1. HALALKAN DIA UNTUKKU
KARYA : HENI HANDAYANI
Semua ini sungguh di luar kendaliku. Aku tak pernah menduga
kalau aku akan mencintai seseorang yang lebih pantas disebut sebagai
muridku. Aku tahu cinta tak pernah salah. Namun, hatiku berkata lain. Aku
telah salah. Apakah benar aku salah ? tapi, aku tak dapat mengingkari apa
yang aku rasa. Aku merasa nyaman terhadapnya. Aku merasa leluasa
untuk mencurahkan keluh kesahku dengannya. Tapi….aku seorang
pengajar. Aku tak pantas mencintainya. Sejak kecil aku memang bercita-
cita ingin menjadi guru. Dan saat inilah cita-citaku itu menjadi nyata. Kini
aku mengajar di salah satu SMA Negeri di daerahku. Ku akui memang aku
puas dengan apa yang telah aku capai. Terlebih lagi banyak siswa yang
dekat denganku. Itu artinya mereka menghargaiku sebagai guru mereka.
Namun, semua itu terganjal oleh rasa bersalahku terhadap perasaan yang
seharusnya aku hindari.
Semuanya berawal ketika aku harus mengerjakan tugas kuliahku.
Pada mata kuliah tersebut, diharuskan membawa lima anak sekolah yang
akan dijadikan testi dalam psikotes. Awalnya aku kebingungan mencari
testi karena aku tak punya relasi anak sekolah. Selain itu, aku disini
tinggal di tempat kos. Jadi yang ku kenal anak kuliahan dan sebagian
orang yang telah bekerja. Beruntunglah aku ketika salah seorang anak SMP
ysng sempat ku temui dulu menawarkan bantuan padaku. Dia memberiku
salah satu anak kelas IX yang memang sesuai dengan apa yang aku cari.
Aku sungguh tak menduga semua ini. Orang yang tak kuharapkan justru
datang saat aku membutuhkannya.
2. Singkatnya melalui nomor siswa itulah kini aku mengenal sosok
Keenan. Dialah sosok yang kini telah memenjarakan hatiku. Aku tak punya
alasan yang kuat mengapa aku dapat terjerat kedalamnya. Bahkan rasa ini
begitu dalam dan begitu kuat sehingga aku tak kuasa melawannya.
Awalnya rasa ini hanya empati. Aku hanya bermaksud untuk berlatih
berempati pada orang lain. Apalagi dia adalah korban perceraian orang
tuanya. Lebih tepatnya bukan perceraian, melainkan korban keegoisan orang
tuanya. Dapat kukatakan demikian karena sampai sekarang kedua orang
tuanya memang belum bercerai secara sah. Namun, mereka telah memiliki
pasangan masing-masing karena ingin mencari kebahagiaan duniawi.
Semua itu mereka lakukan tanpa menghiraukan keadaan Keenan dan
adiknya, Bima. Kini mereka tinggal bersama nenek dan kakeknya yang
telah renta. Dari perasaan empati itulah kini tumbuh menjadi perasaan yang
aku sendiri yang tak dapat mengartikannya.
Kadang aku menyimpan penyesalan dalam hatiku. Mengapa aku
mengambil pendidikan Bimbingan dan Konseling ? Semua itu telah
menjadikanku sebagai sosok yang mudah berempati dan kini telah terjebak
olehnya. Namun, tak seharusnya aku mengumpat semacam itu. Melalui
jurusan itu, kini aku telah meraih apa yang daku cita-citakan dulu. Kini
aku menjadi guru dan semua orang yang mengenalku selalu menyapaku
dengan sapaan “Bu”. Bukankah itu yang dulu ku inginkan ? Sudahlah
untuk masalah ini tak butuh penyesalan, tetapi butuh penyelesaian. Tapi alu
tak tahu jalan mana yang harus ku tempuh. Aku takut kehilangannya.
Aku tahu ini tak rasional, tapi…….ah, aku tak tahu harus bersikap
bagaimana terhadapnya.
Pertemuanku dengannya kini semakin jarang. Ini memang tak dapat
dihindari lagi. Kini aku mengajar di daerahku, Jepara. Smentara dia masih
harus menyelesaikan pendidikannya di salah satu SMA Negeri di kabupaten
3. Kudus. Aku berharap dengan keadaan seperti ini aku akan dapat
melupakannya dan mencoba bangkit untuk menempuh jalan yang
seharusnya pantas untukku. Satu bulan berlalu, komunikasi antara aku
dan dia masih lancar. Bahkan lebih lancar karena kami saling memendam
rindu. Dua bulan, tiga bulan, empat bulan berlalu, aku tak tahu lagi
bagaimana arah hubunganku dengannya. Kami semakin sering bertengkar
dengan masalah yang beragam. Apalagi aku sudah tak pernah lagi
mengunjunginya karena aku tak punya alasan lagi untuk bertolak ke
Kudus. Inilah yang menjadikan hubungan kami semakin parah. Sering aku
termenung ketika pertengkaran itu terjadi. Bukankah aku ingin segera
mengakhiri kisah cinta konyol ini ? Tapi mengapa hatiku semakin sakit ?
