SlideShare a Scribd company logo
ii
PENGESAHAN
SKRIPSI
ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM
KELISTRIKAN PESAWAT
Disusun oleh:
KRISNA WAHYU ADHI WIDODO (NIM : 2011-11-081)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pada Kurikulum
Program Pendidikan Strata Satu pada
SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN
TEKNIK ELEKTRO
Jakarta, 7 Februari 2016
Mengetahui,
(Nurmiati Pasra, ST., MT.)
Ketua Jurusan Teknik Elektro
Disetujui,
ii
(Dr. Ir. Soetjipto Soewono)
Dosen Pembimbing
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Nama : Krisna Wahyu Adhi Widodo
NIM : 2011-11-081
Jurusan : Teknik Elektro
Prodi : Strata 1
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana baik di lingkungan
STT – PLN maupun di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan penuh
kesadaran dan bertanggung jawab serta bersedia memikul segara resiko jika
ternyata pernyataan ini tidak benar.
Jakarta,................................ 2016
Ttd
( Krisna Wahyu Adhi Widodo )
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada :
Bapak Soetjipto Soewono
Selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabarannya telah memberikan
petunjuk, saran-saran serta bimbingannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Terima kasih yang sama, saya sampaikan kepada Bapak Andi Yudono selaku
Manager Departemen Analisis Sistem Direktorat Teknologi di PT. Dirgantara
Indonesia yang telah mengijinkan mengambil data untuk keperluan penelitian.
Jakarta, 14 Februari 2016
Krisna Wahyu Adhi Widodo
NIM : 2011-11-081
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademi Sekolah Tinggi Teknik – PLN, saya yang bertanda
tangan dibawah ini :
Nama : KRISNA WAHYU ADHI WIDODO
NIM : 2011-11-081
Program Studi : STRATA SATU
Jurusan : TEKNIK ELEKTRO
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Sekolah Tinggi Teknik – PLN Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ( Non –
ekslusive Royalty Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN
PESAWAT.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
ekslusif ini Sekolah Tinggi Teknik – PLN berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
DI buat di : TANGERANG
Pada Tanggal : 14 Februari 2016
Yang Menyatakan
Krisna Wahyu Adhi Widodo
vi
ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM
KELISTRIKAN PESAWAT
Krisna Wahyu Adhi Widodo, 2011-11-081
Dibawah bimbingan Dr. Ir. Soetjipto Soewono
ABSTRAK
Moda transportasi penerbangan merupakan salah satu objek yang dapat
memicu sambaran petir. Sedikitnya satu kali dalam setahun setiap maskapai
penerbangan pasti mengalami kerusakan dari sambaran petir. Meskipun begitu
Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan dan jumlah hari guruh yang
tinggi, berbeda dengan negara yang mempunyai empat musim. Memasuki era
digitalisasi banyak sekali komponen elektrik di pesawat terbang yang
mengganti komponen analognya menjadi digital. Akibatnya, peralatan elektronik
ini mudah atau rentan sekali mengalami kerusakan, baik karena tegangan lebih
dari sistem elektrik di pesawat terbang, maupun dari sambaran petir tidak
langsung. Sambaran petir tidak langsung merupakan efek sekunder akibat
sambaran petir langsung dengan kata lain ketika petir menginjeksi arus dalam
jumlah besar pada bagian konduktif pesawat terbang dapat memberikan efek
induktif pada sistem kelistrikan dan merusak komponen elektrik didalamnya.
Dari studi yang telah dipelajari akan dibahas mengenai interaksi petir dengan
pesawat terbang, akibat yang ditimbulkan sambaran petir, metoda
penanggulangannya dari segi desain, maupun penambahan komponen
eksternal yang mampu mencegah arus petir menginduksi sistem kelistrikan dan
mengurangi efek merusak pada bagian di pesawat terbang.
Kata kunci : Sambaran petir, Zoning, Komponen elektrik, Bola bergulir
vii
IMPACT ANALYSIS OF LIGHTNING STRIKE TO AIRCRAFT
ELECTRICAL SYSTEM
Krisna Wahyu Adhi Widodo, 2011-11-081
Under the guidance of Dr.Ir. Soetjipto Soewono
ABSTRACT
Mode of Air transportation is one of the flying objects that can trigger lightning
strikes. At least once a year every airline must have suffered damage from
lightning strikes. Despite that Indonesia has a tropical climate with rainfall and
high level thunderstorm days, in contrast to countries that have four seasons.
Entering the era of digitalization, lot of electrical components on an aircraft that
is replacing the analogue to digital components. As a result, the electronic
equipment is easy or vulnerable to damage, either because the over voltage on
electrical systems in aircraft, as well as from indirect lightning strikes. Indirect
lightning strike is a secondary effect due to direct lightning strikes in other words
when the lightning current inject a large amounts of current to part of conductive
aircraft can provide inductive effect on the electrical system and damage the
electrical components therein. Of the studies that have been learned will be
discussed on the interaction of lightning with the aircraft, the impact of lightning
strikes, methods to overcome in terms of design, and additional external
components that can prevent lightning currents induce electrical systems, and
reduce the damaging effects on the airplane.
Keywords: Lightning strikes, Zoning, Electronic Components, Rolling sphere
viii
1.5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................I
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI........................................................iii
LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................iv
LEMBAR HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .....................v
ABSTRAK .......................................................................................................................vi
ABSTRACT....................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xi
DAFTAR SIMBOL........................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................................2
1.4 Batasan Masalah..........................................................................................3
1.5 Batasan Masalah ..................................... Error! Bookmark not defined.
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................3
BAB II MEKANISME SAMBARAN PETIR..........................................................4
2.1 Proses Terjadinya Peluahan Pada Petir ....................................................5
2.2. Jenis Sambaran Petir ....................................................................................9
2.2.1 Sambaran Petir di dalam Awan ( Intracloud )..........................................9
ix
2.2.2. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi ( Cloud to Ground ) .................... 10
2.2.4 Medan Listrik yang diproduksi dari peluahan petir .............................. 12
2.2.5 Faktor Pemicu Terjadinya Sambaran di Pesawat Terbang................ 14
BAB III SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG..............................23
3.1 Sambaran Petir Tidak Langsung .............................................................. 23
3.2 Pembagian Zona Sambaran Petir............................................................ 25
3.3 Metode Bola Bergulir.................................................................................. 31
3.5 Perbedaan Ground Test dan Flight Test................................................. 34
3.6 Parameter RLC pada pesawat terbang ................................................... 36
3.7 Resistansi dan Induktansi pada Silinder ................................................. 37
3.8 Induktansi ..................................................................................................... 38
3.9 Lembaran tembaga yang disusun bertumpuk ........................................ 45
3.10 Sistem proteksi dengan diverter ............................................................... 48
3.11 Batang Presipitasi Static Discharge ......................................................... 53
BAB IV ANALISA GANGGUAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG.............56
1.1 Analisa perhitungan jarak sambaran petir pada pesawat .................... 56
4.2 Copper mesh pada pesawat terbang....................................................... 61
BAB V SIMPULAN..........................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 66
LAMPIRAN
A. DAFTAR KONSULTASI
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Karakteristik Sambaran Petir berdasarkan MIL STD 464............... 14
Tabel 2. 2. Persentase Sambaran yang dilaporkan kepada BOEING.............. 15
Tabel 3. 1. Pembagian zona petir berdasarkan ARP 5412A ............................. 25
Tabel 3. 2. Karakteristik impedansi dari bahan jala-jala ..................................... 39
Tabel 3. 3. Karakteristik Kabel ................................................................................ 40
Tabel 3. 4. Metode bonding ..................................................................................... 52
Tabel 3. 5. Karakteristik bahan logam ................................................................... 55
Tabel 4. 1. Level sistem proteksi petir berdasarkan standar IEC 62305.......... 57
Tabel 4. 2. Spesifikasi Airbus A330-200................................................................. 57
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Pemisahan Muatan pada Awan Komulunimbus .............................6
Gambar 2. 2. Jenis Awan beserta Ketinggiannya ...................................................8
Gambar 2. 3. Jenis-jenis Sambaran Petir ............................................................. 10
Gambar 2. 4. Sambaran Petir dari Awan ke Awan .............................................. 12
Gambar 2. 5. Pengaruh ketinggian awan terhadap perubahan suhu............... 13
Gambar 2. 6. Perkiraan Jumlah Muatan didalam Awan ..................................... 13
Gambar 2. 7. Peta Hari Guruh Indonesia tahun 2004 s.d. 2006 oleh BMG .... 15
Gambar 2. 8. Perbandingan ketinggian jelajah pesawat dengan banyaknya
sambaran.............................................................................................16
Gambar 2. 9. Titik Sambaran Petir........................................................................ 16
Gambar 2. 10. Bentuk Leader, Channel, dan Return Stroke .............................. 18
Gambar 2.11. Peta Hari Guruh Sedunia dari April 1995 sampai Februari
2003 (petir/kilometer2/tahun) oleh NASA........................................19
Gambar 2. 12. Banyaknya sambaran tiap temperatur ......................................... 20
Gambar 3. 1. Karakteristik sambaran petir .......................................................... 26
Gambar 3. 2. Karakteristik sambaran petir berdasarkan SAE ARP 5412A.... 27
Gambar 3. 3. Pembagian zona sambaran petir .................................................. 28
Gambar 3. 4. Pembagian zona sambaran dilihat dari samping........................ 29
Gambar 3. 5. Pengukuran medan listrik oleh ONERA ....................................... 30
Gambar 3. 6. Metode bola bergulir pada gedung ............................................... 31
Gambar 3. 7. Bentuk gelombang WF1 ................................................................. 33
Gambar 3. 8. Bentuk gelombang WF2 ................................................................. 33
xii
Gambar 3. 9. Bentuk gelombang WF3 .................................................................. 33
Gambar 3. 10. Bentuk gelombang WF4 ................................................................. 33
Gambar 3. 11. Bentuk gelombang WF5A dan WF5B .......................................... 34
Gambar 3. 12. Bentuk gelombang petir komponen A,B,C,D .............................. 34
Gambar 3. 13. Arus Petir Mengalir Satu Arah dan Internal Induktansi.............. 35
Gambar 3. 14. Ground Test dengan Sirkit Balik dan Internal Induksi................ 35
Gambar 3. 15. RL Model dari Kulit Pesawat Terbang .......................................... 36
Gambar 3. 16. Parameter Geometris Tabung ....................................................... 37
Gambar 3. 17. Internal kabel .................................................................................... 38
Gambar 3. 18. Eksternal induktansi ........................................................................ 38
Gambar 3. 19. Mutual induktansi ............................................................................. 39
Gambar 3. 20. Mutual induktansi dengan grounding yang sama ....................... 39
Gambar 3. 21. Induktansi.......................................................................................... 40
Gambar 3. 22. Gelombang sambaran petir tidak langsung dari ARP 5412A... 42
Gambar 3. 23. Gambaran kabel saat terkena sambaran petir............................ 43
Gambar 3. 24. Perhitungan Isc dan Voc pada tiap antena .................................... 44
Gambar 3. 25. Jenis bahan yang dipakai pada bagian luar dari Boeing 787 ... 45
Gambar 3. 26. Lapisan pada kulit pesawat terbang moderen ............................ 46
Gambar 3. 27. Medan magnet pada koordinat bola ............................................. 47
Gambar 3. 28. Diverter .............................................................................................. 48
Gambar 3. 29. Diverter strip ..................................................................................... 49
Gambar 3. 30. Pengujian impulse petir pada diverter.......................................... 50
Gambar 3. 31. Pelat logam dan diverter pada radome........................................ 50
Gambar 3. 32. Bonding strap pada bulkhead ........................................................ 51
xiii
Gambar 3. 33. Banyaknya sambaran pada tiap daerah ekstrimitis ................... 51
Gambar 3. 34. P-static discharge wick ................................................................... 53
Gambar 3. 35. P-static discharge 1......................................................................... 53
Gambar 3. 36. P-static pada Airbus ........................................................................ 53
Gambar 3. 37. P-static discharge 2......................................................................... 54
Gambar 3. 38. P-static discharge pada pesawat garuda indonesia .................. 54
Gambar 4.1. Metode bola bergulir pada kondisi lepas landas ............................. 57
Gambar 4.2. Metode bola bergulir pada kondisi jelajah........................................ 58
Gambar 4.3. Metode bola bergulir tampak atas dan bawah pada kondisi
jelajah ...................................................................................................58
Gambar 4. 4. Metode bola bergulir pada kondisi mau mendarat ...................... 59
Gambar 4. 6. Kondisi kulit pesawat yang hanya dilindungi dengan cat ........... 62
Gambar 4. 7. Copper mesh ..................................................................................... 62
Gambar 4. 8. Kondisi kulit pesawat yang dilindungi dengan copper mesh ..... 62
xiv
DAFTAR SIMBOL
R : jari-jari (m)
k : konstanta
I : Arus (A)
L : Induktansi (H)
πœ‡0 : Permeabilitas
l : Panjang (m)
h : Ketinggian (m)
𝜎 : Konduktivitas (s atau mho)
Z : Impedansi (Ξ©)
𝛼 : Waktu peluruhan gelombang impulse (πœ‡π‘ )
𝛽 : Waktu naik gelombang impulse (πœ‡π‘ )
𝛿 : Skin depth (πœ‡m)
V : Tegangan (volt)
πœ” : Kecepatan sudut (rad)
𝑓 : Frekuensi (Hz)
C : Kapasitansi (F)
πœ€0 : Permitivitas listrik (8,85x10-12) (F/m)
𝑄 : Muatan ( Coulomb)
𝐴 : Luas permukaan (m2)
BIL : Basic Impulse Level (kV)
πœ‹ : sudut (3,14)
𝜌 : Resistivitas (1/0C)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis yang
memiliki suhu lembab dan mempunyai curah hujan yang tinggi. Menurut Badan
Meteorologi dan Geofisika Indonesia termasuk negara dengan hari guruh
terbanyak dalam setahun dan besarnya sambaran petir terbesar di dunia
mencapai 350 s.d. 400 KA yang terdapat di daerah Depok. Dari pemberitaan
beberapa tahun kebelakang tercatat banyak kecelakaan pesawat terbang yang
terjadi disaat musim hujan. Seperti pesawat terbang dari maskapai AirAsia
QZ8501 tipe airbus A320-200 yang dinyatakan hilang saat melakukan
penerbangan dengan rute dari Juanda ke Singapore. Dugaan awal pada saat
itu pesawat terbang hancur berkeping-keping karena pesawat berusaha
menghubungi Air Traffic Control bandara namun komunikasi terputus dan pilot
memutuskan untuk naik dari ketinggian 22.000 kaki menjadi 32.000 kaki yang
termasuk rute penerbangan internasional dan hilang kontak saat di selat
Karimata.
Berdasarkan pernyataan penerbang berpengalaman, ketika awan
comulonimbus datang sebisa mungkin pilot berusaha memutarinya. Hal ini
karena dalam awan Comulonimbus berisi muatan listrik sampai ratusan kilo
ampere yang memiliki ketinggian dan lebar sangat luas. Pada awalnya penulis
berpikir penyebab jatuhnya pesawat terbang tersebut hanya karena sambaran
2
petir yang cukup besar, tetapi setelah melakukan kerja magang di PT.
Dirgantara Indonesia penyebab kecelakaan pesawat terbang bukan hanya itu.
Melainkan juga karena didalam awan Comulonimbus berkumpul kristal es yang
menyebabkan badai es, dan arah angin yang berubah-ubah, dan mampu
menghilangkan daya angkat pada pesawat terbang seketika itu juga bahkan
sayap bisa patah karena hempasan anginnya.
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk bisa mengerti faktor penyebab
pesawat terbang bisa kecelakaan saat badai hujan dengan mempelajarinya dari
para ahli di bidangnya dan beberapa referensi karya tulis para ahli
kedirgantaraan, agar dikemudian hari dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan
meningkatkan teknologi yang sudah ada saat ini.
1.61.2Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami sistem kerja pengaman terhadap sambaran petir di
pesawat terbang yang sudah ada sekarang.
2. Untuk menambah wawasan penulis khususnya akan penerepan studi
teknik tegangan tinggi dibidang kedirgantaraan.
3. Untuk memenuhi prasyarat kelulusan pada jenjang strata satu.
1.71.3Manfaat Penelitian
Dari penyusunan skripsi ini, penulis dapat mengetahui bagaimana sistem
perlindungan pesawat terbang terhadap sambaran petir. Sehingga dengan
penelitian berkelanjutan dari para ahli dan pihak yang berkaitan mampu
mengembangkan teknologi yang tepat guna dan dapat mengurangi kecelakaan
3
yang terjadi pada pesawat terbang disaat badai tiba. Dan tentunya dapat
berbanding lurus dengan kenaikan tingkat kenyamanan penumpang moda
transportasi pesawat terbang dalam melakukan perjalanan. Penyusunan skripsi
ini juga bermanfaat sebagai pembuka wawasan kelistrikan diberbagai bidang
keilmuwan dan bisa menjadi pilihan bagi mahasiswa STT-PLN khususnya agar
lebih optimis dengan ilmu kelistrikan yang telah dipelajarinya diperkuliahan
untuk dapat berkarya dimana saja tidak hanya di PT. PLN Persero.
1.81.4Batasan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini, diantaranya :
1. Penulis hanya mensimulasikan metoda bola bergulir pada pesawat airbus
A330-200.
2. Spesifikasi dari alat penyalur sambaran petir tidak dibahas, karena masing-
masing produsen pesawat memiliki kebijakan yang berbeda-beda sesuai
dengan desain mereka.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis akan membagi
permasalahan dalam bab-bab berikut : Bab I. Pendahuluan, pada bab ini akan
dibahas latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
ruang lingkup masalah yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini. Bab II.
Landasan Teori, bab ini akan membahas karakteristik dari petir. Bab III. Metode
Penelitian, pada bab ini dijelaskan interaksi petir dengan pesawat terbang. Bab
IV. Hasil dan Pembahasan, pada bab ini dijelaskan bagian mana dari pesawat
4
terbang yang rentan terkena sambaran petir berdasarkan metoda bola bergulir
yang disesuaikan dengan karakteristik pesawat terbang tersebut. Bab V.
Penutup, berisi kesimpulan dari pernyataan yang telah dibahas pada bab
sebelumnya dan saran mengenai penelitian berkelanjutan dari para ahli agar
didapat teknologi yang terbaik.
BAB II
MEKANISME SAMBARAN PETIR
5
1.92.1Proses Terjadinya Peluahan Pada Petir
Mekanisme terjadinya peluahan listrik pada awan masih menjadi
perdebatan, tetapi ada pernyataan dengan sedikit keraguan yaitu energi yang
diproduksi petir berasal dari udara hangat yang naik keatas dan mengumpul
membentuk awan. Kemudian udara menjadi lebih dingin dan butir air menjadi
beku. Temperatur bagian bawah awan berkisar 130 C, sedangkan bagian atas
sekitar -650 C. Akibatnya didalam awan akan terbentuk kristal-kristal es. Dan
karena didalam awan bertiup angin ke segala arah, maka kristal-kristal es akan
saling bertumbukan dan bergesekan yang menyebabkan terpisahnya muatan
positif dan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menyebabkan terjadinya
petir, baik dari awan ke bumi, awan ke awan, maupun didalam awan itu sendiri.
Dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang akurat pada interaksi petir
dengan pesawat terbang, kita harus memiliki pengetahuan secara langsung
tentang fenomena petir di alam. Hal ini sangat membantu kita untuk
menganalisa dimana pesawat sering terkena sambaran petir. Pada bab ini
penulis akan membahas tentang bagaimana dan dimana petir itu terbentuk,
jenis-jenis awan dan petir, dan sambaran dari awan ke awan.
6
Gambar 2. 1. Pemisahan Muatan pada Awan Komulunimbus
Perlu diketahui bahwa awan merupakan indikator alami agar kita
mengetahui kondisi cuaca dan potensi bahaya yang ditimbulkannya. Awan
berada dimana-mana, dengan mempelajarinya kita dapat mengetahui gerak
udara, stabilitas, dan kelembapan udara. Secara umum reaksi kimia yang
terjadi di awan dan sering kita amati adalah terbentuknya hujan dan petir.
Berdasarkan referensi, reaksi kimia yang mungkin terjadi selain petir
diantaranya badai salju, hujan batu es, angin tornado, dan kabut.
Kilat biasanya terbentuk karena penumpukan muatan listrik pada bagian
tengah dari awan tersebut. Penumpukan muatan listrik di awan terbentuk dari
proses yang rumit dari pembekuan dan pencairan uap air serta pergerakan dari
tetesan hujan dan partikel es yang saling bertabrakan dan pecah. Biasanya
muatan listrik positif (proton) berkumpul di bagian atas awan komulunimbus tapi
7
bisa juga terjadi pada fenomena atmosfer lainnya, sedangkan pada bagian
bawahnya berkumpul muatan listrik negatif (elektron).
Berdasarkan ketinggiannya awan di bedakan menjadi tiga jenis,
diantaranya
1. Awan Tinggi,
2. Awan Menengah,
3. Awan Rendah,
Awan tersebut diklasifikasi menurut cara terbentuknya. Awan terbentuk dari
arus vertikal di udara yang tidak stabil disebut kumpulan atau tumpukan
kumulus, jenis ini ditandai dengan bentuknya yang padat bergelombang-
gelombang. Sedangkan awan yang terbentuk dari pendinginan lapisan udara
yang stabil disebut stratus bertingkat atau berlapis, jenis ini ditandai dengan
bentuknya seperti lembaran-lembaran.
Awan tinggi, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : sirrus,
sirruskumulus, dan sirrusstratus. Jenis ini terbentuk sebagian besar dari kristal
es dengan ketinggian sekitar 16.500 - 45.000 meter di lintang tengah.
Awan menengah, awan yang termasuk jenis ini diantaranya :
altokumulus dan nimbostratus. Bahan utama awan ini adalah air yang sangat
dingin. Ketinggian dasar awan ini berkisar dari sekitar 1981,2 – 7010,4 meter di
lintang tengah.
8
Gambar 2. 2. Jenis Awan beserta Ketinggiannya
Awan rendah, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : stratus,
stratokumulus, dan kumulus. Awan jenis ini hampir seluruh bagiannya terdiri
dari air yang kadang-kadang sangat dingin. Pada kondisi temperatur dibawah
titik beku juga terdapat salju dan partikel es. Ketinggian awan dari permukaan
air laut sekitar 1981,2 meter ke bawah pada lintang tengah.
Awan dengan luas mengembang dan vertikal, awan yang termasuk
jenis ini diantaranya : kumulus menjulang dan kumulonimbus. Awan ini
biasanya berisi air superdingin diatas titik beku. Tetapi ketika awan ini tumbuh
menjadi sangat besar, air pada bagian atas awan membeku menjadi kristal es.
Besar awan ini dari permukaan air laut sekitar 304,8 – 3048 meter.ke atas.
Petir bisa kita analogikan sebagai kondensator raksasa, dimana lempeng
pertama adalah awan dan lempeng kedua adalah bumi. Jika beda potensial
9
antara awan dengan bumi cukup besar, maka akan terjadi peluahan muatan
elektron dari awan ke bumi. Pada proses ini petir akan mencari kerapatan
udara yang paling rendah untuk bisa sampai ke bumi. Udara disini berfungsi
sebagai isolasi diantara keduanya, ketika petir sampai di bumi terjadi ledakan
suara yang disebut guruh. Hal ini karena udara tidak mampu lagi menahan laju
elektron dari awan ke bumi dan sebaliknya. Sering kali kita lihat yang lebih dulu
terjadi adalah kilatan cahaya yang menyilaukan ( kilat ), baru bunyi yang
menggelegar disebut guruh. Hal ini karena kecepatan cahaya sekitar 3 x 108
m/s, sedangkan cepat rambat bunyi di udara sekitar 344 m/s.
Muatan listrik di dalam awan menghasilkan medan listrik yang cukup
kuat untuk mengionisasi udara dan menghasilkan bunga api listrik, yang dapat
berkembang menjadi kilatan petir. Ada beberapa jenis sambaran petir,
diantaranya :
1. Sambaran petir di dalam awan (intra-cloud),
2. Sambaran petir awan ke bumi ( cloud to ground ).
3. Sambaran petir antar awan (cloud to cloud),
