Konflik palestina israel palestian israel dari tahun 1920 sampai tahun 2000
1. MAKALAH
KONFLIK PALESTINA-ISRAEL PALESTIAN
ISRAEL DARI TAHUN 1920 SAMPAI TAHUN
2000
OLEH :
HARIATNI
NPM : 10350019
PROGRAM STUDI : SEJARAH
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI SELONG
2011
1
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji hanya milik Allah tuhan sekalian alam, Salawat serta salam kita
haturkan keharibaan junjungan alam nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa ummat menuju cahaya yang gilang gemilang.
Dalam Makalah ini kami akan menguraikan beberapa hal mengenai komlik
Israel palestina dari tahun 1920 sampai tahun 2000
Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak dosen
yang telah membimbing kami dalam penyelelesaian makalah ini.
Jika ada kesalahan baik dalam tulisan atau kata-kata kami dalm pembuatan
makalah ini maka kami mohon kiranya di maafkan.
Wassalamu'alakum Wr Wb
2
3. DAFTARI ISI
HALMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................4
B. PUKUS MASALAH ...................................................................................5
C. RUMUSAN MASALAH.............................................................................5
D. TUJUAN PENELITAIN..............................................................................5
BAB II KAJIAN MASALAH.................................................................................6
A. POKUS MASALAH....................................................................................6
a. PERIODE PRA-1920 : ZIONISME, KEKALAHAN OTTOMAN, D.AN
JANJI-JANJI PEMENANG PERANG.........................................................6
b. PERIODE 1920-1948 : MANDAT INGGRIS HINGGA
TERBENTUKNYA NEGARA ISRAEL..................................................8
c. PERIODE 1948 : KONFLIK TAK BERUJUNG, DAN PERJANJIAN-
PERJANJIAN DAMAI YANG IMPOTEN............................................10
d. 1993-2000: PROSES PERDAMAIAN OSLO........................................13
e. 2000 INTIFADA AL-AQSA..................................................................14
B. LANDASAN TEORI.................................................................................15
C. SINTESIS...................................................................................................17
BAB III PENUTUP................................................................................................18
A. KESIMPULAN..........................................................................................18
B. SARAN......................................................................................................20
LAMPIRAN...........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
3
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang paling lama berlangsung di
wilayah Timur Tengah (dengan mengenyampingkan Perang Salib), yang
menyebabkannya menjadi perhatian utama masyarakat internasional. Sebagai
contoh, konflik antara keduanya menjadi agenda pertama dalam Sidang Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketika PBB baru terbentuk dan
sampai saat ini belum terselesaikan meski ratusan resolusi telah dikeluarkan.
Kedua entitas politik ini telah “bertarung” di kawasan Timur Tengah semenjak
berdirinya negara Israel pada tahun 1948. Dalam beberapa waktu belakangan,
telah terjadi serangkaian peristiwa penting yang menandai proses perdamaian
antara kedua entitas ini. Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat (AS),
sedang melakukan safari ke wilayah Palestina, dan melakukan dialog dengan
pemimpin-pemimpin Palestina.
Perkembangan terakhir yang didapat dari perjalanan Jimmy Carter
tersebut, Hamas bersedia untuk mengakui eksistensi Israel di wilayah Timur
Tengah, yang menandai perubahan platform politik yang cukup fundamental dari
Hamas mengingat mereka merupakan partai politik Palestina yang paling keras
mengecam hadirnya Israel di wilayah Timur Tengah.[3] Meski kemudian kabar
ini dibantah oleh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal yang mengatakan bahwa
Hamas tetap dalam posisi untuk memperjuangkan negara Palestina dengan batas
pada tahun 1967, yang menjadikan Yerusalem sebagai ibukota Palestina, tanpa
mengakui eksistensi Israel.[4] Belum hilang dari ingatan, ketika pemerintahan
George W. Bush berusaha menengahi konflik Timur Tengah dengan mengadakan
Konferensi Annapolis, yang mengeluarkan rekomendasi mengenai perdamaian
antara Palestina dan Israel. Konferensi ini tidak hanya dihadiri oleh perwakilan
dari Palestina dan Israel, namun juga dari negara-negara lain seperti Lebanon,
Suriah, Mesir, Yordania, dan negara-negara lain di Kawasan Timur Tengah. Pada
tahun 2005, Ariel Sharon (Kadima) sebagai Perdana Menteri Israel pada saat itu,
4
5. mengeluarkan kebijakan unilateral disengagement plan yang disetujui oleh
Knesset (parlemen Israel). Dengan adanya kebijakan tersebut, seluruh pemukiman
Israel yang berada di wilayah Jalur Gaza, dan beberapa di Tepi Barat (West Bank)
ditarik dan dihancurkan. Kebijakan ini memang tidak langsung membuahkan
perdamaian permanen antara Palestina dan Israel, tetapi setidaknya usaha untuk
mewujudkan hal tersebut sudah semakin dekat.
