SlideShare a Scribd company logo
RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2010 – 2014
(REVISI KE-2)
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
JL. MH. Thamrin 8
Jakarta
ii
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26 /M/Kp/III/2013
TENTANG
PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2010-2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung
pelaksanaan kebijakan pembangunan
ekonomi yang tertuang dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025 dan
penguatan Sistem Inovasi Daerah serta
menindaklanjuti hasil evaluasi Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi
Tahun 2011 oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, perlu dilakukan
penyesuaian terhadap Rencana Strategis
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun
2010-2014;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Negara
Riset dan Teknologi tentang Perubahan
Rencana Strategis Kementerian Riset dan
Teknologi Tahun 2010-2014;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002
tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4219);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4402);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011
tentang Masterplan Percepatan dan
SALINAN
iii
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Tahun 2011-2025;
6. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun
2011 tentang Penunjukan Pejabat Menteri;
7. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah;
8. Peraturan Menteri Negara Riset dan
Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Riset dan Teknologi;
9. Keputusan Menteri Negara Riset dan
Teknologi Nomor 243b/M/Kp/IX/2011
tentang Perubahan Rencana Strategis
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun
2010-2014;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN
TEKNOLOGI TENTANG PERUBAHAN RENCANA
STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2010-2014.
PERTAMA : Menetapkan Perubahan Rencana Strategis
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-
2014, yang selanjutnya disebut Renstra
Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-
2014 sebagaimana terdapat dalam Lampiran
Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.
KEDUA : Renstra Kementerian Riset dan Teknologi Tahun
2010-2014 merupakan panduan dalam
melaksanakan penyusunan dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
Kementerian Riset dan Teknologi.
KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka
Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi
Nomor 243b/M/Kp/IX/2011 tentang Perubahan
Rencana Strategis Kementerian Riset dan
Teknologi Tahun 2010-2014, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2013
MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
GUSTI MUHAMMAD HATTA
Salinan yang sah sesuai dengan aslinya
Kementerian Riset dan Teknologi
Kepala Biro Hukum dan Humas,
TTD.
Dadit Herdikiagung
iv
KATA PENGANTAR
Peranan iptek dalam pembangunan bangsa disadari semakin
penting. Hal ini juga sudah dirasakan oleh pemerintah dengan
menekankan pentingnya peningkatan kemampuan iptek dalam
kerangka penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) sebagaimana
tertuang dalam RPJMN 2010-2014.
Dalam periode 2010 – 2014, salah satu tantangan yang paling
besar adalah bagaimana membangun SINas yang mengintegrasikan
unsur-unsur SINas melalui satu simpul tujuan bersama, yakni
menyejahterakan rakyat Indonesia. Program dan kegiatan perlu
disinkronisasikan antar-kelembagaan SINas guna meningkatkan
efektivitas dalam mencapai tujuan bersama tersebut dan meningkatkan
efisiensinya dalam mengelola sumberdaya yang semakin terbatas.
Keberhasilan dalam membangun SINas akan terlihat dari
kelancaran aliran teknologi dari pengembang ke pengguna dan aliran
informasi antara semua pelaku yang terlibat, baik sebagai aktor utama
maupun pihak-pihak pendukung SINas. Oleh karena itu, diperlukan
langkah dalam membangun SINas agar kontribusi teknologi terhadap
pembangunan nasional meningkat melalui:
1. Sinkronisasi antara teknologi yang dikembangkan dengan
permasalahan yang dihadapi industri dan kebutuhan nyata
masyarakat dan negara;
2. Rangsangan untuk tumbuh-kembang industri produsen barang
dan/atau jasa yang berbasis teknologi nasional dan sesuai dengan
permintaan pasar domestik;
3. Vitalisasi lembaga intermediasi untuk percepatan proses adopsi
teknologi nasional oleh industri dalam negeri dan sebaliknya juga
arus informasi kebutuhan teknologi kepada pihak pengembang
teknologi; dan
4. Dukungan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum
untuk memfasilitasi, menstimulasi, dan mengakselerasi interaksi
antar-aktor SINas dan hubungan dengan kelembagaan pendukung
lainnya.