1.10 2.2. Jenis Sambaran Petir
2.2.1 Sambaran Petir di dalam Awan ( Intracloud )
Kilat di dalam awan terjadi karena pengumpulan muatan di bagian
tengah awan. Perbedaan karakteristik yang di miliki petir di dalam awan di
banding petir dari awan ke bumi adalah fase sambaran kembali yang kurang
besar bahayanya. Untuk peluahan muatan intracloud bisa mencapai 6 KA pada
kondisi arus puncak. Biasanya kelihatan seperti cahaya yang menghambur dan
10
kadang-kadang petir keluar dari batas awan seperti saluran bercahaya pada
sambaran awan ke bumi.
Gambar 2. 3. Jenis-jenis Sambaran Petir
2.2.2. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi ( Cloud to Ground )
Proses terbentuknya petir jenis ini di mulai dengan gumpalan-gumpalan
udara yang terionisasi di sebut sebagai pelopor. Pelopor dapat menjalar keluar
dari wilayahnya jika medan listrik yang di timbulkan cukup besar sehingga
membentuk kanal-kanal petir yang bercabang-cabang. Peristiwa ini terjadi jika
kekuatan medan listriknya mencapai 500 KV/m, yang dapat bergerak berkelok-
kelok sejauh 50 m dan dengan waktu tempuh 40-100 ms disebut juga sebagai
pelopor melangkah ( stepped leader ).
Diameter dari pelopor melangkah antara 1 m dan 10 m tergantung
besarnya arus paling rendah 100 A. Pelopor terkonsentrasi di dalam pusat
ionisasi yang berdiameter sebesar 1 cm. Rata-rata kecepatan bercabangnya (
propagasi ) adalah 1,5 x 105 m/s. Pelopor bisa berbentuk cabang-cabang yang
11
mengarah ke bumi maupun dari bumi ke awan. Pelopor yang mengarah ke atas
biasa terjadi pada tempat-tempat yang tinggi seperti bukit, pohon, dan gedung-
gedung. Medan listrik di sekitar bangunan tersebut bisa mengionisasi udara di
sekitar sehingga muatan positif pada bumi bergerak menuju awan yang
bermuatan negatif, dan titik pertemuan antara muatan positif dan negatif di
sebut titik kontak. Ketika peristiwa ini terjadi muatan listrik pada pelopor bisa
terinduksi ke bumi dan bergerak berkelok-kelok dengan sangat cepat yang di
sebut dengan sambaran kembali dan proses peluahan dari pelopor bisa
mencapai kecepatan 5 x 107 m/s. Karakteristik dari awal sambaran kembali
yaitu memiliki pulsa arus dengan amplitudo yang tinggi bersama cahaya yang
terang.
Pada sambaran kembali terindikasi adanya pengurangan nilai
berdasarkan ketinggiannya. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan berarti pada
bentuk gelombang dan amplitudo arus yang diterima pesawat ketika tersambar.
Karena petir jenis ini memproduksi muatan yang lebih besar dibandingkan jenis
petir lainnya.
12
Gambar 2. 4. Sambaran Petir dari Awan ke Awan
Petir jenis ini merupakan tipe yang sering terjadi di daerah tropis.Petir ini
biasanya terjadi ketika awan kumulonimbus bertemu dengan awan kumulus.
Peluahan muatan listrik antara awan satu dengan lainnya yang berbeda
polaritas dengan udara sebagai penyekatnya. Kilat dalam jumlah besar dapat di
produksi di seluruh bagian awan kumulonimbus. Petir jenis ini terjadi pada
ketinggian yang sangat tinggi sehingga hampir sebagian besar awan
kumulonimbus terlihat sampai 320 km luasnya dengan lebar sekitar 7 km.
1.5.1 Medan Listrik yang diproduksi dari peluahan petir
Rata-rata medan listrik dipermukaan awan memiliki medan 300 V/m.
Ketika udara melewati ambang batas breakdown, arus listrik di udara
meningkat drastis dan terlihat cahaya ke biru-biruan yang disebut korona
discharge. Korona yang berasal dari objek di darat tidak bisa membentuk busur
listrik secara sempurna atau sambaran petir balik.
13
Gambar 2. 5. Pengaruh ketinggian awan terhadap perubahan suhu
Gambar 2. 6. Perkiraan Jumlah Muatan didalam Awan
Dari data tabel 2.1 sambaran petir sangat berbahaya untuk penerbangan
suatu maskapai dan bisa menyebabkan delay karena perbaikan kerusakan.
Untuk meningkatkan efektivitas perbaikan kerusakan yang disebabkan
14
sambaran petir dibutuhkan personil yang handal dan terbiasa melakukan
pengecekan, prosedur perbaikan, dan pengukuran proteksi terhadap petir.
Tabel 2. 1. Karakteristik Sambaran Petir berdasarkan MIL STD 464
Karakteristik Spesifikasi
Tipe
Inter/Intra Awan, dan Awan ke
Tanah
Beda Potensial +/- 30 s.d. 100 MV
Arus < 650 kA (Peak) rata-rata 200 Ka
Daya 1012 W nominal (Peak)
Energi
5 x 108 nominal (200 lb TNT tiap
sambaran)
Radius 3 s.d. 30 km per sambaran
Frekuensi Spektrum 10 kHz s.d. 10 MHz
Durasi
Sambaran – 100 πœ‡s
Kilat 0,2 s (1 s.d. 20 Sambaran)
Frekuensi dari sambaran petir tergantung dari letak geografis daerah
yang dilewati. Contohnya di Florida rata-rata hari guruh yang terjadi dalam
setahun mencapai 100 kali, sama halnya dengan indonesia khususnya di
daerah Tangerang mencapai 169 hari.
2.2.5 Faktor Pemicu Terjadinya Sambaran di Pesawat Terbang
Kemungkinan terbesar petir menyambar pada titik-titik ekstrim terluar
pesawat terbang seperti : ujung sayap (wing tip), bagian depan pesawat (nose
radome), atau ekor (rudder). Petir sering menyambar pada fase mendaki (take-
off) dan jelajah (cruise) pada ketinggian 5.000 s.d. 15.000 kaki. Probabilitas
sambaran petir pada ketinggian lebih dari 20.000 kaki semakin berkurang.
Kemungkinan terjadinya petir pada cuaca hujan sampai 70%. Terdapat
hubungan yang kuat antara suhu yang mendekati 00 C dengan sambaran petir
pada pesawat terbang. Kondisi pada saat pembentukan gumpalan awan hitam
(precipitation) juga terjadi mengumpulnya energi listrik didalam awan. Meskipun
15
begitu petir dapat menyambar pesawat terbang sejauh lima mil dari gumpalan
awan hitam tersebut. Berdasarkan penjelasan dari pilot berpengalaman sekitar
42% sambaran petir terjadi tidak disertai badai.
Tabel 2. 2. Persentase Sambaran yang dilaporkan kepada BOEING
Posisi Sambaran dari
Awan
Persentase Sambaran
di atas < 1%
di dalam 96%
di bawah 3%
di antara < 1%
di samping < 1%
Gambar 2. 7. Peta Hari Guruh Indonesia tahun 2004 s.d. 2006 oleh BMG
Pada gambar 2.9 dijelaskan bahwa petir akan menyambar dari titik entri,
kemudian arus mengalir melalui kulit badan pesawat terbang dan keluar melalui
16
titik ekstrim. Komponen pesawat terbang banyak yang terbuat dari bahan
ferromagnetis, sehingga termagnetisasi ketika terjadi sambaran petir. Dan
ketika sistem kelistrikan di pesawat terbang didesain resistan dari sambaran
petir bisa menimbulkan kerukasan pada komponen tersebut jika arus yang
mengalir melewati batas rancangan.
Gambar 2. 8. Perbandingan ketinggian jelajah pesawat dengan banyaknya sambaran
Gambar 2. 9. Titik Sambaran Petir
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
PersentaseSambaran
Ketinggian (Dalam ribuan kaki)
17
Komponen pesawat harus dirancang untuk bisa melindungi penumpang
dari bahaya katastropik sambaran petir. Keselamatan penerbangan sangat
penting untuk kelanjutan operasi pesawat komersial dan peningkatkan
kepercayaan didunia transportasi. Pesawat biasanya dirancang untuk mencapai
Design Service Objective (DSO) atau tujuan layanan desain.
DSO ini mengacu pada siklus penerbangan, jam penerbangan, dan
tujuan sebagai parameter desain untuk pesawat terbang. DSO membantu
insinyur dalam pemilihan bahan dan komponen struktural. Pesawat terbang
dirancang sesuai umur ekonomis 20 tahun pengoperasian dan jarak tempuh
operasi. Sebuah pesawat berbadan lebar mungkin dirancang untuk tujuan
pelayanan 20.000 siklus penerbangan dan 60.000 jam terbang selama 20
tahun. Tujuan pesawat DSO harus dipertimbangkan ketika memilih dan
mengevaluasi desain proteksi petir.
Petir adalah disipasi energi statis disimpan dalam gumpalan awan. Para
ilmuwan percaya bahwa energi statis yang tersimpan di awan berasal dari
gerakan relatif dari curah hujan di dalam awan yang menghasilkan elektron
bebas. Muatan positif di awan akan mencari negatif biaya di permukaan bumi'.
Sementara dengan cara yang sama, muatan negatif di awan akan mencari
muatan positif di tanah. Petir mulai menjauh dari awan penuh dengan energi
statis dalam apa yang disebut sambaran pelopor. Jalur petir yang terbentuk
dapat mencapai tingkat yang luar biasa sekitar satu juta volt dan mencapai
suhu 50.0000 F atau 2204,40C. Dari gambar di bawah ini, saluran petir dapat
dengan mudah diidentifikasi oleh garis putih tebal sedangkan pelopor berupa
garis putih tipis seperti akar serabut pohon.
18
Gambar 2. 10. Bentuk Leader, Channel, dan Return Stroke
Seperti yang ditunjukkan dalam gambar, petir bisa menyambar dari
tanah ke awan atau dari awan ke tanah. Energi yang tersimpan dalam awan
petir dapat menjadi luar biasa besar. Petir memiliki potensi dampak serius pada
operasi pesawat. Menurut beberapa produsen pesawat, kerusakan pesawat
akibat tersambar petir dapat menambah lama waktu perbaikan sekitar 1 s.d. 3
hari untuk sambaran petir biasa.
Telah dicatat bahwa Pesawat bisa disambar petir bahkan ketika tidak
dalam kondisi badai. Sekitar tahun 1980, dengan pengujian ekstensif
(disponsori oleh NASA) mengenai sambaran petir ke pesawat terbang
menunjukkan bahwa mayoritas sambaran petir ke pesawat diprakarsai oleh
pesawat. Diperkirakan bahwa lebih dari 90 persen dari pesawat sambaran petir
yang "dipicu".
19
Gambar 2. 11. Peta Hari Guruh Sedunia dari April 1995 sampai Februari 2003 (petir/kilometer2/tahun) oleh NASA
20
Gambar 2. 12. Banyaknya sambaran tiap temperatur
Petir menyambar ke ujung sayap dan keluar melalui ujung sayap lainnya.
Jalur ini perlu dipahami dalam rangka membangun perlindungan yang tepat
tanpa mengorbankan kinerja atau keamanan. Edward J. Rupke, insinyur senior
teknik petir di Pittsfield, Mass., memberikan penjelasan sebagai berikut: Rata-
rata, setiap pesawat komersial di Amerika Serikat 27 armada terkena sambaran
petir ringan lebih dari sekali setahun. Bahkan, pesawat sering memicu petir
ketika terbang melalui wilayah bermuatan berat. Sekarang pesawat harus
menerima satu set tes ketat sertifikasi petir untuk memverifikasi keselamatan
desain yang dibuat. Meskipun penumpang dan awak dapat melihat flash dan
mendengar suara keras jika sambaran petir pesawat mereka, tidak ada yang
serius terjadi, karena perlindungan-hati direkayasa ke dalam pesawat.
Mengingat jumlah pesawat terbang di sekitar dunia dengan perkiraan 2000-
3000 badai terjadi setiap saat suatu tempat di dunia. Sejarah membuktikan
bahwa crash pesawat memang terjadi diakibatkan sambaran petir. Petir terkait
21
crash dapat berasal dari hilangnya kontrol pesawat, tangki bahan bakar
pengapian, atau menyilaukan mata pilot selama fase pendaratan kritis. Salah
satu contoh yang jelas dari hilangnya pesawat itu pada tahun 1963 ketika Pan
American World Airways 707 disambar petir dan terbakar, tujuh penumpang
dan delapan awak tewas dalam kecelakaan itu. Investigasi kecelakaan
mengungkapkan bahwa tangki bahan bakar pesawat meledak. Terbukti dengan
ditemukan bekas sambaran petir di ujung sayap. Dalam sebuah artikel yang
ditulis oleh Michael Cherington MD, data dari National Dewan Keselamatan
Transportasi dari 26 tahun data (1963-1989) cedera diidentifikasi karena
sambaran petir pada pesawat. Dalam periode itu, 40 petir kecelakaan terkait
terjadi, 10 melibatkan komersial penerbangan, dan 30 yang melibatkan swasta
pesawat, menyebabkan 290 korban jiwa. Penerbangan tersebut, 4 kecelakaan
pesawat komersial menyumbang 260 dari kematian, dan 14 kecelakaan
pesawat non-komersial menyumbang sisanya 30 korban jiwa. Kecelakaan
signifikan adalah sebagai berikut:
4. Pan American World Airlines Boeing 707 pesawat meledak di atas Elkton
MD pada 12 Agustus 1963. Penyebab kecelakaan adalah ledakan tangki
bahan bakar membunuh semua 86 penumpang. Laporan NTSB
mengidentifikasi bahwa petir bukanlah kemungkinan penyebabnya.
5. Delta Airlines Lockheed L-1011 pesawat jatuh pada persiapan pendaratan
ke Dallas / Fort Bandara Internasional pada 2 Agustus 1985. Kecelakaan
itu mengakibatkan 135 korban jiwa dan luka-luka 28. Meskipun beberapa
pengamat melaporkan melihat bekas sambaran petir pesawat, peneliti
22
tidak dapat mengkonfirmasi petir sebagai penyebab jatuh. Petir terdaftar
sebagai faktor utama dalam laporan kecelakaan NTSB.
6. Pesawat Udara AS McDonnell-Douglas DC9-31 rusak karena sambaran
petir. Mekanik terluka ketika ia menyentuh bagian luar pesawat saat didarat
karena sambaran petir.
7. Ozark Airlines Fairchild FH227B pesawat terbang di atas St Louis, Mo
menderita sambaran petir langsung dan menewaskan 38 penumpang pada
tanggal 23 Juli tahun 1973.
Kebanyakan kulit pesawat dibuat dari bahan aluminium yang merupakan
penghantar listrik yang sangat baik. Dengan memastikan bahwa tidak ada gap
pada jalur konduktif ini, insinyur dapat memastikan bahwa sebagian besar arus
petir akan tetap pada kulit luar pesawat terkait efek faraday cage. Beberapa
pesawat modern terbuat dari bahan komposit canggih, yang secara signifikan
kurang konduktif daripada aluminium. Dalam hal ini, komposit dibuat dari
lapisan serat konduktif atau layar yang dirancang untuk membawa atau
menyebarkan arus petir. Kerusakan struktur pada lokasi lampiran petir atau
kerusakan mekanik dari sambaran petir disebut efek langsung.
23
BAB III
SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG
1.11 3.1 Sambaran Petir Tidak Langsung
"Efek sambaran petir tidak langsung" adalah istilah khusus yang
digunakan untuk menggambarkan efek elektromagnetik (EM) yang mengikuti
"sambaran petir langsung". Selain efek mekanik lokal dan termal yang diamati
pada titik sambaran, arus listrik juga menyebar diseluruh bagian struktur
pesawat, baik pada permukaan eksternal maupun bagian dalam, termasuk
sistem listriknya, sampai keluar pada exit point. Redistribusi arus tersebut
keseluruh struktur disebut "induksi arus". Efek termal mempunyai dampak
kerusakan paling parah karena menghasilkan pemanasan mekanik seperti
melelehnya mur, lubang, dsb. Efek pada peralatan elektronik yaitu terjadi
perbedaan potensial pada sistem impedansi dan menginduksi kabel yang ada
di sepanjang badan esawat terbang hingga ke konektor peralatan. Arus
tersebut dapat mengakibatkan efek elektromagnetik.
Pada tahu 1980-an, ONERA melakukan percobaan pada C160 Transall
pesawat terbang yang disponsori oleh Badan Pertahanan Perancis (Delegasi
GΓ©nΓ©rale pour l'Armement) DGA, untuk memasang beberapa instrumen sensor
elektromagnetik pada permukaan pesawat dan belakang pintu dari bahan
komposit karbon. Pada saat itu, bentuk gelombang dua arah yang ditemukan
sangat mengejutkan, tetapi mereka dapat dijelaskan oleh redistribusi saat
24
dihitung pada model 3D sederhana dari eksterior pesawat dan backdoor
elektromagnetik coupling dapat dijelaskan dengan teori hamburan.
Pada awal 90-an, DGA Perancis mendorong industri pesawat terbang,
yaitu Dassault dan Airbus, untuk memahami secara langsung efek petir pada
pesawat terbang. Eksperimen yang luas kemudian dilakukan pada sayap dari
bahan karbon komposit ("Voilure Composite Carbone" dalam bahasa Perancis,
VCC). Percobaan ini untuk memahami redistribusi arus pada struktur silinder
dua dimensi. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa penelitian dari
pendekatan dua dimensi ke tiga dimensi efek redistribusi. Uni Eropa
meluncurkan dua proyek besar melibatkan Akademik, laboratorium, dan industri
mitra, di mana sambaran petir tidak langsung memiliki tempat yang signifikan.
Proyek fulmen Uni Eropa, sebagai bagian dari proyek kerangka kerja 3,
membentuk dasar pertama bagi pemodelan 3D dari pesawat, serta interior,
termasuk kabel. Hal ini diikuti oleh proyek EMHAZ kerangka 5, yang mengambil
analisis selangkah lebih maju dengan menggunakan geometri yang lebih
kompleks. Setelah proyek ini, pemodelan 3D petir tidak langsung pada pesawat
terbang menjadi semakin biasa dalam industri pesawat kualifikasi dan proses
sertifikasi. Pada tahun 2005 s.d. 2008, proyek MOVEA Prancis, disponsori oleh
DGA Perancis, memiliki ambisi membangun AC / RC model untuk menghitung
dua kendala EM yang dihasilkan oleh sambaran petir tidak langsung, serta
untuk menilai gangguan yang mungkin terjadi pada tingkat peralatan. Analisis
tersebut diselidiki dan dijelaskan di mana konfigurasi geometris, dan mengapa,
arus induksi besar dapat terjadi pada AC / RC. Pertama kami memperkenalkan
25
bentuk gelombang seperti yang muncul dalam arus petir tidak langsung standar
urutan.
1.12 3.2 Pembagian Zona Sambaran Petir
Pembagian zona petir oleh SAE Aerospace, sebagai berikut :
Tabel 3. 1. Pembagian zona petir berdasarkan ARP 5412A
Zona Sambaran Keterangan
1A
Zona sambaran
balik pertama
Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran
pertama kali terlampir dalam waktu yang singkat atau
daerah berujung lancip yang memicu terjadinya
sambaran petir.
1B
Zona sambaran
balik pertama
dengan panjang
menggantung
Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran
pertama kali terlampir dalam waktu yang singkat atau
daerah berujung lancip yang memicu terjadinya
sambaran petir.
1C
Zona transisi
untuk sambaran
balik pertama
Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran
sapuan terjadi dengan amplitudo rendah dan dalam
rentan waktu yang lebih lama.
2A
Zona sambaran
balik (return
stroke)
Semua bidang permukaan pesawat dimana terjadi
sambaran kedua dengan amplitudo lebih rendah dari
1A, tetapi masih lebih tinggi dari 1C dalam waktu yang
singkat.
2B
Zona sambaran
sapuan dengan
panjang
menggantung
Semua bidang permukaan pesawat dimana terjadi
sambaran kedua dengan sambaran sapuan dalam
waktu yang lebih lama.
3
Zona sambaran
selain dari zona
1 dan 2
Selain dari zona 1A, 1B, 1C, 2A, 2B yaitu pada
bagian-bagian dari pesawat yang terletak di bawah
atau diantara zona lainnya.
Zoning merupakan pengklasifikasian permukaan pesawat terbang yang
memiliki kecenderungan memicu sambaran petir pada bagian tertentu. Ada dua
pendekatan untuk menguraikan suatu zonasi sekitar pesawat. Pendekatan
pertama dikembangkan oleh BAe didasarkan pada β€œMetode Bola Bergulir”.
Parameter input adalah jari-jari bola yang dievaluasi oleh pengalaman
perbaikan kerusakan akibat sambaran petir. Pendekatan kedua didasarkan
26
pada deskripsi fisik sambaran petir pada pesawat terbang. Metode ini
memperhitungkan proses dasar yang terjadi selama sambaran petir pada
pesawat.
Gambar 3. 1. Karakteristik sambaran petir
27
Gambar 3. 2. Karakteristik sambaran petir berdasarkan SAE ARP 5412A
28
Gambar 3. 3. Pembagian zona sambaran petir
29
Gambar 3. 4. Pembagian zona sambaran dilihat dari samping
30
Gambar 3. 5. Pengukuran medan listrik oleh ONERA
31
1.13 3.3 Metode Bola Bergulir
Metode ini sering dipakai untuk membangun sistem proteksi pada
pembangkit, gardu distribusi, maupun peluncuran roket. Dengan metode ini
seolah-olah ada bola dengan radius R bergulir di sepanjang bagian yang
mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada struktur
adalah titik yang dapat disambar petir. Besar R berhubungan dengan besarnya
arus petir dan dinyatakan sebagai berikut :
R = k.I0,75
Radius dari bola bergulir didapat dari perhitungan konsep leader
potensial untuk menghitung jarak sambaran. Dengan metoda leader potensial
bisa menunjukkan seberapa rendah tahanan pada grounding dan bonding
untuk mengurangi ground potential rise maupun efek sekunder dari sambaran
petir yang mempengaruhi peralatan elektronik didalamnya. Dapat diasumsikan
bahwa leader petir setara dengan konduksi kawat di dalam lingkungan medan
listrik dari awan badai. Menurut Mazur et al, jarak sambaran adalah fungsi dari
leader potensial dan medan listrik konstan sepanjang kepala streamer
bermuatan negatif.
Gambar 3. 6. Metode bola bergulir pada gedung
32
Warna hijau merupakan sisi bangunan yang harus diproteksi. Warna
ungu merupakan bentuk imajiner dari bola bergulir yang mewakili zona pada
bangunan yang dapat disambar petir dan bagian yang tak bersinggungan
dengan bola merupakan bagian yang terproteksi dari sambaran petir. Garis
hitam tebal berhubungan dengan pusat bola terletak pada Ra jarak dari tanah
atau bangunan permukaan. BAe telah menerapkan model bola bergulir ke
kasus sambaran petir pada pesawat untuk menghitung zona lampiran awal petir
bahkan jika model ini mengasumsikan bahwa penyadapan pesawat petir alami
yang tidak konsisten dengan dalam penerbangan pengamatan menunjukkan
bahwa itu adalah pesawat yang memicu petir. Poin lampiran dihitung dengan
bergulir bola di pesawat permukaan. Poin tersentuh oleh bola sesuai untuk
entry point. Dari permukaan eksternal yang dihasilkan oleh bola pusat,
probabilitas bahwa permukaan dasar dari pesawat mungkin disambar dapat
disimpulkan.
Keuntungan dari model ini adalah untuk mengasosiasikan langsung
dengan daerah tertentu pesawat probabilitas disambar petir. Namun, yang
harus ingat bahwa metode ini didasarkan pada model empiris. Hal ini konsisten
dengan salah satu proses sambaran petir yang merupakan Setidaknya
kemungkinan dalam kasus pesawat. Selain itu, hasil sangat tergantung pada
pilihan radius.
1.14 3.4 Bentuk Gelombang Petir
Bentuk gelombang petir sambaran tidak langsung telah diturunkan dari
tingkat sistem ground test pesawat terbang dengan 1.5 / 88 ΞΌs gelombang bi-
eksponensial komponen A.
33
Gambar 3. 7. Bentuk gelombang WF1
Gambar 3. 8. Bentuk gelombang WF2
Gambar 3. 9. Bentuk gelombang WF3
Gambar 3. 10. Bentuk gelombang WF4
34
Gambar 3. 11. Bentuk gelombang WF5A dan WF5B
Dari gambar diatas diperlihatkan bahwa setiap petir yang menginjeksi
badan pesawat berbeda-beda tergantung fungsi waktu. Grafik tersebut
merupakan hasil percobaan pengukuran yang dilakukan oleh US Military dan
dicantumkan dalam standar DO-160 sama halnya dengan MIL-STD yang
dipakai sebagai standar penerbangan militer.
Gambar 3. 12. Bentuk gelombang petir komponen A,B,C,D
1.15 3.5 Perbedaan Ground Test dan Flight Test
Interaksi petir dengan badan pesawat terbang dari bahan komposit
dalam penerbangan dibandingkan dengan ground tes.
35
Gambar 3. 13. Arus Petir Mengalir Satu Arah dan Internal Induktansi
Misalkan diketahui komposit serat karbon (CFC) silinder dengan panjang
10 m, radius 2 m, ketebalan 2 mm, dan Οƒ = 104 S / m.
L = Linternal =
πœ‡0.𝑙
4πœ‹
βˆ™
𝑑
β„Ž
= 1 nH ..............................................................(3.1)
RDC =
𝑙
2 .𝑏 .𝑑 .𝜎
= 80 mΞ© ..........................................................................(3.2)
𝐿 𝑖𝑛𝑑
𝑅 𝐷𝐢
= 100 ns ........................................................................................(3.3)
Gambar 3. 14. Ground Test dengan Sirkit Balik dan Internal Induksi
Dengan silinder yang sama dalam ground tes didapat return current path
atau jalur arus balik di dekatnya.
L = Linternal =
πœ‡0.𝑙
4πœ‹
βˆ™ ln (
2 .β„Ž
𝑏
) = 500 nH >> Linternal...............................(3.4)
𝐿 𝑒π‘₯𝑑
𝑅 𝐷𝐢
β‰… 69 πœ‡π‘  >>
𝐿𝑖𝑛𝑑
𝑅 𝐷𝐢
.........................................................................(3.5)
Induktansi internal yang lebih rendah dari kasus dalam penerbangan
membuat pembagian arus antara pesawat kulit dan konduktor internal
(diarahkan sejajar dengan arus petir) sebagian besar resistif. Semakin tinggi
36
induktansi eksternal dalam uji tanah tingkat sistem mendistribusikan arus cukup
berbeda, yang awal waktu bagian dari petir hanya sementara melintasi kulit dan
waktu akhir melintasi pedalaman kabel. Induktansi tinggi dalam tes tanah, di
atas, menciptakan arus gelombang 5A pada kabel.
1.16 3.6 Parameter RLC pada pesawat terbang
Pembagian saat ini antara kulit komposit kendaraan dan konduktor
internal 'tergantung pada perlawanan dan induktansi dari dua seperti yang
digambarkan dalam model heuristik pada gambar gelombang panjang petir
relatif terhadap ukuran kendaraan kedirgantaraan membuat sirkuit RL
sederhana memadai pada tingkat sistem aplikasi. Gelombang kabel saat ini
telah diturunkan dari tes tanah dengan dekatnya jalur kembali saat didefinisikan
dengan baik. Dalam penerbangan, tidak ada jalan kembali saat ini. Perbedaan
antara keduanya adalah induktansi konduktor, eksternal dibandingkan internal
yang induktansi seperti yang dijelaskan di bawah ini.
Gambar 3. 15. RL Model dari Kulit Pesawat Terbang
Saat kabel dalam model ini diberikan oleh ekspresi berikut:
IKabel (s) = IA (s) βˆ™
𝑍 𝐢𝐹𝐢 (𝑠)
𝑍 𝐢𝐹𝐢 ( 𝑠)+ 𝑍 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™ (𝑠)
= IA βˆ™ (
1
𝑠+𝛼
βˆ’
1
𝑠+𝛽
) βˆ™
𝐿 𝐢𝐹𝐢
𝐿 𝐢𝐹𝐢+ 𝐿 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™
βˆ™
𝑆+𝛽
𝑆+𝛾
.....(3.6)
37
IA β‰… 218 KA ,
untuk mendapatkan 200 kA nilai domain waktu puncak Komponen A,
π›Όβˆ’1
= 88 πœ‡π‘ ,
petir Komponen A waktu peluruhan,
π›½βˆ’1
= 1,5 πœ‡π‘ ,
petir Komponen A waktu naik,
ZCFC = RCFC + s βˆ™ 𝐿 𝐢𝐹𝐢,..............................................................................(3.7)
impedansi dari kulit CFC komposit
ZKabel = RKabel + s βˆ™ 𝐿 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™, ........................................................................(3.8)
impedansi dari satu kabel
b-1 = LKabel / RKabel,.....................................................................................(3.9)
waktu yang konstan dari kabel
π›Ύβˆ’1
= (LCFC / LKabel) / ( RCFC / RKabel),.........................................................(3.10)
saat lingkaran konstan kulit CFC dan kabel hasil dari RL cabang rangkaian
paralel dan sumber arus
1.17 3.7 Resistansi dan Induktansi pada Silinder
Gambar 3. 16. Parameter Geometris Tabung
Nilai DC resistan pada infinite tabung dapat diperkirakan sebagai berikut :
RDC =
1
2 .πœ‹ . π‘Ÿ . 𝑑 . 𝜎
, .................................................................................(3.11)
38
Meskipun kita jarang memiliki kebutuhan untuk ketahanan AC frekuensi
tinggi, itu adalah sebagai berikut :
RAC =
1
2 .πœ‹ . π‘Ÿ . 𝛿 . 𝜎
