1. DRAMA BAHASA INDONESIA
“NARKOBA MEMBUNUHKU”
PARA PEMERAN :
1. ELMA NAZILA PUTRI (FARAH)
2. HAISA (SINTA)
3. INDAH INDRIYANI UMAR (IBU)
4. INTAN PURNAMA (NAMIRA)
5. LUKMAN TALAYANSA (AYAH)
6. SITTI KHAFIFATUL MAR’ATH (KAK AFI)
7. WA ODE FONI ARSIH (POLISI)
8. YUSTIKA AL HADDAD (YUKI)
2. Dikisahkan ada seorang anak bernama Yuki, yang terlahir di sebuah keluarga
yang tidak seperti keluarga yang banyak didambakan orang pada umumnya. Ayahnya
merupakan seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan ternama, sedangkan ibunya
merupakan seorang designer terkenal. Keduanya sangat jarang berada di rumah dan
sangat sibuk dengan urusan mereka masing – masing. Kakaknya pun demikian. “BROKEN
HOME”, mungkin merupakan istilah yang tepat untuk menyebut keadaan keluarganya
saat ini. Di usianya yang telah beranjak remaja, saat naluri keingintahuannya yang sangat
tinggi untuk mencoba hal – hal baru, keluarga yang seharusnya menjadi motivator
terbesar baginya, justru tidak ada di sampingnya. Berangkat dari situlah, ia masuk dalam
pergaulan yang salah, sehingga akhirnya ia terjerumus dalam hal yang sangat buruk,
yakni “NARKOBA”.
(Sepulang sekolah, Yuki memberitahukan kedua orang tuanya agar menghadiri rapat
komite di sekolahnya)
Yuki : “Ayah, lusa ada rapat komite di sekolah, ayah bisa datang tidak?”
Ayah : “Besok Ayah ada meeting di luar kota, jadi Ayah tidak bisa hadir. Pergi
sama ibu saja.”
Yuki : “Ya sudahlah..” (menghela napas)
(Yuki pun menghampiri ibunya)
Ibu : (sambil menelpon) “Dress yang kayak gimana bu? Mau yang pake balzer,
rompi, atau..”
Yuki : “Bu..”
Ibu : (masih menelpon) “Oh iya nanti pesanan ibu akan jadi secepatnya.”
Yuki : “Bu..”
Ibu : “Apaan sih, kamu gak lihat apa ibu lagi sibuk?”
Yuki : “Maaf bu. Lusa ada rapat komite di sekolah Yuki. Ibu bisa hadir, kan?
Ibu : “Ibu nggak bisa, orderan ibu lagi banyak, kamu harusnya bisa ngertiin ibu
dong.”
Yuki : “Lalu kalau ayah dan ibu sibuk, siapa yang akan menghadiri rapat lusa.”
(Tiba – tiba Kak Afi datang dan menguping pembicaraan mereka)
Kak Afi : “Tenang saja, Ki, nanti biar kakak yang hadir di sekolahmu.”
Ibu : “Makasih ya, Fi. Kamu ngertiin ibu banget.”
Kak Afi : “Iya bu, sama – sama.”
3. Ibu : “Ya sudah, ibu pergi dulu yah.”
Kak Afi : “Hati – hati di jalan bu.”
(Ibu pun pergi meninggalkan Kak Afi dan Yuki)
Yuki : “Kak Afi beneran mau…”
Kak Afi : “Mau apa?”
Yuki : “Buat hadir di rapat komite aku di sekolah.”
Kak Afi : “Hahaha… Eh asal kamu tau yah, tadi itu aku cuma cari muka di depan ibu.
Emang buat apa aku hadirin acara begituan? Nggak ada untungnya juga
buat aku. Mending aku pergi hang out bareng teman-temanku.” (pergi
meninggalkan yuki. Yuki pun terdiam)
(Di sekolah)
Namira : “Yuki kamu kenapa, kok murung gitu?”
