SlideShare a Scribd company logo
1 of 53
MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO DI KABUPATEN

                             TANA TORAJA




                    LAPORAN HASIL PENELITIAN

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester genap

                    tahun 2011/2012 SMA Negeri 2 Barru




                                 OLEH:

                               FIRNAWATI

                                NIS: 10037




                             SMAN 2 BARRU

                     TAHUN PELAJARAN 2011/2012




                                                                               i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya tulis dengan Judul : MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU

SOLO‘ DI KABUPATEN TANA TORAJA

Atas nama Saudara

       Nama                  : Firnawati

       NIS                   : 10037

       Kelas/Jurusan         : XI/IPA 1

Setelah diperiksa/diteliti ulang, telah memenuhi persyaratan untuk menjadi

laporan penelitian dan diprosentasikan di depan pengurus KIR.



                                                           Barru,                  2012




Pembimbing :

Jamal P, S.Pd.,M.Pd.                                       ..................................




                                                                                                i
LEMBAR PENGESAHAN


Judul               :MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO‘

                    DI KABUPATEN TANA TORAJA

Nama                : Firnawati

NIS                 : 10037

Kelas/jurusan       : XI/IPA 1



                                                        Barru,    April 2012

                                   Disetujui

Pembimbing Karya Tulis                            Pembina KIR SMAN 2 Barru




 Jamal P, S.Pd.,M.Pd.                          Jamal Passalowongi, S.Pd.,M.Pd.

NIP : 19750212 2006041006                       NIP : 19750212 200604 1 006



                                  Mengetahui

                    Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Barru




                         Drs. Muhammad Abidin, M.Pd.

                         NIP : 19601114 198411 1 002




                                                                               ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

HIDUP DENGAN ATURAN AKAN MEBENTUK

SEBUAH KETERATURAN, JIKA ITU

DILANDASKAN PADA SEBUAH KEIKHLASAN.




Karya tulis ini Kupersembahkan


      Untuk ayah dan bundaku yang tercinta, saudara-

      saudaraku, beserta sahabat, yang senantiasa

      memberikan dukungan dan motivasi selama saya

      menempuh pendidikan.




                                                       iii
ABSTRAK

Andi Ahmad Irfa, 2012.Karya Ilmiah. PENGARUH PRESTASI GURU
PENJASORKES TERHADAP PRESTASI OLAHRAGA SISWA DI SMA
NEGERI 2 BARRU pada SMA Negeri 2 Barru (dibimbing oleh Muhammad
Syathir)
        Permasalahan pokok yang diangkat dalam laporan ini adalah Apakah guru
penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA
Negeri 2 barru?,dan Apakah ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi
olahraga siswa di SMA Negeri 2 barru. Adapun tujuannya adalah untuk
mengetahui guru penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga
siswa di SMA Negeri 2 Barru dan untuk mengetahui faktor lain yang
mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 Barru.
    Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah Kuantitatif dengan metode
metode Kuisioner (angket). metode kuantitatif adalah metode yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek ilmiah yang mana responden adalah intrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat
data angket, dan hasil penelitian kuantitatif lebih menekankan makna dari pada
spesialisasi.
        Hasil pada penelitian ini adalah, pengaruh prestasi guru penjasorkes
terhadap prestasi olahraga siswa di SMAN 2 Barru memiliki pengaruh yang
sangat kuat sekali. Dalam hal ini seorang guru penjasorkes memiliki kontribusi
yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi olahraga siswa. Hal ini memang
sangat memungkinkan karena seorang guru penjasorkes yang berprestasi dapat
menggunakan metode-metode yang memungkinkan mereka memperoleh prestasi
tersebut terhadap anak didik sehingga anak didik memiliki kesempatan untuk
memperoleh pretasi yang sama bahkan lebih dari prestasi guru penjasorkes
        Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu, Upacara adat Rambu Solo‘
merupakan upacara adat sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi seseorang
yang meninggal dunia. Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi
dan kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat. Upacara aluk
rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang
meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat
di puya. Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-
benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Dalam upacara adat
Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga bergantung pada seberapa tinggi
tingkatan kasta daro orang yang meninggal dunia tersebut.




                                                                              iv
KATA PENGANTAR

       Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa.

Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

karya ilmiah ini.

       Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada

awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku,

kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu

apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya

daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan

kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri

yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai

dengan kepribadian bangsanya.

       Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu

sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga

terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri.

       Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama

terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki

merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga

kelestarian dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya

mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri

bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalamnya.




                                                                             v
Terakhir, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada guru bahasa

Indonesia yaitu Bapak Jamal Passalowongi, S.Pd., M.Pd., sekaligus pembimbing

penulis dalam penulisan karya ilmiah ini, yang telah membimbing penulis agar

dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah Ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih untuk semua rekan serta semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan      dan dapat membantu pembaca dalam hal

pengetahuan tentang kebudayaan lokal khususnya kebudayaan Sulawesi Selatan.


                                                              Lajulo, Maret 2012


                                                                         Penulis




                                                                               vi
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .....................................................................................v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

     A. LATAR BELAKANG ...........................................................................1

     B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................3

     C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................4

     D. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI

        LANDASAN TEORI ..............................................................................5

BAB III

     A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN .......................................7

     B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .....................................................8

     C. ANALISIS DATA .................................................................................9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

     A. SEPERTI APA MASYARAKAT TANA TORAJA ? ........................11

         1. Identitas etnis ..................................................................................11

         2. Sejarah ............................................................................................12

         3. Masyarakat......................................................................................14

               a) Keluarga ..................................................................................14



                                                                                                                     vii
b) Kelas sosial ..............................................................................15

              c) Agama......................................................................................17

              4. Filosofi Tau .............................................................................18

              5. Upacara pemakaman ...............................................................19

    B. PENGERTIAN ....................................................................................21

    C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO‘ ......................................22

    D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO ..............................................25

          a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................30

          b. Peserta dan Pemimpin Upacara ....................................................31

          c. Peralatan dan Bahan ....................................................................32

          d. Proses Pelaksanaan .......................................................................32

          e. Doa-doa ........................................................................................38

          f. Pantangan dan Larangan ..............................................................39

    E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG

         DALAM RAMBU SOLO ...................................................................39

BAB V PENUTUP

    A. SIMPULAN ........................................................................................42

    B. SARAN ...............................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................44




                                                                                                                  viii
BAB I

                        PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

         Indonesia marupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau

  yang kaya akan tradisi masing-masing di setiap daerah. Keragaman

  budaya ini menjadi salah satu keunikan mendasar bagi negara Indonesia.

  Setiap suku di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang

  berbeda satu sama lain. Setiap daerah punya tradisi menghormati

  kematian. Jika di Bali dikenal dengan istilah Ngaben, di Sumatera Utara

  dikenal Sarimatua, maka di Sulawesi Selatan tepatnya di Tana Toraja

  dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Persamaan dari ketiganya: ritual

  upacara kematian dan penguburan jenazah. Di Tana Toraja sendiri

  memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka.

  Rambu Solo' merupakan upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka,

  adalah upacara adat selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja

  selesai direnovasi. Namun dibeberapa daerah upacara-upacara adat untuk

  menghormati kematian mulai terlupakan bahkan terhapuskan. Sikap masa

  bodoh atau acuh akan kelestarian budaya mereka menjadi pemicu

  utamanya.

         Dewasa ini makin sulit mempertahankan tradisi yang dimiliki suatu

  daerah. Dampak dari globalisasi yang menyebabkan masyarakat kita

  cenderung terpengaruh oleh adanya westernisation. Globalisasi adalah

  suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus



                                                                        1
dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia

global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi

mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh

seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai

tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam

upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.

       Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar

dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru

sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Hal ini akan terjadi interaksi

antarmasyarakat   dunia   secara   luas,   yang   akhirnya   akan   saling

memengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti

kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain.

Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-

hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Terkait

dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa

Thiong‘o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika

seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia.

Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi

sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari

indentitas budaya nasionalnya. Budaya-budaya leluhur mulai terabaikan

oleh para masyrakatnya. Hanya ada sebagian saja yang masih

mempertahankan tradisi-tradisi leluhur mereka.




                                                                        2
Salah satunya di daerah Tana Toraja, yang masih mempertahankan

  tradisi upacara adat kematian, sebagai bentuk penghormatan mereka

  kepada sang jenazah. Upacara adat tersebut dikenal dengan Rambu Solo‘.

  Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja,

  karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini

  biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke

  barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua

  minggu untuk kalangan bangsawan.

          Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba melakukan pengkajian

  tentang bentuk acara tradisi Rambu Solo‘ di Tana Toraja, dealam karya

  tulis ilmiah yang berjudul ― Mengenal Lebih Jauh Tradisi Rambu Solo‘ di

  Tana Toraja‖. Upacara adat ini juga dikenal sebagai upacara kematian

  terumit di dunia. Dengan berbagai prosesi yang panjang mulai dari awal

  sampai pada prosesi penguburan.

B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

  sebagai berikut :

  1.   Seperti apa masyarakat tana toraja ?

  2. Bagaimana asal usul dari upacara Rambu solo‘ ?

  3. Bagaimanakah bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta adat Rambu

       Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja ?

  4. Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Rambu

       Solo‘ ?



                                                                       3
C. TUJUAN PENELITIAN

     1. Untuk mengetahui seperti apa masyarakat Tana Toraja itu sendiri

     2. Untuk mengetahui asal usul, bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta

         adat Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja.

     3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat

         Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja.

D. MANFAAT PENELITIAN

  Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitian

  yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang baik bagi :

     1. Peneliti, untuk mengetahui bagaimana prosesi upacara adat Rambu

         Solo‘ di Tana Toraja. Selain itu diharapkan dari penelitian ini,

         peneliti dapat termotivasi untuk ikut mengambil peran dalam upaya

         pelestarian budaya lokal.

     2. Keilmuan, diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran,

         khususnya tentang seperti apa prosesi dari upacara adat kematian

         yang dikenal dengan nama Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana

         Toraja, yakni upacara adat kematian terumit di dunia.

     3. Bagi    Dinas    Periwisata   menjadi   masukan     dalam      rangka

         mengembangkan bidang pariwisata di Kabupaten Tana Toraja.




                                                                            4
BAB II

                      LANDASAN TEORI

         Suku bangsa Melayu di Toraja, Sulawesi Selatan, memiliki

banyak tradisi yang sakral dan unik. Salah satunya adalah aluk rambu

solo’, yakni upacara pemakaman adat orang Toraja. Kendati dalam

pelaksanaannya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, namun

upacara ini masih tetap lestari hingga sekarang (Tino Saroenggalo, 2008).

Istilah aluk rambu solo’ terbangun dari tiga kata, yaitu aluk (keyakinan),

rambu (asap atau sinar), dan solo’ (turun). Dengan demikian, aluk rambu

solo’ dapat diartikan sebagai upacara yang dilaksanakan pada waktu sinar

matahari mulai turun (terbenam). Sebutan lain untuk upacara ini adalah

aluk rampe matampu’. Aluk artinya keyakinan atau aturan, rampe artinya

sebelah atau bagian, dan matampu’ artinya barat. Jadi, makna aluk rampe

matampu ’adalah upacara yang dilaksanakan di sebelah barat dari rumah

atau tongkonan (L.T. Tandilintin, 1975; K. Kadang, 1960).

         Menurut L.T.Tandilintin (1981:8) menyatakan bahwa Rambu Solo‘

merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe matampu‘ ialah

semua upacara keaagamaan yang mempersembahkan babi dan kerbau

pada arwah leluhur atau unutk orang yang meninggal dunia, seperti pada

pemakaman secara adat yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong

babi dan kerbau untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang

batu‖.




                                                                        5
Selanjutnya beliau menyatakan pula bahwa yang dimaksud dengan

aluk Rambu Solo‘ atau Aluk Rampe Matumpu adalah ―upacara

pemakaman dan kematian manusia sebagai upacara yang dilakukan pada

sebelah barat dari rumah pada waktu matahari hendak terbenam‖.

       Disebut Aluk Rambu Solo‘ karena upacaranya dilakukan pada

waktu matahari mulai terbenam atau pada sore hari, dan dikatakan Auk

Rampe Matampu‘ karena upacaranya dilakukan di sebelah barat depan

dari rumah dimana mayat diupacarakan pemakamannya.