, ...............................................................................(3.12)
𝛿 = √1
πœ‹β„ βˆ™ 𝑓 βˆ™ 𝜎 βˆ™ πœ‡ , ..........................................................................(3.13)
adalah material dari skin depth
1.18 3.8 Induktansi
Internal induktansi adalah induktansi dari konduktor pada ruang hampa
yang berarti tidak berinteraksi dengan konduktor lainnya melalui bagian terluar
dari konduktor.
Gambar 3. 17. Internal kabel
Eksternal induktansi adalah induktansi dari rangkaian tertutup yang berinteraksi
dengan medan magnet dari rangkaian tersebut. Seperti loop antena, pada jalur
transmisi, dan arus balik yang dibangkitkan sumber daya.
Gambar 3. 18. Eksternal induktansi
Mutual induktansi adalah induktansi diantara dua rangkaian tertutup yang
keduanya saling mempengaruhi dengan medan magnet yang dihasilkannya.
39
Gambar 3. 19. Mutual induktansi
Gambar 3. 20. Mutual induktansi dengan grounding yang sama
Efek konduksi berhubungan dengan memasukkan arus listrik pada suatu
benda dalam suatu sistem. Ada dua fenomena konduksi yang terjadi, yaitu :
1. Efek resistan yaitu pengaruh pada sistem DC atau frekuensi sangat rendah
yang hanya bergantung pada konduktivitas elektrik bahan.
2. Efek redistribusi merupakan fenomena dinamis listrik yang melibatkan
frekuensi tinggi dan melingkupi geometri dari struktur yang mempengaruhi
variasi impedansinya.
Tabel 3. 2. Karakteristik impedansi dari bahan jala-jala
Tipe Material Ketebalan Konduktivitas (Ξ©.m)-1 Zs (mΞ©)
Lembar Alumunium 10 πœ‡m 37,6x106 2,7
Panel Karbon
(kain tiga lapis)
900 πœ‡m 1,5x104 72
Panel Karbon 3 mm 3x104 11
Lembaran Tembaga
yang diperluas
2
Jala-jala Perunggu 6
Setiap konduktor mempunyai impedansi yang berbeda-beda karena sifat
dari bahan itu sendiri. Jika dua konduktor bermuatan diletakkan sejajar maka
akan terjadi dua hal yaitu medan magnet yang dihasilkan keduanya akan
40
menjumlah bila arus yang mengalir sama arahnya dan saling mengurangi jika
arah arusnya berlawanan.
Gambar 3. 21. Induktansi
ISUM = I1 + I2 ..........................................................................................(3.14)
IDIF = I1 – I2 ...........................................................................................(3.15)
Masing-masing konduktor akan memagnetisasi satu sama lain dan
menghasilkan tegangan induksi seri didalam konduktor itu sendiri.
V2 = - iπœ” βˆ™ 𝑀21 βˆ™ 𝐼1..................................................................................(3.16)
V1 = - iπœ” βˆ™ 𝑀12 βˆ™ 𝐼2..................................................................................(3.17)
M12 =
πœ‡0βˆ™π‘–
2 βˆ™ πœ‹
βˆ™ ln (
π‘‘βˆ’π‘Ÿ2
π‘Ÿ1
),.............................................................................(3.18)
dimana : d adalah jarak antara dua konduktor, r1 radius dari konduktor 1,
dan r2 radius dari konduktor 2 karena masing-masing memiliki perbedaan
ukuran.
M21 =
πœ‡0βˆ™π‘–
2 βˆ™ πœ‹
βˆ™ ln (
π‘‘βˆ’π‘Ÿ1
π‘Ÿ2
) β‰  M12....................................................................(3.19)
VDIF = - iπœ” βˆ™ (𝑀21 βˆ™ 𝐼1 – M12 . I2)..............................................................(3.20)
Tabel 3. 3. Karakteristik Kabel
Panjang
(m)
Jari-
jari
(m)
Ketebalan
(mm)
Konduktivitas
(S/m)
Lint
(nH)
Lext
(nH)
Rdc
(mΞ©)
Komposit
CFC
10 2 2 104 1 524 80
¼”
40AWG
kabel
serabut
10 1/8” 800 5,8x107 25 12000 127
41
Kebanyakan laminasi CFC yang digunakan pada pesawat terbang
memiliki ketebalan sekitar 0,5 s.d. 6 mm. Untuk ukuran yang lebih tipis
digunakan pada kontruksi sandwich (berlapis-lapis) dengan bahan kevlar atau
logam yang disusun seperti sarang lebah (metal honeycomb).
Petir komponen A dapat dijelaskan sebagai berikut :
IA(t) =IA . (π‘’βˆ’π›Όπ‘‘
βˆ’ π‘’βˆ’π›½π‘‘
),.........................................................................(3.21)
Dimana :
IA = 218 kA
𝛼 = 1/88 πœ‡π‘ 
𝛽 = 1/1,5 πœ‡π‘ 
VRL(s) = IA(s) .
𝑍 𝐢 𝐹𝐢 βˆ™ 𝑍 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™
𝑍 𝐢𝐹𝐢 + 𝑍 πΎπ‘Ž 𝑏𝑒𝑙
,......................................................................(3.22)
Dimana :
IA(s) = IA . (
1
𝑠+ 𝛼
βˆ’
1
𝑠+ 𝛽
)............................................................................(3.23)
ZCFC β‰… RCFC + s . LCFC = LCFC . (s+a),.......................................................(3.24)
Dimana :
a =
𝑅𝑑𝑐
𝐿𝑑𝑐
, ...................................................................................................(3.25)
radian frekuensi konstan dari kulit CFC
Zkabel β‰… Rkabel + s . LKabel = Lkabel . (s+b),..................................................(3.26)
Dimana :
b =
𝑅 π‘˜π‘Žπ‘π‘’π‘™
𝐿 π‘˜π‘Žπ‘π‘’π‘™
, ...............................................................................................(3.27)
radian frekuensi konstan kabel
42
Gambar 3. 22. Gelombang sambaran petir tidak langsung dari ARP 5412A
Gambar 3.23 merupakan penyederhanaan dari kabel di pesawat terbang
yang berinteraksi dengan sambaran petir tidak langsung. Interaksi petir yang
terjadi pada gambar sebagai berikut :
1. Tegangan jatuh IR antara kerangka pesawat dengan kabel yang
terinduksi.
2. Induktif kopling di sepanjang rangka sayap dan raceway (bus).
3. Induktif kopling melalui celah, seperti : jendela, pintu, dsb.
4. Kopling ke kabel yang menyabung pada beban eksternal, seperti : lampu
tembak, pitot, antena, dll.
5. Surge pada saat koneksi didarat, seperti : recharge batere dengan GPU
(Ground Power Unit).
43
Induksi tegangan menyeberangi sirkuit pararel RL sesuai dengan laplace
frekuensi :
Gambar 3. 23. Gambaran kabel saat terkena sambaran petir
Karena kebanyakan pesawat terbang moderen menggunakan struktur
yang terbuat dari karbon komposit, menyebabkan pesawat terbang sangat
rentan terkena sambaran petir. Seperti disebutkan sebelumnya bahwan struktur
pesawat terbang dipengaruhi faktor kopel IR (arus dikali resistansi).
Avionik disatu daerah badan pesawat terbang dapat terhubung dengan
peralatan di daerah lain, jika keduanya berada pada grounding yang sama.
Rangka pesawat terbang sering disebut airframe sama dengan resistor
berukuran besar diantara ground tersebut. Dan arus transien kontak dengan
kedua komponen melalui struktur grounding yang sama. Pengujian arus
transien 200 kA dengan gelombang double exponensial.
44
Gambar 3. 24. Perhitungan Isc dan Voc pada tiap antena
Sedangkan pesawat dari bahan komposit mendistorsi transien melalui
efek resistif dan kapasitif yang menghasilkan gelombang tes 40 πœ‡s muka
gelombang dan ekor gelombang 120 πœ‡s disebut WF5A.
Dari IEEE 998-1996 didapat persaman mengenai besarnya arus
sambaran petir dengan jauhnya jarak sambaran petir, yang di rumuskan
sebagai berikut :
S = 26,25 k I(s)0,65 .........................................................................................(3.28)
Dimana arus petir :
I(s) =
2,2 ×𝐡𝐼𝐿
𝑍𝑠
,.............................................................................................(3.29)
jika nilai BIL > 350 kV, dan
I(s) = 2 k.A,....................................................................................................(3.30)
jika nilai BIL ≀ 350 kV
45
1.19 3.9 Lembaran tembaga yang disusun bertumpuk
Dengan berkembangnya struktur pesawat terbang menjadi lebih
moderen, industri bersaing untuk membuat struktur pesawat terbang seringan
mungkin, sehingga dibuatlah dari bahan komposit karbon. Tetapi bahan
komposit karbon tersebut 1.000.000 lebih resistif daripada bahan logam. Maka
dari itu dipasang lembaran tembaga pada permukaan badan pesawat terbang.
Dengan harapan mampu menggantikan fungsi dari struktur logam yaitu
menghantarkan arus eksternal keseluruh permukaan secara merata.
Gambar 3. 25. Jenis bahan yang dipakai pada bagian luar dari Boeing 787
Seperti pada gambar, dijelaskan struktur bahan yang dipakai pada setiap
bagian pesawat Boeing 787. Dengan melapiskan cat pada bagian terluar dapat
menjaga struktur logam dari embun maupun penyebab lainnya yang
mengakibatkan korosi. Selama proses take-off dan landing struktur pesawat
46
terbang sering mengalami pendinginan dan pemanasan berturut-turut. Hal
tersebut dapat mengubah struktur komposit dan lama-kelamaan akan patah.
Berikut merupakan susunan dari bagian konduktif yang diperluas oleh
lembaran logam :
Gambar 3. 26. Lapisan pada kulit pesawat terbang moderen
Medan listrik disekitar awan (E) =
𝑄
4πœ‹.πœ€0.π‘Ÿ2 (V/m),.....................................(3.31)
dimana :
πœ€ π‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž pada 1 atm = 1,006 (Farad/m)
Jadi nilai E sebesar,
E =
200 𝐢
4 . 3,14 . 1.006
= 15,82859 V/m
Karena bentuk pesawat terbang merupakan bentuk simetris dari tabung, maka
bisa diibaratkan dua bola lapisan konsentris pada gambar 3.27.
Dimana :
Daerah (1) : R ≀ R1, E=0 (tak ada medan)
47
Daerah (2) : R1 < R <R2, E=
𝑄1
4πœ‹ .πœ€0.𝑅2 ......................................................(3.32)
Daerah (3) : R = R2, E=
𝑄1.𝑄2
4πœ‹ .πœ€0.𝑅2 ..........................................................(3.33)
Gambar 3. 27. Medan magnet pada koordinat bola
Medan dari muatan bidang (E) =
πœŒπ‘ 
2 .πœ€0
.....................................................(3.34)
Dimana :
πœŒπ‘  dari alumunium pada suhu 200= 0,03 𝛺 mm2/m
πœŒπ‘  dari tembaga pada suhu 200 = 0,0175 𝛺 mm2/m
𝜎 dari alumunium pada suhu 200= 33,3 S m/mm2
𝜎 dari tembaga pada suhu 200 = 57 S m/mm2
E =
πœŒπ‘ 
2 .πœ€0
=
0,03
2 .8,85Γ—10βˆ’12
= 1,6949x109 V/m
48
1.20 3.10 Sistem proteksi dengan diverter
Ada dua macam diverter, yaitu : solid dan bersegmen. Dengan metode
ini dapat mengurangi kemungkinan kerusan akibat sambaran petir meskipun
tidak seratus persen. Solid diverter merupakan batang logam yang dipasang di
luar kulit pesawat untuk menerima sambaran petir dan meneruskannya ke
bagian konduktif lainnya. Diverter juga bisa melindungi bagian luar pesawat dari
medan elektromagnet statik yang diakibatkan gesekan kulit dengan udara
sekitar. Solid diverter harus didesain untuk bisa menghantarkan arus tanpa
mengalami kerusakan. Biasanya solid diverter terbuat dari bahan alumunium
dengan penampang persegi panjang yang cukup untuk menghantarkan arus
tanpa kenaikan suhu yang terlalu tinggi.
Gambar 3. 28. Diverter
Diverter bersegmen disebut juga button strip, bulatan dari tembaga yang
disusun memanjang pada daerah ekstrimitas.
49
Gambar 3. 29. Diverter strip
Diverter bersegmen mempunyai kelebihan sebagai berikut : cocok
dengan gelombang spektrum frekuensi radio pita Ka dan Ku yang sering
dipakai pada komunikasi pesawat terbang, kapal laut, dan satelit VHF lainnya,
mampu menerima sambaran beruntun, tidak ada arus yang mengalir pada
keadaan normal sehingga tidak ada medan elektromagnetik yang dihasilkan.
Desain proteksi petir diuji secara menyeluruh sebelum proses
penggabungan (Assembly) menjadi pesawat. Beberapa contoh proteksi petir:
1. Expanded Aluminium Foil (EAF): digunakan untuk melindungi struktur
pesawat dari sambaran petir. Disusun beberapa lapis dan bekerja seperti
50
kulit pesawat yang terbuat dari alumunium, yaitu dapat menghantarkan
arus listrik secara merata keseluruh bagian pesawat.
2. Petir Insulator (kadang-kadang disebut isolator): biasanya digunakan
dalam saluran bahan bakar logam konvensional dan saluran yang terdiri
dari isolator non-logam terpasang baik langsung ke tabung atau ke
kopling terpisah.
3. Diverters: digunakan untuk mengalihkan kilat dari penetrasi radome
karena radome terbuat dari bahan non konduktif.
4. Konduktif metallic kawat layar: dimasukkan ke dalam lapisan komposit
untuk dispersi petir.
5. Bonding dan grounding sepanjang instalasi peralatan elektronik.
Gambar 3. 30. Pengujian impulse petir pada diverter
Gambar 3. 31. Pelat logam dan diverter pada radome
51
Bonding merupakan proses kelistrikan penggabungan (Joining) dua atau
lebih permukaan konduktif. Cara penggabungan biasanya dengan
menggunakan sekrup, baut, paku keling, pin, baik dengan cara disolder,
swaging (dipalu), las, dsb. Grounding merupakan proses penyediaan jalur listrik
melaui kabel, jumper, bonding strip antara permukaan konduktif seperti
konektor, terminal, chasis, dengan struktur ground dasar. Grounding juga
termasuk proses penyediaan jalur listrik antara kerangka pesawat dengan bumi.
Perancangan bonding dan grounding pada sistem kelistrikan bertujuan
untuk keandalan sistem kelistrikan, mencegah dari gangguan elektromagnetik
(EMI = Electromagnetic Interference), kontrol listrik statis, proteksi dari
sambaran petir.
Gambar 3. 32. Bonding strap pada bulkhead
Gambar 3. 33. Banyaknya sambaran pada tiap daerah ekstrimitis
52
Tabel 3. 4. Metode bonding
Alasan Bonding
Syarat dan ketentuan yang
harus dipenuhi
Metode Bonding
Perlindungan
Petir
Untuk mempertahankan
tingkat keamanan maksimum
tanpa mengorbankan
keselaman penerbangan dan
kerusakan besar
berkelanjutan.
Faying surface bond, diverter
strip, dan bonding jumper.
Kontrol Listrik
Statis
mencegah pengapian uap
yang mudah terbakar dan
mencegah gangguan pada
kerja antena
Pengecatan dengan bahan
konduktif (conductive
coating), bonding jumper,
faying surface, dan
memasang P-static discharge.
Kontrol
Elektromagnetik
(EMC)
Mencegah terjadinya transien
yang merugikan kelistrikan
pesawat.
Saluran pentanahan (Ground
conduit), shielded wire bundle
yang diground, dan bonding
jumper.
Kinerja Peralatan
Mencegah gangguan sinyal
(crosstalk), dan kerusakan
peralatan
Memakai rak peralatan yang
juga digrounding pada badan
pesawat.
Pencegahan
Kebakaran
Untuk membatasi suhu tetap
dibawah 280 C yang dapat
menyebabkan auto-ignition
Flame spray, dual ground,
faying surface bond,
pemilihan konduktor dan
terminasi yang sesuai
temperatur sekitar.
Perlindungan
Personil dan
Peralatan
Membatasi tegangan kerja 30
VRMS AC maupun DC disemua
area umum dan dengan
memasang pagar grounding,
pada kondisi basah didaerah
tegangan kejut berbahaya
hanya diperbolehkan
tegangan sentuh 1,25 VAC
dan 5 VDC
Faying surface, bonding
jumper, struktur grounding
53
1.21 3.11 Batang Presipitasi Static Discharge
Gambar 3. 34. P-static discharge wick
Gambar 3. 35. P-static discharge 1
Gambar 3. 36. P-static pada Airbus
Pelucut statik (static discharger) digunakan di pesawat agar operasi
navigasi pesawat dan sistem komunikasi radio tetap berjalan dengan lancar.
Dalam kondisi pemuatan yang merugikan (gesekan udara), pelucut statik
54
membatasi peningkatan statik potensial pada pesawat dan gangguan kontrol
yang disebabkan oleh muatan statik. Alat ini harus diperiksa setelah terjadi
sambaran petir untuk memastikan kelayakan operasi lucutan statik. Dibuat
dengan sebuah sumbu kabel atau elemen bersifat konduktif pada salah satu
ujungnya, yang menyediakan jalur lucutan hambatan yang rendah serta
berkesinambungan. Alat ini dipasang pada bagian tepi pesawat seperti : tepi
sayap, tepi ekor, bagian atas badan pesawat, maupun bagian bawah dekat
ekor pesawat. Static wick berfungsi sebagai pengontrol korona discharge di
atmosfer, mengisolasi noise, dan mencegah gangguan pada komunikasi bisa
dilihat pada gambar 3.37.Presipitasi static merupakan peristiwa peluahan listrik
pada pesawat diakibatkan terbang bergesekan melewati hujan, es, salju, dan
partikel debu.
Gambar 3. 37. P-static discharge 2
Gambar 3. 38. P-static discharge pada pesawat garuda indonesia
55
Jika arus listrik mengalir pada suatu benda yang memiliki resistansi yang
tinggi, maka energi akan terkonversi menjadi panas yang menyebabkan drop
tegangan. Sehingga diperlukan perancangan yang tepat dengan persamaan
sebagai berikut :
πœŒπ‘‘ = 𝜌0 . (1 + 𝛼( 𝑑 βˆ’ 𝑑0)).................................................................................(3.35)
Dimana :
𝜌0 = resistansi pada suhu 200 C
πœŒπ‘‘ = resistansi pada suhu 0t
𝛼 = koefisien temperatur dari resistansi(1/0C)
t0 = suhu pada kondisi ruang 200 C
t = suhu pada saat tersambar petir 0C
Tabel 3. 5. Karakteristik bahan logam
Logam
Resitivitas
(Ξ©m)
Koefisien
Temperatur(𝜢)
(1/0C)
Massa
Jenis
(g/cm3)
Titik
Leleh
(0C)
Alumunium 2,8x10-6 0,00429 2,7 660
Tembaga 1,72x10-6 0,00393 8,89
1084
Titanium 42x10-6 0,0035 4,51
1670
Stainless
steel
72x10-6 0,01 7,9 1150
Magnesium 4,45x10-6 0,0165 1,74
650
Silver 1,59x10-6 0,0041 10,49
962
56
BAB IV
ANALISA GANGGUAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG
1.22 4.1 Analisa perhitungan jarak sambaran petir pada pesawat
Dalam perhitungan ini menggunakan metode bola bergulir yang
berdasarkan standar IEEE 998-1996 dengan persamaan, sebagai berikut :
R = k.I0,75..............................................................................................(3.36)
Dimana :
R = jari-jari bola bergulir (m)
I = arus sambaran petir (kA)
K = konstanta ,
Dimana :
jika dipasang ground dan kawat tanah sebagai proteksi nilai k = 1.
jika yang dipasang tiang konduktor nilai k = 1,2.
Nilai arus petir yang akan diproteksi sebesar 100 kA, dengan sistem
perlindungan grounding dan bonding nilai k = 1.
Jadi, R = k.I0,75
= 1 x 1000,75 = 31,6227 m = 32 m
Dari hasil perhitungan didapat radius dari bola sebesar 32 m dan panjang
pesawat berdasarkan data Airbus A330-200 sepanjang 58,8 m β‰ˆ 60 m.
Kemudian bola digambar pada ujung-ujung konduktif dan seolah-olah digulirkan
pada daerah yang ingin diproteksi. Jika bagian dari pesawat tidak tersentuh
57
bola tersebut berarti bagian tersebut terlindungi oleh batang static discharge
yang dipasang maupun pelat logam dengan diverter bersegmennya.
Tabel 4. 1. Level sistem proteksi petir berdasarkan standar IEC 62305
Level LPS
Jari-jari bola bergulir
(m)
Min. Arus
(kA)
Maks. Arus
(kA)
I 20 3 200
II 30 5 150
III 40 10 100
IV 60 16 100
Tabel 4. 2. Spesifikasi Airbus A330-200
No. Dimensi Pesawat
A330-200
(m)
1. Panjang Seluruhnya 58,8
2. Tinggi hingga ekor 17,4
3. Diameter Badan 5,64
4. Panjang Sayap 120,6
Gambar 4. 1. Metode bola bergulir pada kondisi lepas landas
58
Gambar 4. 2. Metode bola bergulir pada kondisi jelajah
Gambar 4. 3. Metode bola bergulir tampak atas dan bawah pada kondisi jelajah
59
Gambar 4. 4. Metode bola bergulir pada kondisi mau mendarat
Pesawat terbang merupakan objek yang paling dekat dengan sumber
petir. Posisi terbang pesawat ada tiga, yaitu pada saat lepas landas (take-off),
jelajah (cruise), dan mendarat (landing). Pada setiap posisi terdapat titik kritis
dimana petir paling sering menyambar, diantaranya :
1. Posisi lepas landas
Pada posisi ini radome merupakan bagian dari pesawat yang terdekat
dengan sumber petir bisa dilihat pada gambar 4.1. Dan dari gambar
tersebut terlihat bahwa petir menyambar pada radome, bagian atas
pesawat, dan ujung ekor pesawat. Oleh karena itu perlu dipasang penyalur
petir dari titik entri hingga titik exit sepanjang ekor pesawat terbang. Ada
dua cara menyalurkan arus petir tersebut, yaitu secara eksternal dan
internal. Secara eksternal, yaitu dengan memasang pelat logam pada ujung
radome dan diverter bersegmen. Secara internal, yaitu dengan memasang
60
internal diverter pada rongga-rongga rangka pesawat terbang dari bagian
radome menuju sayap pesawat, dari sayap ke bagian ekor pesawat, dari
sayap kanan ke sayap kiri pesawat, maupun dari sayap ke bagian ekor
pesawat.
2. Posisi jelajah
a. Sambaran dari atas
Pada posisi ini semua bagian pesawat terbang yang runcip memiliki
probabilitas yang sama untuk tersambar petir, namun sering kali terjadi
sambaran sapuan pada bagian atas pesawat terbang baik multiple strike
dan multiple burst. Titik sambaran pada posisi ini bisa melalui radome,
batang static discharge dibagian atas, dan ekor bisa dilihat pada gambar
4.2. Seringkali sambaran sapuan terjadi sepanjang punggung pesawat.
Sambaran sapuan merupakan sambaran petir yang terjadi berulang kali
sepanjang bidang datar dalam waktu yang lebih lama dari sambaran
pertama (komponen A), tetapi arus yang mengalir lebih rendah dibanding
semua jenis komponen (B,C, dan D). Oleh karena itu bagian badan atas
dari pesawat maka perlu dipasang batang static discharge dan pelapisan
kulit pesawat atau bagian permukaan pesawat dengan memasang copper
mesh secara berlapis maupun pengecatan dengan sprey konduktif.
b. Sambaran dari sisi samping
Pada saat kondisi jelajah sambaran pada sisi samping juga terjadi,
seperti pada ujung sayap, ujung ekor bagian elevator, maupun pada mesin
propeller itu sendiri bisa dilihat pada gambar 4.3. Untuk membuang arus
61
static pada tepi pesawat ke udara sekitar dipasanglah batang static
discharge.
3. Posisi mendarat
Pada posisi ini bagian yang paling rentan terkena sambaran petir adalah
bagian ekor seperti yang terlihat pada gambar 4.4. Oleh karena itu
dipasang batang static discharge pada rudder dan elevator.
Batang static discharge atau static wicks selain berfungsi menyalurkan
arus petir pada titik ekstrimitas lainnya, mempunyai fungsi utama sebagai
mengontrol korona discharge yang timbul pada tepi pesawat seperti ujung
sayap dan ujung ekor baik rudder maupun elevator. Korona discharge pada
pesawat ditimbulkan karena adanya dua material yang berbeda dan saling
bergesekan antara kulit pesawat dengan udara, debu, dan material yang ada di
udara lainnya. Korona discharge dapat menimbulkan noise pada peralatan
listrik dan gangguan komunikasi (cross talk).
1.23 4.2 Copper mesh pada pesawat terbang
Lembaran copper mesh atau jala-jala tembaga juga dipasang pada kulit
pesawat secara berlapis-lapis. Copper mesh ini mempunyai fungsi sebagai
sangkar faraday yang dapat penghantar arus listrik secara merata keseluruh
bagian pesawat baik dari sambaran petir maupun listrik statis. Dengan copper
mesh ini struktur kulit pesawat dapat terlindungi dari sambaran petir secara
langsung dan mengurangi efek sambaran petir tidak langsung pada sistem
kelistrikan.
62
Gambar 4. 5. Kondisi kulit pesawat yang hanya dilindungi dengan cat
Gambar 4. 6. Copper mesh
Gambar 4. 7. Kondisi kulit pesawat yang dilindungi dengan copper mesh
Copper mesh terdapat berbagai macam ukuran dan bahan logam yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan data percobaan yang
dilakukan oleh Electro Magnetic Applications, inc struktur kulit pesawat yang
hanya dicat konduktif terdapat lubang sampai menembus kedua lapisan dan
63
merusak struktur komposit pesawat. Berbeda pada permukaan kulit pesawat
terbang yang dipasang copper mesh, hanya terlihat perubahan warna hitam
bekas terbakar, namun tidak merusak lapisan tembaga itu maupun struktur
komposit pada pesawat terbang. Jadi dengan memasang copper mesh arus
sambaran petir dapat terdistribusi secara merata ke seluruh bagian pesawat
dan menyalurkannya kembali ke atmosfer melalui titik-titik ekstrimitas dan
batang static discharge.
64
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan,
sebagai berikut :
1. Pesawat terbang merupakan objek terdekat dengan sumber petir, maka
daripada itu diperlukan perancangan yang baik pada proses join, bonding,
grounding, pengaturan penempatan peralatan elektronik yang sensitif
terhadap arus jauh dari gangguan elektromagnetis, pemilihan bahan yang
mampu menghantarkan arus dengan baik.
2. Dengan metode bola bergulir dapat ditentukan tingkat proteksi petir yang
akan digunakan pada pesawat terbang. Sehingga pemakaian alat
perlindungan terhadap petir tidak melampauI batas.
3. Pada pesawat terbang tetap terlindungi dari sambaran petir dengan
memasang copper mesh, diverter, p-static wicks, dan sprey konduktor.
4. Pembagian zona pada pesawat terbang merupakan metode bantu respon
agar kita mengetahui bagian mana yang mengalami kerusakan sehingga
mempercepat proses perbaikannya.
65
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher, F.A., Plumer, J. A., & Perala, R. A.(1989). Aircraft lightning
protection handbook. Pittsfield, US : Federal Aviation of Transportation.
2. Lalande, P., & Delannoy, A. (2012). Numerical method for zoning
computation. Journal of AerospaceLab, AL05-08.
3. Parmantier, J. P., Issac, F., & Gobin, V.(2012). Indirect effect of lightning on
aircraft and rotorcraft. Journal of AerospaceLab, AL05-10.
4. Mulyadi, Ahmad.(2009). Medan Elektromaknit. Diktat Kuliah. Jakarta :
Program S1 Teknik Elektro.
5. Dirgantara Indonesia.(1992). Electrical Bonding and Grounding. Bandung:
Penyusun.
66
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NIM : 2011-11-081
Nama : Krisna Wahyu Adhi Widodo
Tempat / Tgl. Lahir : Jombang, 18 Juli 1993
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Single
Alamat Rumah : Jl. Raya Kresek Villa Balaraja Blok H9 No.23 Rt.05 /
Rw. 05 Ds. Saga, Balaraja, Kab. Tangerang, Banten.
15610.
Hp. : 085715574083
Email : krisnawahyu.waw@gmail.com
Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus
SD SDN 3 Balaraja - 2005
SMP SMPN 1 Balaraja - 2008
SMA SMAN 1 Balaraja IPA 2011
Demikianlah daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya.
Jakarta, 6 Februari 2016
Ttd
( Krisna Wahyu Adhi Widodo )
67
1.24 LAMPIRAN
SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
Nama Mahasiswa : KRISNA WAHYU ADHI WIDODO
NIM : 2011-11-081
Program Studi : Teknik Elektro
Jenjang : Sarjana
Pembimbing Utama (Materi) : Dr. Ir. Soetjipto Soewono
Judul Tugas Akhir : ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA
SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT
No. Tgl Materi Bimbingan
Paraf
Pemb. 1
Paraf
Pemb. 2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Keterangan :
1. Konsultasi Tugas Akhir minimal 12 (dua belas) kali pertemuan termasuk konsultasi proposal
tugas akhir.
2. Meliputi : Konsultasi Judul, Materi, Metode Penyelesaian, Pengujian, Analisis Hasil,
Kesimpulan.
3. Setiap Konsultasi lembar ini harus dibawa dan di PARAF oleh Pembimbing.

