut, dan sebagai konsekwensi kesehatan kita, masyarakat dan ekonomi, menjadi semakin tidak menentu dalam kaitannya dengan tingkat kehilangan keanekaragaman hayati yang terjadi di seluruh dunia. Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hutan mempunyai manfaat yang amat besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Manfaat tersebut terdiri dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung serta manfaat hasil hutan yang berupa barang dan jasa. Manfaat langsung hutan berupa: kayu, buah-buahan, binatang untuk diburu,keindahan untuk rekreasi alam, udara yang segar untuk kenyamanan dan kesehatan. Sedangkan manfaat tidak langsungnya berupa: pemeliharaan keanekaragaman hayati, pengendalian erosi dan banjir, pengendalian penyakit tanaman atau tanah hutan industri. Hasil hutan berupa barang meliputi: kayu, rotan, getah, buah, kayu bakar, satwa liar, air bersih, dan sebagainya. Sedangkan hasil hutan berupa jasa meliputi: pemandangan alam, menyerap dan menyimpan karbon, iklim mikro/iklim setempat (lokal), memelihara kesuburan tanah, dan mengendalikan debit sungai, dan lainnya. Disamping memiliki manfaat yang disebut diatas, hutan juga memiliki nilai fungsi yang berupa fungsi produksi/ekonomis, fungsi ekologis dan fungsi sosial budaya. Fungsi produksi/ekonomis meliputi keseluruhan hasil hutan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kehidupan manusia dalam melakukan berbagai tindakan ekonomi seperti hasil hutan untuk bahan baku industri, kayu bakar serta hasil hutan yang berupa air bersih untuk dijual secara komersial. Fungsi ekologis hutan berupa berbagai bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan seperti mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah, habitat flora dan fauna serta mengendalikan penyakit tanaman pertanian. Fungsi sosial budaya dapat berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum, terutama masyarakat di sekitar hutan untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, seperti lapangan pekerjaan, lahan untuk bercocok tanam, persediaan kayu bakar, pendidikan, penelitian, budaya dan keagamaan. Hasil hutan yang dinilai secara ekonomis dan di masukkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya terbatas pada beberapa jenis hasil hutan yang memiliki nilai komersial, yaitu nilai ekonomi dalam arti sempit saja. Indonesia memiliki hutan seluas lebih kurang 144 juta ha, hanya saja yang masih berupa hutan kira-kira 118 juta ha. Apabila hutan tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan memberikan dampak positif dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga sebaliknya jika hutan tersebut tidak dilestarikan dan dipelihara maka akan menyebabkan dampak negatif bagi bangsa dan negara. Datangnya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor merupakan dua dari banyak bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan hutan.
  • 29. Oleh karena itu, sudah selayaknya lah kita menjaga dan melestarikan alam kita, karena itu adalah amanah dari Sang Pencipta. Mulailah berbuat dari yang terkecil, dari yang terdekat dengan kita seperti menanam pohon di pekarangan rumah/tempat tinggal kita. Apakah Anda peduli terhadap lingkungan? Berikut adalah cara Anda dapat ikut terlibat dan membuat suatu perubahan. Di artikel lingkungan hidup ini Anda akan menemukan tips cara mengurangi limbah, menemukan produk ramah lingkungan, dan mendukung upaya masyarakat, pemerintah dan perusahaan untuk membantu melindungi dan melestarikan lingkungan. Hidup Hijau Mengurangi Pemanasan Global Menghemat Energi C. Hutan Lindung Sebagai Pengatur Tata Air Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk melindungi kawasan yang berpotensi sebagai tangkapan air, pengatur tata air, perlindungan terhadap sumberdaya hayati dan perlindungan terhadap pencurian kayu. Air memegang peranan penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta lingkungan. Sementara di lain pihak, banyaknya tekanan terhadap hutan lindung menyebabkan berkurangnya fungsi sebagai daerah tangkapan dan penyedia air. Permasalahan lain yang berkembang adalah banyaknya pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan air, baik sebagai penyedia maupun pengguna. Oleh karenanya dalam pengelolaan sumberdaya air perlu adanya penanganan dan kesepakatan, baik antara pihak penyedia (pengelola kawasan) maupun pihak pengguna ( pengelola SDA). Para pemanfaat kawasan di hilir selayaknya memberikan kompensasi kepada pengelola kawasan di hulu sebagai insentif terhadap pengelolaan kawasan lindung. Kompensasi yang diberikan dapat berupa pembayaran jasa lingkungan dengan melakukan konservasi melalui tanaman jenis setempat dan menjaga kelestarian hutan Hutan merupakan faktor yang utama dalam menjaga kualitas dan ketersediaan air sehingga ada tuntutan dan keinginan agar hutan sebagai daerah tangkapan utama dan berfungsi sebagai pengatur tata air perlu dikelola dengan baik. Sebagai pengguna air baik pemerintah, swasta maupun masyarakat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan kewajibannya untuk menjaga kelestarian hutan berupa kontribusinya sebagai kompensasi agar kebutuhan akan sumber air dapat terpenuhi. Dan pengguna merasa yakin bahwa dana yang dihimpun untuk pengelolaan sumber daya air digunakan dengan sebaikbaiknya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas jasa air. Sebagai penyedia air dalam hal ini instansi yang terkait dengan pengelolaan kawasan lindung hendaknya juga dapat memanfaatkan kompensasi tersebut dengan sebaik-baiknya.
