SlideShare a Scribd company logo
Page | 1 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang Masalah 
Sebagia media komunikasi massa film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasil tersebut ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat. Karakter psikologisnya kahas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal yaitu film bersifat satu arah. Jadi bila dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif 1. Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar lebar, film mampu menampilkan realitas kedua (the second reality) dari kehidupan manusia. Kisah – kisah yang ditayangkan bisa lebih bagur dari kondisi nyata sehari – hari, atau sebaliknya bisa lebih buruk. 
Dalam UU nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya (http://kpi.go.id/index.php/2012-05-03- 16-16-23/undang- undang). Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk terdapat gambar negatif (yang akan dibuat potret) untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop) (Balai Pustaka,1990: 242). 
Film hadir sebagai bagian dari kebudayaan massa, yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari budaya massa yang populer, film adalah suatu seni yang dikemas untuk dijajakan sebagai komoditi dagang. Film dikemas untuk dikonsumsi massa yang beribu, bahkan berjuta jumlahnya. Film yang merupakan produk komersial akan lebih menekankan kemampuan komunikasi produk-produk dan aktivitasnya daripada penghargaan kritis khalayak ramai. 
Menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama di negeri ini berjudul Lely van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang bernama David. Kemudian disusul oleh Eulis Atjih produksi Krueger Corporation pada tahun 1927-1928.
Page | 2 
Sampai tahun 1930 masyarakat pada waktu itu telah disuguhkan film-film berikutnya yaitu Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Sampai tahun itu, film yang disajikan merupakan film bisu dan yang mengusahakannya adalah orang-orang Belanda dan Cina. Sedangkan film pertama yang merupakan karya orisinil berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia yang dibintangi Roekiah dan R. Mochtar berjudul Terang Bulan. Setelah itu, film Indonesia berkembang pesat hingga sekarang (Effendi, 2002: 217). 
Mengikuti dunia perfilman, nampaknya film kini telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebih – lebih setelah berkembangnya teknologi komunikasi massa yang dapat memberikan kontribusi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masi banyak bentuk – bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi para penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media itu mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan penontonnya.2 
Film punya banyak peran, yang antara lain dapat pula memberi pengaruh kepada perilaku masyarakat. Di dalam film BCG (Buruan Cium Gue) mendapat kritikan dari masyarakat dikarenakan selain dari judul film tersebut yang bisa memprovokasi anak – anak remaja untuk melakukan adegan demikian selain itu, film tersebut mengumbar hawa nafsu. Dalam hal kevulgaran ini, banyak insan film menangkis dan berkelit, “adegan seperti itu memang tengah membudaya di masyarakat, dan itulah kebenaran dan keindahan yang harus diketahui masyarakat”. 
Kehadiran Lembaga Sensor Film (LSF) ditanggapi beragam oleh insan perfilman di satu sisi, lembaga itu dinilai sebagai “penyelamat” masyarakat agar tidak diracuni oleh tontonan yang negatif tetapi di sisi lain, ada pula yang menganggap lembaga itu membungkam kebebasan berbicara pembuat film dan menghambat kreativitas dalam membuat karya seni. 
Lembaga Sensor Film atau LSF merupakan bagian tidak dapat terpisahkan dalam perkembangan perfilman di Indonesia. Sebelum dinikmati oleh penonton, baik film bioskop maupun film televisi, sebuah film harus lulus sensor terlebih dahulu. Lembaga sensor memiliki wewenang untuk menyeleksi bagian – bagian mana dari sebuah film yang patut dikonsumsi, atau bagian mana yang harus dipotong, atau ditiadakan. Sensor film bertujuan untuk melindungi warga negara dari penetrasi informasi. Arus akulturasi yang kuat dikhawatirkan menembus dinding – dinding rawan, terutama bagi generasi muda, sehingga pesona hiburan tidak begitu saja meruntuhkan benteng moral anak bangsa.
Page | 3 
Diyakini tampilan yang menyesatkan bisa melahirkan ketidaksadaran berkepanjangan bahkan hal itu akan bermuara pada satu persepsi, bahwa citra itu adalah suatu kewajaran sebagai konsekuensi kemajuan jaman. Akan menjadi lebih menjerumuskan lagi, manakala wujud persepsi dikukuhkan sebagai panutan, sehingga melahirkan pola perilaku yang dianggap sebagai modernisasi budaya. Di sisi lain, keberadaan LSF sendiri dianggap membendung kreativitas para sineas dalam memproduksi sebuah film. Namun, apabila suatu film tak melewati pintu sensor, dikhawatirkan anak – anak bisa teracuni oleh tontonan yang selayaknya menjadi konsumsi orang dewasa.3 
Sensor itu sendiri adalah bertujuan untuk menjaga moralitas yang selama ini cenderung jauh jauh dari budaya ketimuran. Moral anak bangsa sekarang telah dititik nadir, berbagai film import telah masuk negara Indonesia, ditambah dengan menyempitnya dunia dengan adanya arus transformasi. 
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu : “Menganalisa kasus yang menyangkut permasalahan Lembaga Sensor Film terutama Film Layar Lebar contohnya film “The Raid 2 : Berandal” 
Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut : 
1. Bagaimana kriteria penyensoran yang diterapkan oleh LSF dapat dipatuhi secara konsisten. 
2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan sensor film. Kasus apa saja yang terdapat dalam film The Raid 2 : Berandal dianalisa berdasarkan PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 02/P/KPI/03/2012 Tentang STANDAR PROGRAM SIARAN
Page | 4 
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 
Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum dan dan khusus yaitu : 
1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa tulisan dan teori mengenai LSF. Serta mengetahui peranan Lembaga Sensor Film terhadap kasus yang menyangkut permasalahan Sensor Film terhadap film nasional. 
2. Secara khusu yaitu, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai Lembaga Sensor Film yang merupakan satu – satunya institusi pemerintah yang berhak mengeluarkan status edar perfilman. 
Adapun manfaat penelitian ini antara lain : 
1. Secara Akademis yaitu, ingin memberikan kontribusi penelitian mengenai peranan Lembaga Sensor Film dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan terhadap Jurusan Penyiaran dalam mata kuliah Etika Profesi Penyiaran 
2. Secara Praktis yaitu, agar dapat dijadikan contoh bagi penelitian – penelitian selanjutnya serta memberikan kontribusi informatif dan langkah positif mengenai keberadaan sensor film untuk melindungi dan menyaring dari efek dampak negatif perfilman.
Page | 5 
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 Pedoman dan Kriteria Penyensoran 
1. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia. 
2. Penyensoran dimaksudkan agar film dan reklame film tidak mendorong khalayak untuk: 
Bersimpati terhadap ideologi yang bertentangan dengan UUD 1945, melakukan perbuatan – perbuatan tercela dan hal – hal yang bersifat moral, melakukan perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan perbuatan – perbuatan melawan hukum lainnya, atau bersimpati terhadap sikap – sikap anti Tuhan dan anti agama, serta melakukan penghinaan terhadap salah satu agama yang dapat merusak kerukunan hidup antar umat beragama. 
3. Sarana pemeliharaan tata nilai dan budaya bangsa. 
4. Menumbuhkan kemampuan untuk mengendalikan diri dikalangan insan perfilman dalam berkarya sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. 
PP No. 7/1994 Pasal 18 ayat (1) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan meneliti segi – segi : 
Keagamaan, Ideologi dan Politik, Sosial Budaya, dan Ketertiban Umum. Berdasarkan jumlah film dan reklame film yang masuk bidang yang masalahnya cukup tinggi (berhubungan dengan seks dan kekerasan). 
 KEAGAMAAN 
1. Yang memberi kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan manifestasinya 
2. Yang dapat merusak kerukunan hidup antar – umat beragama di Indonesia 
3. Yang mengandung penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia
Page | 6 
 IDEOLOGI DAN POLITIK 
1. Setiap adegan dan penggambaran yang membenarkan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, dan Kolonialisme dan Fasisme 
2. Setiap gambar atau lambang yang mengasosiasikan atas pemujaan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme 
 SOSIAL BUDAYA 
1. Adegan pria atau wanita dalam keadaan atau mengesankan telanjang bulat, baik dilihat dari depan, samping atau belakang. 
2. Close up alat vital, buah dada atau pantat, baik dengan penutup maupun tanpa penutup 
3. Adegan ciuman yang merangsang 
4. Adegan, gerakan atau suara persenggamaan atau memberikan kesan persenggamaan oleh manusia atau hewan dalam secara terang – terangan dan atau terselubung 
5. Onani dan oral seks 
6. Adegan melahirkan baik orang atau hewan yang dapat menimbulkan birahi 
7. Menampilkan alat – alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan fungsi 
8. Adegan yang menimbulkan tidak etis 
 KETERTIBAN UMUM 
1. Mempertontonkan adegan kejahatan yang mengandung : 
a) Modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya 
b) Dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan itu sendiri 
c) Kemenangan kejahatan atas kejahatan dan kebenaran 
2. Memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebihan 
3. Menitik beratkan cerita dan atau adegan pada permasalahan seks semata – mata 
4. Mendorong sentiment kesukuaan, keagamaan, asal keturunan dan anatar golongan 
5. Menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan dan atau kenikmatan narkotika dan obat – obatan terlarang lainnya 
6. Mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum
Page | 7 
Pedoman Sensor 
KUTIPAN DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1994 
TENTANG 
LEMBAGA SENSOR FILM 
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dengan : 
1. Sensor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film untuk menentukan dapat atau tidaknya sebuah film dan reklame film dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum, baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara tertentu. 
2. Film adalah karya cipta seni dan budaya yg merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yg dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. 
Bagian Kedua 
Pedoman Penyensoran 
Pasal 19 
(1) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dam meneliti film dan reklame Dri segi – segi : 
a. Keagamaan; 
b. Pendidikan; 
c. Sosial Budaya; 
d. Politik dan Keamanan; 
e. Ketertiban Umum 
f. Pendidikan.
Page | 8 
(2) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Keagamaan, adalah : 
a. yang memberikan kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan manifestasinya; 
b. yang dapat mengganggu kerukunan hidup antar-umat beragama di Indonesia; 