Tetapi, konflik antara Palestina – Israel tidak bisa hanya dilihat dari
kejadian 5 atau 10 tahun belakangan. Perseteruan antara kedua entitas ini telah
berlangsung selama enam dekade (jika dihitung dari terbentuknya negara Israel),
dan dimulainya konflik antara Palestina – Israel telah melalui latar belakang
sejarah yang cukup panjang.
B. FOKUS MASALAH
Dari latar belakang di atas kami membatasi masalah dalam pembahasan
makalah ini yaitu seputar komlik Israel – palestina sejak tahun periode dari pra-
1920 sampai tahun 2000.
C. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaiman gambaran Periode Pra-1920 ?
2) Seperti apa gambaran Periode 1920-1948 : Mandat Inggris hingga
terbentuknya Negara Israel ?
3) Seperti apa gambaran Periode 1948 : Konflik Tak Berujung, dan Perjanjian-
perjanjian Damai yang Impoten ?
4) Seperti apa gambaran 1993-2000: Proses perdamaian Oslo?
5) Separti apa gambaran 2000 Intifada al-Aqsa?
D. TUJUAN PENELITIAN
Di antara jujuan penelitian makalah (pnelitian ini) ilah supaya kita
mengetahui gambaran dari dari masing-masing periode dari komplik yang ada di
Israel dan palestina
5
6. BAB II
KAJIAN MASALAH
A. DESKRIPSI MASLAH
Konplik palestina Israel itu berawal dari sejak perang salip dan tetap berlangsung
sampe saat ini, inilah periode konflik palestina Israel dari pra-1920 sampai tahun
2000 :
1) Periode Pra-1920 : Zionisme, Kekalahan Ottoman, dan Janji-Janji
Pemenang Perang
Meskipun telah memiliki catatan sejarah dalam dokumentasi seperti
Alkitab dan Alquran, Negara Israel belum terbentuk sampai pada tahun 1948.
Semenjak kehancuran Kerajaan Israel dan penjajahan oleh Romawi, Israel
mengalami diaspora[5], dan tidak pernah memiliki pemerintahan sendiri yang
berdaulat. Diaspora telah menghasilkan penyebaran umat Yahudi di seluruh
dunia, khususnya di Eropa. Mereka berasimilasi dengan masyarakat di sekitarnya,
namun tetap mempraktikkan ajaran-ajaran Yahudi. Pada awalnya, tidak ada
gerakan nasionalisme Yahudi yang mempunyai tujuan untuk kembali ke tanah
Israel, karena pada umumnya warga Yahudi diterima di wilayah dimana mereka
berasimilasi. Tetapi, setelah munculnya pogrom di Rusia, paham anti-semit di
kawasan Eropa Timur dan Tengah, dan juga kematian Alfred Dreyfus (Kapten
Tentara Prancis beragama Yahudi) karena tuduhan menjadi mata-mata musuh,
gerakan nasionalisme Yahudi muncul di kalangan Yahudi Eropa.[6] Gerakan ini
lazim disebut dengan Zionisme, yang ditemukan dan dipopulerkan oleh seorang
jurnalis Yahudi berkebangsaan Austria bernama Theodore Herzl, melalui buku
berjudul Der Judenstaat. Herzl menganggap, dengan adanya diskriminasi
berkepanjangan terhadap warga Yahudi di hampir seluruh wilayah Eropa, maka
asimilasi bukan lagi menjadi pilihan bagi Yahudi apabila mereka ingin tetap
hidup. Zionisme telah berhasil membangkitkan nasionalisme Yahudi yang berada
di Eropa, sehingga mewujudkan terjadinya Aliyah[7] dalam beberapa gelombang.