       Rambu Solo juga merupakan upacara yang meriah karena

dilangsungkan selama berhari-hari. Waktu pelaksanaan Rambu Solo

adalah siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya

memakan waktu dua sampai tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan

bangsawan.




                                                                   6
BAB III


A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITAN

         Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya

  terhadap   berhasil     tidaknya   suatu   penelitian,   terutama   untuk

  mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian

  merupakan gambaran dari obyek penelitian.

         Menurut Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan,

  mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan

  metode-metode ilmiah. Dengan upaya mendapatkan dan mengumpulkan

  data dari kegiatan penelitian, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Pendekatan dalam Penelitian

             Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui

     pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa

     angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,

     catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi

     lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini

     adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara

     mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan

     kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara

     realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan

     metode diskriptif.

             Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud

     dengan penelitian kualitatif adalah ―tradisi tertentu dalam ilmu



                                                                              7
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

     pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan

     dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya‖.

            Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

     untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti

     adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

     secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian

     kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

  2. Jenis Penelitian

        Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut

     Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian

     fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari

     masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam

     masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-

     hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta

     proses-proses yang sedang berlansung dan pengaruh-pengaruh dari

     suatu fenomena.

B. TEKNIK PEGUMPULAN DATA

        Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui :

        1. Observasi Langsung

                Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

                penelitian langsung terhadap objek penelitian. Observasi ini

                dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal dari



                                                                          8
keadaan yang terjadi di lokasi, karena itu teknik observasi

               dilakukan   dengan    mempermudah       pengumpulan   data

               melalui teknik lainnya.

               Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal,

               perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang prosesi

               upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Observasi

               langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang

               tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau

               berkomunikasi secara verbal.

        2. Wawancara

               Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

               tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan

               pemangku adat dan orang tua yang masih hidup yang

               dipandang dapat memberikan keterangan atau informasi

               yang lebih akurat. Tujuan penulis menggunakan metode ini,

               untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang

               prosesi upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Dalam

               penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan

               salah satu tokoh adat di Tana Toraja.

C. ANALISIS DATA

        Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

  data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat




                                                                        9
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.7

       Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa

analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang

terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar

peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan

sebagainya.

       Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan

metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan

menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-

kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

       Analisis   deskriptif-kualitatif   merupakan   suatu tehnik        yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah

terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin

aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran

secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M.

Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi,

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.




                                                                            10
BAB IV

              HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. SEPERTI APA MASYRAKAT TANA TORAJA ?

  1. Identitas etnis

             Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri

  mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum

  penjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di

  daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak

  beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual

  menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam

  dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran

  tinggi Sulawesi.

             Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki

  hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku

  Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—

  daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran misionaris

  Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di

  wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan

  bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan

  memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas,

  meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut),

  suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran

  tinggi).



                                                                         11
2. Sejarah

       Dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara

Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja.

Sebetulnya, orang Toraja hanya salah satu kelompok penuture bahasa

Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai

Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.

       Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan

perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische

Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah

dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit

dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad

ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di

Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda

melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang

potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama

Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.[2]

Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan

menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah

Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan

subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut.[8] Pada

tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan

Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.




                                                                     12
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat

dari   suku   Toraja   karena   penghapusan   jalur   perdagangan   yang

menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke

dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak

ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti

kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda

tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja

yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja

yang berubah agama menjadi Kristen.

       Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun

1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan

Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan

politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-

orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan

1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami

kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang

bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang

gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan

semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.

       Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh

penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang

diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan

asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya



                                                                      13
menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia

harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun

1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

3. Masyarakat

          a. Keluarga

       Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku

Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan

memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut

memelihara persatuan desa.

       Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya)

adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku

Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu

ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.

Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian

bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam

ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.

       Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya.

Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya,

termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas

dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang

telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas

nama ibu, ayah dan saudara kandung.




                                                                    14
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten

Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.

Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani

masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok;

kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain

Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan

berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran

kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun

hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan

masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak,

siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat

setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus

digunakan    atau   dihindari,   dan   bahkan   potongan   daging    yang

diperbolehkan untuk masing-masing orang.

            b. Kelas sosial

       Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat

dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang

biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh

pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak

diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah

tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini

bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap




                                                                       15
merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan

hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.

       Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,

tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih

sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk

kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata

boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan

pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka.

Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian.

Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga

beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti

pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung

berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.

       Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik

keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat

utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa

saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa

membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status

budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan

dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual

dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu

hukuman mati.




                                                                      16
c. Agama

       Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan

animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan

sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari

surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku

Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta.

Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia

manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah

dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya.

Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat

berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah

tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap

berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di

Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong

Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan

lainnya.

       Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang

baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman,

disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem

kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan

kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian,

dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan

desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual



                                                                       17
kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa

ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya

digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya.

Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak

diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi

diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih

sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai

jarang dilaksanakan.

4. Filosofi Tau

       Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh

dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau

dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau"

dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja.

Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap

masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: - Sugi' (Kaya) - Barani

(Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis,

bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas

karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara

bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia

telah memiliki dan hidup sebagai Tau. Toraja sendiri secara etimologi

berasl dari dua kata yaitu to atau tau yang artinya manusia, dan raja yang

artinya raja. Tana Toraja berarti tanah atau daerah asal para raja.




                                                                       18
5. Upacara pemakaman

       Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual

yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa

seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.

Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar

pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan

biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan

pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang

hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat

pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik

suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi

duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku

untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.

       Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah

berminggu-minggu,     berbulan-bulan,   bahkan    bertahun-tahun    sejak

kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang

ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya

pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang

datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap

menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu,

jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah



                                                                      19
tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai

upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan

ke Puya.

       Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau.

Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang

disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok.

Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu

pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya

bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan

akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan

puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman

yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang

muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan

kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang

pada keluarga almarhum.

       Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua,

atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-

kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal

dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua

batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung

kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke

luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing.




                                                                      20
Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan

  membuat petinya terjatuh.

B. PENGERTIAN

         Rambu Solo adalah upacara pemakaman yang berada di Tana

  Toraja. Upacara ini merupakan adat istiadat yang telah diwarisi oleh

  masyarakat Toraja secara turun-temurun ini mewajibkan keluarga yang

  ditinggal mati membuat pesta besar sebagai penghormatan terakhir kepada

  mendiang yang telah pergi.

         Upacara Rambu Solo‘ dalam masyarakat Toraja, dapat dipisahkan

  dari tingkatan kasta (golongan) dalam masyarakat itu sendiri. Timgkatan

  kasta dalam masyarakat Toraja dapat dibagi atas :

         1. Tana‘ Bulaan (kasta bangsawan teratas)

         2. Tana Bassi (kasta menengah)

         3. Tana Karurung (kasta rakyat kebanyakan)

         4. Tana Kua-Kua (kasta terendah/hamba)

         Status sosial seperti tersebut diatas terikat dengan fungsi / jabatan

  pada struktur sosial dan upacara-upacara adat, kerena itu jabatn pemangku

  adat adalah berasal dari golongan-golongan menurut strata sosial diatas.

         Dengan demikian corak dari pelaksanaan upacara Rambu Solo‘,

  selalu didasarkan pada tingkatan sosial tersebut di atas. Dalam

  melaksanakan suatu pesta adat terutama dalam upacara Rambu Solo‘,

  makna pelaksanaan upacara itu harus disesuaikan dengan keadaan dari




                                                                             21
yang meninggal dunia sesuai dengan kasta atau golongan yang sudah

  turun-temurun disandangnya.



C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO’

         Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan

  mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh,

  bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara ini sebagai

  penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-benar wafat setelah

  seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang wafat

  itu hanya dianggap sebagai orang yang ―sakit‖ atau ―lemah‖, sehingga ia

  tetap diperlakukan seperti halnya ketika masih hidup, yaitu dibaringkan di

  tempat tidur dan diberi makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara.

  Selain itu, orang Toraja arwahnya mencapai tingkatan dewa (to-membali

  puang) untuk kemudian menjadi dewa pelindung (deata) (Mohammad

  Natsir Sitonda, 2007).

         Aluk rambu solo’ adalah warisan ajaran leluhur Toraja. Upacara ini

  dilaksanakan berdasarkan keyakinan leluhur yang disebut aluk todolo,

  berarti kepercayaan atau pemujaan terhadap roh leluhur. Di dalam aluk

  todolo terdapat aluk pitung sabu pitu ratu pitungpulo atau 777 aturan,

  salah satunya yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur pada saat

  kematian (Sitonda, 2007). Berdasarkan status sosial orang atau tingkat

  ekonomi keluarga yang diupacarakan, aluk rambu solo’ dapat dibagi

  menjadi 4 jenis, yaitu:



                                                                         22
1. Silli’, yakni upacara pemakaman untuk kasta paling rendah,

   yaitu kasta kua-kua atau budak. Upacara jenis ini tidak ada

   pemotongan hewan sebagai persembahan dan dibagi dalam

   beberapa bentuk, seperti dedekan (upacara pemakaman

   dengan memukulkan wadah tempat makan babi) dan

   pasilamun tallo manuk (pemakaman bersama telur ayam).

2. Todibu’buk tedong diipissanni alukna yaitu pesta yang

   dilakukan dengan memotong seekor kerbau dan beberapa

   ekor babi yang dilakukan dalam upacara upacara anak kecil

   keturunan bangsawan

3. Pasangbongi, yakni upacara yang hanya berlangsung satu

   malam. Yang termasuk jenis ini antara lain bai a’pa’

   (persembahan empat ekor babi), si tedong tungga

   (persembahan satu ekor babi), di isi (pemakaman untuk

   anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi dengan

   persembahan seekor babi), dan ma’ tangke patomali

   (persembahan dua ekor babi).

4. Di batang atau di doya tedong, yakni upacara untuk kasta

   tana’ basi (bangsawan menengah) dan tana’ bulan

   (bangsawan tinggi). Selain kerbau, upacara jenis ini juga

   mempersembahkan babi dan ayam. Upacara biasanya

   digelar selama 3-7 hari berturut-turut. Pada akhir acara,




                                                           23
dibuatkan sebuah simbuang (menhir) sebagai monumen

              untuk menghormati orang yang wafat.

          5. Dipalimang Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung

              selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta

              pemotongan hewan.

          6. Dipapitung Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung

              selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan

              hewan.

          7. To dipakasera bonginna (Toraja tomellao alang) yaitu pesta

              yang dilakukan selama sembilan malam dengan memotong

              dua belas sampai empat belas ekor kerbau dan puluhan

              babi.

          8. Rapasan, yakni upacara khusus bagi golongan tana’ bulan

              (bangsawan tinggi) yang digelar selama 3 hari 3 malam.

              Termasuk upacara jenis ini, antara lain rapasan diongan

              (rapasan tingkat rendah hanya memenuhi syarat minimal

              persembahan 9-12 kerbau), rapasan sundun (rapasan

              lengkap persembahan 24 ekor kerbau dan babi tak terbatas),

              dan rapasan sapu randanan (rapasan simbolik dengan

              persembahan yang diandaikan 30 ekor kerbau) (Sitonda,

              2007).

       Pesta adat kematian ini adalah merupakan tradisi yang sudah turun-

temurun dan merupakan ciri khas orang Toraja, dimana peristiwa kematian



                                                                      24
itu adalah merupakan suatu beban bagi semua anggita persekutuan adat.

  Dalam pelaksanaan upacar pemakaman / pesta kematian tersebut, semua

  anggota persekutuan baikl kerabat keluarga maupun pihak luar datang

  untuk menolong dengan maksud meringankan beban keluarga dimana

  turut juga merasakan perkabungan itu yang melanda para keluarga dari

  pihak yang meninggal.

           Saat ini, upacara adat aluk rambu solo’ di masyarakat Toraja sudah

  mengalami      perubahan   yang   cukup    signifikan,   khususnya   dalam

  kelengkapan persembahan. Faktor ekonomi menjadi salah satu akar

  persoalannya karena hewan persembahan biasanya berharga cukup tinggi.

  Misalnya, jenis kerbau yang digunakan bukan kerbau biasa, tetapi kerbau

  bule (tedong bonga) yang harganya antara 10–50 juta/ekor (Saroenggalo,

  2008).

