1. Dokumen tersebut membahas empat butir mutiara indah dalam surat Al Qashash ayat 77 yang dapat dijadikan pedoman hidup, yaitu (1) mengejar kebahagiaan akhirat, (2) tidak melupakan kehidupan duniawi, (3) berbuat baik kepada orang lain, dan (4) tidak merusak bumi.
Empat butir mutiara indah dalam surat al qashash 77
1. EMPAT BUTIR MUTIARA INDAH DALAM SURAT AL QASHASH 77
Oleh : Drs. H. WINARTO, M.M.
Kepala badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Kabupaten Tulungagung
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna di antara makhluk -
makhluk ciptaan Allah. Kepada manusia diberikan potensi (kelebihan) seperti fisik
yang sempurna, akal, batin, hati dan perasaan yang tidak dimiliki oleh makhluk -
makhluk lain. Inilah sebabnya manusia memperoleh amanah sebagai Khalifah
Allah di bumi. Surat Al Baqarah ayat 30 menyatakan :
Artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Tugas atau fungsi sebagi khalifah Allah di bumi ini merupakan wujud
apresiasi Allah kepada manusia. Tentunya tugas ini menuntut konsekuensi dan
tanggungjawab dalam pelaksanaanya. Karena itu, manusia harus sungguh -
sungguh dan ikhlas dalam mengemban tugas berat ini.
Dalam kapasitas sebagai khalifah Allah di bumi, manusia harus berupaya
secara maksimal untuk menjaga keberadaan alam semesta / jagat raya ini.
Manusia juga harus bisa saling menjaga, memelihara, dan menghormati makhluk -
makhluk lain selain dirinya. Hal demikian perlu diperhatikan agar terjadi kelestarian
alam semesta dan harmoni kehidupan.
Sebagai makhluk paling sempurna ciptaan Allah, manusia memiliki
kewajiban kepada Allah tetapi juga memiliki hak. Di antara kewajiban yang harus
2. dilakukan yaitu berbakti / mengabdi kepada-Nya. Firman Allah dalam Surat Adh
Dhariyat (56), menyatakan :
Artinya, “Tidaklah ku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi / beribadah
kepadaku”. Sementara itu manusia juga memiliki hak yaitu hak untuk memohon,
meminta, mengeluh kepada-Nya. Firman Allah dalam Surat Al Mu’min ayat 60,
Yang artinya : Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri
dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
Di samping kewajiban dan hak kepada Sang Pencipta, manusia juga
memiliki kewajiban dan hak kepada sesama manusia, bahkan kewajiban dan hak
kepada makhluk lain selain manusia. Kewajiban dan hak ini perlu dijaga
keseimbangannya sehingga tercipta harmoni dalam hidup dan kehidupan.
Dalam rangka melaksanakan amanah sebagai khalifah Allah di bumi, kita
memerlukan pedoman sebagai referensi. Salah satu referensi yang luar biasa
lengkap (walaupun hanya satu ayat) yaitu Surat Al Qashash 77, yang berbunyi :
Artinya, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
3. (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.
Di dalam Surat Al Qashash 77 tersebut terdapat 4 (empat) pokok pikiran
yang merupakan butir – butir mutiara indah dan dapat kita jadikan sebagai
pedoman / tuntunan dalam hidup dan berkehidupan. Butir – butir mutiara indah
dalam Surat Al Qashash 77 tersebut adalah sebagai berikut :
1. Butir Mutiara Indah Pertama
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat”.