c. yang mengandung penghinaan atau pelecehan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia. 
(3) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Pendidikan, adalah : 
a. yang bertentangan dengan perkembangan jiwa anak; 
b. yang mengandung propaganda anti sekolah dan belajar; 
c. yang dapat merugikan dan merusak ahlak dan budi perkerti; 
d. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap perbuatan amoral dan jahat beserta pelaku-pelakunya. 
(4) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Sosial Budaya, adalah : 
a. yang dapat merusak, membahayakan, dan tidak sesuai dengan norma- norma kesopanan umum di Indonesia; 
b. yang mengandung ejekan dan/atau merendahkan dan/atau yang dapat menimbulkan tanggapan keliru terhadap nilai budaya/lokal maupun adat istiadat yang berlaku di Indonesia; 
c. yang memberikan gambaran keliru tentang perkembangan sosial budaya di Indonesia; 
d. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat 
e. yang mengekpose budaya global yang tidak sesuai dengan nilai budaya, nilai agama, nilai moral dan jatidiri bangsa. 
f. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat 
g. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat 
(5) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Politik dan Keamanan, adalah: 
a. yang mengandung propaganda ideologi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 
b. yang mengandung ajaran dan/atau pujaan atas kebenaran komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, kolonialisme, imperialisme, dan fasisme; 
c. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap hal-hal tersebut pada butir b di atas; 
d. yang dapat merangsang timbulnya ketegangan sosial politik; atau 
e. yang dapat melemahkan Ketahanan Nasional dan/atau merugikan kepentingan nasional; 
f. yang mendiskreditkan Pemerintah dan/atau mendorong perlawanan terhadap Pemerintah sehingga dapat menimbulkan gangguan keamanan. 
(6) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan meneliti film dan reklame film dari segi- segi : 
a. yang mempertontonkan adegan-adegan kejahatan yang mengandung : 
1. modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya; 
2. dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan dan kejahatan itu sendiri; atau 
3. kemenangan kejahatan atas keadilan dan kebenaran.
Page | 9 
b. yang memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebih-lebihan; 
c. yang menitik beratkan cerita dan/atau adegan sensual, erotis, senggama dan permasalahan seks semata-mata; 
d. yang dapat mendorong sentimen kesukuan, keagamaan, asal keturunan dan antar - golongan (SARA); 
e. yang menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan dan/atau kenikmatan narkotika dan obat-obat terlarang lainnya; 
f. yang mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. 
(7) Pedoman dan kriteria Penyensoran diterapkan secara menyeluruh terhadap judul, tema, penyajian visual, penyajian audio dan materi reklame film. 
2.2 Konsistensi LSF dalam Penyensoran 
Anggota lembaga sensor film tetap konsisten karena berjalan sesuai dengan peraturan yang ada seperti Undang – Undang Perfilman NO.8 Tahun 1992 peraturan pemerintah No.7 Tahun 1994 tentang lembaga sensor film serta peraturan Menteri DEBUDPAR No.31 tahun 2005 mengenai tata kerja lembaga sensor film dan tata laksana penyensoran yang menjadi regulasi dalam operasional dan pedoman penyensoran akan tetapi dalam undang – undang perfilman ada satu hal yang mengharuskan pemerintah dan lembaga sensor film harus melindungi masyarakat perfilman atau industri perfilman dalam negeri dikarenakan di era transformasi era terbuka ini semua jenis film dapat masuk ke Indonesia begitu pula dengan film impor tidak ada pembatasan atau pun kuota untuk film jenis tertentu asal impor yang masuk ke Indonesia asalkan telah legal dan memenuhi persyaratan untuk dapat di tayangkan di Indonesia. 
Pada aplikasinya lembaga sensor film menghadapi situasi yang dilema terhadap perfilman nasional yang apabila film yang tidak memenuhi kriteria penyensoran tidak boleh beredar dimasyarakat dan akan merugikan perusahaan industri perfilman dan mematikan perfilman nasional itu susah untuk bangkit kembali dikarenakan untuk membuat film membutuhkan biaya yang mahal dari empat miliar sebab itu penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film diluluskan sepenuhnya, dipotong bagian atau gambar tertentu, ditiadakan suara tertentu, ditolaknya seluruh film film untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan atau ditayangkan. 
Dan dalam setiap penyensoran itu terdiri dari lima orang yang berbeda latar belakang yang mempunyai persepsi masing – masing tetapi kita tetap berpedoman pada kriteria dan pedoman dalam penyensoran akan tetapi kita anggota sensor film selalu bertukar pikiran dan
Page | 10 
berdiskusi untuk menentukan jalan tengah jadi tidak menentukan sendiri sehingga mencapai kesepakatan jadi sebelum menyensor kita dibekali pedoman dalam penyensoran. 
2.3 Faktor Pendukung dan Hambatan Sensor Film 
1. Faktor Pendukung 
Faktor Pendukung yang menjadi kekuatan lembaga sensor film adalah kita di backup pemerintah di dukung peraturan pemerintah, di dukung peraturan perundang – undangan, peraturan menteri juga di dukung oleh anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk honor anggota lembaga sensor film. 
2. Faktor Hambatan 
Kendala yang menjadi hambatan lembaga sensor film ialah tidak adanya perpanjangan tangan kita di daerah – daerah atau biro – biro yang mewakili aspirasi masyarakat di daerah sekarang kita lihat perkembangan televisi terus berkembang hampir di setiap daerah mempunyai stasiun televisi lokal pada tahun 2008 terdapat 325 proses perijinan stasiun televisi lokal dan siapa yang akan menyensor program – program acara televisi lokal sedangkan lembaga sensor film sendiri berkedudukan di ibu kota Republik Indonesia jadi bila ada Production House lokal yang ingin membuat film harus disensorkan ke pusat lain halnya seperti lembaga Komisi Penyiaran Indonesia yang mempunyai KPI di daerah – daerah.
Page | 11 
2.4 Hasil Analisa Kasus dalam Film The Raid 2 : Berandal 
The Raid 2 : Berandal
Page | 12 
The Raid 2: Berandal adalah film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh Gareth Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais. Film ini adalah sekuel dari film The Raid. Film ini sebenarnya adalah proyek awal dari keseluruhan cerita The Raid yang diumumkan tahun 2011 sebelum prekuelnya, namun baru dirilis pada 2014.[3][4] Setelah tayang perdana di Festival Film Sundance pada 21 Februari 2014, film The Raid 2: Berandal akhirnya diumumkan akan tayang serentak di Indonesia dan Amerika Serikat pada tanggal 28 Maret 2014.[1] 
Iko Uwais berperan kembali sebagai Rama, perwira pemula satuan senjata dan taktik khusus sekaligus seorang calon ayah. Selain itu, film ini juga dibintangi Alex Abbad, Julie Estelle, Roy Marten, Tio Pakusadewo, Arifin Putra, Cecep Arif Rahman. Aktor mancanegara dari Jepang seperti Ryuhei Matsuda, Kenichi Endo, dan Kazuki Kitamura juga ikut bergabung dalam film ini. 
Sutradara 
Gareth Evans 
Produser 
Ario Sagantoro 
Penulis 
Gareth Evans 
Pemeran 
Iko Uwais Arifin Putra Oka Antara Tio Pakusadewo Alex Abbad Julie Estelle Ryuhei Matsuda Kenichi Endo Kazuki Kitamura 
Sinematografi 
Matt Flannery 
Penyunting 
Gareth Evans 
Studio 
Merantau Films XYZ Films 
Tanggal rilis 
 21 Januari 2014 (Sundance) 
 28 Maret 2014 (Indonesia & AS) 
 11 April 2014 (Britania Raya & Kanada) 
Durasi 
148 menit 
Negara 
Indonesia 
Bahasa 
Indonesia Jepang Inggris
Page | 13 
2.4.1 Sinopsis 
Beranjak dua jam dari saat di mana film pertama berakhir, Berandal meneruskan kisah Rama (Iko Uwais), seorang calon ayah dan perwira polisi pemula yang selamat dari sebuah operasi penyerbuan maut dalam sarang seorang gembong narkoba yang berakhir fatal. Setelah berhasil keluar hidup-hidup dari bangunan yang penuh dengan kriminal dan gangster, Rama mengira ia bisa melanjutkan kehidupan dengan normal, namun dia salah. Setangguh apapun, lawan-lawan Rama di gedung naas itu ternyata tak lebih dari sekumpulan ikan kecil yang berenang di kolam yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Kemenangan kecilnya kini telah menarik perhatian binatang-binatang yang jauh lebih besar dan buas dalam rantai dunia kriminal Jakarta. Kini ia dan keluarganya ada dalam bayangan kematian, dan Rama hanya memiliki satu pilihan untuk melindungi bayi dan istrinya: Dia harus masuk dalam operasi penyamaran, memasuki dunia kriminal seorang diri dan mendaki melewati hirarki kekuatan yang penuh persaingan maut, sampai membawanya ke para figur politisi dan polisi korup yang menarik-ulur tali benang di puncak rantai dunia hitam. Rama pun memulai pengembaraan baru yang diwarnai kekerasan, sebuah perjalanan yang memaksa dia untuk menyisihkan kehidupan dan identitasnya, dan mengambil identitas baru sebagai seorang kriminal pelaku tindak kekerasan bernama "Yuda". Di penjara ia harus mendapatkan kepercayaan dari Ucok (Arifin Putra) untuk bergabung dengan gengnya, meletakkan nyawanya dalam sebuah pertaruhan terbesar atas semuanya, untuk mengakhiri seluruh kebusukan dalam tubuh kepolisian. 
2.4.2 Pemeran 
1. Iko Uwais sebagai Rama / Yuda, perwira pemula satuan senjata dan taktik khusus yang ditugaskan dalam operasi penyamaran. Rama harus menyusup sebagai anak buah dalam keluarga kriminal Bangun untuk mengungkap korupsi di tubuh kepolisian Jakarta. Semakin tinggi posisi Rama dalam rantai geng Bangun, semakin baik peluangnya untuk mengidentifikasi oknum polisi yang berafiliasi dengan dunia hitam Jakarta. Namun semakin tinggi ia naik, semakin mudah pula identitasnya terbongkar. 
2. Arifin Putra sebagai Ucok, putra kepala keluarga geng Bangun. Ucok adalah mata rantai kedua dalam rantai kekuasaan geng kriminal terbesar di Jakarta, namun sebelum mewarisi posisi ayahnya, dia menjadi penegak kekuasaan dan penagih dalam kerajaan kriminal ayahnya.
Page | 14 
3. Oka Antara sebagai Eka, tangan kanan Bangun, penasihat kepala keluarga geng terbesar di Jakarta. Jika bukan karena Ucok, Eka akan ada di baris berikutnya untuk mengendalikan kerajaan kriminal tersebut. 
4. Tio Pakusadewo sebagai Bangun, pimpinan gangster kelas kakap di Jakarta. Bos dari geng kriminal yang paling ditakuti Jakarta. Dia selama ini telah mengendalikan dunia hitam Jakarta dengan keluarga Goto dari Jepang dalam situasi yang relatif damai. 
5. Alex Abbad sebagai Bejo, gangster muda ambisius. Bejo adalah seorang gangster baru dengan ambisi kebesaran dan sebarisan pembunuh yang siap mati untuknya. Naiknya Bejo dalam rantai dunia kriminal Jakarta mengancam keseimbangan kekuasaan antara keluarga Goto dan Bangun. 
6. Julie Estelle sebagai Alicia alias Hammer Girl ("Gadis Palu"), pembunuh bayaran kejam yang berbakat menggunakan palu cakar. Alicia dan adiknya, Baseball Bat Man meninggalkan keluarga berantakan dan ayah mereka yang kejam untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Pencarian mereka menghasilkan kematian dan kehancuran bagi siapa pun yang menghalangi mereka. 
7. Ryuhei Matsuda sebagai Keichi, putra pimpinan Yakuza Goto. Putera dan pewaris takhta keluarga Goto. Berperangai terukur dan licik, Keichi mempelajari ayahnya dengan cermat sembari bersiap untuk muncul dari bayang-bayang ayahnya. 
8. Kenichi Endo sebagai Goto, pimpinan Yakuza Jepang yang ada di Jakarta. Setelah bertahun-tahun berperang dengan Bangun untuk memperebutkan supremasi dalam dunia hitam Jakarta, Goto dan Bangun mengesampingkan perbedaan mereka dan mengendalikan dunia hitam bersama-sama. Walaupun bekerja memerangi setiap ancaman terhadap kekuasaan mereka, gencatan senjata mereka sangat rapuh, dan kepercayaan mereka lemah. 
9. Kazuki Kitamura sebagai Ryuichi, tangan kanan pimpinan Yakuza Goto, penerjemah, dan penasihat. Seperti halnya posisi Eka dalam keluarga Bangun, satu-satunya yang berdiri di antara Ryuchi dan takhta Goto adalah putra Goto, Keichi. 
10. Cecep Arif Rahman sebagai The Assassin ("Pembunuh"), tukang pukul dan algojo Bejo. Hanya sedikit yang diketahui tentangnya selain pilihan senjata dan kesetiaannya kepada Bejo. Selalu mempersenjatai dirinya dengan dua karambit (pisau pendek melengkung), hatinya sedingin baja senjatanya. 
11. Cok Simbara sebagai Bunawar, kepala satuan tugas anti-korupsi Jakarta. Bunawar selalu selangkah dari mengidentifikasi dan menangkap para polisi hitam yang bekerjasama dengan dunia kriminal Jakarta. Dengan Rama sebagai senjata rahasianya,
Page | 15 
Bunawar ingin memotong habis seluruh akar korupsi dalam tubuh kepolisian sampai ke titik penghabisan. 
12. Yayan Ruhian sebagai Prakoso, algojo dan tukang pukul Bangun yang paling setia dan berdedikasi. Dia pernah menjalani kehidupan mewah, namun kini hidup menyendiri sebagai gelandangan. Dia adalah kunci kelangsungan hidup Bangun di dunia hitam Jakarta; mata dan telinga yang membantu Bangun mengontrol setiap aspek dunia hitam Jakarta. 
13. Very Tri Yulisman sebagai Baseball Bat Man ("Pria Pentungan Bisbol"), adik dan rekan dari "Hammer Girl" sebagai pembunuh bayaran Bejo. Dia menyelamatkan kakaknya dari tangan ayah yang kejam dan keluarga berantakan. Kini mereka hidup sebagai duo pembunuh bayaran, mampu bekerja sendiri maupun bersama-sama sebagai sebuah tim tak terbendung. 
14. Donny Alamsyah sebagai Andi, kakak Rama yang terasing dari keluarganya setelah terjun ke dunia kriminal dan kini menjadi pimpinan geng Tama (gembong narkoba dari cerita prekuel). 
15. Epy Kusnandar sebagai Topan, bos industri pornografi.[6] 
16. Roy Marten sebagai Reza, Komisaris kepolisian Jakarta. 
17. Zack Lee sebagai Bemi. 
18. Fikha Effendi sebagai Isa, istri Rama 
19. Hengky Solaiman sebagai Ayah Andi dan Rama. 
20. Marsha Timothy 
21. Pong Hardjatmo 
22. Deddy Sutomo
Page | 16 
2.4.3 Hasil temuan kasus Film The Raid 2 : Berandal 
Berdasarkan : 
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA 
Nomor 02/P/KPI/03/2012 
Tentang 
STANDAR PROGRAM SIARAN 
Menimbang : 
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia harus melindungi hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang tepat, akurat, bertanggung jawab, dan hiburan yang sehat; 
b. bahwa perkembangan industri televisi dan radio di seluruh Indonesia membuat tingkat kreativitas dan persaingan antar lembaga penyiaran semakin tinggi, sehingga program siaran menjadi tolok ukur keberhasilan meraih keuntungan; 
c. bahwa tingkat persaingan antar lembaga penyiaran berpotensi untuk memunculkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakat; 
d. bahwa program siaran harus mampu memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera; 
e. bahwa Standar Program Siaran adalah penjabaran teknis Pedoman Perilaku Penyiaran yang berisi tentang batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ditayangkan pada suatu program siaran; 
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Komisi Penyiaran Indonesia mem andang perlu untuk menetapkan Standar Program Siaran.
Page | 17 
M E M U T U S K A N: 
Menetapkan : PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG STANDAR PROGRAM SIARAN 
BAB XII 
PELARANGAN DAN PEMBATASAN SEKSUALITAS 
Bagian Pertama 
Pelarangan Adegan Seksual 
Pasal 18 
Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang: 
a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin; 
b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan; 
c. menayangkan kekerasan seksual; 
d. menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan; 
e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan; 
f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar; 
g. menampilkan adegan ciuman bibir; 
h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot; 
i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis; 
j. mengesankan ketelanjangan; 
k. mengesankan ciuman bibir; dan/atau 
l. menampilkan kata-kata cabul.
Page | 18 
Hasil analisa film The Raid 2 : Berandal kasus yang menyangkut permasalahan sensor film yaitu : 
1. Contoh yang melanggar Pasal 18 poin ( a.menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin ) Pada adegan dibawah ini terdapat jelas wanita yang sedang berjalan tak berbusa. 
2. Disela – sela percakapan Topan dan Ucok di sebuah gedung industri pembuatan video ponografi milik Topan terdapat suara – suara persenggamaan. Ini adalah bentuk pelanggar kedua yang terdapat dalam Pasal 18 poin (d.menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;) dan (e.menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;) 
BAB XIII 
PELARANGAN DAN PEMBATASAN KEKERASAN 
Bagian Pertama 
Pelarangan Adegan Kekerasan 
Pasal 23 
Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: 
a. menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri; 
b. menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah, terpotong-potong dan/atau kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan; 
c. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia;
Page | 19 
d. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap hewan; dan/atau 
e. menampilkan adegan memakan hewan dengan cara yang tidak lazim. 
 Contoh kasus yang dilanggar pada Pasal 23 (a, b dan c) yang memuat adegan kekerasan yaitu : 
Perang yang terjadi dipenjara Topan sebelum meninggal setelah di pukuli Rama (Yuda) 
Ucok ketika mengahabisi semua nyawa anak buah Bejo yang dipanggang oleh Rama (Yuda) di pemanggang ayam 
Rama (Yuda) setelah membunuh algojo Bejo Ucok ketika menembak Bejo
Page | 20 
Bagian Kedua 
Ungkapan Kasar dan Makian 
Pasal 24 
(1) Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/ mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan. 
(2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. 
 Contoh kasus yang dilanggar pada Pasal 24 ayat (1) dan (2) yaitu : 
1. Ketika Bunawar berkata “unit gue tugasnya disini untuk melacak – melacak bangsat yang korupsi di sini” (gambar 1) dan (gambar 2) “dia anak bangsat politikus bangsat” kepada Rama. Seharusnya kata “bangsat” itu disensor karena sudah jelas” melanggar Pelarangan dan Pembatasan Kekerasan mengenai Ungkapan kasar dan makian. 
Gambar 1 Gambar 2 
Kesimpulannya dalam film The Raid 2 : Berandal banyak sekali adegan yang seharusnya disensor karena itu sangat membahayakan dan dicontoh oleh masyarakat terutama pada adegan kekerasannya yang dominan sangat mengerikan dan sangat sadis cara kekerasan dalam film tersebut.
Page | 21 
BAB III 
PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 
Keberadaan Lembaga Sensor Film merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam industri perfilman baik film yang diproduksi dalam negeri maupun impor. Sulit membayangkan apa yang terjadi dengan kehidupan moral bangsa di negeri ini bila tiada lembaga sensor film terlebih dengan adanya era transformasi segala sesuatu bisa masuk ke Indonesia begitu pula terhadap perfilman. Implikasinya sangat mengerikan, karena segala produksi film, sinetron, CD dan DVD baik impor maupun produksi dalam negeri akan “bebas ditayangkan” dan dikonsumsi oleh masyarakat tanpa ada penyensoran (penyaringan) yang selama ini dilaksanakan oleh lembaga sensor film. 
Dapat dibayangkan bagaimana adegan – adegan yang tak patut dan tak layak disaksikan atau di tonton oleh masyarakat terlebih oleh kalangan anak – anak, remaja dan pemuda seperti film impor yang berasal dari Eropa dan Amerika yang menganut kebebasan (liberalis). Seperti film yang menggambarkan kehidupan “free seks”. Demikian pula adegan kekerasan (sadistis) dalam film laga (action) dari Hongkong, Korea, Jepang dan China. Akan memberikan dampak peniruan terhadap film tersebut bagi anak – anak. 
Lembaga sensor film bukan sekedar melakukan penyensoran akan tetapi melindungi masyarakat dari dampak negatif perfilman yang tidak sesuai dengan arah dan tujuan perfilman Indonesia. Selain itu, lembaga sensor film sebagai garda budaya bangsa menjembatani akan keanekaragaman budaya untuk menjaga eksistensi budaya bangsa dari terpaan budaya asing (westernisasi cultural) terlebih atas modernsasi jaman. 
Sensor film bukan berarti menghambat kreativitas dalam berseni akan tetapi mengarahkan bagaimana Sineas dan Production House dapat membuat suatu film yang berkualitas yang sesuai dengan arah, dan tujuan perfilman tidak sekedar hanya mendapatkan rating dan sharing yang tinggi sehingga mengabaikan norma – norma sosial yang ada. Pada hakikatnya sensor (self sensor) itu sendiri terletak pada individu masing – masing bagaimana kita apakah akan memilih yang positif atau negatif.
Page | 22 
3.2 Saran 
Lembaga sensor film yang merupakan satu – satunya lembaga/intitusi yang memberikan status edar perfilman baik itu film impor maupun produksi dalam negeri perlu adanya koordinasi atau sosialisasi dengan Production House atau sineas untuk mengarahkan bagaimana membuat perfilman yang sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia yang sesuai dengan undang – undang perfilman sehingga apabila film tersebut pada taha launching atau pemutaran tidak akan menuai pro dan kontra di masyarakat dan tidak merugikan industri perfilman. 
Anggota sensor film yang terdiri dari perwakilan organisasi – organisasi masyarakat atau departemen pemerintah, Institusi non pemerintah, dan tenaga ahli atau professional harus mengakomodasi aspirasi – aspirasi masyarakat pedesaan terlebih saat ini setiap daerah memiliki stasiun televisi lokal dikarenakan LSF itu sendiri hanya ada satu dan berada di pusat yaitu ibu kota Jakarta. 
Keberadaan lembaga sensor film terhadap produksi film, sinetron, CD dan DVD perlu adanya kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selaku lembaga atau committee monitoring of Indonesia yang mengawasi program acara stasiun televisi swasta dan lokal baik live dan non live sehingga terwujudnya tontonan dan hiburan yang bermanfaat bagi penonton.
Page | 23 
Sumber Refrensi 
1Joseph M. Boggs, The Art of Watching Film, (Terj) Asrul Sani (Jakarta : Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986), h. 5. 
2 KH. Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung ; Pusdai Press, 2000), Cet Ke-I h. 96. 
www.hitamputih-geliatfilmindonesia.htm 
http://id.wikipedia.org/wiki/The_Raid_2:_Berandal 
DVD Film The Raid 2 : Beranda

