Bronkopneumonia merupakan penyakit paru yang menyebabkan kematian pada 15% balita global setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia di ruang HCU RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Jual Cytotec Di Medan Ori 👙082122229359👙Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
KTI_FAUZAN.pdf
1. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.DENGAN BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG HIGH CARE UNIT (HCU) ANAK
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
DI RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
Karya Tulis Ilmiah
AHMAD FAUZAN
Nim: 143110160
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
2. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.DENGAN BRONKOPNEUMONIA
DI RUANG HIGH CARE UNIT (HCU) ANAK
IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
DI RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan ke Program Studi D III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Padang Sebagai Persyaratan Dalam
Karya Tulis Ilmiah
AHMAD FAUZAN
Nim: 143110160
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG
TAHUN 2017
3. ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahamad Fauzan
NIM : 143110160
Tempat/tanggal lahir :Batang Lolo/ 26 Maret 1996
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Orang tua : Ayah : H. Marzuki
Ibu : Ermawati
Alamat : Batang Lolo, Koto Parik Gadang Diateh, Solok -
Selatan, Sumatra Barat
Riwayat Pendidikan
Pendidikan Tahun
TK Mutiara 2001 - 2002
SD Negeri 01 Pakan Rabaa 2002 – 2008
SMP Negeri 04 Solok-Selatan 2008 - 2011
SMA Negeri 01 Solok-Selatan 2011 - 2014
Poltekkes Kemenkes Padang 2014 - 2017
9. viii
KEMENTRIAN KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017
AHMAD FAUZAN
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Bronkopneumonia di Ruang HCU
Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
xi + 65 halaman, 2 gambar, 4 tabel, 8 lampiran
ABSTRAK
Bronchopneumonia merupakan suatu penyakit infeksi akut yang menyebabkan
kematian dari (15%) balita sebanyak 922.000 di tahun 2015. Tujuan penelitian
untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia
di ruang HCU IRNA Kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Damil Padang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Desain penelitian adalah studi
kasus. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 27-31 Mei 2017 di Ruangan HCU
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. Populasi adalah semua Anak yang menderita
Bronkopneumonia dengan 2 sampel yang diambil secara purposive sampling.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah format pengkajian sampai
evaluasi keperawatan anak. Cara pengumpulan data dimulai dari wawancara,
pengukuran, observasi dan studi dokumentasi. Analisis yang dilakukan pada
semua temuan di tahapan proses keperawatan pada anak.
Hasil Penelitian didapatkan diagnosa Pada An.F ketidakefektifan jalan nafas
dengan kriteria hasil (NOC) nafas tidak sesak sesak ditandai tidak adanya retraksi
dinding dada, frekuensi nafas normal (30-40 x/i), batuk tidak ada. Pada diagnosa
pola nafa tidak efektif pada An.G dan An.F dengan kriteria hasil (NOC) frekuensi
nafas normal (30-50 x/i). Diagnosa gangguan pertukaran gas dengan kriteria hasil
(NOC) sianosis tidak ada, pO2 normal (75-100 mmHg), pCO2 normal(38-42
mmHg. Diagnosa hipertermi pada An.G dan An.F dengan kriteria hasil (NOC)
suhu normal ( , tidak ada penurunan kesadaran. Rencana
keperawatan sesuai dengan NIC-NOC, implementasi yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah di buat, dan evaluasi keperawatan sebagian besar
masalah teratasi.
Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan
komprehensif dengan cara prmotif, preventif, rehabilitatif dan edukatif. Bagi
peneliti selanjutnya hasil peneliti ini dapat dijadikan sebagai acuan atau
pembanding dalam melakukan penelitian.
Kata Kunci : Bronkopneumonia, asuhan keperawatan
Daftar Pustaka : 27 (2008-2016)
10. ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kasus Bronchopneumonia .............................................. 8
1. Pengertian ................................................................................. 8
2. Anatomi fisiologi sistem pernapasan ........................................ 9
3. Klasifikasi ................................................................................ 9
4. Etiologi .................................................................................. 10
5. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya
Bronchopneumonia.................................................................... 11
6. Patofisiologi ............................................................................... 12
7. WOC ....................................................................................... 14
8. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologi ............................. 15
9. Komplikasi ............................................................................... 15
10. Penatalaksanaan ........................................................................ 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Bronchopneumonia...... 18
1. Pengkajian ..................................................................... 18
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................ 21
3. Intervensi Keperawatan ......................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................... 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………........................................... 33
C. Populasi dan Sampel ……….. ………........................................... 33
D. Instrument Pengumpulan Pata …................................................... 34
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 34
F. Jenis Data ................................................................................ 36
G. Rencana Analisa ……………………………………………….. 36
11. x
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kasus .................................................................... 37
B. Pembahasan Kasus .................................................................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................... 64
B. Saran ..................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
12. xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pernafasan ..................................... 9
Gambar 2.2 WOC .............................................................................. 14
13. xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pemberian Antibiotik Berdasarkan Umur .................................... 16
Tabel 2.2 Pemberian Antibiotik Untuk segera Dirujuk ................................ 16
Tabel 2.3 Pemberian Obat Antipiretika ........................................................ 17
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan ................................................................ 22
14. xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2. Asuhan Keperawatan Anak
Lampiran 3. Lembar Konsultasi Pembimbing 1
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Pembimbing 2
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Lampiran 6. Surat Persetujuan Responden
Lampiran 7. Absensi Penelitian
Lampiran 8. Surat Izin selesai Penelitian
15. 1
BAB I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara
berkembang, termasuk Indonesi. Jeni penyakit infeksi di Indonesia yang
banyak diderita adalah infeksi saluran nafas akut (ISPA), baik ISPA bagian
atas misalnya batuk, pilek, faringitis maupun ISPA bagian bawah seperti
bronkitis dan pneumonia. Pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi akut
yang sering terjadi pada anak usia di bawah lima tahun (balita) dan penyebab
utama kamatian. Angka kematian karena pneumonia di negara berkembang 10-
15 kali lebih tinggi dari pada di negara maju (Masela dkk, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian balita pada tahun
2013 masih tinggi mencapai 6,3 juta jiwa. Kematian balita sebagian besar
disebabkan oleh penyakit menular seperti pneumonia (15%), diare (9%) dan
malaria (7%). Dari tiga kasus ini, pneumonia menyebabkan angka kematian
yang paling tinggi yaitu 935.000 jiwa balita (Ariana dkk, 2015).
Diperkirakan terdapat 155 juta kejadian baru pneumonia pada anak balita tiap
tahunnya, dan sebanyak (7-13%) menderita pneumonia berat yang dapat
mengancam jiwa dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. The United
Natiaon’s Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 menyatakan bahwa
angka kematian balita harus diturunkan sebanyak 2/3-nya dari tahun 1990
sampai tahun 2015, terutama menurunkan angka kematian karena pneumonia
(Wulandari, 2014).
Pneumonia merupakan penyebab dari (15%) kematian pada balita dengan
diperkirakan sebanyak 922.000 balita di tahun 2015. Pneumonia dapat
menyerang semua umur di semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia
Selatan dan Afrika sub-hara. Populasi yang rentan terhadap pneumonia adalah
anak-anak yang usianya kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan
orang yang memiliki masalah kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
16. 2
Menurut hasil Riskesdas (2013), berdasarkan Period prevalence balita yang
didiagnosa pneumonia selama 1 Bulan sebelum wawancara sebesar (0,2%).
Sedangkan balita yang memiliki gejala pneumonia didapatkan sebesar (1,8%).
Dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2007, Period Prevalence pneumonia
pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi (1,8%) pada balita,
berdasarkan Period Prevalence terdiagnosis sebesar (2,4%) balita dan yang
memiliki gejala pneumonia sebesar (18,5%) (Profil Kesehatan Indonesia dalam
Riskesdas, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan RI, (2016) hasil persentase kasus pneumonia
pada balita di Indonesia diperkirakan terdapat (3,55%) kasus pneumonia yang
terjadi di Indonesia. Namun dari tahun 2008 - 2014 penemuan pneumonia pada
balita tidak mengalami perkembangan yang berarti yaitu berkisar antara (20%-
30%) dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan kasus pneumonia yang pesat
yaitu (63,45%).
Perkiraan persentase kasus pneumonia pada balita menurut Provinsi di
Indonesia, didapatkan dari 33 Provinsi yang ada di Indonesia Nusa Tenggara
Barat (NTB) memiliki persentase tertinggi yaitu (6,38%). Sedangkan Provinsi
Sumatra Barat mendapatkan persentase kasus pneumonia sebesar (3,91%)
(Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Menurut Hasil Data Dinas Kesehatan Kota Padang (2014) terdapat jumlah
balita sebanyak 89.793 orang. Perkiraan penderita sebanyak 8.979 (10%)
Balita, sementara penderita yang ditemukan dan ditangani hanya sebanyak
1.850 (20,6 %). Balita laki-laki lebih banyak menderita Pneumonia (23,1%)
dibandingkan dengan balita perempuan (14,9%). Kasus Pneumonia yang
ditemukan dan ditangani tahun 2013 sebanyak 1.183 orang, tahun 2012
sebanyak 340 orang,tahun 2011 sebanyak 586 kasus dan di tahun 2010
sebanyak 819 orang dan 100 % dapat ditangani (Dinas Kesehatan Kota Padang,
2014).
17. 3
Pneumonia adalah suatu kelainan infeksi akut yang dapat mengenai jaringan
paru-paru (alveoli) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroganisme seperti
virus, jamur dan bakteri. Gejala penyakit yang dapat timbulkan seperti
menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak dan sesak napas
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Menurut hasil penelitian Osharinanda,
(2012) gejala klinis yang di tampak pada anak dengan pneumonia yaitu
demam, batuk, muntah, pilek, berak encer, sianosis, kejang, tidak mau
menyusu, sesak napas, tersedak, keluar cairan dari telinga dan bintik
kemerahan di kulit.
Pneumonia juga dapat mempunyai dampak yang mengakibatkan timbulnya
penyakit lain seperti, pneumonia lobularis (Bronchopneumonia), rusaknya
jalan nafas, efusi pleura, fibrosis paru, dan bronkiolitis. Gejala-gejala lain akan
muncul seperti, atelektasis segmental atau lobaris kronis, kalsifikasi paru,
bronkitis obliteratif, atelektasis persisten (Betz, 2009). Menurut penelitian
Osharinanda, (2012) dampak lain yang dapat timbul bagi anak dengan
pneumonia yaitu gangguan keseimbangan Asam Basa, syok septik, septis,
gagal napas, otitis media, meningitis dan emplema.
Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang biasanya diawali dengan infeksi saluran nafas bagian atas dengan gejala
batuk, demam, dan dipsnea. Beberapa mikroganisme Streptococus
pneumoniae, Hemophillus influenzae tipe B, dan Sthapylococus aureus
merupakan penyebab terjadinya bronchopneumonia pada bayi yang lebih besar
dan balita, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Selain
disebabkan oleh infeksi bakteri, kondisi lingkungan dan status gizi anak juga
mempengaruhi penyebab terjadinya Bronchopneumonia (Shefia, 2014).
Berdasarkan penelitian oleh Osharinanda, (2012) di RSUP. Dr. M. Djamil
Padang didapatkan anak yang menderita pneumonia laki-laki sebanyak
(55,6%), terutama pada kelompok usia 2-<12 bulan (60%) dengan status gizi
anak yang kurang (62%) dan status imunisasi masih belum lengkap (34,8%).
18. 4
Penelitian yang telah dilakukan selam periode 1 Januari 2010 - 31 Desember
2012 mendapatkan 352 kasus pneumonia. Pneumonia yang terjadi pada balita
akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek dari pada orang dewasa
karena pada balita sistem pertahanan tubuh yang dimiliki relatif rendah. Bayi
dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas
mereka masih belum berkembang dengan baik.
Berdasarkan penelitian Osharinanda (2012), didapatkan anak dengan gizi
kurang lebih banyak terkena pneumonia sebesar (62%). Penelitian lain
menjelaskan kejadian peneumonia pada anak dengan gizi kurang berpeluang
besar 6,25 kali dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi baik. Sistem
imunitas pada bayi atau balita belum tebentuk sempurna, maka dari itu bayi
akan lebih mudah terkena infeksi bila tidak mendapatkan asupan gizi yang
cukup. Banyak penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara
malnutrisi dengan kematian anak yang menderita pneumonia. Di negara yang
berpengasilan rendah dan sedang, kekurangan berat badan merupakan faktor
resiko pneumonia.