Melihatku yang akhir-akhir ini sering termenung, orang tuaku
berniat untuk mendekatkanku pada salah seorang lelaki yang mereka kenal.
Resnu namanya, pemuda ini santun, berpendidikan tinggi, terlebih lagi di
dukung dengan wajahnya yang rupawan. Inilah yang membuat orang
tuaku tak henti-hentinya memuja guru yang satu ini. Ya, dia seorang guru,
seprofesi denganku. Menurut orang tuaku dia cocok denganku karena
mereka beranggapan kami sama-sama guru, tentulah punya jalan pikiran
yang sama. Ya, benar sekali. Pemikiran kami memang sama, tetapi dalan
mendidik siswa. Tapi untuk dipersatukan dalam suatu hubungan, aku tak
yakin kami sejalan. Aku masih belum terlau mengenalnya. Sesungguhnya
bukan karena aku belum mengenalnya, melainkan karena kini perhatianku
masih tertuju pada sosok siswa SMA yang sampai kini masih mengaharap
kedatanganku.
Setiap handphoneku bordering, aku tak kuasa untuk menyentuh
apalagi membaca SMS di dalamnya. Hampir dapat ku pastikan SMS itu
dari Keenan. Hatiku terasa kaku, sakit rasanya. Hampir setiap hari SMS
itu datang, dan tertulis kkata-kata mesra.
4. Sayang, jangan lupa makan ya. Aku tahu kamu sibuk, nggak
dibalas juga nggak apa-apa. Yang penting kamu nggak ngelupain aku.
Karena ku nggak akan ngelupain kamu, nggak akan pernah. Dah dulu ya,
aku dah masuk nih. Doain aku biar cepet lulus dan bisa mewujudkan impian
kita. Love u sayang…………..
Begitu berdosanya aku telah membohonginya. Dan begitu merananya
dia ketika tahu bahwa alasanku tak membalas SMSnya bukkan karena ku
sibuk, melainkan karena ku ingin hubungan ini segera berakhir. Tapi aku
tak sanggup mengakhirinya. Sebenarnya dengan cara mengurangi
komunikasi seperti ini, ku harap dia akan menjauhiku dan melupakanku.
Tapi, ini semua justru membuatnya semakin perhatian padaku. Aku tak
kuasa melukainya. Tapi apa yang harus kulakukan ? Dia masih belia, aku
tak mungkin bersamanya. Memang dulu kami pernah punya impian untuk
bersama. Tapi, ku rasa semua itu semu dan tak mungkin terwujud.
Keadaanku semakin terpuruk. Rimbi yang dulu ceria dan enerjik
kini tak ada lagi. Kata rekan-rekanku kini tubuhku terlihat pucat. Kadang
mereka khawatir terhadapku sehingga tak memberiku tugas yang berat.
Melihat keadaanku yang demikian ini, orang tuaku pun berencana
menikahkan aku dengan Resnu. Aku tak tahu mengapa mereka langsung
berencana demikian. Dalam keadaan yang tak tentu seperti ini, aku
langsung menyetujui rencana ini. Aku tahu bahwa ada lubang di hatiku
yang ku rasa kini semakin menyakitkanku. Ditambah lagi, setiap pagi
SMS dari Keenan yang menyanbutku pagiku dengan kata-katanya yang
mesra.
Sayang……met aktivitas ya. Love u….
Dia masih mencintaiku dan mengharap kedatanganku. Aku tak
kuasa menahan air mataku. Ingin aku berteriak dan berkata padanya
5. “Keenann……lupakan aku. Aku akan menikah.” Tapi, aku tak mampu
untuk melakukannya. Aku tak ingin menyakitinya. Aku ingin selalu
menjaga perasaannya dan ingin hidup dengannya. Ya, aku mencintainya.
Namun, apa kata orang tuaku kalau aku menolah menikah Karenna pacaran
dengan anak SMA ? Apakah itu bukan alasan konyol ? Dapat ku pastika
mereka tak kan menerima alasan itu.
Pernikahanku kurang satu bulan lagi. Namun, aku belum bisa
menumbuhkan rasa cinta pada Resnu. Sampai pada suatu sore, ibu
menyuruhku untuk mengantarkan kolah pisang ke rumahnya. Memang
agak jauh sehingga untuk sampai aku harus menempuh perjalanan selama
30 menit. Sesampainya disana, aku tertegun sejenak. Kulihat dua anak
perempuan tengah bermain boneka. Siapa mereka ? Katanya Resnu anak
tunggal, jadi tak mungkin mereka kemenakannya. Lalu siapa ? Dengan
hhati penuh Tanya ku langkahkan kakiku menuju rumah. Ketika aku
mengetuk pintu, ternyata yang membuka seorang wanita. Dia begitu ramah
dan cantik.
