Dokumen ini membahas kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid terkait etnis Tionghoa di Indonesia. Kebijakannya membalikkan larangan yang diberlakukan Soeharto atas perayaan Imlek dan ekspresi budaya Tionghoa. Wahid memperbolehkan etnis Tionghoa menjalankan ritual keagamaan dan mengekspresikan budayanya secara terbuka. Hal ini menghilangkan pembatasan yang sebelumnya diberlakukan terhadap et

1. KEBIJAKAN MASA
ABDURRAHMAN WAHID
TERKAIT ETNIS TIONGHOA

2. SEJARAH PELARANGAN IMLEK
Presiden Soeharto
mengeluarkan Inpres Nomor
14 Tahun 1967 tentang
Kepercayaan, dan Adat Istiadat
China.
menginstruksikan kepada
Menteri Agama, Menteri
Dalam Negeri, dan segenap
badan serta alat pemerintah di
pusat dan daerah
- Perayaan imlek dilakukan
secara internal
- Tidak dilakukan di depan
umum
- etnis Tionghoa diminta
untuk mengganti identitas
menjadi nama Indonesia.
Menganggap bahwa
aktivitas warga Tionghoa
bisa menghambat proses
asimilasi dengan penduduk
pribumi

3. PENDAPAT GUS DUR
• Dalam konsep kebangsaan Gus Dur, tak ada yang namanya pribumi dan nonpribumi.
• Bagi Gus Dur, tak ada yang namanya “keturunan masyarakat asli” di Indonesia, karena
bangsa Indonesia dibentuk oleh perpaduan tiga ras, yakni Melayu, Astro-melanesia, dan
Cina. Ia sendiri mengatakan dirinya adalah keturunan blasteran Cina dan Arab.
• Etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia karena itu harus mendapatkan hak-
hak yang setara. Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaan.

4. Terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000
pada 17 Januari 2000.
KEBIJAKAN GUS DUR
Kebijakan presiden itu melahirkan kebebasan etnis Tionghoa
dalam menjalankan ritual keagamaan, adat istiadat, serta boleh
mengeskpresikan kebudayaannya di depan umum.
Menjadikan hari raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif. Artinya
hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur.

5. DAMPAK KEBIJAKAN TERSEBUT
• Imlek bisa dirayakan dengan terbuka (termasuk menggantung
atribut di depan umum, menggelar pertunjukan Barongsai, kirab
kebudayaan Cap Go Meh, dsb).
• Sekolah-sekolah swasta bisa dengan leluasa mengajarkan
pembelajaran bahasa Mandarin.
• Hilangnya laragan penerbitan dengan bahasa dan aksara Cina.
• Inpres itu kemudian dilanjutkan oleh Megawati dengan penetapan
Hari Raya Imlek sebagai hari libur Nasional melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 tahun 2002.