Status imunisasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi timbulnya
pneumonia pada bayi atau balita. Anak yang belum mendapatkan imunisasi
yang lengkap lebih rentan terkena pneumonia. Imunisai merupakan cara
pencegahan terkena penyakit menular karena kekebalan tubuh anak belum
terbentuk sempurna. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit
pneumonia adalah imunisasi pertusis dalam DPT, Campak, Haemophilus
Influenza, dan pneumokokus. Pertusis dalam kondisi berat dapat menyebabkan
pneumonia (Osharinanda, 2012).
ASI ekslusif juga merupakan faktor dalam mengendalikan infeksi dapat
dibuktikan dengan berkurang-nya kejadian beberapa penyakit spesifik pada
bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula.
Penelitian oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa
pemberian ASI sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematian anak
19. 5
akibat penyakit diare dan infeksi saluran napas akut, pneumonia (Masela dkk,
2015).
Berdasarkan survey awal yang di lakukan di Ruangan High Care Unit (HCU)
Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang tanggal 10 Januari 2017 ditemukan adanya
pasien Bronchopneumonia yang sedang menjalankan perawatan sebanyak 2
orang berjenis kelamin laki-laki, dari hasil survei diagnosa keperawatan utama
yaitu gangguan pola nafas dengan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
keluhan pasien sudah dilakukan seperti pemberian oksigen, kompres saat
pasien demam, melakukan pengeluaran sekret, pemenuhan kebutuhan nutrisi
dengan memasukkan makanan melalui NGT, dan tindakan kolaborasi lainnya,
namun perawat belum sepenuhnya memperhatikan apa tanda-tanda bila nafas
pasien sudah bagus dan bagaimana kriteria sesak nafas yang berat atau
tingkatan sesak nafas dari pasien.
Pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan perawat diruangan
ditemukan bahwa pendokumentasian mengacu pada shift sebelumnya dan
masih kurang memperhatikan perkembangan anak setelah diberikan asuhan
keperawatan. Padahal Pendokumentasian merupakan salah satu komponen
penting yang dapat memberikan sumber kesaksian bagi perawat dalam
pertanggung jawab dan pertanggung gugat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Perawat mempunyai peran dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan Bronchopneumonia secara komprehensif.
Sehingga, terjadi peningkatan kualitas pemberian asuhan keperawatan yang
berpengaruh kepada berkurangnya jumlah hari rawatan di rumah sakit dan
meminimalkan biaya yang akan dikeluarkan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Bronchopneumonia di Ruang RSUP. Dr. M.
Djamil Padang.
20. 6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan
masalah penelitian ini adalah Bagaimana Penerapan Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Bronchopneumonia di Ruang RSUP Dr. M. Djamil Padang
Tahun 2017.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Bronchopneumonia di RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada Anak
dengan Bronchopneumonia di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnose keperawatan pada Anak
dengan Bronchopneumonia di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada Anak dengan
Bronchopneumonia di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada Anak dengan
Bronchopneumonia di RSUP.Dr. M. Djamil Padang
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada Anak dengan Bronchopneumonia
di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
f. Mampu mendeskripsikan pendokumentasian pada Anak dengan
Bronkopneumonia di RSUP. Dr. M. Djamil Padang
D. Manfaat Penelitian.
1. Penulis
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan Asuhan
keperawatan pada Anak dengan kasus Bronkopneumonia di Ruang High
Care Unit (HCU) Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
21. 7
2. Rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
menerapakan asuhan keperawatan pada Anak dengan kasus
Bronkopneumonia di Ruang High Care Unit (HCU) Anak di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Tahun 2017.
3. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus Bronkopneumonia di Ruang high Care Unit (HCU) Anak di
RSUP Dr.M. Djamil Padang Tahun 2017.
22. 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Bronchopneumonia
1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak-bercak, teratur dalam area-area atau lebih yang berlokasi
di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth dalam
Wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau
beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat (Whalley and wong dalam Wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia adalah rekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif
yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat,
pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare dalam wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paru-
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing
(Sylvia Anderson dalam wijayaningsih, 2013).
Menurut Nursalam, (2008) letak anatomi, pneumonia dibagi menjadi
pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), dan
pneumonia intertisialis.
a. Pneumonia Lobaris
pneumonia Lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangan ini menyerang lobus paru. Pneumonia ini banyak
disebabkan oleh invasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
Peneumonia Lobularis adalah ditandai adanya bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan
virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
23. 9
c. Pneumonia Interstisisalis
Pneumonia interstisial adalah kondisi dimana pernapasan langka yang
ditandai dengan pembentukan membran hialin di paru-paru.
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi
Gambar : 2.1 Organ Pernafasan
Sumber : Syaifuddin, (2011)
3. Klasifikasi
Berdasarkan pedoman MTBS (2011), pneumonia dapat diklasifikasikan
secara sederhana berdasarkan gejala dan umur.
a. Umur 2 bulan – 5 tahun:
1) Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila gejala:
a) Ada tanda bahaya umum
b) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
c) Terdapat stridor (suara nafas bunyi’grok-grok’ saat inspirasi).
2) Pneumonia, apa bila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat
adalah:
24. 10
a) Anak usia 2 bulan - 5 tahun apabila frekuensi napas 40x/ menit atau
lebih.
3) Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda pneumonia atau
penyakit sangat berat.
b. Umur < 2 bulan
1) Penyakit sangat berat atau infeksi bakteri berat, apabila gejala :
a) Tidak mau minum atau memuntahkan semua
b) Riwayat kejang
c) Bergerak jika hanya dirangsang
d) Napas cepat ( ≥ 60 kali / menit )
e) Napas lambat ( < 30 kali / menit )
f) Tarikan dinding dada kedalam yang sangat kuat
g) Merintih
h) Demam ≥
i) Hipotermia berat <
j) Nanah yang banyak di mata
k) Pusar kemerahan maluas ke dinding perut
2) Infeksi bakteri lokal, apabila gejala :
a)Pustul kulit
b)Mata bernanah
c)Pusar kemerahan atau bernanah
3) Mungkin bukan infeksi, apabila tidak terdapat salah satu tanda di atas.
4. Etiologi
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Penyebab Bronchopneumonia yang biasa di temukan adalah :
a. Bakteri : Diplococus pneumonia, Pneumococus, Stretococus,
Hemoliticus Aureus, Haemophilus influenza, Basilus Frienlander (
Klebsial Pneumonia), Mycobakterium Tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik.
25. 11
c. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candida Albicans, Mycoplasma
Pneumonia, Aspirasi benda asing.
Dalam keadan normal, paru-paru dilindungi terhadap infeksi oleh berbagai
mekanisme. Infeksi paru-paru bisa terjadi bila satu atau lebih dari
mekanisme pertahanan terganggu oleh organisme secara aspirasi atau
melalui penyebaran hematogen. Aspirasi adalah cara yang lebih sering
terjadi.
Virus bisa meyebabkan infeksi primer atau komplikasi dari suatu penyakit,
seperti mobili atau vericella. Virus tidak hanya merusak sel epitel bersilia
tetapi merusak sel goblet dan kelenjar mukus pada bronkus sehingga
merusak clearance mukosilia. Apabila kuman patogen mencapai bronkoli
terminalis, cairan edema masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit
dalam jumlah banyak, kemudian makrofag akan membersihkan debris sel
dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke segala atau lobus yang
sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru-paru melalu cairan bronkial
yang terinfeksi. Malalui saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran
darah atau pluro viscelaris. Karena jaringan paru mengalami konsilidasi,
maka kapasitas vital dan comlience paru menurun, serta aliran darah yang
mengalami konsilidasi menimbulkan pirau / shunt kanan ke kiri dengan
ventilasi perfusi yang mismacth, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja
jantung mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan
hiperkapnu. Pada keadaan yang berat, bisa terjadi gagal napas
(Wijayaningsih, 2013).
5. Faktor Lain yang Mempengaruhi Timbulnya Bronchopneumonia
Menurut Wijayaningsih (2013), ada faktor lain yang dapat menyebabkan
Bronchopneumonia :
a. Faktor predisposisi
1) Usia/umur
- Genetic.
26. 12
2) Faktor pencetus
- Gizi buruk/kurang
- Berat badan lahir rendah (BBLR)
- Tidak mendapatkan ASI yang memadai.
- Imunisasi yang tiak lengkap
- Polusi udara
- Kepadatan tempat tinggal
6. Patofisiologi
Bronchopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan
sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan sekitarnya.
Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga
terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
a. Stadium I (4-12 jam pertama / kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan pemulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darh dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi bekerja sama dengan histamin dan prostaglandiin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang intertisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus di tempuh
oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
27. 13
b. Stadium II / hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selam 48 jam.
c. Stadium III / hepatisasi keabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-
sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus
masih teteap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV / resolusi (7-1 hari)
Disebut juga stadiu resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisi-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsropsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Inflamasi pada bronkus dii tandai adanya penumpukan sekret, sehingga
terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveoluss maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelaktasis. Kolaps
alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak nafas, dan
nafas rochi. Fibrosis bisa menyebakan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi.
Enfisema (tertimbunya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak
lanjut dari frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis respiratori, pada klien
terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan
terjadinya gagal nafas (Wijayaningsih, 2013).
28. 14
7. WOC
Sumber : Wijayaningsih, 2013
Skema: 2.1 WOC
Bersihan Jalan
Nafas Tidak
Efektif
Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan
Tubuh
Gangguan
Keseimbangan
Cairan Tubuh
Gangguan
Pertukaran Gas
Hipertermi
Intolerasi
Aktifitas
Virus, Jamur, Bakteri masuk
melalui saluran nafas atas
Terjadi invasi saluran nafas atas
Kuman berlebih di
bronkus
Infeksi saluran
nafas bawah
Bakteri masuk ke saluran
cerna melalui sistem
pernapasan
Proses peradangan
Akumulasi sekret di
bronkus
Infeksi saluran
cerna
Dilatasi pembuluh
darah
Peradangan
Peningkatan
suhu tubuh
Eksudat masuk
alveoli
Peningkatan
flora normal di
usus
Mucus di
bronkus
meningkat
anoereksia
Intake menurun
Gangguan difusi
dalam plasma
Peristaltic
usus
meningkat
malabsropsi
Frekuensi BAB >
3x/hari,struktur
encer
Suplai O2 dalam darah
menurun. Gejala : sianosis,
nafas cuping hidung,
retraksi dinding dada
Hipoksia
Batuk berdahak
Pe
kesadaran
hiperventilasi
dipsnea
Gangguan pola
nafas
Retraksi
dinding dada,
nafas cuping
hidung
29. 15
8. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologi
Menurut Wijayaningsih (2013), perubahan respon tubuh yang di alami
sepertii :
a. Sistem pernafasan
Terdapatnya bakteri yang menyebabkan peradangan pada bronkus yang
mengakibatkan penumpukan sekret yang menghambat jalan nafas.
Tanda dan gejala yang timbul Pernafasan cepat dan dangkal, bunyi
pernafasan cuping hidung, terdapatnya bunyi nafas tambahan pada paru
yaitu ronchi, weezing.
b. Sistem pencernaan
Terdapat mual dan muntah disertai diare yang mengakibatkan
kekurangan cairan yang hebat.
c. Sistem saraf pusat
Terjadinya penurunan suplai O2 dalam darah ke otak yang di tandai
dengan sianosis, nafas cuping hidung, retraksi dinding dada, yang
menyebabkan terjadinya hipoksia serta mengalami penurunan
kesadaran.
d. Sistem termoregulasi
Bakteri yang telah menyebar dan menyebab peradangan menginfeksi
sistem kekebalan tubuh, sehingga terjadinya peningkatan suhu tubuh
yang tinggi ( yang akan menyebabkan kejang.