Keempat langkah ini terkait satu sama lain. Oleh sebab itu,
seluruh upaya tersebut harus dilaksanakan secara interaktif dan
sinambung. Keberhasilan membangun SINas hanya dapat dicapai jika
semua langkah ini dapat dieksekusi dengan baik.
Demikian pula, kebijakan bidang fokus masih tetap relevan untuk
periode lima tahun ke depan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat
adalah pangan, energi, infrastruktur (transportasi, informasi dan
komunikasi), dan kesehatan; sedangkan untuk menjaga stabilitas
keamanan nasional diperlukan dukungan bidang fokus pertahanan dan
keamanan.
Memperhatikan adanya perubahan lingkungan strategis selama
2 tahun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, terutama dengan adanya
kebijakan pembangunan ekonomi yang dituangkan dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun
2011-2025 dan menindaklanjuti rekomendasi hasil evaluasi Lakip 2011
oleh Kementerian PAN & RB maka dirasa perlu untuk melakukan
penyesuaian terhadap Rencana Strategis Kementerian Ristek tahun
2010-2014 dengan menggunakan pendekatan Balance Score Card.
Menteri Negara Riset dan Teknologi
TTD.
Gusti Muhammad Hatta
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................... i
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI
NOMOR 26/M/KP/III/2013 TENTANG PERUBAHAN
RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2010-2014 ............................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................. iv
DAFTAR ISI ....................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN............................................. 1
1.1. KONDISI
UMUM..................................................
2
1.2. LINGKUNGAN
STRATEGIS……........………………………….
7
1.3. POTENSI DAN
PERMASALAHAN...................................
13
BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ............... 29
2.1. VISI..................................................... 29
2.2. MISI .........……........…………………………… 30
2.3. TUJUAN................................................ 31
2.4.
2.5.
SASARAN .............................................
TAHAPAN SISTEM INOVASI NASIONAL…
31
31
BAB IV. PENUTUP ...................................................... 54
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ................. 34
3.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
NASIONAL ..........................................
34
3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
…………….......…………...........................
43
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 1
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional yang dicitakan dalam Kabinet
Indonesia Bersatu II (KIB II) diwarnai dengan semangat
manajemen nasional dengan tag-line:”change and continuity,
debottlenecking, acceleration and enhancement, unity-together we
can”. Semangat mengusung perubahan dan berkelanjutan,
memperlancar seluruh saluran komunikasi dan pelaksanaan
kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan.
Percepatan dan pemacuan menganut prinsip bahwa jika dilakukan
secara bersama, tentunya kita bisa menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Semangat ini mencerminkan dinamika, keharmonisan, kecepatan,
dan kebersamaan dalam manajemen pemerintahan untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik. Suatu deklarasi itikad
luhur untuk melancarkan jalan bagi keamanan, keadilan, demokrasi
dan kesejahteraan, dimana dicitakan pembangunan ekonomi yang
berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya
alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang dikelola
melalui penguasaan Iptek yang memadai.
Sesuai dengan semangat di atas, perubahan keempat UUD
1945 Pasal 31(5), mengamanatkan “Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia”, ilmu pengetahuan dan teknologi
(Iptek) sebagai “engine of tomorrow” mempunyai peran penting
bagi pencapaian kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan iptek hanya akan memberikan kontribusi nyata
terhadap pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, jika produk yang
dihasilkan bisa didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat atau dapat menjadi solusi bagi permasalahan nyata
yang dihadapi pemerintah maupun masyarakat.
Keberhasilan pembangunan Iptek yang telah dicapai pada
periode 2004-2009 merupakan langkah awal bagi keberhasilan
yang lebih besar dan menyeluruh yang diharapkan akan tercapai
pada periode 2010-2014. Untuk itu perlu digali dan dilakukan
pendekatan serta strategi lanjutan dalam rangka mewujudkannya.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) ini
diturunkan dari RPJP, RPJMN, Visi, Misi, Agenda dan 11 program
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 2
Prioritas Nasional KIB II, dan Kontrak Kinerja Menristek. Program
Kementerian Riset dan Teknologi disusun untuk menjamin
kontinuitas dan konsistensi program pembangunan iptek, sekaligus
menyelesaikan masalah dan kendala yang belum sepenuhnya
tertangani pada periode 2004-2009 serta mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang diperkirakan akan timbul pada lima
tahun kedepan.
Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk
meningkatkan peran dan kemampuan Kementerian dalam
mendorong dan menghela pembangunan iptek nasional yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Ini dapat
dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang memungkinkan
terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang
tidak hanya dapat memperkuat proses pengembangan iptek, tetapi
juga dapat menjembatani dan mengarahkan agar hasil-hasil
pengembangan iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak
yang membutuhkannya. Karena itulah program pembangunan iptek
ke depan diarahkan untuk mewujudkan sebuah Sistem Inovasi
Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem Nasional Iptek
(Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi
program serta menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk
merealisasikannya. Program disusun berlandaskan visi dan misi
yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika
lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa
mendatang.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 bersifat
mengikat ke dalam internal KRT dalam aspek perumusan kebijakan
nasional tentang litbang iptek, koordinasi pelaksanaan kebijakan
dan sinkronisasi program, termasuk di dalamnya monitoring dan
evaluasi yang akan disampaikan kepada Presiden sesuai dengan
tupoksinya.
1.1. Kondisi Umum
Dengan kekayaan alam yang melimpah dan potensi SDM
yang besar, disertai penguasaan iptek yang maju, Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa adi
kuasa di dunia sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah.
Secara umum cara pandang kita terhadap penguasaan iptek
masih bersifat parsial, dengan mengesampingkan upaya yang
sistematis untuk menjadikan iptek benar-benar sebagai mesin bagi
pembangunan nasional. Karenanya sangat dibutuhkan upaya
nasional yang melibatkan seluruh stake-holder iptek untuk
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 3
mencapai tingkat penguasaan iptek yang dapat memberikan nilai
tambah tinggi bagi proses perekonomian dan mencegah terjadinya
disintegrasi peran iptek dari proses pembangunan nasional.
Sebagai indikasi akan produktivitas di bidang iptek, jumlah
publikasi ilmiah di jurnal internasional hasil karya ilmuwan
Indonesia selama tahun 2005-2008 yang tercatat dalam Scopus
(2009) adalah sebanyak 6.553 paper. Bidang ilmu yang dominan
dalam publikasi ilmiah di jurnal internasional hasil karya ilmuwan
Indonesia adalah clinical medicine dan plant and animal sciences.
Sementara itu, paten yang didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia
dalam kurun waktu tahun 1991 – 2008, hanya 4.14% yang berasal
dari dalam negeri dan sisanya merupakan usulan paten asing. Hal
ini mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan pasar yang besar
bagi teknologi asing. Ironisnya jumlah ilmuwan doktor terbanyak
berada di lembaga penelitian pemerintah terutama yang berkaitan
dengan bidang teknik non-pertanian, dan hanya sebagian kecil saja
yang berlatar belakang bidang pertanian dan kedokteran1.
Dari data ini paling tidak bisa diajukan dua tesis penting:
pertama, bahwa kemajuan iptek hanya bisa dicapai apabila
1
Data LIPI tahun 2004
pengembangan iptek dilakukan sejalan dengan pemecahan
masalah riil secara langsung (demand-driven). Kedua, bahwa
ilmuwan yang terkonsentrasi di lembaga pemerintah non-
Kementerian (LPNK) belum terlibat secara nyata dalam aktifitas
penerapan Iptek untuk pembangunan nasional.
Keterkaitan technology-supply and demand menjadi hal
yang penting dalam upaya pengembangan teknologi. Bisa dipahami
kenapa bidang pertanian dan kedokteran termasuk bidang yang
paling maju kontribusi ilmiahnya dibanding dengan bidang lain
manapun di Indonesia, karena kedua bidang ini secara langsung
berkaitan dengan permasalahan riil masyarakat, dengan kata lain
karena keterkaitan yang baik antara sisi pemasok dan pengguna
Iptek.