  • 30. Pemerintah selaku regulator dalam hal ini sangat berperan aktif terutama dalam mekanisme penyaluran dana jasa lingkungan. Agar mekanisme tranfer jasa lingkungan dapat diterapkan dan berjalan dengan baik diperlukan lingkungan kebijakan yang kondusif secara keseluruhan. Disamping itu segala hambatan perlu diidentifikasi dan ditanggulangi seperti kurangnya kemauan politis, tidak ada kerangka hukum yang mendukung,, sumber dana yang kurang, atau minat dan komitmen masyarakat yang kurang atau adanya ketidak sepahaman diantara para instansi yang terkait. Dengan banyaknya instansi yang terkait dalam pengelolaan air maka akan berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam proses negosiasi imbalan. Otonomi daerah berdampak juga terhadap regulasi sektor air terutama integrasi pengelolaan air baik diantara semua sektor maupun diantara para pemangku kepentingan. Berdasarkan undang-undang No.7 tahun 2004 pasal 77 dijelaskan bahwa sumber dana untuk pengelolaan sumber daya air salah satunya adalah dari hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air. Berkaitan dengan hal tersebut pihak penyedia air wajib menerima kompensasi jasa pemakaian air dari pengguna air sebagai biaya pemeliharaan / pengelolaan dikawasan lindung yang merupakan daerah tangkapan air (hulu sungai). D. Identifikasi Para Pengguna Jasa Air Kawasan lindung sumber air adalah kawasan yang memberikan fungsi lindung pada sumber air yaitu daerah sempadan sumber air, daerah resapan air dan daerah sekitar mata air. Pemanfaatan Sumber Daya Air (SDA) dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, yaitu : Pemanfaatan air yang mempunyai nilai komersil (bernilai pasar) untuk kebutuhan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) dan Industri Pemanfaatan air non komersial ( bernilai non pasar) untuk kebutuhan pertanian dan rumah tangga. Instansi / stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola SDA atau penyedia air yang mempunyai nilai komersil baik untuk kebutuhan Perusahaan Listrik Negara (PLN) serta Perusahaan Air Minum (PAM) maupun industri yang berskala besar adalah Perusahaan Jasa Tirta (PJT) yang penyalurannya berasal dari waduk. Sedangkan stakeholder yang berfungsi sebagai pengelola sumber mata air di kawasan hulu yang bersifat non komersil terutama untuk pemanfaatan perkebunan, irigasi persawahan, peternakan maupun rumah tangga adalah para pengelola kawasan. Pola pengelolaan sumber daya air menurut UU no 7 merupakan dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan SDA. Sehingga pola ini perlu disusun secara terkoordinasi diantara instansi 2 yang terkait berdasarkan azas kelestarian, keseimbangan fungsi sosial – ekonomi – lingkungan serta azas manfaat umum dan melibatkan peran masyarakat yang
  • 31. selanjutnya dituangkan dalam rencana penyusunan program pengelolaan sumberdaya air Ada 2 macam pemanfaatan air yaitu : pemanfaatan air komersial dan pemanfaatan air non komersial ( Nurfatriani, 2006 ). a. Pemanfaatan air komersial merupakan bentuk pemanfaatan SDA yang telah memiliki harga pasar ( price market) yang ditetapkan dalam bentuk tarif yang ditentukan pemerintah. Pemakai air yang berada di wilayah kerja PJT I memberikan kontribusi terhadap biaya operasional pengelolaan SDA berupa tarif air yang ditetapkan oleh Menteri PU berdasarkan PP No 6/1981 tentang Iuran Eksploitasi dan Pemeliharaan Bangunan Prasarana Pengairan. Selanjutnya kewenangan PJT untuk menarik iuran tersebut ditetapkan dengan Keppres No 58/1990 dengan tarif awal untuk PLN Rp16,67 /kwh, PDAM Rp Rp 50,00 /m3 dan Industri Rp 100,00 /m3. Berdasarkan tarif dasar ini kontribusi terhadap biaya operasional pengelolaan SDA hanya sebesar 44, 8 % dari kebutuhan dana OP sebesar Rp 101,6 milyar. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 . Dari jumlah biaya kontribusi yang diterima oleh pihak pengelola hanya sebagian kecil yang dikembalikan untuk biaya konservasi terutama didaerah hulu bahkan selama lima tahun terakhir persentasenya menurun. Hal ini disebabkan karena volume pemakaian terus bertambah sedangkan tarif iuran tetap, disamping itu cukup tinggi biaya ( lebih dari 50 % biaya OP ) yang dikeluarkan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana terutama waduk.
  • 32. b. Pemanfaatan air yang non komersial menggunakan metode pendekatan terhadap kesediaan membayar (WTA) individu/ masyarakat atas manfaat yang diperoleh dari sumberdaya alam atau jasa lingkungan.Dengan melihat selisih antara jumlah yang dikonsumsi (jumlah yang dibayarkan) dan kesediaan membayar maka dapat diukur tingkat kesejahteraan yang diperoleh konsumen atau disebut surplus konsumen. Surplus konsumen menunjukkan bahwa konsumen menerima atau mendapat nilai lebih dari harga yang dibayarnya. Dari nilai surplus konsumen ini diharapkan juga dapat dikembalikan kepada pengelola kawasan hulu sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan. Namun tidak seluruh nilai surplus konsumen tersebut yang selayaknya dikembalikan, tapi hanya sebagian kecil saja atau sebesar ± 20% dari masing-masing pengguna dapat membayar kompensasinya kepada pengelola kawasan. Terlihat pada tabel 2 bahwa besarnya kompensasi yang selayaknya diterima oleh para pengelola kawasan atas jasa air yang digunakan petani dan rumah tangga sebesar Rp.4.067.525 / thn untuk para pengusaha pertanian di Tahura Suryo dan sebesar Rp.55.008,80 / tahun untuk rumah tangga di TNBTS dan sebesar Rp. 679.510,40 / thn untuk rumah tangga di sekitar kawasan Perum Perhutani. Gambar 1: Distribusi Nilai Lingkungan Non Komersil Pemanfaatan air non komersial di kawasan hulu DAS Brantas digunakan untuk pertanian yang berada di bawah pengelolaan Tahura Suryo. Pengusaha pertanian yang menggunakan sumber mata air melalui pipa2 paralon dan tandon2 antara lain : pengusaha bunga, pengusaha jamur dan pengusaha peternakan ayam. Penghijauan dan reboisasi yang dilakukan oleh para pengusaha disekitar kawasannya bekerjasama dengan instansi kehutanan dalam rangka melestarikan kawasan disekitar sumber mata air. Sedangkan pemanfaatan air oleh masyarakat / petani dikawasan hulu DAS Brantas dibawah pengelolaan TNBTS terutama untuk petani sayuran dan kebutuhan untuk air minum dan MCK. Pemanfaatan lahan ini untuk pertanian tidak lepas dari konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pengelola kawasan, karena topografi lokasi sangat rentan akan erosi. Sehingga diperlukan kesepakan untuk kepentingan masing2 dimana masyarakat membutuhkan sumber mata air dan pengelola perlu kelestarian lahan. Kesepakatan dilakukan melalui kegiatan penanaman jalur hijau ( green belt ).