D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO

           Pesta Rambu Solo dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada

  setiap saudara yang sudah meninggal. Penghormatan itu dianggap sebagai

  persembahan yang terakhir sebelum bertemu dengan Tuhan. Masyarakat

  Toraja percaya bahwa kematian akan sempurna jika prosesi itu dilakukan.

  Tradisi Rambu Solo termasuk proses penyempurnaan kematian. Karena

  sebelum dilakukan, orang yang meninggal akan dianggap sakit atau lemah.

  Sehingga, jasadnya selama pesta belum dilakukan akan dibaringkan di

  Tongkonan ( rumah adat Toraja). Kewajiban keluarga yang masih hidup

  yakni membuat pesta pemakaman.



                                                                          25
Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak

dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum

terjadinya upacara Rambu Solo‘ maka orang yang meninggal itu dianggap

sebagai orang sakit. Karena statusnya masih ‗sakit‘, maka orang yang

sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang

masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan

rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus

dijalankan seperti biasanya. Prosesi itu menghabiskan dana yang tak

sedikit. Semakin tinggi tingkat sosial dan derajat kebangsawanan, maka

pesta yang dilakukan juga semakin meriah. Biasanya pesta diadakan tujuh

hari lamanya. Hal ini dikenal dengan Dipapitung Bongi. Hewan yang

dipersembahkan juga jumlahnya cukup banyak. Jumlah kerbau 25 – 150

ekor, babi 50 – 350 ekor. Kerbau yang dikurbankan juga bukan kerbau

biasa. Melainkan kerbau pilihan khas Toraja (Tedong Bonga) dengan

harga yang lumayan besar. Satu ekor kerbau bisa seharga Rp 300 - 350

Juta. Makanya Rambu Solo yang besar menghabiskan anggaran milyaran

rupiah. Rambu Solo yang lengkap disebut sapu randanan sarrinna bone

bone (pesta terlengkap) karena semua jenis kerbau (Tedong Bonga) yang

dipersembahkan lengkap. Kemeriahan Rambu Solo bisa kita temukan di

Toraja atau Toraja Utara.

       Jika keluarga si mati itu belum mampu melaksanakan upacara

Rambu Solo, jenazah itu akan disimpan di tongkonan (rumah adat Toraja)

sampai pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban untuk



                                                                      26
melaksanakan upacara tersebut. Penyimpanan jenazah itu bisa memakan

waktu bertahun-tahun.

       Setelah pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban

tersebut, barulah Rambu Solo dilaksanakan. Jenazah dipindahkan dari

rumah duka ke tongkonan tammuon (tongkonan pertama tempat dia

berasal). Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban

atau   dalam   bahasa   Torajanya   Ma‘tinggoro    Tedong,    yaitu   cara

penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan

satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada

sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi

dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir.

       Setiap akhir tahun (Desember) rangkaian prosesi upacara kematian

yang megah biasa digelar di daerah yang jaraknya 350 km dari Makassar

tersebut. Kemeriahan terlihat saat puncak acara Rambu Solo. Secara

umum prosesi Rambu Solo dimulai dengan Ma paroko paladan. Yaitu

meurunkan jenazah dari rumah ke teras Tongkonan. Selanjutnya semua

jenis kerbau yang akan dipersembahkan akan diberi nama oleh tujuh tokoh

adat. Setelah itu Ma pasa tedong. Kerbau pilihan akan diadu satu sama lain

di sebuah lapangan luas. Ribuan masyarakat berkumpul di lapangan

menanti adu kerbau tersebut.

       Setelah mengadu kerbau pilihan, prosesi yang menarik bagi

masyarakat toraja yakni Ma pasisemba. Tradisi baku tendang antara

penduduk kampung dianggap sebagai tanda persahabatan. Masyarakat



                                                                       27
akan berkumpul di lapangan, berhadap-hadapan dan melakukan aksi

―kungfu‖ secara bersama. Seorang tokoh adat berdiri di tengah lapangan

menjadi pemandu tanda si semba di mulai. Pada hari pemakaman jenazah

dipindahkan dari teras ke depan rumah, lalu kemudian jenazah diarak

keliling kota Toraja sebelum diantar ke tempat peristirahatan terakhir.

Dalam proses ini ribuan masyarakat akan mengiringi jenazah. Sambil

membentangkan kain berwarna merah yang cukup pajang.

       Setelah prosesi pemakaman usai, keluarga menerima tamu

undangan, kerabat dan para pejabat yang berkunjung ke rumah duka.

Proses menerima tamu ini dilakukan bersamaan dengan mengurbankan

Tedong Bonga. Caranya pun sangaat unik yakni hanya dengan melakukan

satu kali tebasan pada leher kerbau itu. Daging kerbau tersebut kemudian

dibagi-bagikan pada warga dan dijadikan santapan selama menerima tamu.

Proses itu pun berakhir setelah pesta menerima tamu undangan usai.

Rambu Solo membuat kematian menjadi sempurna sebab dalam

kepercayaan    masyarakat    Toraja,   Dewata     akan   menerima   segala

pengorbanan anak cucu yang masih hidup .

       Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja).

Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang,

biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan,

kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu).

       Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante

dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat



                                                                       28
arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat

keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba.

       Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan,

pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang

sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal

dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan

tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah

duba-duba.

       Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus

tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah

sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor.

Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga

yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak

kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah

disediakan oleh keluarga yang sedang berduka.

       Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan

diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama

prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi

di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari

pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di

atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor

kerbau yang akan ditebas.




                                                                       29
Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah

penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air.

Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan

hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan

mempertontonkan ma‘pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya

para penonton, karena selama upacara Rambu Solo‘, adu hewan pemamah

biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu. Namun terkadang acara

ini disalahgunakan oleh sebagian penonton, yakni seringkali acara

ma‘pasilaga tedong (adu kerbau) dijadikan ajang berjudi, yang bernilai

sampai pulihan juta rupiah.

       Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau

merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan

sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu

lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal

ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja

hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing

maupun yang di patane‘ (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat).

   a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

           Upacara aluk rambu solo’ digelar sesuai dengan kesiapan

       keluarga secara ekonomi karena membutuhkan biaya yang tidak

       sedikit. Bagi kaum bangsawan yang mampu, biasanya akan

       langsung menggelar upacara ini ketika ada anggota keluarga yang

       meninggal. Namun, bagi kalangan biasa, mereka akan menunggu



                                                                       30
hingga punya cukup dana. Sementara itu, tempat pelaksanaan

   upacara dipusatkan di dua lokasi, yakni di rumah duka dan di

   lapangan (rante).

b. Peserta dan Pemimpin Upacara

          Peserta upacara aluk rambu solo’ adalah seluruh keluarga

   orang yang wafat dan segenap warga masyarakat. Pelaksanaan

   upacara ini dipimpin oleh beberapa orang khusus yang terdiri dari:

              1. To mebalun atau to ma’kayo, bertugas memimpin

                 dan membina upacara pemakaman.

              2. To ma’pemali, bertugas melayani, merawat, dan

                 memelihara jenazah selama upacara berlangsung.

              3. To ma’kuasa, bertugas membantu secara umum

                 pelaksanaan pemakaman.

              4. To ma’sanduk dalle, perempuan yang khusus

                 menyiapkan     nasi   bagi    jenazah   yang    akan

                 dimakamkan.

              5. To dibulle tangnga, perempuan yang bertugas

                 sebagai penghubung antarpetugas upacara yang lain,

                 khususnya yang berkaitan dengan sesaji.

              6. To sipalakuan, orang yang bertugas memenuhi

                 semua kebutuhan perawatan jenazah dan upacara.




                                                                   31
7. To ma’toe bia’, seorang laki-laki yang bertugas

                    menyalakan api dan memegang obor selama

                    upacara berlangsung.

                8. To masso’ boi rante, perempuan yang bertugas

                    membuka jalan ke rumah duka atau lapangan

                    tempat upacara.

                9. To mangengnge baka tau-tau, seseorang yang

                    khusus membawa tempat pakaian dari patung.

c. Peralatan dan Bahan

             Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara aluk

   rambu solo’ antara lain:

              Tombi saratu, kain panjang seperti umbul-umbul.

              Tuang-tuang atau tanda upacara.

              Gendang.

              Maa’, kain berukir sebagai tanda kemuliaan.

              Sesaji.

              Gong atau bombongan.

d. Proses Pelaksanaan

             Proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ meliputi 3

   tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Berikut adalah

   proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ yang digelar selama

   4 hari.




                                                                   32
1. Persiapan

       Untuk menyiapkan upacara aluk rambu solo’,

beberapa persiapan     yang harus dilakukan meliputi:

pertemuan keluarga, pembuatan pondok upacara, dan

menyediakan peralatan upacara.

       Pertemuan keluarga orang yang wafat, baik dari

       pihak   ibu   maupun      bapak,      dilakukan   untuk

       membicarakan ahli waris, tingkat upacara yang akan

       dilakukan, tempat pelaksanaan upacara, dan lain-

       lain.

       Pembuatan pondok upacara terdiri dari dua macam,

       yaitu yang ada di halaman rumah orang yang wafat

       dan di lapangan upacara. Pondok-pondok tersebut

       nantinya selain untuk pelaksanaan upacara juga

       sebagai tempat menginap para tamu. Pondok

       dibangun sesuai kasta orang yang wafat.

       Menyediakan peralatan upacara seperti peralatan

       makan, tidur, sesaji dan lain-lain.

   b. Pelaksanaan

       Pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ terbagi

menjadi dua tahap, yaitu aluk pia atau aluk banua, yakni

upacara dilakukan di halaman rumah orang yang wafat

(upacara tahap pertama), dan aluk palao atau alok rante,



                                                           33
yakni upacara yang dilakukan di lapangan atau rante

(upacara tahap kedua).

   1. Aluk Pia atau Aluk Banua

          Pada upacara pemakaman di halaman rumah,

jenazah tetap di rumah duka. Upacara tahap pertama ini

digelar selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertama

dilakukan persembahan sesaji berupa kerbau dan babi,

dengan diiringi nyanyian semalam suntuk (ma’badong). Di

hari pertama ini, dilakukan juga perubahan letak jenazah

sekaligus status mayat berubah menjadi to makula, yaitu

orang yang dianggap benar-benar telah wafat.

          Hari kedua, selain tetap melantunkan nyanyian

semalam suntuk, keluarga menerima masyarakat dan

kerabat     yang    biasanya   datang    dengan    membawa

sumbangan berupa hewan atau uang. Sumbangan ini

sebagai tanda bahwa kelak jika sang penyumbang juga

menyelenggarakan upacara, maka yang disumbang harus

mengembalikannya, meskipun tidak dianggap sebagai

utang. Para tamu biasanya akan memperkenalkan kerabat

masing-masing sehingga dari sini mereka akhirnya saling

mengetahui jalinan kekerabatan mereka.

          Pada hari ketiga diadakan dua ritual. Pertama yaitu

ma’bolong, penyembelihan babi di pagi hari oleh to



                                                          34
mebalun di mana semua orang berpakaian hitam sebagai

tanda berkabung. Kedua, ma’batang, penyembelihan

kerbau di lapangan dan dilanjutkan dengan pembacaan

mantra pujian pada leluhur dari atas menara daging

(bala‘kayan).

       Di hari keempat dilakukan ritual memasukkan

jenazah ke dalam sebuah peti kayu. Kayu yang digunakan

harus kayu yang sudah mati (kayu mate) dan menjadi

simbol bahwa jenzah telah benar-benar mati.

   2. Aluk Palao atau Aluk Rante

       Tahap ini digelar di lapangan dengan 4 prosesi,

yaitu ma’ palao, allo katongkonan, allo katorroan, mantaa

padang, dan meaa.

   Ma’ palao, jenazah dari lumbung dipindahkan di

   lapangan dan dibawa dengan iringan arak-arakan.

   Sesampai di lapangan, kerbau dipotong dengan ditebas

   langsung lehernya. Daging kerbau lalu dibagikan

   kepada yang hadir dengan sebelumnya didendangkan

   syair-syair kedukaan yang diucapkan dalam bahasa adat

   Toraja.

   Allo katongkkonan, keluarga menerima tamu yang

   datang dan mencatat pemberian sumbangan.




                                                      35
Allo katorroan, keluarga dan petugas istirahat sejenak

                            untuk membicarakan persiapan acara puncak pesta

                            pemakaman. Pada tahap ini, disepakati lagi berapa

                            kerbau yang akan dipotong.