9. Komplikasi
Menurut Sowden & Betz (2013), Bronchopneumonia dapat mengakibatkan
penyakit lain, yaitu :
a. Atelaktasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurang mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang
d. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
30. 16
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
10. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Penatalaksanaan menurut MTBS (2011) yaitu :
1) Pemberian antibiotik
Tabel : 2.1
Pemberian Antibiotik Berdasarkan Umur, Untuk Semua Klasifikasi yang
Membutuhkan Antibiotik yang Sesuai
UMUR
atau
BERAT BADAN
KOTRIMOKSAZOL
2X sehari selama 3 hari untuk pneumonia
TAB ANAK
(20 mg Tmp + 200 mg Smz)
SIRUP per 5 ml
(40 mg Tmp + 200 mg Smz)
2 bln-<4 bln (4-6 kg) 1
2.5 ml
(1/2 sendok takar)
4 bln - <12 bln
(6 -< 10 kg)
2
5 ml
(1 sendok takar)
12 bln - <5 tahun
(10 -<16 kg)
2 ½
7.5 ml
(1 ½ sendok takar)
3 tahun - <5 tahun
(16 – 19 kg)
3
10 ml
(2 sendok takar)
Tabel : 2.2
Untuk Anak yang Harus Segera Dirujuk Tetapi Tidak Dapat Menelan Obat
Oral, Segera Diberikan Antibiotik 1x Dalam Dosis Melalui Intravena
UMUR
Atau
BERAT BADAN
AMPISILIN
Dosis : 50 mg per kg BB
Tambahkan 4,0 ml aquadest dalam 1 vial
1000 mg sehingga menjadi 1000 mg / 5 ml
atau 200 mg/ml
GENTAMISIN
Dosis : 7,5 per kg BB
sediaan 80 mg / 2 ml
2 bulan - < 4 bulan
(4 - < 6 kg)
1.25 ml = 250 mg 1 ml = 40 mg
4 bulan - < 9 bulan
(6 - < 8 kg)
1.75 ml = 350 mg 1.25 ml = 50 mg
9 bulan - <12 bulan
(8 - < 10 kg)
2.25 ml = 450 mg 1.75 ml = 70 mg
12 bulan - <3 tahun
(10 - < 14 kg)
3 ml = 600 mg 2.5 ml = 100 mg
31. 17
3 tahun - < 5 tahun
(14 -19 kg)
3.75 ml = 750 mg 3 ml = 120 mg
Tabel : 2.3
Pemberian Obat Antipiretika
Pemberian Paracetamol Untuk Demam Tinggi ≥ C
PARACETAMOL
UMUR atau BERAT
BADAN
TABLET
500 mg
TABLET
100 mg
SIRUP 120 mg/ 5 ml
2 bulan - <6 bulan
(4 - <7 kg)
½ 1/2
2.5 ml
( ½ sendok takar)
6 bulan - < 3 tahun
(7 – < 14 kg)
¼ 1 5 ml ( 1 sendok takar)
3 tahun - < 5 tahun
(14 - < 19 kg)
½ 2
7.5 ml
( 1 ½ sendok takar)
2) Terapi O2
Pemberian O2 2 - 3 liter / menit dengan nasal kanul
3) Terapi cairan
Pemberian cairan IVFD dekstore 5 % ½ NaCL 0,225% 350cc / 24
jam
b. Non farmakologi
1) Pasien Istirahat total
2) Posisi pasien semifowler / ekstensikan kepala
3) Bila terdapat obstruksi jalan nafas, dan lendir serta ada febris,
diberikan broncodilator
4) Terapi modalitas pernafasan (vibrasi, claping, nafas dalam dan batuk
efektif ).
5) Banyak minum air putih hangat
6) Suction bila ada sumbatan jalan nafas
7) Kompres hangat jika demam
8) Diit pasien jenis ML ( makan lunak )
32. 18
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Bronchopneumonia
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Bronchopneumonia :
a. Identitas, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur, Bronchopneumonia
sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada anak
berusia di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi yang
berusia kurang dari 2 bulan.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Bronchopneumonia Virus
Biasanya didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas,
termasuk rinitis dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari
pada pneumonia bakteri. Bronchopneumonia virus tidak dapat
dibedakan dengan Bronchopneumonia bakteri dan mukuplasma.
b) Bronchopneumonia Stafilokokus (bakteri)
Biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
atau bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu
tinggi, batuk dan mengalami kesulitan pernapasan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu:
Biasanya anak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian
atas. Riwayat penyakit campak / fertusis (pada Bronchopneumonia).
3) Riwayat pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan
karena keletihan selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori
sebagai akibat dari kondisi penyakit.
4) Riwayat psikososial dan perkembangan
Kelainan Bronchopneumonia juga dapat membuat anak mengalami
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan
oleh adanya ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat
33. 19
jaringan, sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan yang cukup.
5) Riwayat Imunisasi
Biasanya pasien belum mendapatkan imunisasi yang lengkap seperti
DPT-HB-Hib 2.
c. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang ditemukan
pembesaran Kelenjer getah bening.
b. Mata
Biasanya pada pasien dengan Bronchopneumonia mengalami anemis
konjungtiva.
c. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak mengalami nafas
pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung.
d. Mulut
Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat sianosis
terutama pada bibir.
e. Thorax
Biasanya pada anak dengan diagnosa medis Bronchopneumonia,
hasil inspeksi tampak retraksi dinding dada dan pernafasan yang
pendek dan dalam, palpasi terdapatnya nyeri tekan, perkusi terdengar
sonor, auskultasi akan terdengar suara tambahan pada paru yaitu
ronchi,weezing dan stridor. Pada neonatus, bayi akan terdengar suara
nafas grunting (mendesah) yang lemah, bahkan takipneu.
f. Abdomen
Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
g. Kulit
Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak memerah.
34. 20
h. Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin bahkan bahkan crt > 2
detik karena kurangnya suplai oksigen ke Perifer, ujung-ujung kuku
sianosis.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik Menurut Manurung dkk (2013), yaitu :
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Biasanya pada rontgen thoraks ditemukan beberapa lobus
berbercak-bercak infiltrasi
b) Bronkoskopi digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-
cabang utama dari arbor trakeobronkial. Jaringan yang diambil
untuk pemeriksaan diagnostik , secara terapeutik digunakan untuk
mengidentifiksi dan mengangkat benda asing
2) Hematologi
a) Darah lengkap
(1) Hemoglobin pada pasien bronchopneumonia biasanya tidak
mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya 17-12
gram/dl, Umur 1 minggu normalnya 15-20 gram/dl, Umur 1
bulan normalnya11-15 gram/dl, dan pada Anak-anak
normalnya 11-13 gram/dl
(2) Hematokrit pada pasien bronchopneumonia biasanya tidak
mengalami gangguan. Pada Laki-laki normalnya 40,7% -
50,3%, dan pada Perempuan normalnya 36,1% - 44,3%
(3) Leukosit pada pasien bronchopneumoia biasanya mengalami
peningkatan, kecuali apabila pasien mengalami
imunodefisiensi Nilai normlanya 5 .– 10 rb /
(4) Trombosit biasanya ditemukan dalam keadaan normal yaitu
150 – 400 rb
(5) Eritrosit biasanya tidak mengalami gangguan dengan nilai
normal Laki – laki 4,7- 6,7 juta dan pada Perempuan 4,2– 5,4
juta
35. 21
(6) Laju endap darah ( LED ) biasanya mengalami peningkatan
normal nya pada laki-laki 0 – 10 mm perempuan 0 -15 mm
b) Analisa Gas Darah (AGD)
Biasanya pada pemeriksaan AGD pada pasien bronchopneumonia
ditemukan adanya kelainan. Pada nilai pH rendah normalnya7,38-
7,42, Bikarbonat (HCO3) akan mengalami peningkatan kecuali
ada kelainan metabolik normalnya 22-28 m/l, Tekanan parsial
oksigen akan mengalami penurunan nilai normalnya 75-100 mm
Hg, Tekanan (pCO2) akan mengalami peningkatan nilai
normalnya 38-42 mmHg, dan pada saturasi oksigen akan
mengalami penurunan nilai normalnya 94-100 %.
c) Kultur darah
Biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi dalam darah, yang
mengakibatkan sistem imun menjadi rendah.
d) Kultur sputum
Pemeriksaan sputum biasanya di temukan adanya bakteri
pneumonia dan juga bisa bakteri lain yang dapat merusak paru.
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan NANDA 2015-2017, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi lendir di jalan nafas,
inflamasi trakeabronkial, nyeri pleuritik, penurunan energi, kelemahan.
b. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi, kerusakan neurologis
c. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
d. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan umum, batuk berlebihan dan dipsnea.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d peningkatan evaporasi
tubuh, kurangnya intake cairan.
f. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, mual
dan muntah.
g. Hipertermi b/d proses infeksi
36. 22
3. Intervensi Keperawatan
Tabel : 2.4
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas
Batasan karakterstik :
1) Suara nafas
tambahan
2) Perubahan
frekuensi napas
3) Sianosis
4) Penurunan bunyi
nafas
5) Sputum dalam
jumlah yang
berlebih
6) Gelisah
Faktor yang
berhubungan dengan :
obstruksi jalan nafas
1) Spasme jalan
nafas
2) Mukus dalam
jumlah
berlebihan
3) Sekresi dalam
bronki
4) Benda asing di
jalan nafas
a. Respiratory
Status
Ventilation
Kriteria hasil :
1) Frekuensi
pernafasan dalam
batas normal (40-
50x/menit)
2) Irama pernafasan
3) Kedalaman
inpirasi
4) Tidak ada suara
nafas tambahan
5) Pernafasan
cuping hidung
tidak ada
6) Tidak ada
penggunaan otot
bantu nafas
7) Akumulasi
sputum
a. Respiratory Status
Airway Patency
Kriteria hasil :
1) Respiratory rate
dalam rentang
normal
2) Pasien tidak
cemas
3) Menunjukkan
jalan nafas yang
paten
Airway Suction
1) Pastikan kebutuhan
oral suctioning
2) Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suctioning
3) Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
4) Monitor status
oksigen pasien
5) Berikan oksigen
dengan
menggunakan
nasal untuk
memfasilitasi
suction nasotrakeal
Airway Management
1) Buka jalan nafas
2) Posisikan pasien
umtuk
memaksimalkan
ventilasi
3) Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas
4) Lakukan fisioterapi
dada bila perlu
5) Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
6) Monitor status
respirasi dan O2
Cough Enhancement
1) Bantu pasien untuk
posisi duduk
37. 23
2) Dorong pasien
untuk melakukan
latihan nafas dalam
3) Dorong pasien
untuk tarik nafas
dalam selama 2
detik dan
batukkan, lakukan
2 atau 3 kali
berturut-turut
Vital Sign Monitoring
1) Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2) Catat adanya
fluktasi tekanan
darah
3) Monitor vital sign
saat pasien
berbaring, duduk
atau berdiri
4) Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama dan setelah
aktifitas
5) Monitor kualitas
nadi
6) Monitor frekuensi
dan irama
pernafasan
7) Monitor suara
paru
8) Monitor pola
pernafasan
abnormal
9) Monitor suhu, dan
kelembapan kulit
10) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
2 Ketidakefektifan Pola
Nafas
Batasan karakteristik :
1) Perubahan kedalaman
a. Status
Pernafasan
Kriteria hasil :
1) Frekuensi
Manajemen Jalan
Nafas
1) Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
38. 24
pernafasan
2) Bradipnea
3) Penurunan tekanan
inspirasi
4) Penurunan tekanan
ekspirasi
5) Penurunan kapsitas
vital
6) Dipsnea
7) Pernafasan cuping
hidung
8) Penggunaan otot
aksesoris untuk
bernafas
Faktor yang
berhubungan
1) Hiperventilasi
2) Kerusakan neurologis
3) Keletihan otot
pernafasan
pernafasan
normal (40-
50x/menit)
2) Irama pernafasan
normal
3) Kedalaman
inspirasi
4) Suara auskultasi
pernafasan
normal
5) Kepatenan jalan
nafas
6) Volume tidal
7) Kapasitas vital
8) Penggunaan otot
bantu nafas tidak
ada
9) Retraksi dinding
dada tidak ada
10) Sianosis tidak ada
11) Suara nafas
tambahan tidak
ada
b. Status
Pernafasan :
Kepatenan
Jalan Nafas
Kriteria hasil :
1) Frekuensi
pernafasan
normal (40-
50x/nmenit)
2) Irama pernafasan
3) Suara nafas
tambahan
4) Pernafasan
cuping hidung
5) Dipsnea saat
istirahat
6) Batuk
7) Akumulasi
sputum
ventilasi
2) Lakukan
fisioterapy dada
jika perlu
3) Motivasi pasien
untuk bernafas
pelan, dalam,
berputar, dan batuk
4) Gunakan teknik
yang
menyenangkan
untuk memotivasi
bernafas dalam
kepada anak-anak
5) Auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun atau tidak
adanya suara nafas
tambahan
Terapi Oksigen
1) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2) Monitor aliran
oksigen
3) Monitor efektifitas
terapi oksigen
4) Amati tanda-tanda
adanya
hipoventilasi
oksigen
5) Sediakan oksigen
ketika pasien
dibawah /
dipidahkan
Monitor Pernafasan
1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
dan kesulitan
bernafas
2) Catat pergerakan
dinding dada dan
pengunaan otot
bantu
3) Monitor suara
39. 25
nafas tambahan
seperti ngorok
4) Monitor pola nafas
5) Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
6) Auskultasi suara
nafas tambahan
3 Gangguan Pertukaran
Gas
Batasan karakteristik :
1) pH darah arteri
abnormal
2) pernafasan
abnormal ( mis,
kecepatan, irama,
kedalaman)
3) warna kulit
abnormal ( pucat
)
4) sianosis
5) nafas cuping
hidung
Faktor yang
berhubungan :
1) perubahan
membran
alveolar –kapiler
2) ventilasi pervusi
a. Status
Pernafasan :
Pertukaran Gas
Kriteria hasil:
1) Tekanan parsial
oksigen dalam
darah arteri (po2)
2) Tekanan parsial
oksigen dalam
darah arteri
(pco2)
3) Saturasi oksigen
4) Keseimbangan
ventilasi perfusi
5) Dyspnea pada
saat istirahat
6) Sianosis
Monitor Vital Sign
1) Memonitor
tekanan darah,
nadi, suhu, dan
status pernafasan
2) Memonitor
Denyut jantung
3) Memonitor suara
paru-paru
4) Memonitor warna
kulit
5) Menilai
Cavilarevil
Monitor Pernafasan
1) Memonitor
tingkat, irama,
kedalaman, dan
respirasi
2) Memonitor
gerakan dada
3) Monitor bunyi
pernafasan
4) Auskultasi bunyi
paru
5) Memonitor
dyspnea dan hal
yang
meningkatkan dan
memperburuk
kondisi
Terapi Oksigen
1) Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2) Monitor aliran
oksigen
3) Amati tanda-tanda
40. 26
hipoventilasi
induksi oksigen
4 Intoleransi Aktifitas
Faktor yang
berhubungan dengan :
1) Masalah sirkulasi
2) Masalah
pernapasan
a. Toleransi
Aktifitas
Kriteria hasil :
1) Saturasi oksigen
dengan aktivitas
2) Denyut nadi
dengan aktivitas
3) Tingkat
pernapasan
dengan aktivitas
4) Warna kulit
5) Kecepatan
berjalan kaki
2) Tingkat
kelelahan
Kriteia hasil:
1) Tingkat
kelelahan
2) Gangguan
konsentrasi
menurun
3) Tingkat stres
4) Kualitas tidur
5) Saturasi oksigen
6) Kualitas istirahat
3) Tanda–tanda
vital
Kriteria hasil:
1) Denyut jantung
apikal
2) Denyut nadi
radial
3) Tingkat
pernapasan
4) Irama pernapasan
5) Tekanan nadi
6) Kedalaman
inspirasi
Terapi Aktifitas
1) Bantu klien
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
2) Bantu klien untuk
memilih aktivitas
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi, dan
sosial
3) Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
4) Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
5) Bantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
6) Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
7) Monitor respon
fisik, emosi, sosial,
dan spiritual.