Sinta : “Iya, biasanya kamu orangnya periang.
Yuki : “Untuk rapat komite besok, orang tua kalian akan datang tidak?”
Namira : “Tentu saja. Aku sudah memberi tahu ayah, dan ayah bilang akan datang.”
Sinta : “Kalau aku ibuku yang akan datang karena ayah ku ada rapat keluar kota.
Bagaimana denganmu, Yuki ?”
Yuki : “Ayah dan ibuku terlalu sibuk dengan bisnisnya. Kak Afi pun sama. Aku
bingung, akhir-akhir ini keluargaku berantakan , tidak ada yang mau
memperdulikan aku.”
Namira : “Kamu yang sabar yah. ‘Kan ada kita yang selalu ada buat kamu.”
Yuki : “Iya makasih yah, kalian memang baik.”
Sinta : “Sama – sama Yuki. Kita ‘kan sahabat.”
(Di balik pintu ternyata ada farah yang menguping pembicaraan Yuki dan kedua
sahabatnya farah pun mempunyai ide baru)
Farah : “Hai semuanya.”
Namira : “Kamu ngapain kesini? Mau buat masalah lagi?”
Farah : “Kok, ngomongnya gitu sih Ra, aku mau minta maaf sama kalian atas semua
kesalahanku selama ini sama kalian.”
Sinta : “Sok suci amat sih lo, Far.”
4. Yuki : “Kalian nggak boleh ngomong kayak gitu. Farah kan niatnya baik mau minta
maaf sama kita.”
Farah : “Iya maafin aku yah teman-teman.” (mengulurkan tangan)
Yuki : “Iya, Far aku dan teman-teman uda maafin kok.” (bersalaman dengan Farah)
Farah : “Tadi aku sempat dengar sedikit pembicaraan, katanya kamu lagi sedih
karena orang tua kamu sibuk banget yah?”
Yuki : “Iya nih Far, akhir-akhir ini orang tua aku sibuk dengan pekerjaannya
masing-masing.”
Farah : “Nasib kita sama ya, Ki. Orang tuaku juga sibuk banget dengan urusan
mereka. Juga jarang banget pulang di rumah. Tapi aku gak mau terlalu
kepikiran. Aku malah pergi bersenang – senang dan malas urusin mereka.
Buat apa mikirin orang yang gak pernah mikirin kita?”
(Bel pulang pun berbunyi. Yuki, Sinta, Namira, dan Farah pun bersiap untuk pulang ke
rumah masing – masing)
(Di rumah)
Kak Afi : “Yuki…”
Yuki : “Iya kak.”
Kak Afi : “Buatin kakak minum dong.”
Yuki : “Baik kak.”
“Ini kak minumannya.”
Kak Afi : “Maaf ya, Ki. Minumannya kamu minum sendiri aja, teman kakak udah
nungguin di depan tuh.”
Yuki : “Memangnya kakak mau kemana?”
Kak Afi : “Ah, kepo lu.”
(Kini jam telah menunjukkan pukul 11 malam, namun Kak Afi belum juga pulang)
Yuki : “Kak Afi kemana ya? Kok jam segini belum juga pulang?”
(Tiba – tiba Kak Afi muncul)
Yuki : “Kakak dari mana? Kok baru pulang?”
Kak Afi : “Banyak nanya kamu, aku capek banget tau.”
Yuki : “Tapi ‘kan, ini sudah larut malam.”
5. Kak Afi : “Terus kalau udah larut malam memangnya masalah buatmu? Lagian aku
perginya gak pernah nyusahin kamu.” (pergi meninggalkan Yuki)
(Pagi harinya di sekolah)
Namira : “Kok akhir – akhir ini kamu selalu cemberut, Ki?”
Sinta : “Iya tuh. Lagian kalau kamu punya masalah ‘kan bisa cerita sama kita.”
