rpl bidang karir yang bertemakan tentang menjadi wirausaha yang sukses mengajarkan kita untuk terus berjuang maju dan terus untuk memberikan inovasi yang baru di biang usaha
Alhamdulillah setiap tahun Pemuda/i Panitia PHBI Miftahul Fallah menyelenggarakan acara Isra Miraj Nabi Muhammad SAW dan Santunan Anak Yatim-Piatu serta dhuafa bersama jamaah dan warga sekitar,
Maka tahun ini, kami bersinergi dengan mempersembahkan :
#TablighAkbarIsraMiraj
#SantunanAnakYatim-Piatu-Dhuafa
pada Sabtu, 20 April 2019. Bertempat di Majelis Ta'lim Miftahul Fallah
Pademangan Barat
Yang insya Allah diisi oleh :
- Hadroh
- Kreatifitas santriawan/i
- Ceramah Agama oleh Habib Mahdi bin Abdurrahman Al-Attas dan Ustadz Haikal Hassan
Yuk kontribusi dan support dalam acara ini
#PecintaYatimPiatu
#PecintaDhuafa
#PecintaRosul
#sholawat
=====================
Instagram : @miftahulfallah_official
#DoaKami
Yaa.. Allah... Kabulkanlah segala hajat hamba-Mu yang bantu gerakan berbagi, meski dia hanya sebarkan / #REPOST broadcast ini... aamiinn...
rpl bidang karir yang bertemakan tentang menjadi wirausaha yang sukses mengajarkan kita untuk terus berjuang maju dan terus untuk memberikan inovasi yang baru di biang usaha
Alhamdulillah setiap tahun Pemuda/i Panitia PHBI Miftahul Fallah menyelenggarakan acara Isra Miraj Nabi Muhammad SAW dan Santunan Anak Yatim-Piatu serta dhuafa bersama jamaah dan warga sekitar,
Maka tahun ini, kami bersinergi dengan mempersembahkan :
#TablighAkbarIsraMiraj
#SantunanAnakYatim-Piatu-Dhuafa
pada Sabtu, 20 April 2019. Bertempat di Majelis Ta'lim Miftahul Fallah
Pademangan Barat
Yang insya Allah diisi oleh :
- Hadroh
- Kreatifitas santriawan/i
- Ceramah Agama oleh Habib Mahdi bin Abdurrahman Al-Attas dan Ustadz Haikal Hassan
Yuk kontribusi dan support dalam acara ini
#PecintaYatimPiatu
#PecintaDhuafa
#PecintaRosul
#sholawat
=====================
Instagram : @miftahulfallah_official
#DoaKami
Yaa.. Allah... Kabulkanlah segala hajat hamba-Mu yang bantu gerakan berbagi, meski dia hanya sebarkan / #REPOST broadcast ini... aamiinn...
1. Hikmah dan Manfaat Pernikahan.
Segala hukum dalam syariat Islam, baik perintah maupun larangan, kewajiban maupun
sunnah memiliki hikmah, faedah serta manfaat yang besar baik bagi insan pelaku secara
individu maupun masyarakat secara universal, dan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Bagitu juga pernikahan (perkawinan) dalam agama Islam, banyak memiliki hikmah dan
manfaatnya, tentunya jika dilakukan secara sah dan benar disertai maksud menjalankan
ibadah, jauh dari tujuan-tujuan yang diluar dari yang telah ditetapkan oleh ajaran agama. Di
antara hikmah dan manfaat pernikahan adalah sbb:
Pertama: Meneruskan Keturunan (Anak).
Meneruskan keturunan (anak) untuk melestarikan eksistensi jenis manusia dengan cara yang
sah, dan sempurna. Sebagai estapet tugas sebagai (Khalifah Allah swt) di muka bumi, untuk
memelihara dan membangun dunia.
Sebenarnya bisa saja meneruskan keturunan tanpa adanya ikatan perkawinan antara laki-laki
dan perempuan seperti yang dilakukan hewan atau sebagian orang tanpa adanya ikatan nikah
yang syah, hidup bersama atau istilah “kumpul kebo”.