Monitor Tanda-
tanda Vital
1) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan pernafasan
2) Monitor dan
laporkan tanda dan
gejala hipotermia
dan hipertermia
3) Monitor
41. 27
keberadaan dan
kualitas nadi
4) Monitor irama dan
laju pernafasan
5) Monitor suara paru
6) Monitor warna
kulit, suhu, dan
kelembapan
Manajemen Energi:
Terapi Oksigen
1) Pertahan kan
kepatenan jalan
nafas
2) Berikan oksigen
tambahan seperti
yang diperintahkan
3) Monitor aliran
oksigen
4) Amati tanda-tanda
hipoventilasi
induksi oksigen
5) Sediakan oksigen
ketika pasien
dibawa /
dipindahkan
6) monitor efektifitas
terapi oksigen
5 Kekurangan Volume
Cairan
Batasan karakteristik :
1) Haus
2) Kelemahan
3) Kulit kering
4) Membtan mukosa
kering’
5) Peningkatan
frekuensi nadi
6) Peningkatan
hematokrit
7) Peningkatan
konsentrasi urine
8) Peningkatan suhu
tubuh
9) Penurunan berat
a. Keseimbangan
Cairan
Kriteria hasil :
1) Tekanan darah
2) Keseimbangan
intake output
dalam 24 jam
3) Berat badan stabil
4) Turgor kulit
5) Kelembaban
membran mukosa
6) Serum elektrolit
7) Hematokrit
8) Edema perifer
9) Bola mata cekung
dan lembek
10) Kehausan
Manajemen Cairan
1) Timbang BB
pasien setiap hari
dan monitor status
pasien
2) Jaga intake output
3) Monitor status
dehidrasi
4) Monitor hasil
laboratorium yang
relevan dengan
retensi cairan
5) Monitor status
hemodinamik
6) Monitor tanda-
tanda vital
7) Berikan terapi IV
(intra vena) seperti
42. 28
badan tiba-tiba
10) Penurunan haluan
urine
11) Penurunan
pengisian vena
12) Penurunan
tekanan darah
13) Penurunan turgor
kulit
Faktor yang
berhubungan
1) Kegagalan
mekanisme
regulasi
2) Kehilangan
cairan aktif
11) Pusing
b. Dehidrasi
Kriteria hasil :
1) Warna urine
keruh
2) Fontanela
cekung
3) Nadi cepat dan
lambat
4) Penigkatan BUN
(blood urea
Nitrogen)
5) Penigkatan suhu
tubuh
yang ditentukan
8) Berikan cairan
dengan tepat
9) Tingkatkan
asupan oral
10) Dukungan pasien
dan keluarga
untuk membantu
dalam pemberian
makan dengan
baik
11) Berikan produk-
produk darah
Manajemen
Elektrolit
1) Monitor nilai
serum elektrolit
abnormal
2) Monitor
manifestasi
3) Ketidakseimbanga
n elektrolit
4) Berikan cairan
sesuai resep, jika
diperlukan
5) Ambil spesimen
sesuai order untuk
dapat malakukan
sesuai analisis
level elektrolit
(ABG, urine, dan
level serum)
dengan tepat
6) Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda – tanda dan
gejala
ketidakseimbanga
n cairan
dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7) Monitor respon
pasien terhadap
terapi elektrolit
yang diberikan
43. 29
Monitor Tanda-
tanda Vital
1) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan pernafasan
2) Monitor dan
laporkan tanda dan
gejala hipotermia
dan hipertermia
3) Monitor
keberadaan dan
kualitas nadi
4) Monitor irama
dan laju
pernafasan
5) Monitor suara
paru
6) Monitor warna
kulit, suhu, dan
kelembapan
6 Ketidak Seimbangan
Nutrisi : Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Batasan karakteristik :
1) Diare
2) Bising usus
hiperaktif
3) Membran mukosa
pucat
4) Tonus otot
menurun
5) Kelemahan otot
menelan
Faktor yang
berhubungan :
1) Faktor biologis
2) Ketidak
mampuan
mengabsropsi
nutrien
3) Ketidak
mampuan
mencerna
makanan
4) Ketidak
a. Status Nutrisi
Kriteria hasil:
1) Status nutrisi
2) Asupan gizi
3) Asupan makanan
4) Asupan cairan
5) Energi
6) Berat badan
b. Appetite
Kriteia hasil:
1) Keinginan untuk
makan
2) energi untuk
makan
3) Asupan makanan
asupan gizi
4) Asupan cairan
5) Stimulus untuk
makan
Manajemen Berat
Badan
1) Diskusikan
bersama pasien
dan keluarga
mengenai
hubungan antara
intake makanan,
latihan, pening
katan BB dan
penurunan BB
2) Diskusikan
bersama pasien
mengenai kondisi
medis yang dapat
mempengaruhi BB
3) Diskusikan
bersama pasien
mengenai
kebiasaan, gaya
hidup dan factor
herediter yang
dapat
mempengaruhi BB
4) Diskusikan
bersama pasien
mengenai risiko
44. 30
mampuan
menelan
makanan
yang berhubungan
dengan BB
berlebih dan
penurunan BB
5) Dorong pasien
untuk merubah
kebiasaan makan
6) Perkirakan BB
badan ideal pasien
Manajemen Nutrisi
1) Kaji adanya alergi
makanan
2) Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3) Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake Fe
4) Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
protein dan
vitamin C
5) Berikan substansi
gula
6) Yakinkan diet
yang dimakan
mengandung tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
7) Berikan makanan
yang terpilih (
sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8) Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
9) Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi kepada
keluarga
45. 31
Monitor Nutrisi
1) Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
2) Monitor turgor
kulit dan modalitas
3) Identifikasi
abnormalitas kulit
4) Minitor adanya
mual muntah
5) Identifikasi
perubahan nafsu
makan dan
aktifitas akhir-
akhir ini
7 Hipertermi
Batasan karakteristik :
1) Kulit kemerahan
2) Peningkatan suhu
tubuh perkisaran
diatas normal
3) Kejang
4) Kulit terasa
hangat
Faktor yang
berhubungan :
1) Pemajanan
lingkungan yang
panas
2) Penyakit
3) Peningkatan laju
metabolisme
a. Termoregulasi
Kriteria hasil :
1) Berkeringat saat
panas
2) Tingkat
pernafasan
3) Peningkatan suhu
kulit
4) Hipertermia
5) Sakit kepala
6) Dehidrasi
c. Status
Neurologis
Kriteria hasil :
1) Kesadaran
2) Pola bernafas
3) Pola istirahat dan
tudur
4) Laju pernafasan
5) Hipertermia
6) Aktivitas kejang
b. Tanda Tanda
Vital
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh
2) Tingkat
Perawatan Demam
1) Pantau suhu dan
tanda vital lainnya
2) Monitor warna
kulit
3) Monitor asupan
dan keluaran,
sadari perubahan
kehilangan cairan
yang tak dirasakan
4) Beri obat atau
cairan IV
5) Tutup pasien
dengan selimut
atau pakaian
ringan
6) Dorong konsumsi
cairan
7) Fasilitasi istirahat,
terapkan
pembatasan
aktifitas jika
diperlukan
8) Berikan oksigen
yang sesuai
9) Tingkatkan
sirkulasi udara
10) Mandikan
pasien dengan
spons hangat
dengan hati-hati
46. 32
pernafasan
3) Irama pernafasan
4) Tekanan nadi
5) Kedalaman
inspirasi
Pengaturan Suhu
1) Monitor suhu
paling tidak setiap
2 jam sesuia
kebutuhan
2) Monitor dan
laporkan adanya
tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3) Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
adekuat
4) Berikan
pengobatan
antipiuretik sesuai
kebutuhan
Manajemen
Pengobatan
1) Tentukan obat apa
yang diperlukan,
dan kelola
menurut resep
dan/atau protokol
2) Monitor
efektifitas cara
pemberian obat
yang sesuai
Sumber : Nursing Outcomes Clasification, 2016, Nursing Interventions Classifications,
2016
47. 33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan desain studi
kasus yang di jabarkan secara deskriptif. Metode penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang keadaan
secara objektif. Penelitian ini di arahkan unutk mendeskripsikan atau
menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan kasus Bronchopneumonia di Ruang High Care Unit (HCU) Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang Pada tahun 2017.
B. Tempat dan Waktu Peenelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2017.
Penelitian dilakukan di Ruang High Care Unit (HCU) Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada Tahun 2017. Pengambilan data pada Partisipan I dan II
dilakukan pada 27-31 Mei 2017.
C. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Hidayat, 2012). Bukan hanya subjek atau objek yang
dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh
subjek atau objek tersebut. Pada penelitian ini populasi yang digunakan
adalah semua pasien anak yang mengalami Bronchopneumonia di Ruang
HCU Anak RSUP. Dr. M.Djamil Padang.
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam penelitian
keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria ekslusi, dimana kriteria itu
menentukan dapat dan tidaknya smapel tersebut digunakan. Pada penelitian
ini sampel diambil sebanyak 2 orang anak secara purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel dengan berdasarkan pada tujuan dari peneliti dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria insklusi
48. 34
a) Pasien dan orang tua bersedia menjadi responden
2. Kriteria ekslusi
a) Pasien pulang dalam hari rawatan kurang dari lima hari
b) Pasien bronchopneumonia yang mengalami perubahan kondisi
(penurunan kesadaran)
D. Istrumen Pengumpulan Data
Alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian adalah format asuhan
keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi),
alat perlindungan diri (Handscoon dan masker), alat pemeriksaan fisik
(Tensi meter, Termometer, stetoskop, timbangan, arloji dengan detik dan
penlight).
