SlideShare a Scribd company logo
KUMPULAN MATERI TUGAS MEMBUAT
MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Yang dibimbing oleh :
Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
NAMA KELOMPOK :
1. FENNY RIZKY EKA S (1221800105)
2. SEPTIANINGRUM K (1221800140)
3. SEPTIA TRI WAHYUNI (1221800071)
4. WENDA RAHMAWATI (1221800091)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
SURABAYA
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
A. MANFAAT MAHASISWA BELAJAR FILSAFAT.....................................................4
B. PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT.........................................................................5
C. LOGIKA ILMU BERPIKIR ...........................................................................................6
i. Pengertian Logika Ilmu............................................................................................... 6
ii. Pengertian Berpikir Ilmiah.......................................................................................... 7
iii. Pengertian Penalaran...................................................................................................9
A. METODE ILMIAH....................................................................................................... 10
B. PENELITIAN ILMIAH................................................................................................. 12
C. KEBENARAN ILMIAH................................................................................................ 13
D. KRITERIA KEBENARAN ILMIAH............................................................................. 16
E. KESIMPULAN.............................................................................................................. 19
D. TEORI KEBENARAN ...................................................................................................20
A. Pengertian Kebenaran................................................................................................... 20
B. Teori-Teori Kebenaran.................................................................................................. 22
E. TATARAN KEILMUAN PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOHI,
DAN AKSIOLOGI.................................................................................................................27
A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 27
B. PEMBAHASAN............................................................................................................. 29
C. KESIMPULAN.......................................................................................................... 39
F. FILSAFAT PANCASILA ..............................................................................................40
A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 40
B. PEMBAHASAN............................................................................................................. 41
a. Pengertian Filsafat Pancasila..................................................................................... 41
b. Kajian Ontologis ........................................................................................................ 42
c. Kajian Epistemologis ................................................................................................. 45
d. Kajian Aksiologi........................................................................................................ 47
C. KESIMPULAN.............................................................................................................. 52
G. PENULISAN KARYA ILMIAH ...................................................................................53
A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 53
B. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 55
a) Tentang Judul............................................................................................................ 55
b) Tentang Latar Belakang Penelitian............................................................................ 55
c) Tentang IdentifikasiMasalah..................................................................................... 56
d) Tentang Maksud dan Tujuan Penelitian.................................................................... 57
e) Tentang Kegunaan Penelitian.................................................................................... 57
f) Tentang Kerangka Pemikiran Premis dan Hipotesis.................................................. 58
g) Tentang Metode Umum Penelitian............................................................................. 58
h) Tentang Lokasi dan Lama Penelitian......................................................................... 59
C. TINJAUAN KEPUSTAKAAN....................................................................................... 60
H. KUMPULAN SOAL DAN JAWABAN ........................................................................61
A. SOAL 1.......................................................................................................................... 61
2. SOAL DUA.................................................................................................................... 66
3. SOAL 3.......................................................................................................................... 67
A. MANFAAT MAHASISWA BELAJAR FILSAFAT
Dalam hal ini, Ilmu filsafat sangat penting sekali untuk kita pelajari. Dimana filsafat
adalah cara kita untuk mencari jati diri kita dan mengasah cara berpikir kita. Filsafat akan
membangun landasan berpikir kita untuk berkomponen utama baik bagi kehidupan pribadi
dalam hal etika. Dari manfaat filsafat juga dapat mendobrak pola pikir yang hanya terpaku
dari dogma yang menjadi penjara bagi pola pikir manusia. Dalam hal ini mahasiswa dapat
menempatkan diri untuk mendekatkan pada suatu kebijaksanaan dalam menyikapi sebuah
permasalahan - permasalahan yang mungkin menerpa dirinya. Ilmu filsafat bagi mahasiswa
dapat menjadikan pola pikir mahasiswa yang rasional untuk mengamati alam dan individual
di dalam suatu kehidupan karena ilmu ini menggunakan bukti dari eksperimen.
Ilmu filsafat bisa dilihat dari cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari
pengalaman yang kita alami selama hidup kita.
Filsafat secara garis besar sering sekali tidak diterima dengan pemikiran yang kritis
oleh mahasiswa. Mahasiswa juga merasa acuh dan meringankan dari ilmu filsafat itu sendiri,
karena memang dari mereka sendiri kurangnya wawasan dari pola pikir. Dari ilmu filsafat
mahasiswa dapat berfikir secara independen yang berarti bisa hidup dengan pikirannya
sendiri bukan dari pola pikir orang lain, dari situ kita bisa melangkah lebih jauh lagi. Di
dalam filsafat tidak ada aturan-aturan yang terikat jadi kita bisa mempunyai fleksibilitas
berfikir dan memiliki kemauan untuk mencoba hal-hal baru jadi tidak terikat dengan ide-ide
lama dan bisa menggantinya dengan ide-ide yang baru.
Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus dan
bekerja mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk
memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal
yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman
mempelajari filsafat ilmu diterapkan. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan
mahasiswa semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus
diharapkan untuk bersikap kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang
kuliah maupun dari sumber-sumber lainnya. Dan dapat Membiasakan diri untuk bersikap
logis-rasional dalam Opini & argumentasi yang dikemukakan Mengajarkan cara berpikir
yang cermat dan tidak kenal lelah.
B. PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT
Filsafat adalah dasar dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan selalu berkembang
hingga saat ini. Kita, manusia modern yang menggunakan teknologi untuk membantu
kegiatan sehari – hari kita adalah salah hasil perkembangan filsafat masa lalu menjadi
pengetahuan yang menghasilkan produk yang telah dan saat ini kita nikmati. Seni yang kita
nikmati melalui lagu dan gambar sekalipun adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesenian individu tanpa meninggalkan filsafat itu sendiri.
Jika kita mencari arti filsafat, maka kita menemukan arti kata tersebut philosophia
dalam bahasa yunani yang berarti pecinta kebijaksanaan. Tentu dengan arti tersebut dapat
disimpulkan bahwa tujuan dari filsafat menurut saya adalah mampu membuat berpikir logis,
kritis, dan radikal. Tetapi apakah dengan tujuan tersebut cukup membuat filsafat
berkembang? Iya, perkembangan filsafat dalam kehidupan kita sangat membantu, tetapi
hanya dalam perkembangan ilmu saja yang telah memberikan kita produk yang kita nikmati.
Perkembangan filsafat yang melahirkan bercabang – cabang ilmu pengetahuan dan
memberikan hasil yang kita nikmati sekarang tidak membuat antusias kita sendiri mampu
menikmakti filsafat itu sendiri. Kita selalu mengeluh bahwa filsafat membosankan dan tidak
dapat dipahami. Berpikir bahwa ilmu filsafat jika dipelajari tidak ada kegunaan sama sekali
dalam kehidupan sehari – hari kita. Berasumsi pada mereka yang mempelajari filsafat selalu
berpikir tidak berarah atau berputar – putar tanpa ada jawaban instan. Lebih lagi, bagi kita
yang hidup modern beranggapan bahwa belajar filsafat membuang waktu diri sendiri.
Walaupun buku karya Jostein Gaarder beribu – ribu ekslempar terjual tidak akan
membuat anggapan kita pada filsafat menjadi menarik. Filsafat sudah membawa kita pada
kemajuan saat ini. Tetapi kemajuan tersebut tidak akan kita produksi dengan lebih baik jika
dasar filsafat tidak kita mengerti. Filsafat tidak selalu berputar tentang berpikir berat. Tetapi
juga bagaimana kita bertanya, berdiskusi, berdialektika, dan sistematik, serta mampu
mengetahui apakah pendapat kita objektif atau subjektif di mana semua hal tersebut belum
kita gunakan dalam kehidupan secara individu dan berkelompok.
C. LOGIKA ILMU BERPIKIR
i. Pengertian Logika Ilmu
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika
untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi
dalam arti “seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3
sesudah Masehi adalah orang pertama yang mempergunakan kata “logika” dalam arti
ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan
logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata
logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika
secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid.
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan
fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan
penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan
teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari
suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan
yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak
kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan
isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum
menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur
kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya
menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena
sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal).
Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai
penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan
serta cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis.
Contoh penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang
mengalami penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan
dengan minum air putih. Logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia
untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk
menjalankan tugasnya menghasilkan makrofag untuk membunuh patogen yang
masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri
akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh.
ii. Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk
akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan. (Hillway, 1956) selain itu menggunakan akal budi untuk
mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Contohnya: Kepler, seorang
ahli astronomi, telah mencatat pengamatan-pengamatan yang banyak jumlahnya
tentang posisi planet Mars. Catatan-catatan ini memberitahukan kepadanya tentang
posisi Mars di ruang angkasa pada berbagai waktu selama bertahun-tahun, dalam
hubungannya dengan matahari pada suatu waktu tertentu. Masalah yang dihadapi
Kepler ialah jalan edar mengitari matahari yang manakah yang harus ditempuh Mars
agar berada pada titik-titik yang telah diamati di angkasa pada waktu-waktu yang
setepatnya.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua
macam, yaitu Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi.
1. Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis.
 Metode analisis
Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu
dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang
lainnya. Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi
ekstensi, dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini
digunakan, dan mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas
tertentu. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita
memperoleh pengetahuan analitis.
 Metode sintesis
Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan
cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas,
(2) Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu
adalah aktifitas, metode, dan produk.
1. Metode non deduksi
Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode
deduksi.
 Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat umum. Contohnya: Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa
kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga
dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan-
kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni
semua binatang mempunyai mata.
 Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
atau masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia yang ada didunia pasti
suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas dasar
ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia
maka suatu ketika ia akan mati juga.
iii. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan
tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang
mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh,
dengan pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk.
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan manusia
dengan hewan yaitu apabila terjadi kabut, burung akan terbang untuk mengindari
polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia
akan mencari tahu mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari
kabut? Apa saja komponen-komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja
penyakit yang diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa
dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan
manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di
tempat yang benar.
A. METODE ILMIAH
1. Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Juga dapat diartikan bahwa
metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu
interelasi.Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh
para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini
menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya
suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka
metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
d. Menggunakan hipolesa
e. Menggunakan ukuran objektif
f. Menggunakan teknik kuantifikasi
Adapun Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi tujuh tahap, yaitu :
a. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
b. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada
pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
c. Menyusun hipotesis.Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan
data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
d. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
e. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk
menghasilkan kesimpulan.Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif,
tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja
dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).
f. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan
perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka
hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.
g. Menulis laporan Ilmiah.Untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain
sehingga orang lain tahu bahwa kita telah melakukan suatu penelitian ilmiah.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap
penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :
1. Rasa ingin tahu
2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
4. Tekun (tidak putus asa)
5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain).
Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud
meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan
(dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981)
a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama.
b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan
(menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan)
c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata
d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain
e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain.
B. PENELITIAN ILMIAH
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah.
Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan
sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:
a. Sistematik, Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan
sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang
kompleks.
b. Logis, Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta
empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah
bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif
yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual
(khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang
bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
c. Empirik, artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari
(fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil
coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.
d. Obyektif, artinya suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak
mencampurkannya dengan nilai-nilai etis.
e. Replikatif, artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh
peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode,
kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi
operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
C. KEBENARAN ILMIAH
1. Pengertian Kebenaran
Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar,
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan
yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada
taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.Sebelum mencapai
kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan teori ilmiah
sebagaiamana kerangka ilmiah, akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu
pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak. Sebagaimana diungkap Ahmad Tafsir
dalam kerangka berfikir sebagai berikut:
a. Yang logis ialah yang masuk akal
b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional
c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam
d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum
alam.
e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra
rasional.
Beberapa definisi kebenaran dapat kita kaji bersama dari beberapa sumber,
antara lain, Kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), arti kebenaran
yaitu:
1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya)
2. Sesuatu yang benar ( sunguh-sungguh ada, betul demikian halnya),
3. Kejujuran, ketulusan hati,
4. Jalan kebetulan.
Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan filsafat Ilmu UGM,
kebenaran dikelompokkan dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis
dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis
menjadi bahasan epistemology, logika dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
pernyataan dengan realitas objektif. Sedangkan kebenaran metafisik berkaitan dengan
yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri
kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang
menyatakannya.
Menurut teori kebenaran metafisik/ontologis, kebenaran adalah kualitas
individual atas objek, ia merupakan kualitas primer yang mendasari realitas dan
bersifat objektif, ia didapat dari sesuatu itu sendiri. Kita memperolehnya melalui
intensionalitas, tidak diperoleh dari relasi antara sesuatu dengan sesuatu, misal
kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Dengan demikian kebenaran metafisis
menjadi dasar kebenaran epistemologis, pernyataan disebut benar kalau memang yang
mau dinyatakan itu sungguh ada.
Sedangkan menurut Noeng Muhajir, eksistensi kebenaran dalam aliran
filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui
kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra.
Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari
dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah
Swt. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu
merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang perlu dibenahi, juga model
logika pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam
adalah logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal
dengan pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan
pembuktian probabilitas.
Dengan menggunakan berbagai pendekatan kebenaran dalam mendapatkan
pengetahuan, maka dibutuhkan berbagai kriteria kebenaran yang disepakati secara
konsensus, baik dengan cara mengadakan penelitian atau mengadakan perenungan.
Dalam pendekatan ini dibedakan menjadi dua pendekatan kebenaran, yaitu kebenaran
ilmiah dan kebenaran non ilmiah. Kebenaran ilmiah akan dijelaskan secara rinci
dalam makalah ini. Sedangkan kebenaran non ilmiah juga ada di masyarakat, akan
tetapi sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara kajian ilmiah. Kebenaran non
ilmiah antara lain:
1. Kebenaran karena kebetulan : kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak
ditemukan secara ilmiah, tidak dapat diandalkan karena terkadang kita tertipu
dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Misalnya radio tidak ada
suaranya, dipukul, kemudian bunyi.
2. Kebenaran karena akal sehat (common sense): Akal sehat adalah serangkaian
konsep yang dipercaya dapat memecahkan masalah secara praktis. Contoh
kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan
adalah termasuk kebenaran akal sehat. Akan tetapi penelitian psikologi
membuktikan hal tersebut tidak benar, bahkan lebih membahayakan masa
depan peserta didik.
3. Kebenaran intuitif: kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar
dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang
berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang.
4. Kebenaran karena trial dan error: kebenaran yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi, dan parameter-
parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Hal ini membutuhkan waktu
lama dan biaya tinggi.
5. Kebenaran spekulasi : kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun
kurang dipikirkan secara matang, dikerjakan penuh risiko, relative lebih cepat
dan biaya lebih rendah.
6. Kebenaran karena kewibawaan : kebenaran yang diterima karena pengaruh
kewibawaan seseorang, bisa sebagai ilmuwan, pakar, atau orang yang
memiliki otoritas dalam suatu bidang tertentu. Kebenaran yang keluar darinya
diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar bisa salah
karena tanpa prosedur ilmiah.
Dengan mengetahui kebenaran berdasarkan pendekatan non-ilmiah paling tidak
kita dapat membedakan segala kebenaran yang berada di masyarakat tersebut tidak teruji
secara ilmiah, sehingga sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nah
sekarang bagaimana kebenaran ditinjau dari pendekatan ilmiah.
D. KRITERIA KEBENARAN ILMIAH
Kriteria kebenaran sebagai dasar pengetahuan yang akan dibahas dalam
makalah ini, adalah kriteria kebenaran ilmiah dengan menggunakan beberapa patokan dan
pijakan yang dibuat para ahli sebelumnya. Kriteria kebenaran ini juga tidak terlepas dari
sejarah dan patokan apa yang dipakainya. Hal ini tidak terlepas dari sifat kajian ilmiah,
jika ada penemuan terbaru dalam bidang dan hal yang sama dapat menggantikan
penemuan sebelumnya. Dan ini juga tidak terlepas dari filsafat manusia yang
menghasilkan pada saat itu.
Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui penelitian
dengan dukungan metode serta sarana penelitian, maka diperoleh suatu pengetahuan.
Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang kontradiksi di
dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan
fakta.
Bangunan suatu pengetahuan secara epistemology bertumpu pada asumsi
metafisis tertentu, dari metafisis ini menuntut suatu cara atau metode yang sesuai untuk
mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang dikembangkan merupakan konsekuensi
logis dari watak objek. Maka secara epistemology kebenaran merupakan kesesuaian
antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya yang
menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek
yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya.
Kriteria kebenaran menurut Jujun S. Suriasumantri menggunakan dua teori
kebenaran yaitu terori koherensi dan teori korespondensi. Teori koherensi adalah suatu
teori yang menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut
bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Bila kita mengganggap bahwa semua manusia pasti akan mati adalah suatu
pernyataan yang benar, maka penyataan bahwa si pulan adalah seorang manusia dan si
pulan pasti akan mati adalah benar pula, karena pernyataan kedua adalah konsisten
dengan pernyataan pertama. Teori lainnya adalah teori korespondensi dengan tokohnya
Bertrand Russel (1872-1970), pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung
pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh
pernyataan tersebut. Misalnya Jika “ Ibu kota Republik Indonesia adalah
Jakarta” merupakan pernyataan yang benar sebab pernyataan tersebut faktual yaitu
Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Dan sekiranya ada orang yang menyatakan
“ Ibu kota Republik Indonesia adalah Bandung , maka pernyataan tersebut tidak benar.
Teori korespondensi ini menurut Abbas merupakan teori kebenaran yang
paling awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena
Aristoteles sejak awal ( sebelum abad modern ) mensyaratkan kebenaran pengetahuan
harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.Teori kebenaran koherensi yang
berpandangan bahwa pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara
pernyataan yang satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu system
pengetahaun yang dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu system yang
unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Maka teori kebenaran ini termasuk teori
kebenaran tradisional menurut Imam wahyudi.Kelemahan dari teori koherensi
ini terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal.
Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika
dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini dapat mengarah kepada
relativisme kebenaran.
Kedua teori inilah yaitu teori koherensi dan korespondensi yang
dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran
teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini.
Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta
yang mendukung suatu pernyataan tertentu menggunakan teori kebenaran yang lain yaitu
kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis menurut Jujun S. Suriasumantri bukan merupakan aliran
filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan
kebenaran. Dimana kebenaran suatu pernyataan diukur dengan apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu penyataan adalah
benar , jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.
Kriteria kebenaran pragmatisme ini dipergunakan para ilmuwan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dalam persepekstif waktu. Secara historis pernyataan yang
sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan
permasalahan ini maka ilmuwan bersifat pragmatis, selama pernyataan itu fungsional dan
mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, dan sekiranya pernyataan itu
tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.
Menurut Rohmat Mulyana, Tidak dapat dipungkiri bahwa metode ilmiah (
scientific methods) merupakan cara yang handal untuk menemukan kebenaran ilmiah.
Tingkat kebenarannya yang logis empiris membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu
pengetahuan yang semakian lama semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah
banyaknya teori baru yang semakin canggihnya teknologi. Akan tetapi semakin
berkembangnya ilmu alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang
melahirkan spesialisasi yang berlebihan. Sebagai missal, Biologi berkepentingan untuk
meneliti manusia sebagai suatu organisma, bukan sebagai makhluk yang berbudaya,
begitu pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejehateraan manusia,
bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan. Dengan
keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat merangkum seluruh
pengalaman, pengetahuan, cita-cita , keindahan dan kasih sayang yang terdapat dapat diri
manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua urusan manusia dapat dipecahkan
melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat
menjangkau kebenaran pada wilayah yang logis dan supra logis.
Pendekatan kebenaran ilmiah melalaui penelitian ilmiah dan dibangu atas teori
tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik
dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan dan
kemantapan internalnya. Artinya,jika penelitian ulang orang lain menurut langkah-
langkah sama akan yang serupa pada kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang
ajeg konsisten atau koheren dengan sebelumnya. Pendekatan ilmiah ini menurut Sumardi
Suryabrata, akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena
pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan,
penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Atau kebenaran ilmiah terbuka untuk diuji
oleh siapapun yang menghendaki untuk mengujinya.
E. KESIMPULAN
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para
ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan
langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang
digunakan dalam penelitian disebut motode ilmiah sesuai dengan tuuan dan fungsinya
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah.
Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan
sebagai penelitian ilmiah. Sedangkan kebenaran Ilmiah adalah kebenaran yang
bersifat mutlak dengan pembuktian dengan melalui beberapa tahapan atau proses
menuju pencapaian kebenaran tersebut.
D. TEORI KEBENARAN
A. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran
ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya
haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas
yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun
yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya
pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada
dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-
komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan
tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil
temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system. Tampaknya anggapan yang kurang tepat
mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap
kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian
dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato
pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh
belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan
(dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa
saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran
keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-
bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian
maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran
sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya
harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara
pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus
yang dengan aspek obyek yang diketahui. adi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin
suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang
transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri
manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti
dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran
logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan
dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan
dengan akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada
merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.
B. Teori-Teori Kebenaran
Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah.
Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita
golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari
kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian
data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat,
terdapat beberapa teori tentang kebenaran, antara lain :
a. Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian)
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara
luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita
obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang
pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat
dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu.
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi
suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa”
maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual,
yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang
mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah
tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini
maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau
Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan
langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung
kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan
fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Dengan ini
Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa
kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau
pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence)
dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya
apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa
kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek
dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai
kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh
apakah pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak.
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek
(informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan).
Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek,
maka sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory of truth), menerangkan
bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti
yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh
pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta,
yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima
unsur yang perlu yaitu :
a. Statemaent (pernyataan)
b. Persesuaian (agreemant)
c. Situasi (situation)
d. Kenyataan (realitas)
e. Putusan (judgements)
Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan).
Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih
lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad
moderen.
b. Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi (teori keteguhan)
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika.
Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan
pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan
pernyataan yang pertama.
Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini adalah bahwa karena
kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan pernyataan
lain, timbul pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi? Jawabannya,
kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebut sesuai dan sejalan
dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak
mundur tanpa henti (infinite regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti.
Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan ini
penting, dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian
dengan realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mengecek apakah suatu
pernyataan adalah benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya
sebagai benar secara apriori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada
realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan tersebut.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan
Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap
pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut. Meskipun
demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni
persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu.
c. Teori Pragmatik
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah
makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini
kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan
Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli
filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952),
George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme.
Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability)
atau akibat yang memuaskan, Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai
benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan
pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup
praktis dalam kehidupan manusia.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran
ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap
benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini
maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan
maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian,
disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka
pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran cenderung
menekankan satu atau lebih dati tiga pendekatan , yaitu :
a. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita
b. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen.
c. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.
Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut
dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian
yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti
adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah
pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang
kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan
adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis bagi kehidupan manusia”. Dalam pendidikan, misalnya di IAIN, prinsip kepraktisan
(practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing fakultas. Tarbiyah
lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas lainnya. Mengenai
kebenaran tentang “Adanya Tuhan” para penganut paham pragmatis tidak mempersoalkan
apakah Tuhan memang ada baik dalam ralitas atau idea (whether really or ideally).
William James mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari
pemikirannya tentang “berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap
kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan
atau kepentingan manusia. Oleh karena itu, pernyataan penting bagi James adalah jika suatu
ide diangap benar, apa perbedaan praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan
ide yang tidak benar. Apa konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar
dibandingkan dengan ide yang keliru. Menurut William James, ide atau teori yang benar
adalah ide atau teori yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita.
Sebaliknya, ide yang salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membanu kita
memenuhi kebutuhan kita.
Dewey dan kaum pragmatis lainnya juga menekankan pentingnya ide yang benar bagi
kegiatan ilmiah. Menurut Dewey, penelitian ilmiah selalu diilhami oleh suatu keraguan awal,
suatu ketidakpastian, suatu kesangsian akan sesuatu. Kesangsian menimbulkan ide tertentu.
Ide ini benar jika ia berhasil membantu ilmuwan tersebut untuk sampai pada jawaban tertentu
yangmemuaskan dan dapat diterima. Misalnya, orang yang tersesat di sebuah hutan kemudian
menemukan sebuah jalan kecil. Timbul ide, jangan-jangan jalan ini akan membawanya keluar
dari hutan tersebut untuk sampai pada pemukiman penduduk. Ide tersebut benar jika pada
akhirnya dengan dituntun oleh ide tadi ia akhirnya sampai pada pemukiman manusia.
Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau
memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang
diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian
kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau
pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya
kebenaran yang tetap atau mutlak kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu
dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia
untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis
E. TATARAN KEILMUAN PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOHI, DAN
AKSIOLOGI
A. PENDAHULUAN
Sejarah filsafat tidak selalu lurus terkadang berbelok kembali ke belakang,
sedangkan sejarah ilmu selalu maju. Dalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat
dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu
mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan
dan filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada
disepanjang pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang
pengalaman. Tujuan befilsafat menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika
kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika
filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar filsafat,
yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor
peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih
sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah mendorong
untuk berfikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan
akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran.
Pada hakikatnya aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan
pada tiga masalah pokok yakni: Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara
memperoleh pengetahuan dan apakah nilai pengetahuan tersebut. Kelihatannya
pertanyaan tersebut sangat sederhana, namun mencakup permasalahan yang
sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir secara radikal,
sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat
keilmuan.
Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi
dan aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori
tentang “ ada “ dengan perkataan lain bagaimana hakikat obyek yang ditelaah
sehingga membuahkan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana
proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas
ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu
yang sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana
mestinya.
Berdasarkan uraian teroretis di atas, maka penulis akan membahas
pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi serta segala permasalahannya
sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Kata Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari
bahasa Yunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang
ada)”. Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu
pengetahuan. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya pengetahuan
dan episteme artinya tentang pengetahuan. Jadi pengertian etimologi tersebut, maka
dapatlah dikatakan bahwa epistemologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan.
Dan kata Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”. Ketiga kata
tersebut ditambah dengan kata “logos” berarti”ilmu pengetahuan, ajaran dan teori”.
Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata
ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemologi adalah ilmu yang
membahas secara mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang benar.
Sedangkan Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang
ditinjau dari sudut kefilsafatan.
Dengan demikian Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala
sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan
Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan.
A. Ontologi
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.
Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu,
ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.
Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia,
alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian ontologi.
Maka ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan bidang filsafat
lainnya. Dan ontologi adalah bidang filsafat yang paling sukar.
Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan hakekat.
Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk, berupa, berwaktu
dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh pengetahuan dan dapat
menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu.
Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris
Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar
jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis
dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia
empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau
bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang
terhadap obyek material.
Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat
beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak
diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandang kegiatan.
Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan arah dan landasan bagi
kegiatan penelaahan.
Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu: Pertama,
menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang
lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Kedua, menganggap
bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga,
determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat
kebetulan. Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang
bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam
pengalaman manusia.
Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan
berbagia disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal; Pertama, asumsi harus
relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional
dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari
“keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”.
Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi
kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus benar-
benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab
mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang
dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu
tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat
kesamaan pendapat.
Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa
penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila
kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli ekonomi
yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain, seorang ilmuan politik
yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik.
B. Epistemologi
Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang
menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern. Pengetahuan
manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang kukuh tentang
semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan
nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apa pun, bagaimanapun
bentuknya.
Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber
dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan
prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Maka
dengan demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Bagaimana
pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta,
termasuk setiap pemikiran dan kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini ? dan apa
sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ?
Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus tahu bahwa
pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama, konsepsi atau
pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu pengetahuan yang
mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap
pengertian panas, cahaya atau suara. Tashdiq dapat dicontohkan dengan penilaian bahwa
panas adalah energi yang datang dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada
bulan dan bahwa atom itu dapat meledak. Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat
kaitannya, karena konsepsi merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu,
sedangkan tashdiq, adalah memberikan pembenaran terhadap objek.
Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek
epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses
kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir
tentang kenyataan-kenyataan alam.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik mengenai apa, bagaimana dan
untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan
utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana
cara mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan
aksiologi masing-masing ilmu.
Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu
pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang
benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.
Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,
bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan
dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang
memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan
prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang
disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral.
Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan
berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena keduanya
mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian
kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan
gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan yang
saling melengkapi.
Banyak pendapat para pakar tentang metode ilmu pengetahuan, namun penulis hanya
memaparkan beberapa metode keilmuan yang tidak jauh beda dengan proses yang ditempuh
dalam metode ilmiah.
Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu yang diikuti untuk
mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari metode
keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita kepada sebuah
rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan
tertentu.
Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah
sebagai berikut:
a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah
b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan
c. Penyusunan atau klarifikasi data
d. Perumusan hipotesis
e. Deduksi dari hipotesis
f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)
Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing
terdapat unsur-unsur empiris dan rasional.
Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori)
maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan
deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan
menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi dapat dimisalkan
sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa deduksi menghasilkan buah
pikiran yang mandul.
Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai pada titik
“pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga ukuran
kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori kebenaran, yaitu teori
korespondensi, koherensi dan pragmatis. Penilaian ini sangat menentukan untuk menerima,
menolak, menambah atau merubah hipotesa, selanjutnya diadakanlah teori ilmu pengetahuan.
C. Aksiologi
Sampailah pembahasan kita kepada sebuah pertanyaan: Apakah kegunaan ilmu itu
bagi kita? Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam
memberantas berbagai termasuk penyakit kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah
kehidupan yang duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: ilmu selalu merupakan berkat
dan penyelamat bagi manusia. Seperti mempelajari atom kita bisa memanfaatkan wujud
tersebut sebagai sumber energy bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa
juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang
menimbulkan malapetaka.
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan
itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana
penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode
ilmiah dengan kaidah moral?
Demikian pula aksiologi pengembangan seni dengan kaidah moral, sehingga ketika
seni tari dangdut Inul Dartista memperlihatkan goyangnya di atas panggung yang ditonton
khalayak ramai, sejumlah ulama dan seniman menjadi berang.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat
menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat pengintai
kenyamanan orang lain, penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat menimbulkan bencana
bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat menimbulkan bancana bagi terancamnya
perdaban perkawinan. Berkaitan dengan etika, moral, dan estetika maka ilmu itu dapat dibagi
menjadi dua kelompok:
1. Ilmu Bebas
Nilai Berbicara tentang ilmu akan membicarakan pula tentang etika, karena
sesungguhnya etika erat hubungannya dengan ilmu. Bebas nilai atau tidaknya ilmu
merupakan masalah rumit, jawabannya bukan sekadar ya atau tidak.
Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalahmasalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus
(1473-1543 M) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan
bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti
yang diajarkan oleh agama (gereja) maka timbullah reaksi antara ilmu dan moral
(yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik
ilmu ingin mempelajari alam sedangkan dipihak lain terdapat keinginan agar ilmu
mendasarkan pada pernyataan-pernyataan nilai berasal dari agama sehingga timbullah
konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berakumulasi pada
pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633 M.
Vonis inkuisisi Galileo memengaruhi perkembangan berpikir di Eropa, yang
pada dasarnya mencerminkan pertentangan antara ilmu yang ingin bebas dari