Namun, Allah swt dengan rahmat-Nya menghormati dan memuliakan manusia serta
membedakan dengan makhluk-makhluknya yang lain, maka disyariatkannya pernikahan
untuk merealisasikan pelestarian jenis manusia dalam bentuk dan cara yang begitu
sempurnanya.
Meneruskan keturunan (anak) merupakan tujuan dan manfaat utama perkawinan,
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, saat
mengatakan:” Faedah pertama yaitu anak. Faedah ini merupakan dasar disyariatkannya nikah,
maksudnya adalah untuk meneruskan keturuan dan janga sampai dunia ini kosong dari jenis
manusia, rasa syahwat kebutuhan biologis diciptakan hanyalah sebagai alat pendorong untuk
faidah tersebut….([1])
Untuk mencapai mengharapkan anak dalam suatu perkawinan dapat dijadikan sebagai upaya
pendekatan kepada Allah SWT (qurbah) dengan 4 cara: yaitu:([2])
1. Dorongan dan harapan kecintaan Allah SWT dalam mencari (berupaya) meneruskan
keturunan (anak) guna melestarikan jenis manusia di muka bumi;
2. Mengharapkan kecintaan Rasul SAW dimana beliau berbangga dengan banyaknya
kuantitas umat, dalam sabdanya,”Kawinlah dan berketurunanlah saya bangga mempunyai
umat yang banyak pada hari kiamat”; ([3])
3. Mengharapkan keberkahan doa anak yang shaleh setelah kematiannya;([4])
4. Mengharapkan syafaat dari anak kecil yang wafat sebelum wafat orang tuanya.
Kedua: Benteng Bagi Suami Istri.
Perkawinan merupakan benteng atau tameng bagi suami istri untuk jatuh dalam kenistaan
menyalurkan kebutuhan biologi syahwat pada jalan yang tepat serta dapat membantu dalam
menjaga pandangan terhadap yang dilarang Agama. Sebagaimana disebutkan dalam hadits
sebelumnya bahwa Rasul SAW bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu
ada yang mampu untuk berumah tangga (nikah), hendaklah ia nikah, karena nikah itu akan
lebih menjaga pandangan dan akan lebih memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum
mampu nikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat tameng pelindung”.
Ketiga : Penghibur Jiwa Bagi Kedua Pasangan.
Saling menghibur antara suami istri akan membuahkan kenyaman, ketentraman dan
ketenangan jiwa. Hal tersebut dapat menghilangkan rasa kejemuan dalam tugas dan
kehidupan.
2. Tidak hanya itu, kedua pasangan dapat menyalurkan keinginan fitrah yang diberikan Tuhan.
Karenanya, disyariatkan akad pernikahan yaitu (termasuk) untuk memenuhi kebutuhan
biologis antara suami istri. Dalam kaitan ini agama Islam menyalurkan hasrat tersebut dengan
cara yang terhormat, dan menjadikan pernikahan sebagai bagian dari ibadah. Lebih dari itu,
agama Islam bahkan melarang manusia untuk tabattul (membujang) terus.
Keempat : Saling Kerjasama Dalam Tugas Rumah Tangga.
Dalam hidup rumah tangga yang ada hanyalah saling kerjasama dan bantu membantu dalam
urusan rumah tangga (keluarga). Masing-masing pihak mempuyai tugas, hak dan kewajiban
masing-masing. Istri akan tenang bekerja mengatur urusan rumah, dengan kemampuan yang
terbatas yang ia miliki.
Suami yang bertugas bekerja mencari nafkah juga dapat bertugas dengan tenang. Kendatipun
demikian, ia juga diminta untuk dapat membantu pekerjaan rumah sesuai yang dapat
dikerjakan. Baginda Rasulullah saw, manusia agung pilihan Tuhan, kerap kali membantu
tugas-tugas para isteri beliau.
Tugas tugas rumah tangga bukan hanya milik ibu rumah tangga (istri). Tugas tersebut harus
dilakukan bersama. Suami yang memiliki kekuatan fisik yang lebih besar dibanding istri
diharapkan dapat membantu pekerjaan rumah tangga. Dengan demikian tugas-tugas rumah
tangga dapat dilakukan akan menjadi ringan, terutama jika dilakukan dengan niat amal
ibadah.