1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, identifikasi
penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan
fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spritual, lingkungan
tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium dan program pengobatan.
2. Format analisa data terdiri: nama pasien, nomor rekam medik, data,
masalh dan etiologi.
3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam
medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah,
serta tanggal dan paraf dipecahkan masalah.
4. Format intervensi asuhan keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NOC dan NIC.
5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor
rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi
keperawatan, dan paraf yang dilakukan implementasi keperawatan.
6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam
medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan,
dan paraf yang melakukan tindakan evaluasi keperawatan.
49. 35
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik wawancara
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaran yang
mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informan. Peneliti
melakukan wawancara mengeksplorasi perasaan, persepsi, dan pemikiran
partisipan.
Pada penelitian ini dilakukan wawancara kepada pasien dan keluarga.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan untuk mendapatkan data
tentang identitas pasien, riwayat kesehatan pasien (sekarang, dahulu dan
riwayat kesehatan keluarga) dan aktifitas sehari-hari pasien (Sugiyono,
2014).
2. Observasi
Observasi yang dilakukan peneliti terlibat berkaitan dengan keadaan fisik
pasien serta kegiatan sehari – hari pasien seperti pola makan, pola
aktifitas, dan lain-lain (Sugiyono, 2014).
Pada penelitian ini observasi dilakukan untuk pemeriksaan fisik pasien
yang dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi melalui
tingkat kesadaran dan memonitor bagaimana perubahan kesehatan dari
pasien dan memonitor intake output / cairan yang keluar berlebihan,
suhu, dan frekuensi pernfasan.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan perjalan penyakit pasien yang sudah berlalu
yang disusun berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Dokumentasi
keperawatan berbentuk catatan perkembangan, hasil pemeriksaan
laboratorium dan hasil pemeriksaan pasien.
Dalam penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit untuk
menunjang penelitian yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan darah lengkap seperti (Hb, trombosit, leukosit, eritrosit, dan
Ht), pemeriksaan elektrolit, hasil pemeriksaan kultur darah, sputum dan
pemeriksaan rontgen thorak.
50. 36
F. Jenis-Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti
pengkajian kepada pasien meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan
pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien.
b. Data Sekunder
Pada penelitian ini, data sekunder langsung didapatkan dari keluarga,
rekam medis dan Ruang High Care Unit (HCU) Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang
G. Analisis
Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dibandingkan dengan teori. Pada penelitan yang akan
dilakukan setelah didapatkan data tentang pasien melelalui pengkajian
keperawatan, data akan dikelompokkan dalam bentuk data subjektif dan
objektif. Kemudian baru dirumuskan diagnosa keperawatan, disusun
rencana keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan
berdasarkan NOC-NIC. Asuhan keperawatan dibuat dengan cara
mendeskripsikan kasus dan selanjutnya dibandingkan antara kasus 1 dan 2.
Kemudian kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan dibandingkan dengan
teori yang telah ada sebelumnya.
.
51. 37
BAB IV
DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Deskrispi Kasus
An. G (partisipan 1) berumur 7 bulan An.G datang ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 25 Mei 2017 pukul 21.50 WIB rujukan dari
RS Ibnu Sina Padang. Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit, batuk berdahak sejak 1 minggu, demam
sejak 3 hari dan anak membiru sejak 3 bulan yang lalu, tidak nafsu
makan.. Pasien datang dengan tanda-tanda vital yaitu, HR: 132 x/i, RR: 52
x/i, dan suhu: 37 0
C. Pasien di diagnosa dengan penyakit PJB dengan
bronkopneumonia.
An. F (partisipan 2) berumur 2 tahun datang ke RSUP Dr. M. Djmail
Padang pada tanggal 26 Mei 2017 pukul 15. 30 WIB rujukan dari RSUD
Rasyidin padang. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 4 jam
sebelum masuk Rumah Sakit , muntah-muntah sejak 4 jam yang lalu
sebelum masuk rumah sakit frekuensi 2x jumlah 3-4 sendok makan.
Demam sejak 1 hari yang lalu,batuk-batuk sejak 8 hari yang lalu dan nafsu
makan menurun. Pasien datang dalam kondisi tanda-tanda vital yaitu, HR :
132x/i, RR : 46x/i, dan suhu : C. Pasien di diagnosa dengan penyakit
bronkopneumonia.
52. 38
PARTISIPAN 1 PARTISIPAN 2
1. Hasil Pengkajian
An. G (partisipan 1) berumur 7
bulan An.G datang ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 25 Mei
2017 pukul 21.50 WIB rujukan dari
RS Ibnu Sina Padang. Pasien datang
dengan keluhan sesak napas sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit,
batuk berdahak sejak 1 minggu,
demam sejak 3 hari dan anak
membiru sejak 3 bulan yang lalu,
tidak nafsu makan.. Pasien datang
dengan tanda-tanda vital yaitu, HR:
132 x/i, RR: 52 x/i, dan suhu: 37 0
C.
Pasien di diagnosa dengan penyakit
PJB dengan bronkopneumonia.
An. F (partisipan 2) berumur 2 tahun
datang ke RSUP Dr. M. Djmail
Padang pada tanggal 26 Mei 2017
pukul 15. 30 WIB rujukan dari
RSUD Rasyidin padang. Pasien
datang dengan keluhan sesak nafas
sejak 4 jam sebelum masuk Rumah
Sakit , muntah-muntah sejak 4 jam
yang lalu sebelum masuk rumah
sakit frekuensi 2x jumlah 3-4 sendok
makan. Demam sejak 1 hari yang
lalu,batuk-batuk sejak 8 hari yang
lalu dan nafsu makan menurun.
Pasien datang dalam kondisi tanda-
tanda vital yaitu, HR : 132x/i, RR :
46x/i, dan suhu : C. Pasien di
diagnosa dengan PJB dan
Bronkopneumonia.
Pengkajian riwayat penyakit
sekarang pada tanggal 27 Mei 2017
pukul 09.00 WIB, Ny. T mengatakan
napas Anak tampak sesak, napas
sesak akan bertambah jika An.G
menangis, ibu mengatakan An.G
tampak membiru, dan badan teraba
panas.
Pengkajian riwayat kesehatan
sekarang pada tanggal 27 Mei 2017
Pukul 10.30 WIB, Ny.N mengatakan
nafas Anak sesak, batuk-batuk
berdahak, nafsu makan menurun,
badan teraba panas.
Pada pengkajian riwayat kehamilan
dan kelahiran prenatal gestasi G1 P1
A0 H1, pemeriksaan kehamilan ke
bidan 2x dalam sebulan, tidak ada
imunisasi saat hamil, obat2 yang
digunakan vitamin dan tablet Fe.
Riwayat Intranatal Tanggal
persalinan 06 November 2016,
BBL/PBL 2,7 kg/49 cm, usia gestasi
saat lahir 9 bulan, tempat persalinan
Pada pengkajian riwayat kehamilan
dan kelahiran prenatal gestasi G1 P1
A0 H1, HPHT 3 Juni 2014,
pemeriksaan kehamilan 2x sebulan
ke bidan, imunisasi TT 2x, masalah
waktu kehamilan pada umur
kandungan 2 bulan ibu muntah-
muntah,tidak nafsu makan,badan
terasa lemah, dan pada saat umur
kehamilan 9 bulan ibu menderita
53. 39
di RSUP Dr M Djamil padang,
penolong persalinan Dr.spesialis
kandungan, jenis persalinan cesar.
Riwayat Post natal (24 jam) Tidak
ada IMD, tidak ada kelainan
kongenital. Penyakit yang pernah
diderita Ny.T mengatakan An.G
telah memiliki kelainan penyakit
jantung bawaan sejak lahir namun
belum pernah dioperasi dan dirawat
selama 1 minggu lalu dipulangkan
karena tidak cukup biaya.
vertigo. Riwayat intranatal Tanggal
persalinan 28 Mei 2015, BBL/PBL 3
kg/47cm, usia gestasi saat lahir 9
bulan 2 minggu, tempat persalinan
RS Bayangkyara, penolong
persalinan Dr. Spesialis Kandungan,
jenis persalinan sesar. Riwayat post
Natal (24 Jam) Awal lahir bayi
hanya diam dan setelah 5 menit baru
menangis, inisiasi menyusui dini
(IMD) tidak ada, kelainan kongenital
alat kelamin, platum cembung.
Penyakit yang pernah diderita anak
pernah menderita penyakit epilepsi,
cerebral palcy, small PDA, dan
Bronkopneumonia. Ny.N
mengatakan An.F sudah 7 kali
dirawat di rumah sakit dengan
diagnosa yang sama. Sebelumnya
pasien dirawat 7 bulan terakhir di
rumah sakit Rasidyn selama 1
minggu lalu pulang dengan
melanjutkan terapi antibiotik
dirumah.
Pada pengkajian riwayat kesehatan
keluarga, Ny.T mengatakan tidak
ada anggota keluarga ysng lain yang
menderita penyakit yang sama
dengan An.G. riwayat imunisasi
An.G hanya mendapat imunisasi HB
0 saat lahir. Perkembangan An.G
saat ini bisa miring kiri dan kanan
serta berguling. Ny.T mengatakan
ventilasi rumah kurang dan sempit
dan sering tertutup.
Pada pengkajian riwayat kesehatan
keluarga, Ny.N mengatakan tidak
ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama
dengan An.F. riwayat imunisasi
An.F hanya mendapat imunisasi HB
0 saat lahir. Pada usia 6 bulan miring
kiri miring kanan, dan sampai saat
usia saat ini An.F hanya bisa seperti
itu. Ny.N mengatakann vetilasi
rumah kurang, halaman perkarangan
tidak dekat jalan, wc ada, sumber air
minum air galon, tembat
pembuangan sampah di depan rumah
dan dibakar.
54. 40
Data pemeriksaan fisik didapatkan
sebagai berikut : Keadaan umum
anak tampak gelisah kesadaran
Compos Mentis dengan GCS 15,
Tanda-tanda Vital HR : 124 x/i, RR
: 38 x/i, T : C. Posture : BB :
7 kg, PB/TB : 59 cm. Pada
pemeriksaan kepala normal. Mata
simetris kiri dan kanan, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik,
reflek pupil isokor, reflek kedip ada..
Hidung simetris, bersih, pernafasan
cuping hidung tidak ada, sinosis
tidak ada, terpasang oksigen binasal
3L/i. Mulut tampak bersih, mukosa
bibir basah. Pada pemeriksaan
telinga tidak terdapat infeksi, tidak
ada luka. Pemeriksaan thorax
didapatkan inspeksi tampak adanya
retraksi dinding dada, dada tidak
simetris saat bernafas, saat palapasi
fremitus kiri dan kanan tidak sama ,
perkusi terdengar bunyi
pekak/redup, auskultasi suara ronchi
tidak ada, suara weezhing tidak ada.
Pada pemeriksa jantung saat palpasi
ictus cordis teraba, perkusi terdengar
bunyi pekak, irama ireguler.
Abdomen tidak ada distensi, tidak
ada nyeri tekan, bising usus normal.
Kulit akral teraba dingin, tidak ada
udem, tidak ada lesi. Ekstremitas
Atas akral teraba dingin, crt < 2
dtk,tidak ada lesi. Ekstremitas
bawah akral teraba dingin, crt <2 dtk
, tidak ada lesi. Gnetalia tidak ada
kelainan.
Data pemeriksaan fisik didapatkan
sebagai berikut : keadaan umum
anak tampak gelisah dan lemah
kesadaran Compos Mentis, dan GCS
15.Tanda-tanda Vital HR : 130 x/i,
RR : 46 x/i, T : C. Posture : BB
: 9 kg, PB/TB : 75 cm. Pada
pemeriksaan kepala normal. Mata
simetris kiri dan kanan, konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik,
reflek pupil isokor, reflek kedip ada..
Hidung simetris, bersih, pernafasan
cuping hidung tidak ada, sinosis
tidak ada , terpasang oksigen binasal
3L/i. Pada pemeriksaan mulut bibir
agak pucat, mukosa bibir kering,
platum menghadap ke atas klien
susah makan. Pada pemeriksaan
telinga tidak ditemukan adanya
infeksi. Pemeriksaan thorax
didapatkan inspeksi tampak adanya
retraksi dinding dada, perkusi
terdengar pekak/redup, auskultasi
terdengar ronchi ada, weezhing ada.