Ketika gerakan Zionisme mulai marak di kawasan Eropa, wilayah
Palestina/Israel yang kita kenal pada saat ini masih berada dibawah kekuasaan
6
7. Imperium Ottoman. Pada saat itu, Imperium Ottoman masih mengontrol sebagian
besar wilayah di kawasan Asia Barat, mulai dari Asia Minor/Turki sampai ke
seluruh semenanjung Arab. Selama kurang lebih 400 tahun, Ottoman bertahan di
wilayah Timur Tengah yang kita kenal pada saat ini. Eksistensi Imperium
Ottoman di kawasan Timur Tengah berakhir ketika kekalahan mereka pada
Perang Dunia I. Kekalahan Ottoman bukan saja disebabkan oleh Inggris dan
Prancis, namun juga oleh bangsa Arab yang berada di wilayah Ottoman. Bangsa
Arab memberontak kepada Imperium Ottoman atas bantuan Inggris, yang telah
menjanjikan untuk membantuk terbentuknya sebuah pemerintahan Arab yang
independen apabila bangsa Arab mau melawan Ottoman. Janji dari Inggris ini
tertuang dalam korespondensi antara Sir Henry MacMahon (Pejabat Tinggi
Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein (pemimpin Arab Hashemite), yang
dikenal dengan sebutan Hussein-MacMahon Correspondence.[8]
Namun janji Inggris terhadap Arab untuk membantuk pembentukan
pemerintahan Arab tidak segera diwujudkan. Inggris dan Prancis justru membuat
perjanjian bilateral yang membagi bekas wilayah Imperium Ottoman untuk
negara-negara Eropa, yang dikenal dengan Sykes-Picot Agreement.[9] Dengan
adanya kesepakatan tersebut, bangsa Arab tidak mendapatkan wilayah bekas
Imperium Ottoman, yang secara otomatis membuat mereka tidak mungkin untuk
bisa membentuk pemerintahan Arab yang independen. Dalam perjanjian tersebut,
Inggris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa, sementara
Prancis mendapatkan Turki, Irak bagian utara, Suriah, dan Lebanon.[10]
Sedangkan negara-negara lain dibebaskan untuk memilih wilayah yang akan
dikuasainya. Ketika dibuatnya Sykes-Picot Agreement, wilayah Palestina belum
diserahkan kepada negara manapun, sehingga dijadikan sebagai sebuah wilayah
internasional yang dikelola secara bersama-sama diantara negara-negara
pemenang perang.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan dengan pembuatan Sykes-
Picot Agreement, Inggris kembali mengumbar janji kepada bangsa Yahudi
dengan mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Dokumen ini
7
8. dikenal dengan nama Balfour Declaration, yang menjadi landasan bagi gerakan
Zionisme untuk mewujudkan visi terbentuknya negara Yahudi yang eksklusif
dengan kembali ke tanah Palestina. Lahirnya janji-janji dari Inggris kepada
Yahudi dan Arab telah melatarbelakangi konflik antara Arab dan Yahudi, yang
merasa berhak dan didukung oleh Inggris.
Sykes-Picot Agreement yang dibuat antara Inggris dan Prancis ternyata
tidak menyelesaikan permasalahan yang ada di kawasan Timur Tengah, karena
sengketa yang terus terjadi antara negara-negara yang menguasai bekas wilayah
Ottoman. Akhirnya Dewan Sekutu memutuskan untuk membuat konferensi yang
diadakan di San Remo, Italia, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Konferensi San Remo menghasilkan keputusan yang memberikan wilayah
Palestina dan Irak kepada Inggris, sedangkan Prancis mendapatkan Suriah dan
Lebanon. Keputusan ini mengikutsertakan Balfour Declaration sebagai salah satu
landasan dibuatnya alokasi wilayah tersebut, disamping Pasal 22 dari Kovenan
Liga Bangsa-Bangsa. Liga Bangsa-Bangsa menggunakan hasil dari Konferensi
San Remo untuk membuat British Mandate of Palestine pada tahun 1920, yang
menjadikan wilayah Palestina sebagai wilayah mandat yang akan dikelola oleh
Inggris hingga penduduk di wilayah tersebut dapat memerintah secara otonom.
2) Periode 1920-1948 : Mandat Inggris hingga terbentuknya Negara Israel
Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah
Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan
banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan
Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan oleh Inggris untuk bisa
membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan
banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk
berada di wilayah Palestina. Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama
pemerintahan Mandat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan diantara bangsa
Arab dan Yahudi yang berada di wilayah Palestina, antara lain Palestine Riots
1920[11], Palestine Riots 1929[12], Arab Revolt 1936-1939[13], Jerusalem Riots
1947. Dalam kurun waktu ini pula, terjadi Perang Dunia II di wilayah Eropa yang
8
9. telah melahirkan tragedi holocaust, sehingga semakin menguatkan niat bangsa
Yahudi di Eropa untuk kembali ke tanah Palestina. Keberadaan Inggris di wilayah
Palestina untuk membantu warga di Palestina menjadi otonom, justru
menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadaannya tidak berfungsi
maksimal dan jauh dari tujuan awal yang diharapkan ketika LBB menugaskan
Inggris.