                            Mantaa padang, acara puncak yaitu pemotongan kerbau

                            yang telah disepakati sebelumnya. Daging kerbau

                            kemudian dibagikan kepada keluarga dan kerabat sesuai

                            adat. Terkadang ada kerbau yang dibiarkan hidup tapi

                            sudah diniatkan untuk disembelih dan disumbangkan

                            untuk masyarakat.

                            Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat

                            pemakaman, kemudian digelar ibadah pemakaman,

                            ungkapan belasungkawa, ucapan terima kasih dari

                            keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

   Adapun secara berurutan prosesi pesta kematian orang Toraja yang dipestakan

selama tiga hari ( dipatallung bongi ) yang dilaksanakan menurut adat Toraja

adalah sebagaai berikut :

   1. Ma’dio yaitu upacara memandikan mayat

   2. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor kerbau.

   3. Ma’batang yaitu memotong seekor kerbau

   4. Ma’baliun yaitu upacara pembungkusan mayat dengan beberapa lembar

       kain yang berbentuk bulat lonjong.




                                                                               36
5. Mantunu yaitu upacara adat yang pada saat itu merupakan puncak dari

   pesta kematian tersebut.

6. Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat pemakaman,

   kemudian digelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa, ucapan

   terima kasih dari keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah.

7. Ma’bolong yaitu upacara memotong seekor babi, yang dalam upacara ini

   diadakan suatu upacara adat dimana pakaian dari keluarga tersebut

   berkembang.

8. Ma’bandalle yaitu upacara memotong seekor babi.

9. Untoe sero yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa

   bahwa keluarga telah melaksanakan semua cara aturan menurut upacara

   adat orang mati.

10. Malolo yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa

   keluarga yang pada sebelumnya bertentangan untuk makan nasi sebagai

   tanda berkabung ( ma’ro ), sudah dapat memakannya kembali.

11. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor babi, pertanda bahwa

   semua sanak keluarga sudah bebas dari acara yang dilakukan dalam

   upacara kematian tersebut.

                 c. Penutup

                         Upacara aluk rambu solo’ dinyatakan berakhir jika

                 jenazah telah selesai dimakamkan. Saat ini, pelaksanaan

                 upacara aluk rambu solo’ telah banyak berubah. Salah satu

                 perubahannya adalah digelarnya upacara selama 12 hari



                                                                       37
dengan     urutan   acara   sebagai   berikut:   Ma’pasuluk

                       (pertemuan keluarga), mangriu’ batu (menarik batu

                       simbuang), ma’ pasa tedong (menghitung ulang hewan

                       korban),   ma’ pengkalao      (memindahkan jenazah ke

                       tongkonan), mangisi lantang (mengisi pondok), ma’

                       pasonglo (memindahkan jenazah dari lumbung), allo

                       katongkonan (keluarga menerima tamu), allo katorroan

                       (istirahat), mantaa padang (memotong hewan korban), dan

                       me aa (pemakaman jenazah).

       Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu

menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah

(ma‗tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada

peti jenazah (ma‗roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan

(ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan

terakhir (ma‗palao).

       Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan

mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya

upacara pemakaman Rambu Solo'.

           e. Doa-doa

                  Dalam upacara adat aluk rambu solo’, terdapat doa-doa yang

           dilantunkan, antara lain:

                  1. Doa permohonan perlindungan.

                  2. Doa pengagungan kepada leluhur.



                                                                                38
3. Doa kepada orang yang wafat agar arwahnya diterima.

      f. Pantangan dan Larangan

               Terdapat pantangan dalam upacara adat aluk rambu solo’,

      yakni selama upacara berlangsung, seluruh peserta upacara dilarang

      membuat gaduh pada saat mantra dibacakan, dan untuk pihak keluarga

      tidak boleh membatalkan sesaji yang telah disepakati.

E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM RAMBU SOLO

            Upacara Rambu Solo memiliki nilai-nilai luhur dalam kehidupan

  masyarakat, di antaranya adalah gotong royong dan tolong-menolong.

  Meskipun terlihat sebagai pemborosan karena mencari harta untuk

  dihabiskan dalam suatu kematian, unsur gotong royong yang terlihat

  sangatlah jelas, contohnya dalam hal penyediaan kerbau. Suatu keluarga

  yang dirundung duka (yang ditinggal mati) mendapat sumbangan kerbau,

  babi, atau uang dari sanak keluarganya untuk melangsungkan Rambu

  Solo.

            Unsur tolong-menolong pun juga berperan dalam pelaksanaan

  Rambu Solo. Upacara ini dilakukan oleh siapa pun yang mampu.

  Biasanya, ada juga pembagian daging kerbau kepada orang-orang yang

  tidak mampu. Hal ini menyebabkan adanya pengurangan kesenjangan

  sosial.

            Selain dua nilai di atas, nilai religi juga tampak dari upacara

  Rambu Solo. Masyarakat Toraja memaknai kematian sebagai suatu hal tak

  ditakuti karena mereka percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian.



                                                                        39
Bagi mereka, kematian adalah bagian dari ritme kehidupan yang wajib

dijalani. Walau boleh ditangisi, kematian juga menjadi kegembiraan yang

membawa manusia kembali menuju surga, asal-muasal leluhur. Dengan

kata lain, mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian.

       Dalam upacara kematian Rambu Solo, kesedihan tidak terlalu

tergambar di wajah-wajah keluarga yang berduka, sebab mereka punya

waktu yang cukup untuk mengucapkan selamat jalan kepada si mati, sebab

jenazah yang telah mati biasanya disimpan dalam rumah adat (tongkonan),

disimpan bisa mencapai hitungan tahun. Maksud dari jenazah disimpan

ada beberapa alasan, pertama adalah menunggu sampai keluarga bisa atau

mampu untuk melaksanakan upacara kematian Rambu Solo, kedua adalah

menunggu sampai anak-anak dari si mati datang semua untuk siap

menghadiri pesta kematian ini. Karena mereka menganggap bahwa orang

yang telah mati namun belum diupacarakan tradisi Rambu Solo ini

dianggap belum mati dan dikatakan hanya sakit, karena statusnya masih ―

sakit ―. Orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan

sebagai orang yang masih hidup.

       Upacara adat aluk rambu solo’ memiliki nilai-nilai tertentu dalam

dalam kehidupan orang Toraja, antara lain:

   Menghormati leluhur. Leluhur memiliki pengaruh yang kuat dalam

    kehidupan orang Toraja, dan oleh karena itu, leluhur harus dihormati,

    salah satunya dengan menggelar upacara aluk rambu solo’ ini.




                                                                      40
   Nilai kekerabatan. Nilai ini tercermin dari ungkapan simpati kerabat

    yang datang dengan membawa beragam bantuan. Hal ini tentu saja

    kian menguatkan kekerabatan mereka.

   Pelestarian tradisi. Upacara aluk rambu solo’ merupakan warisan

    leluhur, dan dengan menggelar upacara ini merupakan upaya

    pelestarian tradisi.

   Menjaga semangat suku. Pelaksanaan upacara adat aluk rambu solo’

    juga merupakan salah satu upaya untuk menjaga semangat kesatuan

    suku karena upacara ini menjadi perekat masyarakat Toraja.

   Sakralitas dan spiritualitas. Nilai ini tercermin dari pelaksanaan

    upacara yang kental dengan nuansa sakral karena arwah leluhur

    diyakini hadir dalam acara ini.




                                                                     41
BAB V

                             PENUTUP

A. SIMPULAN

    1. Pesta adat Rambu Solo‘ merupakan pesta adat sebagai bentuk

       penghormatan terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia.

       Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi dan

       kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat.

       Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan

       mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam

       roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya.

       Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap

       benar-benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi.

    2. Dalam pesta adat Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga

       bergantung pada seberapa tinggi tingkatan kasta daro orang yang

       meninggal dunia tersebut.

    3. Rambu Solo‘ merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe

       matampu‘      ialah    semua      upacara     keaagamaan      yang

       mempersembahkan babi dan kerbau pada arwah leluhur atau untuk

       orang yang meninggal dunia, seperti pada pemakaman secara adat

       yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong babi dan kerbau

       untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang batu‖.

    4. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang

       selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses



                                                                         42
pembungkusan      jenazah     (ma‗tudan,   mebalun),    pembubuhan

       ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‗roto),

       penurunan     jenazah    ke     lumbung     untuk      disemayamkan

       (ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat

       peristirahatan terakhir (ma‗palao).

B. SARAN

    1. Disarankan untuk kita sebagai generasi muda untuk memahami,

       melastarikan dan menggali budaya yang telah diwariskan nenek

       moyang kita dan dikembangkan seiring dengan perkembangan

       zaman untuk tetap memperkaya budaya bangsa Indonesia.

    2. Menjaga kelestarian budaya lokal merupak suatu hal yang menajdi

       kewajiban setiap masyarakat, agar nilai-nilai luhur yang telah ada

       sejak dulu tetap menyatu dengan kepribadian setiap masyarakat.

    3. Kewajiban melestarikan kebudayaan bukan hanya menjadi

       kewajiban dari masyarakat, tapi seluruh pihak berkewajiban atas

       hal tersebut, khususnya pemerintah untuk terus mendukung unsur-

       unsur pengembangan kebudayaan lokal.




                                                                        43
DAFTAR PUSTAKA

Puspitasari,Wati. 13 Mei 2011. Kebudayaan Suku Toraja. Online. 21 Febriari

2012. http://watipuspitasari.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-suku-toraja.html

Rustan. 18 Februari 2011. Portal Bugis. Online. 21 Februari 2012.

http://portalbugis.wordpress.com/

K.D. Yohanis. 28 April 2011. Pemakaman Adat Tana Toraja. Online. 21 Febriari

2012. http://www.jalanjalanyuk.com/rambu-solo%E2%80%99-pemakaman-adat-

tana-toraja/

Aryadi, Wahyu. 22 Oktober 2010. Upacara Adat Rambu Solo‘ Tana Toraja.

Online. 10 Maret 2012. http://aviscena-ary.blogspot.com/2010/10/upacara-adat-

rambu-solo-tana-toraja.html

Tandi, Priska. 7 Januari 2012. Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Online. 15 Maret

2012. http://priskatandi.wordpress.com/2011/01/22/rambu-solo-di-tana-toraja/

Tandipondan, Herlina Teda‘. 2005. Bentuk dan Beberepa Aspek Budaya Pesta
Adat Rambu Solo‘ dan Rambu Tuka‘ di Kecamatan Saluputti Kabupaten Tana
Toraja.Skripsi yang tidak diterbitkan. Makasar: UNM




                                                                                44

More Related Content

What's hot

ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70DEPDIKNASBUD
 
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantara
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantaraSalsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantara
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantaraSalsabilaPutriAnggra
 
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Henda Suhenda
 
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...nuni puspita
 
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Frexian Vistano
 
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5radar radius
 
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...Warnet Raha
 

What's hot (17)

Kti desi akbid paramata raha
Kti desi akbid paramata rahaKti desi akbid paramata raha
Kti desi akbid paramata raha
 
Kti sitti andriyani
Kti sitti andriyaniKti sitti andriyani
Kti sitti andriyani
 
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
ANALISIS PENGALAMAN YANG TECERMIN DALAM PUISI ANGKATAN BALAI PUSTAKA-ANGKATAN 70
 
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantara
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantaraSalsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantara
Salsabila putri anggraini 3 b-2001045066-makalah sastra nusantara
 
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
Analisis pengalaman pengalaman yang tercermin dalam puisi angkatan balai pust...
 
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...
hubungan usia ibu dan paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di rsud banj...
 
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) (Full Content)
 
Fitriani
FitrianiFitriani
Fitriani
 
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5
Ukbm pkwu kd 3.1 smtr 5
 
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
 
Kti wa liati
Kti wa liatiKti wa liati
Kti wa liati
 
Kti wa ode sitti nurbaedah
Kti wa ode sitti nurbaedahKti wa ode sitti nurbaedah
Kti wa ode sitti nurbaedah
 
Kti mira fadlyawati
Kti mira fadlyawatiKti mira fadlyawati
Kti mira fadlyawati
 
Kti yusniar
Kti yusniarKti yusniar
Kti yusniar
 
Kti arun apriliani natasya r.
Kti arun apriliani natasya r.Kti arun apriliani natasya r.
Kti arun apriliani natasya r.
 
