2. Pengertian Pajak
Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut UU No. 28 Tahun 2007
Ciri – ciri Pajak
• Iuran wajib yang dibayarkan oleh wajib pajak pada negara
• Pembayaran yang didasarkan norma – norma hukum
• Sumber pembiayaan pengeluaran kolektif
• Sarana untuk meningkatkan kesejahteraan umum
• Balas jasa yang tidak diberikan secara langsung
3. Fungsi Pajak
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari
tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai
macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
4. 3. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang
efektif dan efisien.
4. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
5. Syarat Pemungutan Pajak
1. Syarat Keadilan
Pemungutan pajak harus berlandaskan keadilan, baik dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Landasan keadilan ini
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keadilan bagi masyarakat. Contoh
dari adil yang dimaksud antara lain:
• Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.
• Setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak harus menyetorkan
pajaknya.
• Adanya sanksi untuk pelanggaran-pelanggaran pajak yang terjadi.
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak selalu didasarkan pada undang-undang yang berlaku. Salah satu
undang-undang yang mengatur pemungutan pajak adalah Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan. Dengan adanya pengaturan dalam
bentuk undang-undang, pemerintah memberikan jaminan hukum bagi terlaksananya
pemungutan pajak.
6. 3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu aktivitas perekonomian yang dapat
mengakibatkan kelesuan perekonomian nasional. Contohnya, pemungutan pajak tidak
boleh mengganggu aktivitas produksi atau perdagangan yang sedang berlangsung.
4. Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga hasil yang
diperoleh maksimal. Efisien pemungutan pajak harus dilakukan dengan mudah, tepat
sasaran, tepat waktu dan biaya minimal.
Efektif artinya pemungutan pajak harus membawa hasil sesuai perhitungan yang telah
dilakukan. Dalam syarat ini, biaya pemungutan pajak harus lebih kecil daripada pemasukan
pajak yang diterima kas negara.
5. Syarat Sederhana
Sistem pemungutan pajak harus sederhana dan Mudah Wajib pajak. Sistem pemungutan
pajak yang sederhana akan membantu wajib pajak dalam melaporkan pajak mereka dan
mendorong masyarakat memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan demikian, pemasukan
negara dari pajak akan semakin meningkat.
7. Asas Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya memerhatikan berbagai faktor
yang selanjutnya dikenal sebagai asas pemungutan pajak. Pada uraian di bawah ini disajikan
berbagai asas pemungutan pajak menurut para ahli ekonomi.
Adam Smith
1. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. Misal: sistem
progresif.
2. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan UU,
sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
3. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas
kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling
baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak
menerima hadiah.
4. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan
sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.
8. W.J. Langen
1. Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
2. Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
3. Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
4. Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain
harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
5. Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-
rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para
wajib pajak.
9. Adolf Wagner
1. Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat
membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
2. Asas Ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk
barang-barang mewah
3. Asas Keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang
sama diperlakukan sama pula.
4. Asas Administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus
membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya
pajak.
5. Asas Yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang
10. Asas Pemungutan Pajak Umum
Menurut asas ini, wajib pajak yang bertempat tinggal di Indonesia akan dikenakan pajak atas
segala penghasilannya, baik penghasilan yang didapat di Indonesia maupun penghasilan
yang didapat di luar negeri
1. Asas Domisili
2. Asas Sumber
3. Asas Kebangsaan
Menurut asas ini, bagi siapapun yang memperoleh penghasilan di Indonesia akan dikenakan
pajak, sekalipun tempat tinggalnya di luar negeri
Cara pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara berdasarkan kebangsaan wajib pajak
11. Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang selalu dijadikan pedoman. Baca
penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas finansial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan (finansial) atau besaran
pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
Contohnya: Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar Rp15.000.000 per tahun,
sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan sekitar Rp1.000 000.000 per tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut tentu saja berbeda.
Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua orang tersebut harus
lebih kecil dari pendapatan mereka selama setahun.
2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai dengan
kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak juga tidak boleh menjadi penyebab
merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan
pemerintah bisa membangun negeri ini secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui
skema lain seperti utang luar negeri.
12. Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain itu pemungutan
pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-undang, yaitu:
• Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP).
• Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
• Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa.
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
• Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di Indonesia.
• Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini, pemungutan pajak
di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik pemungutan maupun penggunaan pajak
memang dirancang dari dan untuk masyarakat Indonesia.
13. Asas Pemungutan Pajak di Indonesia
5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib membayar pajak sesuai
ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan asas kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau
berada di Indonesia selama lebih dari 12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini wajib
dikenai pajak selama penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.
6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan berdiri atau tempat
tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan untuk orang yang tinggal dan
bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di Australia, meskipun
secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan sumber pendapatannya Pak Ahmad
tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh pemerintah Indonesia.