Pada pemeriksaan jantung palpasi
ictus cordis teraba, saat auskultasi
terdengar bunyi irama ireguler.
Pemeriksaan abdomen tidak ada
distensi, tidak ada nyeri tekan,
bisisng usus normal. Kulit akral
teraba hangat, tidak ada udem, tidak
ada lesi. Ekstremitas atas akral
hangat, crt < 2 dtk,tidak ada lesi.
Ekstremitas bawah akral teraba
hangat, crt <2 dtk , tidak ada lesi.
Gnetalia ada kelainan.
55. 41
Untuk kegiatan ADL An.G, Ny.T
mengatakan memberikan ASI dan
susu pendamping selama 2 bulan,
dari 2 bulan sampai usia 6 bulan
An.G hanya diberikan susu formula,
dan dilanjutkan dengan jenis
makanan promina dan nasi tim.
Selama sakit An.G mendapat diit
Susu Formula 8 x 60 cc/hari melalui
NGT. Pola tidur siang An.G 1-2 jam
kuantitas kurang nyenyak
dikarenakan sesak saat bernapas,
tidur malam sedikit frekuensi tidur
lebih kurang 4-6 jam/hari
dikarenakan anak sesak dan rewel.
Frekuensi BAB dan BAK An.G
sebanyak 120 gr/hari menggunakan
pempers.
Untuk kegiatan ADL An.F, Ny. N
mengatakan memberi ASI dan susu
pendamping selama umur 6 bulan,
setelah umur 6 bulan An. F
diberikan makan promina dan nasi
tim. An F makan 3x sehari dan
minum sebanyak 6x sehari. An F
sering tersedak saat makan nasi tim
karena platum nya. Saat sakit anak
dapat diit susu formula 8 x 80cc
melalui NGT. Pola tidur siang An.F
3-4 jam dengan kualitas nyenyak,
tidur malam sedikit frekuensi tidur
lebih kurang 4-6 jam/hari
dikarenakan anak sesekali sesak dan
rewel. Frekuensi BAB dan BAK
normal.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal
27 Mei 2017 didapatkan Leukosit
21.200/ (6.000-18.000/ ),
kalium 5,8 (3,5-5,1 mmol/L),
glukosa sewaktu 72mg/dl (<200
mg/dl), hemoglobin 18 g/dl (9,6-
15,6 g/dl), eritrosit 6,6 juta (4,5-5,5
juta), hematokrit 56% (40-48 %),
eosinofil 0% (1-4%), AGD pH
(7,28) (7,38-7,42), PCO2 55 mmHg
(38-42 mmHg) , PO2 28 mmHg (75-
100 mmHg), SO2 45% (94-100 %).
Pemeriksaan radiologi didapatkan
pembesaran medistinum superior
(Thymus), jantung membesar CTR
60%, apeks membulat, hilus tampak
menebal, corakan bronkovaskuler
bertambah, tampak infiltrat di
parakardial kanan , tampak
gambaran opak nodular diperihiler
kanan.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal
26 Mei 2017 Leukosit 22.390 /
(6.000-18.000/ ), hematokrit
31% (40-48 %), eosinofil 0% (1-
4%), Natrium 125 Mmol/L (136-145
mmol/L), klorida serum 72 Mmol/L
(97-111 mmol/L), AGD pH 7.55
(7,38-7,42), pCO2 26 mmHg (38-42
mmHg), pO2 117 mmHg (75-100
mmHg).
pemeriksaan radiologi didapatkan
trachea ditengah, jantung kesan tidak
memebesar, aorta dan mediastinum
superior tidak melebar, kedua hilius
tidak menebal, tampak infiltrat di
perihiler dan perikardial kedua paru,
kedua diafragma licin kedua sinus
costrofenicus lancip, tulang intak tak
tampak destruksi.
56. 42
Terapi medis yang didapatkan pada
An.G IVFD KA-EN 1B 8tts/i,
Ampicillin 4 x 125 mg iv,
Gentamicin 2 x 12 mg iv.
Terapi medis yang didapatkan An.F
IVFD KA-EN 1B 8 tts/i Ampicillin
4 x 150 g iv, Gentamicin 2 x 14 g iv,
Luminal 2 x 15 g iv, Dexametason 3
x 1 g iv, tiroksin 1 x 25 mg,
ambroxol 3 x 7,5 mg
2. Diagnosa Keperawatan
Stelah dilakukan pengkajian dari
tanggal 27-31 Mei 2017, maka
selanjutnya peneliti melakukan
analisa data dan dapat dirumuskan
diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
1) Ketidakefektifan pola nafas b/d
dengan ventilasi adanya gangguan
ventilasi dengan data subjektif Ny.T
mengatakan An.G masih terlihat
sesak dan sesak bertambah saat
An.G menagis dan rewel. Data
objektif napas pasien tampak sesak,
terdapat retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu 38 x/i, bunyi
napas bronkovaskuler dan terpasang
oksigen nasal canul 2 liter/menit
serta monitor pernapasan.
Pemeriksaan radiologi ditemukan
corakan bronkovaskuler bertambah,
tampak infiltrat di parakardial kanan,
tampak gambaran opak nodular di
perihiler kanan.
3) Gangguan pertukaran gas b/d
hiperventilasi dengan data
subjektif Ny.T mengatakan bahwa
anaknya masih terlihat sesak saat
bernapas dan sesak bertambah
apabila pasien rewel dan gelisah.
Data objektif pasien terpasang
Stelah dilakukan pengkajian dari
tanggal 27-31 Mei 2017, maka
selanjutnya peneliti melakukan
analisa data dan dapat dirumuskan
diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
1) Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas tidak efektif b/d
penumpukan sekret di jalan nafas
dengan data subjektif Ny.N
mengatakan An.F masih batuk-batuk
disertai dahak. Data objektif An.F
tampak batuk-batuk, pasien tampak
gelisah, pasien tampak rewel.
terdapat retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu 46 x/i, bunyi
napas bronkovaskuler dan terpasang
oksigen nasal canul 2 liter/menit.
Tampak bercak infiltrat di perihiler
dan perikardial kedua paru.
2) Ketidakefektifan pola nafas
b/d hiperventilasi dengan data
Subjektif yang didapatkan yaitu
Ny.N mengatakan An.F masih
terlihat sesak dan gelisah. Data
objektif yang didapatkan yaitu
napas pasien tampak sesak,
terdapat retraksi dinding dada,
frekuensi napas yaitu 46 x/i,
57. 43
oksigen dengan binasal 2 l/i,
pasien tampak sesak napas, akral
tampak membiru dan teraba
dingin, hasil AGD yaitu, PH 7,28
(7,38-7,42), PCO2 55 mmHg (38-
42 mmHg), PO2 28 mmHg (75-
100 mmHg), SO2 45% (94-100%).
Pada pemeriksaan radiologi
ditemukan corakan
bronkovaskuler bertambah,
tampak infiltrat di parakardial
kanan, tampak gambaran opak
nodular di perihiler kanan.
3) Hipertermi b/d proses infeksi
dengan data subjektif Ny.T
mengatakan badan An.G teraba
panas dan berkeringat. Data objektif
kulit pasien tampak berkeringat,
kulit teraba panas, warna kulit
kemerahan, suhu , Leukosit
21.200/ (6.000-18.000/ ).
Anak terpasang IVFD KA-EN 1B
2cc/jam
bunyi napas bronkovaskuler dan
terpasang oksigen nasal canul 2
liter/menit. Tampak bercak
infiltrat di perihiler dan
perikardial kedua paru.
3) Gangguan pertukaran gas b/d
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi dengan data subjektif
Ny.T mengatakan bahwa anaknya
masih terlihat sesak. Data objektif
pasien terpasang oksigen dengan
binasal 2 l/i, pasien tampak sesak
napas, hasil AGD yaitu, pH 7.55
(7,38-7,42), pCO2 26 mmHg (38-
42 mmHg), pO2 117 mmHg (75-
100 mmHg), SO2 99% (94-100%).
Pada pemeriksaan radiologi tampak
infiltrat di perihiler dan parakardial
kedua paru.
4) Hipertermi b/d proses infeksi
dengan data subjektif Ny.N
mengatakan badan An.F teraba
panas dan berkeringat. Data objektif
kulit teraba panas, warna kulit
kemerahan, suhu , Leukosit
22.390 / (6.000-18.000/ ).
58. 44
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan masing-masing
diagnosa yang telah peneliti
rumuskan maka dibuat intervensi
keperawatan sebagai berikut :
rencana keperawatan untuk
diaggnosa pertama
ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi bertujuan untuk
mempertahankan kepatenan jalan
napas. Intervensinya adalah 1)
manajemen jalan nafas dengan
aktifitas; Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi,
Gunakan teknik yang
menyenangkan untuk memotivasi
bernafas dalam kepada anak-anak,
Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau
tidak adanya suara nafas tambahan.
2) Terapi oksigen dengan aktifitas;
Pertahankan kepatenan jalan nafas,
Monitor aliran oksigen, Monitor
efektifitas terapi oksigen, Amati
tanda-tanda adanya hipoventilasi
oksigen. 3) Monitor pernafasan
dengan aktifitas; Monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas, catat
pergerakan dinding dada dan
pengunaan otot bantu, Monitor
suara nafas tambahan seperti
ngorok, Monitor pola nafas,
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
Auskultasi suara nafas tambahan.
Berdasarkan masing-masing
diagnosa yang telah peneliti
rumuskan maka dibuat intervensi
keperawatan sebagai berikut
Rencana keperawatan untuk
diagnosa pertama ketidakefektifan
bersihan jalan nafas b/d
penumpukan sekret di jalan nafas
bertujuan untuk kepatenan jalan
nafas, frekuensi nafas normal, tidak
ada nafas tambahan. Intervensinya
adalah 1) Airway suction dengan
aktifitas Pastikan kebutuhan oral
suctioning, auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah suctioning,
informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctioning, monitor
status oksigen pasien, berikan
oksigen dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal. 2) airway manajement
dengan aktifitas buka jalan nafas,
posisikan pasien umtuk
memaksimalkan ventilasi,
identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas, lakukan
fisioterapi dada bila perlu, auskultasi
suara nafas, catat adanya suara
tambahan, monitor status respirasi
dan O2. 3) vital sign monitoring
dengan aktifitas monitor TD, nadi,
suhu, dan RR, monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk atau berdiri,
monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama dan setelah aktifitas, monitor
kualitas nadi, monitor frekuensi dan
irama pernafasan, monitor suara
paru, monitor pola pernafasan
abnormal, monitor suhu, dan
kelembapan kulit, identifikasi
59. 45
Rencana tindakan untuk diagnosa
kedua, gangguan pertukaran gas
b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi bertujuan untuk
memaksimalkan ventilasi,
meningkatkan saturasi O2,
mencegah sianosis intervensinya
adalah 1) Monitor vital sign dengan
aktifitas memonitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status pernafasan,
memonitor denyut jantung,
Memonitor suara paru-paru,
Memonitor warna kulit, Menilai
Cavilarevil. 2) monitor pernafasan
dengan aktifitas Memonitor
tingkat, irama, kedalaman, dan
respirasi, Memonitor gerakan dada,
Monitor bunyi pernafasan,
Auskultasi bunyi paru, Memonitor
dyspnea dan hal yang
meningkatkan dan memperburuk
kondisi. 3) terapi oksigen dengan
aktifitas pertahankan kepatenan
jalan nafas,
monitor aliran oksigen, Amati
tanda-tanda hipoventilasi induksi
oksigen.
Rencana keperawatan untuk
diagnosa ketiga hipertermi
berhubungan dengan proses
infeksi bertujuan pernapasan
normal, tidak terjadi perubahan
warna kulit, mencegah terjadinya
kejang dan Sakit kepala. Intervensi
nya adalah; 1) Perawatan demam,
dengan aktivitas; Pantau suhu dan
tanda-tanda vital lainya, monitor
warna kulit dan suhu, beri obat atau
penyebab dari perubahan vital sign.
Rencana keperawatan untuk
diaggnosa kedua ketidakefektifan
pola nafas b/d hiperventilasi
bertujuan untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
Intervensinya adalah 1) manajemen
jalan nafas dengan aktifitas;
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, Gunakan
teknik yang menyenangkan untuk
memotivasi bernafas dalam kepada
anak-anak, Auskultasi suara nafas,
catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak adanya suara nafas
tambahan. 2) Terapi oksigen dengan
aktifitas; Pertahankan kepatenan
jalan nafas, Monitor aliran oksigen,
Monitor efektifitas terapi oksigen,
Amati tanda-tanda adanya
hipoventilasi oksigen. 3) Monitor
pernafasan dengan aktifitas; Monitor
kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas, catat pergerakan
dinding dada dan pengunaan otot
bantu, Monitor suara nafas tambahan
seperti ngorok, Monitor pola nafas,
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
Auskultasi suara nafas tambahan.