Kti siti aisah akbid paramata
Kti siti aisah akbid paramataKti siti aisah akbid paramata
Kti siti aisah akbid paramata
 
Laporan landasan keguruan 1 (Magang)
Laporan landasan keguruan 1 (Magang)Laporan landasan keguruan 1 (Magang)
Laporan landasan keguruan 1 (Magang)
 

Similar to Kir sman 2 barru firnawati

Andi ahmad irfa pengaruh prestasi guru penjas terhadap prestasi olahraga si...
Andi ahmad irfa  pengaruh prestasi guru penjas  terhadap prestasi olahraga si...Andi ahmad irfa  pengaruh prestasi guru penjas  terhadap prestasi olahraga si...
Andi ahmad irfa pengaruh prestasi guru penjas terhadap prestasi olahraga si...andi irfa
 
Karya tulis bali (cover)
Karya tulis bali  (cover)Karya tulis bali  (cover)
Karya tulis bali (cover)khoirilliana12
 
Formalitas Proposal Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Formalitas Proposal Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji DurianFormalitas Proposal Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Formalitas Proposal Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Duriandwinitatanisia
 
Sejarah singkat monumen nasional
Sejarah singkat monumen nasionalSejarah singkat monumen nasional
Sejarah singkat monumen nasionalRohman Efendi
 
Pengantar Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Pengantar Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji DurianPengantar Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Pengantar Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Duriandwinitatanisia
 
Makalah ilmu budaya dasar periode 2
Makalah ilmu budaya dasar periode 2Makalah ilmu budaya dasar periode 2
Makalah ilmu budaya dasar periode 2Sherry Putri
 
Mengenal peninggalan
Mengenal peninggalanMengenal peninggalan
Mengenal peninggalanRohman Efendi
 
Laporan kuliah kerja lapangan
Laporan kuliah kerja lapanganLaporan kuliah kerja lapangan
Laporan kuliah kerja lapanganFela Aziiza
 
Skripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAISkripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAIyudhie_coy
 
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)Laurensia Averina
 
Ibd makalah lengkap rifqi
Ibd makalah lengkap rifqiIbd makalah lengkap rifqi
Ibd makalah lengkap rifqirifki1122
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...Warnet Raha
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...Warnet Raha
 

Similar to Kir sman 2 barru firnawati (20)

Andi ahmad irfa pengaruh prestasi guru penjas terhadap prestasi olahraga si...
Andi ahmad irfa  pengaruh prestasi guru penjas  terhadap prestasi olahraga si...Andi ahmad irfa  pengaruh prestasi guru penjas  terhadap prestasi olahraga si...
Andi ahmad irfa pengaruh prestasi guru penjas terhadap prestasi olahraga si...
 
Karya tulis bali (cover)
Karya tulis bali  (cover)Karya tulis bali  (cover)
Karya tulis bali (cover)
 
Ilmu sosial budaya dasar
Ilmu sosial budaya dasarIlmu sosial budaya dasar
Ilmu sosial budaya dasar
 
Formalitas Proposal Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Formalitas Proposal Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji DurianFormalitas Proposal Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Formalitas Proposal Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
 
Sejarah singkat monumen nasional
Sejarah singkat monumen nasionalSejarah singkat monumen nasional
Sejarah singkat monumen nasional
 
Pengantar Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Pengantar Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji DurianPengantar Karya  Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
Pengantar Karya Tulis Ilmiah Es Krim Biji Durian
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Makalah ilmu budaya dasar periode 2
Makalah ilmu budaya dasar periode 2Makalah ilmu budaya dasar periode 2
Makalah ilmu budaya dasar periode 2
 
Mengenal peninggalan
Mengenal peninggalanMengenal peninggalan
Mengenal peninggalan
 
Abstrak
AbstrakAbstrak
Abstrak
 
Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional
Laporan Pemantapan Kemampuan ProfesionalLaporan Pemantapan Kemampuan Profesional
Laporan Pemantapan Kemampuan Profesional
 
Laporan kuliah kerja lapangan
Laporan kuliah kerja lapanganLaporan kuliah kerja lapangan
Laporan kuliah kerja lapangan
 
Skripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAISkripsi abstrak Jurusan PAI
Skripsi abstrak Jurusan PAI
 
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)
Lckti smapsic (mitos khas minangkabau)
 
Ibd makalah lengkap rifqi
Ibd makalah lengkap rifqiIbd makalah lengkap rifqi
Ibd makalah lengkap rifqi
 
LAPORAN OJL PPCKS
LAPORAN OJL PPCKSLAPORAN OJL PPCKS
LAPORAN OJL PPCKS
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU BESALIN PADA NY “D” DENGA...
 
Kti akbid paramata nurlili
Kti akbid paramata nurliliKti akbid paramata nurlili
Kti akbid paramata nurlili
 
Kti akbid paramata nurlili
Kti akbid paramata nurliliKti akbid paramata nurlili
Kti akbid paramata nurlili
 