More Related Content

What's hot

Rpp rangkaian arus searah 1
Rpp rangkaian arus searah 1Rpp rangkaian arus searah 1
Rpp rangkaian arus searah 1Joko Wahyono
Β 
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuranMakalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
noussevarenna
Β 
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahmanMaterial magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
IPA 2014
Β 
Laporan Praktikum Rutherford
Laporan Praktikum Rutherford Laporan Praktikum Rutherford
Laporan Praktikum Rutherford
Arintya Wahyuningtyas
Β 
Fenomena Petir
Fenomena PetirFenomena Petir
Fenomena Petir
derrydwipermata
Β 
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakum
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakumPert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakum
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakumjayamartha
Β 
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Andika Wahyu Al Amin
Β 
Fisika Inti
Fisika Inti Fisika Inti
Fisika Inti
FKIP UHO
Β 
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrikpprawira11
Β 
Kepedulian lingkungan
Kepedulian lingkunganKepedulian lingkungan
Kepedulian lingkungan
Mayeng Coey
Β 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINMukhsinah PuDasya
Β 
semikonduktor
semikonduktorsemikonduktor
semikonduktor
Fitriyana Migumi
Β 
Laporan Eksperimen Tetes Minyak Millikan
Laporan Eksperimen Tetes Minyak MillikanLaporan Eksperimen Tetes Minyak Millikan
Laporan Eksperimen Tetes Minyak MillikanMutiara_Khairunnisa
Β 
Ringkasan zat padat
Ringkasan zat padatRingkasan zat padat
Ringkasan zat padatSalim Abhitah
Β 
audit energi
audit energiaudit energi
audit energi
yusuf cahyo
Β 
Pert 10 persamaan maxwell p2
Pert 10 persamaan maxwell p2Pert 10 persamaan maxwell p2
Pert 10 persamaan maxwell p2jayamartha
Β 
interferensi dan difraksi
interferensi dan difraksiinterferensi dan difraksi
interferensi dan difraksi
annisnuruli
Β 
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. FizeauMetode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Choi Fatma
Β 
Hukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamikaHukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamika
sari riski
Β 
Diktat fisika dasar ii
Diktat fisika dasar iiDiktat fisika dasar ii
Diktat fisika dasar iipinkycantik
Β 

What's hot (20)

Rpp rangkaian arus searah 1
Rpp rangkaian arus searah 1Rpp rangkaian arus searah 1
Rpp rangkaian arus searah 1
Β 
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuranMakalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
Makalah Rangkaian listrik seri, paralel, dan campuran
Β 
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahmanMaterial magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
Material magnetik, dielektrik dan optik dwi astuti dian kurniasari & faturrahman
Β 
Laporan Praktikum Rutherford
Laporan Praktikum Rutherford Laporan Praktikum Rutherford
Laporan Praktikum Rutherford
Β 
Fenomena Petir
Fenomena PetirFenomena Petir
Fenomena Petir
Β 
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakum
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakumPert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakum
Pert 4 gel elektromagnetik dlm ruang vakum
Β 
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Laporan Resmi NDT ( Non Destructive Test )
Β 
Fisika Inti
Fisika Inti Fisika Inti
Fisika Inti
Β 
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik
8 rangkaian-dasar-kontrol-motor-listrik
Β 
Kepedulian lingkungan
Kepedulian lingkunganKepedulian lingkungan
Kepedulian lingkungan
Β 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
Β 
semikonduktor
semikonduktorsemikonduktor
semikonduktor
Β 
Laporan Eksperimen Tetes Minyak Millikan
Laporan Eksperimen Tetes Minyak MillikanLaporan Eksperimen Tetes Minyak Millikan
Laporan Eksperimen Tetes Minyak Millikan
Β 
Ringkasan zat padat
Ringkasan zat padatRingkasan zat padat
Ringkasan zat padat
Β 
audit energi
audit energiaudit energi
audit energi
Β 
Pert 10 persamaan maxwell p2
Pert 10 persamaan maxwell p2Pert 10 persamaan maxwell p2
Pert 10 persamaan maxwell p2
Β 
interferensi dan difraksi
interferensi dan difraksiinterferensi dan difraksi
interferensi dan difraksi
Β 
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. FizeauMetode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Metode Perhitungan Kecepatan Cahaya Armand H. L. Fizeau
Β 
Hukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamikaHukum ii-termodinamika
Hukum ii-termodinamika
Β 
Diktat fisika dasar ii
Diktat fisika dasar iiDiktat fisika dasar ii
Diktat fisika dasar ii
Β 

