2. SEJARAH TURATEA, BINAMU JENEPONTO
Penulisan sejarah dan Biografi dalam masyarakat Indonesia dan Sulawesi Selatan
mulai tampak sekitar tahun 1952, ini menarik karena pada masa sebelumnya banyak
diantara tokoh-tokoh kita yang telah berjasa bagi Bangsa dan Negara terutama yang
berjuang sejak zaman Colonial atau penjajahan Belanda, tak lagi dikenal oleh masyarakat
akan jasa-jasa dan perjuangannya. Karena biografi tentang dirinya tidak pernah ditulis atau
terungkap dari masyarakat dan keluarganya. Jelas bahwa ini merupakan suatu kerugian
yang besar sebab peranan yang dilakukannya sebagai pejuang dan pemimpin pejuang di
zaman penjajahan Belanda, di zaman revolusi, pemimpin politik di masyarakat dan lain-
lain, tidak lagi dikenal oleh masyarakat bangsa kita atu bahkan cenderung dilupakan.
Mengapa penulisan (baik itu penulisan sejarah atau biografi pelaku sejarah) ini
kurang mendapat tempat di masyarakat pada masa-masa sebelumnya? Dan mengapa baru
pada saat ini kecenderungan untuk menulis biografi mengalami perkembangan yang
menarik? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka ada beberapa faktor yang menjadi
penyebabnya, faktor-faktor tersebut antara lain:
Pertama
Tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia umumnya merupakan tradisi secara
lisan. Riwayat hidup, kisah kepahlawanan seorang anak manusia direkam secara lisan oleh
masyarakat secara turun-temurun. Atau dikisahkan oleh masyarakat dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Semua peristiwa sejarah yang terjadi di sekitar kehidupan manusia di ungkapkan
oleh masyarakat dalam upacara adat, dalam perayaan adat di lingkungan keluarga, atau
dalam masa-masa senggang dalam kehidupan keluarga dan sebagainya.
Kondisi iutu kemudian melahirkan kelompok penghapal sejarah masa lampau yang
dapat mengisahkan kembali semua peristiwa sejarah itu dalam lingkungan pendengarnya
yang terbatas.
Kelompok perekam sejarah tradisional ini memiliki keahlian khusus dalam
mengelola cerita yang diketahuinya. Mereka dapat membawa perasaan masyarakat
penyimaknya seakan-akan terlibat langsung dalam peristiwa (Kisah) yang dituturkannya.
3. Tentu saja dalam kisah metodologi, unsur legenda subyektifitas tidak mungkin
untuk dihindari, bahkan mempunyai peranan yang dominan.
Kedua
Jikalau ada peristiwa sejarah disekitar kehidupan manusia yang diabadikan dalam
karya tulis seperti di jumpai dalam “Babad, Panji, serta Lontara” namun yang diperhatikan
disini bahkan karya lontara yang berasal dari masyarakat Bugis-Makassar (Sulawesi
Selatan) mempunyai perbedaan dengan metode penulisan Babad dan Panji atau karya
sejanis lainnya.
Dalam karya lontara, metode penulisannya tidak didominasi oleh unsur mitos dan
legenda yang berlebihan uraian yang dijumpai dalam lontara tidak banyak membingunkan
orang atau pembaca dengan demikian kita dapat menjadikan lontara sebagai sejarah masa
lampau.
Ketiga
Adanya budaya malu atau perasaan segan dikalangan sebahagian Tokoh sejarah
atau keluarganya untuk mencuatkan kisah hidup (biografi) sang tokoh tersebut
kepermukaan, hal ini dapat dipahami bila mereka (Pihak Keluarga sang tokoh atau tokoh
itu sendiri) memiliki perasaan malu atau segan, sebab bagaimanapun masyarakat itu masih
belum dapat melepaskan diri sepenuhnya dari dampak atau pengaruh kebudayaan agraris.
Sehingga meskipun sebahagian dari kelompok tokoh sejarah kita ini telah memperoleh
pendidikan diluar atau di dalam negeri, Tokoh budaya dari dampak agraris masih
memegang pengaruh besar.
Mereka umumnya masih memiliki persepsi bahwa menonjolkan perjuangan atau
kualitas pribadinya di masyarakat adalah kurang tepat. Sebenarnya sikap ini berakibat
sangat merugikan dirinya, keturunannya dan terutama masyarakat secara keseluruhan. Oleh
sebab itu mungkin masyarakat merasa kehilangan seorang tokoh pemimpin yang dapat
diteladani tingkah lakunya di masyarakat. Kemudian bagi sang tokoh sendiri akan
dilupakan karya atau jasa-jasanya oleh masyarakat. Tragisnya lagi, bila di masyarakat
muncul pula orang lain yang karena ambisinya ingin tampil sebagai pahlawan, pada hal
sama sekali dia tidak pernah membuat jasa besar bagi masyarakat. Tidak mempunyai andil
dalam perjuangan atau dalam pembangunan Bangsa.