7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu Laila merupakan WNI yang
tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah maupun barang yang digunakan Bu Laila tidak
wajib dikenai pajak oleh pemerintah Indonesia. Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam
jangka waktu tertentu, WNA tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang berlaku di negeri ini.
15. Self-Assessment System
Sistem pemungutan pajak pada Self-Assessment System lebih menitikberatkan pada kemandirian wajib
pajak. Artinya, penentuan besar kecilnya pajak terutang yang harus dibayarkan dilakukan secara mandiri
mandiri oleh wajib pajak.
Secara detail, kegiatan seperti menghitung, memperhitungkan, membayar, hingga melaporkan
pembayaran tersebut dilakukan secara aktif oleh wajib pajak. Wajib pajak tersebut akan datang ke
kantor pelayanan pajak (KPP) dan secara bertanggung jawab menginputnya melalui sistem pembayaran
daring yang sudah tersedia saat ini.
Dengan peran aktif dari para wajib pajak, maka fungsi dari pemungut pajak hanyalah mengawasi,
memeriksa, hingga melakukan penyidikan pajak.
Sistem pemungutan pajak ini, biasanya diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) ataupun pajak
pertambahan nilai (PPN). Sistem pemungutan pajak secara mandiri oleh wajib pajak ini tentunya akan
memudahkan pekerjaan para fiskus namun tetap fokus dalam mengawasi pemungutan tersebut.
Peran pengawasan sangat penting mengingat kelamahan pada sistem ini adalah kepercayaan penuh
pada wajib pajak. Tidak jarang wajib pajak akan menyetorkan pajaknya lebih kecil daripada seharusnya.
16. Official Assessment System
Berbeda dengan Self-Assessment System, Official Assessment System lebih menitikberatkan pada
petugas institusi pemungut pajak untuk menentukan besar kecilnya pajak yang harus disetorkan
oleh wajib pajak.
Tentunya pada sistem ini, nominal pajak terutang akan lebih akurat besarannya tanpa ada tujuan
untuk memperkecil atau memperbesar pajak terutang. Official assessment system diterapkan
pada pajak daerah seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan jenis pajak daerah lainnya.
Secara umum terdapat beberapa ciri-ciri Official Assessment System yaitu pertama, wajib pajak
akan bersifat pasif karena sepenuhnya akan dibantu oleh fiskus yang ditunjuk untuk pengelolaan
pajak.
Kedua, pajak yang terutang akan muncul setelah dilakukan penghitungan oleh fiskus yang
diterbitkan melalui Surat Ketetapan Pajak. Terakhir, dengan wajib pajak yang bersifat pasif, maka
pemerintah melalui institusi pemungutan pajak akan memiliki hak penuh untuk menentukan
besaran pajak yang harus dibayarkan oleh WP.
17. Withholding Assessment System
Sistem terakhir dari sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah Withholding Assessment System.
Pada sistem Self-Assessment System dan Official Assessment System, telah kita ketahui bahwa yang
berperan aktif adalah wajib pajak dan petugas pajak. Sedangkan pada Withholding Assessment System,
pihak ketiga adalah pihak yang paling aktif dan memiliki wewenang untuk menentukan besar kecilnya
penyetoran pajak terutang oleh wajib pajak. Para pihak ketiga ini biasanya adalah para bendahara atau
divisi perpajakan perusahaan yang memotong penghasilan karyawan untuk pembayaran pajak.
Untuk jenis pajaknya sendiri adalah PPh Pasal 21, 22, 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Dalam
pemotongannya akan dibuatkan bukti potong yang menjadi lampiran Surat Pemberitahuan (SPT)
tahunan wajib pajak bersangkutan.
Nah, itulah tadi ulasan singkat mengenai sistem pemungutan pajak di Indonesia sekaligus dengan asas
pemungutannya. Pada intinya, ketika wajib pajak bertindak aktif untuk menentukan besaran pajak
terutangnya, maka hal tersebut masuk dalam kategori Self-Assessment System.
Bila petugas pajak atau fiskus yang lebih aktif maka dinamakan dengan Official Assessment System.
Sedangkan apabila pihak ketiga menjadi pihak yang berwenang untuk menentukan besaran pajak
terutang, maka dinamakan Withholding Assessment System.
18. Macam-macam Pajak di Indonesia
Penggolongan Pajak di Indonesia
Berdasarkan penggolongannya pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan pajak
daerah. Pajak Pusat merupakan pajak yang dikelola pemerintah pusat yang diwakili
oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Sedangkan pajak daerah adalah
pajak yang dikelola pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah pemerintah tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang diadministrasikan oleh Dinas/Badan
Pendapatan Daerah setempat.