Similar to ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT

file.ppt
file.pptfile.ppt
file.ppt
VanoTitawono
Β 
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptxKELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
AnggriawanReza
Β 
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptxKELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
PemasaranPelayananPe
Β 
Digital 20279962 r0308160(1)
Digital 20279962 r0308160(1)Digital 20279962 r0308160(1)
Digital 20279962 r0308160(1)
Johannes Turnip
Β 
Skripsi surya
Skripsi suryaSkripsi surya
Skripsi suryararanaga
Β 
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikan
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikanUniveristas negeri makassar materi elektro_kelistrikan
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikanInchy Yaa Rfy
Β 
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVOβ€β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
TEKNIK ELEKTROMEDIK POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
Β 
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur DioksidaStudi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Ronald Sianturi
Β 
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docxProposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
VandyDp1
Β 
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...Mahadiputra S
Β 
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docxBuku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
AliceKuhurima1
Β 
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...Fernando Pradita
Β 
Manfaat dan bahaya nuklir
Manfaat dan bahaya nuklirManfaat dan bahaya nuklir
Manfaat dan bahaya nuklirIqbal Surya
Β 
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
SILVIANAWANDAFENTIA1
Β 
Perencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmhPerencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmh
Khairil Anwar
Β 
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personalBab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Agung Sakepris
Β 
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN PerseroPanduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
ssuser81322e
Β 
78034924.pdf
78034924.pdf78034924.pdf
78034924.pdf
AndriSaputra741560
Β 
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulakoLaporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Ambo Asse
Β 

Similar to ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT (20)

file.ppt
file.pptfile.ppt
file.ppt
Β 
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptxKELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
Β 
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptxKELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
KELOMPOK 5 PERALATAN & TEKNIK TEGANGAN TINGGI-Rev003.pptx
Β 
Digital 20279962 r0308160(1)
Digital 20279962 r0308160(1)Digital 20279962 r0308160(1)
Digital 20279962 r0308160(1)
Β 
Skripsi surya
Skripsi suryaSkripsi surya
Skripsi surya
Β 
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikan
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikanUniveristas negeri makassar materi elektro_kelistrikan
Univeristas negeri makassar materi elektro_kelistrikan
Β 
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVOβ€β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
β€œSINYAL ELECTROOCULOGRAPHY SEBAGAI KONTROL MOTOR SERVO”
Β 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
Β 
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur DioksidaStudi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Studi Sertifikasi TSO-C97 Baterai Litium Sulfur Dioksida
Β 
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docxProposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
Proposal praktikum Proyek industri_Vandy Dwi Putra_20130068.docx
Β 
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...
The 2nd National Conference on Industrial Electrical and Electronics (NCIEE 2...
Β 
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docxBuku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
Buku Materi D.35EBT15.009.1- Memasang Sistem Proteksi.docx
Β 
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...
http://www.slideshare.net/fernandobaguspradita/peran-warga-negara-dalam-mendu...
Β 
Manfaat dan bahaya nuklir
Manfaat dan bahaya nuklirManfaat dan bahaya nuklir
Manfaat dan bahaya nuklir
Β 
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
Kd 3.6 jobsheet bahaya listrik dan pencegahannya
Β 
Perencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmhPerencanaan ptlmh
Perencanaan ptlmh
Β 
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personalBab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Bab2 merakit merawat dan_memperbaiki_komputer_personal
Β 
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN PerseroPanduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
Panduan Sistem Manajemen risiko PT PLN Persero
Β 
78034924.pdf
78034924.pdf78034924.pdf
78034924.pdf
Β 
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulakoLaporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Laporan kerja praktek plta poso 2 teknik elektro universitas tadulako
Β 

Recently uploaded

COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
delphijean1
Β 
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdfDAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
benediktusmaksy
Β 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
jayakartalumajang1
Β 
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdfMATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
UmiKalsum53666
Β 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
indahrosantiTeknikSi
Β 
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
narayafiryal8
Β 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
rhamset
Β 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
AdityaWahyuDewangga1
Β 

Recently uploaded (8)

COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
Β 
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdfDAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
DAMPAK POLUSI UDARA TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT.pdf
Β 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
Β 
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdfMATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
MATERI STRUKTUR BANGUNAN TAHAN GEMPA.pdf
Β 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
Β 
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdf
Β 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
Β 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
Β 

ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT

  • 1. ii PENGESAHAN SKRIPSI ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT Disusun oleh: KRISNA WAHYU ADHI WIDODO (NIM : 2011-11-081) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pada Kurikulum Program Pendidikan Strata Satu pada SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN TEKNIK ELEKTRO Jakarta, 7 Februari 2016 Mengetahui, (Nurmiati Pasra, ST., MT.) Ketua Jurusan Teknik Elektro Disetujui,
  • 2. ii (Dr. Ir. Soetjipto Soewono) Dosen Pembimbing
  • 3. iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Nama : Krisna Wahyu Adhi Widodo NIM : 2011-11-081 Jurusan : Teknik Elektro Prodi : Strata 1 Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana baik di lingkungan STT – PLN maupun di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab serta bersedia memikul segara resiko jika ternyata pernyataan ini tidak benar. Jakarta,................................ 2016 Ttd ( Krisna Wahyu Adhi Widodo )
  • 4. iv UCAPAN TERIMA KASIH Dengan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada : Bapak Soetjipto Soewono Selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabarannya telah memberikan petunjuk, saran-saran serta bimbingannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang sama, saya sampaikan kepada Bapak Andi Yudono selaku Manager Departemen Analisis Sistem Direktorat Teknologi di PT. Dirgantara Indonesia yang telah mengijinkan mengambil data untuk keperluan penelitian. Jakarta, 14 Februari 2016 Krisna Wahyu Adhi Widodo NIM : 2011-11-081
  • 5. v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademi Sekolah Tinggi Teknik – PLN, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : KRISNA WAHYU ADHI WIDODO NIM : 2011-11-081 Program Studi : STRATA SATU Jurusan : TEKNIK ELEKTRO Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah Tinggi Teknik – PLN Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ( Non – ekslusive Royalty Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul : ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non ekslusif ini Sekolah Tinggi Teknik – PLN berhak menyimpan, mengalih media/formatkan mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. DI buat di : TANGERANG Pada Tanggal : 14 Februari 2016 Yang Menyatakan Krisna Wahyu Adhi Widodo
  • 6. vi ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT Krisna Wahyu Adhi Widodo, 2011-11-081 Dibawah bimbingan Dr. Ir. Soetjipto Soewono ABSTRAK Moda transportasi penerbangan merupakan salah satu objek yang dapat memicu sambaran petir. Sedikitnya satu kali dalam setahun setiap maskapai penerbangan pasti mengalami kerusakan dari sambaran petir. Meskipun begitu Indonesia memiliki iklim tropis dengan curah hujan dan jumlah hari guruh yang tinggi, berbeda dengan negara yang mempunyai empat musim. Memasuki era digitalisasi banyak sekali komponen elektrik di pesawat terbang yang mengganti komponen analognya menjadi digital. Akibatnya, peralatan elektronik ini mudah atau rentan sekali mengalami kerusakan, baik karena tegangan lebih dari sistem elektrik di pesawat terbang, maupun dari sambaran petir tidak langsung. Sambaran petir tidak langsung merupakan efek sekunder akibat sambaran petir langsung dengan kata lain ketika petir menginjeksi arus dalam jumlah besar pada bagian konduktif pesawat terbang dapat memberikan efek induktif pada sistem kelistrikan dan merusak komponen elektrik didalamnya. Dari studi yang telah dipelajari akan dibahas mengenai interaksi petir dengan pesawat terbang, akibat yang ditimbulkan sambaran petir, metoda penanggulangannya dari segi desain, maupun penambahan komponen eksternal yang mampu mencegah arus petir menginduksi sistem kelistrikan dan mengurangi efek merusak pada bagian di pesawat terbang. Kata kunci : Sambaran petir, Zoning, Komponen elektrik, Bola bergulir
  • 7. vii IMPACT ANALYSIS OF LIGHTNING STRIKE TO AIRCRAFT ELECTRICAL SYSTEM Krisna Wahyu Adhi Widodo, 2011-11-081 Under the guidance of Dr.Ir. Soetjipto Soewono ABSTRACT Mode of Air transportation is one of the flying objects that can trigger lightning strikes. At least once a year every airline must have suffered damage from lightning strikes. Despite that Indonesia has a tropical climate with rainfall and high level thunderstorm days, in contrast to countries that have four seasons. Entering the era of digitalization, lot of electrical components on an aircraft that is replacing the analogue to digital components. As a result, the electronic equipment is easy or vulnerable to damage, either because the over voltage on electrical systems in aircraft, as well as from indirect lightning strikes. Indirect lightning strike is a secondary effect due to direct lightning strikes in other words when the lightning current inject a large amounts of current to part of conductive aircraft can provide inductive effect on the electrical system and damage the electrical components therein. Of the studies that have been learned will be discussed on the interaction of lightning with the aircraft, the impact of lightning strikes, methods to overcome in terms of design, and additional external components that can prevent lightning currents induce electrical systems, and reduce the damaging effects on the airplane. Keywords: Lightning strikes, Zoning, Electronic Components, Rolling sphere
  • 8. viii 1.5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................I LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI........................................................iii LEMBAR UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................iv LEMBAR HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .....................v ABSTRAK .......................................................................................................................vi ABSTRACT....................................................................................................................vii DAFTAR TABEL.............................................................................................................x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xi DAFTAR SIMBOL........................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 1.1 Latar Belakang..............................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................................2 1.3 Manfaat Penelitian .......................................................................................2 1.4 Batasan Masalah..........................................................................................3 1.5 Batasan Masalah ..................................... Error! Bookmark not defined. 1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................3 BAB II MEKANISME SAMBARAN PETIR..........................................................4 2.1 Proses Terjadinya Peluahan Pada Petir ....................................................5 2.2. Jenis Sambaran Petir ....................................................................................9 2.2.1 Sambaran Petir di dalam Awan ( Intracloud )..........................................9
  • 9. ix 2.2.2. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi ( Cloud to Ground ) .................... 10 2.2.4 Medan Listrik yang diproduksi dari peluahan petir .............................. 12 2.2.5 Faktor Pemicu Terjadinya Sambaran di Pesawat Terbang................ 14 BAB III SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG..............................23 3.1 Sambaran Petir Tidak Langsung .............................................................. 23 3.2 Pembagian Zona Sambaran Petir............................................................ 25 3.3 Metode Bola Bergulir.................................................................................. 31 3.5 Perbedaan Ground Test dan Flight Test................................................. 34 3.6 Parameter RLC pada pesawat terbang ................................................... 36 3.7 Resistansi dan Induktansi pada Silinder ................................................. 37 3.8 Induktansi ..................................................................................................... 38 3.9 Lembaran tembaga yang disusun bertumpuk ........................................ 45 3.10 Sistem proteksi dengan diverter ............................................................... 48 3.11 Batang Presipitasi Static Discharge ......................................................... 53 BAB IV ANALISA GANGGUAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG.............56 1.1 Analisa perhitungan jarak sambaran petir pada pesawat .................... 56 4.2 Copper mesh pada pesawat terbang....................................................... 61 BAB V SIMPULAN..........................................................................................64 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 66 LAMPIRAN A. DAFTAR KONSULTASI
  • 10. x DAFTAR TABEL Tabel 2. 1. Karakteristik Sambaran Petir berdasarkan MIL STD 464............... 14 Tabel 2. 2. Persentase Sambaran yang dilaporkan kepada BOEING.............. 15 Tabel 3. 1. Pembagian zona petir berdasarkan ARP 5412A ............................. 25 Tabel 3. 2. Karakteristik impedansi dari bahan jala-jala ..................................... 39 Tabel 3. 3. Karakteristik Kabel ................................................................................ 40 Tabel 3. 4. Metode bonding ..................................................................................... 52 Tabel 3. 5. Karakteristik bahan logam ................................................................... 55 Tabel 4. 1. Level sistem proteksi petir berdasarkan standar IEC 62305.......... 57 Tabel 4. 2. Spesifikasi Airbus A330-200................................................................. 57
  • 11. xi DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1. Pemisahan Muatan pada Awan Komulunimbus .............................6 Gambar 2. 2. Jenis Awan beserta Ketinggiannya ...................................................8 Gambar 2. 3. Jenis-jenis Sambaran Petir ............................................................. 10 Gambar 2. 4. Sambaran Petir dari Awan ke Awan .............................................. 12 Gambar 2. 5. Pengaruh ketinggian awan terhadap perubahan suhu............... 13 Gambar 2. 6. Perkiraan Jumlah Muatan didalam Awan ..................................... 13 Gambar 2. 7. Peta Hari Guruh Indonesia tahun 2004 s.d. 2006 oleh BMG .... 15 Gambar 2. 8. Perbandingan ketinggian jelajah pesawat dengan banyaknya sambaran.............................................................................................16 Gambar 2. 9. Titik Sambaran Petir........................................................................ 16 Gambar 2. 10. Bentuk Leader, Channel, dan Return Stroke .............................. 18 Gambar 2.11. Peta Hari Guruh Sedunia dari April 1995 sampai Februari 2003 (petir/kilometer2/tahun) oleh NASA........................................19 Gambar 2. 12. Banyaknya sambaran tiap temperatur ......................................... 20 Gambar 3. 1. Karakteristik sambaran petir .......................................................... 26 Gambar 3. 2. Karakteristik sambaran petir berdasarkan SAE ARP 5412A.... 27 Gambar 3. 3. Pembagian zona sambaran petir .................................................. 28 Gambar 3. 4. Pembagian zona sambaran dilihat dari samping........................ 29 Gambar 3. 5. Pengukuran medan listrik oleh ONERA ....................................... 30 Gambar 3. 6. Metode bola bergulir pada gedung ............................................... 31 Gambar 3. 7. Bentuk gelombang WF1 ................................................................. 33 Gambar 3. 8. Bentuk gelombang WF2 ................................................................. 33
  • 12. xii Gambar 3. 9. Bentuk gelombang WF3 .................................................................. 33 Gambar 3. 10. Bentuk gelombang WF4 ................................................................. 33 Gambar 3. 11. Bentuk gelombang WF5A dan WF5B .......................................... 34 Gambar 3. 12. Bentuk gelombang petir komponen A,B,C,D .............................. 34 Gambar 3. 13. Arus Petir Mengalir Satu Arah dan Internal Induktansi.............. 35 Gambar 3. 14. Ground Test dengan Sirkit Balik dan Internal Induksi................ 35 Gambar 3. 15. RL Model dari Kulit Pesawat Terbang .......................................... 36 Gambar 3. 16. Parameter Geometris Tabung ....................................................... 37 Gambar 3. 17. Internal kabel .................................................................................... 38 Gambar 3. 18. Eksternal induktansi ........................................................................ 38 Gambar 3. 19. Mutual induktansi ............................................................................. 39 Gambar 3. 20. Mutual induktansi dengan grounding yang sama ....................... 39 Gambar 3. 21. Induktansi.......................................................................................... 40 Gambar 3. 22. Gelombang sambaran petir tidak langsung dari ARP 5412A... 42 Gambar 3. 23. Gambaran kabel saat terkena sambaran petir............................ 43 Gambar 3. 24. Perhitungan Isc dan Voc pada tiap antena .................................... 44 Gambar 3. 25. Jenis bahan yang dipakai pada bagian luar dari Boeing 787 ... 45 Gambar 3. 26. Lapisan pada kulit pesawat terbang moderen ............................ 46 Gambar 3. 27. Medan magnet pada koordinat bola ............................................. 47 Gambar 3. 28. Diverter .............................................................................................. 48 Gambar 3. 29. Diverter strip ..................................................................................... 49 Gambar 3. 30. Pengujian impulse petir pada diverter.......................................... 50 Gambar 3. 31. Pelat logam dan diverter pada radome........................................ 50 Gambar 3. 32. Bonding strap pada bulkhead ........................................................ 51
  • 13. xiii Gambar 3. 33. Banyaknya sambaran pada tiap daerah ekstrimitis ................... 51 Gambar 3. 34. P-static discharge wick ................................................................... 53 Gambar 3. 35. P-static discharge 1......................................................................... 53 Gambar 3. 36. P-static pada Airbus ........................................................................ 53 Gambar 3. 37. P-static discharge 2......................................................................... 54 Gambar 3. 38. P-static discharge pada pesawat garuda indonesia .................. 54 Gambar 4.1. Metode bola bergulir pada kondisi lepas landas ............................. 57 Gambar 4.2. Metode bola bergulir pada kondisi jelajah........................................ 58 Gambar 4.3. Metode bola bergulir tampak atas dan bawah pada kondisi jelajah ...................................................................................................58 Gambar 4. 4. Metode bola bergulir pada kondisi mau mendarat ...................... 59 Gambar 4. 6. Kondisi kulit pesawat yang hanya dilindungi dengan cat ........... 62 Gambar 4. 7. Copper mesh ..................................................................................... 62 Gambar 4. 8. Kondisi kulit pesawat yang dilindungi dengan copper mesh ..... 62
  • 14. xiv DAFTAR SIMBOL R : jari-jari (m) k : konstanta I : Arus (A) L : Induktansi (H) πœ‡0 : Permeabilitas l : Panjang (m) h : Ketinggian (m) 𝜎 : Konduktivitas (s atau mho) Z : Impedansi (Ξ©) 𝛼 : Waktu peluruhan gelombang impulse (πœ‡π‘ ) 𝛽 : Waktu naik gelombang impulse (πœ‡π‘ ) 𝛿 : Skin depth (πœ‡m) V : Tegangan (volt) πœ” : Kecepatan sudut (rad) 𝑓 : Frekuensi (Hz) C : Kapasitansi (F) πœ€0 : Permitivitas listrik (8,85x10-12) (F/m) 𝑄 : Muatan ( Coulomb) 𝐴 : Luas permukaan (m2) BIL : Basic Impulse Level (kV) πœ‹ : sudut (3,14) 𝜌 : Resistivitas (1/0C)
  • 15. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis yang memiliki suhu lembab dan mempunyai curah hujan yang tinggi. Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika Indonesia termasuk negara dengan hari guruh terbanyak dalam setahun dan besarnya sambaran petir terbesar di dunia mencapai 350 s.d. 400 KA yang terdapat di daerah Depok. Dari pemberitaan beberapa tahun kebelakang tercatat banyak kecelakaan pesawat terbang yang terjadi disaat musim hujan. Seperti pesawat terbang dari maskapai AirAsia QZ8501 tipe airbus A320-200 yang dinyatakan hilang saat melakukan penerbangan dengan rute dari Juanda ke Singapore. Dugaan awal pada saat itu pesawat terbang hancur berkeping-keping karena pesawat berusaha menghubungi Air Traffic Control bandara namun komunikasi terputus dan pilot memutuskan untuk naik dari ketinggian 22.000 kaki menjadi 32.000 kaki yang termasuk rute penerbangan internasional dan hilang kontak saat di selat Karimata. Berdasarkan pernyataan penerbang berpengalaman, ketika awan comulonimbus datang sebisa mungkin pilot berusaha memutarinya. Hal ini karena dalam awan Comulonimbus berisi muatan listrik sampai ratusan kilo ampere yang memiliki ketinggian dan lebar sangat luas. Pada awalnya penulis berpikir penyebab jatuhnya pesawat terbang tersebut hanya karena sambaran
  • 16. 2 petir yang cukup besar, tetapi setelah melakukan kerja magang di PT. Dirgantara Indonesia penyebab kecelakaan pesawat terbang bukan hanya itu. Melainkan juga karena didalam awan Comulonimbus berkumpul kristal es yang menyebabkan badai es, dan arah angin yang berubah-ubah, dan mampu menghilangkan daya angkat pada pesawat terbang seketika itu juga bahkan sayap bisa patah karena hempasan anginnya. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk bisa mengerti faktor penyebab pesawat terbang bisa kecelakaan saat badai hujan dengan mempelajarinya dari para ahli di bidangnya dan beberapa referensi karya tulis para ahli kedirgantaraan, agar dikemudian hari dapat mengurangi tingkat kecelakaan dan meningkatkan teknologi yang sudah ada saat ini. 1.61.2Tujuan Penelitian 1. Untuk memahami sistem kerja pengaman terhadap sambaran petir di pesawat terbang yang sudah ada sekarang. 2. Untuk menambah wawasan penulis khususnya akan penerepan studi teknik tegangan tinggi dibidang kedirgantaraan. 3. Untuk memenuhi prasyarat kelulusan pada jenjang strata satu. 1.71.3Manfaat Penelitian Dari penyusunan skripsi ini, penulis dapat mengetahui bagaimana sistem perlindungan pesawat terbang terhadap sambaran petir. Sehingga dengan penelitian berkelanjutan dari para ahli dan pihak yang berkaitan mampu mengembangkan teknologi yang tepat guna dan dapat mengurangi kecelakaan
  • 17. 3 yang terjadi pada pesawat terbang disaat badai tiba. Dan tentunya dapat berbanding lurus dengan kenaikan tingkat kenyamanan penumpang moda transportasi pesawat terbang dalam melakukan perjalanan. Penyusunan skripsi ini juga bermanfaat sebagai pembuka wawasan kelistrikan diberbagai bidang keilmuwan dan bisa menjadi pilihan bagi mahasiswa STT-PLN khususnya agar lebih optimis dengan ilmu kelistrikan yang telah dipelajarinya diperkuliahan untuk dapat berkarya dimana saja tidak hanya di PT. PLN Persero. 1.81.4Batasan Masalah Permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini, diantaranya : 1. Penulis hanya mensimulasikan metoda bola bergulir pada pesawat airbus A330-200. 2. Spesifikasi dari alat penyalur sambaran petir tidak dibahas, karena masing- masing produsen pesawat memiliki kebijakan yang berbeda-beda sesuai dengan desain mereka. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, penulis akan membagi permasalahan dalam bab-bab berikut : Bab I. Pendahuluan, pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup masalah yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini. Bab II. Landasan Teori, bab ini akan membahas karakteristik dari petir. Bab III. Metode Penelitian, pada bab ini dijelaskan interaksi petir dengan pesawat terbang. Bab IV. Hasil dan Pembahasan, pada bab ini dijelaskan bagian mana dari pesawat
  • 18. 4 terbang yang rentan terkena sambaran petir berdasarkan metoda bola bergulir yang disesuaikan dengan karakteristik pesawat terbang tersebut. Bab V. Penutup, berisi kesimpulan dari pernyataan yang telah dibahas pada bab sebelumnya dan saran mengenai penelitian berkelanjutan dari para ahli agar didapat teknologi yang terbaik. BAB II MEKANISME SAMBARAN PETIR
  • 19. 5 1.92.1Proses Terjadinya Peluahan Pada Petir Mekanisme terjadinya peluahan listrik pada awan masih menjadi perdebatan, tetapi ada pernyataan dengan sedikit keraguan yaitu energi yang diproduksi petir berasal dari udara hangat yang naik keatas dan mengumpul membentuk awan. Kemudian udara menjadi lebih dingin dan butir air menjadi beku. Temperatur bagian bawah awan berkisar 130 C, sedangkan bagian atas sekitar -650 C. Akibatnya didalam awan akan terbentuk kristal-kristal es. Dan karena didalam awan bertiup angin ke segala arah, maka kristal-kristal es akan saling bertumbukan dan bergesekan yang menyebabkan terpisahnya muatan positif dan negatif. Pemisahan muatan inilah yang menyebabkan terjadinya petir, baik dari awan ke bumi, awan ke awan, maupun didalam awan itu sendiri. Dalam rangka untuk mendapatkan hasil yang akurat pada interaksi petir dengan pesawat terbang, kita harus memiliki pengetahuan secara langsung tentang fenomena petir di alam. Hal ini sangat membantu kita untuk menganalisa dimana pesawat sering terkena sambaran petir. Pada bab ini penulis akan membahas tentang bagaimana dan dimana petir itu terbentuk, jenis-jenis awan dan petir, dan sambaran dari awan ke awan.
  • 20. 6 Gambar 2. 1. Pemisahan Muatan pada Awan Komulunimbus Perlu diketahui bahwa awan merupakan indikator alami agar kita mengetahui kondisi cuaca dan potensi bahaya yang ditimbulkannya. Awan berada dimana-mana, dengan mempelajarinya kita dapat mengetahui gerak udara, stabilitas, dan kelembapan udara. Secara umum reaksi kimia yang terjadi di awan dan sering kita amati adalah terbentuknya hujan dan petir. Berdasarkan referensi, reaksi kimia yang mungkin terjadi selain petir diantaranya badai salju, hujan batu es, angin tornado, dan kabut. Kilat biasanya terbentuk karena penumpukan muatan listrik pada bagian tengah dari awan tersebut. Penumpukan muatan listrik di awan terbentuk dari proses yang rumit dari pembekuan dan pencairan uap air serta pergerakan dari tetesan hujan dan partikel es yang saling bertabrakan dan pecah. Biasanya muatan listrik positif (proton) berkumpul di bagian atas awan komulunimbus tapi
  • 21. 7 bisa juga terjadi pada fenomena atmosfer lainnya, sedangkan pada bagian bawahnya berkumpul muatan listrik negatif (elektron). Berdasarkan ketinggiannya awan di bedakan menjadi tiga jenis, diantaranya 1. Awan Tinggi, 2. Awan Menengah, 3. Awan Rendah, Awan tersebut diklasifikasi menurut cara terbentuknya. Awan terbentuk dari arus vertikal di udara yang tidak stabil disebut kumpulan atau tumpukan kumulus, jenis ini ditandai dengan bentuknya yang padat bergelombang- gelombang. Sedangkan awan yang terbentuk dari pendinginan lapisan udara yang stabil disebut stratus bertingkat atau berlapis, jenis ini ditandai dengan bentuknya seperti lembaran-lembaran. Awan tinggi, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : sirrus, sirruskumulus, dan sirrusstratus. Jenis ini terbentuk sebagian besar dari kristal es dengan ketinggian sekitar 16.500 - 45.000 meter di lintang tengah. Awan menengah, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : altokumulus dan nimbostratus. Bahan utama awan ini adalah air yang sangat dingin. Ketinggian dasar awan ini berkisar dari sekitar 1981,2 – 7010,4 meter di lintang tengah.
  • 22. 8 Gambar 2. 2. Jenis Awan beserta Ketinggiannya Awan rendah, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : stratus, stratokumulus, dan kumulus. Awan jenis ini hampir seluruh bagiannya terdiri dari air yang kadang-kadang sangat dingin. Pada kondisi temperatur dibawah titik beku juga terdapat salju dan partikel es. Ketinggian awan dari permukaan air laut sekitar 1981,2 meter ke bawah pada lintang tengah. Awan dengan luas mengembang dan vertikal, awan yang termasuk jenis ini diantaranya : kumulus menjulang dan kumulonimbus. Awan ini biasanya berisi air superdingin diatas titik beku. Tetapi ketika awan ini tumbuh menjadi sangat besar, air pada bagian atas awan membeku menjadi kristal es. Besar awan ini dari permukaan air laut sekitar 304,8 – 3048 meter.ke atas. Petir bisa kita analogikan sebagai kondensator raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan dan lempeng kedua adalah bumi. Jika beda potensial