nilainilai di luar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran (agama). Pada kurun waktu itu
para ilmuan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam
dengan semboyan “ilmu yang bebas nilai”. Latar belakang otonomi ilmu bebas dari
ajaran agama (gereja) dan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya.
Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul dengan
penerapan konsepkonsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis. Sehingga Berthand
Russell menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke
manipulasi.
Dengan tahap perkembangan ilmu ini berada pada ambang kemajuan karena
pikiran manusia tak tertundukkan pada akhirnya ilmu menjadi suatu kekuatan
sehingga terjadilah dehumanisasi terhadap seluruh tatanan hidup manusia.
Menghadapi fakta seperti ini ilmu pada hakekatnya mempelajari alam dengan
mempertanyakan yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu
dipergunakan, dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana
perkembangan keilmuan ini diarahkan. Pertanyaan ini jelas bukan urgensi bagi ilmuan
seperti Copernicus, Galileo dan ilmuan seangkatannya, namun ilmuan yang hidup
dalam abad kedua puluh yang telah dua kali mengalami perang dunia dan bayangan
perang dunia ketiga. Pertanyaan ini tidak dapat dielakkan dan untuk menjawab
pertanyaan ini maka ilmu berpaling kepada hakekat moral.
Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat
destruktif para ilmuan terbagi dalam dua pendapat. Golongan pertama menginginkan
ilmu netral dari nilai-nilai baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis.
Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik
keilmuan, namun dalam penggunaannya harus berlandaskan pada moral.
Einstein pada akhir hayatnya tak dapat menemukan agama mana yang sanggup
menyembuhkan ilmu dari kelumpuhannya dan begitu pula moral universal manakah
yang dapat mengendalikan ilmu, namun Einstein ketika sampai pada puncak
pemikirannya dan penelaahannya terhadap alam semesta ia berkesimpulan bahwa
keutuhan ilmu merupakan integrasi rasionalisme, empirisme dan mistis intuitif.
Perlunya penyatuan ideology tentang ketidak netralan ilmu ada beberapa
alasan, namun yang penting dicamkan adalah pesan Einstein pada masa akhir
hayatnya “Mengapa ilmu yang begitu indah, yang menghemat kerja, membikin hidup
lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit sekali pada kita”. Adapun
permasalahan dari keluhan Einstein adalah pemahaman dari pemikiran Francis Bacon
yang telah berabad-abad telah mengekang dan mereduksi nilai kemanusiaan dengam
ide “pengetahuan adalah kekuasaan”.
Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, ilmu yang dibangun atas dasar
ontologi, epistemologi dan aksiologi haruslah berlandaskan etika sehingga ilmu itu
tidak bebas nilai
2. Teori tentang nilai
Pembahasan tentang nilai akan dibicarakan tentang nilai sesuatu, nilai
perbuatan, nilai situasi, dan nilai kondisi. Segala sesuatu kita beri nilai. Pemandangan
yang indah, akhlak anak terhadap orang tuanya dengan sopan santun, suasana
lingkungan dengan menyenangkan dan kondisi badan dengan nilai sehat.
Ada perbedaan antara pertimbangan nilai dengan pertimbangan fakta. Fakta
berbentuk kenyataan, ia dapat ditangkap dengan pancaindra, sedang nilai hanya dapat
dihayati. Walaupun para filosof berbeda pandangan tentang defenisi nilai, namun
pada umumnya menganggap bahwa nilai adalah pertimbangan tentang penghargaan.
Pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai tidak dapat dipisahkan, antara
keduanya karena saling memengaruhi. Sifat-sifat benda yang dapat diamati juga
termasuk dalam penilaian. Jika fakta berubah maka penilaian kita berubah ini berarti
pertimbangan nilai dipengaruhi oleh fakta.
Fakta itu sebenarnya netral, tetapi manusialah yang memberikan nilai
kedalamannya sehingga ia mengandung nilai. Karena nilai itu maka benda itu
mempunyai nilai. Namun bagaimanakah criteria benda atau fakta itu mempunyai
nilai.
Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu nilai etika dan nilai estetika,
Etika termasuk cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia dan
memandangnya dari sudut baik dan buruk. Adapun cakupan dari nilai etika adalah:
Adakah ukuran perbuatan yang baik yang berlaku secara universal bagi seluruh
manusia, apakah dasar yang dipakai untuk menentukan adanya norma-norma
universal tersebut, apakah yang dimaksud dengan pengertian baik dan buruk dalam
perbuatan manusia, apakah yang dimaksud dengan kewajiban dan apakah implikasi
suatu perbuatan baik dan buruk.
Nilai etika diperuntukkan pada manusia saja, selain manusia (binatang, benda,
alam) tidak mengandung nilai etika, karena itu tidak mungkin dihukum baik atau
buruk, salah atau benar. Contohnya dikatakania mencuri, mencuri itu nilai etikanya
jahat. Dan orang yang melakukan itu dihukum bersalah. Tetapi kalau kucing
mengambil ikan dalam lemari, tanpa izin tidak dihukum bersalah. Yang bersalah
adalah kita yang tidak hati-hati, tidak menutup atau mengunci pintu lemari.
Adapun estetika merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan kreasi seni,
dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni atau kesenian. Kadang
estetika diartikan sebagai filsafat seni dan kadang-kadang prinsip yang berhubungan
dengan estetika dinyatakan dengan keindahan.
Syarat estetika terbatas pada lingkungannya, disamping juga terikat dengan
ukuran-ukuran etika. Etika menuntut supaya yang bagus itu baik. Lukisan porno dapat
mengandung nilai estetika, tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etika. Sehingga
kadang orang memetingkan nilai panca-indra dan mengabaikan nilai ruhani. Orang
hanya mencari nilai nikmat tanpa mempersoalkan apakah ia baik atau buruk. Nilai
estetika tanpa diikat oleh ukuran etika dapat berakibat mudarat kepada estetika, dan
dapat merusak.
Menurut Randal, ada tiga interpretasi tentang hakikat seni, yaitu:
1. Seni sebagai penembusan (penetrasi) tehadap realisasi disamping pengalaman.
2. Seni sebagai alat untuk kesenangan, seni tidak berhubungan dengan pengetahuan
tentang alam dan memprediksinya , tetapi manipulasi alam untuk kepentingan
kesenangan.
3. Seni sebagai ekspresi sungguh-sungguh tentang pengalaman. Uraian tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa penilaian baik dan buruk terletak pada manusia itu
sendiri. Namun dalam Islam penilaian baik dan buruknya sesuatu mempunyai nilai
yang universal yaitu al-Qur’an dan hadis.
C. KESIMPULAN
1. Menyingkap ilmu pengetahuan landasan yang digunakan adalah ontologi,
epistemologi dan aksiologi, atau dengan kata lain apa, bagaimana dan
kemana ilmu itu.
2. Hakekat obyek ilmu (ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari
jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan dan objek forma yang terdiri
dari sudut pandang dari objek itu.
3. Epistemologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah,
penyusunan kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan
kesimpulan.
4. Nilai kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya.
Dalam realitas manusia terdiri dari dua golongan ;pertama golongan yang
mengatakan bahwa ilmu itu bebas mutlak berdiri sendiri. Golongan kedua
berpendapat bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Adapun dalam Islam ilmu
itu tidak bebas nilai ia dilandasi oleh hokum normatif transendental. Nilai
yang menjadi dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat
dilihat dari nilai etika (agama) dan estetika.
F. FILSAFAT PANCASILA
A. PENDAHULUAN
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia
yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk
menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa
bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga sebagai paradigm pembangunan,
maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan
tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai
sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses pembangunan. Untuk itu segala
aspek dalam pembangunan nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila
Pancasila dengan mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten
berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia.
Dalam berbagai sudut pandang mengenai teori pancasila tidak dapat dielakkan lagi
bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa indonesia, maka penulis merujuk pada
kajian antologis, epistemologis, dan aksiologi pancasila dalam menyusun beberapa kalimat
yang tingkat relevansinya mencapai topik makalah yang akan dibuat.
B. PEMBAHASAN
a. Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat
dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa
filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila
senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa,
sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
 Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk
pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan
alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah
satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme,
rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman,
demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
 Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955
sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu
menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang
diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India
(Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno
“Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial”
terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung
atau mempropagandakan “Persatuan”.
 Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-
filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan
dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga
menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila
adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci
(butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan
mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara
lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo,
Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary,
Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah
hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling
benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan
bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip
ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul
“Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah
kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli
filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan
seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan
menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti
diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese
pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah
tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
b. Kajian Ontologis
Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya
untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas
lima sila memiliki satu kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan
merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri.
Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila.
Maksudnya pada hakikatnya manusia memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis sebagai dasar ontologis Pancasila.
Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah
berupa hubungan sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut :
Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia,
satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.
Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil
adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat.
Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan
(eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik,
termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung
azas dan nilai antara lain:
Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat
religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
 Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan,
dan sebagainya;
 Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia
(universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional,
merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak
dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam
dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan.
Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan
kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
 Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang
unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan
kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga,
masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan
teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif,
etis, berkebajikan;
 Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang
merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan
nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi
perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional
c. Kajian Epistemologis
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,
susunan, metode, ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan,
proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas ilmu pengetahuan.
Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologi, yaitu:
· Tentang sumber pengetahuan manusia
· Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia
· Tentang watak pengetahuan manusia
Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.
Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia sendiri. Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan
yaitu Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti
susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas
dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan
azas-azas:
Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan
martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan
ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur:
pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat
manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
 Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam,
semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
 Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang,
kepustakaan, dokumentasi;
 Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
 Pengetahuan indrawi;
 Pengetahuan ilmiah;
 Pengetahuan filosofis;
 Pengetahuan religius.
Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu
adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan
budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia.
Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat
luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati,
bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan
harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis
(sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk
kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan
manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan,
memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan
ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang
supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini
adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat
kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui
ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional
dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu
justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui
keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang
membahagiakan.
d. Kajian Aksiologi
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau
yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan
dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti
bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,
nilai instrumental, dan nilai praktis.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral
merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya
mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai
Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat
nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan
ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai
berikut:
 Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam
semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai
dan hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi
nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam
dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang
menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
 Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber
nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan
tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun
sosial).
 Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta
yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang
diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin
kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia
yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka
kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan
psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-
budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia
menurut tempat dan zamannya.
 Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam
hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau
‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya
dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan
karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man
created everything from something to be something else, God created everything
from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah
prokreator bersama Allah.
 Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas
bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral:
berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran,
karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
 Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi
dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang
mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama
secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi
martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan
identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran,
kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama
akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
 Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab
terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam
kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran
adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
 Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya.
Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban,
etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.
Skema pola antarhubungan sosial manusia meliputi:
1. hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam
antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa
(A2-P-B2);
2. hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C:
Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).
 kualitas hubungan sosial-vertikal (garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial
horisontal (garis APB);
 kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan
terhadap Ketuhanan yang mahaesa;
 kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis
PC. Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis
A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas
kesadaran kemanusiaan.
Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan
tindakannya. Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang
mahaesa, tetapi juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta
kasih sebagai perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan
usaha manusia guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta
sesama. Nilai cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan
pengabdiannya untuk selalu berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif
ini bersifat ontologis pula, karena sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari
potensialitas menuju aktualitas, dari real-self menuju ideal-self, bahkan dari
kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis menuju perkembangan teleologis ini
pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika kepribadian yang disadari (tidak didasarkan
atas motivasi cinta, terutama cinta diri).
Cinta diri cenderung mengarahkan manusia ke egosentrisme,
mengakibatkan ketidakbahagiaan. Kebaikan dan watak pribadi manusia bersumber
pula pada nilai keseimbangan proporsi cinta pribadi dengan sesama dan dengan Tuhan
yang mahaesa. Dengan perkataan lain, kesejahteraan rohani dan kebahagiaan pribadi
manusia yang hakiki ialah kesadarannya dalam menghayati cinta Tuhan dan hasrat
luhurnya mencintai Tuhan dan sesamanya.
Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar,
komprehensif, bahkan luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas
horisontal; dalam hubungan teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan
(Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan hukum moral yang psikologis-religius);
kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural dan suprarasional.
Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan
ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan
abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
Secara instrinsik dan potensial, nilai-nilai Pancasila memenuhi tuntutan
hidup manusia karena nilai filsafat sejatinya adalah untuk menjamin keutuhan
kepribadian dan tidak mengakibatkan konflik kejiwaan maupun dilematika moral.
Bersyukurlah kita punya Pancasila
C. KESIMPULAN
Setelah kami berusaha untuk menguraikan pembahasan mengenai filsafat
pancasila, kami dapat menyimpulkan bahwa unsur – unsur Pancasila memang telah
di miliki dan di jalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Oleh karena bukti –
bukti sejarah sangat beraneka ragam wujudnya maka perlu diadakan analisa yang
seksama. Karena bukti – bukti sejarah sebagian ada yang berupa symbol maka
diperlukan analisa yang teliti dan tekun berbagai bahan – bahan bukti itu dapat
diabstaksikan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil – hasil yang memadai.
Melalui cara – cara tersebut hasilnya dapat bersifat kritik dan tentu saja ada
kemungkinan yang bersifat spekulatif. Demikian pula adaunsur – unsur yang di
suatu daerah lebih menonjol dari daerah lain misalnya tampak pada perjuangan
bangsa Indonesia dengan peralatan yang sederhana serta tampak pada bangunan
dan tulisan dan perbuatan yang ada.
G. PENULISAN KARYA ILMIAH
A. PENDAHULUAN
Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu ciri pokok kegiatan perguruan tinggi.
Karya ilmiah adalah karya tulis atau bentuk lainnya yang telah diakui dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi atau seni yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah,
dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan. Melalui
pembuatan karya ilmiah, anggota masyarakat akademik pada suatu perguruan tinggi dapat
mengkomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan atau hasil penelitian. Untuk
pelaporan karya ilmiah diperlukan suatu pedoman tentang pembuatan karya ilmiah,
khususnya karya ilmiah tertulis. Pedoman penulisan karya ilmiah ini memberikan petunjuk
tentang cara menulis karya ilmiah yang berupa Tugas Akhir. Penyusunan Tugas Akhir
sedapat mungkin disesuaikan dengan Pedoman Penulisan ini.
Apa yang dikemukakan di atas sesungguhnya menyangkut karya ilmia yang berbobot
sama dengan tesis atau desertasi yan dituntut mempunyai sumbangan yang seimbang nilai
manfaat dengan nilai pengembangan ilmiah alam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat
tiga hal yang tak dapat dipisahkan dari keterpaduan penguasaan struktur ilmu pengetahuan,
struktu penelitian ilmiah dan struktur penulisan ilmiah. Demi kelengkapan dan bobot mutu
serta efektifitas dan efisiensi komunikasi, maka sarana berpikir ilmiah, yaitu logika, bahasa,
matemtika dan statistika adalah faktor yang tak kalah pentingnya dalam intergritas penulisan
karya ilmiah. Kembali kepada struktur ilmu pengetahuan dalam kaitanya dengan penulisan
karya ilmiah,adalah dalam fugsinya yang ikut memeberi citra kepada penulisnya bahwa ia
menguasai konsep, istilah, definisi, teori, hukum atau dalil yang menjadi ciri khas disiplin
ilmu yang bersangkutan. Sedangkan struktur penelitian ilmiah menyangkut citra penguasaan
metode ilmiah beserta langka-langkah pokok sesuai dengan urutnyanya.
Struktur penulisan karya ilmiah
Struktur penulisan ilmiah adalah kerangka penyajian berserta komponen-komponen
mengenai hasil penelitian berubpa karya ilmiah seperti skripsi, tesis atau desertasi. Adapun
kerangka dengan urutan susunan komponenya disebut sistematika merupakan implikasi logka
berpikir yang dianut agar terjalin kaitan fungsional yag konsisten dari segi realisansi materi
termasuk istilah-istilah yang dipaki sejak awal sampai akhir. Dengan demikian terpeliara dan
benang merah secara rapi.
B. PENDAHULUAN
a) Tentang Judul
Judul walaupun ditempatkan paling dulu di kulit muka (jilid) karya ilmiah, namun
dalam prakteknya disusun paling akhir setelah seluruh penyusunan karya ilmiah selesai.
Mengapa demikian? Karena judul aslinya perlu disesuaikan dengan fakta yang tercermin
dalam ruang lingkup materi hasil penelitian. Judul dirumuskan secara ringkas, komunikatif
dankonsisten dengan ruang lingkup danmeteri karya ilmiah. Sesuai dengan tujuan ilmu yang
antara lain menemukan dan menjelaskan hubungan antara fakta, maka judulpun sebaiknya
mencerminkan hubungan yang dimaksudkan. Hindarkan pemberian judul yang sifatnya
ngambang atau “spurious”.
Buatlah judul itu tepat-isi dan menarik sehingga pembaca tergugah untuk membaca lebih
lanjut sampai selesai.
b) Tentang Latar Belakang Penelitian
Latar belakang penelitian mencerminkan dinamika proses pemikiran mengapa
mengapa fenomena (gejala alam, gejala sosial) yang dijumpai menggugah niat atau panggilan
untuk melakukan penelitian. Secara logis, peneliti melihat fenomena tersebut dalam suatu
keadaan yang secara kondisional dan situasional mengisyaratkan suatu tingkat kegawatan
atau kerawanan tertentu. Dengan demikian, peneliti terdorong oleh pertimbangan yang
menggelitik hatinya untuk menjawab kedua pertanyaan berikut: (1) bila dilakukan penelitian,
apa dari segi dampak positifnya yang dapat diamankan atau diamalkan (2) bila tidak
dilakukanpenelitian “dosa” apa yang menghantui jiwa peneliti, yaitu segi dampak negatif
yang akan berlangsung berlarut-larut.
Walaupun demikian, peneliti harus merasa yakin bahwa fenomena yang dijumpainya
itu benar-benar berstatus masalah yang masih aktual dari relevansi dengan masa kini.
Kemana ia harus berpaling untuk mendapat konfirmasi tentang hal tersebut. Tiada lain
daripada berkonsultasi kepada khazanah ilmu pengetahuan, yaitu kepustakaan atau
literaturdalam berbagai bentuk sumber informasi. Antara lain berupa majalah ilmiah,
dokumentasi atau berkonsultasi kepada pakar ilmiah terdekat dalam disiplin ilmu yang
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu
Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu

More Related Content

Similar to Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu

Kelompok filsafat
Kelompok filsafatKelompok filsafat
Kelompok filsafat
farik aziz
 
makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu
fadhalamany
 
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptxPPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
nianur10
 
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
AdystaNurma
 
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat IlmuTugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
DeaRiskaAnantaDjawak
 
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
RamaAjiPradana
 
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sbyKelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
M Fatkhur Rohman
 
Kumpulan materi tugas filsafat ilmu
Kumpulan materi tugas filsafat ilmuKumpulan materi tugas filsafat ilmu
Kumpulan materi tugas filsafat ilmu
TiaAgustina2
 
Kumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafatKumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafat
ViraRosalia
 
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, MsKumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
dinyrusdiananda
 
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu   Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu   Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
elia_deardy
 
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkkMakalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
MuhammadIzzah
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
AyuRia4
 
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.Stugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
baguspw12
 
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptxKumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
nandaaa7
 
Kumpulan materi filsafat ilmu
Kumpulan materi filsafat ilmuKumpulan materi filsafat ilmu
Kumpulan materi filsafat ilmu
FiqiahKirana
 
TUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUTUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMU
SeptiTirta
 
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
CalvinAlaydrus
 
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,msKumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
Nur Rochmatus
 
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptxTUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
Chika
 

Similar to Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu (20)

Kelompok filsafat
Kelompok filsafatKelompok filsafat
Kelompok filsafat
 
makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu makalah Pengantar filsafat ilmu
makalah Pengantar filsafat ilmu
 
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptxPPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU.pptx
 
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
 
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat IlmuTugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
Tugas Kumpulan Slide Pengantar Filsafat Ilmu
 
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
KUMPULAN MATERI PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 4
 
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sbyKelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
Kelompok 5 slide share materi kuliah m1 s.d m15_pfi_s_untag_sby
 
Kumpulan materi tugas filsafat ilmu
Kumpulan materi tugas filsafat ilmuKumpulan materi tugas filsafat ilmu
Kumpulan materi tugas filsafat ilmu
 
Kumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafatKumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafat
 
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, MsKumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
 
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu   Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu   Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
Kumpulan Makalah Filsafat Ilmu Dr. Sigit Sardjono, M.Ec.
 