Kir sman 2 barru firnawati

  • 1. MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO DI KABUPATEN TANA TORAJA LAPORAN HASIL PENELITIAN Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester genap tahun 2011/2012 SMA Negeri 2 Barru OLEH: FIRNAWATI NIS: 10037 SMAN 2 BARRU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 i
  • 2. PERSETUJUAN PEMBIMBING Karya tulis dengan Judul : MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO‘ DI KABUPATEN TANA TORAJA Atas nama Saudara Nama : Firnawati NIS : 10037 Kelas/Jurusan : XI/IPA 1 Setelah diperiksa/diteliti ulang, telah memenuhi persyaratan untuk menjadi laporan penelitian dan diprosentasikan di depan pengurus KIR. Barru, 2012 Pembimbing : Jamal P, S.Pd.,M.Pd. .................................. i
  • 3. LEMBAR PENGESAHAN Judul :MENGENAL LEBIH JAUH UPACARA RAMBU SOLO‘ DI KABUPATEN TANA TORAJA Nama : Firnawati NIS : 10037 Kelas/jurusan : XI/IPA 1 Barru, April 2012 Disetujui Pembimbing Karya Tulis Pembina KIR SMAN 2 Barru Jamal P, S.Pd.,M.Pd. Jamal Passalowongi, S.Pd.,M.Pd. NIP : 19750212 2006041006 NIP : 19750212 200604 1 006 Mengetahui Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Barru Drs. Muhammad Abidin, M.Pd. NIP : 19601114 198411 1 002 ii
  • 4. MOTTO DAN PERSEMBAHAN HIDUP DENGAN ATURAN AKAN MEBENTUK SEBUAH KETERATURAN, JIKA ITU DILANDASKAN PADA SEBUAH KEIKHLASAN. Karya tulis ini Kupersembahkan Untuk ayah dan bundaku yang tercinta, saudara- saudaraku, beserta sahabat, yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi selama saya menempuh pendidikan. iii
  • 5. ABSTRAK Andi Ahmad Irfa, 2012.Karya Ilmiah. PENGARUH PRESTASI GURU PENJASORKES TERHADAP PRESTASI OLAHRAGA SISWA DI SMA NEGERI 2 BARRU pada SMA Negeri 2 Barru (dibimbing oleh Muhammad Syathir) Permasalahan pokok yang diangkat dalam laporan ini adalah Apakah guru penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 barru?,dan Apakah ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 barru. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui guru penjasorkes yang berprestasi mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 Barru dan untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi prestasi olahraga siswa di SMA Negeri 2 Barru. Jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah Kuantitatif dengan metode metode Kuisioner (angket). metode kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek ilmiah yang mana responden adalah intrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat data angket, dan hasil penelitian kuantitatif lebih menekankan makna dari pada spesialisasi. Hasil pada penelitian ini adalah, pengaruh prestasi guru penjasorkes terhadap prestasi olahraga siswa di SMAN 2 Barru memiliki pengaruh yang sangat kuat sekali. Dalam hal ini seorang guru penjasorkes memiliki kontribusi yang sangat penting dalam meningkatkan prestasi olahraga siswa. Hal ini memang sangat memungkinkan karena seorang guru penjasorkes yang berprestasi dapat menggunakan metode-metode yang memungkinkan mereka memperoleh prestasi tersebut terhadap anak didik sehingga anak didik memiliki kesempatan untuk memperoleh pretasi yang sama bahkan lebih dari prestasi guru penjasorkes Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu, Upacara adat Rambu Solo‘ merupakan upacara adat sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia. Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi dan kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat. Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar- benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Dalam upacara adat Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga bergantung pada seberapa tinggi tingkatan kasta daro orang yang meninggal dunia tersebut. iv
  • 6. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada awalnya dipegang teguh, di pelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya justru budaya daerah atau budaya lokallah yang sangat sesuai dengan kepribadian bangsanya. Mereka lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu sesuai dengan keperibadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap budaya asing daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri. Tanpa mereka sadari bahwa budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi dan perlu dijaga kelestarian dan keberadaanya oleh setiap individu di masyarakat. Pada umumnya mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan merupakan jati diri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada didalamnya. v
  • 7. Terakhir, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada guru bahasa Indonesia yaitu Bapak Jamal Passalowongi, S.Pd., M.Pd., sekaligus pembimbing penulis dalam penulisan karya ilmiah ini, yang telah membimbing penulis agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah Ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua rekan serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan dapat membantu pembaca dalam hal pengetahuan tentang kebudayaan lokal khususnya kebudayaan Sulawesi Selatan. Lajulo, Maret 2012 Penulis vi
  • 8. DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii ABSTRAK ..................................................................................................... iv KATA PENGANTAR .....................................................................................v DAFTAR ISI .................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ...........................................................................1 B. RUMUSAN MASALAH ......................................................................3 C. TUJUAN PENELITIAN .......................................................................4 D. MANFAAT PENELITIAN ...................................................................4 BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI ..............................................................................5 BAB III A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN .......................................7 B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA .....................................................8 C. ANALISIS DATA .................................................................................9 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. SEPERTI APA MASYARAKAT TANA TORAJA ? ........................11 1. Identitas etnis ..................................................................................11 2. Sejarah ............................................................................................12 3. Masyarakat......................................................................................14 a) Keluarga ..................................................................................14 vii
  • 9. b) Kelas sosial ..............................................................................15 c) Agama......................................................................................17 4. Filosofi Tau .............................................................................18 5. Upacara pemakaman ...............................................................19 B. PENGERTIAN ....................................................................................21 C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO‘ ......................................22 D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO ..............................................25 a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................30 b. Peserta dan Pemimpin Upacara ....................................................31 c. Peralatan dan Bahan ....................................................................32 d. Proses Pelaksanaan .......................................................................32 e. Doa-doa ........................................................................................38 f. Pantangan dan Larangan ..............................................................39 E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM RAMBU SOLO ...................................................................39 BAB V PENUTUP A. SIMPULAN ........................................................................................42 B. SARAN ...............................................................................................43 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................44 viii
  • 10. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia marupakan negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang kaya akan tradisi masing-masing di setiap daerah. Keragaman budaya ini menjadi salah satu keunikan mendasar bagi negara Indonesia. Setiap suku di Indonesia memiliki kebudayaan masing-masing yang berbeda satu sama lain. Setiap daerah punya tradisi menghormati kematian. Jika di Bali dikenal dengan istilah Ngaben, di Sumatera Utara dikenal Sarimatua, maka di Sulawesi Selatan tepatnya di Tana Toraja dikenal dengan upacara Rambu Solo'. Persamaan dari ketiganya: ritual upacara kematian dan penguburan jenazah. Di Tana Toraja sendiri memiliki dua upacara adat besar yaitu Rambu Solo' dan Rambu Tuka. Rambu Solo' merupakan upacara penguburan, sedangkan Rambu Tuka, adalah upacara adat selamatan rumah adat yang baru, atau yang baru saja selesai direnovasi. Namun dibeberapa daerah upacara-upacara adat untuk menghormati kematian mulai terlupakan bahkan terhapuskan. Sikap masa bodoh atau acuh akan kelestarian budaya mereka menjadi pemicu utamanya. Dewasa ini makin sulit mempertahankan tradisi yang dimiliki suatu daerah. Dampak dari globalisasi yang menyebabkan masyarakat kita cenderung terpengaruh oleh adanya westernisation. Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus 1
  • 11. dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling memengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari- hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong‘o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Budaya-budaya leluhur mulai terabaikan oleh para masyrakatnya. Hanya ada sebagian saja yang masih mempertahankan tradisi-tradisi leluhur mereka. 2
  • 12. Salah satunya di daerah Tana Toraja, yang masih mempertahankan tradisi upacara adat kematian, sebagai bentuk penghormatan mereka kepada sang jenazah. Upacara adat tersebut dikenal dengan Rambu Solo‘. Rambu Solo' merupakan acara tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja, karena memakan waktu berhari-hari untuk merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu untuk kalangan bangsawan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba melakukan pengkajian tentang bentuk acara tradisi Rambu Solo‘ di Tana Toraja, dealam karya tulis ilmiah yang berjudul ― Mengenal Lebih Jauh Tradisi Rambu Solo‘ di Tana Toraja‖. Upacara adat ini juga dikenal sebagai upacara kematian terumit di dunia. Dengan berbagai prosesi yang panjang mulai dari awal sampai pada prosesi penguburan. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Seperti apa masyarakat tana toraja ? 2. Bagaimana asal usul dari upacara Rambu solo‘ ? 3. Bagaimanakah bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta adat Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja ? 4. Apa sajakah nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Rambu Solo‘ ? 3
  • 13. C. TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui seperti apa masyarakat Tana Toraja itu sendiri 2. Untuk mengetahui asal usul, bentuk dan prosesi pelaksanaan pesta adat Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja. D. MANFAAT PENELITIAN Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitian yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang baik bagi : 1. Peneliti, untuk mengetahui bagaimana prosesi upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Selain itu diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat termotivasi untuk ikut mengambil peran dalam upaya pelestarian budaya lokal. 2. Keilmuan, diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran, khususnya tentang seperti apa prosesi dari upacara adat kematian yang dikenal dengan nama Rambu Solo‘ di Kabupaten Tana Toraja, yakni upacara adat kematian terumit di dunia. 3. Bagi Dinas Periwisata menjadi masukan dalam rangka mengembangkan bidang pariwisata di Kabupaten Tana Toraja. 4
  • 14. BAB II LANDASAN TEORI Suku bangsa Melayu di Toraja, Sulawesi Selatan, memiliki banyak tradisi yang sakral dan unik. Salah satunya adalah aluk rambu solo’, yakni upacara pemakaman adat orang Toraja. Kendati dalam pelaksanaannya harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit, namun upacara ini masih tetap lestari hingga sekarang (Tino Saroenggalo, 2008). Istilah aluk rambu solo’ terbangun dari tiga kata, yaitu aluk (keyakinan), rambu (asap atau sinar), dan solo’ (turun). Dengan demikian, aluk rambu solo’ dapat diartikan sebagai upacara yang dilaksanakan pada waktu sinar matahari mulai turun (terbenam). Sebutan lain untuk upacara ini adalah aluk rampe matampu’. Aluk artinya keyakinan atau aturan, rampe artinya sebelah atau bagian, dan matampu’ artinya barat. Jadi, makna aluk rampe matampu ’adalah upacara yang dilaksanakan di sebelah barat dari rumah atau tongkonan (L.T. Tandilintin, 1975; K. Kadang, 1960). Menurut L.T.Tandilintin (1981:8) menyatakan bahwa Rambu Solo‘ merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe matampu‘ ialah semua upacara keaagamaan yang mempersembahkan babi dan kerbau pada arwah leluhur atau unutk orang yang meninggal dunia, seperti pada pemakaman secara adat yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong babi dan kerbau untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang batu‖. 5
  • 15. Selanjutnya beliau menyatakan pula bahwa yang dimaksud dengan aluk Rambu Solo‘ atau Aluk Rampe Matumpu adalah ―upacara pemakaman dan kematian manusia sebagai upacara yang dilakukan pada sebelah barat dari rumah pada waktu matahari hendak terbenam‖. Disebut Aluk Rambu Solo‘ karena upacaranya dilakukan pada waktu matahari mulai terbenam atau pada sore hari, dan dikatakan Auk Rampe Matampu‘ karena upacaranya dilakukan di sebelah barat depan dari rumah dimana mayat diupacarakan pemakamannya. Rambu Solo juga merupakan upacara yang meriah karena dilangsungkan selama berhari-hari. Waktu pelaksanaan Rambu Solo adalah siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan bangsawan. 6
  • 16. BAB III A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITAN Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian. Menurut Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan upaya mendapatkan dan mengumpulkan data dari kegiatan penelitian, digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendekatan dalam Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif. Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah ―tradisi tertentu dalam ilmu 7
  • 17. pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya‖. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. 2. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan- hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlansung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. B. TEKNIK PEGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui : 1. Observasi Langsung Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelitian langsung terhadap objek penelitian. Observasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal dari 8