  • 33. E. Identifikasi Para Pengelola Kawasan Di Hulu Sebagai Penyedia Air Kawasan Lindung sebagai penyedia air merupakan kawasan yang perlu dilindungi dan dilestarikan serta dikelola dengan baik. Sebagai kawasan lindung ada beberapa fungsi manfaat yang dapat diperoleh antara lain Good Forest Governance Sebagai Syarat Pengelolaan Hutan Lestari 162 sebagai kawasan wisata, taman nasional, konservasi dan hutan lindung. Dari beberapa fungsi tersebut ada beberapa pengelola / stakeholder yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Di kawasan hulu DAS Brantas ada 3 stakeholder yang mengelola langsung kawasan tersebut yaitu Perum Perhutani sebagai pengelola hutan lindung, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dan Taman Hutan Raya (ahura) Suryo, ketiga stakeholder tersebut berada di Kabupaten Malang. Kawasan Tahura R. Soeryo yang merupakan hulu DAS Brantas terdapat 2 buah gunung yaitu G. Anjasmoro dan G. Arjuna dimana kawasan ini berbatasan dengan hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani. Luas kawasan Tahura yang merupakan hutan konservasi adalah 25 000 ha yang meliputi 4 Kabupaten (Malang, Mojokerto, Pasuruan dan Jombang). Di Kab Malang luas kawasan Tahura 8 928,1 ha dimana di kawasan tersebut terdapat Arboretum yang dibangun oleh PJT I sebagai daerah tangkapan air (catchment area) seluas 40 ha dengan jenis tanaman kayu putih, kayu manis, cemara gunung dll. Kawasan ini juga merupakan sumber mata air sungai brantas dan merupakan salah satu sumber air yang mengairi waduk yang dikelola oleh PJT I melalui sungai Lesti dan Melamon. Lebih dari 5 sumber mata air yang ada di kawasan Tahura baik air panas dan air dingin dan juga berfungsi sebagai obyek wisata. Selain itu ada beberapa perusahaan yang memanfaatkan air langsung dari kawasan ini antara lain perusahaan jamur, perusahaan tanaman bunga dan perusahaan peternakan. Pemanfaatan sumber air dikawasan DAS Brantas mulai dari hulu sampai hilir (termasuk di kawasan hutan lindung dan sekitarnya) cukup tinggi. Wilayah DAS Brantas merupakan sumber air bagi kebutuhan Propinsi Jawa Timur baik untuk air minum, rumah tangga maupun untuk kebutuhan sektor lainnya. Di dalam Kawasan Hutan lindung sumbersumber mata air dimanfaatkan langsung oleh penduduk dengan menyalurkan melalui pipa yang dibangun secara swadaya dan dimanfaatkan oleh pengusaha peternakan dan perkebunan. Luas Kawasan HL di wilayah SPH IV Malang sebesar 130 114,19 ha meliputi KPH Malang 53.587,30 ha (15.438,60 ha atau 28,8% dikelola oleh TNBTS), Luas kawasan yang dapat berpotensi memanfaatkan jasa lingkungan seluas 69.372 ha. Pengelolaan hutan lindung selain sebagai kawasan perlindungan juga sebagai sumber air dan sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Hutan lindung di wilayah KPH Malang yang merupakan hulu DAS Brantas dan sebagai sumber air perlu dijaga kelestariannya agar tidak mencemari permukaan air Kali Brantas yang merupakan sumber air baku baik bagi masyarakat maupun industri dan pembangkit tenaga listrik.. Hulu kali Brantas berada di wilayah Kabupaten
  • 34. Malang tepatnya di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan melintasi beberapa kabupaten hingga bermuara di kota Surabaya F. Kompensasi Insentif Hulu Hilir Di Kawasan Lindung Para pengelola kawasan lindung (Perum Perhutani, TNBTS dan Tahura Suryo) selayaknya menerima konpensasi dari para pemanfaat air dari hulu sampai kehilir, karena selaku pengelola kawasan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas air. Berapa manfaat yang harus diterima oleh pengelola kawasan dapat diketahui dengan menghitung berapa potensi debit air yang dapat diproduksi dari masingmasing kawasan dengan nilai eksternal berupa nilai dampak terhadap lingkungan yang harus dikembalikan ke hulu. Berdasarkan hasil analisa dengan Citra Landsat pada masing-masing Sub DAS dan Sub-sub DAS menunjukkan bahwa sebagai pengelola kawasan dibagian hulu dari ketiga stakeholder terkait yang berpotensi dapat menghasilkan air antara lain Perum Perhutani (KPH Malang) dengan luas areal 5.274,72 ha , 2 975,94 ha untuk kawasan TNBTS dan 6 224,85 ha untuk kawasan Tahura Suryo. Sedangkan rata- rata potensi produksi air yang dapat dihasilkan selama 3 tahun pengamatan adalah 73,37 juta m3 untuk Perum perhutani, 41,48 juta m3 untuk TNBTS dan 83,88 juta m3 untuk Tahura Suryo (Kirsfianti 2006). Terlihat pada tabel 3 bahwa potensi poduksi air yang dapat dihasilkan dari masing-masing pengelola kawasan menunjukkan jumlah yang hampir sama besar untuk setiap ha, Perbedaan yang relatif kecil hanya disebabkan oleh kondisi lahan atau tutupan lahan dari masing-masing pengelola seperti TNBTS kondisi penutupan lahan masih banyak tanaman pohon yang dapat menghasilkan air, berbeda dengan di Tahura Suryo penutupan lahan lebih digunakan untuk lahan pertanian begitu pula halnya dengan lahan Perum Perhutani digunakan sebagai lahan garapan petani sebagai tanaman persawahan / pertanian. Lebih jelas terlihat dalam diagram berikut potensi produksi air masing-masing stakeholder.