4. Dengan demikian dapat dikatakan disini bahwa sikap malu atau segan untuk
menuliskan sebuah biografi guna dipersembahkan kepada masyarakat merupakan suatu
sikap yang keliru dan tidak tepat. Sebab masyarakat saat ini, di saat masyarakat dilanda
krisis panutan atau figur yang dapat dijadikan teladan, maka di saat inilah masyarakat
membutuhkan inspirasi dari kehidupan seorang tokoh yang tertuang lewat sebuah penulisan
biografi tokoh pemimpin masyarakat atau tokoh pemimpin perjuangan pada masa
penjajahan, perjuangan, kebangkitan dan revolusi dengan tujuan agar dapat diketahui pula
sikap dan pola pikir, perjuangan, pengabdian, peranan dan karakteristik kepemimpinannya.
Dari semua itu sifat/ciri yang dimiliki oleh tokoh tersebut, masyarakat diharapkan dapat
memetik faedah dari apa yang tertuang lewat penulisan sebuah biografi untuk selanjutnya
dijadikan “Patron” dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Makna dari sebuah penulisan biografi seorang tokoh, apakah dia seorang tokoh
pemimpin, apakah dia seorang tokoh pejuang, atau apakah dia seorang tokoh pemimpin.
Pejuang patutlah digalakkan pasalnya biografi dari sang tokoh tersebut nantinya diharapkan
mampu dijadikan sumber inspirasi bagi jutaan orang yang mampu memberikan dampak
yang positif bagi setiap orang membacanya. Dengan demikian apa yang telah dilakukan
oleh sang tokoh yang bernilai positif dan konstruktif mampu pula diikuti, dikembangkan
bahkan ditingkatkan oleh generasi pelanjut. Dengan adanya penulisan biografi dari seorang
tokoh ini akan berdampak pada generasi pelanjut yang tidak lagi “Buta” dalam mengenal
tokoh yang dimiliki oleh bangsanya. Karena biografi ini dapat dijadikan “Sumber Sejarah”
bagi penulis sejarah lokal dan Nasional.
Struktur sosial masyarakat, kondisi politik pada masa itu, peranannya sebagai
pemimpin, sistim sosial yang berlaku pada masa itu dan lain-lain.
Dalam penulisan biografi bagi seorang pemimpin itu mutlak menggunakan
metodologi sejarah dan pendekatan “multidimensional” sains sosial. Hal ini dimaksudkan
untuk mempertajam analisa tentang peranan sang pemimpin yang direkonstruksikan
perjuangannya di masyarakat. Dengan demikian karya biografi dapat hidup apabila dalam
penyajian. Tentulah dalam konteks ini dokumen sebagai sumber utama haruslah menjadi
titik tolak dalam usaha merekontruksikan perjuangan sang pemimpin. Terutama bila tokoh
yang diuraikan tersebut telah lama meninggalkan kita sedangkan sumber-sumber lain yang
berupa wawancara dan karya tulis dari berbagai bentuk tentang sang pemimpin hanyalah
5. merupakan sumber sekunder Meskipun demikian sumber sekunder ini juga memegan
peranan penting tentang sumber utama kurang lengkap atau katakanlah bahwa sumber
sekunder juga berfungsi sebagai penunjang utama.
Dalam kehidupan masyarakat yang patut diperhatikan dari nilai objektifitas sebuah
biografi adalah masyarakat itu sendiri. Kemudian setelah membaca dan memahami tentang
riwayat pejuang sang pemimpin secara utuh dapat memasuki garis lurus atau melakukan
penilaian secara langsung terhadap berbagai aspek kehidupan pemimpinnya terutama dalam
hal yang menyangkut fungsi dan peranannya sebagai seorang pemimpin masyarakat.
Biogzati ini diangkat kepermukaan mulai tanggal, 1 Juni 2004 dan selesai 5 Juni 2007.
Jelas kritik-kritik yang muncul di masyarakat, baik yang bersifat konstuktif maupun
bersifat destruktif adalah suatu yang tidak mungkin dihindari. Demikian pula yang muncul
pro dan kontra terhadap karya biografi. Akan tetapi yang terpenting harus diperhatikan
dalam konteks ini bahwa karya biografi. Telah member peluang yang jelas luasnya bagi
masyarakat untuk melakukan penilaian tersendiri terhadap seorang tokoh yang menjadi
milik mereka sendiri.
Yang menjadi objek kajian dalam karya ini adalah :
Bab I Pendahuluan
Bab II Sejarah Kehadiran Gowa purba
Bab III Sejarah Kehadiran Tarate (Turatea)
Bab IV Sejarah Terbentuknya Kerajaan Binamu.
Bab V Biografi Datu Daeng Rappo.
Bab VI Biografi H. Mattewakkang Daeng Raja
Bab VII Sejarah Kehadiran Jeneponto
Bab VIII Sejarah perjuangan Rakyat Turatea (Laptur)
Bab IX Kabupaten Jeneponto Dewasa ini
Bab X Legenda Maddi Dg. Rimakka.
Akhirnya penulis mengakui dengan jujur bahwa karya ini sangat kekurangan, untuk itu
diharapkan saran dan kritikan yang konstruktif dari pembaca yang konstruktif dari pembaca
yang dapat dijadikan masukan yang objektif. Semoga Allah memberkati kita semua. Amin.