Lahirnya PBB sebagai penerus tugas dari LBB, tidak banyak membantu
penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina. PBB, khususnya Majelis
Umum, berinisiatif untuk mebuat sebuah proposal perdamaian untuk Arab dan
Yahudi di Palestina, yaitu dengan membuat partisi atau pembagian wilayah
Palestina, sehingga terbentuk negara Arab dan Yahudi secara terpisah. Dalam
proposal ini, Jerusalem tidak ditempatkan dibawah penguasaan Arab ataupun
Yahudi, tetapi dijadikan sebagai sebuah wilayah internasional yang diurus secara
internasional oleh PBB. Proposal menjadi Resolusi 181 Majelis Umum PBB, atau
lebih dikenal dengan UN Partition Plan, memberikan 55% wilayah Palestina
untuk dijadikan negara Yahudi, dan 45% sisanya untuk negara Arab. Secara
demografis, komunitas Yahudi hanya ada sekitar 7% dari seluruh penduduk
Palestina, dan 93% sisanya merupakan Arab. Dengan adanya ketidakseimbangan
antara jumlah penduduk dan wilayah yang diberikan oleh PBB, protes dari bangsa
Arab pun bermunculan.
Adanya penolakan dari bangsa Arab yang merasa diperlakukan tidak adil
melalui UN Partition Plan telah memicu kerusuhan selanjutnya di Yerusalem
antara Arab dengan Yahudi (khususnya melalui pasukan paramiliter Haganah).
Penolakan dari bangsa Arab telah menggagalkan proposal perdamaian ini, selain
itu statusnya yang merupakan resolusi Majelis Umum PBB menjadikannya tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (non-legally binding).[14]
Gagalnya Mandat Inggris dan UN Partition Plan di Palestina, tidak menghambat
bangsa Yahudi untuk mewujudkan visi dari Zionisme. Pada hari yang bersamaan
dengan berakhirnya Mandat Inggris, David Ben-Gurion yang mewakili Yahudi,
memproklamirkan berdirinya Negara Israel, dan hanya dalam hitungan jam, Uni
9
10. Sovyet dan Amerika Serikat memberikan pengakuaan terhadap negara yang baru
lahir tersebut.[15] Proklamasi kemerdekaan Israel ini menyulut kemarahan bangsa
Arab, dan menimbulkan konflik bersenjata pertama antara bangsa Arab dengan
Yahudi (yang kali ini telah menjadi Israel).
3) Periode 1948 : Konflik Tak Berujung, dan Perjanjian-perjanjian Damai
yang Impoten
Kelahiran Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik
berkepanjangan antara Arab dengan Israel. Konflik bersenjata pertama antara
Arab dengan Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya
kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata
yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Haganah,
Irgun, Palmach yang berjuang tanpa komando. Sementara bangsa Arab di
Palestina juga mengandalkan organisasi paramiliter Futuwa dan Najjada. Namun
setelah itu, bangsa Arab didukung oleh negara-negara Arab disekitar Israel seperti
Irak, Yordania dan Mesir untuk mendukung perlawanan Arab terhadap Israel. Di
tengah-tengah peperangan, organisasi paramiliter Israel dilebur menjadi sebuah
angkatan bersenjata yang disebut dengan Israeli Defense Forces, sehingga mereka
memiliki kekuatan militer yang lebih terkomando dan rapi. Peperangan 1948 atau
yang dikenal dengan nama Al Nakba dimenangkan oleh Israel, setelah selama
lebih dari satu tahun bertempur. Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan
dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab
disekitarnya pada bulan Juli 1949. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel
sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB.
Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi Palestina yang terusir dari
kediamannya di Palestina. Sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa menjadi
pengungsi dan mencari perlindungan di negara-negara Arab.
Konflik bersenjata Arab dan Israel tidak berhenti di tahun 1949. Selama
17 tahun, ketegangan antara negara-negara Arab dan Israel masih terus terjadi,
khususnya dari Presiden Mesir pada saat itu, yaitu Gamal Abdul Nasser. Dirinya
seringkali mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang berisikan tentang
10
11. keinginannya untuk menghancurkan Israel. Pada tahun 1967, terjadi konflik
berikutnya antara Arab dan Israel. Israel yang telah mengerahkan kekuatan
intelijennya ke seluruh wilayah negara-negara Arab, telah berhasil menghimpun
informasi berkaitan dengan rencana negara-negara Arab untuk menyerang Israel.
Tepatnya pada tanggal 5 Juni 1957, Israel melancarkan serangan pertamanya ke
Mesir, yang dikhususkan ke pangkalan udara militer yang menjadi basis kekuatan
Mesir dan selama 5 (lima) hari kemudian, Israel terus melancarkan serangan-
serangannya ke negara-negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel
seperti Yordania, Suriah, dan Lebanon. Perang yang dikenal juga dengan Six-
Days War ini kembali dimenangkan oleh Israel, dan tidak hanya itu, Israel
berhasil merebut wilayah Gaza dan Semenanjung Sinai dari Mesir, Jerusalem
Timur dan Tepi Barat dari Yordania, dan Dataran Tinggi Golan (Golan Heights)
dari Suriah. Secara faktual, aliansi kekuatan militer negara-negara Arab jauh lebih
besar dibandingkan dengan Israel. Namun Israel berhasil memenangkan
peperangan dan berhasil mengubah peta geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Perang 1967 lagi-lagi menghasilkan problem pengungsi. Sekitar 250.000
penduduk Palestina menjadi bagian dari gelombang kedua pengungsi Palestina,
dan bergabung bersama penduduk Palestina lain yang telah berada di
pengungsian.