Rencana tindakan untuk diagnosa
ketiga, gangguan pertukaran gas
b/d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi bertujuan untuk
memaksimalkan ventilasi,
meningkatkan saturasi O2,
mencegah sianosis intervensinya
adalah 1) Monitor vital sign dengan
aktifitas memonitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status pernafasan,
memonitor denyut jantung,
60. 46
cairan IV, berikan oksigen yang
sesuai dan turunkan suhu tubuh
dengan kompres air hangat (2)
Pengaturan suhu dengan aktivitas,
monitor suhu setiap 3 jam sesuai
kebutuhan, monitor dan laporkan
adanya tanda gejala hipotermia
dan hipertermia, tingkatka intake
cairan dan nutrisi adekuat dan
berikan pengobatan antipiretik.
Memonitor suara paru-paru,
Memonitor warna kulit, Menilai
Cavilarevil. 2) monitor pernafasan
dengan aktifitas Memonitor tingkat,
irama, kedalaman, dan respirasi,
Memonitor gerakan dada, Monitor
bunyi pernafasan, Auskultasi bunyi
paru, Memonitor dyspnea dan hal
yang meningkatkan dan
memperburuk kondisi. 3) terapi
oksigen dengan aktifitas pertahankan
kepatenan jalan nafas,
monitor aliran oksigen, Amati tanda-
tanda hipoventilasi induksi oksigen.
Rencana keperawatan untuk
diagnosa keempat hipertermi
berhubungan dengan proses
infeksi bertujuan pernapasan
normal, tidak terjadi perubahan
warna kulit, mencegah terjadinya
kejang dan Sakit kepala. Intervensi
nya adalah; 1) Perawatan demam,
dengan aktivitas; Pantau suhu dan
tanda-tanda vital lainya, monitor
warna kulit dan suhu, beri obat atau
cairan IV, berikan oksigen yang
sesuai dan turunkan suhu tubuh
dengan kompres air hangat (2)
Pengaturan suhu dengan aktivitas,
monitor suhu setiap 3 jam sesuai
kebutuhan, monitor dan laporkan
adanya tanda gejala hipotermia dan
hipertermia, tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat dan berikan
pengobatan antipiretik.
61. 47
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada
anak selama pengelolahan kasus
adalah sebagai berikut diagnosa
pertama ketidakefektifan pola
nafas b/d hiperventilasi tindakan
yang dilakukan mengatur posisi ,
mengatur peralatan oksigenasi,
monitor aliran oksigen, pertahankan
posisi pasien mengektensikan
kepala, observasi tanda-tanda
hipoventilasi dengan menghitung
frekuensi napas dan irama napas.
Setelah dilakukan implementasi
masih terdapat retraksi dinding dada,
pernafasan menggunakan otot bantu,
dan, dengan tanda-tanda vital T
38,2o
C, HR 124 x/i, P 38 x/i.
Implementasi untuk diagnosa kedua
gangguan pertukaran gas b/d
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi adalah melakukan
memonitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan,
memonitor denyut jantung,
memonitor suara paru-paru,
Memonitor warna kulit, Menilai
Cavilarev, Memonitor tingkat,
irama, kedalaman, dan respirasi.
Setelah dilakukan implementasi
didapatkan tanda-tanda vital T 38,2o
C, HR 124 x/i, P 38 x/i, CRT < 2
detik, kulit tampak membiru.
Implementasi untuk diagnosa ketiga
hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi adalah; mengukur
dan memantau TTV (Tekanan darah,
Implementasi yang dilakukan pada
anak selama pengelolahan kasus
adalah sebagai berikut diagnosa
pertama ketidakefektifan bersihan
jalan nafas b/d penumpukan
sekret di jalan nafas Implementasi
yang dilakukan adalah memonitor
aliran O2, mengauskultasi suara
nafas dan mencatat adanya suara
tambahan, mengekstensikan kepala,
memperhatikan gerakan dada saat
inspirasi-ekspirasi, pemeberian
ambroxol 3 x 7.5 mg. Setelah
dilakukan tindakan di dapatkan
sekret dijalan nafas sudah berkurang,
pasien masih sesak, tarikan dinding
dada masih ada, tampak penggunaan
otot bantu pernafasan, T 38,6o
C, HR
100 x/i, P 35 x/i.
Implementasi untuk diagnosa kedua
ketidakefektifan pola nafas b/d
hiperventilasi tindakan yang
dilakukan mengatur posisi ,
mengatur peralatan oksigenasi,
monitor aliran oksigen, pertahankan
posisi pasien dengan ekstensi kepala,
observasi tanda-tanda hipoventilasi
dengan menghitung frekuensi napas
dan irama napas. Setelah dilakukan
implementasi didapatkan masih
terdapat retraksi dinding dada,
pernafasan menggunakan otot bantu,
dan, dengan tanda-tanda vital T
38,6o
C, HR 100 x/i, P 35 x/i.
Implementasi untuk diagnosa ketiga
gangguan pertukaran gas b/d
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi adalah melakukan
62. 48
nadi, suhu dan pernapasan),
memonitor warna kulit dan suhu,
monitor suhu setiap 3 jam,
melakukan pengompresan air hangat
di dahi, ketiak dan lipatan paha.
Setelah dilakukan implementasi di
dapatkan anak masih demam, ada
penurunan suhu tubuh, kulit teraba
panas, tampak sesak, T 38,4o
C, HR
93 x/i, P 30 x/i. Terpasang IVFD
KA-EN 1B 8tts/i. Ampicillin 4 x 125
mg iv, Gentamicin 2 x 12 mg iv.
memonitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan,
memonitor denyut jantung,
memonitor suara paru-paru,
Memonitor warna kulit, Menilai
Cavilarev, Memonitor tingkat,
irama, kedalaman, dan respirasi.
Setelah dilakukan implementasi
didapatkan tanda-tanda vital T 38,6o
C, HR 100 x/i, P 35 x/i, CRT < 2
detik.
Implementasi untuk diagnosa
keempat hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi adalah;
mengukur dan memantau TTV
(Tekanan darah, nadi, suhu dan
pernapasan), memonitor warna kulit
dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam,
melakukan pengompresan air hangat
di dahi, ketiak dan lipatan paha.
Setelah dilakukan implementasi di
dapatkan anak masih demam, ada
penurunan suhu tubuh, kulit teraba
panas, tampak sesak, T 38,6o
C, HR
100 x/i, P 35 x/i. Terpasang IVFD
KA-EN 1B 8 tts/i. Ampicillin 4 x
150 g iv, Gentamicin 2 x 14 g iv
63. 49
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama lima hari, maka
didapatkan hasil progres kesehatan
anak sebagai berikut; pada diagnosa
keperawatan ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan
hiperventilasi paru, didapatkan
evaluasi keperawatan dengan kriteria
hasil (NOC) Ny.T mengatakan nafas
An.G sudah tidak sesak, An.G
tampak tenang sudah mulai tenang,
frekuensi nafas 35x permenit normal
(40-50), pasien terpasang oksigen
nasal kanul 2 liter, dan bisa
melepaskan bantuan oksigen tanpa
disertai sesak nafas. Masalah teratasi
sebagian dan intervensi dilanjutkan
Pada diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, didapatkan evaluasi
keperawatan dengan kriteria hasil
(NOC) Ny.T mengatakan nafas anak
tidak sesak saat istirahat, frekuensi
pernafasan 35x/i, saturasi O2 90%
(94-100), pO2 80 mmHg (75-100),
pCO2 40 mmHg (38-42). Masalah
teratasi sebagian dan implementasi
dilanjutkan.
Pada diagnosa keperawatan
hipertermi berhubugan dengan
proses infeksi, didapatkan evaluasi
keperawatan teratasi pada hari ke 4
dengan kriteria hasil (NOC) Ny.T
mengatakan anak tidak panas lagi,
badan teraba dingin, anak tidak
gelisah, suhu ( 36,3-37,7),
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama lima hari, maka
didapatkan hasil progres kesehatan
anak sebagai berikut; pada diagnosa
keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penumpukan sekret
dijalan nafas, didapatkan evaluasi
masalah keperawatan dengan kriteria
hasil (NOC) Ny.N mengatakan
dahak An.F sudah berkurang,
frekuensi nafas normal, penggunaan
otot bantu pernafasan masih ada,
anak mendapatkan ambroxol 3 x 7,5
mg. Masalah teratasi sebagian
intervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan
hiperventilasi paru, didapatkan
evaluasi keperawatan dengan kriteria
hasil (NOC) Ny.N mengatakan nafas
An.F sudah tidak sesak, An.F
tampak tenang, frekuensi nafas 30x
permenit (30-50), pasien terpasang
oksigen nasal kanul 2 liter, dan bisa
melepaskan bantuan oksigen tanpa
disertai sesak nafas. Masalah teratasi
sebagian intervensi dilanjutkan.
Pada diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, didapatkan evaluasi
keperawatan dengan kriteria hasil
(NOC) Ny.N mengatakan nafas anak
tidak sesak saat istirahat, frekuensi
64. 50
leukosit 18.000 (6.000-
18.000/ ). Terpasang IVFD KA-
EN 1B 8tts/i. Ampicillin 4 x 125 mg
iv, Gentamicin 2 x 12 mg iv.
Masalah teratasi dan intervensi
dilanjutkan.
pernafasan 30x/i (30-40), saturasi
O2 93% (94-100), pO2 75 mmHg
(75-100), pCO2 39 mmHg (38-42).
Masalah teratasi sebagian intervensi
dilanjutkan.
Pada diagnosa keperawatan
hipertermi behubugan dengan
proses infeksi, didapatkan evaluasi
keperawatan teratasi pada hari ke-3
dengan kriteria hasil (NOC) Ny.N
mengatakan anak tidak demam lagi,
badan tidak teraba panas, anak tidak
gelisah, tidak ada berkeringat
berlebihan suhu (36,3-37,7),
leukosit 15.000 (6.000-
18.000/ ). Terpasang IVFD KA-
EN 1B 8 tts/i. Ampicillin 4 x 150 g
iv, Gentamicin 2 x 14 g iv. Masalah
teratasi dan intervensi dilanjutkan.
65. 51
B. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kesinambungan antara
teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan pada An.G dan An.F
dengan penyakit Bronkopneumonia yang telah dilakukan sejak tanggal
27-31 Mei 2017 di ruang HCU IRNA Kebidanan dan anak RSUP
Dr.M.Damil Padang. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian,
menegakkan diagnosa keperawatan, membuat rencana intervensi
keperawatan, melakukan implementasi, dan melakukan evaluasi
keperawatan.
1. Pengkajian keperawatan
An.G dan An.F
Anamnesis yang dilakukan antara An. G dan An.F didapatkan keluhan
utama kedua partisipan dibawa ke rumah sakit yaitu dengan gejala
sesak nafas. Hal tersebut didukung dengan teori Rahajoe, Nastiti N, dkk
(2008) bahwa gambaran klinis penumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum dapat
dilihat berdasarkan 2 gejala yaitu, gejala infeksi umum dan gejala
gangguan respiratori, salah satu dari gejala gangguan respiratori pada
pasien bronkopneumonia yaitu anak mengeluh sesak saat bernapas.
Berdasarkan keluhan utama kedua partisipan pada saat masuk rumah
sakit yaitu sesak nafas, batuk-batuk, demam. Keluhan utama yang
dirasakan partisipan sesuai dengan hasil penelitian Osharinanda, dkk
(2012) yang menyebutkan bahwa salah satu keluhan utama yang
dialami pasien bronkopneumonia yaitu sesak nafas.
Berdasarkan identitas yang telah didapatkan antara kedua partisipan
yaitu bejenis kelamin laki-laki. Anak laki-laki lebih rentan terkena
penyakit pneumonia. Ini sesuai dengan hasil penelitian Osharinanda,
dkk(2012) didapatkan data karakteristik dasar pasien pneumonia pada
anak adalah berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil penelian tersebut
didapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,25:1.