19. Macam-macam Pajak Pusat
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pungutan yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan
tersebut dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
Subjek PPh sendiri terbagi menjadi dua yaitu wajib pajak dalam dan luar negeri. Menurut
ketentuan perpajakan di Indonesia, mereka adalah pihak yang membayar, memotong, dan
memungut pajak yang terutang atas objek pajak.
Objek PPh merupakan setiap penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak.
Penghasilan tersebut diperoleh wajib pajak dari dalam maupun luar negeri.
20. Berikut ini contoh jenis PPh yang berlaku di Indonesia:
1. PPh Pasal 15
2. PPh Pasal 19
3. PPh Pasal 21
4. PPh Pasal 22
5. PPh Pasal 24
6. PPh Pasal 25
7. PPh Pasal 26
8. PPh Pasal 29
9. PPh Final Pasal 4 ayat 2.
21. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pungutan yang dibebankan atas transaksi jual beli
barang dan jasa yang dilakukan wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam peredarannya, pajak ini dilakukan antara produsen ke
konsumen. PPN juga masuk dalam kategori jenis pajak tidak langsung.
Jadi, yang memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah
produsen. Sedangkan yang berkewajiban untuk membayar PPN adalah konsumen akhir.
Objek pajak atau orang yang dikenakan PPN diatur dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1984 tentang PPN dan perubahannya yakni Undang-Undang 42 Tahun 2009 yang mulai
berlaku sejak 1 Januari 2010.
22. Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1984 tentang PPN disebutkan, pungutan ini
dikenakan atas:
• Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan Pengusaha
• Impor Barang Kena Pajak.
• Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
• Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
• Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam paerah pabean.
• Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
• Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
• Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.Penghasilan
23. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak penjualan yang dikenakan atas
transaksi barang mewah baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Objek PPnBM atau barang yang tergolong dalam barang mewah di antaranya:
• Barang yang bukan kebutuhan pokok.
• Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
• Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.
• Barang yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat yang berpenghasilan tinggi.
24. Bea Meterai
Bea Meterai (BM) merupakan pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen seperti
surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran dan surat berharga yang memuat
nominal uang di atas jumlah dan ketentuan tertentu.
Untuk pelunasan Bea Meterai, kita mengenal dua cara yakni:
• Benda meterai yang merupakan meterai tempel dan kertas meterai.
• Cara lainnya adalah dengan cara yang sudah ditetapkan Menteri Keuangan. Cara ini
menggunakan teknologi pencetakan dan sistem komputerisasi.
Nilai dari Bea Meterai juga terbagi menjadi 2 yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000. Kedua nilai
tersebut digunakan tergantung dari kebutuhannya.
25. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas kepemilikan,
pemanfaatan dan/atau penguasaan atas tanah dan/bangunan. PBB terbagi atas 2 sektor
yakni PBB Sektor P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan yang
diadministrasikan oleh pemerintah kabupaten/kota) dan PBB Sektor P3 (Pajak Bumi dan
Bangunan Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan yang diadministrasikan langsung
oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak).
Pembagian sektor tersebut diatur dalam Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sejak 1 Januari 2014.
26. Berikut ini macam-macam pajak daerah atau pajak yang dipungut pemerintah daerah:
• Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor.
• Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bemotor.
• Pajak Air Permukaan.
• Pajak Rokok.
• Pajak Kendaraan Bermotor.
• Pajak Hotel.
• Pajak Restoran.
• Pajak Hiburan.
• Pajak Reklame.
• Pajak Penerangan Jalan.
• Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan.
• Pajak Parkir.
• Pajak Air Tanah.
• Pajak Sarang Burung Walet.
• Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan.
• Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan.
• Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pedesaan dan Perkotaan.
27. Unsur – unsur Pajak
1. Subjek Pajak
3. Tarif Pajak
2. Objek Pajak
Orang pribadi / Badan hukum
Sesuatu yang dikenakan pajak
Ketentuan besar kecilnya pajak
29. NFT adalah salah satu topik hangat yang diperbincangkan pada awal tahun 2022. Ini
karena salah seorang masyarakat Indonesia berhasil meraih penghasilan tinggi karena
menjual NFT. Apa itu NFT dan bagaimana sistemnya? Lalu, apakah penghasilan dari
penjualan NFT ini dikenai pajak?
30. Apa Itu NFT?
Menjadi populer di awal tahun 2021, NFT telah ada sejak tahun 2014. Lantas, apa itu NFT?
• NFT merupakan singkatan dari Non-Fungible Token. NFT adalah berkas digital yang
identitas dan kepemilikannya unik diversifikasi pada rantai blok (blockchain). Token ini
tidak dapat dipertukarkan.
• NFT umumnya dibuat dengan menggunggah berkas, seperti karya seni digital, ke pasar
lelang.