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkkMakalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
Makalah jenis pengetahuan_anisa_dkk
 
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.EcKUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU oleh Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
 
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.Stugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
 
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptxKumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
Kumpulan Slide PPT Pengantar Filsafat Kelompok 5.pptx
 
Kumpulan materi filsafat ilmu
Kumpulan materi filsafat ilmuKumpulan materi filsafat ilmu
Kumpulan materi filsafat ilmu
 
TUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMUTUGAS FILSAFAT ILMU
TUGAS FILSAFAT ILMU
 
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
Tugas kumpulan PPT filsafat kelompok 13
 
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,msKumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
Kumpulan makalah filsafat ilmu-Dr. sigit sardjono,ms
 
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptxTUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 7 KELAS S.pptx
 

Recently uploaded

RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
SriKuntjoro1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
pristayulianabila
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
TriSutrisno48
 
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdfLAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
RosidaAini3
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
NURULNAHARIAHBINTIAH
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdfAKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
opkcibungbulang
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
nurfaridah271
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
niswati10
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
Kanaidi ken
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
Arumdwikinasih
 
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
tsuroyya38
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdfRangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
mad ros
 
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdfTugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Thahir9
 

Recently uploaded (20)

RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptxPPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
PPT KRITERIA KENAIKAN KELAS & KELULUSAN.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdfBiografi Presiden Republik Indonesia.pdf
Biografi Presiden Republik Indonesia.pdf
 
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMPPerencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
Perencanaan Berbasis Data Satuan Pendidikan Jenjang SMP
 
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdfLAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
LAPORAN BIMBINGAN TEKNIS TRANSISI PAUD - SD.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdfAKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF_Baedlawi.pdf
 
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdfTugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
Tugas_Rasianto-Refleksi - Pembelajaran Diferensiasi dalam PJOK.pdf
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
Pembelajaran Ekosistem Kelas 5 Semester 1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan  Regulasi  Terbaru P...
PELAKSANAAN + Link2 Materi WORKSHOP Nasional _"Penerapan Regulasi Terbaru P...
 
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada AnakDefenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
Defenisi Anak serta Usia Anak dan Kekerasan yang mungki terjadi pada Anak
 
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
PPT RENCANA AKSI 2 modul ajar matematika berdiferensiasi kelas 1
 
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
92836246-Soap-Pada-Pasien-Dengan-as-Primer.pdf
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdfRangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
Rangkuman Kehadiran Guru di Kelas- www.kherysuryawan.id.pdf
 
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdfTugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
Tugas CGP Mulai dari diri - Modul 2.1.pdf
 