Yuki : “Aku heran, Kak Afi sekarang bukan seperti Kak Afi yang dulu lagi. Udah
jauh berubah.” (menangis)
Farah : “Aku ‘kan sudah bilang, kamu gak usah mikirin orang – orang yang gak pernah
mikirin kamu.”
Namira : “Kok kamu ngomongnya gitu sih, Far?”
Yuki : “Sepertinya omongan Farah ada benarnya.”
Sinta : “Kamu ngomong apaan sih Yuki?
Yuki : “Aku capek kayak gini terus, Sin.”
Farah : “Betul tuh, Ki. Oh iya, sebentar kita pulang bareng ya.”
Yuki : “Oke.”
Namira : “Eh, ngapain kamu ngajak – ngajak Yuki?
Farah : “Nggak kok, aku ‘kan cuma mau pulang bareng dia.
Namira : “Awas kalau kamu berbuat yang tidak – tidak.”
Farah : “Tentu saja tidak. Aku ‘kan teman kalian.”
(Dalam perjalanan)
Farah : “Yuki, kamu lagi punya banyak masalah ya?”
Yuki : “Iya nih, Far.”
Farah : “Aku punya sesuatu yang bisa buat kamu melupankan seluruh masalahmu
dalam waktu singkat.”
Yuki : “Benaran?”
Farah : “Tentu saja benar. Ini dia.” (sambil menyodorkan bungkusan kecil)
Yuki : “Ini apaan?”
Farah : “Makanlah dan percaya padaku bahwa semua masalahmu akan hilang dalam
sekejap. Baiklah, rumahku sudah dekat. Aku duluan ya.”
6. (Setiba di rumah, ternyata ayah dan ibu Yuki sedang bertengkar)
Ayah : “Kamu ‘kan yang akan hadir di sekolah Yuki besok?
Ibu : “Tentu saja bukan, tapi aku sudah menyuruh Afi.”
Ayah : “Kok malah menyuruh Afi? Kamu ‘kan ibunya.”
Ibu : “Aku lagi sibuk, kenapa bukan kamu saja?”
Ayah : “Kamu ‘kan sudah tahu kalau hari ini aku mau keluar kota.”
Ibu : “Kamu juga sudah tahu kalau aku lagi sibuk. Banyak orderan sana – sini,
harusnya kamu bisa ngerti dong.”
Ayah : “Kamu itu ibunya. Harusnya kamu lebih banyak luangin waktu buat keluarga,
bukan hanya urusan bisnis.”
Ibu : “Kamu juga sama saja. Udah jarang pulang banyak ngomel lagi.”
(Tiba – tiba Yuki datang)
Yuki : “Kenapa sih Ayah dan Ibu selalu bertengkar? Nggak pernah pikirin perasaan
aku.”
Ayah : “Yuki…” (kaget)
Yuki : “Nggak perlu kok. Ayah dan Ibu tidak usah hadir di sekolah besok.”
Ibu : “Tuh ‘kan, Yuki aja ngomomgnya gitu.”
Ayah : “Kamu ini ya, nggak pernah mikirin perasaan Yuki.”
Ibu : “Kok jadi aku yang salah?”
Yuki : “Sudah. Hentikan pertengkaran ini! Yuki capek dengarnya. Ayah dan Ibu
memang tidak sayang pada Yuki.” (pergi meninggalkan ayah dan ibu)
(Yuki pun masuk ke kamarnya sambil membanting pintu)
Yuki : (sambil menangis) “Kenapa Ayah dan Ibu tidak pernah memperdulikanku?
Kenapa? (melihat bungkusan kecil di atas meja) Itu ‘kan obat yang
diberikan Farah tadi. Katanya kalau aku makan semua masalahku akan
hilang. Mungkin Farah ada benarnya juga. Kalau gitu aku makan saja deh.”
Dan akhirnya Yuki memutuskan untuk mencoba isi bungkusan pemberian Farah
yang tak lain adalah sebungkus sabu – sabu.