Pokok pikiran ini memberikan petunjuk kepada manusia agar mencari /
mengejar kebahagiaan abadi di akhirat yang berupa Jannatun Naim. Orang
Jawa sering berkata dengan ungkapan yang singkat tetapi penuh makna,
“Urip iku mung mampir ngombe”. Artinya hidup dan kehidupan di dunia itu
hanya sementara dan sangat singkat. Filosofi ini memberikan arahan bahwa
sehabis kehidupan di dunia masih ada kehidupan yang kekal yaitu di alam
akhirat. Dan kehidupan yang ditunggu – tunggu di akhirat ini tidak lain adalah
Surga Allah yang di bawahnya mengalir sungai – sungai. Itulah sebabnya
Orang Jawa menyebut orang yang telah meninggal itu sebagai “Jenat”,
berasal dari Bahasa Arab yaitu Jannah yang artinya Surga. Dalam Bahasa
Jawa yang halus (kromo inggil), orang yang meninggal disebut sebagai
“Suargi” (Surga), seperti : Suargi Mbah Kromo, Suargi Mbah Bejo, dst. Dengan
demikian secara tidak langsung tercermin cita – cita / keinginan nenek
moyang kita dahulu yaitu untuk mencapai kehidupan abadi di Surga. Allah
telah berjanji bahwa bagi orang – orang yang beriman dan berbuat kebajikan
telah disediakan surga yang di dalamnya mengalir sungai – sungai, setiap
mereka diberi rizki buah - buahan dalam surga - surga itu, serta di dalamnya
ada isteri - isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya, seperti yang tersebut
dalam Surat Al Baqarah ayat 25.
4. Setiap orang ingin mencapai surga Allah. Untuk mencapainya tidaklah
mudah. Rukun Islam yang ada 5 (lima) merupakan bentuk ibadah yang harus
dilakukan. Itu saja tidaklah cukup. Banyak hal yang harus dilakukan dan
banyak pula hal yang harus ditinggalkan, sesuai dengan syariat agama.
Bahkan tutur kata, sikap, perilaku dan perbuatan kita bisa dengan mudah
mengantarkan atau menggagalkan kita untuk mencapai Surga Allah. Satu hal
yang pasti bahwa semuanya menjadi otoritas Al Khaliq. Sering terjadi apa
yang ditentukan oleh manusia tidak selalu sama dengan ketentuan Allah.
Budayawan Emha Ainun Nadjib bahkan memberikan syair “Tombo Ati”
yang isinya sebagai berikut :
“Tombo ati iku limang perkara
Kaping pisan, maca Qur’an sakmaknane
Kaping pindo, Sholat wengi lakonono
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat, weteng kudu betah luwe
Kaping lima, dzikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine sopo biso ngelakoni
Insya Allah Gusti Pangeran ngijabahi”
Yang artinya :
“Ada lima obat penentram jiwa
Yang pertama, membaca Al Qur’an dengan menyelami maknanya
Yang kedua, Sholat malam lakukanlah
Yang ketiga, berkumpul dengan orang shaleh
Yang keempat, perut harus tahan lapar
Yang kelima, dzikir malam yang lama
Salah satunya siapa bisa menjalankan
Insya Allah, Allah SWT akan mengabulkan”
5. Syair yang digubah dan dikumandangkan oleh Emha Ainun Nadjib
tersebut sebenarnya bukan saja untuk memperoleh ketenangan hati / jiwa di
dunia saja, akan tetapi juga merupakan jalan menuju Surga Allah. Syair
tersebut sederhana tetapi maknanya sangat luar biasa, sangat dalam. Apalagi
kalau dilagukan dengan iringan musik, syair tersebut betul – betul bisa
membuat ketenangan hati dan jiwa pendengarnya.
Sementara itu, El Hakim (Abu Hanifah) lewat puisinya menyatakan
bahwa untuk mencapai surge tidaklah mudah, harus melalui proses
pendekatan diri kepada Allah. Puisi yang berjudul “Pertemuan” karya El Hakim
berikut ini memberikan gambaran tentang hal tersebut.