Kumpulan Materi Tugas Membuat Makalah Pengantar Filsafat Ilmu

  • 1. KUMPULAN MATERI TUGAS MEMBUAT MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU Yang dibimbing oleh : Dr. Sigit Sardjono, M.Ec NAMA KELOMPOK : 1. FENNY RIZKY EKA S (1221800105) 2. SEPTIANINGRUM K (1221800140) 3. SEPTIA TRI WAHYUNI (1221800071) 4. WENDA RAHMAWATI (1221800091) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
  • 2. DAFTAR ISI COVER......................................................................................................................................i A. MANFAAT MAHASISWA BELAJAR FILSAFAT.....................................................4 B. PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT.........................................................................5 C. LOGIKA ILMU BERPIKIR ...........................................................................................6 i. Pengertian Logika Ilmu............................................................................................... 6 ii. Pengertian Berpikir Ilmiah.......................................................................................... 7 iii. Pengertian Penalaran...................................................................................................9 A. METODE ILMIAH....................................................................................................... 10 B. PENELITIAN ILMIAH................................................................................................. 12 C. KEBENARAN ILMIAH................................................................................................ 13 D. KRITERIA KEBENARAN ILMIAH............................................................................. 16 E. KESIMPULAN.............................................................................................................. 19 D. TEORI KEBENARAN ...................................................................................................20 A. Pengertian Kebenaran................................................................................................... 20 B. Teori-Teori Kebenaran.................................................................................................. 22 E. TATARAN KEILMUAN PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOHI, DAN AKSIOLOGI.................................................................................................................27 A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 27 B. PEMBAHASAN............................................................................................................. 29 C. KESIMPULAN.......................................................................................................... 39 F. FILSAFAT PANCASILA ..............................................................................................40 A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 40 B. PEMBAHASAN............................................................................................................. 41 a. Pengertian Filsafat Pancasila..................................................................................... 41 b. Kajian Ontologis ........................................................................................................ 42 c. Kajian Epistemologis ................................................................................................. 45 d. Kajian Aksiologi........................................................................................................ 47 C. KESIMPULAN.............................................................................................................. 52 G. PENULISAN KARYA ILMIAH ...................................................................................53 A. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 53 B. PENDAHULUAN.......................................................................................................... 55 a) Tentang Judul............................................................................................................ 55 b) Tentang Latar Belakang Penelitian............................................................................ 55
  • 3. c) Tentang IdentifikasiMasalah..................................................................................... 56 d) Tentang Maksud dan Tujuan Penelitian.................................................................... 57 e) Tentang Kegunaan Penelitian.................................................................................... 57 f) Tentang Kerangka Pemikiran Premis dan Hipotesis.................................................. 58 g) Tentang Metode Umum Penelitian............................................................................. 58 h) Tentang Lokasi dan Lama Penelitian......................................................................... 59 C. TINJAUAN KEPUSTAKAAN....................................................................................... 60 H. KUMPULAN SOAL DAN JAWABAN ........................................................................61 A. SOAL 1.......................................................................................................................... 61 2. SOAL DUA.................................................................................................................... 66 3. SOAL 3.......................................................................................................................... 67
  • 4. A. MANFAAT MAHASISWA BELAJAR FILSAFAT Dalam hal ini, Ilmu filsafat sangat penting sekali untuk kita pelajari. Dimana filsafat adalah cara kita untuk mencari jati diri kita dan mengasah cara berpikir kita. Filsafat akan membangun landasan berpikir kita untuk berkomponen utama baik bagi kehidupan pribadi dalam hal etika. Dari manfaat filsafat juga dapat mendobrak pola pikir yang hanya terpaku dari dogma yang menjadi penjara bagi pola pikir manusia. Dalam hal ini mahasiswa dapat menempatkan diri untuk mendekatkan pada suatu kebijaksanaan dalam menyikapi sebuah permasalahan - permasalahan yang mungkin menerpa dirinya. Ilmu filsafat bagi mahasiswa dapat menjadikan pola pikir mahasiswa yang rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu kehidupan karena ilmu ini menggunakan bukti dari eksperimen. Ilmu filsafat bisa dilihat dari cara pandang bahwa ilmu pengetahuan diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Filsafat secara garis besar sering sekali tidak diterima dengan pemikiran yang kritis oleh mahasiswa. Mahasiswa juga merasa acuh dan meringankan dari ilmu filsafat itu sendiri, karena memang dari mereka sendiri kurangnya wawasan dari pola pikir. Dari ilmu filsafat mahasiswa dapat berfikir secara independen yang berarti bisa hidup dengan pikirannya sendiri bukan dari pola pikir orang lain, dari situ kita bisa melangkah lebih jauh lagi. Di dalam filsafat tidak ada aturan-aturan yang terikat jadi kita bisa mempunyai fleksibilitas berfikir dan memiliki kemauan untuk mencoba hal-hal baru jadi tidak terikat dengan ide-ide lama dan bisa menggantinya dengan ide-ide yang baru. Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu diterapkan. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk bersikap kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari sumber-sumber lainnya. Dan dapat Membiasakan diri untuk bersikap logis-rasional dalam Opini & argumentasi yang dikemukakan Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah.
  • 5. B. PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT Filsafat adalah dasar dari ilmu pengetahuan yang sudah ada dan selalu berkembang hingga saat ini. Kita, manusia modern yang menggunakan teknologi untuk membantu kegiatan sehari – hari kita adalah salah hasil perkembangan filsafat masa lalu menjadi pengetahuan yang menghasilkan produk yang telah dan saat ini kita nikmati. Seni yang kita nikmati melalui lagu dan gambar sekalipun adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian individu tanpa meninggalkan filsafat itu sendiri. Jika kita mencari arti filsafat, maka kita menemukan arti kata tersebut philosophia dalam bahasa yunani yang berarti pecinta kebijaksanaan. Tentu dengan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari filsafat menurut saya adalah mampu membuat berpikir logis, kritis, dan radikal. Tetapi apakah dengan tujuan tersebut cukup membuat filsafat berkembang? Iya, perkembangan filsafat dalam kehidupan kita sangat membantu, tetapi hanya dalam perkembangan ilmu saja yang telah memberikan kita produk yang kita nikmati. Perkembangan filsafat yang melahirkan bercabang – cabang ilmu pengetahuan dan memberikan hasil yang kita nikmati sekarang tidak membuat antusias kita sendiri mampu menikmakti filsafat itu sendiri. Kita selalu mengeluh bahwa filsafat membosankan dan tidak dapat dipahami. Berpikir bahwa ilmu filsafat jika dipelajari tidak ada kegunaan sama sekali dalam kehidupan sehari – hari kita. Berasumsi pada mereka yang mempelajari filsafat selalu berpikir tidak berarah atau berputar – putar tanpa ada jawaban instan. Lebih lagi, bagi kita yang hidup modern beranggapan bahwa belajar filsafat membuang waktu diri sendiri. Walaupun buku karya Jostein Gaarder beribu – ribu ekslempar terjual tidak akan membuat anggapan kita pada filsafat menjadi menarik. Filsafat sudah membawa kita pada kemajuan saat ini. Tetapi kemajuan tersebut tidak akan kita produksi dengan lebih baik jika dasar filsafat tidak kita mengerti. Filsafat tidak selalu berputar tentang berpikir berat. Tetapi juga bagaimana kita bertanya, berdiskusi, berdialektika, dan sistematik, serta mampu mengetahui apakah pendapat kita objektif atau subjektif di mana semua hal tersebut belum kita gunakan dalam kehidupan secara individu dan berkelompok.
  • 6. C. LOGIKA ILMU BERPIKIR i. Pengertian Logika Ilmu Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum Masehi), tetapi dalam arti “seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah Masehi adalah orang pertama yang mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Contohnya, pada kupu-kupu mengalami fase metamorfosa. Karena sebelum menjadi kupu-kupu adanya tahap-tahapan yang dilalui yaitu yang pertama fase telur kemudian menetas menjadi ulat lalu berubah menjadi kepompong dan selanjutnya menjadi kupu-kupu. Penyimpulan di atas dikatakan penyimpulan yang sah karena sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak dibuat-buat (masuk akal). Menurut Louis O. Kattsoff (2004), Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan
  • 7. serta cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu perangkat premis. Contoh penerapan ilmu logika dalam kehidupan misalnya pada manusia yang mengalami penyakit serak pada tenggorokan maka pengobatannya dapat dilakukan dengan minum air putih. Logikanya air putih adalah cairan yang diperlukan manusia untuk menjaga keseimbangan tubuh, memberi kekuatan kepada leukosit untuk menjalankan tugasnya menghasilkan makrofag untuk membunuh patogen yang masuk, menjadikan kekebalan tubuh meningkat sehingga luka yang dihinggapi bakteri akan sembuh dan akhirnya tenggorokan menjadi lapang dan dikatakan sembuh. ii. Pengertian Berpikir Ilmiah Berpikir ilmiah adalah berpikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. (Hillway, 1956) selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Contohnya: Kepler, seorang ahli astronomi, telah mencatat pengamatan-pengamatan yang banyak jumlahnya tentang posisi planet Mars. Catatan-catatan ini memberitahukan kepadanya tentang posisi Mars di ruang angkasa pada berbagai waktu selama bertahun-tahun, dalam hubungannya dengan matahari pada suatu waktu tertentu. Masalah yang dihadapi Kepler ialah jalan edar mengitari matahari yang manakah yang harus ditempuh Mars agar berada pada titik-titik yang telah diamati di angkasa pada waktu-waktu yang setepatnya. Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua macam, yaitu Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi. 1. Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis.  Metode analisis
  • 8. Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari segi ekstensi, dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini digunakan, dan mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan realitas tertentu. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan analitis.  Metode sintesis Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas, (2) Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu adalah aktifitas, metode, dan produk. 1. Metode non deduksi Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode deduksi.  Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya: Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang lainnya. Dari kenyataan- kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum yakni semua binatang mempunyai mata.  Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya: setiap manusia yang ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad adalah manusia; atas dasar
  • 9. ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad adalah manusia maka suatu ketika ia akan mati juga. iii. Pengertian Penalaran Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan manusia dengan hewan yaitu apabila terjadi kabut, burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tahu mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja komponen-komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut? Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu memposisikan dirinya di tempat yang benar.
  • 10. A. METODE ILMIAH 1. Pengertian Metode Ilmiah Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Berdasarkan fakta b. Bebas dari prasangka c. Menggunakan prinsip-prinsip analisa d. Menggunakan hipolesa e. Menggunakan ukuran objektif f. Menggunakan teknik kuantifikasi Adapun Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi tujuh tahap, yaitu : a. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan. b. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka. c. Menyusun hipotesis.Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka. d. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian. e. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan kesimpulan.Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama). f. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori. g. Menulis laporan Ilmiah.Untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain sehingga orang lain tahu bahwa kita telah melakukan suatu penelitian ilmiah.
  • 11. Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah : 1. Rasa ingin tahu 2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada) 3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi) 4. Tekun (tidak putus asa) 5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan) 6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain). Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain. Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981) a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama. b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan (menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan) c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain.
  • 12. B. PENELITIAN ILMIAH Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu: a. Sistematik, Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks. b. Logis, Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. c. Empirik, artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari (fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. d. Obyektif, artinya suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak mencampurkannya dengan nilai-nilai etis. e. Replikatif, artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
  • 13. C. KEBENARAN ILMIAH 1. Pengertian Kebenaran Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.Sebelum mencapai kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan teori ilmiah sebagaiamana kerangka ilmiah, akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak. Sebagaimana diungkap Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir sebagai berikut: a. Yang logis ialah yang masuk akal b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam. e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra rasional. Beberapa definisi kebenaran dapat kita kaji bersama dari beberapa sumber, antara lain, Kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta), arti kebenaran yaitu: 1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya) 2. Sesuatu yang benar ( sunguh-sungguh ada, betul demikian halnya), 3. Kejujuran, ketulusan hati, 4. Jalan kebetulan. Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan filsafat Ilmu UGM, kebenaran dikelompokkan dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemology, logika dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Sedangkan kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri
  • 14. kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya. Menurut teori kebenaran metafisik/ontologis, kebenaran adalah kualitas individual atas objek, ia merupakan kualitas primer yang mendasari realitas dan bersifat objektif, ia didapat dari sesuatu itu sendiri. Kita memperolehnya melalui intensionalitas, tidak diperoleh dari relasi antara sesuatu dengan sesuatu, misal kesesuaian antara pernyataan dengan fakta. Dengan demikian kebenaran metafisis menjadi dasar kebenaran epistemologis, pernyataan disebut benar kalau memang yang mau dinyatakan itu sungguh ada. Sedangkan menurut Noeng Muhajir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra. Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah Swt. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang perlu dibenahi, juga model logika pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam adalah logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal dengan pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan pembuktian probabilitas. Dengan menggunakan berbagai pendekatan kebenaran dalam mendapatkan pengetahuan, maka dibutuhkan berbagai kriteria kebenaran yang disepakati secara konsensus, baik dengan cara mengadakan penelitian atau mengadakan perenungan. Dalam pendekatan ini dibedakan menjadi dua pendekatan kebenaran, yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran non ilmiah. Kebenaran ilmiah akan dijelaskan secara rinci dalam makalah ini. Sedangkan kebenaran non ilmiah juga ada di masyarakat, akan tetapi sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara kajian ilmiah. Kebenaran non ilmiah antara lain: 1. Kebenaran karena kebetulan : kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah, tidak dapat diandalkan karena terkadang kita tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa dibuktikan. Misalnya radio tidak ada suaranya, dipukul, kemudian bunyi.
  • 15. 2. Kebenaran karena akal sehat (common sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang dipercaya dapat memecahkan masalah secara praktis. Contoh kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat. Akan tetapi penelitian psikologi membuktikan hal tersebut tidak benar, bahkan lebih membahayakan masa depan peserta didik. 3. Kebenaran intuitif: kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang. 4. Kebenaran karena trial dan error: kebenaran yang diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi, dan parameter- parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu. Hal ini membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi. 5. Kebenaran spekulasi : kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang, dikerjakan penuh risiko, relative lebih cepat dan biaya lebih rendah. 6. Kebenaran karena kewibawaan : kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan seseorang, bisa sebagai ilmuwan, pakar, atau orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang tertentu. Kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah. Dengan mengetahui kebenaran berdasarkan pendekatan non-ilmiah paling tidak kita dapat membedakan segala kebenaran yang berada di masyarakat tersebut tidak teruji secara ilmiah, sehingga sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nah sekarang bagaimana kebenaran ditinjau dari pendekatan ilmiah.