66. 52
Data imunisasi yang didapatkan antara kedua partisipan yaitu kedua
partisipan tidak ada melakukan imunisasi secara lengkap, dan hanya
mendapatkan imunisasi HB 0 saat lahir. Menurut asumsi peneliti, status
imunisasi sangat diperlukan oleh anak. Imunisasi bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, karena daya tahan tubuh sangat lemah
sehingga mudah di serang oleh penyakit yang menular. Imunisasi yang
berhubungan dengan pencegahan penyakit bronkopneumonia yaitu
imunisasi pertusis dalam DPT, campak, Haemopilus Influensa dan
pneumokokus. Hal ini sesuai deangn teori menurut Wijayaningsih
(2013), bahwa faktor pencetus terjadinya pneumonia salah satunya
yaitu tidak lengkapnya imunisasi. Hal ini juga didukung oleh hasil
penelitian Osharinanda, dkk (2012) yaitu anak yang paling banyak
menderita pneumonia anak yang status imunisasi yang tidak lengkap.
Anak yang belum mendapatkan imunisasi lebih rentan terkena
pneumonia. Imunisasi merupakan cara pencegahan terkena penyakit
menular karena kekebalan tubuh anak belum terbentuk sempurna.
Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia
adalah imunisasi pertusis dalam DPT, campak, Haemopilus Influenza,
dan pneumokokus.
Data lingkungan didapatkan antara kedua partisipan menyatakan bahwa
rumah kurang ventilasi dan sempit. Kurangnya ventilasi rumah dapat
menyebabkan polusi udara didalam rumah. Udara yang kotor akan
terhirup yang akan menyebabkan terjadinya sumber penyakit bagi anak.
Hal ini sesuai dengan teori menurut Wijayaningsih (2013) menyatakan
bahwa polusi udara merupakan faktor pencetus terjadinya pneumonia.
Hal ini didukung oleh penelitian Anwar Athena, Ika Dharmayanti tahun
2014 mengatakan bahwa adanya risiko bronkopneumonia pada balita
yang tinggal dirumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syrat
kesehatan dan atau tidak ada atau tidak biasa membuka jendela
disebabkan karena ventilasi dan jendela mempunyai fungsi sangat
67. 53
penting untuk menjamin kualitas dan kecukupan sirkulasi udara yang
keluar dan masuk ruangan rumah.
Pemeriksaan fisik area paru saat inspeksi ditemukan adanya retraksi
dinding dada pada kedua partisipan. Menurut asumsi peneliti, tanda
pada anak yang menderita pneumonia yaitu adanya tarikan dinding
dada saat bernafas. Terjadinya retraksi dinding dada saat bernafas
merupakan ketidakmampuan paru dalam melakukan inspirasi dan
ekspirasi sehingga dibantu oleh tarikan dinding dada. Hal tersebut
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tanda bronkopneumonia
pada anak berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), fremitus
melemah suara napas melemah dan ronkhi ( Riyadi, Sujono &
Sukarmin, 2009). Hasil pemeriksaan auskultasi pada An.G ditemukan
suara nafas brokovaskuler tanpa disertai dengan bunyi nafas tambahan,
sedangkan pada An.F pada saat auskultasi ditemukan suara nafas
bronkovaskuler disertai dengan bunyi napas tambahan yaitu terdengar
bunyi ronkhi. Dalam keadaan abnormal dimana alveoli terisi infiltrat
maka udara didalamnya akan berkurang atau menghilang. Infiltrat yang
merupakan penghantar getar suara yang baik akan menghantarkan suara
bronkial sampai ke dinding dada sehingga dapat terdengar sebagai suara
napas bronkovaskuler. Suara napas tambahan ronkhi tergantung pada
luas daerah auskultasi yang terkena. Pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki
basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi
satu mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan
pada auskultasi terdengar mengeras.
Status nutrisi pada kedua partisipan didapatkan tidak ada yang
mendapatkan ASI ekslusif selama umur 1-6 bulan. ASI ekslusif juga
merupakan faktor dalam mengendalikan infeksi dapat dibuktikan
dengan berkurang-nya kejadian beberapa penyakit spesifik pada bayi
68. 54
yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat susu formula. ASI
mempunyai kandungan zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh
anak. Hal ini sesuai dengan teori oleh Wijayaningsih (2013) yang
menyatakan bahwa ASI Ekslusif berperan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak untuk terserang dari penyakit menular. Penelitian oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuktikan bahwa pemberian ASI
sampai usia 2 tahun dapat menurunkan angka kematian anak akibat
penyakit diare dan infeksi saluran napas akut, pneumonia (Masela dkk,
2015).
Data penunjang yang didapatkan pada pada partisipan 1 dan 2
didapatkan yaitu laboratorium terjadinya peningkatan leukosit,natrium
menurun, klorida menurun, pada pemeriksaan AGD juga di dapatkan
kelainan. Menurut asumsi peneliti peingkatan leukosit dapat
meneyebabkan anak mudah terinfeksi oleh bakteri. Pada hasil rongen
didaptkan bercak-bercak infiltrat di area paru. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa pada pasien bronkopneumonia akan didapatkan data
penunjang yang yang bermasalah yaitu pada pemeriksaan darah
leukosit memingkat, natrium rendah, klorida rendah, AGD bisa
meningkat dan menurun. Pada foto thorax juga didapatkan tampak
bercak-bercak infiltrat di area paru (Wijayaningsih, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada kasus, diagnosa yang
ditemukan ada 4 yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas,
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Sedangkan berdasarkan diagnosa pada teori NANDA ditemukan
diagnosa keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia ada 7.
Menurut asumsi peneliti diagnosa yang muncul pada kasus tidak sesuai
dengan diagnosa pada teori yang telah dikemukakan sebelumnya.
69. 55
Pada partisipan 1 dan 2 ada diagnosa yang tidak sama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas. Diagnosa bersihan jalan nafas hanya ada pada
partisipan 2. Pada partisipan 1 tidak ditemukan adanya masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan data yang ditemukan anak
tidak batuk, tidak ada bunyi nafas tambahan seperti nafas cuping
hidung, dan bunyi paru yaitu ronchi dan weezing.
Hasil analisa data pada partisipan 1 peneliti mengangkat diagnosa
prioritas yaitu Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya
gangguan ventilasi karena terdapat data yang mendukung seperti
frekuensi pernapasan 52 x/menit pada usia 7 bulan (takipneu),
penggunaan otot-otot bantu pernapasan, pasien tampak sesak,
perubahan gerakan dinding dada, suara nafas broncovaskuler, sehingga
menurut peneliti bahwa partisipan 1 memerlukan salah satu dari
intervensi dari diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan
adanya gangguan ventilasi yaitu mengatur posisi segera untuk
memaksimalkan ventilasi.
Hasil analisa data pada partisipan 2 peneliti mengangkat diagnosa
prioritas yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan
sekret di jalan nafas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Menurut
asumsi peneliti apabila terjadinya penumpukan sekret dijalan nafas,
udara tidak dapat maksimal masuk ke dalam paru. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya atelaktasis pada paru yaitu pengembangan
paru tidak sempurna. Masalah ini muncul dengan batasan karakteristik
yaitu dispnea, suara napas tambahan, perubahan pada irama dan
frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, gelisah, dan
sputum berlebih (Lusianah, dkk, 2012).
70. 56
Hal ini sesuai dengan teori bahwa muncul bakteri pneumokokus pada
alveoli sehingga terjadi suatu reaksi inflamasi dan menghasilkan
eksudat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh,
mengandung banyak kuman penyebab (sterptokokus). Selanjutnya
eksudat menjadi purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen
bronkus (Price, 2012).
Data yang mendukung peneliti mengangkat diagnosa ini sebagai
diagnosa prioritas pada partisipan 2 yaitu pasien mengalami batuk
berdahak, suara nafas bronkovaskuler disertai suara tambahan ronkhi,
sedangkan pada partisipan 1 tidak mengalami keluhan batuk. Peneliti
memprioritaskan sebagai masalah utama yang menyebabkan bahwa
bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan situasi yang mengancam
kehidupan dan memerlukan tindakan segera. Kebutuhan oksigenasi
termasuk kebutuhan fisiologis yang terletak pada urutan pertama dan
harus segera ditangani, jika tidak segera ditangani terjadi penumpukan
sekret yang banyak sehingga akan mengganggu proses pernafasan dan
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas yang diakibatkan akan fatal
bagi pasien. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari
luar sehingga penderita mengalami sesak nafas. Oksigen berguna untuk
meningkatkan sirkulasi keseluruh tubuh, apabila anggota tubuh
kekurangan oksigen akan menyebabkan kematian sel.
Tedapat diagnosa yang sama antara partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu
gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
ketidakefektifan pola nafas berhubungan hiperventilasi, hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi. Hal ini sesuai dengan teori dengan
ditemukannya adanya beberapa tanda-tanda dari data yang mendukung
diagnosa tersebut seperti ketidaknormalan frekuensi pernapasan dan
kedalaman pernapasan, warna kulit yang tidak normal (sianosis),
hipoksia, hipoksemia, dan gas darah arteri yang tidak normal serta
takikardi, peningkatan suhu tubuh (Lusianah, dkk 2012).
71. 57
Diagnosa yang tidak muncul pada kasus ada 3 yaitu, Intoleransi
aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, batuk berlebihan dan dipsnea. Resiko tinggi
kekurangan volume cairan b/d peningkatan evaporasi tubuh, kurangnya
intake cairan. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, mual dan muntah.
Pada diagnosa intoleransi aktifitas tidak bisa di angkat, karena anak
berusia 7 bulan dan 2 tahun. Pada usia tersebut anak masih perlu
bantuan aktifitas oleh orang tuanya seperti makan, mandi, BAK dan
BAB. Aktifitas anak di rumah sakit hanya tidur berbaring tidak ada
melakukan aktifitas satupun. Diagnosa resiko tinggi kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan. Pada
diagnosa tersebut tidak dapat diangkat, karena kebutuhan cairan anak
sudah tercukupi dan tidak ada tanda-tanda kekurangan volume cairan.
Nafsu makan anak baik, anak terpasang IVFD KA-EN 1B 8 tts/i , diit
anak MC susu formula 8 x 60 cc/ hari. Pada diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan proses infeksi dan mual muntah. Diagnosa tersebut tidak
diangkat karena tidak ditemukan nya ada tanda-tanda kekurangan
nutrisi pada anak yaitu BB normal, nafsu makan baik, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan
yang ditemukan pada kasus. Menurut asumsi peneliti rencana
keperawatan yang telah rencanakan pada kasus telah sesuai dengan
NOC-NIC. Intervensi keperawatan tersebut disusun berdasarkan
Nursing Interventions Classification (NIC) dan Nursing Outcomes
Classification (NOC). Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus
pasien didasarkan pada tujuan intervensi masalah keperawatan yaitu
72. 58
ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret di jalan
nafas, ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi, gangguan
pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, hipertermi b/d
proses infeksi.
Rencana keperawatan yang direncanakan untuk diagnosa pertama pada
partisipan 1 adalah ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Intervensinya
adalah 1) manajemen jalan nafas dengan aktifitas; Posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, Gunakan teknik yang menyenangkan
untuk memotivasi bernafas dalam kepada anak-anak, Auskultasi suara
nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak adanya suara
nafas tambahan. 2) Terapi oksigen dengan aktifitas; Pertahankan
kepatenan jalan nafas, Monitor aliran oksigen, Monitor efektifitas terapi
oksigen, Amati tanda-tanda adanya hipoventilasi oksigen. 3) Monitor
pernafasan dengan aktifitas; Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas, catat pergerakan dinding dada dan pengunaan otot
bantu, Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok, Monitor pola
nafas, Palpasi kesimetrisan ekspansi paru, Auskultasi suara nafas
tambahan.
Rencana tindakan untuk diagnosa kedua, gangguan pertukaran gas
b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi bertujuan untuk
memaksimalkan ventilasi, meningkatkan saturasi O2, mencegah
sianosis intervensinya adalah 1) Monitor vital sign dengan aktifitas
memonitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan, memonitor
denyut jantung, Memonitor suara paru-paru, Memonitor warna kulit,
Menilai Cavilarevil. 2) monitor pernafasan dengan aktifitas Memonitor
tingkat, irama, kedalaman, dan respirasi, Memonitor gerakan dada,
Monitor bunyi pernafasan, Auskultasi bunyi paru, Memonitor dyspnea
dan hal yang meningkatkan dan memperburuk kondisi. 3) terapi
oksigen dengan aktifitas pertahankan kepatenan jalan nafas, monitor
aliran oksigen, Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen.