ini adalah opini asli hasil tulisan Shintia Minandar(diriku) yang membahas Opini dengan tema Urgency Pendidikan Muslimah
Judul :
Pendidikan Muslimah Sebagai Jawaban Problematika Perempuan
Makalah Komprehensif-Pascasarjana UIN Walisongo Semarang-Islamic StudiesAkhlis Nur Fu'adi
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, yang memiliki adat istiadat, budaya, dan agama yang berbeda. Globalisasi menyebabkan homogenitas budaya, dominasi budaya barat memiliki dampak pada budaya lokal. Fenomena globalisasi dalam segala aspek kehidupan dikhawatirkan dapat mengikis rasa kecintaan terhadap kearifan budaya lokal. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan budaya lokal yang bernilai baik dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang menjadi pedoman warga masyarakat untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada.
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia DiniEvaniaYafie
Maraknya kasus kekerasan seksual pada (pelecehan anak) anak
yang dilakukan oleh orang-orang terdekat termasuk keluarga. Salah satu
penyebabnya karena anak tidak memiliki bekal pengetahuan yang bisa
membuat anak-anak mengantisipasi kemungkinan perlakuan buruk dari
masalah seks. Untuk alasan ini, sangat diperlukan pendidikan seks yang tepat
untuk anak-anak mereka untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang
terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Fungsi dan peran
pendidikan seks untuk anak-anak dalam keluarga, 2. masalah pengembangan
anak terhadap pendidikan seks dan 3. Peran orang tua dalam panduan
pendidikan seks.
Penelitian ini berangkat dari gagasan bahwa anak-anak adalah orang
yang masih dalam pengembangan dan belum dewasa, yang meliputi bayi, TK,
usia SD dan remaja kemudian setelah individu yang tidak lagi disebut sebagai
anak tapi seorang individu yang memiliki dewasa, di sini pendidikan seks perlu
ditanamkan oleh orang tua, tetapi harus didasarkan pada nilai-nilai agama dan
moral serta membahas masalah secara komprehensif. Tapi ironisnya, banyak
orang tua yang acuh tak acuh dan membahas tabu atau memberikan
bimbingan pada perubahan pendidikan seks yang terjadi pada anak-anak
mereka.
Hal ini akan menunjukkan pentingnya memahami pendidikan seks
pada anak usia dini. Pendidikan seks memiliki kurang masalah perhatian orang
tua hari ini sehingga mereka menyerahkan semua pendidikan, termasuk
pendidikan seks di sekolah. Meskipun bertanggung jawab untuk mengajar
pendidikan seks pada anak usia dini adalah orang tua, sedangkan sekolah
hanya sebagai pelengkap dalam memberikan informasi kepada anak. Hal ini
menunjukkan bahwa peran orang tua, terutama ibu-ibu yang sangat strategis
dalam memperkenalkan pendidikan seks dini untuk anak-anak mereka.
ini adalah opini asli hasil tulisan Shintia Minandar(diriku) yang membahas Opini dengan tema Urgency Pendidikan Muslimah
Judul :
Pendidikan Muslimah Sebagai Jawaban Problematika Perempuan
Makalah Komprehensif-Pascasarjana UIN Walisongo Semarang-Islamic StudiesAkhlis Nur Fu'adi
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk, yang memiliki adat istiadat, budaya, dan agama yang berbeda. Globalisasi menyebabkan homogenitas budaya, dominasi budaya barat memiliki dampak pada budaya lokal. Fenomena globalisasi dalam segala aspek kehidupan dikhawatirkan dapat mengikis rasa kecintaan terhadap kearifan budaya lokal. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan budaya lokal yang bernilai baik dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang menjadi pedoman warga masyarakat untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada.
Peran Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Seksual Anak Usia DiniEvaniaYafie
Maraknya kasus kekerasan seksual pada (pelecehan anak) anak
yang dilakukan oleh orang-orang terdekat termasuk keluarga. Salah satu
penyebabnya karena anak tidak memiliki bekal pengetahuan yang bisa
membuat anak-anak mengantisipasi kemungkinan perlakuan buruk dari
masalah seks. Untuk alasan ini, sangat diperlukan pendidikan seks yang tepat
untuk anak-anak mereka untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang
terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Fungsi dan peran
pendidikan seks untuk anak-anak dalam keluarga, 2. masalah pengembangan
anak terhadap pendidikan seks dan 3. Peran orang tua dalam panduan
pendidikan seks.
Penelitian ini berangkat dari gagasan bahwa anak-anak adalah orang
yang masih dalam pengembangan dan belum dewasa, yang meliputi bayi, TK,
usia SD dan remaja kemudian setelah individu yang tidak lagi disebut sebagai
anak tapi seorang individu yang memiliki dewasa, di sini pendidikan seks perlu
ditanamkan oleh orang tua, tetapi harus didasarkan pada nilai-nilai agama dan
moral serta membahas masalah secara komprehensif. Tapi ironisnya, banyak
orang tua yang acuh tak acuh dan membahas tabu atau memberikan
bimbingan pada perubahan pendidikan seks yang terjadi pada anak-anak
mereka.
Hal ini akan menunjukkan pentingnya memahami pendidikan seks
pada anak usia dini. Pendidikan seks memiliki kurang masalah perhatian orang
tua hari ini sehingga mereka menyerahkan semua pendidikan, termasuk
pendidikan seks di sekolah. Meskipun bertanggung jawab untuk mengajar
pendidikan seks pada anak usia dini adalah orang tua, sedangkan sekolah
hanya sebagai pelengkap dalam memberikan informasi kepada anak. Hal ini
menunjukkan bahwa peran orang tua, terutama ibu-ibu yang sangat strategis
dalam memperkenalkan pendidikan seks dini untuk anak-anak mereka.
Peran keluarga untuk menanamkan nilai nilai agama dalam menanggulangi pergaul...adni fitria
Abstrak-Pergaulan bebas merupakan perilaku manusia sebagai makhluk sosial yang melewati batas norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat. Terdapat beberapa bentuk penyimpangan remaja dalam bergaul, salah satunya merupakan seks bebas. Seks bebas adalah kegiatan bersetubuh dengan lawan jenis yang dilakukan sebelum adanya pernikahan. Terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah (a) Faktor agama dan iman; (b) Faktor lingkungan yaitu orang tua, teman, tetangga, dan media; (c) Pengetahuan yang minim dan rasa ingin tahu yang berlebihan; (d) Perubahan zaman atau globalisasi. Hal ini mengakibatkan timbulnya dampak negatif yang dirasakan oleh remaja baik dalam segi kesehatan maupun psikisnya. Keluarga memiliki peran yang penting dalam upaya mencegah terjadinya hal tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh keluarga diantaranya adalah memberikan pendidikan seks sejak dini kepada anak dan senantiasa menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya.
Kata Kunci : pergaulan bebas, nilai-nilai agama, peran keluarga
1. 1. Pengenalan
Menurut Kementerian Pelajaran Malaysia (2010), Pendidikan Kesihatan Reproduktif dan Sosial
diajar melalui kurikulum Pendidikan Kesihatan. Pendidikan Kesihatan Reproduktif dan Sosial
adalah satu proses sepanjang hayat untuk memperoleh pengetahuan dan membentuk sikap,
nilai serta kepercayaan terhadap identiti, perhubungan dan keintiman sesama insan.
Pendidikan ini bukan hanya terbatas kepada isu seksual atau hubungan seks semata-mata.
Pendidikan kesihatan reproduktif dan sosial mencakupi pengetahuan dari aspek biologikal,
sosiobudaya, psikologikal dan kerohanian ke arah amalan tingkah laku yang sihat dalam
kehidupan.
Pada dasarnya, objektif Pendidikan Kesihatan Reproduktif dan Sosial adalah untuk
membantu murid :
i. membentuk pandangan yang positif tentang kesihatan reproduktif dan sosial untuk diri,
keluarga dan masyarakat;
ii. menyediakan maklumat yang perlu diketahui supaya murid mengambil berat tentang
kesihatan seksual dan keluarga sebagai institusi asas manusia serta menyumbang
kepada pemeliharaan integriti institusi kekeluargaan secara berterusan dan berkekalan;
dan
iii. memperoleh kemahiran membuat keputusan secara bijak dan bertanggungjawab
tentang kesihatan dan tingkah laku seksual pada masa kini serta masa depan.
Berdasarkan cadangan pengagihan waktu pengajaran Pendidikan Kesihatan Tahun 1
dan Tahun 1 dan 2 Kurikulum Standard Sekolah Rendah, 75% atau 26 waktu (780 minit)
1
2. diperuntukkan untuk Pendidikan Kesihatan Reproduktif dan Sosial (PEERS) atau pendidikan
sex ini. Sesunguhnya, masa yang diperuntukkan sangat banyak berbanding dengan waktu bagi
tatacara pemakanan (15%: 5 waktu) dan pertolongan cemas (10%: 4 waktu).
2. Argument Pendidikan Seks
Menurut Dr. Harlina Halizah Siraj (2010), kaedah penyampaian pendidikan seksualiti
tidak boleh disamakan dengan cara subjek matematik, biologi, fizik, geografi dan sejarah
diajarkan di sekolah. Seorang pelajar masih boleh diajar menjadi cemerlang dalam bidang
matematik tambahan, fizik dan kimia oleh guru di sekolah, sekalipun kedua ibu bapanya buta
huruf dan tidak langsung mempunyai keupayaan menguasai subjek tersebut. Namun,
pendidikan seksualiti yang harus mampu membentuk insan yang kamil dan sejahtera, perlu
bermula dari sikap dan tanggapan yang betul di dalam rumah dan dijelmakan melalui interaksi
sihat penuh hormat antara ahli keluarga. Pendekata, saranan yang menganggap gejala sosial
akan mampu diselesaikan sekiranya pendidikan seksualiti diajarkan secara formal di sekolah
semata-mata, tidak akan mencapai objektif.
Masih ramai yang ragu-ragu sama ada pendidikan seksualiti mempunyai tempat dalam
aspek pendidikan anak-anak atau tarbiatul aulad. Merujuk buku Tarbiatul Aulad fil Islam (
Pedoman Pendidikan Anak-anak dalam Islam) karangan As-Syaikh Al Ustaz Dr Abdullah Nasih
‟Ulwan, terdapat satu bab khusus `Tanggungjawab Pendidikan Seksual‟ yang merangkumi adab
meminta izin, adab memandang muhrim dan bukan muhrim serta panduan menghindarkan
anak-anak dari rangsangan seksual.
Saya merasakan ini adalah satu perancangan yang sangat tidak cerdik bagi pihak
berwajib kerana tindakan ini bukan hanya akan mengurangkan kadar gejala sosial malah akan
2
3. meningkat secara mendadak. Hal yang sedemikian kerana murid Tahun Satu belum cukup
matang untuk mempelajari subjek pendidikan seks, malahan subjek sains tentang tentang
pembiakan dan sek sekunder diajar dalam tingkatan tiga dimana pelajar dalam peringkat itu
sudah boleh menerima apa yang hendak disampaikan.
Presiden PMIUPM, saudara Muhammad Hazim bin Mohd Noh, berkata, pendidikan
seks ini merupakan salah satu agenda yahudi yang mahu merosakkan umat Islam terutamanya
remaja dan pemuda Islam. Pihak Yahudi sendiri mengakui umat Islam tidak akan dapat
dikalahkan dengan peperangan kerana umat Islam mencintai mati sebagaimana mereka
mencintai hidup. Oleh itu, hanya dengan merosakkan umat Islam secara halus sahaja akan
berjaya melemahkan umat Islam.
Tun Dr. Mahathir Mohamad berpendapat bahawa pendidikan seks tidak perlu dijadikan
sebagai subjek khas di sekolah-sekolah kerana sudah terdapat dalam pengajaran agama Islam.
Beliau mengatakan lagi bahawa subjek khas mengenai seks tidak perlu tetapi memadai dengan
menjelaskannya dengan baik mengenainya supaya anak-anak faham dan tidak mudah
terpengaruh dengan nafsu. Menurut beliau, dalam subjek agama Islam telah dimasukkan
perkara-perkara yang mengajar anak-anak berdisiplin dan mengawal nafsu kerana ia
sebahagian daripada ajaran Islam.
“Akibat tidak mengawal nafsu bayi dibuang ke dalam tong sampah
dan kerana itu dalam pembelajaran agama Islam perlu ditekankan
tentang pentingnya pengawalan nafsu,”
Tun Dr. Mahathir Mohamad.
3
4. Tidak dapat dinafikan, keperluan seksualiti manusia berubah mengikut usia, tahap
kematangan dan kehidupan serta status kesihatan seseorang.
Pendidikan seks akan mendedahkan kepada kanak-kanak berkaitan hubungan seks.
Perzinaan akan menghancurkan kesucian hubungan manusia dan membawa kepada banyak
lagi kerosakan. Mengapa begitu? Kanak-kanak yang didedahkan dengan pengetahuan seks
sememangnya perilaku mereka ingin tahu dengan lebih mendalam serta ingin mencuba. Secara
tidak langsung, tabiat ini telah lari atau menyimpang daripada landasan sebenar pendidikan
seks. Kerajaan Britain telah lebih dahulu mula mengajar pendidikan seks di sekolah-sekolah
rendah dan seawal 7-8 tahun. Apakah mereka dapat menangani masalah ini? Kesannya masih
mengecewakan. Malahan, peratusan hubungan seks luar nikah, pengguguran dan aktiviti
berkaitan seks di Britian adalah antara yang tertinggi di Eropah. Walhal Belanda, yang memberi
pilihan kepada penduduknya samaada untuk mengikuti kelas seks atau sebaliknya tanpa
paksaan mempunyai peratusan yang rendah.