Kekalahan negara-negara Arab dalam Six-Days War tidak membuat
konflik antara Arab dengan Israel berakhir. Pada tahun 1973, tepat sebelum
peringatan hari Yom Kippur oleh Yahudi, kembali terjadi konflik bersenjata
antara Arab dengan Israel. Yom Kippur War menjadi puncak konflik bersenjata
antara Arab dan Israel. Dalam perang ini, Bangsa Arab berhasil membalas
kekalahannya dari Israel. Serbuan negara-negara Arab berhasil melumpuhkan
Israel, meski Israel tidak dikalahkan secara telak. Perang ini berhasil memaksa
Israel untuk mengembalikan Semenanjung Sinai dan Gaza kepada Mesir melalui
sebuah perjanjian perdamaian pada tahun 1979. Sampai pada titik ini, belum ada
entitas Palestina yang menjadi representasi perlawanan bangsa Arab yang berada
di Palestina. Palestine Liberation Organization (PLO) memang telah dibentuk
11
12. pada tahun 1964 oleh Liga Arab, tetapi statusnya sebagai representasi masyarakat
Palestina baru ditegaskan pada tahun 1974.[16]
Kehadiran PLO sebagai representasi resmi bagi rakyat Palestina telah
membuat perjuangan Palestina semakin terkontrol, dan memudahkan Palestina
untuk ikut serta dalam konferensi-konferensi internasional, karena status PLO
sebagai gerakan pembebasan nasional yang diakui sebagai salah satu subyek
hukum internasional. Meski telah memiliki organisasi yang resmi, masyarakat
Palestina di tataran akar rumput tetap melancarkan perjuangannya secara otonom.
Salah satu buktinya, rakyat Palestina melakukan perlawanan terhadap Israel atau
yang dikenal dengan “Intifada”. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan
rakyat Palestina terhadap bangsa Arab yang tidak lagi berjuang bersama-sama
mereka, lalu PLO yang belum bisa menunjukkan posisinya sebagai representasi
dari rakyat Palestina, dan juga tindakan represif dari Israel melalui pembunuhan-
pembunuhan terhadap tokoh Palestina, penghancuran properti milik warga
Palestina, dan juga pemindahan penduduk secara paksa (deportasi). Salah satu ciri
khas Intifada di Palestina adalah pelemparan batu yang dilakukan oleh rakyat
Palestina terhadap angkatan bersenjata Israel. Lahirnya Intifada pertama di
Palestina, dan juga kematian Abu Jihad, telah menginspirasi beberapa pemimpin
Palestina untuk memproklamasikan berdirinya negara Palestina pada tahun 1988.
Semenjak tahun 1988, istilah “Palestina” untuk menggambarkan sebuah negara
mulai dikenal. Meski pada tahun-tahun selanjutnya, PLO tetap menjadi
representasi Palestina untuk berjuang di forum internasional, karena status
Palestina sebagai negara belum diakui secara internasional.
Setelah terbentuknya PLO dan dideklarasikannya negara Palestina,
sejumlah konferensi perdamaian antara Palestina dan Israel mulai marak
dilakukan oleh negara-negara besar, seperti AS dan Russia. Konferensi
perdamaian paling awal adalah Madrid Conference yang dilaksanakan pada tahun
1991, yang kemudian dilanjutkan dengan Oslo Accords pada tahun 1993. Oslo
Accords menjadi salah satu tahapan penting dalam kronik perdamaian Palestina-
Israel, karena memuat rencana-rencana perdamaian dan pembentukan negara
12
13. Palestina. Bahkan dengan adanya Oslo Accords, Intifada yang telah berlangsung
selama 5 tahun dapat dihentikan. Namun seiring terbunuhnya Yitzhak Rabin yang
berperan penting dalam Oslo Accords, kesepatakan tersebut kembali mentah dan
tidak dapat diimplementasikan. Setelah Oslo Accords, masih ada Hebron
Agreement dan juga Wye River Memorandum yang tidak menghasilkan apapun
bagi proses perdamaian Palestina dan Israel.