More Related Content

What's hot

Rundown talk show waw waw
Rundown talk show waw wawRundown talk show waw waw
Rundown talk show waw waw
pycnat
 
Konsep Penyiaran radio
Konsep Penyiaran radioKonsep Penyiaran radio
2. Materi Pembelajaran Storyboard
2.  Materi Pembelajaran Storyboard2.  Materi Pembelajaran Storyboard
2. Materi Pembelajaran Storyboard
Martin Arale
 
Proposal Produksi Film Dokumenter
Proposal Produksi Film DokumenterProposal Produksi Film Dokumenter
Proposal Produksi Film Dokumenter
Lantip Budiarto
 
Penguasaan produksi program features televisi
Penguasaan produksi program features televisiPenguasaan produksi program features televisi
Penguasaan produksi program features televisi
radenravindra
 
Pengantar Broadcasting
Pengantar BroadcastingPengantar Broadcasting
Pengantar Broadcasting
ijtikalsel
 
Materi Hambatan Komunikasi.ppt
Materi Hambatan Komunikasi.pptMateri Hambatan Komunikasi.ppt
Materi Hambatan Komunikasi.ppt
AdePutraTunggali
 
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Rezka Judittya
 
Produksi audio visual
Produksi audio visualProduksi audio visual
Mengidentifikasi program acara televisi
Mengidentifikasi program acara televisiMengidentifikasi program acara televisi
Mengidentifikasi program acara televisi
MULTIMEDIA 'n BROADCASTING SMKN 1 PUNGGING MOJOKERTO
 
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radio
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radioKelebihan dan kekurangan televisi dan radio
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radio
Ratih Aini
 
Uji kebocoran kaset radiografi
Uji kebocoran kaset radiografiUji kebocoran kaset radiografi
Uji kebocoran kaset radiografiAmalia Annisa
 
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss AstridPANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
Diana Amelia Bagti
 
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
Diana Amelia Bagti
 
04 storyboard
04 storyboard04 storyboard
04 storyboard
Indra Abdam Muwakhid
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikmankoma2013
 
Sinopsis film dokumenter
Sinopsis film dokumenterSinopsis film dokumenter
Sinopsis film dokumenter
Latif Kariem
 
Konsep Dasar Penyiaran
Konsep Dasar PenyiaranKonsep Dasar Penyiaran
Konsep Dasar Penyiaran
Erwin Rasyid
 
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Mila
 
Pembuatan media audio visual
Pembuatan media audio visualPembuatan media audio visual
Pembuatan media audio visual
ambarlestari
 

What's hot (20)

Rundown talk show waw waw
Rundown talk show waw wawRundown talk show waw waw
Rundown talk show waw waw
 
Konsep Penyiaran radio
Konsep Penyiaran radioKonsep Penyiaran radio
Konsep Penyiaran radio
 
2. Materi Pembelajaran Storyboard
2.  Materi Pembelajaran Storyboard2.  Materi Pembelajaran Storyboard
2. Materi Pembelajaran Storyboard
 
Proposal Produksi Film Dokumenter
Proposal Produksi Film DokumenterProposal Produksi Film Dokumenter
Proposal Produksi Film Dokumenter
 
Penguasaan produksi program features televisi
Penguasaan produksi program features televisiPenguasaan produksi program features televisi
Penguasaan produksi program features televisi
 
Pengantar Broadcasting
Pengantar BroadcastingPengantar Broadcasting
Pengantar Broadcasting
 
Materi Hambatan Komunikasi.ppt
Materi Hambatan Komunikasi.pptMateri Hambatan Komunikasi.ppt
Materi Hambatan Komunikasi.ppt
 
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
Perencanaan program televisi (by Indra Prawira))
 
Produksi audio visual
Produksi audio visualProduksi audio visual
Produksi audio visual
 
Mengidentifikasi program acara televisi
Mengidentifikasi program acara televisiMengidentifikasi program acara televisi
Mengidentifikasi program acara televisi
 
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radio
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radioKelebihan dan kekurangan televisi dan radio
Kelebihan dan kekurangan televisi dan radio
 
Uji kebocoran kaset radiografi
Uji kebocoran kaset radiografiUji kebocoran kaset radiografi
Uji kebocoran kaset radiografi
 
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss AstridPANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
PANDUAN PRODUCTION BOOK By Miss Astrid
 
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
PRODUKSI ACARA BERITA RADIO STRAIGHT & INDEPTH NEWS - MATERI : Treatment , Ru...
 