(Beberapa saat kemudian)
Yuki : “Ternyata Farah benar. Sekarang kepalaku terasa lebih ringan. Ah
senangnya. (mulai berhalusinasi)
7. (Keesokan harinya di sekolah)
Namira : “Yuki, kamu kenapa? Kok bahagia banget?”
Sinta : “Tapi mukamu kok pucat?”
Yuki : “Nggak kok, aku nggak apa – apa.” (pergi meninggalkan Namira dan Sinta)
Namira : “Eh Sin, kamu merasa tidak, semenjak Yuki dekat sama Farah ia jadi
berbeda dari biasanya.”
Sinta : “Maksud kamu gimana?”
Namira : “Sepertinya Yuki menyembunyikan sesuatu.”
Sinta : “Menyembunyikan apa?”
Namira : “Entahlah, aku juga tidak tahu. Sudah lupakan saja.”
Sementara itu…
Yuki : “Far, ternyata kamu benar. Setelah aku minum obat yang kamu berikan
kemarin, kepalaku jadi ringan dan aku langsung bahagia banget.”
Farah : “Kan aku sudah bilang dari dulu, hanya kamu saja yang tidak mau dengar.
Lalu sekarang kamu mau lagi ‘kan?”
Yuki : “Tentu saja.”
Farah : “Tapi kali ini kamu harus membayarnya.”
Yuki : “Tenang saja, kalau soal itu tentu gampang.”
Farah : “Baiklah, kamu temui aku di belakang kantin sepulang sekolah.”
Yuki : “Oke.”
(Dibelakang sekolah)
Yuki : “Mana pesananku?”
Farah : “Ini dia.” (sambil memberi bungkusan kecil)
Yuki : (mengeluarkan uang dari saku) “Dosisnya gimana sih, Far?”
Farah : “Makin banyak makin bagus. Ya udah aku pulang dulu, bye..”
Setelah beberapa lama mengkonsumsi obat terlarang itu, Yuki menjadi
semakin berubah, baik dari segi fisik, psikologi, maupun perilaku. Wajahnya juga makin
pucat dan seperti tidak lagi memiliki gairah hidup.
Namira : “Sin, kamu ngerasain perubahan Yuki nggak?”
8. Sinta : “Iya nih, aku juga melihat akhir – akhir ini Yuki telah banyak berubah.”
Namira : “Sepertinya dugaanku selama ini ada benarnya.”
Sinta : “Menurut buku yang aku baca kemarin, gejala yang dimiliki Yuki sama dengan
gejala para pecandu narkoba.”
Namira : “Aku juga berpikir begitu.”
(Di rumah)
Kak Afi : “Yuki, kamu kenapa sih akhir – akhir ini mukamu suka pucat? Kamu sakit ya?
Yuki : “Nggak kok, siapa yang sakit?”
Kak Afi : “Tapi mukamu pucat banget. Atau jangan – jangan…”
Yuki : “Ih, sewot banget sih. Lagian aku gak nyusahin kakak kok. Aku capek lihat
kecuekan kakak sama aku. Jadi sekarang jangan ikut campur dengan
masalahku dan jangan pernah urusin aku lagi.
Kak Afi : (menampar Yuki) “Sejak kapan kamu jadi melawan, hah?”
Yuki : “Memangnya kenapa? Aku udah gak tahan diperlakukan seperti ini terus.
Kakak hanya gak tau rasanya jadi diriku. Kakak gak pernah perduliin aku.
Jadi sekarang giliran aku yang gak akan perduliin kakak. (pergi meninggalkan
Kak Afi)
Yuki pun makin berubah. Seorang gadis periang yang baik hati kepada siapa pun
kini menjadi sangat dingin dan jutek. Hal itu makin memperkuat dugaan kedua
sahabatnya.
Namira : “Hai Yuki.”