  • 35. Gambar 2 : Potensi Produksi Air Pengelola Kawasan Selanjutnya dari jumlah potensi produksi air dari masing-masing pengelola kawasan dapat dihitung berapa besar biaya yang seharusnya diterima sebagai kompensasi atas jasa air yang digunakan oleh para pemanfaat ( PDAM, PLN dan Industri ) dengan mengetahui tarif air / nilai lingkungan. Tarif ini dihitung dengan menggunakan analisa full costing dari seluruh komponen biaya yang dikeluarkan oleh pengelola sumberdaya air (PJT I). Hasil analisa biaya ini dapat diketahui jumlah nilai lingkungan dari para pemanfaat air yang mempunyai nilai pasar/ komersil yaitu sebesar Rp.183.830.000.000 (Nurfatriani, 2006). Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar nilai lingkungan komersil ini didistribusikan kepada pengelola kawasan dihitung dengan mengalikan besarnya persentase proporsi potensi produksi air dari masing-masing pengelola dengan nilai lingkungan secara keseluruhan. Lebih jelas distribusi biaya/nilai lingkungan baik komersil maupun non komersil Good Forest Governance Sebagai Syarat Pengelolaan Hutan Lestari 165 sebagai kompensasi dari masing-masing pengelola kawasan dapat dilihat pada tabel 3 berikut : Dari tabel 3 dapat diketahui besarnya biaya lingkungan yang seharusnya diterima oleh masing-masing pengelola kawasan dimana Tahura Suryo menunjukkan nilai yang terbesar yaitu 8 691 085 /ha, terbesar kedua TNBTS sebesar Rp 2 052 400 / ha sedangkan Perum Perhutani sebesar Rp 978 349./ha.
  • 36. Disamping itu PJT I Malang telah melakukan Program Pembayaran Jasa Lingkungan dalam upaya pengembangan hubungan hulu hilir bekerja sama dengan Yayasan Pengembangan Pedesaan.yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama selama 6 bulan (Oktober 2004 s/d Maret 2005) di desa Tlekung Kota Batu seluas 17,5 ha dan desa Bendosari Kec Pujon seluas 8 ha dengan jumlah anggaran sebesar Rp 44 000 000. Tahap kedua selama 3 bulan (Maret s/d Mei 2005) di desa Bendosari dengan luas 16,5 ha dan biaya sebesar Rp 15 790 000. Semua biaya berasal dari PJT I yang diberikan kepada petani yang telah melakukan upaya konservasi sumberdaya air dan tanah didaerah hulu DAS Brantas yang merupakan daerah tangkapan air ( catchments areas). Gambar 3: Distribusi Nilai Lingkungan Komersil Tujuan program ini adalah selain untuk membangun partisipasi dan kesadaran masyarakat petani di daerah hulu sungai Brantas juga turut serta menjaga kelestariannya juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani melalui penanaman. Mekanisme kompensasi ini disalurkan secara langsung kepada petani melalui pengadaan sapras dan bibit sesuai dengan kondisi lahan setempat. dan sesuai dengan kebutuhan. Disamping itu juga untuk membangun mekanisme kelembagaan hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dalam hal pembayaran jasa lingkungan. Ada dua mekanisme distribusi biaya jasa lingkungan yang diterapkan dalam pemanfaatan jasa air : 1. Jasa lingkungan dapat diberikan langsung kepada pihak pengelola kawasan apabila pemanfaatan air langsung dari dalam kawasan lindung. 2. Jasa lingkungan dapat diberikan oleh pihak mitra atau pihak ketiga kepada pengelola kawasan apabila pemanfaatan air dilakukan oleh pihak swasta dan berfungsi sebagai stakeholder pengelola sumberdaya air.
  • 37. Gambar 4 : Mekanisme distribusi biaya jasa lingkungan I. KONSEP KEBIJAKAN PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DI KAWASAN LINDUNG Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki kondisi atau kualitas sumberdaya hutan sebagai penyedia manfaat ekonomi, ekologi dan sosial budaya di daerah hulu dan mengantisipasi terjadinya kerusakan fungsi hutan bagi daerah hilir. Konsep ini tertuang dalam “ Draft Raperda Pengelolaan Jasa Lingkungan Sumberdaya Hutan Propinsi Jawa Timur “. Para penyedia jasa lingkungan hutan di hulu yang terdiri dari kelompok tani dan pengelola kawasan hutan sangat membutuhkan pendanaan dalam upaya melakukan konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan. Manfaat jasa lingkungan sumberdaya hutan selama ini diperoleh secara cuma-cuma /gratis oleh pengguna jasa lingkungan di hilir dan tidak ada kontribusi yang dibutuhkan dalam rangka pengembalian nilai jasa lingkungan dalam bentuk konservasi atau rahabilitasi pengelolaan sumberdaya hutan di hulu secara lestari.