Pada tahun 2000, AS kembali berusaha untuk membuka jalan bagi
kemungkinan perdamaian antara Palestina dan Israel. Pertemuan antara Bill
Clinton, Ehud Barak, dan Yasser Arafat di Camp David, AS, kembali tidak
menghasilkan kesepakatan apapun. Pada tahun ini pula, Intifada jilid ke-2
kembali muncul di masyarakat Palestina. Pasca Camp David Summit, masih ada
upaya perdamaian melalui Beirut Summit yang diprakarsai oleh Arab Peace
Initiative, dan juga proposal Peta Jalan atau Road Map for Peace yang diusulkan
oleh Quartet on Middle East yang terdiri dari AS, Rusia, PBB, dan Uni Eropa
(UE). Dan sama seperti upaya-upaya perdamaian sebelumnya, kedua pertemuan
itu tidak berhasil mendamaikan Palestina dan Israel.
Pada tahun 2007, di masa-masa akhir pemerintahan George W. Bush,
Quartet on Middle East ditambah dengan partisipasi dari Mesir, mengadakan
konferensi untuk kembali membicarakan perdamaian antara Palestina dan Israel
di Annapolis. Untuk pertama kalinya dalam kronik sejarah proses perdamaian
Palestina dan Israel, solusi dua negara disebutkan secara eksplisit dalam proses
konferensi. Dengan diterimanya solusi dua negara dalam Annapolis Conference,
maka telah terjadi perubahan dalam platform politik yang telah lama dianut oleh
Palestina dan Israel. Meski demikian, hasil dari Annapolis Conference masih
belum bisa diimplementasikan karena semakin rumitnya konflik yang terjadi di
wilayah Palestina-Israel.
4) 1993-2000: Proses perdamaian Oslo
Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan ,dipantau oleh Bill
Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
• Kesepakatan Damai Oslo antara Palestina dan Israel 1993
13
14. 13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui
kedaulatan masing-masing. Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan
Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo.
Rabin bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta
memberi Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang
bisa "memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel
untuk eksis secara aman dan damai". 28 September 1995. Implementasi
Perjanjian Oslo. Otoritas Palestina segera berdiri.
• Kerusuhan terowongan Al-Aqsa
September 1996. Kerusuhan terowongan Al-Aqsa. Israel sengaja
membuka terowongan menuju Masjidil Aqsa untuk memikat para turis, yang
justru membahayakan fondasi masjid bersejarah itu. Pertempuran berlangsung
beberapa hari dan menelan korban jiwa.
• 18 Januari 1997 Israel bersedia menarik pasukannya dari Hebron, Tepi Barat.
• Perjanjian Wye River Oktober 1998 berisi penarikan Israel dan dilepaskannya
tahanan politik dan kesediaan Palestina untuk menerapkan butir-butir
perjanjian Oslo, termasuk soal penjualan senjata ilegal.
• 19 Mei 1999, Pemimpin partai Buruh Ehud Barak terpilih sebagai perdana
menteri. Ia berjanji mempercepat proses perdamaian.
5) 2000 Intifada al-Aqsa
• Intifada al-Aqsa (2000)
Maret 2000, Kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke
Masjidil Aqsa memicu kerusuhan. Masjidil Aqsa dianggap sebagai salah satu
tempat suci umat Islam. Intifadah gelombang kedua pun dimulai.
• KTT Camp David 2000 antara Palestina dan Israel
• Maret-April 2002 Israel membangun Tembok Pertahanan di Tepi Barat dan
diiringi rangkaian serangan bunuh diri Palestina.
• Juli 2004 Mahkamah Internasional menetapkan pembangunan batas
pertahanan menyalahi hukum internasional dan Israel harus merobohkannya.
14
15. • 9 Januari 2005 Mahmud Abbas, dari Fatah, terpilih sebagai Presiden Otoritas
Palestina. Ia menggantikan Yasser Arafat yang wafat pada 11 November 2004
• Peta menuju perdamaian
• Juni 2005 Mahmud Abbas dan Ariel Sharon bertemu di Yerusalem. Abbas
mengulur jadwal pemilu karena khawatir Hamas akan menang.
• Agustus 2005 Israel hengkang dari permukiman Gaza dan empat wilayah
permukiman di Tepi Barat.
• Januari 2006 Hamas memenangkan kursi Dewan Legislatif, menyudahi
dominasi Fatah selama 40 tahun.
• Januari-Juli 2008 Ketegangan meningkat di Gaza. Israel memutus suplai
listrik dan gas. Dunia menuding Hamas tak berhasil mengendalikan tindak
kekerasan. PM Palestina Ismail Haniyeh berkeras pihaknya tak akan tunduk.
• November 2008 Hamas batal ikut serta dalam pertemuan unifikasi Palestina
yang diadakan di Kairo, Mesir. Serangan roket kecil berjatuhan di wilayah
Israel.