• NFT adalah aset digital yang berbentuk karya seni maupun barang koleksi yang dapat
dipergunakan untuk membeli sesuatu secara virtual. Karya seni dan koleksi ini dapat
berupa foto, gambar, lagu, rekaman suara, video, permainan, dan sebagainya.
• NFT adalah aset digital yang mewakili barang berharga dengan nilai yang tidak dapat
diganti atau ditukarkan.
Jadi, dalam kalimat sederhana, NFT merupakan aset digital berbentuk karya seni dan
barang koleksi yang berharga dan nilainya tidak dapat ditukarkan. Karya seni tersebut dapat
dapat berupa gambar, foto, lagu, rekaman suara, video, permainan, dan sebagainya.
31. Sistem NFT yang Perlu Dipahami
bagaimana sistem dan cara kerja NFT?
Seperti definisinya, setiap NFT itu unik dan tidak dapat dibagi. Satu NFT hanya dapat dimiliki oleh satu
orang pada satu waktu, dan kepemilikan itu dikelola melalui ID unik dan metadata yang tidak dapat
diduplikat atau digandakan oleh token lain.
NFT merupakan bagian dari blockchain, artinya pemilik NFT dapat memverifikasi bahwa dirinya adalah
pemilik tunggal dari token tersebut.
Setelah membayar, maka tidak ada yang dapat membatalkan hak kepemilikan atas NFT yang telah
dibeli.
Di sisi lain, ketika seseorang ingin menjual NFT, token tersebut harus melalui proses minting NFT
terlebih dahulu. Ini adalah proses pengubahan file digital menjadi aset di blockchain. Semua informasi
mengenai aset tersebut tersimpan ke dalam blockchain.
Kemudian, pembuat NFT harus memiliki akun di marketplace NFT untuk menjual aset digital tersebut.
Perlu diingat bahwa setiap marketplace NFT memiliki aturan transaksi yang berbeda dan penjual harus
memilliki cryptocurrency yang mendukung aktivitas jual-beli di tempat tersebut.
Ketika terjual, sebagian NFT akan menghasilkan royalti pada penciptanya. Namun, ini masih sebuah
konsep yang sedang dikembangkan
32. Kelebihan Non-Fungible Token
Ada berbagai kelebihan yang membuat NFT semakin digandrungi masyarakat, di
antaranya:
• Hak cipta aset hanya dapat dipegang dan dikelola oleh pemilik aset.
• Aset digital NFT tidak dapat dipalsukan dan langka.
• Keamanan yang tinggi terhadap aset digital.
• Aset digital bersifat kekal dan hak kepemilikan tidak dapat dibatalkan.
• Nilai aset yang tinggi sehingga mudah untuk menjualnya kembali.
33. Perbedaan NFT dan Cryptocurrency
NFT dan cryptocurrency, keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Pada dasarnya,
NFT merupakan aset yang berkembang dari cryptocurrency, namun dengan tujuan
dan penggunaan yang berbeda.
Sesuai maknanya, NFT hanya dibuat satu kali dan tidak dapat ditukar dengan objek
lainnya meski memiliki nilai serupa.
Selain itu, NFT memiliki informasi tentang aset digital itu sendiri sehingga
membuatnya unik.
Sedangkan cryptocurrency adalah aset digital yang dirancang untuk bekerja sebagai
media pertukaran, menggunakan kriptografi yang kuat untuk mengamankan transaksi
keuangan, mengontrol proses pembuatan unit tambahan, dan memverifikasi transfer
aset.
Dalam kalimat sederhana, cryptocurrency adalah mata uang yang memiliki kripto yang
yang berfungsi untuk melindungi dan menjaga keamanan mata uang digital ini.
34. Pajak NFT, Apa Ada?
Tentu saja, penjualan NFT akan memberikan penghasilan bagi pemiliknya. Lantas, apakah penghasilan
penghasilan tersebut dikenakan pajak?
Ditjen Pajak menyatakan bahwa penghasilan dari penjualan NFT dikenakan pajak. Pernyataan ini
dilandasi dengan UU PPh pasal 4 ayat (1), yang kemudian diganti oleh UU HPP, yang secara singkat
berbunyi bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik
pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan merupakan objek pajak.
Laba atas penjualan NFT dan aset digital kripto lainnya termasuk ke dalam objek pajak karena diyakini
diyakini menambah kekayaan penjualnya. Aset digital ini termasuk bagian dari investasi sehingga dapat
dapat dikategorikan ke dalam harta kode 039, yaitu investasi lain.
Lalu, berapa tarif pajak NFT? Sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan regulasi khusus
mengenai perlakuan pajak atas NFT maupun cryptocurrency lainnya. Namun, laba yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi atas kepemilikan aset kripto dikenai pajak penghasilan dengan tarif progresif
progresif yang ditetapkan pada UU HPP.
Laba atas penjualan NFT ini harus dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh orang pribadi.