04 storyboard
04 storyboard04 storyboard
04 storyboard
 
Teori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermikTeori jarum hipodermik
Teori jarum hipodermik
 
Sinopsis film dokumenter
Sinopsis film dokumenterSinopsis film dokumenter
Sinopsis film dokumenter
 
Konsep Dasar Penyiaran
Konsep Dasar PenyiaranKonsep Dasar Penyiaran
Konsep Dasar Penyiaran
 
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
 
Pembuatan media audio visual
Pembuatan media audio visualPembuatan media audio visual
Pembuatan media audio visual
 

Similar to ANALISA

Bab1 dasar siskom
Bab1 dasar siskomBab1 dasar siskom
Bab1 dasar siskom
Max Tollenar
 
Tuggas bahasa indonesia
Tuggas bahasa indonesiaTuggas bahasa indonesia
Tuggas bahasa indonesiaEl Wijaya
 
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah BuayaPeranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Tirta Yoga
 
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
Annisa Latifa
 
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi SosialKAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
Diana Amelia Bagti
 
proposal produksivideo FINAL.pdf
proposal produksivideo FINAL.pdfproposal produksivideo FINAL.pdf
proposal produksivideo FINAL.pdf
Alfin82
 
Tugas kekerasan simbolik
Tugas kekerasan simbolikTugas kekerasan simbolik
Tugas kekerasan simbolikAyu Noor Asry
 
Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarah
queenoaaishaa
 
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatPpt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatSalma Van Licht
 
Karakter tv
Karakter tvKarakter tv
Karakter tv
iwayan suta
 
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
Monica Waters
 
Komunikasi massa
Komunikasi massaKomunikasi massa
Komunikasi massa
Fatimah Bilqis
 
GLOCAL Media
GLOCAL MediaGLOCAL Media
GLOCAL Media
Mila
 
Karakteristik tv
Karakteristik tvKarakteristik tv
Karakteristik tv
iwayan suta
 
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah KonstitusiPornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
luthfiwe
 
Masa depan industri perfilman indonesia
Masa depan industri perfilman indonesiaMasa depan industri perfilman indonesia
Masa depan industri perfilman indonesia
AlfiahSeptianiSiradj
 
Kuliah 7_Visual Research.pdf
Kuliah 7_Visual Research.pdfKuliah 7_Visual Research.pdf
Kuliah 7_Visual Research.pdf
NuaritaNovianasari
 
Metodologi penelitian komunikasi abad 21
Metodologi penelitian komunikasi abad 21Metodologi penelitian komunikasi abad 21
Metodologi penelitian komunikasi abad 21University of Andalas
 

Similar to ANALISA (20)

Kelompok 7
Kelompok 7Kelompok 7
Kelompok 7
 
Bab1 dasar siskom
Bab1 dasar siskomBab1 dasar siskom
Bab1 dasar siskom
 
Tuggas bahasa indonesia
Tuggas bahasa indonesiaTuggas bahasa indonesia
Tuggas bahasa indonesia
 
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah BuayaPeranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Peranan Cinema Spot Dalam Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
 
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
Makalah Bahasa Indonesia "Perkembangan Film Horor di Indonesia"
 
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi SosialKAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
KAPITA SELEKTA PEMBERITAAN - Media Film sbg Konstruksi dan Representasi Sosial
 
proposal produksivideo FINAL.pdf
proposal produksivideo FINAL.pdfproposal produksivideo FINAL.pdf
proposal produksivideo FINAL.pdf
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tugas kekerasan simbolik
Tugas kekerasan simbolikTugas kekerasan simbolik
Tugas kekerasan simbolik
 
Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarah
 
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatPpt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
 
Karakter tv
Karakter tvKarakter tv
Karakter tv
 
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
Analisis Dan Representasi Makna Film Mad Max Fury Road Lady Bird Serta Captai...
 
Komunikasi massa
Komunikasi massaKomunikasi massa
Komunikasi massa
 
GLOCAL Media
GLOCAL MediaGLOCAL Media
GLOCAL Media
 
Karakteristik tv
Karakteristik tvKarakteristik tv
Karakteristik tv
 
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah KonstitusiPornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
 
Masa depan industri perfilman indonesia
Masa depan industri perfilman indonesiaMasa depan industri perfilman indonesia
Masa depan industri perfilman indonesia
 
Kuliah 7_Visual Research.pdf
Kuliah 7_Visual Research.pdfKuliah 7_Visual Research.pdf
Kuliah 7_Visual Research.pdf
 
Metodologi penelitian komunikasi abad 21
Metodologi penelitian komunikasi abad 21Metodologi penelitian komunikasi abad 21
Metodologi penelitian komunikasi abad 21
 

Recently uploaded

KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docxKOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
sdpurbatua03
 
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
emalestari711
 
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
NurHalifah34
 
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptxMateri Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
nuzzayineffendi52
 
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptxSejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
LuhAriyani1
 
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptxPPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
refandialim
 

Recently uploaded (6)

KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docxKOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
KOSP SD MODEL 1 - datadikdasmen.com.docx
 
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi Budaya Positif
 
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN (Tugas uas Kepemimpinan)
 
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptxMateri Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
Materi Kuliah 3 - budaya populer & budaya massa.pptx
 
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptxSejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
Sejarah Rekam Medis, Perkembangan, Isi, Manfaat, dan Penyimpanannya PPT.pptx
 
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptxPPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
PPT (EKOSISTEM) - Refandi Alim - Bahan Ajar Magang.pptx
 