  • 18. keadaan yang terjadi di lokasi, karena itu teknik observasi dilakukan dengan mempermudah pengumpulan data melalui teknik lainnya. Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang prosesi upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Observasi langsung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi secara verbal. 2. Wawancara Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan pemangku adat dan orang tua yang masih hidup yang dipandang dapat memberikan keterangan atau informasi yang lebih akurat. Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang prosesi upacara adat Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan salah satu tokoh adat di Tana Toraja. C. ANALISIS DATA Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat 9
  • 19. ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.7 Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif- kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif. Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. 10
  • 20. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. SEPERTI APA MASYRAKAT TANA TORAJA ? 1. Identitas etnis Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelum penjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi— daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi). 11
  • 21. 2. Sejarah Dulu ada yang mengira bahwa Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja. Sebetulnya, orang Toraja hanya salah satu kelompok penuture bahasa Austronesia. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi. Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.[2] Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut.[8] Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957. 12
  • 22. Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen. Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang- orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen. Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya 13
  • 23. menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. 3. Masyarakat a. Keluarga Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang. Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung. 14
  • 24. Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang. b. Kelas sosial Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap 15
  • 25. merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga. Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati. 16
  • 26. c. Agama Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya. Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual 17
  • 27. kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan. 4. Filosofi Tau Secara sadar atau tidak sadar, masyarakat toraja hidup dan tumbuh dalam sebuah tatanan masyarakat yang menganut filosofi tau. Filosofi tau dibutuhkan sebagai pegangan dan arah menjadi manusia (manusia="tau" dalam bahasa toraja) sesungguhnya dalam konteks masyarakat toraja. Filosofi tau memiliki empat pilar utama yang mengharuskan setiap masyarakat toraja untuk menggapainya, antara lain: - Sugi' (Kaya) - Barani (Berani) - Manarang (Pintar) - Kinawa (memiliki nilai-nilai luhur, agamis, bijaksana) Keempat pilar di atas tidak dapat di tafsirkan secara bebas karena memiliki makna yang lebih dalam daripada pemahaman kata secara bebas. Seorang toraja menjadi manusia yang sesungguhnya ketika dia telah memiliki dan hidup sebagai Tau. Toraja sendiri secara etimologi berasl dari dua kata yaitu to atau tau yang artinya manusia, dan raja yang artinya raja. Tana Toraja berarti tanah atau daerah asal para raja. 18
  • 28. 5. Upacara pemakaman Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal. Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah. Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah 19
  • 29. tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya. Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum. Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang- kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. 20
  • 30. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh. B. PENGERTIAN Rambu Solo adalah upacara pemakaman yang berada di Tana Toraja. Upacara ini merupakan adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun-temurun ini mewajibkan keluarga yang ditinggal mati membuat pesta besar sebagai penghormatan terakhir kepada mendiang yang telah pergi. Upacara Rambu Solo‘ dalam masyarakat Toraja, dapat dipisahkan dari tingkatan kasta (golongan) dalam masyarakat itu sendiri. Timgkatan kasta dalam masyarakat Toraja dapat dibagi atas : 1. Tana‘ Bulaan (kasta bangsawan teratas) 2. Tana Bassi (kasta menengah) 3. Tana Karurung (kasta rakyat kebanyakan) 4. Tana Kua-Kua (kasta terendah/hamba) Status sosial seperti tersebut diatas terikat dengan fungsi / jabatan pada struktur sosial dan upacara-upacara adat, kerena itu jabatn pemangku adat adalah berasal dari golongan-golongan menurut strata sosial diatas. Dengan demikian corak dari pelaksanaan upacara Rambu Solo‘, selalu didasarkan pada tingkatan sosial tersebut di atas. Dalam melaksanakan suatu pesta adat terutama dalam upacara Rambu Solo‘, makna pelaksanaan upacara itu harus disesuaikan dengan keadaan dari 21
  • 31. yang meninggal dunia sesuai dengan kasta atau golongan yang sudah turun-temurun disandangnya. C. ASAL USUL UPACARA RAMBU SOLO’ Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang wafat itu hanya dianggap sebagai orang yang ―sakit‖ atau ―lemah‖, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya ketika masih hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi makanan dan minuman, bahkan diajak berbicara. Selain itu, orang Toraja arwahnya mencapai tingkatan dewa (to-membali puang) untuk kemudian menjadi dewa pelindung (deata) (Mohammad Natsir Sitonda, 2007). Aluk rambu solo’ adalah warisan ajaran leluhur Toraja. Upacara ini dilaksanakan berdasarkan keyakinan leluhur yang disebut aluk todolo, berarti kepercayaan atau pemujaan terhadap roh leluhur. Di dalam aluk todolo terdapat aluk pitung sabu pitu ratu pitungpulo atau 777 aturan, salah satunya yang berhubungan dengan pemujaan roh leluhur pada saat kematian (Sitonda, 2007). Berdasarkan status sosial orang atau tingkat ekonomi keluarga yang diupacarakan, aluk rambu solo’ dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: 22
  • 32. 1. Silli’, yakni upacara pemakaman untuk kasta paling rendah, yaitu kasta kua-kua atau budak. Upacara jenis ini tidak ada pemotongan hewan sebagai persembahan dan dibagi dalam beberapa bentuk, seperti dedekan (upacara pemakaman dengan memukulkan wadah tempat makan babi) dan pasilamun tallo manuk (pemakaman bersama telur ayam). 2. Todibu’buk tedong diipissanni alukna yaitu pesta yang dilakukan dengan memotong seekor kerbau dan beberapa ekor babi yang dilakukan dalam upacara upacara anak kecil keturunan bangsawan 3. Pasangbongi, yakni upacara yang hanya berlangsung satu malam. Yang termasuk jenis ini antara lain bai a’pa’ (persembahan empat ekor babi), si tedong tungga (persembahan satu ekor babi), di isi (pemakaman untuk anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi dengan persembahan seekor babi), dan ma’ tangke patomali (persembahan dua ekor babi). 4. Di batang atau di doya tedong, yakni upacara untuk kasta tana’ basi (bangsawan menengah) dan tana’ bulan (bangsawan tinggi). Selain kerbau, upacara jenis ini juga mempersembahkan babi dan ayam. Upacara biasanya digelar selama 3-7 hari berturut-turut. Pada akhir acara, 23
  • 33. dibuatkan sebuah simbuang (menhir) sebagai monumen untuk menghormati orang yang wafat. 5. Dipalimang Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah serta pemotongan hewan. 6. Dipapitung Bongi, Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang setiap harinya ada pemotongan hewan. 7. To dipakasera bonginna (Toraja tomellao alang) yaitu pesta yang dilakukan selama sembilan malam dengan memotong dua belas sampai empat belas ekor kerbau dan puluhan babi. 8. Rapasan, yakni upacara khusus bagi golongan tana’ bulan (bangsawan tinggi) yang digelar selama 3 hari 3 malam. Termasuk upacara jenis ini, antara lain rapasan diongan (rapasan tingkat rendah hanya memenuhi syarat minimal persembahan 9-12 kerbau), rapasan sundun (rapasan lengkap persembahan 24 ekor kerbau dan babi tak terbatas), dan rapasan sapu randanan (rapasan simbolik dengan persembahan yang diandaikan 30 ekor kerbau) (Sitonda, 2007). Pesta adat kematian ini adalah merupakan tradisi yang sudah turun- temurun dan merupakan ciri khas orang Toraja, dimana peristiwa kematian 24
  • 34. itu adalah merupakan suatu beban bagi semua anggita persekutuan adat. Dalam pelaksanaan upacar pemakaman / pesta kematian tersebut, semua anggota persekutuan baikl kerabat keluarga maupun pihak luar datang untuk menolong dengan maksud meringankan beban keluarga dimana turut juga merasakan perkabungan itu yang melanda para keluarga dari pihak yang meninggal. Saat ini, upacara adat aluk rambu solo’ di masyarakat Toraja sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan, khususnya dalam kelengkapan persembahan. Faktor ekonomi menjadi salah satu akar persoalannya karena hewan persembahan biasanya berharga cukup tinggi. Misalnya, jenis kerbau yang digunakan bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya antara 10–50 juta/ekor (Saroenggalo, 2008). D. PROSESI UPACARA RAMBU SOLO Pesta Rambu Solo dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada setiap saudara yang sudah meninggal. Penghormatan itu dianggap sebagai persembahan yang terakhir sebelum bertemu dengan Tuhan. Masyarakat Toraja percaya bahwa kematian akan sempurna jika prosesi itu dilakukan. Tradisi Rambu Solo termasuk proses penyempurnaan kematian. Karena sebelum dilakukan, orang yang meninggal akan dianggap sakit atau lemah. Sehingga, jasadnya selama pesta belum dilakukan akan dibaringkan di Tongkonan ( rumah adat Toraja). Kewajiban keluarga yang masih hidup yakni membuat pesta pemakaman. 25
  • 35. Bagi masyarakat Tana Toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinya mendapat gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadinya upacara Rambu Solo‘ maka orang yang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena statusnya masih ‗sakit‘, maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh arwah, harus terus dijalankan seperti biasanya. Prosesi itu menghabiskan dana yang tak sedikit. Semakin tinggi tingkat sosial dan derajat kebangsawanan, maka pesta yang dilakukan juga semakin meriah. Biasanya pesta diadakan tujuh hari lamanya. Hal ini dikenal dengan Dipapitung Bongi. Hewan yang dipersembahkan juga jumlahnya cukup banyak. Jumlah kerbau 25 – 150 ekor, babi 50 – 350 ekor. Kerbau yang dikurbankan juga bukan kerbau biasa. Melainkan kerbau pilihan khas Toraja (Tedong Bonga) dengan harga yang lumayan besar. Satu ekor kerbau bisa seharga Rp 300 - 350 Juta. Makanya Rambu Solo yang besar menghabiskan anggaran milyaran rupiah. Rambu Solo yang lengkap disebut sapu randanan sarrinna bone bone (pesta terlengkap) karena semua jenis kerbau (Tedong Bonga) yang dipersembahkan lengkap. Kemeriahan Rambu Solo bisa kita temukan di Toraja atau Toraja Utara. Jika keluarga si mati itu belum mampu melaksanakan upacara Rambu Solo, jenazah itu akan disimpan di tongkonan (rumah adat Toraja) sampai pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban untuk 26
  • 36. melaksanakan upacara tersebut. Penyimpanan jenazah itu bisa memakan waktu bertahun-tahun. Setelah pihak keluarga mampu menyediakan hewan kurban tersebut, barulah Rambu Solo dilaksanakan. Jenazah dipindahkan dari rumah duka ke tongkonan tammuon (tongkonan pertama tempat dia berasal). Di sana dilakukan penyembelihan 1 ekor kerbau sebagai kurban atau dalam bahasa Torajanya Ma‘tinggoro Tedong, yaitu cara penyembelihan khas orang Toraja, menebas kerbau dengan parang dengan satu kali tebasan saja. Kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu. Setelah itu, kerbau tadi dipotong-potong dan dagingnya dibagi-bagikan kepada mereka yang hadir. Setiap akhir tahun (Desember) rangkaian prosesi upacara kematian yang megah biasa digelar di daerah yang jaraknya 350 km dari Makassar tersebut. Kemeriahan terlihat saat puncak acara Rambu Solo. Secara umum prosesi Rambu Solo dimulai dengan Ma paroko paladan. Yaitu meurunkan jenazah dari rumah ke teras Tongkonan. Selanjutnya semua jenis kerbau yang akan dipersembahkan akan diberi nama oleh tujuh tokoh adat. Setelah itu Ma pasa tedong. Kerbau pilihan akan diadu satu sama lain di sebuah lapangan luas. Ribuan masyarakat berkumpul di lapangan menanti adu kerbau tersebut. Setelah mengadu kerbau pilihan, prosesi yang menarik bagi masyarakat toraja yakni Ma pasisemba. Tradisi baku tendang antara penduduk kampung dianggap sebagai tanda persahabatan. Masyarakat 27
  • 37. akan berkumpul di lapangan, berhadap-hadapan dan melakukan aksi ―kungfu‖ secara bersama. Seorang tokoh adat berdiri di tengah lapangan menjadi pemandu tanda si semba di mulai. Pada hari pemakaman jenazah dipindahkan dari teras ke depan rumah, lalu kemudian jenazah diarak keliling kota Toraja sebelum diantar ke tempat peristirahatan terakhir. Dalam proses ini ribuan masyarakat akan mengiringi jenazah. Sambil membentangkan kain berwarna merah yang cukup pajang. Setelah prosesi pemakaman usai, keluarga menerima tamu undangan, kerabat dan para pejabat yang berkunjung ke rumah duka. Proses menerima tamu ini dilakukan bersamaan dengan mengurbankan Tedong Bonga. Caranya pun sangaat unik yakni hanya dengan melakukan satu kali tebasan pada leher kerbau itu. Daging kerbau tersebut kemudian dibagi-bagikan pada warga dan dijadikan santapan selama menerima tamu. Proses itu pun berakhir setelah pesta menerima tamu undangan usai. Rambu Solo membuat kematian menjadi sempurna sebab dalam kepercayaan masyarakat Toraja, Dewata akan menerima segala pengorbanan anak cucu yang masih hidup . Jenazah diusung menggunakan duba-duba (keranda khas Toraja). Di depan duba-duba terdapat lamba-lamba (kain merah yang panjang, biasanya terletak di depan keranda jenazah, dan dalam prosesi pengarakan, kain tersebut ditarik oleh para wanita dalam keluarga itu). Prosesi pengarakan jenazah dari tongkonan barebatu menuju rante dilakukan setelah kebaktian dan makan siang. Barulah keluarga dekat 28
  • 38. arwah ikut mengusung keranda tersebut. Para laki-laki yang mengangkat keranda tersebut, sedangkan wanita yang menarik lamba-lamba. Dalam pengarakan terdapat urut-urutan yang harus dilaksanakan, pada urutan pertama kita akan lihat orang yang membawa gong yang sangat besar, lalu diikuti dengan tompi saratu (atau yang biasa kita kenal dengan umbul-umbul), lalu tepat di belakang tompi saratu ada barisan tedong (kerbau) diikuti dengan lamba-lamba dan yang terakhir barulah duba-duba. Jenazah tersebut akan disemayamkan di rante (lapangan khusus tempat prosesi berlangsung), di sana sudah berdiri lantang (rumah sementara yang terbuat dari bambu dan kayu) yang sudah diberi nomor. Lantang itu sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal para sanak keluarga yang datang nanti. Karena selama acara berlangsung mereka semua tidak kembali ke rumah masing-masing tetapi menginap di lantang yang telah disediakan oleh keluarga yang sedang berduka. Iring-iringan jenazah akhirnya sampai di rante yang nantinya akan diletakkan di lakkien (menara tempat disemayamkannya jenazah selama prosesi berlangsung). Menara itu merupakan bangunan yang paling tinggi di antara lantang-lantang yang ada di rante. Lakkien sendiri terbuat dari pohon bambu dengan bentuk rumah adat Toraja. Jenazah dibaringkan di atas lakkien sebelum nantinya akan dikubur. Di rante sudah siap dua ekor kerbau yang akan ditebas. 29