  • 38. Kompensasi ini merupakan inovasi baru di kehutanan sehingga perlu payung hukum dan regulasi yang jelas. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana cara menilai jasa lingkungan hutan tersebut sebagai suatu peluang kontribusi di sektor kehutanan yang lebih berimbang. Disamping itu bagaimana mekanisme pembayaran atas manfaat jasa lingkungan . Untuk itu diperlukan suatu institusi yang bersifat independen yang tidak terkait secara langsung dengan birokrasi di pemerintah propinsi/ daerah. Pemerintah hanya bersifat fasilitasi dan regulasi sehingga pengelolaan dana yang dihimpun dari pemanfaatan jasa lingkungan hutan dapat dipertanggung jawabkan secara transparan. Seperti yang tertuang dalam draft Raperda pasal 10 bahwa Badan Pengelola Jasa Lingkungan memenuhi syarat akuntabilitas, transparansi dan partisipasi. Badan ini bersifat non struktural langsung dibawah Gubernur dan berfungsi untuk melakukan fasilitasi pengumpulan dan penyaluran dana jasa lingkungan. Dalam pasal 9 dijelaskan bahwa pengguna jasa lingkungan dalam bentuk BUMN/BUMD, lembaga, perusahaan atau sektor swasta yang mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan jasa lingkungan tersebut harus mengalokasikan 2,5% dari keuntungan yang diperileh sebagai kompensasi untuk kelestarian sumberdaya hutan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan. G. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam Keindahan bentang alam hutan diminati sebagai tempat rekreasi sekaligus relaksasi. Dalam bentuk ekowisata, bentang alam hutan dengan keunikan panoramanya ini merupakan jenis wisata alternatif yang menawarkan banyak kelebihan, antara lain: sifatnya yang alami, relatif murah dan tentu saja ramah lingkungan (Kirsfianti, 2006). Selain itu, hutan yang baik mampu menciptakan iklim mikro di dalamnya sehingga menjanjikan kenyamanan dan kesejukan bagi penikmat wisata alternatif ini. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dijelaskan bahwa zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi. Bahkan dalam kawasan Suaka Margasatwa kita bisa melakukan wisata alam terbatas melalui kegiatan berkunjung, melihat dan menikmati keindahan alam serta perilaku satwa di dalamnya dengan syarat tertentu. Kegiatan wisata di kawasan konservasi ini tentu saja dapat dilakukan dengan tetap memegang teguh kaidah-kaidah konservasi. Promosi dan informasi yang kurang, terbatasnya sarana dan prasarana penunjang, serta minimnya pendidikan dan pelatihan dalam perencanaan maupun penyelenggaraan pariwisata alam merupakan beberapa permasalahan yang menghambat perkembangan sektor ini (Antara News, 2008). Jenis kegiatan yang potensial untuk dikembangkan antara lain: tracking, hiking, interpretasi alam dan lingkungan, outbound, susur gua, bird watching, sepeda gunung, dan fotografi.
  • 39. Sedangkan untuk kawasan konservasi laut, kegiatannya meliputi: snorkling, diving, surfing, ski air, dan fotografi. H. Hutan Sebagai Penyedia Jasa Wisata Alam Keindahan bentang alam hutan diminati sebagai tempat rekreasi sekaligus relaksasi. Dalam bentuk ekowisata, bentang alam hutan dengan keunikan panoramanya ini merupakan jenis wisata alternatif yang menawarkan banyak kelebihan, antara lain: sifatnya yang alami, relatif murah dan tentu saja ramah lingkungan (Kirsfianti, 2006). Selain itu, hutan yang baik mampu menciptakan iklim mikro di dalamnya sehingga menjanjikan kenyamanan dan kesejukan bagi penikmat wisata alternatif ini. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dijelaskan bahwa zona pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam dan rekreasi. Bahkan dalam kawasan Suaka Margasatwa kita bisa melakukan wisata alam terbatas melalui kegiatan berkunjung, melihat dan menikmati keindahan alam serta perilaku satwa di dalamnya dengan syarat tertentu. Kegiatan wisata di kawasan konservasi ini tentu saja dapat dilakukan dengan tetap memegang teguh kaidah-kaidah konservasi. I. Pelestarian Hutan Membahas tentang hutan, biasanya akan berkaitan dengan pegunungan, sebab kawasan hutan adalah merupakan kawasan pegunungan . Lahan di pegunungan yang masih merupakan kawasan hutan adalah lahan yang sangat banyak memberikan manfaat untuk pertanian , selain itu hutan juga sangat penting untuk menjaga fungsi lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan penyangga daerah di bawahnya. Istilah pelestarian mengesankan penimbunan, seakan akan gagasan tersebut hanyalah berarti persediaan tetap cadangan, sehingga ada sesuatu yang tertinggal untuk masa yang akan datang. Dalam pandangan masyarakat awam ahli pelestarian terlalu sering digambarkan sebagai orang yang bersifat anti sosial yang menentang setiap macam pembangunan. Apa yang sebenarnya ditentang oleh para ahli pelestarian adalah pembangunan yang tanpa rencana yang melanggar hukum ekologi dan hukum manusia. Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan salah satu penerapan yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya adalah memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estitika dan kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan, bahan-bahan yang berguna dengan menciptakan siklus seimbang antara panenan dan pembaharuan (Odum, E. ?)