  • 16. D. KRITERIA KEBENARAN ILMIAH Kriteria kebenaran sebagai dasar pengetahuan yang akan dibahas dalam makalah ini, adalah kriteria kebenaran ilmiah dengan menggunakan beberapa patokan dan pijakan yang dibuat para ahli sebelumnya. Kriteria kebenaran ini juga tidak terlepas dari sejarah dan patokan apa yang dipakainya. Hal ini tidak terlepas dari sifat kajian ilmiah, jika ada penemuan terbaru dalam bidang dan hal yang sama dapat menggantikan penemuan sebelumnya. Dan ini juga tidak terlepas dari filsafat manusia yang menghasilkan pada saat itu. Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian, maka diperoleh suatu pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan fakta. Bangunan suatu pengetahuan secara epistemology bertumpu pada asumsi metafisis tertentu, dari metafisis ini menuntut suatu cara atau metode yang sesuai untuk mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang dikembangkan merupakan konsekuensi logis dari watak objek. Maka secara epistemology kebenaran merupakan kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya yang menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kriteria kebenaran menurut Jujun S. Suriasumantri menggunakan dua teori kebenaran yaitu terori koherensi dan teori korespondensi. Teori koherensi adalah suatu teori yang menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita mengganggap bahwa semua manusia pasti akan mati adalah suatu pernyataan yang benar, maka penyataan bahwa si pulan adalah seorang manusia dan si pulan pasti akan mati adalah benar pula, karena pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama. Teori lainnya adalah teori korespondensi dengan tokohnya Bertrand Russel (1872-1970), pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya Jika “ Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta” merupakan pernyataan yang benar sebab pernyataan tersebut faktual yaitu
  • 17. Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Dan sekiranya ada orang yang menyatakan “ Ibu kota Republik Indonesia adalah Bandung , maka pernyataan tersebut tidak benar. Teori korespondensi ini menurut Abbas merupakan teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena Aristoteles sejak awal ( sebelum abad modern ) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.Teori kebenaran koherensi yang berpandangan bahwa pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyataan yang satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu system pengetahaun yang dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu system yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Maka teori kebenaran ini termasuk teori kebenaran tradisional menurut Imam wahyudi.Kelemahan dari teori koherensi ini terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini dapat mengarah kepada relativisme kebenaran. Kedua teori inilah yaitu teori koherensi dan korespondensi yang dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu menggunakan teori kebenaran yang lain yaitu kebenaran pragmatis. Teori pragmatis menurut Jujun S. Suriasumantri bukan merupakan aliran filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kebenaran. Dimana kebenaran suatu pernyataan diukur dengan apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu penyataan adalah benar , jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kriteria kebenaran pragmatisme ini dipergunakan para ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam persepekstif waktu. Secara historis pernyataan yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan permasalahan ini maka ilmuwan bersifat pragmatis, selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, dan sekiranya pernyataan itu
  • 18. tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan. Menurut Rohmat Mulyana, Tidak dapat dipungkiri bahwa metode ilmiah ( scientific methods) merupakan cara yang handal untuk menemukan kebenaran ilmiah. Tingkat kebenarannya yang logis empiris membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakian lama semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah banyaknya teori baru yang semakin canggihnya teknologi. Akan tetapi semakin berkembangnya ilmu alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang melahirkan spesialisasi yang berlebihan. Sebagai missal, Biologi berkepentingan untuk meneliti manusia sebagai suatu organisma, bukan sebagai makhluk yang berbudaya, begitu pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejehateraan manusia, bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan. Dengan keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat merangkum seluruh pengalaman, pengetahuan, cita-cita , keindahan dan kasih sayang yang terdapat dapat diri manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua urusan manusia dapat dipecahkan melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat menjangkau kebenaran pada wilayah yang logis dan supra logis. Pendekatan kebenaran ilmiah melalaui penelitian ilmiah dan dibangu atas teori tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data empiris. Teori itu dapat diuji dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya,jika penelitian ulang orang lain menurut langkah- langkah sama akan yang serupa pada kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang ajeg konsisten atau koheren dengan sebelumnya. Pendekatan ilmiah ini menurut Sumardi Suryabrata, akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan, penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Atau kebenaran ilmiah terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendaki untuk mengujinya.
  • 19. E. KESIMPULAN Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut motode ilmiah sesuai dengan tuuan dan fungsinya Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Sedangkan kebenaran Ilmiah adalah kebenaran yang bersifat mutlak dengan pembuktian dengan melalui beberapa tahapan atau proses menuju pencapaian kebenaran tersebut.
  • 20. D. TEORI KEBENARAN A. Pengertian Kebenaran Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen- komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system. Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia. Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan). Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
  • 21. intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang- bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran. Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. adi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia. Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.
  • 22. B. Teori-Teori Kebenaran Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu, yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode yang sistematis, melalui penelitian, analisis dan pengujian data secara ilmiah, yang dapat kit sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran, antara lain : a. Teori Kebenaran Korespondensi (Teori persesuaian) Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi adalah paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual, yakni kota Yogyakarta memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan bahwa “kota Yogyakarta berada di pulau Sumatra” maka pernnyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang sesuai dengan pernyataan terebut. Dalam hal ini maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatra melainkan di pulau Jawa”. Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Dengan ini Aristoteles sudah meletakkan dasar bagi teori kebenaran sebagai persesuaian bahwa kebenaran adalah persesuaian antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Jadi suatau pernyataan dianggap benar jika apa yang dinyatakan memiliki keterkaitan (correspondence) dengan kenyataan yang diungkapkan dalam pernyataan itu.
  • 23. Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Atau dapat pula dikatakan bahwa kebenaran terletak pada kesesuaian antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas sebagaimana adanya. Kebenaran sebagai persesuaian juga disebut sebagai kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan proposisi, atau teori, ditentukan oleh apakah pernyataan, proposisi atau teori didukung fakta atau tidak. Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar. Teori korespodensi (corespondence theory of truth), menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu : a. Statemaent (pernyataan) b. Persesuaian (agreemant) c. Situasi (situation) d. Kenyataan (realitas) e. Putusan (judgements) Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen. b. Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi (teori keteguhan) Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan si Hasan
  • 24. pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama. Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini adalah bahwa karena kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan pernyataan lain, timbul pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi? Jawabannya, kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan tersebut sesuai dan sejalan dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa henti (infinite regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti. Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori kebenaran sebagai keteguhan ini penting, dalam kenyataan perlu digabungkan dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian dengan realitas. Dalam situasi tertentu kita tidak selalu perlu mengecek apakah suatu pernyataan adalah benar, dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya sebagai benar secara apriori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan tersebut. Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut. Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan tertentu. c. Teori Pragmatik Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis. Pragmatisme menantang segala otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan, Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan
  • 25. pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia. Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya. Tetapi kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atau lebih dati tiga pendekatan , yaitu : a. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita b. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen. c. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis. Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia”. Dalam pendidikan, misalnya di IAIN, prinsip kepraktisan (practicality) telah mempengaruhi jumlah mahasiswa pada masing-masing fakultas. Tarbiyah lebih disukai, karena pasar kerjanya lebih luas daripada fakultas lainnya. Mengenai kebenaran tentang “Adanya Tuhan” para penganut paham pragmatis tidak mempersoalkan apakah Tuhan memang ada baik dalam ralitas atau idea (whether really or ideally). William James mengembangkan teori pragmatisnya dengan berangkat dari pemikirannya tentang “berpikir”. Menurutnya, fungsi dari berpikir bukan untuk menangkap kenyataan tertentu, melainkan untuk membentuk ide tertentu demi memuaskan kebutuhan atau kepentingan manusia. Oleh karena itu, pernyataan penting bagi James adalah jika suatu
  • 26. ide diangap benar, apa perbedaan praktis yang akan timbul dari ide ini dibandingkan dengan ide yang tidak benar. Apa konsekuensi praktis yang berbeda dari ide yang benar dibandingkan dengan ide yang keliru. Menurut William James, ide atau teori yang benar adalah ide atau teori yang berguna dan berfungsi memenuhi tuntutan dan kebutuhan kita. Sebaliknya, ide yang salah, adalah ide yang tidak berguna atau tidak berfungsi membanu kita memenuhi kebutuhan kita. Dewey dan kaum pragmatis lainnya juga menekankan pentingnya ide yang benar bagi kegiatan ilmiah. Menurut Dewey, penelitian ilmiah selalu diilhami oleh suatu keraguan awal, suatu ketidakpastian, suatu kesangsian akan sesuatu. Kesangsian menimbulkan ide tertentu. Ide ini benar jika ia berhasil membantu ilmuwan tersebut untuk sampai pada jawaban tertentu yangmemuaskan dan dapat diterima. Misalnya, orang yang tersesat di sebuah hutan kemudian menemukan sebuah jalan kecil. Timbul ide, jangan-jangan jalan ini akan membawanya keluar dari hutan tersebut untuk sampai pada pemukiman penduduk. Ide tersebut benar jika pada akhirnya dengan dituntun oleh ide tadi ia akhirnya sampai pada pemukiman manusia. Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis
  • 27. E. TATARAN KEILMUAN PENGETAHUAN : ONTOLOGI, EPISTEMOLOHI, DAN AKSIOLOGI A. PENDAHULUAN Sejarah filsafat tidak selalu lurus terkadang berbelok kembali ke belakang, sedangkan sejarah ilmu selalu maju. Dalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu selalu berjalan beriringan dan saling berkaitan. Filsafat dan ilmu mempunyai titik singgung dalam mencari kebenaran. Ilmu bertugas melukiskan dan filsafat bertugas menafsirkan fenomena semesta, kebenaran berada disepanjang pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu berada disepanjang pengalaman. Tujuan befilsafat menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi menjadi tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai. Ilmu pengetahuan sebagai produk kegiatan berpikir yang merupakan obor peradaban dimana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup lebih sempurna. Bagaimana masalah dalam benak pemikiran manusia telah mendorong untuk berfikir, bertanya, lalu mencari jawaban segala sesuatu yang ada, dan akhirnya manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Pada hakikatnya aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah pokok yakni: Apakah yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan apakah nilai pengetahuan tersebut. Kelihatannya pertanyaan tersebut sangat sederhana, namun mencakup permasalahan yang sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir secara radikal, sistematis dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat keilmuan. Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang “ ada “ dengan perkataan lain bagaimana hakikat obyek yang ditelaah
  • 28. sehingga membuahkan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur ini manusia akan mengerti apa hakikat ilmu itu. Tanpa hakikat ilmu yang sebenarnya, maka manusia tidak akan dapat menghargai ilmu sebagaimana mestinya. Berdasarkan uraian teroretis di atas, maka penulis akan membahas pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi serta segala permasalahannya sebagai unsur yang sangat penting dalam filsafat ilmu yang dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara satu dengan yang lainnya.
  • 29. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Kata Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang ada)”. Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani artinya knowledge yaitu pengetahuan. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu logia artinya pengetahuan dan episteme artinya tentang pengetahuan. Jadi pengertian etimologi tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa epistemologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan. Dan kata Aksiologi berasal dari kata “Axios” yang berarti “bermanfaat”. Ketiga kata tersebut ditambah dengan kata “logos” berarti”ilmu pengetahuan, ajaran dan teori”. Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu hakekat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang benar. Sedangkan Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Dengan demikian Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan Aksiologi adalah kajian tentang nilai ilmu pengetahuan. A. Ontologi Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian ontologi. Maka ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan bidang filsafat lainnya. Dan ontologi adalah bidang filsafat yang paling sukar.
  • 30. Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan hakekat. Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk, berupa, berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu. Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam: 1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. 2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang terhadap obyek material. Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandang kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu: Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan berbagia disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal; Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional
  • 31. dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus benar- benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain, seorang ilmuan politik yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik. B. Epistemologi Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern. Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apa pun, bagaimanapun bentuknya. Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Maka dengan demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini ? dan apa sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ? Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus tahu bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama, konsepsi atau
  • 32. pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara. Tashdiq dapat dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan dan bahwa atom itu dapat meledak. Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat kaitannya, karena konsepsi merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq, adalah memberikan pembenaran terhadap objek. Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek ontologi selanjutnya digiring ke aspek epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikannya ia berpikir tentang kenyataan-kenyataan alam. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri yang spesifik mengenai apa, bagaimana dan untuk apa, yang tersusun secara rapi dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Epistemologi itu sendiri selalu dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek ontologi dan aksiologi masing-masing ilmu. Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya. Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah, keindahan seni dan kebaikan moral. Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja karena keduanya mempunyai keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi pencapaian
  • 33. kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. Banyak pendapat para pakar tentang metode ilmu pengetahuan, namun penulis hanya memaparkan beberapa metode keilmuan yang tidak jauh beda dengan proses yang ditempuh dalam metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu yang diikuti untuk mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan tertentu. Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut: a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan c. Penyusunan atau klarifikasi data d. Perumusan hipotesis e. Deduksi dari hipotesis f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi) Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing terdapat unsur-unsur empiris dan rasional. Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa deduksi menghasilkan buah pikiran yang mandul. Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai pada titik “pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga ukuran
  • 34. kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi dan pragmatis. Penilaian ini sangat menentukan untuk menerima, menolak, menambah atau merubah hipotesa, selanjutnya diadakanlah teori ilmu pengetahuan. C. Aksiologi Sampailah pembahasan kita kepada sebuah pertanyaan: Apakah kegunaan ilmu itu bagi kita? Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas berbagai termasuk penyakit kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: ilmu selalu merupakan berkat dan penyelamat bagi manusia. Seperti mempelajari atom kita bisa memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energy bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka. Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana hubungan penggunaan ilmiah dengan moral etika? Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral? Demikian pula aksiologi pengembangan seni dengan kaidah moral, sehingga ketika seni tari dangdut Inul Dartista memperlihatkan goyangnya di atas panggung yang ditonton khalayak ramai, sejumlah ulama dan seniman menjadi berang. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat pengintai kenyamanan orang lain, penemuan cara-cara licik ilmuan politik dapat menimbulkan bencana bagi suatu bangsa, dan penemuan bayi tabung dapat menimbulkan bancana bagi terancamnya perdaban perkawinan. Berkaitan dengan etika, moral, dan estetika maka ilmu itu dapat dibagi menjadi dua kelompok: 1. Ilmu Bebas Nilai Berbicara tentang ilmu akan membicarakan pula tentang etika, karena sesungguhnya etika erat hubungannya dengan ilmu. Bebas nilai atau tidaknya ilmu merupakan masalah rumit, jawabannya bukan sekadar ya atau tidak.