• Serangan Israel ke Gaza dimulai 26 Desember 2008. Israel melancarkan
Operasi Oferet Yetsuka, yang dilanjutkan dengan serangan udara ke pusat-
pusat operasi Hamas. Korban dari warga sipil berjatuhan. [1]
• Mei 2010 Israel mem-blokede seluruh jalur bantuan menuju palestina
• 30 Mei 2010 Tentara Israel Menembaki kapal bantuan Mavi Marmara yang
membawa ratusan Relawan dan belasan ton bantuan untuk palestin
B. LANDASAN TEORI
Dalam menganalisa makalah ini penulis menggunakan beberapa teori untuk
menjawab masalah yang sudah di kemukakan di atas. Dalam menganalisis
komflik palestina israel berdasarkan periodeisasinya itu. maka penulis
menggunakan beberapa teori yaitu teori komplik, dan resolusi komplik.
a) Teori Konflik.
Menurut Mitchell Konflik adalah sebuah situasi dalam mana dua atau
lebih orang saling mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya tetapi hanya
salah satu yang berhasil mencapainya.
15
16. Menurut James A. Schellenberg Konflik adalah situasi dimana Individu
atau kelompok yang lain dalam rangka merebut sesuatu yang dikehendakii
berdasarkan pada persaingan kepentingan-kepentingan karena perbedaan
identitas atau sikap.
Menurut Louis Kiesberg Konflik sosial adalah fenomen umum yaitu
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok ) yang memiliki
atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Dilihat dari definisi diatas konflik terjadi karena adanya perbedaan tujuan dan
kepentingan antara dua pihak atau lebih.
b) Teori Resolusi Konflik.
Resolusi konflik menekankan untuk melihat perdamaian sebagai suatu
proses terbuka dan membagi proses penyelesaian konflik dalam beberapa tahap
sesuai dengan dinamika siklus konflik. Resolusi konflik juga berupaya
menciptakan suatu mekanisme penyelesaian konflik secara komprehensif dalam
tiap-tiap tahap eskalasi konflik. Pada intinya, teori resolusi konflik
mengedepankan prinsip-prinsip bahwa;
a) konflik tidak dapat dipandang sebagai suatu fenomena politik-militeristik
namun juga harus dilihat sebagai suatu fenomena sosial,
b) konflik memiliki suatu siklus hidup yang tidak berjalan linear, sangat
bergantung pada dinamika lingkungan konflik,
c) sebab-sebab konflik tidak dapat direduksi ke dalam suatu variabel tunggal
dalam bentuk suatu proposisi kausalitas bivariat melainkan harus dilihat
sebagai fenomena yang terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor,
d) resolusi konflik hanya diterapkan secara optimal jika dikombinasikan
dengan beragam mekanisme penyelesaian konflik lain yang relevan.
16
17. C. SINTESIS
Sesuai dengan teori komlik di atas bahwa Israel dan Palestina memiliki
perbedaa tujuan dan kepentingan. Sehingga terjadi berbagi gencatan senjata dari
periode keperiode yang lain
Kepentingan Palestina dalam konflik ini adalah mempertahakan dan
merebut kembali wilayah Palestina serta pengkuan kemerdekaan Negara
Palestina. Kepentingan Isreal ialah menguasai Wilayah Palestina sesuai dengan
tujuan Zionis untuk memperluas Negara Israel.
Terjadinya konflik dapat dilihat dengan menggunakan Galtung Model
bahwa konflik terdiri dari Contadiction, attitude, behavior.
Komlik yang terjadi Israel palestina dari tahun 1920 ialah komplik yang
tidak hanya sebatas pertikayan senajata saja melainkan mengenai politik social
budaya. Sesuai dengan teori resulusi komplik yang telah kami kemukakan
diatas.
17
18. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam catatan sejarah dalam dokumentasi seperti Alkitab dan Alquran,
Negara Israel belum terbentuk sampai pada tahun 1948. Semenjak kehancuran
Kerajaan Israel dan penjajahan oleh Romawi, Israel mengalami diaspora[5], dan
tidak pernah memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat. Diaspora telah
menghasilkan penyebaran umat Yahudi di seluruh dunia, khususnya di Eropa.
Mereka berasimilasi dengan masyarakat di sekitarnya, namun tetap
mempraktikkan ajaran-ajaran Yahudi. Pada awalnya, tidak ada gerakan
nasionalisme Yahudi yang mempunyai tujuan untuk kembali ke tanah Israel,
karena pada umumnya warga Yahudi diterima di wilayah dimana mereka
berasimilasi. Tetapi, setelah munculnya pogrom di Rusia, paham anti-semit di
kawasan Eropa Timur dan Tengah, dan juga kematian Alfred Dreyfus (Kapten
Tentara Prancis beragama Yahudi) karena tuduhan menjadi mata-mata musuh,
gerakan nasionalisme Yahudi muncul di kalangan Yahudi Eropa.[6] Gerakan ini
lazim disebut dengan Zionisme, yang ditemukan dan dipopulerkan oleh seorang
jurnalis Yahudi berkebangsaan Austria bernama Theodore Herzl, melalui buku
berjudul Der Judenstaat. Herzl menganggap, dengan adanya diskriminasi
berkepanjangan terhadap warga Yahudi di hampir seluruh wilayah Eropa, maka
asimilasi bukan lagi menjadi pilihan bagi Yahudi apabila mereka ingin tetap
hidup. Zionisme telah berhasil membangkitkan nasionalisme Yahudi yang berada
di Eropa, sehingga mewujudkan terjadinya Aliyah[7] dalam beberapa gelombang.
Tugas yang diberikan LBB kepada Inggris untuk mengelola wilayah
Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata menimbulkan
banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan
Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan oleh Inggris untuk bisa
membentuk pemerintahan berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan
banyaknya gesekan terutama klaim mengenai siapa yang paling berhak untuk
berada di wilayah Palestina. Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama
18
19. pemerintahan Mandat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan diantara bangsa
Arab dan Yahudi yang berada di wilayah Palestina, antara lain Palestine Riots
1920[11], Palestine Riots 1929[12], Arab Revolt 1936-1939[13], Jerusalem Riots
1947. Dalam kurun waktu ini pula, terjadi Perang Dunia II di wilayah Eropa yang
telah melahirkan tragedi holocaust, sehingga semakin menguatkan niat bangsa
Yahudi di Eropa untuk kembali ke tanah Palestina. Keberadaan Inggris di wilayah
Palestina untuk membantu warga di Palestina menjadi otonom, justru
menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadaannya tidak berfungsi
maksimal dan jauh dari tujuan awal yang diharapkan ketika LBB menugaskan
Inggris.
Kelahiran Israel pada 14 Mei 1948 telah menginisiasi konflik
berkepanjangan antara Arab dengan Israel. Konflik bersenjata pertama antara
Arab dengan Israel terjadi beberapa hari sesudah diproklamasikannya
kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata
yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Haganah,
Irgun, Palmach yang berjuang tanpa komando. Sementara bangsa Arab di
Palestina juga mengandalkan organisasi paramiliter Futuwa dan Najjada. Namun
setelah itu, bangsa Arab didukung oleh negara-negara Arab disekitar Israel seperti
Irak, Yordania dan Mesir untuk mendukung perlawanan Arab terhadap Israel. Di
tengah-tengah peperangan, organisasi paramiliter Israel dilebur menjadi sebuah
angkatan bersenjata yang disebut dengan Israeli Defense Forces, sehingga mereka
memiliki kekuatan militer yang lebih terkomando dan rapi. Peperangan 1948 atau
yang dikenal dengan nama Al Nakba dimenangkan oleh Israel, setelah selama
lebih dari satu tahun bertempur. Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan
dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab
disekitarnya pada bulan Juli 1949. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel
sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB.
Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi Palestina yang terusir dari
kediamannya di Palestina. Sekitar 750.000 warga Palestina terpaksa menjadi
pengungsi dan mencari perlindungan di negara-negara Arab
19
20. Yitzhak Rabin dan Yasser Arafat berjabat tangan ,dipantau oleh Bill
Clinton, pada penandatanganan Persetujuan Oslo pada 13 September 1993
13 September 1993. Israel dan PLO bersepakat untuk saling mengakui
kedaulatan masing-masing. Pada Agustus 1993, Arafat duduk semeja dengan
Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Hasilnya adalah Kesepakatan Oslo. Rabin
bersedia menarik pasukannya dari Tepi Barat dan Jalur Gaza serta memberi
Arafat kesempatan menjalankan sebuah lembaga semiotonom yang bisa
"memerintah" di kedua wilayah itu. Arafat "mengakui hak Negara Israel untuk
eksis secara aman dan damai". 28 September 1995. Implementasi Perjanjian
Oslo. Otoritas Palestina segera berdiri.
Maret 2000, Kunjungan pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon ke Masjidil
Aqsa memicu kerusuhan. Masjidil Aqsa dianggap sebagai salah satu tempat suci
umat Islam. Intifadah gelombang kedua pun dimulai
B. SARAN
Bagaimapun juga kami hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari
kesalahan dan lupa oleh sebab itu kami memohon maaf jika ada kesalahan baik
kata-kata maupun dalam penulisanmakalah ini demi kebaikan makalah kami
kedepannya.
20