“Eh, Mbak Rimbi ya ?” Sapanya.
“Ya. Lho kok sudah tahu Mbak ?” Tanyaku penasaran
“Mas Resnu yang cerita. Mari masuk Mbak.” Jawabnya sembbari
membimbingku masuk.
“Ow…begitu ya Mbak. Kalau boleh tahu yang di luar itu siapa yang Mbak.
Lucu-lucu sekali.” Kataku
“Wah, terima kasih Mbak. Mereka anak saya, Hasna dan Ajeng. Kira-kira
mirip saya atau mas resnu Mbak ?” Tanya wanita itu.
6. “Ya mirip Mbak to ya. Masak mirip mas Resnu Mbak. Memangnya dia
siapanya ?” jawabku dengan nada bercanda.
“Lho Mbak Rimbi ini bagaimana, dia kan ayahnya mereka. Mas resnu belum
cerita ya Mbak ?”
Deg……..jadi Resnu sudah beristri ?
“Ya, Rimbi. Mereka anakku, dan ini istriku, Dina. Orang tuamu sudah tahu
mengenai ini. Tapi ketika aku meminta mereka untuk menjadikanmu istri
keduaku, mereka menyetujuinya. Jadi ku kira kau tak perlu kaget
mendengarnya.” Kata Resnu santai
Jadi, orang tuaku ingin menikahkanku pada orang yang telah
beristri. Serendah itukah aku ? Apakah sudah tak ada lagi lelaki lajang
yang mau denganku ? Seberapa hinanya diriku. Setibanya di rumah aku
segera berkata pada orang tuaku untuk membatalkan rencana konyol ini.
Mereka diam, mungkin mereka merasa dan mengakui kesalahan fatal ini.
Sejak kejadian itu, aku tak memikirkan kapan aku akan menikah.
Orang tuaku kadang mendatangkan lelaki untuk mendekatiku. Namun,
aku tak percaya lagi. Aku masih ingin sendiri.
Tiga tahun ku lalui dengan kesendirian. Hanya SMS Keenan yang
masih setia menyapaku ketika bangun tidur. Banyak bahkan semua teman
seusiaku telah berumah tangga. Tapi, aku tak kunjung merencakan hal itu.
Sempat terbesit niat untuk itu. Tapi….tak berapa lama, ku urungkan
kembali. Pagi ini begitu cerah, sang surya menyapaku begitu lembut. Hari
ini adalah hari Minggu sehingga aku dapat beristirahat di rumah seharian.
7. Ketika sedang menikmati acara kartun kesukaanku, terdengar orang
mengucapkan salam. Jantungku kian tak menentu mendengar suara itu.
Perlahan ku langkahkan kakiku yang bergetar kencang. Aku yakin itu dia.
Tapi…..ku buka pintu kayu di rumahku. Memang dia, senyumnya kini
menyapaku. Jelas di depanku.
“Keenan…” kataku tertegun
“Ya sayang. Ini aku. Aku rindu padamu. Eh, aku boleh masuk nggak nih ?”
Balasnya dengan senyum menawan.
“He’em…..masuklah.” Kataku dengan nada masih tak percaya.
“Sayang, aku telah tahu apa yang terjadi selama ini. Ibumu telah
menceritakannya. Bahkan beliau yang mengundangku kesini. Lagi pula
banyak sekali sesuatu yang harus ku katakana padamu.” Katanya
“Ya, aku sudah tahu. Aku tahu bahwa kau akann meniggalkanku. Kau
kecewa padaku.” Balasku sambil menahan air mata.
“Kali ini kita tak sehati sayang. Bukan itu yang ingin aku katakan.
Dengarkan aku dulu ya. Aku ngin bertemu ayahmu. Ada yang ingin ku
katakan padanya.” Katanya sambil menatap lekat mataku.
Seperti telah dikomando, ayah dan ibu pun masuk ke ruang tamu.
Sebagaimana yang ia katakan tadi, Keenan pun menjabat tangan ayah dan
mengatakan maksud kedatangannya.
“Pak, sebagaimana yang telah saya katakana di telpon tadi malam, bahwa
kedatangan saya kesini kkarena saya ingin meminta, HALALKAN DIA
UNNTUKKU pak.” Katanya dengan mantap.
8. “Ya,Nak. Aku tahu, kamu orang yang selama ini ditunggu anakku.” Jawab
ayah.
Hatiku bergemuruh, seakan tak percaya. Meneteslah air mata bahagia
yang telah lama tak membasahi pipiku. Aku akan menikah…menikah
dengannya. Orang yang aku tunggu. Kisah cinta yang ku pikir konyol,
kini menjadi nyata. Aku…tak kuasa mengungkapkan betapa bahagianya
hatiku pagi itu. Hanya surya yang bersinar dan angin yang mendesir yang
dapat mengisyaratkan perasaanku.