  • 35. Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalahmasalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543 M) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti yang diajarkan oleh agama (gereja) maka timbullah reaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sedangkan dipihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan pada pernyataan-pernyataan nilai berasal dari agama sehingga timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633 M. Vonis inkuisisi Galileo memengaruhi perkembangan berpikir di Eropa, yang pada dasarnya mencerminkan pertentangan antara ilmu yang ingin bebas dari nilainilai di luar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran (agama). Pada kurun waktu itu para ilmuan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam dengan semboyan “ilmu yang bebas nilai”. Latar belakang otonomi ilmu bebas dari ajaran agama (gereja) dan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya. Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul dengan penerapan konsepkonsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis. Sehingga Berthand Russell menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dengan tahap perkembangan ilmu ini berada pada ambang kemajuan karena pikiran manusia tak tertundukkan pada akhirnya ilmu menjadi suatu kekuatan sehingga terjadilah dehumanisasi terhadap seluruh tatanan hidup manusia. Menghadapi fakta seperti ini ilmu pada hakekatnya mempelajari alam dengan mempertanyakan yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan, dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana perkembangan keilmuan ini diarahkan. Pertanyaan ini jelas bukan urgensi bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo dan ilmuan seangkatannya, namun ilmuan yang hidup dalam abad kedua puluh yang telah dua kali mengalami perang dunia dan bayangan perang dunia ketiga. Pertanyaan ini tidak dapat dielakkan dan untuk menjawab pertanyaan ini maka ilmu berpaling kepada hakekat moral.
  • 36. Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat destruktif para ilmuan terbagi dalam dua pendapat. Golongan pertama menginginkan ilmu netral dari nilai-nilai baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, namun dalam penggunaannya harus berlandaskan pada moral. Einstein pada akhir hayatnya tak dapat menemukan agama mana yang sanggup menyembuhkan ilmu dari kelumpuhannya dan begitu pula moral universal manakah yang dapat mengendalikan ilmu, namun Einstein ketika sampai pada puncak pemikirannya dan penelaahannya terhadap alam semesta ia berkesimpulan bahwa keutuhan ilmu merupakan integrasi rasionalisme, empirisme dan mistis intuitif. Perlunya penyatuan ideology tentang ketidak netralan ilmu ada beberapa alasan, namun yang penting dicamkan adalah pesan Einstein pada masa akhir hayatnya “Mengapa ilmu yang begitu indah, yang menghemat kerja, membikin hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit sekali pada kita”. Adapun permasalahan dari keluhan Einstein adalah pemahaman dari pemikiran Francis Bacon yang telah berabad-abad telah mengekang dan mereduksi nilai kemanusiaan dengam ide “pengetahuan adalah kekuasaan”. Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, ilmu yang dibangun atas dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi haruslah berlandaskan etika sehingga ilmu itu tidak bebas nilai 2. Teori tentang nilai Pembahasan tentang nilai akan dibicarakan tentang nilai sesuatu, nilai perbuatan, nilai situasi, dan nilai kondisi. Segala sesuatu kita beri nilai. Pemandangan yang indah, akhlak anak terhadap orang tuanya dengan sopan santun, suasana lingkungan dengan menyenangkan dan kondisi badan dengan nilai sehat. Ada perbedaan antara pertimbangan nilai dengan pertimbangan fakta. Fakta berbentuk kenyataan, ia dapat ditangkap dengan pancaindra, sedang nilai hanya dapat
  • 37. dihayati. Walaupun para filosof berbeda pandangan tentang defenisi nilai, namun pada umumnya menganggap bahwa nilai adalah pertimbangan tentang penghargaan. Pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai tidak dapat dipisahkan, antara keduanya karena saling memengaruhi. Sifat-sifat benda yang dapat diamati juga termasuk dalam penilaian. Jika fakta berubah maka penilaian kita berubah ini berarti pertimbangan nilai dipengaruhi oleh fakta. Fakta itu sebenarnya netral, tetapi manusialah yang memberikan nilai kedalamannya sehingga ia mengandung nilai. Karena nilai itu maka benda itu mempunyai nilai. Namun bagaimanakah criteria benda atau fakta itu mempunyai nilai. Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua yaitu nilai etika dan nilai estetika, Etika termasuk cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia dan memandangnya dari sudut baik dan buruk. Adapun cakupan dari nilai etika adalah: Adakah ukuran perbuatan yang baik yang berlaku secara universal bagi seluruh manusia, apakah dasar yang dipakai untuk menentukan adanya norma-norma universal tersebut, apakah yang dimaksud dengan pengertian baik dan buruk dalam perbuatan manusia, apakah yang dimaksud dengan kewajiban dan apakah implikasi suatu perbuatan baik dan buruk. Nilai etika diperuntukkan pada manusia saja, selain manusia (binatang, benda, alam) tidak mengandung nilai etika, karena itu tidak mungkin dihukum baik atau buruk, salah atau benar. Contohnya dikatakania mencuri, mencuri itu nilai etikanya jahat. Dan orang yang melakukan itu dihukum bersalah. Tetapi kalau kucing mengambil ikan dalam lemari, tanpa izin tidak dihukum bersalah. Yang bersalah adalah kita yang tidak hati-hati, tidak menutup atau mengunci pintu lemari. Adapun estetika merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan kreasi seni, dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni atau kesenian. Kadang estetika diartikan sebagai filsafat seni dan kadang-kadang prinsip yang berhubungan dengan estetika dinyatakan dengan keindahan. Syarat estetika terbatas pada lingkungannya, disamping juga terikat dengan ukuran-ukuran etika. Etika menuntut supaya yang bagus itu baik. Lukisan porno dapat
  • 38. mengandung nilai estetika, tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etika. Sehingga kadang orang memetingkan nilai panca-indra dan mengabaikan nilai ruhani. Orang hanya mencari nilai nikmat tanpa mempersoalkan apakah ia baik atau buruk. Nilai estetika tanpa diikat oleh ukuran etika dapat berakibat mudarat kepada estetika, dan dapat merusak. Menurut Randal, ada tiga interpretasi tentang hakikat seni, yaitu: 1. Seni sebagai penembusan (penetrasi) tehadap realisasi disamping pengalaman. 2. Seni sebagai alat untuk kesenangan, seni tidak berhubungan dengan pengetahuan tentang alam dan memprediksinya , tetapi manipulasi alam untuk kepentingan kesenangan. 3. Seni sebagai ekspresi sungguh-sungguh tentang pengalaman. Uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian baik dan buruk terletak pada manusia itu sendiri. Namun dalam Islam penilaian baik dan buruknya sesuatu mempunyai nilai yang universal yaitu al-Qur’an dan hadis.
  • 39. C. KESIMPULAN 1. Menyingkap ilmu pengetahuan landasan yang digunakan adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi, atau dengan kata lain apa, bagaimana dan kemana ilmu itu. 2. Hakekat obyek ilmu (ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan dan objek forma yang terdiri dari sudut pandang dari objek itu. 3. Epistemologi diawali dengan langkah-langkah : perumusan masalah, penyusunan kerangka pikiran, perumusan hipotesis, dan penarikan kesimpulan. 4. Nilai kegunaan ilmu tergantung dari manusia yang memanfaatkannya. Dalam realitas manusia terdiri dari dua golongan ;pertama golongan yang mengatakan bahwa ilmu itu bebas mutlak berdiri sendiri. Golongan kedua berpendapat bahwa ilmu itu tidak bebas nilai. Adapun dalam Islam ilmu itu tidak bebas nilai ia dilandasi oleh hokum normatif transendental. Nilai yang menjadi dasar dalam penilaian baik buruknya segala sesuatu dapat dilihat dari nilai etika (agama) dan estetika.
  • 40. F. FILSAFAT PANCASILA A. PENDAHULUAN Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermartabat dan berbudaya tinggi. Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga sebagai paradigm pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu. Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia. Dalam berbagai sudut pandang mengenai teori pancasila tidak dapat dielakkan lagi bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa indonesia, maka penulis merujuk pada kajian antologis, epistemologis, dan aksiologi pancasila dalam menyusun beberapa kalimat yang tingkat relevansinya mencapai topik makalah yang akan dibuat.
  • 41. B. PEMBAHASAN a. Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.  Filsafat Pancasila Asli Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.  Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.  Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf- filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara
  • 42. lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut: 1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa); 2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); 3. Kebenaran filosofis (filsafat); 4. Kebenaran religius (religi). Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut: Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese. b. Kajian Ontologis Secara ontologis, Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila terdiri atas
  • 43. lima sila memiliki satu kesatuan dasar ontologis maksudnya setiap sila bukan merupakan asas yang berdiri sendiri-sendiri. Manusia merupakan pendukung pokok dari sila-sila Pancasila. Maksudnya pada hakikatnya manusia memiliki hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis sebagai dasar ontologis Pancasila. Kesesuaian hubungan negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat. Yaitu sebagai berikut : Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Landasan sila-sila Pancasila yaitu Tuhan, manusia, satu, rakyat dan adil adalah sebagai sebab, dan negara adalah sebagai akibat. Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
  • 44. Tuhan yang Maha Esa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;  Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;  Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;  Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;  Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional
  • 45. c. Kajian Epistemologis Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas ilmu pengetahuan. Menurut Titus (1984 : 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu: · Tentang sumber pengetahuan manusia · Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia · Tentang watak pengetahuan manusia Secara epistemologis Pancasila sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia. Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas: Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
  • 46. Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:  Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;  Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;  Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru. Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:  Pengetahuan indrawi;  Pengetahuan ilmiah;  Pengetahuan filosofis;  Pengetahuan religius. Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya. Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui
  • 47. keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan. d. Kajian Aksiologi Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat. Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan
  • 48. ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:  Tuhan yang Maha Esa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.  Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).  Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio- budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.  Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.  Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
  • 49.  Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.  Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).  Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.
  • 50. Skema pola antarhubungan sosial manusia meliputi: 1. hubungan sosial-horisontal, yakni antarhubungan pribadi manusia (P) dalam antarhubungan dan antaraksinya hingga yang terluas yaitu hubungan antarbangsa (A2-P-B2); 2. hubungan sosial-vertikal antara pribadi manusia dengan Tuhan yang mahaesa (C: Causa Prima) menurut keyakinan dan agama masing-masing (garis PC).  kualitas hubungan sosial-vertikal (garis PC) menentukan kualitas hubungan sosial horisontal (garis APB);  kebaikan sesama manusia bersumber dan didasarkan pada motivasi keyakinan terhadap Ketuhanan yang mahaesa;  kadar/ kualitas antarhubungan itu ialah: garis APB ditentukan panjangnya oleh garis PC. Tegasnya, garis PC1 akan menghasilkan garis A1PB1 dan PC2 menghasilkan garis A2PB2. Jadi, kualitas kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa menentukan kualitas kesadaran kemanusiaan. Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya. Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa, tetapi juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta kasih sebagai perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas dan usaha manusia guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah cinta sesama. Nilai cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi darma bakti dan pengabdiannya untuk selalu berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas normatif ini bersifat ontologis pula, karena sifat dan potensi pribadi manusia berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, dari real-self menuju ideal-self, bahkan dari kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis menuju perkembangan teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika kepribadian yang disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri). Cinta diri cenderung mengarahkan manusia ke egosentrisme, mengakibatkan ketidakbahagiaan. Kebaikan dan watak pribadi manusia bersumber pula pada nilai keseimbangan proporsi cinta pribadi dengan sesama dan dengan Tuhan yang mahaesa. Dengan perkataan lain, kesejahteraan rohani dan kebahagiaan pribadi
  • 51. manusia yang hakiki ialah kesadarannya dalam menghayati cinta Tuhan dan hasrat luhurnya mencintai Tuhan dan sesamanya. Nilai instrinsik ajaran filsafat Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan luhur dan ideal, meliputi: multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis; normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial, spiritual, supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self), bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal. Secara instrinsik dan potensial, nilai-nilai Pancasila memenuhi tuntutan hidup manusia karena nilai filsafat sejatinya adalah untuk menjamin keutuhan kepribadian dan tidak mengakibatkan konflik kejiwaan maupun dilematika moral. Bersyukurlah kita punya Pancasila
  • 52. C. KESIMPULAN Setelah kami berusaha untuk menguraikan pembahasan mengenai filsafat pancasila, kami dapat menyimpulkan bahwa unsur – unsur Pancasila memang telah di miliki dan di jalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Oleh karena bukti – bukti sejarah sangat beraneka ragam wujudnya maka perlu diadakan analisa yang seksama. Karena bukti – bukti sejarah sebagian ada yang berupa symbol maka diperlukan analisa yang teliti dan tekun berbagai bahan – bahan bukti itu dapat diabstaksikan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil – hasil yang memadai. Melalui cara – cara tersebut hasilnya dapat bersifat kritik dan tentu saja ada kemungkinan yang bersifat spekulatif. Demikian pula adaunsur – unsur yang di suatu daerah lebih menonjol dari daerah lain misalnya tampak pada perjuangan bangsa Indonesia dengan peralatan yang sederhana serta tampak pada bangunan dan tulisan dan perbuatan yang ada.
  • 53. G. PENULISAN KARYA ILMIAH A. PENDAHULUAN Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu ciri pokok kegiatan perguruan tinggi. Karya ilmiah adalah karya tulis atau bentuk lainnya yang telah diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi atau seni yang ditulis atau dikerjakan sesuai dengan tata cara ilmiah, dan mengikuti pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan. Melalui pembuatan karya ilmiah, anggota masyarakat akademik pada suatu perguruan tinggi dapat mengkomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan atau hasil penelitian. Untuk pelaporan karya ilmiah diperlukan suatu pedoman tentang pembuatan karya ilmiah, khususnya karya ilmiah tertulis. Pedoman penulisan karya ilmiah ini memberikan petunjuk tentang cara menulis karya ilmiah yang berupa Tugas Akhir. Penyusunan Tugas Akhir sedapat mungkin disesuaikan dengan Pedoman Penulisan ini. Apa yang dikemukakan di atas sesungguhnya menyangkut karya ilmia yang berbobot sama dengan tesis atau desertasi yan dituntut mempunyai sumbangan yang seimbang nilai manfaat dengan nilai pengembangan ilmiah alam rangka mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga hal yang tak dapat dipisahkan dari keterpaduan penguasaan struktur ilmu pengetahuan, struktu penelitian ilmiah dan struktur penulisan ilmiah. Demi kelengkapan dan bobot mutu serta efektifitas dan efisiensi komunikasi, maka sarana berpikir ilmiah, yaitu logika, bahasa, matemtika dan statistika adalah faktor yang tak kalah pentingnya dalam intergritas penulisan karya ilmiah. Kembali kepada struktur ilmu pengetahuan dalam kaitanya dengan penulisan karya ilmiah,adalah dalam fugsinya yang ikut memeberi citra kepada penulisnya bahwa ia menguasai konsep, istilah, definisi, teori, hukum atau dalil yang menjadi ciri khas disiplin ilmu yang bersangkutan. Sedangkan struktur penelitian ilmiah menyangkut citra penguasaan metode ilmiah beserta langka-langkah pokok sesuai dengan urutnyanya.
  • 54. Struktur penulisan karya ilmiah Struktur penulisan ilmiah adalah kerangka penyajian berserta komponen-komponen mengenai hasil penelitian berubpa karya ilmiah seperti skripsi, tesis atau desertasi. Adapun kerangka dengan urutan susunan komponenya disebut sistematika merupakan implikasi logka berpikir yang dianut agar terjalin kaitan fungsional yag konsisten dari segi realisansi materi termasuk istilah-istilah yang dipaki sejak awal sampai akhir. Dengan demikian terpeliara dan benang merah secara rapi.
  • 55. B. PENDAHULUAN a) Tentang Judul Judul walaupun ditempatkan paling dulu di kulit muka (jilid) karya ilmiah, namun dalam prakteknya disusun paling akhir setelah seluruh penyusunan karya ilmiah selesai. Mengapa demikian? Karena judul aslinya perlu disesuaikan dengan fakta yang tercermin dalam ruang lingkup materi hasil penelitian. Judul dirumuskan secara ringkas, komunikatif dankonsisten dengan ruang lingkup danmeteri karya ilmiah. Sesuai dengan tujuan ilmu yang antara lain menemukan dan menjelaskan hubungan antara fakta, maka judulpun sebaiknya mencerminkan hubungan yang dimaksudkan. Hindarkan pemberian judul yang sifatnya ngambang atau “spurious”. Buatlah judul itu tepat-isi dan menarik sehingga pembaca tergugah untuk membaca lebih lanjut sampai selesai. b) Tentang Latar Belakang Penelitian Latar belakang penelitian mencerminkan dinamika proses pemikiran mengapa mengapa fenomena (gejala alam, gejala sosial) yang dijumpai menggugah niat atau panggilan untuk melakukan penelitian. Secara logis, peneliti melihat fenomena tersebut dalam suatu keadaan yang secara kondisional dan situasional mengisyaratkan suatu tingkat kegawatan atau kerawanan tertentu. Dengan demikian, peneliti terdorong oleh pertimbangan yang menggelitik hatinya untuk menjawab kedua pertanyaan berikut: (1) bila dilakukan penelitian, apa dari segi dampak positifnya yang dapat diamankan atau diamalkan (2) bila tidak dilakukanpenelitian “dosa” apa yang menghantui jiwa peneliti, yaitu segi dampak negatif yang akan berlangsung berlarut-larut. Walaupun demikian, peneliti harus merasa yakin bahwa fenomena yang dijumpainya itu benar-benar berstatus masalah yang masih aktual dari relevansi dengan masa kini. Kemana ia harus berpaling untuk mendapat konfirmasi tentang hal tersebut. Tiada lain daripada berkonsultasi kepada khazanah ilmu pengetahuan, yaitu kepustakaan atau literaturdalam berbagai bentuk sumber informasi. Antara lain berupa majalah ilmiah, dokumentasi atau berkonsultasi kepada pakar ilmiah terdekat dalam disiplin ilmu yang