  • 40. Kesadaran lingkungan harus ditumbuhkembangkan pada masyarakat sejak dini . Tekanan sosial dan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam dapat ditumbuhkembangkan melalui upaya pemberian informasi tentang lingkungan sehingga akan meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat. Menurut Djaenudin, D. 1994 kawasan hutan perlu dipertahankan berdasarkan pertimbangan fisik, iklim dan pengaturan tata air serta kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan Negara. Hutan yang dipertahankan terdiri dari hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, hutan konservasi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi. Berikut ini pengertian dari berbagai jenis hutan tersebut, antara lain: (1) Hutan lindung adalah hutan yang perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidroorologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, memelihara keawetan dan kesuburan tanah baik dalam kawasan hutan bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya; (2) Hutan suaka alam adalah hutan yang perlu dipertahankan dan dibina keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah dan pengetahuan, wisata dan lingkungan; (3) Hutan wisata adalah hutan yang dipertahankan dengan maksud untuk mengembangkan pendidikan, rekreasi dan olahraga; (4) Hutan konservasi adalah hutan yang dipertahankan untuk keberadaan keanekaragaman jenis plasma nutfah dan tempat hidup dan kehidupan satwa tertentu; (5) Hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan untuk menghasilkan kayu hutan yang hanya dapat dieksploitasi secara terbatas dengan cara tebang pilih serta; (6) Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan sebagai kebutuhan perluasan, pengembangan wilayah misalnya transmigrasi pertanian dan perkebunan, industry dan pemukiman dan lain-lain. Di dalam hutan-hutan tersebut di atas tidak boleh dilakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi hutan tersebut. Hutan mempunyai fungsi pelindung terhadap tanah dari tetesan hujan yang jatuh dari awan yang mempunyai energi tertentu, karena gerak jatuhnya itu dengan energi tertentu tetesan hujan akan memukul permukaan tanah dan melepaskan butiran tanah sehingga akan terjadi erosi percikan. Air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah akan mengalir di atas permukaan tanah, aliran air ini mempunyai energi tertentu juga, makin curam dan panjangnya lereng tempat air mengalir makin besar energinya, energi yang ada pada aliran permukaan ini akan mengelupaskan permukaan tanah sehingga terjadi erosi permukaan. Aliran permukaan dapat juga menyebabkan terbentuknya alur permukaan tanah yang disebut dengan erosi alur. Jika ada hutan maka tetesan air hujan akan jatuh pada tajuk-tajuk tanaman yang ada di hutan tersebut, terlebih lagi bila tajuk tersebut berlapis-lapis sebagian air hujan tersebut, akan menguap kembali ke udara dan sebagian lagi akan jatuh ke tanah melalui tajuk- tajuk tanaman dari yang teratas sampai ke tajuk tanaman
  • 41. yang terendah, akibatnya energi kinetic air hujan tersebut di patahkan atau diturunkan kekuatannya oleh tajuk- tajuk tanaman yang berlapis tadi, hingga akhirnya air hujan yang jatuh pada tanah dari tajuk yang terndah energinya hanya yang kecil saja sehingga kekuatan pukulan air hujan pada permukaan tanah tidak besar, dengan demikian erosi percikan hanya kecil. Sebagian air yang jatuh di tajuk akan mengalir melalui dahan ke batang pokok dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pokok sampai ke tanah. Di dalam hutan di atas permukaan tanah terdapat seresah yaitu, daun, dahan dan kayu yang membusuk. Seresah- seresah tersebut dapat menyerap air dan dapat membuat tanah mejadi gembur dan membuat air mudah meresap ke dalam tanah. Karena penyerapan air oleh seresah dan air meresap ke dalam tanah aliran air permukaan menjadi kecil dengan demikian erosi lapisan dan erosi alur jadi kecil. Apabila hutan tidak dipertahankan atau dilestarikan fungsi perlindungan hutan terhadap tanah akan hilang sehingga akan terjadi erosi bahkan longsor seperti yang banyak terjadi sekarang ini bila musim hujan datang. Erosi akan semakin besar dengan besarnya intensitas hujan serta makin curam dan panjangnya lereng. Akibat adanya erosi kesuburan tanah akan berkurang karena lapisan atas sudah terkikis dan terbawa oleh air sehingga akan menurunkan produksi tanaman dan pendapatan petani (Sinukaban, N. 1994). J. Usaha, Cara Dan Metode Pelestarian Hutan Sumber masalah kerusakan lingkungan terjadi sebagai akibat dilampauinya daya dukung lingkungan, yaitu tekanan penduduk terhadap lahan yang berlebihan. Kerusakan klingkungan hanyalah akibat atau gejala saja , karena itu penanggulangan kerusakan lingkungan itu sendiri hanyalah merupakan penanggulangan yang sistematis, yaitu penanggulangannya harus dilakukan lebih mendasar yang berarti menanggulangi penyebab dari kerusakan lingkungan. Karena itu sebab keruskan lingkungan yang berupa tekanan penduduk terhadap sumber daya alam yang berlebih harus ditangani. Usaha, cara, dan metode pelestarian hutan dapat dilakukan dengan mencegah perladangan berpindah yang tidak menggunakan kaidah pelestarian hutan , waspada dan hati- hati terhadap api dan reboisasi lahan gundul serta tebang pilih tanam kembali (Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2006). Perladangan berpindah sering dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di pedesaan. Pengaruhnya terhadap pelestarian hutan tidak akan besar karena mereka dalam melakukan kegiatan pada lahan yang tidak terlalu luas. Cara yang mereka gunakan biasanya masih tradisional dan usaha taninya bersifat subsisten dan mereka tidak menetap . Namun untuk perladangan yang luas perlu dilakukan usaha tani yang memenuhi kaidah-kaidah pelestarian hutan dan harus ada pencagahan perladangan berpindah.