“PERTEMUAN”
Meniti tasbih
Malam pelan – pelan dan burung pedasih
Menggaris gelap di kejauhan
Kemudian adalah pesona
Wajah-Nya tersandar ke kaca jendela
Memandang kita
Memandang kita lama - lama
“ Demikianlah Nabi telah dititahkan
Demikianlah sunyi telah diturunkan
Dan demikian pula, manusia dikirim ke bumi
yang terbentang dari surga
yang telah ditutupkan “
Dan kini tinggalah cinta yang memancar
Dari sunyi balik kaca jendela
Secara singkat puisi tersebut mengandung makna bahwa seseorang
yang ingin berjumpa dengan Tuhan harus mau berdzikir, bermunajat,
bermujahadah. Setelah itu, baru Allah memberi tahu manusia bahwa
segalanya adalah kehendak Illahi. Dan pada akhirnya adalah sebuah
pertanyaan bagi manusia (kita), “dapatkah kita mencapai Surga ?”
6. 2. Butir Mutiara Indah Kedua
“Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi”.
Dalam kehidupan sehari – hari sering kita jumpai nasihat “eling akhirat
aja lali donyane”. Kalau kita jabarkan dan kita kembangkan, perintah Allah
tersebut sangat luar biasa. Di dalamnya terkandung perintah agar manusia
tidak hanya mencari bekal akhirat, tetapi juga bekal hidup di dunia.
Kepada manusia telah diberikan potensi IQ, EQ, SQ dan potensi - potensi
lain. Kepada manusia juga diberikan kompetensi yang berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Bahkan kepada manusia diberikan keahlian /
kemakmuran yang berbeda. Kesemuanya diberikan oleh Allah agar manusia
bisa berkarya untuk mencari bekal kehidupan.
Alam semesta (jagad raya) diciptakan untuk manusia. Dengan potensi
yang dimiliki, manusia dapat mengolah, mengusahakan, mengeksplorasi alam
untuk kepentingan umat manusia. Karena itu, di dalam Al Qur’an terdapat
banyak ayat yang isinya merupakan perintah agar manusia dapat
menggunakan akal fikirannya. Sebagai salah satu contoh yaitu Surat Ali Imran
ayat 190, yang berbunyi :
Artinya, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih
bergantinya malam dan siang, terdapat tanda – tanda bagi orang – orang
yang berakal”. Melalui ayat ini, manusia diperintah oleh Allah untuk
memberdayakan akal fikirannya guna mengolah bumi dan alam seisinya agar
bisa memberikan manfaat (barokah) bagi dirinya. Artinya manusia diperintah
untuk bekerja (dengan keras) agar memperoleh penghasilan yang cukup dan
memiliki kehidupan yang patut. Ayat ini sekaligus merupakan pencerminan
bahwa Allah menghendaki agar manusia tidak malas dalam bekerja. Orang
yang malas bekerja jangankan bisa bermanfaat untuk orang lain, untuk
mencukupi dirinya sendiri pun pasti tidak akan bisa. Seperti Hadist Nabi yang
7. berarti, “Bekerjalah sekuat kemampuanmu seakan - akan kamu hidup selama -
lamanya, dan beribadahlah sekuat kemampuanmu seakan – akan kamu akan
mati esok pagi”.
Orang yang rajin bekerja akan memperoleh hasil yang sepadan dengan
pekerjaannya. Akan tetapi perlu diingat bahwa penghasilan seseorang tidak
selalu dapat diukur dari volume dan jenis pekerjaannya. Banyak fakta
menunjukkan bahwa penghasilan seseorang lebih banyak ditentukan oleh
kualitas pekerjaan dan keahliannya. Kita juga sering melihat kenyataan
adanya orang yang sudah membanting tulang siang – malam, akan tetapi
penghasilannya tetap pas – pasan. Ini semua merupakan hak prerogatif Allah
untuk menentukannya.
Sudah menjadi kodrat alam bahwa di dunia ada yang kaya dan ada
pula yang miskin. Ada yang rajin bekerja dan ada pula yang malas. Oleh
karena itu hendaknya manusia rajin bekerja dan rajin berdo’a agar memiliki
kehidupan yang layak bahkan bisa lebih berkecukupan.