Kelima : Saling Nasihat Dalam Ketaatan dan Taqwa.
Dalam kehidupan berkeluarga seorang suami berkewajiban untuk mengajak istri dan anak-
anak untuk senantiasa taat dan takwa kepada Pencipta. Selalu mengajak dan mengingatkan
untuk menunaikan kewajiban-kewajiban agama sebagaimana firman Allah swt:
﴿َكَلْهَأ ْرُمْأ َوىَوْقَّتلِل ُةَبِقاَعْلا َو َكُقُزْرَن ُْنحَن اًقْز ِر َكُلَأْسَن ال اَهْيَلَع ْرِبَطْصا َو ِةَّالصالِب﴾
Artinya,”Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya.” (QS. Tahaa: 132)
Tentunya manusia juga diharapkan untuk bersabar dalam melakukan kewajiban-kewajiban
ibadah lainnya, serta bersabar untuk mengajak keluarga dalam menunaikan ibadah-ibadah
tersebut. Juga dalan ayat yang lain Allah SWT berfirman:
﴿ْهَأ َو ْمُكَسُفْنَأ واُق واُنَمآ َينِذَّلا اَهُّيَأ اَيْمُه َرَمَأ اَم َ َّاَّلل َُونصْعَي ال ٌدَادِش ٌظالِغ ٌَةكِئالَم اَهْيَلَع ُةَارَج ِحْلا َو ُاسَّنال اَهُدوُقَو ا ًارَن ْمُكيِل
َونُرَمْؤُي اَم َونُلَعْفَيَو﴾
Artinya:,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At.Tahrim: 6)
Tidak hanya itu, istri juga diminta untuk dapat memberikan nasihat kepada sang suami
sekiranya melihat suami “menyimpang” dari ketaatan dan ketakwaan. Diharapkan agar
senantiasa kerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan tersebut terus terjalin dalam hubungan
suami istri (rumah tangga).
Keenam : Memperluas Jaringan Kerabat dan Persaudaraan.
Dengan adanya ikatan tali perkawinan maka keluarga akan memiliki jaringan kerabat dan
keluarga baru yang meluas dan meluas. Hal ini sesuai dengan semangat syariat yang
menganjurkan untuk saling kenal mengenal Allah SWT berfirman:
﴿واُفَارَعَتِل َلِئاَبَقَو ًابُوعُش ْمُكاَنْلَعَجَو ىَثْنُأ َو ٍَركَذ ْنِم ْمُكاَنْقَلَخ اَّنِإ ُاسَّنال اَهُّيَأ اَي﴾
Artinya:” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal”. (QS. Al-Hujaraat: 13)
Dengan adanya ikatan tali perkawinan akan menambah dan menyatukan dua keluarga, serta
mempererat hubungan saling kasih sayang antara kedua keluarga.
3. Sebenarnya manfaat dan hikmah perkawinan sangat luas dan banyak, apa diketengahkan
hanyalah sekelumit diantara manfaat dan hikmah tersebut.
([1]) Ihya Ulumuddin, Abu Hamid al-Ghazali: 2/22.
([2]) Mukhtashar Minhaj alQashidin, Ibn Qudamah alMaqdisi: 76 .
([3])Tentunya hadits ini tidak dipahami secara kasat mata bahwa Rasul SAW hanya
menginginkan kwantitas umat yang banyak. Yang dimaksud Rasulullah SAW adalah
manusia muslim banyak dan berkualitas sebagaimana terdapat dalam makna hadits yang lain
seperti sabda beliau yang mencela manusia-manusia muslim yang hanya banyak tapi seperti
ombak di lautan. Juga pencelaannya terhadap muslim yang lemah dan memuji muslim atau
mukmin yang kuat saat mengatakan ,” mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang
lemah. Tentunya kuat dalam segala hal.
([4]) Sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasul SAW
bersabda: Jika anak Adam meninggal dunia, terputus semua amalnya kecuali tiga hal:
Sedekah yang terus mengalir, Ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakannya”.
Shahih Muslim, Kitab Wasiat, Bab: Ma yulhaq al insan mi alstawab ba’da wafatihi, No.
1631.Ihya Ulumuddin, Abu Hamid al-Ghazali: 2/22.