  • 42. Seringnya terjadi pembakaran hutan pada lahan-lahan perkebunan yang besar memberikan dampak yang buruk pada hutan disekitarnya. Oleh sebab itu perlu dihindari pembukaan lahan baru dengan cara pembakaran hutan. Kebakaran hutan juga dapat terjadi bila tidak hati-hati terhadap api, membuang sisa rokok yang tidak pada tempatnya akan dapat menjadi sumber api, embakar sampah atau sisa tanaman yang ada di ladang tanpa pengawasan dan penjagaan juga dapat menjadi sumber kebakaran. Biaya yang dikeluarkan untuk reboisasi dan penghijauan sudah sangat besar namun hasilnya tidak menggembirakan , banyak pohon yang ditanam untuk penghijauan dan reboisasi dimatikan lagi oleh penduduk karena perpindahan ladang dan pembukaan lahan baru, untuk itu salah satu cara yang dapat dilakukan untuk reboisasi adalah dengan sistem tumpang sari, dalam sistem ini peladang diperbolehkan menanam tanaman pangan diantara larikan pohon dengan perjanjian petani memelihara pohon hutan yang ditanam dan setelah kira-kira lima tahun waktu pohon sudah besar petani harus pindah, namun dalam kenyataan petani banyak tidak memelihara pohon atau bahkan mematikan pohon tersebut karena dianggap mengganggu tanaman usaha taninya sehingga tidak jarang mereka menetap di tempat tersebut. Kegagalan penghijauan dan reboisasi dapat dimengerti, karena penghijauan dan reboisasi itu pada hakikatnya menurunkan daya dukung lingkungan. Dalam hal penghijauan, pohon ditanam dalam lahan petani yang digarap, pohon itu mengambil ruas tertentu sehingga jumlah luas lahan yang tersedia untuk tanaman petani berkurang. Lagipula pohon itu akan menaungi tanaman pertanian dan akan mengurangi hasil. Oleh sebab itu, petani akan mematikan pohon atau memangkas pohon tersebut untuk mengurangi naungan dan mendapatkan kayu bakar. Reboisasi mempunyai efek yang serupa seperti penghijauan yaitu, mengurangi luas lahan yang dapat ditanami oleh petani dan pengurangan produksi oleh naungan pohon. Jadi jelas dari segi ekologi manusia penghijauan dan reboisasi sukar untuk berhasil selama usaha itu mempunyai efek menurunkan daya dukung lingkungan dan menghilangkan atau mengurangi sumber pencaharian penduduk. Promosi dan informasi yang kurang, terbatasnya sarana dan prasarana penunjang, serta minimnya pendidikan dan pelatihan dalam perencanaan maupun penyelenggaraan pariwisata alam merupakan beberapa permasalahan yang menghambat perkembangan sektor ini (Antara News, 2008). Jenis kegiatan yang potensial untuk dikembangkan antara lain: tracking, hiking, interpretasi alam dan lingkungan, outbound, susur gua, bird watching, sepeda gunung, dan fotografi. Sedangkan untuk kawasan konservasi laut, kegiatannya meliputi: snorkling, diving, surfing, ski air, dan fotografi.
  • 43. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Bumi ini hijau. Dengan hijaunya bumi menjadi salah satu indikator bahwa keseimbangan lingkungan selalu terjaga. Begitu banyak orang yang peduli dengan bumi sehingga partisipasi pada hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April begitu menggeliat. Aksi penanaman sejuta pohon membuktikan bahwa masih dan bahkan banyak orang yang peduli dengan lingkungan, begitu peduli dengan bumi sebagai tempat hunian manusia di seluruh penjuru dunia. Sudah selayaknya bukan bumi ini menjadi perhatian manusia? Mengingat bila keseimbangan lingkungan di bumi rusak maka efeknya yang paling utama akan langsung dirasakan oleh penghuni bumi, salah satunya manusia. Maka manusia itu selain sebagai faktor penggerak keseimbangan lingkungan di bumi, manusia juga menjadi korban dari ketidakseimbangan lingkungan dan sekaligus juga bisa menjadi faktor penyebab dari rusaknya keseimbangan lingkungan di bumi ini. Bila keseimbangan lingkungan terganggu maka akan berimbas pada keseluruhan sistem yang ada. Bukan rahasia lagi kalau hutan memiliki fungsi yang begitu besar dalam keseimbangan lingkungan. Dengan adanya hutan, sistem tata air menjadi seimbang, akar-akar tanaman yang terdapat dalam hutan sangat berperan dalam menyerap kelebihan air, terutama pada musim penghujan sehingga banjir dapat dicegah. Fungsi hutan sebagai penampung zat karbondioksida sangat dirasakan oleh semua penghuni bumi, seperti manusia dan tumbuh-tumbuhan. Mengapa?Tentunya kita mengetahui bahwa karbondioksida merupakan zat beracun. Zat ini sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dalam melakukan fotosintesis. Secara kimia, reaksi fotosintesis akan menghasilkan glukosa dan oksigen. Oksigen yang dihasilkan dalam fotosintesis begitu dibutuhkan oleh manusia untuk bernafas. Maka dapat disimpulkan betapa pentingnya keberadaan hutan, salah satunya melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuh-tumbuhan. Namun, sungguh amat disayangkan bila di media publikasi tergambar bahwa hutan mulai terkikis. Kehijauan hutan yang menjadi pesonanya mulai terusik. Adanya tangan-tangan tak bertanggungjawab yang menjamahnya secara liar, tanpa pernah memikirkan efek yang dahsyat dikemudian hari. Yang ada dipikiran para penjamah hanyalah keuntungan sesaat dan sepihak. Tangan-tangan yang tak bertanggungjawab ini sesukanya melakukan penebangan hutan secara liar. Ya..pasti, telinga kita tak akan asing lagi dengan kata illegal logging, atau pembalakan liar. Pembalakan liar atau yang dikenal dengan sebutan illegal logging merupakan tindakan yang memiliki efek yang sangat signifikan terhadap lingkungan sekitar. Mengapa? ini berkaitan dengan fungsi hutan yang sangat penting yaitu salah satunya berperan dalam pengaturan tata air.