Yuki : “Hai.” (bersikap dingin)
Sinta : “Kamu kok makin hari makin pucat. Kelakuanmu juga makin berubah.”
Yuki : “Kalian ngomong apaan sih?”
Namira : “Yuki, sekarang jujur pada kami, kamu menggunkan narkoba bukan?”
Yuki : “Oh, jadi kalian nuduh aku?”
Sinta : “Bukannya nuduh, tapi perubahanmu mengarah kesitu.”
Yuki : “Terserah kalian mau ngomong apa.” (pergi meninggalkan Namira dan Sinta)
Sinta : “Nam, kayaknya dugaan kita benar.”
Namira : “Iya. Ini pasti karena Farah! Awas dia ya!”
9. (Di belakang sekolah tampak Yuki dan Farah yang sedang melakukan transaksi)
Yuki : “Far, mana barangnya? Aku udah gak tahan nih.”
Farah : “Tenang aja, tapi ada uang ada barang.”
Yuki : “Ah, itu mah gampang. Ini (menyodorkan uang) Sekarang mana
barangnya? Ayo cepetan!!”
Farah : “Ih kamu maksa banget sih. Nih ambil!” (menyodorkan bungkusan kecil)
(Namun tiba – tiba Namira dan Sinta lewat secara tidak sengaja dan memergoki mereka
berdua)
Namira : “Hah?! (kaget) ternyata dugaanku selama ini benar! Kamu hanya ingin
memanfaatkan Yuki untuk menjerumuskkannya ke dalam narkoba.”
Sinta : “Oh, ternyata dalang di balik semua ini adalah kau, Farah!!”
Yuki & Farah : (kaget)
Sinta : (mendorong Farah dan menarik tangan Yuki)
“Yuki, kenapa sih kamu bisa masuk ke perangkap Farah? Kamu gak tau
apa itu ‘kan bisa menghancurkan masa depanmu, Ki.” (sambil menangis)
Namira : “Far, kamu benar – benar keterlaluan! Aku gak nyangka kalau kamu
sejahat itu sama Yuki! Nyesel aku kenal kamu, Far! Nyesel!!”
(Farah pun menarik Yuki pergi dari tempat itu)
Sinta dan Namira pun memutuskan untuk memberitahu keluarga Yuki yang
sebenarnya. Pertama – tama mereka menemui Kak Afi.
Namira : “Kita tidak boleh membiarkan ini begitu saja. Ayah, Ibu, dan kakak Yuki
harus tahu."
Sinta : “Kalau gitu ntar kita ngajak mereka ketemu aja”
Namira : “Kamu benar, pulang sekolah kita ngajak mereka aja ke restoran.”
Sinta : “Kalau gitu kamu telfon kak Afi aja”
Namira : “Oke...Hallo kak Afi! Apa kabar?”
Afi : “Hallo, Ra,,,baik ada apa sih,,tumben kamu nelfon aku.”
10. Namira : “Kakak ada waktu nggak ntar siang kita ketemuan di restoran tapi
kakak ngajak ayah dan ibunya kakak.”
Afi : “Emang penting amat ya? ‘Kan bisa lewat telepon aja.”
Namira : “Ini soal Yuki kak.”
Afi : “Yuki? Ada apa lagi sih itu anak? Ya udah deh.”
Namira : “Kalau gitu udah dulu yah kak....”
Afi : “Oke.”
(Di Restoran)
Namira : “Assalamualaikum , tante, om”
Ayah dn Ibu : “Walaikumsallam”
Sinta : “Hai Kak Afi.”
Afi : “Hai... kalian mau ngomongin apaan sih?”
Namira : “Begini, om, tante. Emangnya om, tante, dan kak afi tidak menyadari
perubahan Yuki?”
Ibu : “Perubahan gimana maksud kamu?”
Sinta : “Belakangan ini Yuki itu terlihat pucat sekali dan ia juga tidak seceria
biasanya.”