3. Butir Mutiara Indah Ketiga
“Berbuat baiklah kepada orang lain seperti halnya Allah telah berbuat
baik kepadamu”.
Sebenarnya Allah telah memberikan fasilitas kehidupan bagi manusia.
Kalau kita mau merenung, kita dapat melihat, mendengar, merasakan,
membau dan menikmati apa yang dianugerahkan Allah kepada kita. Hanya
karena setiap saat (tanpa henti) secara otomatis manusia menikmatinya
selama hidup, manusia tidak merasa bahwa ada karunia Allah yang tidak
ternilai harganya bagi kehidupan. Bahkan manusia sering lupa dan tidak
bersyukur. Sebagai contoh adalah Oksigen yang selama hidup di dunia
manusia selalu memerlukannya. Itu baru satu item yang namanya oksigen.
Belum lagi yang lain – lain yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Itulah
sebabnya Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 18,
8. Yang artinya, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ketika manusia telah mengetahui bahwa Allah telah berbuat baik
kepada manusia hendaknya manusia harus berbuat baik kepada orang lain.
Al Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 85, memberikan petunjuk tentang hal itu.
Artinya, “Barang siapa memberi pertolongan dengan pertolongan yang baik,
niscaya dia akan memperoleh bagian dari (pahala)-nya. Dan barang siapa
memberi pertolongan yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian dari
(dosa)-nya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Pada butir mutiara indah kedua telah diuraikan bahwa Allah
memerintahkan manusia untuk rajin bekerja sehingga bisa memperoleh
penghasilan yang cukup (bahkan lebih) agar memiliki kehidupan yang layak
dan patut. Perintah ini sesungguhnya memiliki implikasi yaitu agar manusia
yang telah berhasil (sukses) hidupnya mau dan senang menolong, senang
berbagi, gemar bersodaqoh, tidak kikir, tidak egois (lebih – lebih bengis dan
sadis), dan mau mengembangkan jiwa kesetiakawanan sosial serta solidaritas
yang tinggi terhadap sesama. Tidak hanya itu, perilaku simpati yang tidak
menyakiti, tutur kata santun, perangai yang ramah, tidak mencaci – maki harus
dikembangkan. Kita bisa membayangkan betapa indahnya dunia ini jika hal
demikian bisa terwujud. Subhanallah
4. Butir Mutiara Indah Keempat
“Janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang – orang yang berbuat kerusakan”.
Pada awal tulisan ini telah diterangkan bahwa manusia ditunjuk oleh
Allah sebagai Khalifah Allah di bumi. Ini berarti manusia diutus untuk menjaga
9. kelestarian alam semesta ini. Alam lingkungan, marga satwa, lautan dengan
flora dan faunanya, dll menjadi tanggung jawab manusia untuk menjaga dan
merawatnya.
Pada saat ini telah terjadi berbagai kerusakan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia. Oksigen pun telah tercemari oleh polusi, hutan yang
berfungsi sebagai jantung dunia pun telah dirusak karena pembalakan liar,
sungai – sungai keruh, air yang tercemar dan penuh sampah merupakan
wujud kerusakan alam dan lingkungan. Kalau hal ini tidak disadari oleh
manusia dan perusakan lingkungan tetap dilakukan, berarti manusia telah
gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi.
Allah Maha Pengampun, karena itu marilah kita bersama – sama
memohon ampun kepada-Nya dan tidak lagi melakukan perusakan di bumi.
Kita bangun dan tata kembali lingkungan yang bersih, sehat, indah,
segar,bermanfaat demi kehidupan yang akan datang, entah sampai kapan
dunia ini akan ditutup dan diakhiri oleh Al-Khaliq, Allah SWT. Marilah kita
menjadi pahlawan - pahlawan lingkungan demi masa depan anak cucu
Adam ini. Wallahua’lam bissawab