  • 44. Pemikiran sederhananya adalah begini, ketika kita tak sengaja menumpahkan air di meja makan atau di lantai keramik, maka selama kita tak segera memberhentikan aliran air tersebut, maka air yang tertumpah ini akan terus mengalir ke seluruh permukaan meja atau lantai. Akan sampai dimana aliran air itu berhenti?jawabannya tak jelas, selama air itu masih terus mengalir bisa jadi ke seluruh permukaan yang tertumpah tadi. Bisa dibayangkan bila tumpahan air itu relatif banyak! Wah..tak terbayangkan bagaimana basahnya area tersebut. Begitu juga di dunia nyata. Sama kasusnya seperti air yang tertumpah tersebut. Ketika turun hujan, atau pada musim hujan, pasti banyak sekali aliran air dari langit. Nah..kalau banyak hutan yang mengalami pembalakan liar, kira-kira aliran air hujan itu akan tertimbun kemana?Tak ada lagi hutan yang menyerap kelebihan air hujan tersebut. Maka apakah yang akan terjadi??Secara kasat mata, banjirlah kemungkinan yang akan memenuhi pandangan mata. B. Saran Dari pemikiran sederhana saja, kita semua dapat memahami betapa pentingnya hutan bagi kehidupan kita semua. Keberadaan hutan menyebabkan kelebihan air dapat diserap. Tak akan ada air yang tergenang di permukaan bumi yang dalam skala besar dapat menyebabkan banjir. Dengan adanya hutan, maka fungsi keseimbangan lingkungan akan terjaga, seperti yang telah dipaparkan pada paragraf-paragraf di atas. Hijaunya hutan pun menjadi pemandangan yang sedap di mata. Dan bukan tak mungkin dapat dijadikan sumber pendapatan negara, contoh sederhana, salah satunya sebagai hutan wisata. Kasus pembalakan liar seperti digambarkan pada paragraf sebelumnya merupakan otoritas pemerintah untuk menanganinya. Kita, sebagai penduduk di negeri ini tak dapat berbuat banyak untuk mencegah atau bahkan menghakimi tindakan para pelaku. Akan tetapi, sebagai bagian dari penduduk bumi, kita bisa ikut berperan dalam menghijaukan bumi ini, contoh sederhananya adalah dengan ikut berpartisipasi dalam penanaman pohon. Hal yang sederhana bukan? Saya yakin, tak perlu seorang yang ahli untuk menanam sebuah tanaman, tiap orang pasti bisa asal mereka mau belajar. Menanam saja sangat berarti bagi hijaunya bumi ini. Tak perlu kita berkoar-koar menghujat para pelaku pembalakan liar, yang akibat tindakan mereka begitu berimbas pada semua penduduk bumi. Namun, kita cukup memiliki kesadaran dari diri sendiri untuk ikut menghijaukan bumi, meski hanya sebuah tanaman. Kelak, dengan berjalannya waktu satu buah tanaman ini akan tumbuh dan berkembang menjadi pohon besar yang bermanfaat bagi hijaunya bumi. Bayangkan! Bila satu orang saja memiliki kesadaran ini, efeknya pasti dapat dirasakan. Bagaimana bila tiap-tiap individu di negeri ini memiliki kesadaran yang serupa?Pasti hijaunya bumi bukanlah angan-angan semata, lambat laun hijau tersebut akan menjadi realita. Dan, bila bumi ini menjadi hijau, siapa lagi yang akan merasakan keuntungannya secara langsung?jawabnya, pasti semua mengetahuinya:) Ya, kita semua sebagai penghuni bumi ini yang secara langsung dapat merasakannya.
  • 45. DAFTAR PUSTAKA Sylviani, 2006 Kajian Distribusi Biaya Dan Manfaat Hutan Lindung Sebagai Penyedia Air. Tim Evaluasi Tarif Dasar. 2002. Usulan Komperehensif Pembiayaan Pengelolaa Sumberdaya Air di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas. Tim Evaluasi Tarif Dasar Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan Pemeliharaan Prasarana Pengairan-Dept Kimpraswil. Tidak Diterbitkan. Dinas Kehutanan Jatim. Bahan Konsultasi Publik Draft Raperda Pengelolaan Jasa Lingkungan Sumberdaya Hutan. Kerjasama dengan MFP dan DFID, 2006 Kirsfianti, 2006 Kajian Optimal Luas, Jenis dan Proporsi Vegetasi serta Posisi Hutan Lindung Terhadap Produksi Air di DAS Anonim. 2008. Mengoptimalkan Kawasan Konservasi sebagai Tujuan Wisata Alam. Jakarta: Antara News Ginoga, Kirsfianti. 2006. Imbalan Jasa Lingkungan Hutan: Dari Inisiatif Lokal ke Realisasi Nasional. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi IV tahun 2006 Rusmantoro, W., 2003. Hutan Sebagai Penyerap Karbon. Artikel Internet dalam Spektrum Online. Suryatmojo, Hatma. 2005. Peran Hutan Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan. Yogyakarta: Publikasi Penelitian Fakultas Kehutanan UGM Kodoatie, R.J. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu. Andi Offset. Yogyakarta. Morison Guciano, 2009. Ihwal Komitmen Pelestarian Hutan. Harian Kompas. http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/11/30/ (http://afand.abatasa.com/post/detail/2405/lingkungan-hidup-kerusakan- lingkungan-pengertian-kerusakan-linkungan-dan-pelestarian-.htm)