ANALISA

  • 1. Page | 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagia media komunikasi massa film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasil tersebut ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat. Karakter psikologisnya kahas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal yaitu film bersifat satu arah. Jadi bila dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif 1. Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat tabung televisi maupun layar lebar, film mampu menampilkan realitas kedua (the second reality) dari kehidupan manusia. Kisah – kisah yang ditayangkan bisa lebih bagur dari kondisi nyata sehari – hari, atau sebaliknya bisa lebih buruk. Dalam UU nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audiovisual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan sistem lainnya (http://kpi.go.id/index.php/2012-05-03- 16-16-23/undang- undang). Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk terdapat gambar negatif (yang akan dibuat potret) untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop) (Balai Pustaka,1990: 242). Film hadir sebagai bagian dari kebudayaan massa, yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari budaya massa yang populer, film adalah suatu seni yang dikemas untuk dijajakan sebagai komoditi dagang. Film dikemas untuk dikonsumsi massa yang beribu, bahkan berjuta jumlahnya. Film yang merupakan produk komersial akan lebih menekankan kemampuan komunikasi produk-produk dan aktivitasnya daripada penghargaan kritis khalayak ramai. Menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama di negeri ini berjudul Lely van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh seorang yang bernama David. Kemudian disusul oleh Eulis Atjih produksi Krueger Corporation pada tahun 1927-1928.
  • 2. Page | 2 Sampai tahun 1930 masyarakat pada waktu itu telah disuguhkan film-film berikutnya yaitu Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Sampai tahun itu, film yang disajikan merupakan film bisu dan yang mengusahakannya adalah orang-orang Belanda dan Cina. Sedangkan film pertama yang merupakan karya orisinil berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia yang dibintangi Roekiah dan R. Mochtar berjudul Terang Bulan. Setelah itu, film Indonesia berkembang pesat hingga sekarang (Effendi, 2002: 217). Mengikuti dunia perfilman, nampaknya film kini telah mampu merebut perhatian masyarakat. Lebih – lebih setelah berkembangnya teknologi komunikasi massa yang dapat memberikan kontribusi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masi banyak bentuk – bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi para penontonnya. Puluhan bahkan ratusan penelitian berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia betapa kuatnya media itu mempengaruhi pikiran, sikap dan tindakan penontonnya.2 Film punya banyak peran, yang antara lain dapat pula memberi pengaruh kepada perilaku masyarakat. Di dalam film BCG (Buruan Cium Gue) mendapat kritikan dari masyarakat dikarenakan selain dari judul film tersebut yang bisa memprovokasi anak – anak remaja untuk melakukan adegan demikian selain itu, film tersebut mengumbar hawa nafsu. Dalam hal kevulgaran ini, banyak insan film menangkis dan berkelit, “adegan seperti itu memang tengah membudaya di masyarakat, dan itulah kebenaran dan keindahan yang harus diketahui masyarakat”. Kehadiran Lembaga Sensor Film (LSF) ditanggapi beragam oleh insan perfilman di satu sisi, lembaga itu dinilai sebagai “penyelamat” masyarakat agar tidak diracuni oleh tontonan yang negatif tetapi di sisi lain, ada pula yang menganggap lembaga itu membungkam kebebasan berbicara pembuat film dan menghambat kreativitas dalam membuat karya seni. Lembaga Sensor Film atau LSF merupakan bagian tidak dapat terpisahkan dalam perkembangan perfilman di Indonesia. Sebelum dinikmati oleh penonton, baik film bioskop maupun film televisi, sebuah film harus lulus sensor terlebih dahulu. Lembaga sensor memiliki wewenang untuk menyeleksi bagian – bagian mana dari sebuah film yang patut dikonsumsi, atau bagian mana yang harus dipotong, atau ditiadakan. Sensor film bertujuan untuk melindungi warga negara dari penetrasi informasi. Arus akulturasi yang kuat dikhawatirkan menembus dinding – dinding rawan, terutama bagi generasi muda, sehingga pesona hiburan tidak begitu saja meruntuhkan benteng moral anak bangsa.
  • 3. Page | 3 Diyakini tampilan yang menyesatkan bisa melahirkan ketidaksadaran berkepanjangan bahkan hal itu akan bermuara pada satu persepsi, bahwa citra itu adalah suatu kewajaran sebagai konsekuensi kemajuan jaman. Akan menjadi lebih menjerumuskan lagi, manakala wujud persepsi dikukuhkan sebagai panutan, sehingga melahirkan pola perilaku yang dianggap sebagai modernisasi budaya. Di sisi lain, keberadaan LSF sendiri dianggap membendung kreativitas para sineas dalam memproduksi sebuah film. Namun, apabila suatu film tak melewati pintu sensor, dikhawatirkan anak – anak bisa teracuni oleh tontonan yang selayaknya menjadi konsumsi orang dewasa.3 Sensor itu sendiri adalah bertujuan untuk menjaga moralitas yang selama ini cenderung jauh jauh dari budaya ketimuran. Moral anak bangsa sekarang telah dititik nadir, berbagai film import telah masuk negara Indonesia, ditambah dengan menyempitnya dunia dengan adanya arus transformasi. 1.2 Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut peneliti perlu membuat batasan masalah. Adapun Batasan Permasalahan yaitu : “Menganalisa kasus yang menyangkut permasalahan Lembaga Sensor Film terutama Film Layar Lebar contohnya film “The Raid 2 : Berandal” Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimana kriteria penyensoran yang diterapkan oleh LSF dapat dipatuhi secara konsisten. 2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan hambatan sensor film. Kasus apa saja yang terdapat dalam film The Raid 2 : Berandal dianalisa berdasarkan PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 02/P/KPI/03/2012 Tentang STANDAR PROGRAM SIARAN
  • 4. Page | 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan secara umum dan dan khusus yaitu : 1. Secara umum ingin memberikan kontribusi kepada khalayak berupa tulisan dan teori mengenai LSF. Serta mengetahui peranan Lembaga Sensor Film terhadap kasus yang menyangkut permasalahan Sensor Film terhadap film nasional. 2. Secara khusu yaitu, peneliti ingin memperoleh wawasan dan pengetahuan mengenai Lembaga Sensor Film yang merupakan satu – satunya institusi pemerintah yang berhak mengeluarkan status edar perfilman. Adapun manfaat penelitian ini antara lain : 1. Secara Akademis yaitu, ingin memberikan kontribusi penelitian mengenai peranan Lembaga Sensor Film dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan terhadap Jurusan Penyiaran dalam mata kuliah Etika Profesi Penyiaran 2. Secara Praktis yaitu, agar dapat dijadikan contoh bagi penelitian – penelitian selanjutnya serta memberikan kontribusi informatif dan langkah positif mengenai keberadaan sensor film untuk melindungi dan menyaring dari efek dampak negatif perfilman.
  • 5. Page | 5 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pedoman dan Kriteria Penyensoran 1. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia. 2. Penyensoran dimaksudkan agar film dan reklame film tidak mendorong khalayak untuk: Bersimpati terhadap ideologi yang bertentangan dengan UUD 1945, melakukan perbuatan – perbuatan tercela dan hal – hal yang bersifat moral, melakukan perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban umum dan perbuatan – perbuatan melawan hukum lainnya, atau bersimpati terhadap sikap – sikap anti Tuhan dan anti agama, serta melakukan penghinaan terhadap salah satu agama yang dapat merusak kerukunan hidup antar umat beragama. 3. Sarana pemeliharaan tata nilai dan budaya bangsa. 4. Menumbuhkan kemampuan untuk mengendalikan diri dikalangan insan perfilman dalam berkarya sebagai perwujudan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. PP No. 7/1994 Pasal 18 ayat (1) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan meneliti segi – segi : Keagamaan, Ideologi dan Politik, Sosial Budaya, dan Ketertiban Umum. Berdasarkan jumlah film dan reklame film yang masuk bidang yang masalahnya cukup tinggi (berhubungan dengan seks dan kekerasan).  KEAGAMAAN 1. Yang memberi kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan manifestasinya 2. Yang dapat merusak kerukunan hidup antar – umat beragama di Indonesia 3. Yang mengandung penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia
  • 6. Page | 6  IDEOLOGI DAN POLITIK 1. Setiap adegan dan penggambaran yang membenarkan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, dan Kolonialisme dan Fasisme 2. Setiap gambar atau lambang yang mengasosiasikan atas pemujaan ajaran Komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme  SOSIAL BUDAYA 1. Adegan pria atau wanita dalam keadaan atau mengesankan telanjang bulat, baik dilihat dari depan, samping atau belakang. 2. Close up alat vital, buah dada atau pantat, baik dengan penutup maupun tanpa penutup 3. Adegan ciuman yang merangsang 4. Adegan, gerakan atau suara persenggamaan atau memberikan kesan persenggamaan oleh manusia atau hewan dalam secara terang – terangan dan atau terselubung 5. Onani dan oral seks 6. Adegan melahirkan baik orang atau hewan yang dapat menimbulkan birahi 7. Menampilkan alat – alat kontrasepsi yang tidak sesuai dengan fungsi 8. Adegan yang menimbulkan tidak etis  KETERTIBAN UMUM 1. Mempertontonkan adegan kejahatan yang mengandung : a) Modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya b) Dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan itu sendiri c) Kemenangan kejahatan atas kejahatan dan kebenaran 2. Memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebihan 3. Menitik beratkan cerita dan atau adegan pada permasalahan seks semata – mata 4. Mendorong sentiment kesukuaan, keagamaan, asal keturunan dan anatar golongan 5. Menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan dan atau kenikmatan narkotika dan obat – obatan terlarang lainnya 6. Mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum
  • 7. Page | 7 Pedoman Sensor KUTIPAN DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA SENSOR FILM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah yang dimaksud dengan : 1. Sensor film adalah penelitian dan penilaian terhadap film dan reklame film untuk menentukan dapat atau tidaknya sebuah film dan reklame film dipertunjukkan dan/atau ditayangkan kepada umum, baik secara utuh maupun setelah peniadaan bagian gambar atau suara tertentu. 2. Film adalah karya cipta seni dan budaya yg merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yg dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya. Bagian Kedua Pedoman Penyensoran Pasal 19 (1) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dam meneliti film dan reklame Dri segi – segi : a. Keagamaan; b. Pendidikan; c. Sosial Budaya; d. Politik dan Keamanan; e. Ketertiban Umum f. Pendidikan.