  • 23. 9 antara awan dengan bumi cukup besar, maka akan terjadi peluahan muatan elektron dari awan ke bumi. Pada proses ini petir akan mencari kerapatan udara yang paling rendah untuk bisa sampai ke bumi. Udara disini berfungsi sebagai isolasi diantara keduanya, ketika petir sampai di bumi terjadi ledakan suara yang disebut guruh. Hal ini karena udara tidak mampu lagi menahan laju elektron dari awan ke bumi dan sebaliknya. Sering kali kita lihat yang lebih dulu terjadi adalah kilatan cahaya yang menyilaukan ( kilat ), baru bunyi yang menggelegar disebut guruh. Hal ini karena kecepatan cahaya sekitar 3 x 108 m/s, sedangkan cepat rambat bunyi di udara sekitar 344 m/s. Muatan listrik di dalam awan menghasilkan medan listrik yang cukup kuat untuk mengionisasi udara dan menghasilkan bunga api listrik, yang dapat berkembang menjadi kilatan petir. Ada beberapa jenis sambaran petir, diantaranya : 1. Sambaran petir di dalam awan (intra-cloud), 2. Sambaran petir awan ke bumi ( cloud to ground ). 3. Sambaran petir antar awan (cloud to cloud), 1.10 2.2. Jenis Sambaran Petir 2.2.1 Sambaran Petir di dalam Awan ( Intracloud ) Kilat di dalam awan terjadi karena pengumpulan muatan di bagian tengah awan. Perbedaan karakteristik yang di miliki petir di dalam awan di banding petir dari awan ke bumi adalah fase sambaran kembali yang kurang besar bahayanya. Untuk peluahan muatan intracloud bisa mencapai 6 KA pada kondisi arus puncak. Biasanya kelihatan seperti cahaya yang menghambur dan
  • 24. 10 kadang-kadang petir keluar dari batas awan seperti saluran bercahaya pada sambaran awan ke bumi. Gambar 2. 3. Jenis-jenis Sambaran Petir 2.2.2. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi ( Cloud to Ground ) Proses terbentuknya petir jenis ini di mulai dengan gumpalan-gumpalan udara yang terionisasi di sebut sebagai pelopor. Pelopor dapat menjalar keluar dari wilayahnya jika medan listrik yang di timbulkan cukup besar sehingga membentuk kanal-kanal petir yang bercabang-cabang. Peristiwa ini terjadi jika kekuatan medan listriknya mencapai 500 KV/m, yang dapat bergerak berkelok- kelok sejauh 50 m dan dengan waktu tempuh 40-100 ms disebut juga sebagai pelopor melangkah ( stepped leader ). Diameter dari pelopor melangkah antara 1 m dan 10 m tergantung besarnya arus paling rendah 100 A. Pelopor terkonsentrasi di dalam pusat ionisasi yang berdiameter sebesar 1 cm. Rata-rata kecepatan bercabangnya ( propagasi ) adalah 1,5 x 105 m/s. Pelopor bisa berbentuk cabang-cabang yang
  • 25. 11 mengarah ke bumi maupun dari bumi ke awan. Pelopor yang mengarah ke atas biasa terjadi pada tempat-tempat yang tinggi seperti bukit, pohon, dan gedung- gedung. Medan listrik di sekitar bangunan tersebut bisa mengionisasi udara di sekitar sehingga muatan positif pada bumi bergerak menuju awan yang bermuatan negatif, dan titik pertemuan antara muatan positif dan negatif di sebut titik kontak. Ketika peristiwa ini terjadi muatan listrik pada pelopor bisa terinduksi ke bumi dan bergerak berkelok-kelok dengan sangat cepat yang di sebut dengan sambaran kembali dan proses peluahan dari pelopor bisa mencapai kecepatan 5 x 107 m/s. Karakteristik dari awal sambaran kembali yaitu memiliki pulsa arus dengan amplitudo yang tinggi bersama cahaya yang terang. Pada sambaran kembali terindikasi adanya pengurangan nilai berdasarkan ketinggiannya. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan berarti pada bentuk gelombang dan amplitudo arus yang diterima pesawat ketika tersambar. Karena petir jenis ini memproduksi muatan yang lebih besar dibandingkan jenis petir lainnya.
  • 26. 12 Gambar 2. 4. Sambaran Petir dari Awan ke Awan Petir jenis ini merupakan tipe yang sering terjadi di daerah tropis.Petir ini biasanya terjadi ketika awan kumulonimbus bertemu dengan awan kumulus. Peluahan muatan listrik antara awan satu dengan lainnya yang berbeda polaritas dengan udara sebagai penyekatnya. Kilat dalam jumlah besar dapat di produksi di seluruh bagian awan kumulonimbus. Petir jenis ini terjadi pada ketinggian yang sangat tinggi sehingga hampir sebagian besar awan kumulonimbus terlihat sampai 320 km luasnya dengan lebar sekitar 7 km. 1.5.1 Medan Listrik yang diproduksi dari peluahan petir Rata-rata medan listrik dipermukaan awan memiliki medan 300 V/m. Ketika udara melewati ambang batas breakdown, arus listrik di udara meningkat drastis dan terlihat cahaya ke biru-biruan yang disebut korona discharge. Korona yang berasal dari objek di darat tidak bisa membentuk busur listrik secara sempurna atau sambaran petir balik.
  • 27. 13 Gambar 2. 5. Pengaruh ketinggian awan terhadap perubahan suhu Gambar 2. 6. Perkiraan Jumlah Muatan didalam Awan Dari data tabel 2.1 sambaran petir sangat berbahaya untuk penerbangan suatu maskapai dan bisa menyebabkan delay karena perbaikan kerusakan. Untuk meningkatkan efektivitas perbaikan kerusakan yang disebabkan
  • 28. 14 sambaran petir dibutuhkan personil yang handal dan terbiasa melakukan pengecekan, prosedur perbaikan, dan pengukuran proteksi terhadap petir. Tabel 2. 1. Karakteristik Sambaran Petir berdasarkan MIL STD 464 Karakteristik Spesifikasi Tipe Inter/Intra Awan, dan Awan ke Tanah Beda Potensial +/- 30 s.d. 100 MV Arus < 650 kA (Peak) rata-rata 200 Ka Daya 1012 W nominal (Peak) Energi 5 x 108 nominal (200 lb TNT tiap sambaran) Radius 3 s.d. 30 km per sambaran Frekuensi Spektrum 10 kHz s.d. 10 MHz Durasi Sambaran – 100 πœ‡s Kilat 0,2 s (1 s.d. 20 Sambaran) Frekuensi dari sambaran petir tergantung dari letak geografis daerah yang dilewati. Contohnya di Florida rata-rata hari guruh yang terjadi dalam setahun mencapai 100 kali, sama halnya dengan indonesia khususnya di daerah Tangerang mencapai 169 hari. 2.2.5 Faktor Pemicu Terjadinya Sambaran di Pesawat Terbang Kemungkinan terbesar petir menyambar pada titik-titik ekstrim terluar pesawat terbang seperti : ujung sayap (wing tip), bagian depan pesawat (nose radome), atau ekor (rudder). Petir sering menyambar pada fase mendaki (take- off) dan jelajah (cruise) pada ketinggian 5.000 s.d. 15.000 kaki. Probabilitas sambaran petir pada ketinggian lebih dari 20.000 kaki semakin berkurang. Kemungkinan terjadinya petir pada cuaca hujan sampai 70%. Terdapat hubungan yang kuat antara suhu yang mendekati 00 C dengan sambaran petir pada pesawat terbang. Kondisi pada saat pembentukan gumpalan awan hitam (precipitation) juga terjadi mengumpulnya energi listrik didalam awan. Meskipun
  • 29. 15 begitu petir dapat menyambar pesawat terbang sejauh lima mil dari gumpalan awan hitam tersebut. Berdasarkan penjelasan dari pilot berpengalaman sekitar 42% sambaran petir terjadi tidak disertai badai. Tabel 2. 2. Persentase Sambaran yang dilaporkan kepada BOEING Posisi Sambaran dari Awan Persentase Sambaran di atas < 1% di dalam 96% di bawah 3% di antara < 1% di samping < 1% Gambar 2. 7. Peta Hari Guruh Indonesia tahun 2004 s.d. 2006 oleh BMG Pada gambar 2.9 dijelaskan bahwa petir akan menyambar dari titik entri, kemudian arus mengalir melalui kulit badan pesawat terbang dan keluar melalui
  • 30. 16 titik ekstrim. Komponen pesawat terbang banyak yang terbuat dari bahan ferromagnetis, sehingga termagnetisasi ketika terjadi sambaran petir. Dan ketika sistem kelistrikan di pesawat terbang didesain resistan dari sambaran petir bisa menimbulkan kerukasan pada komponen tersebut jika arus yang mengalir melewati batas rancangan. Gambar 2. 8. Perbandingan ketinggian jelajah pesawat dengan banyaknya sambaran Gambar 2. 9. Titik Sambaran Petir 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 PersentaseSambaran Ketinggian (Dalam ribuan kaki)
  • 31. 17 Komponen pesawat harus dirancang untuk bisa melindungi penumpang dari bahaya katastropik sambaran petir. Keselamatan penerbangan sangat penting untuk kelanjutan operasi pesawat komersial dan peningkatkan kepercayaan didunia transportasi. Pesawat biasanya dirancang untuk mencapai Design Service Objective (DSO) atau tujuan layanan desain. DSO ini mengacu pada siklus penerbangan, jam penerbangan, dan tujuan sebagai parameter desain untuk pesawat terbang. DSO membantu insinyur dalam pemilihan bahan dan komponen struktural. Pesawat terbang dirancang sesuai umur ekonomis 20 tahun pengoperasian dan jarak tempuh operasi. Sebuah pesawat berbadan lebar mungkin dirancang untuk tujuan pelayanan 20.000 siklus penerbangan dan 60.000 jam terbang selama 20 tahun. Tujuan pesawat DSO harus dipertimbangkan ketika memilih dan mengevaluasi desain proteksi petir. Petir adalah disipasi energi statis disimpan dalam gumpalan awan. Para ilmuwan percaya bahwa energi statis yang tersimpan di awan berasal dari gerakan relatif dari curah hujan di dalam awan yang menghasilkan elektron bebas. Muatan positif di awan akan mencari negatif biaya di permukaan bumi'. Sementara dengan cara yang sama, muatan negatif di awan akan mencari muatan positif di tanah. Petir mulai menjauh dari awan penuh dengan energi statis dalam apa yang disebut sambaran pelopor. Jalur petir yang terbentuk dapat mencapai tingkat yang luar biasa sekitar satu juta volt dan mencapai suhu 50.0000 F atau 2204,40C. Dari gambar di bawah ini, saluran petir dapat dengan mudah diidentifikasi oleh garis putih tebal sedangkan pelopor berupa garis putih tipis seperti akar serabut pohon.
  • 32. 18 Gambar 2. 10. Bentuk Leader, Channel, dan Return Stroke Seperti yang ditunjukkan dalam gambar, petir bisa menyambar dari tanah ke awan atau dari awan ke tanah. Energi yang tersimpan dalam awan petir dapat menjadi luar biasa besar. Petir memiliki potensi dampak serius pada operasi pesawat. Menurut beberapa produsen pesawat, kerusakan pesawat akibat tersambar petir dapat menambah lama waktu perbaikan sekitar 1 s.d. 3 hari untuk sambaran petir biasa. Telah dicatat bahwa Pesawat bisa disambar petir bahkan ketika tidak dalam kondisi badai. Sekitar tahun 1980, dengan pengujian ekstensif (disponsori oleh NASA) mengenai sambaran petir ke pesawat terbang menunjukkan bahwa mayoritas sambaran petir ke pesawat diprakarsai oleh pesawat. Diperkirakan bahwa lebih dari 90 persen dari pesawat sambaran petir yang "dipicu".
  • 33. 19 Gambar 2. 11. Peta Hari Guruh Sedunia dari April 1995 sampai Februari 2003 (petir/kilometer2/tahun) oleh NASA
  • 34. 20 Gambar 2. 12. Banyaknya sambaran tiap temperatur Petir menyambar ke ujung sayap dan keluar melalui ujung sayap lainnya. Jalur ini perlu dipahami dalam rangka membangun perlindungan yang tepat tanpa mengorbankan kinerja atau keamanan. Edward J. Rupke, insinyur senior teknik petir di Pittsfield, Mass., memberikan penjelasan sebagai berikut: Rata- rata, setiap pesawat komersial di Amerika Serikat 27 armada terkena sambaran petir ringan lebih dari sekali setahun. Bahkan, pesawat sering memicu petir ketika terbang melalui wilayah bermuatan berat. Sekarang pesawat harus menerima satu set tes ketat sertifikasi petir untuk memverifikasi keselamatan desain yang dibuat. Meskipun penumpang dan awak dapat melihat flash dan mendengar suara keras jika sambaran petir pesawat mereka, tidak ada yang serius terjadi, karena perlindungan-hati direkayasa ke dalam pesawat. Mengingat jumlah pesawat terbang di sekitar dunia dengan perkiraan 2000- 3000 badai terjadi setiap saat suatu tempat di dunia. Sejarah membuktikan bahwa crash pesawat memang terjadi diakibatkan sambaran petir. Petir terkait
  • 35. 21 crash dapat berasal dari hilangnya kontrol pesawat, tangki bahan bakar pengapian, atau menyilaukan mata pilot selama fase pendaratan kritis. Salah satu contoh yang jelas dari hilangnya pesawat itu pada tahun 1963 ketika Pan American World Airways 707 disambar petir dan terbakar, tujuh penumpang dan delapan awak tewas dalam kecelakaan itu. Investigasi kecelakaan mengungkapkan bahwa tangki bahan bakar pesawat meledak. Terbukti dengan ditemukan bekas sambaran petir di ujung sayap. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Michael Cherington MD, data dari National Dewan Keselamatan Transportasi dari 26 tahun data (1963-1989) cedera diidentifikasi karena sambaran petir pada pesawat. Dalam periode itu, 40 petir kecelakaan terkait terjadi, 10 melibatkan komersial penerbangan, dan 30 yang melibatkan swasta pesawat, menyebabkan 290 korban jiwa. Penerbangan tersebut, 4 kecelakaan pesawat komersial menyumbang 260 dari kematian, dan 14 kecelakaan pesawat non-komersial menyumbang sisanya 30 korban jiwa. Kecelakaan signifikan adalah sebagai berikut: 4. Pan American World Airlines Boeing 707 pesawat meledak di atas Elkton MD pada 12 Agustus 1963. Penyebab kecelakaan adalah ledakan tangki bahan bakar membunuh semua 86 penumpang. Laporan NTSB mengidentifikasi bahwa petir bukanlah kemungkinan penyebabnya. 5. Delta Airlines Lockheed L-1011 pesawat jatuh pada persiapan pendaratan ke Dallas / Fort Bandara Internasional pada 2 Agustus 1985. Kecelakaan itu mengakibatkan 135 korban jiwa dan luka-luka 28. Meskipun beberapa pengamat melaporkan melihat bekas sambaran petir pesawat, peneliti
  • 36. 22 tidak dapat mengkonfirmasi petir sebagai penyebab jatuh. Petir terdaftar sebagai faktor utama dalam laporan kecelakaan NTSB. 6. Pesawat Udara AS McDonnell-Douglas DC9-31 rusak karena sambaran petir. Mekanik terluka ketika ia menyentuh bagian luar pesawat saat didarat karena sambaran petir. 7. Ozark Airlines Fairchild FH227B pesawat terbang di atas St Louis, Mo menderita sambaran petir langsung dan menewaskan 38 penumpang pada tanggal 23 Juli tahun 1973. Kebanyakan kulit pesawat dibuat dari bahan aluminium yang merupakan penghantar listrik yang sangat baik. Dengan memastikan bahwa tidak ada gap pada jalur konduktif ini, insinyur dapat memastikan bahwa sebagian besar arus petir akan tetap pada kulit luar pesawat terkait efek faraday cage. Beberapa pesawat modern terbuat dari bahan komposit canggih, yang secara signifikan kurang konduktif daripada aluminium. Dalam hal ini, komposit dibuat dari lapisan serat konduktif atau layar yang dirancang untuk membawa atau menyebarkan arus petir. Kerusakan struktur pada lokasi lampiran petir atau kerusakan mekanik dari sambaran petir disebut efek langsung.
  • 37. 23 BAB III SAMBARAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG 1.11 3.1 Sambaran Petir Tidak Langsung "Efek sambaran petir tidak langsung" adalah istilah khusus yang digunakan untuk menggambarkan efek elektromagnetik (EM) yang mengikuti "sambaran petir langsung". Selain efek mekanik lokal dan termal yang diamati pada titik sambaran, arus listrik juga menyebar diseluruh bagian struktur pesawat, baik pada permukaan eksternal maupun bagian dalam, termasuk sistem listriknya, sampai keluar pada exit point. Redistribusi arus tersebut keseluruh struktur disebut "induksi arus". Efek termal mempunyai dampak kerusakan paling parah karena menghasilkan pemanasan mekanik seperti melelehnya mur, lubang, dsb. Efek pada peralatan elektronik yaitu terjadi perbedaan potensial pada sistem impedansi dan menginduksi kabel yang ada di sepanjang badan esawat terbang hingga ke konektor peralatan. Arus tersebut dapat mengakibatkan efek elektromagnetik. Pada tahu 1980-an, ONERA melakukan percobaan pada C160 Transall pesawat terbang yang disponsori oleh Badan Pertahanan Perancis (Delegasi GΓ©nΓ©rale pour l'Armement) DGA, untuk memasang beberapa instrumen sensor elektromagnetik pada permukaan pesawat dan belakang pintu dari bahan komposit karbon. Pada saat itu, bentuk gelombang dua arah yang ditemukan sangat mengejutkan, tetapi mereka dapat dijelaskan oleh redistribusi saat
  • 38. 24 dihitung pada model 3D sederhana dari eksterior pesawat dan backdoor elektromagnetik coupling dapat dijelaskan dengan teori hamburan. Pada awal 90-an, DGA Perancis mendorong industri pesawat terbang, yaitu Dassault dan Airbus, untuk memahami secara langsung efek petir pada pesawat terbang. Eksperimen yang luas kemudian dilakukan pada sayap dari bahan karbon komposit ("Voilure Composite Carbone" dalam bahasa Perancis, VCC). Percobaan ini untuk memahami redistribusi arus pada struktur silinder dua dimensi. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa penelitian dari pendekatan dua dimensi ke tiga dimensi efek redistribusi. Uni Eropa meluncurkan dua proyek besar melibatkan Akademik, laboratorium, dan industri mitra, di mana sambaran petir tidak langsung memiliki tempat yang signifikan. Proyek fulmen Uni Eropa, sebagai bagian dari proyek kerangka kerja 3, membentuk dasar pertama bagi pemodelan 3D dari pesawat, serta interior, termasuk kabel. Hal ini diikuti oleh proyek EMHAZ kerangka 5, yang mengambil analisis selangkah lebih maju dengan menggunakan geometri yang lebih kompleks. Setelah proyek ini, pemodelan 3D petir tidak langsung pada pesawat terbang menjadi semakin biasa dalam industri pesawat kualifikasi dan proses sertifikasi. Pada tahun 2005 s.d. 2008, proyek MOVEA Prancis, disponsori oleh DGA Perancis, memiliki ambisi membangun AC / RC model untuk menghitung dua kendala EM yang dihasilkan oleh sambaran petir tidak langsung, serta untuk menilai gangguan yang mungkin terjadi pada tingkat peralatan. Analisis tersebut diselidiki dan dijelaskan di mana konfigurasi geometris, dan mengapa, arus induksi besar dapat terjadi pada AC / RC. Pertama kami memperkenalkan
  • 39. 25 bentuk gelombang seperti yang muncul dalam arus petir tidak langsung standar urutan. 1.12 3.2 Pembagian Zona Sambaran Petir Pembagian zona petir oleh SAE Aerospace, sebagai berikut : Tabel 3. 1. Pembagian zona petir berdasarkan ARP 5412A Zona Sambaran Keterangan 1A Zona sambaran balik pertama Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran pertama kali terlampir dalam waktu yang singkat atau daerah berujung lancip yang memicu terjadinya sambaran petir. 1B Zona sambaran balik pertama dengan panjang menggantung Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran pertama kali terlampir dalam waktu yang singkat atau daerah berujung lancip yang memicu terjadinya sambaran petir. 1C Zona transisi untuk sambaran balik pertama Semua bidang permukaan pesawat dimana sambaran sapuan terjadi dengan amplitudo rendah dan dalam rentan waktu yang lebih lama. 2A Zona sambaran balik (return stroke) Semua bidang permukaan pesawat dimana terjadi sambaran kedua dengan amplitudo lebih rendah dari 1A, tetapi masih lebih tinggi dari 1C dalam waktu yang singkat. 2B Zona sambaran sapuan dengan panjang menggantung Semua bidang permukaan pesawat dimana terjadi sambaran kedua dengan sambaran sapuan dalam waktu yang lebih lama. 3 Zona sambaran selain dari zona 1 dan 2 Selain dari zona 1A, 1B, 1C, 2A, 2B yaitu pada bagian-bagian dari pesawat yang terletak di bawah atau diantara zona lainnya. Zoning merupakan pengklasifikasian permukaan pesawat terbang yang memiliki kecenderungan memicu sambaran petir pada bagian tertentu. Ada dua pendekatan untuk menguraikan suatu zonasi sekitar pesawat. Pendekatan pertama dikembangkan oleh BAe didasarkan pada β€œMetode Bola Bergulir”. Parameter input adalah jari-jari bola yang dievaluasi oleh pengalaman perbaikan kerusakan akibat sambaran petir. Pendekatan kedua didasarkan
  • 40. 26 pada deskripsi fisik sambaran petir pada pesawat terbang. Metode ini memperhitungkan proses dasar yang terjadi selama sambaran petir pada pesawat. Gambar 3. 1. Karakteristik sambaran petir
  • 41. 27 Gambar 3. 2. Karakteristik sambaran petir berdasarkan SAE ARP 5412A
  • 42. 28 Gambar 3. 3. Pembagian zona sambaran petir
  • 43. 29 Gambar 3. 4. Pembagian zona sambaran dilihat dari samping
  • 44. 30 Gambar 3. 5. Pengukuran medan listrik oleh ONERA
  • 45. 31 1.13 3.3 Metode Bola Bergulir Metode ini sering dipakai untuk membangun sistem proteksi pada pembangkit, gardu distribusi, maupun peluncuran roket. Dengan metode ini seolah-olah ada bola dengan radius R bergulir di sepanjang bagian yang mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir. Besar R berhubungan dengan besarnya arus petir dan dinyatakan sebagai berikut : R = k.I0,75 Radius dari bola bergulir didapat dari perhitungan konsep leader potensial untuk menghitung jarak sambaran. Dengan metoda leader potensial bisa menunjukkan seberapa rendah tahanan pada grounding dan bonding untuk mengurangi ground potential rise maupun efek sekunder dari sambaran petir yang mempengaruhi peralatan elektronik didalamnya. Dapat diasumsikan bahwa leader petir setara dengan konduksi kawat di dalam lingkungan medan listrik dari awan badai. Menurut Mazur et al, jarak sambaran adalah fungsi dari leader potensial dan medan listrik konstan sepanjang kepala streamer bermuatan negatif. Gambar 3. 6. Metode bola bergulir pada gedung
  • 46. 32 Warna hijau merupakan sisi bangunan yang harus diproteksi. Warna ungu merupakan bentuk imajiner dari bola bergulir yang mewakili zona pada bangunan yang dapat disambar petir dan bagian yang tak bersinggungan dengan bola merupakan bagian yang terproteksi dari sambaran petir. Garis hitam tebal berhubungan dengan pusat bola terletak pada Ra jarak dari tanah atau bangunan permukaan. BAe telah menerapkan model bola bergulir ke kasus sambaran petir pada pesawat untuk menghitung zona lampiran awal petir bahkan jika model ini mengasumsikan bahwa penyadapan pesawat petir alami yang tidak konsisten dengan dalam penerbangan pengamatan menunjukkan bahwa itu adalah pesawat yang memicu petir. Poin lampiran dihitung dengan bergulir bola di pesawat permukaan. Poin tersentuh oleh bola sesuai untuk entry point. Dari permukaan eksternal yang dihasilkan oleh bola pusat, probabilitas bahwa permukaan dasar dari pesawat mungkin disambar dapat disimpulkan. Keuntungan dari model ini adalah untuk mengasosiasikan langsung dengan daerah tertentu pesawat probabilitas disambar petir. Namun, yang harus ingat bahwa metode ini didasarkan pada model empiris. Hal ini konsisten dengan salah satu proses sambaran petir yang merupakan Setidaknya kemungkinan dalam kasus pesawat. Selain itu, hasil sangat tergantung pada pilihan radius. 1.14 3.4 Bentuk Gelombang Petir Bentuk gelombang petir sambaran tidak langsung telah diturunkan dari tingkat sistem ground test pesawat terbang dengan 1.5 / 88 ΞΌs gelombang bi- eksponensial komponen A.
  • 47. 33 Gambar 3. 7. Bentuk gelombang WF1 Gambar 3. 8. Bentuk gelombang WF2 Gambar 3. 9. Bentuk gelombang WF3 Gambar 3. 10. Bentuk gelombang WF4
  • 48. 34 Gambar 3. 11. Bentuk gelombang WF5A dan WF5B Dari gambar diatas diperlihatkan bahwa setiap petir yang menginjeksi badan pesawat berbeda-beda tergantung fungsi waktu. Grafik tersebut merupakan hasil percobaan pengukuran yang dilakukan oleh US Military dan dicantumkan dalam standar DO-160 sama halnya dengan MIL-STD yang dipakai sebagai standar penerbangan militer. Gambar 3. 12. Bentuk gelombang petir komponen A,B,C,D 1.15 3.5 Perbedaan Ground Test dan Flight Test Interaksi petir dengan badan pesawat terbang dari bahan komposit dalam penerbangan dibandingkan dengan ground tes.
  • 49. 35 Gambar 3. 13. Arus Petir Mengalir Satu Arah dan Internal Induktansi Misalkan diketahui komposit serat karbon (CFC) silinder dengan panjang 10 m, radius 2 m, ketebalan 2 mm, dan Οƒ = 104 S / m. L = Linternal = πœ‡0.𝑙 4πœ‹ βˆ™ 𝑑 β„Ž = 1 nH ..............................................................(3.1) RDC = 𝑙 2 .𝑏 .𝑑 .𝜎 = 80 mΞ© ..........................................................................(3.2) 𝐿 𝑖𝑛𝑑 𝑅 𝐷𝐢 = 100 ns ........................................................................................(3.3) Gambar 3. 14. Ground Test dengan Sirkit Balik dan Internal Induksi Dengan silinder yang sama dalam ground tes didapat return current path atau jalur arus balik di dekatnya. L = Linternal = πœ‡0.𝑙 4πœ‹ βˆ™ ln ( 2 .β„Ž 𝑏 ) = 500 nH >> Linternal...............................(3.4) 𝐿 𝑒π‘₯𝑑 𝑅 𝐷𝐢 β‰… 69 πœ‡π‘  >> 𝐿𝑖𝑛𝑑 𝑅 𝐷𝐢 .........................................................................(3.5) Induktansi internal yang lebih rendah dari kasus dalam penerbangan membuat pembagian arus antara pesawat kulit dan konduktor internal (diarahkan sejajar dengan arus petir) sebagian besar resistif. Semakin tinggi
  • 50. 36 induktansi eksternal dalam uji tanah tingkat sistem mendistribusikan arus cukup berbeda, yang awal waktu bagian dari petir hanya sementara melintasi kulit dan waktu akhir melintasi pedalaman kabel. Induktansi tinggi dalam tes tanah, di atas, menciptakan arus gelombang 5A pada kabel. 1.16 3.6 Parameter RLC pada pesawat terbang Pembagian saat ini antara kulit komposit kendaraan dan konduktor internal 'tergantung pada perlawanan dan induktansi dari dua seperti yang digambarkan dalam model heuristik pada gambar gelombang panjang petir relatif terhadap ukuran kendaraan kedirgantaraan membuat sirkuit RL sederhana memadai pada tingkat sistem aplikasi. Gelombang kabel saat ini telah diturunkan dari tes tanah dengan dekatnya jalur kembali saat didefinisikan dengan baik. Dalam penerbangan, tidak ada jalan kembali saat ini. Perbedaan antara keduanya adalah induktansi konduktor, eksternal dibandingkan internal yang induktansi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Gambar 3. 15. RL Model dari Kulit Pesawat Terbang Saat kabel dalam model ini diberikan oleh ekspresi berikut: IKabel (s) = IA (s) βˆ™ 𝑍 𝐢𝐹𝐢 (𝑠) 𝑍 𝐢𝐹𝐢 ( 𝑠)+ 𝑍 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™ (𝑠) = IA βˆ™ ( 1 𝑠+𝛼 βˆ’ 1 𝑠+𝛽 ) βˆ™ 𝐿 𝐢𝐹𝐢 𝐿 𝐢𝐹𝐢+ 𝐿 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™ βˆ™ 𝑆+𝛽 𝑆+𝛾 .....(3.6)
  • 51. 37 IA β‰… 218 KA , untuk mendapatkan 200 kA nilai domain waktu puncak Komponen A, π›Όβˆ’1 = 88 πœ‡π‘ , petir Komponen A waktu peluruhan, π›½βˆ’1 = 1,5 πœ‡π‘ , petir Komponen A waktu naik, ZCFC = RCFC + s βˆ™ 𝐿 𝐢𝐹𝐢,..............................................................................(3.7) impedansi dari kulit CFC komposit ZKabel = RKabel + s βˆ™ 𝐿 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™, ........................................................................(3.8) impedansi dari satu kabel b-1 = LKabel / RKabel,.....................................................................................(3.9) waktu yang konstan dari kabel π›Ύβˆ’1 = (LCFC / LKabel) / ( RCFC / RKabel),.........................................................(3.10) saat lingkaran konstan kulit CFC dan kabel hasil dari RL cabang rangkaian paralel dan sumber arus 1.17 3.7 Resistansi dan Induktansi pada Silinder Gambar 3. 16. Parameter Geometris Tabung Nilai DC resistan pada infinite tabung dapat diperkirakan sebagai berikut : RDC = 1 2 .πœ‹ . π‘Ÿ . 𝑑 . 𝜎 , .................................................................................(3.11)