Menurut Siti Fatimah Abdul Rahman dalam Utusan Online, keluaran 18 Disember 2009
menyatakan,
“Baru-baru ini dilaporkan bahawa penyakit kelamin makin berleluasa di
Amerika Syarikat (AS). Data yang ada menunjukkan bahawa jumlah kes
chlamydia dan gonorea bertambah berbanding tahun sebelumnya.
Begitu juga, gadis di usia 15 - 19 tahun mendapat jangkitan chlamydia
tertinggi berbanding kumpulan usia yang lain.”
Nampaknya, pendekatan mereka dalam pencegahan penyakit ini yang menekankan
kepada seks yang selamat, gagal menyelamatkan masyarakatnya. Apa sudah jadi dengan
4
5. pendidikan seks yang diamalkan di negara tersebut? Apakah peningkatan penyakit kelamin ini
merupakan bukti kejayaan pendidikan seks di negara itu?
Seperti mana yang kita maklum, di AS, pendidikan seks diajarkan di sekolah-sekolah
dan ia telah pun diajarkan untuk sekian lama. Sepatutnya, maklumat yang diperolehi oleh para
pelajar daripada program itu dapat menjadikan mereka lebih 'bijak' dalam hal ini dan seterusnya
mengurangkan risiko dijangkiti penyakit-penyakit kelamin. Ternyata, sebaliknya yang berlaku. Di
mana silapnya? Jadi, adakah kita juga ingin mengambil risiko?
Bagaimana pula dari segi moralitinya? Sudah tentu acuan kita tidak sama dengan
acuan sekular Barat kerana sistem nilai kita yang berbeza. Pendidikan seks dalam konteks
masyarakat kita, khususnya umat Islam wajib bertunjangkan sistem nilai, moraliti dan akhlak
Islam. Ini meliputi kandungan, kaedah pengajaran dan matalamat pendidikan itu. Yang pasti
teknik pengajaran serta intipati pembelajaran untuk memberi panduan “safe sex” adalah
berbeza dengan matlamat untuk melahirkan insan yang soleh dan seimbang. Situasi ini secara
jelas seumpama mengajak anak-anak kita untuk mendampingi seks bebas.
Amalan berpasang-pasangan yang semakin berleluasa di sekolah-sekolah menengah
dan telah pun menular ke sekolah-sekolah rendah merupakan persekitaran yang merangsang
kepada suasana yang mengganggu ke arah pembentukan disiplin pelajar. Suasana ini hanya
akan memberi ruang dan peluang kepada pelajar-pelajar untuk melihat pendidikan seks
sebagai ilmu untuk memenuhi tuntutan nafsu semata-mata. Perlu diingatkan bahawa memenuhi
tuntutan nafsu seperti nafsu makan dan nafsu seks merupakan fitrah manusia, walau
bagaimanapun fitrah tersebut haruslah dipandu dan dikawal supaya ianya tidak menjurus ke
arah kemusnahan manusia itu sendiri.
5
6. Pendidikan seks dalam konteks masyarakat kita, khususnya umat Islam wajib
bertunjangkan sistem nilai, moral dan akhlak Islam. Ini meliputi kandungan, kaedah pengajaran
dan matlamat pendidikan itu. Yang pasti teknik pengajaran serta inti pati pembelajaran untuk
memberi panduan „seks selamat‟ adalah berbeza dengan matlamat untuk melahirkan insan
yang salih dan seimbang. Dalam Islam misalnya, segala hal berkaitan dengan seks terangkum
dalam perbahasan yang lebih luas mengenai peraturan dan hukum hakam serta perkara yang
berkaitan dengan hubungan lelaki dan wanita yang semua terangkum dalam perbincangan
„munakahat.‟ Di sesetengah tempat seperti di Johor, pendidikan mengenai munakahat ini sudah
pun diajarkan kepada pelajar peringkat rendah.
6
7. Rujukan
Abdullah Nasih 'Ulwan (1985), Tarbiat al-Awlad fi al-Islam, Jil. 2. Kaherah: Dar al-Salam
Harlina Halizah Siraj (2010), Fitrah: Menyantuni Naluri Insan, Majalah Solusi Isu ke-23:
Kuala Lumpur, Telaga Biru.
Muhammad Hazim B. mohd noh (2012), PMIUPM Mengecam Pendidikan Seks Di Sekolah:
http://hazimmohdnoh.wordpress.com/2010/12/01/pmiupm-mengecam-
pelaksanaan-pendidikan-seks-di-sekolah/: Dipaparkan pada 10 April 2012.
7