  • 39. Setelah jenazah sampai di lakkien, acara selanjutnya adalah penerimaan tamu, yaitu sanak saudara yang datang dari penjuru tanah air. Pada sore hari setelah prosesi penerimaan tamu selesai, dilanjutkan dengan hiburan bagi para keluarga dan para tamu undangan yang datang, dengan mempertontonkan ma‘pasilaga tedong (adu kerbau). Bukan main ramainya para penonton, karena selama upacara Rambu Solo‘, adu hewan pemamah biak ini merupakan acara yang ditunggu-tunggu. Namun terkadang acara ini disalahgunakan oleh sebagian penonton, yakni seringkali acara ma‘pasilaga tedong (adu kerbau) dijadikan ajang berjudi, yang bernilai sampai pulihan juta rupiah. Selama beberapa hari ke depan penerimaan tamu dan adu kerbau merupakan agenda acara berikutnya, penerimaan tamu terus dilaksanakan sampai semua tamu-tamunya berada di tempat yang telah disediakan yaitu lantang yang berada di rante. Sore harinya selalu diadakan adu kerbau, hal ini merupakan hiburan yang digemari oleh orang-orang Tana Toraja hingga sampai pada hari penguburan. Baik itu yang dikuburkan di tebing maupun yang di patane‘ (kuburan dari kayu berbentuk rumah adat). a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Upacara aluk rambu solo’ digelar sesuai dengan kesiapan keluarga secara ekonomi karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi kaum bangsawan yang mampu, biasanya akan langsung menggelar upacara ini ketika ada anggota keluarga yang meninggal. Namun, bagi kalangan biasa, mereka akan menunggu 30
  • 40. hingga punya cukup dana. Sementara itu, tempat pelaksanaan upacara dipusatkan di dua lokasi, yakni di rumah duka dan di lapangan (rante). b. Peserta dan Pemimpin Upacara Peserta upacara aluk rambu solo’ adalah seluruh keluarga orang yang wafat dan segenap warga masyarakat. Pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh beberapa orang khusus yang terdiri dari: 1. To mebalun atau to ma’kayo, bertugas memimpin dan membina upacara pemakaman. 2. To ma’pemali, bertugas melayani, merawat, dan memelihara jenazah selama upacara berlangsung. 3. To ma’kuasa, bertugas membantu secara umum pelaksanaan pemakaman. 4. To ma’sanduk dalle, perempuan yang khusus menyiapkan nasi bagi jenazah yang akan dimakamkan. 5. To dibulle tangnga, perempuan yang bertugas sebagai penghubung antarpetugas upacara yang lain, khususnya yang berkaitan dengan sesaji. 6. To sipalakuan, orang yang bertugas memenuhi semua kebutuhan perawatan jenazah dan upacara. 31
  • 41. 7. To ma’toe bia’, seorang laki-laki yang bertugas menyalakan api dan memegang obor selama upacara berlangsung. 8. To masso’ boi rante, perempuan yang bertugas membuka jalan ke rumah duka atau lapangan tempat upacara. 9. To mangengnge baka tau-tau, seseorang yang khusus membawa tempat pakaian dari patung. c. Peralatan dan Bahan Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ antara lain: Tombi saratu, kain panjang seperti umbul-umbul. Tuang-tuang atau tanda upacara. Gendang. Maa’, kain berukir sebagai tanda kemuliaan. Sesaji. Gong atau bombongan. d. Proses Pelaksanaan Proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ meliputi 3 tahap, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Berikut adalah proses pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ yang digelar selama 4 hari. 32
  • 42. 1. Persiapan Untuk menyiapkan upacara aluk rambu solo’, beberapa persiapan yang harus dilakukan meliputi: pertemuan keluarga, pembuatan pondok upacara, dan menyediakan peralatan upacara. Pertemuan keluarga orang yang wafat, baik dari pihak ibu maupun bapak, dilakukan untuk membicarakan ahli waris, tingkat upacara yang akan dilakukan, tempat pelaksanaan upacara, dan lain- lain. Pembuatan pondok upacara terdiri dari dua macam, yaitu yang ada di halaman rumah orang yang wafat dan di lapangan upacara. Pondok-pondok tersebut nantinya selain untuk pelaksanaan upacara juga sebagai tempat menginap para tamu. Pondok dibangun sesuai kasta orang yang wafat. Menyediakan peralatan upacara seperti peralatan makan, tidur, sesaji dan lain-lain. b. Pelaksanaan Pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ terbagi menjadi dua tahap, yaitu aluk pia atau aluk banua, yakni upacara dilakukan di halaman rumah orang yang wafat (upacara tahap pertama), dan aluk palao atau alok rante, 33
  • 43. yakni upacara yang dilakukan di lapangan atau rante (upacara tahap kedua). 1. Aluk Pia atau Aluk Banua Pada upacara pemakaman di halaman rumah, jenazah tetap di rumah duka. Upacara tahap pertama ini digelar selama 4 hari berturut-turut. Pada hari pertama dilakukan persembahan sesaji berupa kerbau dan babi, dengan diiringi nyanyian semalam suntuk (ma’badong). Di hari pertama ini, dilakukan juga perubahan letak jenazah sekaligus status mayat berubah menjadi to makula, yaitu orang yang dianggap benar-benar telah wafat. Hari kedua, selain tetap melantunkan nyanyian semalam suntuk, keluarga menerima masyarakat dan kerabat yang biasanya datang dengan membawa sumbangan berupa hewan atau uang. Sumbangan ini sebagai tanda bahwa kelak jika sang penyumbang juga menyelenggarakan upacara, maka yang disumbang harus mengembalikannya, meskipun tidak dianggap sebagai utang. Para tamu biasanya akan memperkenalkan kerabat masing-masing sehingga dari sini mereka akhirnya saling mengetahui jalinan kekerabatan mereka. Pada hari ketiga diadakan dua ritual. Pertama yaitu ma’bolong, penyembelihan babi di pagi hari oleh to 34
  • 44. mebalun di mana semua orang berpakaian hitam sebagai tanda berkabung. Kedua, ma’batang, penyembelihan kerbau di lapangan dan dilanjutkan dengan pembacaan mantra pujian pada leluhur dari atas menara daging (bala‘kayan). Di hari keempat dilakukan ritual memasukkan jenazah ke dalam sebuah peti kayu. Kayu yang digunakan harus kayu yang sudah mati (kayu mate) dan menjadi simbol bahwa jenzah telah benar-benar mati. 2. Aluk Palao atau Aluk Rante Tahap ini digelar di lapangan dengan 4 prosesi, yaitu ma’ palao, allo katongkonan, allo katorroan, mantaa padang, dan meaa. Ma’ palao, jenazah dari lumbung dipindahkan di lapangan dan dibawa dengan iringan arak-arakan. Sesampai di lapangan, kerbau dipotong dengan ditebas langsung lehernya. Daging kerbau lalu dibagikan kepada yang hadir dengan sebelumnya didendangkan syair-syair kedukaan yang diucapkan dalam bahasa adat Toraja. Allo katongkkonan, keluarga menerima tamu yang datang dan mencatat pemberian sumbangan. 35
  • 45. Allo katorroan, keluarga dan petugas istirahat sejenak untuk membicarakan persiapan acara puncak pesta pemakaman. Pada tahap ini, disepakati lagi berapa kerbau yang akan dipotong. Mantaa padang, acara puncak yaitu pemotongan kerbau yang telah disepakati sebelumnya. Daging kerbau kemudian dibagikan kepada keluarga dan kerabat sesuai adat. Terkadang ada kerbau yang dibiarkan hidup tapi sudah diniatkan untuk disembelih dan disumbangkan untuk masyarakat. Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat pemakaman, kemudian digelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa, ucapan terima kasih dari keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah. Adapun secara berurutan prosesi pesta kematian orang Toraja yang dipestakan selama tiga hari ( dipatallung bongi ) yang dilaksanakan menurut adat Toraja adalah sebagaai berikut : 1. Ma’dio yaitu upacara memandikan mayat 2. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor kerbau. 3. Ma’batang yaitu memotong seekor kerbau 4. Ma’baliun yaitu upacara pembungkusan mayat dengan beberapa lembar kain yang berbentuk bulat lonjong. 36
  • 46. 5. Mantunu yaitu upacara adat yang pada saat itu merupakan puncak dari pesta kematian tersebut. 6. Me aa, jenazah diturunkan dari lakian atau ke tempat pemakaman, kemudian digelar ibadah pemakaman, ungkapan belasungkawa, ucapan terima kasih dari keluarga, dan prosesi pemakaman jenazah. 7. Ma’bolong yaitu upacara memotong seekor babi, yang dalam upacara ini diadakan suatu upacara adat dimana pakaian dari keluarga tersebut berkembang. 8. Ma’bandalle yaitu upacara memotong seekor babi. 9. Untoe sero yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa bahwa keluarga telah melaksanakan semua cara aturan menurut upacara adat orang mati. 10. Malolo yaitu upacara memotong seekor babi, yang menandakan bahwa keluarga yang pada sebelumnya bertentangan untuk makan nasi sebagai tanda berkabung ( ma’ro ), sudah dapat memakannya kembali. 11. Ma’karu’dusan yaitu upacara memotong seekor babi, pertanda bahwa semua sanak keluarga sudah bebas dari acara yang dilakukan dalam upacara kematian tersebut. c. Penutup Upacara aluk rambu solo’ dinyatakan berakhir jika jenazah telah selesai dimakamkan. Saat ini, pelaksanaan upacara aluk rambu solo’ telah banyak berubah. Salah satu perubahannya adalah digelarnya upacara selama 12 hari 37
  • 47. dengan urutan acara sebagai berikut: Ma’pasuluk (pertemuan keluarga), mangriu’ batu (menarik batu simbuang), ma’ pasa tedong (menghitung ulang hewan korban), ma’ pengkalao (memindahkan jenazah ke tongkonan), mangisi lantang (mengisi pondok), ma’ pasonglo (memindahkan jenazah dari lumbung), allo katongkonan (keluarga menerima tamu), allo katorroan (istirahat), mantaa padang (memotong hewan korban), dan me aa (pemakaman jenazah). Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‗tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‗roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‗palao). Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'. e. Doa-doa Dalam upacara adat aluk rambu solo’, terdapat doa-doa yang dilantunkan, antara lain: 1. Doa permohonan perlindungan. 2. Doa pengagungan kepada leluhur. 38
  • 48. 3. Doa kepada orang yang wafat agar arwahnya diterima. f. Pantangan dan Larangan Terdapat pantangan dalam upacara adat aluk rambu solo’, yakni selama upacara berlangsung, seluruh peserta upacara dilarang membuat gaduh pada saat mantra dibacakan, dan untuk pihak keluarga tidak boleh membatalkan sesaji yang telah disepakati. E. NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM RAMBU SOLO Upacara Rambu Solo memiliki nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat, di antaranya adalah gotong royong dan tolong-menolong. Meskipun terlihat sebagai pemborosan karena mencari harta untuk dihabiskan dalam suatu kematian, unsur gotong royong yang terlihat sangatlah jelas, contohnya dalam hal penyediaan kerbau. Suatu keluarga yang dirundung duka (yang ditinggal mati) mendapat sumbangan kerbau, babi, atau uang dari sanak keluarganya untuk melangsungkan Rambu Solo. Unsur tolong-menolong pun juga berperan dalam pelaksanaan Rambu Solo. Upacara ini dilakukan oleh siapa pun yang mampu. Biasanya, ada juga pembagian daging kerbau kepada orang-orang yang tidak mampu. Hal ini menyebabkan adanya pengurangan kesenjangan sosial. Selain dua nilai di atas, nilai religi juga tampak dari upacara Rambu Solo. Masyarakat Toraja memaknai kematian sebagai suatu hal tak ditakuti karena mereka percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian. 39
  • 49. Bagi mereka, kematian adalah bagian dari ritme kehidupan yang wajib dijalani. Walau boleh ditangisi, kematian juga menjadi kegembiraan yang membawa manusia kembali menuju surga, asal-muasal leluhur. Dengan kata lain, mereka percaya adanya kehidupan setelah kematian. Dalam upacara kematian Rambu Solo, kesedihan tidak terlalu tergambar di wajah-wajah keluarga yang berduka, sebab mereka punya waktu yang cukup untuk mengucapkan selamat jalan kepada si mati, sebab jenazah yang telah mati biasanya disimpan dalam rumah adat (tongkonan), disimpan bisa mencapai hitungan tahun. Maksud dari jenazah disimpan ada beberapa alasan, pertama adalah menunggu sampai keluarga bisa atau mampu untuk melaksanakan upacara kematian Rambu Solo, kedua adalah menunggu sampai anak-anak dari si mati datang semua untuk siap menghadiri pesta kematian ini. Karena mereka menganggap bahwa orang yang telah mati namun belum diupacarakan tradisi Rambu Solo ini dianggap belum mati dan dikatakan hanya sakit, karena statusnya masih ― sakit ―. Orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan sebagai orang yang masih hidup. Upacara adat aluk rambu solo’ memiliki nilai-nilai tertentu dalam dalam kehidupan orang Toraja, antara lain:  Menghormati leluhur. Leluhur memiliki pengaruh yang kuat dalam kehidupan orang Toraja, dan oleh karena itu, leluhur harus dihormati, salah satunya dengan menggelar upacara aluk rambu solo’ ini. 40
  • 50. Nilai kekerabatan. Nilai ini tercermin dari ungkapan simpati kerabat yang datang dengan membawa beragam bantuan. Hal ini tentu saja kian menguatkan kekerabatan mereka.  Pelestarian tradisi. Upacara aluk rambu solo’ merupakan warisan leluhur, dan dengan menggelar upacara ini merupakan upaya pelestarian tradisi.  Menjaga semangat suku. Pelaksanaan upacara adat aluk rambu solo’ juga merupakan salah satu upaya untuk menjaga semangat kesatuan suku karena upacara ini menjadi perekat masyarakat Toraja.  Sakralitas dan spiritualitas. Nilai ini tercermin dari pelaksanaan upacara yang kental dengan nuansa sakral karena arwah leluhur diyakini hadir dalam acara ini. 41
  • 51. BAB V PENUTUP A. SIMPULAN 1. Pesta adat Rambu Solo‘ merupakan pesta adat sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi seseorang yang meninggal dunia. Rambu Solo‘ mempunyai tingkatan dalam memotong babi dan kerbau berdasarkan tingkatan kasta dalam tatanan masyarakat. Upacara aluk rambu solo’ bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, bersama para leluhur mereka yang bertempat di puya. Upacara ini sebagai penyempurnaan, karena orang baru dianggap benar-benar wafat setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. 2. Dalam pesta adat Rambu Solo‘ lama rangkaian acara juga bergantung pada seberapa tinggi tingkatan kasta daro orang yang meninggal dunia tersebut. 3. Rambu Solo‘ merupakan ―upacara adat orang mati atau aluk rampe matampu‘ ialah semua upacara keaagamaan yang mempersembahkan babi dan kerbau pada arwah leluhur atau untuk orang yang meninggal dunia, seperti pada pemakaman secara adat yang disebut ma’nene’ yaitu upacara memotong babi dan kerbau untuk orang yang sudah dikuburkan dipekuburan liang batu‖. 4. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses 42
  • 52. pembungkusan jenazah (ma‗tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‗roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‗popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‗palao). B. SARAN 1. Disarankan untuk kita sebagai generasi muda untuk memahami, melastarikan dan menggali budaya yang telah diwariskan nenek moyang kita dan dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman untuk tetap memperkaya budaya bangsa Indonesia. 2. Menjaga kelestarian budaya lokal merupak suatu hal yang menajdi kewajiban setiap masyarakat, agar nilai-nilai luhur yang telah ada sejak dulu tetap menyatu dengan kepribadian setiap masyarakat. 3. Kewajiban melestarikan kebudayaan bukan hanya menjadi kewajiban dari masyarakat, tapi seluruh pihak berkewajiban atas hal tersebut, khususnya pemerintah untuk terus mendukung unsur- unsur pengembangan kebudayaan lokal. 43
  • 53. DAFTAR PUSTAKA Puspitasari,Wati. 13 Mei 2011. Kebudayaan Suku Toraja. Online. 21 Febriari 2012. http://watipuspitasari.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-suku-toraja.html Rustan. 18 Februari 2011. Portal Bugis. Online. 21 Februari 2012. http://portalbugis.wordpress.com/ K.D. Yohanis. 28 April 2011. Pemakaman Adat Tana Toraja. Online. 21 Febriari 2012. http://www.jalanjalanyuk.com/rambu-solo%E2%80%99-pemakaman-adat- tana-toraja/ Aryadi, Wahyu. 22 Oktober 2010. Upacara Adat Rambu Solo‘ Tana Toraja. Online. 10 Maret 2012. http://aviscena-ary.blogspot.com/2010/10/upacara-adat- rambu-solo-tana-toraja.html Tandi, Priska. 7 Januari 2012. Rambu Solo‘ di Tana Toraja. Online. 15 Maret 2012. http://priskatandi.wordpress.com/2011/01/22/rambu-solo-di-tana-toraja/ Tandipondan, Herlina Teda‘. 2005. Bentuk dan Beberepa Aspek Budaya Pesta Adat Rambu Solo‘ dan Rambu Tuka‘ di Kecamatan Saluputti Kabupaten Tana Toraja.Skripsi yang tidak diterbitkan. Makasar: UNM 44