  • 52. 38 Meskipun kita jarang memiliki kebutuhan untuk ketahanan AC frekuensi tinggi, itu adalah sebagai berikut : RAC = 1 2 .πœ‹ . π‘Ÿ . 𝛿 . 𝜎 , ...............................................................................(3.12) 𝛿 = √1 πœ‹β„ βˆ™ 𝑓 βˆ™ 𝜎 βˆ™ πœ‡ , ..........................................................................(3.13) adalah material dari skin depth 1.18 3.8 Induktansi Internal induktansi adalah induktansi dari konduktor pada ruang hampa yang berarti tidak berinteraksi dengan konduktor lainnya melalui bagian terluar dari konduktor. Gambar 3. 17. Internal kabel Eksternal induktansi adalah induktansi dari rangkaian tertutup yang berinteraksi dengan medan magnet dari rangkaian tersebut. Seperti loop antena, pada jalur transmisi, dan arus balik yang dibangkitkan sumber daya. Gambar 3. 18. Eksternal induktansi Mutual induktansi adalah induktansi diantara dua rangkaian tertutup yang keduanya saling mempengaruhi dengan medan magnet yang dihasilkannya.
  • 53. 39 Gambar 3. 19. Mutual induktansi Gambar 3. 20. Mutual induktansi dengan grounding yang sama Efek konduksi berhubungan dengan memasukkan arus listrik pada suatu benda dalam suatu sistem. Ada dua fenomena konduksi yang terjadi, yaitu : 1. Efek resistan yaitu pengaruh pada sistem DC atau frekuensi sangat rendah yang hanya bergantung pada konduktivitas elektrik bahan. 2. Efek redistribusi merupakan fenomena dinamis listrik yang melibatkan frekuensi tinggi dan melingkupi geometri dari struktur yang mempengaruhi variasi impedansinya. Tabel 3. 2. Karakteristik impedansi dari bahan jala-jala Tipe Material Ketebalan Konduktivitas (Ξ©.m)-1 Zs (mΞ©) Lembar Alumunium 10 πœ‡m 37,6x106 2,7 Panel Karbon (kain tiga lapis) 900 πœ‡m 1,5x104 72 Panel Karbon 3 mm 3x104 11 Lembaran Tembaga yang diperluas 2 Jala-jala Perunggu 6 Setiap konduktor mempunyai impedansi yang berbeda-beda karena sifat dari bahan itu sendiri. Jika dua konduktor bermuatan diletakkan sejajar maka akan terjadi dua hal yaitu medan magnet yang dihasilkan keduanya akan
  • 54. 40 menjumlah bila arus yang mengalir sama arahnya dan saling mengurangi jika arah arusnya berlawanan. Gambar 3. 21. Induktansi ISUM = I1 + I2 ..........................................................................................(3.14) IDIF = I1 – I2 ...........................................................................................(3.15) Masing-masing konduktor akan memagnetisasi satu sama lain dan menghasilkan tegangan induksi seri didalam konduktor itu sendiri. V2 = - iπœ” βˆ™ 𝑀21 βˆ™ 𝐼1..................................................................................(3.16) V1 = - iπœ” βˆ™ 𝑀12 βˆ™ 𝐼2..................................................................................(3.17) M12 = πœ‡0βˆ™π‘– 2 βˆ™ πœ‹ βˆ™ ln ( π‘‘βˆ’π‘Ÿ2 π‘Ÿ1 ),.............................................................................(3.18) dimana : d adalah jarak antara dua konduktor, r1 radius dari konduktor 1, dan r2 radius dari konduktor 2 karena masing-masing memiliki perbedaan ukuran. M21 = πœ‡0βˆ™π‘– 2 βˆ™ πœ‹ βˆ™ ln ( π‘‘βˆ’π‘Ÿ1 π‘Ÿ2 ) β‰  M12....................................................................(3.19) VDIF = - iπœ” βˆ™ (𝑀21 βˆ™ 𝐼1 – M12 . I2)..............................................................(3.20) Tabel 3. 3. Karakteristik Kabel Panjang (m) Jari- jari (m) Ketebalan (mm) Konduktivitas (S/m) Lint (nH) Lext (nH) Rdc (mΞ©) Komposit CFC 10 2 2 104 1 524 80 ¼” 40AWG kabel serabut 10 1/8” 800 5,8x107 25 12000 127
  • 55. 41 Kebanyakan laminasi CFC yang digunakan pada pesawat terbang memiliki ketebalan sekitar 0,5 s.d. 6 mm. Untuk ukuran yang lebih tipis digunakan pada kontruksi sandwich (berlapis-lapis) dengan bahan kevlar atau logam yang disusun seperti sarang lebah (metal honeycomb). Petir komponen A dapat dijelaskan sebagai berikut : IA(t) =IA . (π‘’βˆ’π›Όπ‘‘ βˆ’ π‘’βˆ’π›½π‘‘ ),.........................................................................(3.21) Dimana : IA = 218 kA 𝛼 = 1/88 πœ‡π‘  𝛽 = 1/1,5 πœ‡π‘  VRL(s) = IA(s) . 𝑍 𝐢 𝐹𝐢 βˆ™ 𝑍 πΎπ‘Žπ‘π‘’π‘™ 𝑍 𝐢𝐹𝐢 + 𝑍 πΎπ‘Ž 𝑏𝑒𝑙 ,......................................................................(3.22) Dimana : IA(s) = IA . ( 1 𝑠+ 𝛼 βˆ’ 1 𝑠+ 𝛽 )............................................................................(3.23) ZCFC β‰… RCFC + s . LCFC = LCFC . (s+a),.......................................................(3.24) Dimana : a = 𝑅𝑑𝑐 𝐿𝑑𝑐 , ...................................................................................................(3.25) radian frekuensi konstan dari kulit CFC Zkabel β‰… Rkabel + s . LKabel = Lkabel . (s+b),..................................................(3.26) Dimana : b = 𝑅 π‘˜π‘Žπ‘π‘’π‘™ 𝐿 π‘˜π‘Žπ‘π‘’π‘™ , ...............................................................................................(3.27) radian frekuensi konstan kabel
  • 56. 42 Gambar 3. 22. Gelombang sambaran petir tidak langsung dari ARP 5412A Gambar 3.23 merupakan penyederhanaan dari kabel di pesawat terbang yang berinteraksi dengan sambaran petir tidak langsung. Interaksi petir yang terjadi pada gambar sebagai berikut : 1. Tegangan jatuh IR antara kerangka pesawat dengan kabel yang terinduksi. 2. Induktif kopling di sepanjang rangka sayap dan raceway (bus). 3. Induktif kopling melalui celah, seperti : jendela, pintu, dsb. 4. Kopling ke kabel yang menyabung pada beban eksternal, seperti : lampu tembak, pitot, antena, dll. 5. Surge pada saat koneksi didarat, seperti : recharge batere dengan GPU (Ground Power Unit).
  • 57. 43 Induksi tegangan menyeberangi sirkuit pararel RL sesuai dengan laplace frekuensi : Gambar 3. 23. Gambaran kabel saat terkena sambaran petir Karena kebanyakan pesawat terbang moderen menggunakan struktur yang terbuat dari karbon komposit, menyebabkan pesawat terbang sangat rentan terkena sambaran petir. Seperti disebutkan sebelumnya bahwan struktur pesawat terbang dipengaruhi faktor kopel IR (arus dikali resistansi). Avionik disatu daerah badan pesawat terbang dapat terhubung dengan peralatan di daerah lain, jika keduanya berada pada grounding yang sama. Rangka pesawat terbang sering disebut airframe sama dengan resistor berukuran besar diantara ground tersebut. Dan arus transien kontak dengan kedua komponen melalui struktur grounding yang sama. Pengujian arus transien 200 kA dengan gelombang double exponensial.
  • 58. 44 Gambar 3. 24. Perhitungan Isc dan Voc pada tiap antena Sedangkan pesawat dari bahan komposit mendistorsi transien melalui efek resistif dan kapasitif yang menghasilkan gelombang tes 40 πœ‡s muka gelombang dan ekor gelombang 120 πœ‡s disebut WF5A. Dari IEEE 998-1996 didapat persaman mengenai besarnya arus sambaran petir dengan jauhnya jarak sambaran petir, yang di rumuskan sebagai berikut : S = 26,25 k I(s)0,65 .........................................................................................(3.28) Dimana arus petir : I(s) = 2,2 ×𝐡𝐼𝐿 𝑍𝑠 ,.............................................................................................(3.29) jika nilai BIL > 350 kV, dan I(s) = 2 k.A,....................................................................................................(3.30) jika nilai BIL ≀ 350 kV
  • 59. 45 1.19 3.9 Lembaran tembaga yang disusun bertumpuk Dengan berkembangnya struktur pesawat terbang menjadi lebih moderen, industri bersaing untuk membuat struktur pesawat terbang seringan mungkin, sehingga dibuatlah dari bahan komposit karbon. Tetapi bahan komposit karbon tersebut 1.000.000 lebih resistif daripada bahan logam. Maka dari itu dipasang lembaran tembaga pada permukaan badan pesawat terbang. Dengan harapan mampu menggantikan fungsi dari struktur logam yaitu menghantarkan arus eksternal keseluruh permukaan secara merata. Gambar 3. 25. Jenis bahan yang dipakai pada bagian luar dari Boeing 787 Seperti pada gambar, dijelaskan struktur bahan yang dipakai pada setiap bagian pesawat Boeing 787. Dengan melapiskan cat pada bagian terluar dapat menjaga struktur logam dari embun maupun penyebab lainnya yang mengakibatkan korosi. Selama proses take-off dan landing struktur pesawat
  • 60. 46 terbang sering mengalami pendinginan dan pemanasan berturut-turut. Hal tersebut dapat mengubah struktur komposit dan lama-kelamaan akan patah. Berikut merupakan susunan dari bagian konduktif yang diperluas oleh lembaran logam : Gambar 3. 26. Lapisan pada kulit pesawat terbang moderen Medan listrik disekitar awan (E) = 𝑄 4πœ‹.πœ€0.π‘Ÿ2 (V/m),.....................................(3.31) dimana : πœ€ π‘’π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘Ž pada 1 atm = 1,006 (Farad/m) Jadi nilai E sebesar, E = 200 𝐢 4 . 3,14 . 1.006 = 15,82859 V/m Karena bentuk pesawat terbang merupakan bentuk simetris dari tabung, maka bisa diibaratkan dua bola lapisan konsentris pada gambar 3.27. Dimana : Daerah (1) : R ≀ R1, E=0 (tak ada medan)
  • 61. 47 Daerah (2) : R1 < R <R2, E= 𝑄1 4πœ‹ .πœ€0.𝑅2 ......................................................(3.32) Daerah (3) : R = R2, E= 𝑄1.𝑄2 4πœ‹ .πœ€0.𝑅2 ..........................................................(3.33) Gambar 3. 27. Medan magnet pada koordinat bola Medan dari muatan bidang (E) = πœŒπ‘  2 .πœ€0 .....................................................(3.34) Dimana : πœŒπ‘  dari alumunium pada suhu 200= 0,03 𝛺 mm2/m πœŒπ‘  dari tembaga pada suhu 200 = 0,0175 𝛺 mm2/m 𝜎 dari alumunium pada suhu 200= 33,3 S m/mm2 𝜎 dari tembaga pada suhu 200 = 57 S m/mm2 E = πœŒπ‘  2 .πœ€0 = 0,03 2 .8,85Γ—10βˆ’12 = 1,6949x109 V/m
  • 62. 48 1.20 3.10 Sistem proteksi dengan diverter Ada dua macam diverter, yaitu : solid dan bersegmen. Dengan metode ini dapat mengurangi kemungkinan kerusan akibat sambaran petir meskipun tidak seratus persen. Solid diverter merupakan batang logam yang dipasang di luar kulit pesawat untuk menerima sambaran petir dan meneruskannya ke bagian konduktif lainnya. Diverter juga bisa melindungi bagian luar pesawat dari medan elektromagnet statik yang diakibatkan gesekan kulit dengan udara sekitar. Solid diverter harus didesain untuk bisa menghantarkan arus tanpa mengalami kerusakan. Biasanya solid diverter terbuat dari bahan alumunium dengan penampang persegi panjang yang cukup untuk menghantarkan arus tanpa kenaikan suhu yang terlalu tinggi. Gambar 3. 28. Diverter Diverter bersegmen disebut juga button strip, bulatan dari tembaga yang disusun memanjang pada daerah ekstrimitas.
  • 63. 49 Gambar 3. 29. Diverter strip Diverter bersegmen mempunyai kelebihan sebagai berikut : cocok dengan gelombang spektrum frekuensi radio pita Ka dan Ku yang sering dipakai pada komunikasi pesawat terbang, kapal laut, dan satelit VHF lainnya, mampu menerima sambaran beruntun, tidak ada arus yang mengalir pada keadaan normal sehingga tidak ada medan elektromagnetik yang dihasilkan. Desain proteksi petir diuji secara menyeluruh sebelum proses penggabungan (Assembly) menjadi pesawat. Beberapa contoh proteksi petir: 1. Expanded Aluminium Foil (EAF): digunakan untuk melindungi struktur pesawat dari sambaran petir. Disusun beberapa lapis dan bekerja seperti
  • 64. 50 kulit pesawat yang terbuat dari alumunium, yaitu dapat menghantarkan arus listrik secara merata keseluruh bagian pesawat. 2. Petir Insulator (kadang-kadang disebut isolator): biasanya digunakan dalam saluran bahan bakar logam konvensional dan saluran yang terdiri dari isolator non-logam terpasang baik langsung ke tabung atau ke kopling terpisah. 3. Diverters: digunakan untuk mengalihkan kilat dari penetrasi radome karena radome terbuat dari bahan non konduktif. 4. Konduktif metallic kawat layar: dimasukkan ke dalam lapisan komposit untuk dispersi petir. 5. Bonding dan grounding sepanjang instalasi peralatan elektronik. Gambar 3. 30. Pengujian impulse petir pada diverter Gambar 3. 31. Pelat logam dan diverter pada radome
  • 65. 51 Bonding merupakan proses kelistrikan penggabungan (Joining) dua atau lebih permukaan konduktif. Cara penggabungan biasanya dengan menggunakan sekrup, baut, paku keling, pin, baik dengan cara disolder, swaging (dipalu), las, dsb. Grounding merupakan proses penyediaan jalur listrik melaui kabel, jumper, bonding strip antara permukaan konduktif seperti konektor, terminal, chasis, dengan struktur ground dasar. Grounding juga termasuk proses penyediaan jalur listrik antara kerangka pesawat dengan bumi. Perancangan bonding dan grounding pada sistem kelistrikan bertujuan untuk keandalan sistem kelistrikan, mencegah dari gangguan elektromagnetik (EMI = Electromagnetic Interference), kontrol listrik statis, proteksi dari sambaran petir. Gambar 3. 32. Bonding strap pada bulkhead Gambar 3. 33. Banyaknya sambaran pada tiap daerah ekstrimitis
  • 66. 52 Tabel 3. 4. Metode bonding Alasan Bonding Syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi Metode Bonding Perlindungan Petir Untuk mempertahankan tingkat keamanan maksimum tanpa mengorbankan keselaman penerbangan dan kerusakan besar berkelanjutan. Faying surface bond, diverter strip, dan bonding jumper. Kontrol Listrik Statis mencegah pengapian uap yang mudah terbakar dan mencegah gangguan pada kerja antena Pengecatan dengan bahan konduktif (conductive coating), bonding jumper, faying surface, dan memasang P-static discharge. Kontrol Elektromagnetik (EMC) Mencegah terjadinya transien yang merugikan kelistrikan pesawat. Saluran pentanahan (Ground conduit), shielded wire bundle yang diground, dan bonding jumper. Kinerja Peralatan Mencegah gangguan sinyal (crosstalk), dan kerusakan peralatan Memakai rak peralatan yang juga digrounding pada badan pesawat. Pencegahan Kebakaran Untuk membatasi suhu tetap dibawah 280 C yang dapat menyebabkan auto-ignition Flame spray, dual ground, faying surface bond, pemilihan konduktor dan terminasi yang sesuai temperatur sekitar. Perlindungan Personil dan Peralatan Membatasi tegangan kerja 30 VRMS AC maupun DC disemua area umum dan dengan memasang pagar grounding, pada kondisi basah didaerah tegangan kejut berbahaya hanya diperbolehkan tegangan sentuh 1,25 VAC dan 5 VDC Faying surface, bonding jumper, struktur grounding
  • 67. 53 1.21 3.11 Batang Presipitasi Static Discharge Gambar 3. 34. P-static discharge wick Gambar 3. 35. P-static discharge 1 Gambar 3. 36. P-static pada Airbus Pelucut statik (static discharger) digunakan di pesawat agar operasi navigasi pesawat dan sistem komunikasi radio tetap berjalan dengan lancar. Dalam kondisi pemuatan yang merugikan (gesekan udara), pelucut statik
  • 68. 54 membatasi peningkatan statik potensial pada pesawat dan gangguan kontrol yang disebabkan oleh muatan statik. Alat ini harus diperiksa setelah terjadi sambaran petir untuk memastikan kelayakan operasi lucutan statik. Dibuat dengan sebuah sumbu kabel atau elemen bersifat konduktif pada salah satu ujungnya, yang menyediakan jalur lucutan hambatan yang rendah serta berkesinambungan. Alat ini dipasang pada bagian tepi pesawat seperti : tepi sayap, tepi ekor, bagian atas badan pesawat, maupun bagian bawah dekat ekor pesawat. Static wick berfungsi sebagai pengontrol korona discharge di atmosfer, mengisolasi noise, dan mencegah gangguan pada komunikasi bisa dilihat pada gambar 3.37.Presipitasi static merupakan peristiwa peluahan listrik pada pesawat diakibatkan terbang bergesekan melewati hujan, es, salju, dan partikel debu. Gambar 3. 37. P-static discharge 2 Gambar 3. 38. P-static discharge pada pesawat garuda indonesia
  • 69. 55 Jika arus listrik mengalir pada suatu benda yang memiliki resistansi yang tinggi, maka energi akan terkonversi menjadi panas yang menyebabkan drop tegangan. Sehingga diperlukan perancangan yang tepat dengan persamaan sebagai berikut : πœŒπ‘‘ = 𝜌0 . (1 + 𝛼( 𝑑 βˆ’ 𝑑0)).................................................................................(3.35) Dimana : 𝜌0 = resistansi pada suhu 200 C πœŒπ‘‘ = resistansi pada suhu 0t 𝛼 = koefisien temperatur dari resistansi(1/0C) t0 = suhu pada kondisi ruang 200 C t = suhu pada saat tersambar petir 0C Tabel 3. 5. Karakteristik bahan logam Logam Resitivitas (Ξ©m) Koefisien Temperatur(𝜢) (1/0C) Massa Jenis (g/cm3) Titik Leleh (0C) Alumunium 2,8x10-6 0,00429 2,7 660 Tembaga 1,72x10-6 0,00393 8,89 1084 Titanium 42x10-6 0,0035 4,51 1670 Stainless steel 72x10-6 0,01 7,9 1150 Magnesium 4,45x10-6 0,0165 1,74 650 Silver 1,59x10-6 0,0041 10,49 962
  • 70. 56 BAB IV ANALISA GANGGUAN PETIR PADA PESAWAT TERBANG 1.22 4.1 Analisa perhitungan jarak sambaran petir pada pesawat Dalam perhitungan ini menggunakan metode bola bergulir yang berdasarkan standar IEEE 998-1996 dengan persamaan, sebagai berikut : R = k.I0,75..............................................................................................(3.36) Dimana : R = jari-jari bola bergulir (m) I = arus sambaran petir (kA) K = konstanta , Dimana : jika dipasang ground dan kawat tanah sebagai proteksi nilai k = 1. jika yang dipasang tiang konduktor nilai k = 1,2. Nilai arus petir yang akan diproteksi sebesar 100 kA, dengan sistem perlindungan grounding dan bonding nilai k = 1. Jadi, R = k.I0,75 = 1 x 1000,75 = 31,6227 m = 32 m Dari hasil perhitungan didapat radius dari bola sebesar 32 m dan panjang pesawat berdasarkan data Airbus A330-200 sepanjang 58,8 m β‰ˆ 60 m. Kemudian bola digambar pada ujung-ujung konduktif dan seolah-olah digulirkan pada daerah yang ingin diproteksi. Jika bagian dari pesawat tidak tersentuh
  • 71. 57 bola tersebut berarti bagian tersebut terlindungi oleh batang static discharge yang dipasang maupun pelat logam dengan diverter bersegmennya. Tabel 4. 1. Level sistem proteksi petir berdasarkan standar IEC 62305 Level LPS Jari-jari bola bergulir (m) Min. Arus (kA) Maks. Arus (kA) I 20 3 200 II 30 5 150 III 40 10 100 IV 60 16 100 Tabel 4. 2. Spesifikasi Airbus A330-200 No. Dimensi Pesawat A330-200 (m) 1. Panjang Seluruhnya 58,8 2. Tinggi hingga ekor 17,4 3. Diameter Badan 5,64 4. Panjang Sayap 120,6 Gambar 4. 1. Metode bola bergulir pada kondisi lepas landas
  • 72. 58 Gambar 4. 2. Metode bola bergulir pada kondisi jelajah Gambar 4. 3. Metode bola bergulir tampak atas dan bawah pada kondisi jelajah
  • 73. 59 Gambar 4. 4. Metode bola bergulir pada kondisi mau mendarat Pesawat terbang merupakan objek yang paling dekat dengan sumber petir. Posisi terbang pesawat ada tiga, yaitu pada saat lepas landas (take-off), jelajah (cruise), dan mendarat (landing). Pada setiap posisi terdapat titik kritis dimana petir paling sering menyambar, diantaranya : 1. Posisi lepas landas Pada posisi ini radome merupakan bagian dari pesawat yang terdekat dengan sumber petir bisa dilihat pada gambar 4.1. Dan dari gambar tersebut terlihat bahwa petir menyambar pada radome, bagian atas pesawat, dan ujung ekor pesawat. Oleh karena itu perlu dipasang penyalur petir dari titik entri hingga titik exit sepanjang ekor pesawat terbang. Ada dua cara menyalurkan arus petir tersebut, yaitu secara eksternal dan internal. Secara eksternal, yaitu dengan memasang pelat logam pada ujung radome dan diverter bersegmen. Secara internal, yaitu dengan memasang
  • 74. 60 internal diverter pada rongga-rongga rangka pesawat terbang dari bagian radome menuju sayap pesawat, dari sayap ke bagian ekor pesawat, dari sayap kanan ke sayap kiri pesawat, maupun dari sayap ke bagian ekor pesawat. 2. Posisi jelajah a. Sambaran dari atas Pada posisi ini semua bagian pesawat terbang yang runcip memiliki probabilitas yang sama untuk tersambar petir, namun sering kali terjadi sambaran sapuan pada bagian atas pesawat terbang baik multiple strike dan multiple burst. Titik sambaran pada posisi ini bisa melalui radome, batang static discharge dibagian atas, dan ekor bisa dilihat pada gambar 4.2. Seringkali sambaran sapuan terjadi sepanjang punggung pesawat. Sambaran sapuan merupakan sambaran petir yang terjadi berulang kali sepanjang bidang datar dalam waktu yang lebih lama dari sambaran pertama (komponen A), tetapi arus yang mengalir lebih rendah dibanding semua jenis komponen (B,C, dan D). Oleh karena itu bagian badan atas dari pesawat maka perlu dipasang batang static discharge dan pelapisan kulit pesawat atau bagian permukaan pesawat dengan memasang copper mesh secara berlapis maupun pengecatan dengan sprey konduktif. b. Sambaran dari sisi samping Pada saat kondisi jelajah sambaran pada sisi samping juga terjadi, seperti pada ujung sayap, ujung ekor bagian elevator, maupun pada mesin propeller itu sendiri bisa dilihat pada gambar 4.3. Untuk membuang arus
  • 75. 61 static pada tepi pesawat ke udara sekitar dipasanglah batang static discharge. 3. Posisi mendarat Pada posisi ini bagian yang paling rentan terkena sambaran petir adalah bagian ekor seperti yang terlihat pada gambar 4.4. Oleh karena itu dipasang batang static discharge pada rudder dan elevator. Batang static discharge atau static wicks selain berfungsi menyalurkan arus petir pada titik ekstrimitas lainnya, mempunyai fungsi utama sebagai mengontrol korona discharge yang timbul pada tepi pesawat seperti ujung sayap dan ujung ekor baik rudder maupun elevator. Korona discharge pada pesawat ditimbulkan karena adanya dua material yang berbeda dan saling bergesekan antara kulit pesawat dengan udara, debu, dan material yang ada di udara lainnya. Korona discharge dapat menimbulkan noise pada peralatan listrik dan gangguan komunikasi (cross talk). 1.23 4.2 Copper mesh pada pesawat terbang Lembaran copper mesh atau jala-jala tembaga juga dipasang pada kulit pesawat secara berlapis-lapis. Copper mesh ini mempunyai fungsi sebagai sangkar faraday yang dapat penghantar arus listrik secara merata keseluruh bagian pesawat baik dari sambaran petir maupun listrik statis. Dengan copper mesh ini struktur kulit pesawat dapat terlindungi dari sambaran petir secara langsung dan mengurangi efek sambaran petir tidak langsung pada sistem kelistrikan.
  • 76. 62 Gambar 4. 5. Kondisi kulit pesawat yang hanya dilindungi dengan cat Gambar 4. 6. Copper mesh Gambar 4. 7. Kondisi kulit pesawat yang dilindungi dengan copper mesh Copper mesh terdapat berbagai macam ukuran dan bahan logam yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan data percobaan yang dilakukan oleh Electro Magnetic Applications, inc struktur kulit pesawat yang hanya dicat konduktif terdapat lubang sampai menembus kedua lapisan dan
  • 77. 63 merusak struktur komposit pesawat. Berbeda pada permukaan kulit pesawat terbang yang dipasang copper mesh, hanya terlihat perubahan warna hitam bekas terbakar, namun tidak merusak lapisan tembaga itu maupun struktur komposit pada pesawat terbang. Jadi dengan memasang copper mesh arus sambaran petir dapat terdistribusi secara merata ke seluruh bagian pesawat dan menyalurkannya kembali ke atmosfer melalui titik-titik ekstrimitas dan batang static discharge.
  • 78. 64 BAB V SIMPULAN Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Pesawat terbang merupakan objek terdekat dengan sumber petir, maka daripada itu diperlukan perancangan yang baik pada proses join, bonding, grounding, pengaturan penempatan peralatan elektronik yang sensitif terhadap arus jauh dari gangguan elektromagnetis, pemilihan bahan yang mampu menghantarkan arus dengan baik. 2. Dengan metode bola bergulir dapat ditentukan tingkat proteksi petir yang akan digunakan pada pesawat terbang. Sehingga pemakaian alat perlindungan terhadap petir tidak melampauI batas. 3. Pada pesawat terbang tetap terlindungi dari sambaran petir dengan memasang copper mesh, diverter, p-static wicks, dan sprey konduktor. 4. Pembagian zona pada pesawat terbang merupakan metode bantu respon agar kita mengetahui bagian mana yang mengalami kerusakan sehingga mempercepat proses perbaikannya.
  • 79. 65 DAFTAR PUSTAKA 1. Fisher, F.A., Plumer, J. A., & Perala, R. A.(1989). Aircraft lightning protection handbook. Pittsfield, US : Federal Aviation of Transportation. 2. Lalande, P., & Delannoy, A. (2012). Numerical method for zoning computation. Journal of AerospaceLab, AL05-08. 3. Parmantier, J. P., Issac, F., & Gobin, V.(2012). Indirect effect of lightning on aircraft and rotorcraft. Journal of AerospaceLab, AL05-10. 4. Mulyadi, Ahmad.(2009). Medan Elektromaknit. Diktat Kuliah. Jakarta : Program S1 Teknik Elektro. 5. Dirgantara Indonesia.(1992). Electrical Bonding and Grounding. Bandung: Penyusun.
  • 80. 66 DAFTAR RIWAYAT HIDUP NIM : 2011-11-081 Nama : Krisna Wahyu Adhi Widodo Tempat / Tgl. Lahir : Jombang, 18 Juli 1993 Jenis Kelamin : Laki – Laki Agama : Islam Status Perkawinan : Single Alamat Rumah : Jl. Raya Kresek Villa Balaraja Blok H9 No.23 Rt.05 / Rw. 05 Ds. Saga, Balaraja, Kab. Tangerang, Banten. 15610. Hp. : 085715574083 Email : krisnawahyu.waw@gmail.com Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus SD SDN 3 Balaraja - 2005 SMP SMPN 1 Balaraja - 2008 SMA SMAN 1 Balaraja IPA 2011 Demikianlah daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya. Jakarta, 6 Februari 2016 Ttd ( Krisna Wahyu Adhi Widodo )
  • 81. 67 1.24 LAMPIRAN SEKOLAH TINGGI TEKNIK – PLN LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI Nama Mahasiswa : KRISNA WAHYU ADHI WIDODO NIM : 2011-11-081 Program Studi : Teknik Elektro Jenjang : Sarjana Pembimbing Utama (Materi) : Dr. Ir. Soetjipto Soewono Judul Tugas Akhir : ANALISIS DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA SISTEM KELISTRIKAN PESAWAT No. Tgl Materi Bimbingan Paraf Pemb. 1 Paraf Pemb. 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Keterangan : 1. Konsultasi Tugas Akhir minimal 12 (dua belas) kali pertemuan termasuk konsultasi proposal tugas akhir. 2. Meliputi : Konsultasi Judul, Materi, Metode Penyelesaian, Pengujian, Analisis Hasil, Kesimpulan. 3. Setiap Konsultasi lembar ini harus dibawa dan di PARAF oleh Pembimbing.