  • 8. Page | 8 (2) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Keagamaan, adalah : a. yang memberikan kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan manifestasinya; b. yang dapat mengganggu kerukunan hidup antar-umat beragama di Indonesia; c. yang mengandung penghinaan atau pelecehan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia. (3) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Pendidikan, adalah : a. yang bertentangan dengan perkembangan jiwa anak; b. yang mengandung propaganda anti sekolah dan belajar; c. yang dapat merugikan dan merusak ahlak dan budi perkerti; d. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap perbuatan amoral dan jahat beserta pelaku-pelakunya. (4) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Sosial Budaya, adalah : a. yang dapat merusak, membahayakan, dan tidak sesuai dengan norma- norma kesopanan umum di Indonesia; b. yang mengandung ejekan dan/atau merendahkan dan/atau yang dapat menimbulkan tanggapan keliru terhadap nilai budaya/lokal maupun adat istiadat yang berlaku di Indonesia; c. yang memberikan gambaran keliru tentang perkembangan sosial budaya di Indonesia; d. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat e. yang mengekpose budaya global yang tidak sesuai dengan nilai budaya, nilai agama, nilai moral dan jatidiri bangsa. f. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat g. yang dapat merugikan dan/atau merusak akhlak dan budi pekerti masyarakat (5) Unsur-unsur film dan reklame film yang dinilai dari segi Politik dan Keamanan, adalah: a. yang mengandung propaganda ideologi dan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b. yang mengandung ajaran dan/atau pujaan atas kebenaran komunisme, Marxisme/Leninisme, Maoisme, kolonialisme, imperialisme, dan fasisme; c. yang dapat mengarahkan simpati penonton terhadap hal-hal tersebut pada butir b di atas; d. yang dapat merangsang timbulnya ketegangan sosial politik; atau e. yang dapat melemahkan Ketahanan Nasional dan/atau merugikan kepentingan nasional; f. yang mendiskreditkan Pemerintah dan/atau mendorong perlawanan terhadap Pemerintah sehingga dapat menimbulkan gangguan keamanan. (6) Penyensoran dilakukan dengan memeriksa dan meneliti film dan reklame film dari segi- segi : a. yang mempertontonkan adegan-adegan kejahatan yang mengandung : 1. modus operandi kejahatan secara rinci dan mudah menimbulkan rangsangan untuk menirunya; 2. dorongan kepada penonton untuk bersimpati terhadap pelaku kejahatan dan kejahatan itu sendiri; atau 3. kemenangan kejahatan atas keadilan dan kebenaran.
  • 9. Page | 9 b. yang memperlihatkan kekejaman dan kekerasan secara berlebih-lebihan; c. yang menitik beratkan cerita dan/atau adegan sensual, erotis, senggama dan permasalahan seks semata-mata; d. yang dapat mendorong sentimen kesukuan, keagamaan, asal keturunan dan antar - golongan (SARA); e. yang menggambarkan dan membenarkan penyalahgunaan dan/atau kenikmatan narkotika dan obat-obat terlarang lainnya; f. yang mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. (7) Pedoman dan kriteria Penyensoran diterapkan secara menyeluruh terhadap judul, tema, penyajian visual, penyajian audio dan materi reklame film. 2.2 Konsistensi LSF dalam Penyensoran Anggota lembaga sensor film tetap konsisten karena berjalan sesuai dengan peraturan yang ada seperti Undang – Undang Perfilman NO.8 Tahun 1992 peraturan pemerintah No.7 Tahun 1994 tentang lembaga sensor film serta peraturan Menteri DEBUDPAR No.31 tahun 2005 mengenai tata kerja lembaga sensor film dan tata laksana penyensoran yang menjadi regulasi dalam operasional dan pedoman penyensoran akan tetapi dalam undang – undang perfilman ada satu hal yang mengharuskan pemerintah dan lembaga sensor film harus melindungi masyarakat perfilman atau industri perfilman dalam negeri dikarenakan di era transformasi era terbuka ini semua jenis film dapat masuk ke Indonesia begitu pula dengan film impor tidak ada pembatasan atau pun kuota untuk film jenis tertentu asal impor yang masuk ke Indonesia asalkan telah legal dan memenuhi persyaratan untuk dapat di tayangkan di Indonesia. Pada aplikasinya lembaga sensor film menghadapi situasi yang dilema terhadap perfilman nasional yang apabila film yang tidak memenuhi kriteria penyensoran tidak boleh beredar dimasyarakat dan akan merugikan perusahaan industri perfilman dan mematikan perfilman nasional itu susah untuk bangkit kembali dikarenakan untuk membuat film membutuhkan biaya yang mahal dari empat miliar sebab itu penyensoran dapat mengakibatkan bahwa sebuah film diluluskan sepenuhnya, dipotong bagian atau gambar tertentu, ditiadakan suara tertentu, ditolaknya seluruh film film untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukkan, dan atau ditayangkan. Dan dalam setiap penyensoran itu terdiri dari lima orang yang berbeda latar belakang yang mempunyai persepsi masing – masing tetapi kita tetap berpedoman pada kriteria dan pedoman dalam penyensoran akan tetapi kita anggota sensor film selalu bertukar pikiran dan
  • 10. Page | 10 berdiskusi untuk menentukan jalan tengah jadi tidak menentukan sendiri sehingga mencapai kesepakatan jadi sebelum menyensor kita dibekali pedoman dalam penyensoran. 2.3 Faktor Pendukung dan Hambatan Sensor Film 1. Faktor Pendukung Faktor Pendukung yang menjadi kekuatan lembaga sensor film adalah kita di backup pemerintah di dukung peraturan pemerintah, di dukung peraturan perundang – undangan, peraturan menteri juga di dukung oleh anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk honor anggota lembaga sensor film. 2. Faktor Hambatan Kendala yang menjadi hambatan lembaga sensor film ialah tidak adanya perpanjangan tangan kita di daerah – daerah atau biro – biro yang mewakili aspirasi masyarakat di daerah sekarang kita lihat perkembangan televisi terus berkembang hampir di setiap daerah mempunyai stasiun televisi lokal pada tahun 2008 terdapat 325 proses perijinan stasiun televisi lokal dan siapa yang akan menyensor program – program acara televisi lokal sedangkan lembaga sensor film sendiri berkedudukan di ibu kota Republik Indonesia jadi bila ada Production House lokal yang ingin membuat film harus disensorkan ke pusat lain halnya seperti lembaga Komisi Penyiaran Indonesia yang mempunyai KPI di daerah – daerah.
  • 11. Page | 11 2.4 Hasil Analisa Kasus dalam Film The Raid 2 : Berandal The Raid 2 : Berandal
  • 12. Page | 12 The Raid 2: Berandal adalah film aksi seni bela diri dari Indonesia yang disutradarai oleh Gareth Evans dan dibintangi oleh Iko Uwais. Film ini adalah sekuel dari film The Raid. Film ini sebenarnya adalah proyek awal dari keseluruhan cerita The Raid yang diumumkan tahun 2011 sebelum prekuelnya, namun baru dirilis pada 2014.[3][4] Setelah tayang perdana di Festival Film Sundance pada 21 Februari 2014, film The Raid 2: Berandal akhirnya diumumkan akan tayang serentak di Indonesia dan Amerika Serikat pada tanggal 28 Maret 2014.[1] Iko Uwais berperan kembali sebagai Rama, perwira pemula satuan senjata dan taktik khusus sekaligus seorang calon ayah. Selain itu, film ini juga dibintangi Alex Abbad, Julie Estelle, Roy Marten, Tio Pakusadewo, Arifin Putra, Cecep Arif Rahman. Aktor mancanegara dari Jepang seperti Ryuhei Matsuda, Kenichi Endo, dan Kazuki Kitamura juga ikut bergabung dalam film ini. Sutradara Gareth Evans Produser Ario Sagantoro Penulis Gareth Evans Pemeran Iko Uwais Arifin Putra Oka Antara Tio Pakusadewo Alex Abbad Julie Estelle Ryuhei Matsuda Kenichi Endo Kazuki Kitamura Sinematografi Matt Flannery Penyunting Gareth Evans Studio Merantau Films XYZ Films Tanggal rilis  21 Januari 2014 (Sundance)  28 Maret 2014 (Indonesia & AS)  11 April 2014 (Britania Raya & Kanada) Durasi 148 menit Negara Indonesia Bahasa Indonesia Jepang Inggris
  • 13. Page | 13 2.4.1 Sinopsis Beranjak dua jam dari saat di mana film pertama berakhir, Berandal meneruskan kisah Rama (Iko Uwais), seorang calon ayah dan perwira polisi pemula yang selamat dari sebuah operasi penyerbuan maut dalam sarang seorang gembong narkoba yang berakhir fatal. Setelah berhasil keluar hidup-hidup dari bangunan yang penuh dengan kriminal dan gangster, Rama mengira ia bisa melanjutkan kehidupan dengan normal, namun dia salah. Setangguh apapun, lawan-lawan Rama di gedung naas itu ternyata tak lebih dari sekumpulan ikan kecil yang berenang di kolam yang jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Kemenangan kecilnya kini telah menarik perhatian binatang-binatang yang jauh lebih besar dan buas dalam rantai dunia kriminal Jakarta. Kini ia dan keluarganya ada dalam bayangan kematian, dan Rama hanya memiliki satu pilihan untuk melindungi bayi dan istrinya: Dia harus masuk dalam operasi penyamaran, memasuki dunia kriminal seorang diri dan mendaki melewati hirarki kekuatan yang penuh persaingan maut, sampai membawanya ke para figur politisi dan polisi korup yang menarik-ulur tali benang di puncak rantai dunia hitam. Rama pun memulai pengembaraan baru yang diwarnai kekerasan, sebuah perjalanan yang memaksa dia untuk menyisihkan kehidupan dan identitasnya, dan mengambil identitas baru sebagai seorang kriminal pelaku tindak kekerasan bernama "Yuda". Di penjara ia harus mendapatkan kepercayaan dari Ucok (Arifin Putra) untuk bergabung dengan gengnya, meletakkan nyawanya dalam sebuah pertaruhan terbesar atas semuanya, untuk mengakhiri seluruh kebusukan dalam tubuh kepolisian. 2.4.2 Pemeran 1. Iko Uwais sebagai Rama / Yuda, perwira pemula satuan senjata dan taktik khusus yang ditugaskan dalam operasi penyamaran. Rama harus menyusup sebagai anak buah dalam keluarga kriminal Bangun untuk mengungkap korupsi di tubuh kepolisian Jakarta. Semakin tinggi posisi Rama dalam rantai geng Bangun, semakin baik peluangnya untuk mengidentifikasi oknum polisi yang berafiliasi dengan dunia hitam Jakarta. Namun semakin tinggi ia naik, semakin mudah pula identitasnya terbongkar. 2. Arifin Putra sebagai Ucok, putra kepala keluarga geng Bangun. Ucok adalah mata rantai kedua dalam rantai kekuasaan geng kriminal terbesar di Jakarta, namun sebelum mewarisi posisi ayahnya, dia menjadi penegak kekuasaan dan penagih dalam kerajaan kriminal ayahnya.