Ayah : “Maksud kamu? Yuki sakit?”
Namira : “Yuki nggak sakit om tapi...”
Ayah : “Tapi kenapa?
Sinta : “Yuki pake narkoba.”
Ibu : “Apa?” ( kaget )
Afi : “Iya, Bu. Kayaknya apa yang di katakan teman – teman Yuki benar
soalnya kemarin aku ketemu Yuki dan nanya kenapa Yuki pucat tapi dia
malah ngebentak aku.”
Ayah : “Kok kamu nggak pernah cerita sama ayah dan ibu?”
11. Afi : “Gimana afi bisa cerita ke ayah dan ibu sementara ayah sama ibu nggak
pernah ada di rumah dan ngasih perhatian ke kita.” ( sedih )
Sinta : “Yuki pernah cerita kita kalau dia pusing karena om dan tante ngga
pernah kasih perhatian ke dia begitu pula dengan Kak Afi, nggak ada
bedanya.”
(Tiba – tiba mereka terkejut dengan kedatangan seorang polisi)
Polisi : “Selamat siang, Pak, Bu.
Ayah : “Selamat siang, Bu. Ada perlu apa, Bu?
Polisi : “Kami dari kepolisian ingin memberitahukan kepada ibu bahwa anak ibu
yang bernama Yuki dan temannya yang bernama farah terlibat narkoba
dan sekarang yuki masih menjadi buronan sedangkan farah sudah kami
tangkap.”
Ibu : “Apa?” (menangis)
Maka mereka semua bergegas menuju ke rumah Yuki. Dan setiba di rumah,
mereka langsung menuju ke kamar Yuki. Mereka pun terkejut ketika menemukan Yuki
sudah tergeletak tak berdaya dis usdut kamarnya.
Ibu : “Yuki…” (sambil menangis tersedu – sedu)
Yuki : “Ibu, Ayah, Kak Afi, maafin Yuki atas kelakuan Yuki selama ini, juga
karena telah banyak merepotan kalian. Sebenarnya yang Yuki butuhkan
hanyalah kasih sayang dari kalian semua. Sekali lagi maaf karena mungkin
kehadiranku memberi beban bagi kalian...”
Ibu : “Maafkan ibu, Yuki. Ibu sungguh menyesal tidak memperhatikanmu. Ibu
memang gak pantas menjadi Ibu kamu, nak..” (menangis tersedu – sedu)
Sinta : “Yuki… maafin kami.”
Yuki : “Nggak kok, Sin. Kalian gak pernah salah. Harusnya aku yang minta maaf
sama kalian karena tidak mau mendengarkan perkataan kalian.”
Namira : “Kamu gak usah minta maaf, Ki. Kami sudah memaafkanmu.”
Ayah : “Yuki, maafkan ayah dan ibu karena tak punya banyak waktu untukmu.
Juga maafkan Ayah dan Ibu karena belum bisa jadi orangtua yang
terbaik untukmu.”
12. Yuki : “Gak apa – apa ayah. Walaupun begitu, aku bangga bisa terlahir di
keluarga ini. Terima kasih karena telah mau menjadi orangtuaku. Untuk
Kak Afi, terima kasih telah mau menjadi kakakku, dan Sinta serta
Namira, terima kasih telah meu menjadi sahabat yang baik buatku.
Sekali lagi terima kasih. Dan,,, selamat tinggal.”
Yuki pun menghembuskan napas terakhirnya, pergi meninggalkan orangtua, kakak,
serta sahabat – sahabatnya untuk selamanya. Penyesalan tergurat jelas di wajah
keluarga Yuki. Mereka menyesal atas perbuatan mereka selama ini. Namun penyesalan
tiada berarti lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Yuki kini sudah tak bernyawa. Sementara
Farah sendiri sudah mendekam di balik jeruji besi, menangisi dan menyesali
perbuatannya yang sudah menrenggut nyawa orang lain.