  • 14. Page | 14 3. Oka Antara sebagai Eka, tangan kanan Bangun, penasihat kepala keluarga geng terbesar di Jakarta. Jika bukan karena Ucok, Eka akan ada di baris berikutnya untuk mengendalikan kerajaan kriminal tersebut. 4. Tio Pakusadewo sebagai Bangun, pimpinan gangster kelas kakap di Jakarta. Bos dari geng kriminal yang paling ditakuti Jakarta. Dia selama ini telah mengendalikan dunia hitam Jakarta dengan keluarga Goto dari Jepang dalam situasi yang relatif damai. 5. Alex Abbad sebagai Bejo, gangster muda ambisius. Bejo adalah seorang gangster baru dengan ambisi kebesaran dan sebarisan pembunuh yang siap mati untuknya. Naiknya Bejo dalam rantai dunia kriminal Jakarta mengancam keseimbangan kekuasaan antara keluarga Goto dan Bangun. 6. Julie Estelle sebagai Alicia alias Hammer Girl ("Gadis Palu"), pembunuh bayaran kejam yang berbakat menggunakan palu cakar. Alicia dan adiknya, Baseball Bat Man meninggalkan keluarga berantakan dan ayah mereka yang kejam untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Pencarian mereka menghasilkan kematian dan kehancuran bagi siapa pun yang menghalangi mereka. 7. Ryuhei Matsuda sebagai Keichi, putra pimpinan Yakuza Goto. Putera dan pewaris takhta keluarga Goto. Berperangai terukur dan licik, Keichi mempelajari ayahnya dengan cermat sembari bersiap untuk muncul dari bayang-bayang ayahnya. 8. Kenichi Endo sebagai Goto, pimpinan Yakuza Jepang yang ada di Jakarta. Setelah bertahun-tahun berperang dengan Bangun untuk memperebutkan supremasi dalam dunia hitam Jakarta, Goto dan Bangun mengesampingkan perbedaan mereka dan mengendalikan dunia hitam bersama-sama. Walaupun bekerja memerangi setiap ancaman terhadap kekuasaan mereka, gencatan senjata mereka sangat rapuh, dan kepercayaan mereka lemah. 9. Kazuki Kitamura sebagai Ryuichi, tangan kanan pimpinan Yakuza Goto, penerjemah, dan penasihat. Seperti halnya posisi Eka dalam keluarga Bangun, satu-satunya yang berdiri di antara Ryuchi dan takhta Goto adalah putra Goto, Keichi. 10. Cecep Arif Rahman sebagai The Assassin ("Pembunuh"), tukang pukul dan algojo Bejo. Hanya sedikit yang diketahui tentangnya selain pilihan senjata dan kesetiaannya kepada Bejo. Selalu mempersenjatai dirinya dengan dua karambit (pisau pendek melengkung), hatinya sedingin baja senjatanya. 11. Cok Simbara sebagai Bunawar, kepala satuan tugas anti-korupsi Jakarta. Bunawar selalu selangkah dari mengidentifikasi dan menangkap para polisi hitam yang bekerjasama dengan dunia kriminal Jakarta. Dengan Rama sebagai senjata rahasianya,
  • 15. Page | 15 Bunawar ingin memotong habis seluruh akar korupsi dalam tubuh kepolisian sampai ke titik penghabisan. 12. Yayan Ruhian sebagai Prakoso, algojo dan tukang pukul Bangun yang paling setia dan berdedikasi. Dia pernah menjalani kehidupan mewah, namun kini hidup menyendiri sebagai gelandangan. Dia adalah kunci kelangsungan hidup Bangun di dunia hitam Jakarta; mata dan telinga yang membantu Bangun mengontrol setiap aspek dunia hitam Jakarta. 13. Very Tri Yulisman sebagai Baseball Bat Man ("Pria Pentungan Bisbol"), adik dan rekan dari "Hammer Girl" sebagai pembunuh bayaran Bejo. Dia menyelamatkan kakaknya dari tangan ayah yang kejam dan keluarga berantakan. Kini mereka hidup sebagai duo pembunuh bayaran, mampu bekerja sendiri maupun bersama-sama sebagai sebuah tim tak terbendung. 14. Donny Alamsyah sebagai Andi, kakak Rama yang terasing dari keluarganya setelah terjun ke dunia kriminal dan kini menjadi pimpinan geng Tama (gembong narkoba dari cerita prekuel). 15. Epy Kusnandar sebagai Topan, bos industri pornografi.[6] 16. Roy Marten sebagai Reza, Komisaris kepolisian Jakarta. 17. Zack Lee sebagai Bemi. 18. Fikha Effendi sebagai Isa, istri Rama 19. Hengky Solaiman sebagai Ayah Andi dan Rama. 20. Marsha Timothy 21. Pong Hardjatmo 22. Deddy Sutomo
  • 16. Page | 16 2.4.3 Hasil temuan kasus Film The Raid 2 : Berandal Berdasarkan : PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 02/P/KPI/03/2012 Tentang STANDAR PROGRAM SIARAN Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia harus melindungi hak warga negara untuk mendapatkan informasi yang tepat, akurat, bertanggung jawab, dan hiburan yang sehat; b. bahwa perkembangan industri televisi dan radio di seluruh Indonesia membuat tingkat kreativitas dan persaingan antar lembaga penyiaran semakin tinggi, sehingga program siaran menjadi tolok ukur keberhasilan meraih keuntungan; c. bahwa tingkat persaingan antar lembaga penyiaran berpotensi untuk memunculkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan diyakini oleh masyarakat; d. bahwa program siaran harus mampu memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera; e. bahwa Standar Program Siaran adalah penjabaran teknis Pedoman Perilaku Penyiaran yang berisi tentang batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ditayangkan pada suatu program siaran; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, Komisi Penyiaran Indonesia mem andang perlu untuk menetapkan Standar Program Siaran.
  • 17. Page | 17 M E M U T U S K A N: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA TENTANG STANDAR PROGRAM SIARAN BAB XII PELARANGAN DAN PEMBATASAN SEKSUALITAS Bagian Pertama Pelarangan Adegan Seksual Pasal 18 Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang: a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin; b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks dan/atau persenggamaan; c. menayangkan kekerasan seksual; d. menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan; e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan; f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar; g. menampilkan adegan ciuman bibir; h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot; i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis; j. mengesankan ketelanjangan; k. mengesankan ciuman bibir; dan/atau l. menampilkan kata-kata cabul.
  • 18. Page | 18 Hasil analisa film The Raid 2 : Berandal kasus yang menyangkut permasalahan sensor film yaitu : 1. Contoh yang melanggar Pasal 18 poin ( a.menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin ) Pada adegan dibawah ini terdapat jelas wanita yang sedang berjalan tak berbusa. 2. Disela – sela percakapan Topan dan Ucok di sebuah gedung industri pembuatan video ponografi milik Topan terdapat suara – suara persenggamaan. Ini adalah bentuk pelanggar kedua yang terdapat dalam Pasal 18 poin (d.menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;) dan (e.menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;) BAB XIII PELARANGAN DAN PEMBATASAN KEKERASAN Bagian Pertama Pelarangan Adegan Kekerasan Pasal 23 Program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang: a. menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti: tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri; b. menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah, terpotong-potong dan/atau kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan; c. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap manusia;
  • 19. Page | 19 d. menampilkan peristiwa dan tindakan sadis terhadap hewan; dan/atau e. menampilkan adegan memakan hewan dengan cara yang tidak lazim.  Contoh kasus yang dilanggar pada Pasal 23 (a, b dan c) yang memuat adegan kekerasan yaitu : Perang yang terjadi dipenjara Topan sebelum meninggal setelah di pukuli Rama (Yuda) Ucok ketika mengahabisi semua nyawa anak buah Bejo yang dipanggang oleh Rama (Yuda) di pemanggang ayam Rama (Yuda) setelah membunuh algojo Bejo Ucok ketika menembak Bejo
  • 20. Page | 20 Bagian Kedua Ungkapan Kasar dan Makian Pasal 24 (1) Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/ mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan. (2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.  Contoh kasus yang dilanggar pada Pasal 24 ayat (1) dan (2) yaitu : 1. Ketika Bunawar berkata “unit gue tugasnya disini untuk melacak – melacak bangsat yang korupsi di sini” (gambar 1) dan (gambar 2) “dia anak bangsat politikus bangsat” kepada Rama. Seharusnya kata “bangsat” itu disensor karena sudah jelas” melanggar Pelarangan dan Pembatasan Kekerasan mengenai Ungkapan kasar dan makian. Gambar 1 Gambar 2 Kesimpulannya dalam film The Raid 2 : Berandal banyak sekali adegan yang seharusnya disensor karena itu sangat membahayakan dan dicontoh oleh masyarakat terutama pada adegan kekerasannya yang dominan sangat mengerikan dan sangat sadis cara kekerasan dalam film tersebut.
  • 21. Page | 21 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keberadaan Lembaga Sensor Film merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam industri perfilman baik film yang diproduksi dalam negeri maupun impor. Sulit membayangkan apa yang terjadi dengan kehidupan moral bangsa di negeri ini bila tiada lembaga sensor film terlebih dengan adanya era transformasi segala sesuatu bisa masuk ke Indonesia begitu pula terhadap perfilman. Implikasinya sangat mengerikan, karena segala produksi film, sinetron, CD dan DVD baik impor maupun produksi dalam negeri akan “bebas ditayangkan” dan dikonsumsi oleh masyarakat tanpa ada penyensoran (penyaringan) yang selama ini dilaksanakan oleh lembaga sensor film. Dapat dibayangkan bagaimana adegan – adegan yang tak patut dan tak layak disaksikan atau di tonton oleh masyarakat terlebih oleh kalangan anak – anak, remaja dan pemuda seperti film impor yang berasal dari Eropa dan Amerika yang menganut kebebasan (liberalis). Seperti film yang menggambarkan kehidupan “free seks”. Demikian pula adegan kekerasan (sadistis) dalam film laga (action) dari Hongkong, Korea, Jepang dan China. Akan memberikan dampak peniruan terhadap film tersebut bagi anak – anak. Lembaga sensor film bukan sekedar melakukan penyensoran akan tetapi melindungi masyarakat dari dampak negatif perfilman yang tidak sesuai dengan arah dan tujuan perfilman Indonesia. Selain itu, lembaga sensor film sebagai garda budaya bangsa menjembatani akan keanekaragaman budaya untuk menjaga eksistensi budaya bangsa dari terpaan budaya asing (westernisasi cultural) terlebih atas modernsasi jaman. Sensor film bukan berarti menghambat kreativitas dalam berseni akan tetapi mengarahkan bagaimana Sineas dan Production House dapat membuat suatu film yang berkualitas yang sesuai dengan arah, dan tujuan perfilman tidak sekedar hanya mendapatkan rating dan sharing yang tinggi sehingga mengabaikan norma – norma sosial yang ada. Pada hakikatnya sensor (self sensor) itu sendiri terletak pada individu masing – masing bagaimana kita apakah akan memilih yang positif atau negatif.
  • 22. Page | 22 3.2 Saran Lembaga sensor film yang merupakan satu – satunya lembaga/intitusi yang memberikan status edar perfilman baik itu film impor maupun produksi dalam negeri perlu adanya koordinasi atau sosialisasi dengan Production House atau sineas untuk mengarahkan bagaimana membuat perfilman yang sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia yang sesuai dengan undang – undang perfilman sehingga apabila film tersebut pada taha launching atau pemutaran tidak akan menuai pro dan kontra di masyarakat dan tidak merugikan industri perfilman. Anggota sensor film yang terdiri dari perwakilan organisasi – organisasi masyarakat atau departemen pemerintah, Institusi non pemerintah, dan tenaga ahli atau professional harus mengakomodasi aspirasi – aspirasi masyarakat pedesaan terlebih saat ini setiap daerah memiliki stasiun televisi lokal dikarenakan LSF itu sendiri hanya ada satu dan berada di pusat yaitu ibu kota Jakarta. Keberadaan lembaga sensor film terhadap produksi film, sinetron, CD dan DVD perlu adanya kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selaku lembaga atau committee monitoring of Indonesia yang mengawasi program acara stasiun televisi swasta dan lokal baik live dan non live sehingga terwujudnya tontonan dan hiburan yang bermanfaat bagi penonton.
  • 23. Page | 23 Sumber Refrensi 1Joseph M. Boggs, The Art of Watching Film, (Terj) Asrul Sani (Jakarta : Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986), h. 5. 2 KH. Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung ; Pusdai Press, 2000), Cet Ke-I h. 96. www.hitamputih-geliatfilmindonesia.htm http://id.wikipedia.org/wiki/The_Raid_2:_Berandal DVD Film The Raid 2 : Beranda