Di bidang lain, terutama teknik dan rekayasa,
permasalahannya bukan terletak pada sisi supply. Tetapi lebih pada
sisi demand serta upaya 'menjembatani' kedua sisi itu yang tidak
optimal, sehingga keterkaitan yang erat antara keduanya tidak
terbangun. Kebutuhan akan teknologi bagi dunia industri, yang
masih terkonsentrasi pada low-tech dan medium-tech, sangat
besar dan terus membesar. Hanya saja kebutuhan itu selama ini
hanya bisa dipenuhi dari produk impor.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 4
Upaya menjembatani sisi supply dan demand dilakukan
dalam sebuah sistem yang dikenal dengan Sistem Inovasi, yaitu
sebuah jaringan rantai pemasok teknologi (technology supply
chain) yang mengaitkan antara institusi pemasok teknologi dan
pengguna teknologi, yang pada tataran nasional disebut Sistem
Inovasi Nasional (SINas) dan pada tataran daerah disebut Sistem
Inovasi Daerah (SIDA). Melalui Sistem Inovasi Nasional dan Sistem
Inovasi Daerah diharapkan dapat terjadi interaksi yang koheren
dalam kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan
mendiseminasikan hasilnya, sehingga menumbuhkan manfaat
nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Keberhasilan membuat jembatan yang menghubungkan sisi
demand dan supply teknologi antara industri serta lembaga
pengguna iptek dengan lembaga litbang iptek menjadi kunci
penting bagi kemajuan iptek nasional. Peningkatan kebutuhan akan
litbang terapan pada industri identik dengan peningkatan demand
akan teknologi kepada litbang pemerintah maupun perguruan tinggi
sebagai produsen teknologi. Karenanya kebijakan insentif bagi
industri untuk melakukan litbang sebagaimana diterapkan di
negara-negara maju menjadi sangat penting. Beberapa kebijakan
pemerintah terbaru seperti pemberian insentif fiskal bagi
perusahaan yang melakukan litbang terapan berbasis Iptek (PP
35/2007) dan adanya larangan ekspor bahan tambang yang tidak
diolah (UU No.4/2009) adalah salah satu langkah untuk mendorong
proses pertambahan nilai bagi industri yang merupakan motor
penggerak demand teknologi.
Kita menyadari bahwa kemampuan iptek, terutama dalam
percaturan global, masih lemah. Misalnya, dilihat dari belanja
litbang, pengeluaran Indonesia sangatlah kecil. Belanja litbang per
PDB Indonesia masih di bawah 0.1%, ini jauh dari rata-rata negara
OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development)
yang sudah diatas 2%. Negara Asia seperti Jepang dan Korea
sudah mengalokasikan anggaran di atas 3%, sementara China
sekitar 1.5%. Bahkan jika dibanding dengan negara ASEAN pun,
belanja litbang Indonesia masih jauh lebih rendah, di mana
Singapore sudah mencapai di atas 2% dan Malaysia sekitar 0.5%.
Sumber pembiayaan belanja litbang Indonesia sebagian besar
(>70%) masih berasal dari anggaran pemerintah dan pelaksana
litbang pun hampir seluruhnya merupakan institusi pemerintah. Ini
berbeda dengan negara-negara maju pada umumnya, dimana
belanja litbang sebagian besar bersumber dari dunia usaha/industri
dan pelaksana litbang juga banyak dari dunia usaha. Dari kondisi ini
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 5
dapatlah dimengerti bahwa aktivitas litbang di Indonesia masih
didominasi oleh sektor pemerintah, akibatnya belum mampu
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
perekonomian nasional.
Intensitas sumberdaya manusia iptek Indonesia juga masih
jauh lebih rendah dibanding dengan negara–negara Asia lain.
Jumlah personil litbang Indonesia baru mencapai 1 per 10.000
penduduk. Angka ini jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang
mencapai sekitar 6 per 10.000 penduduk, sementara Singapura
sudah mencapai hampir 70 per 10.000 penduduk.2
Meskipun kondisi sumberdaya iptek yang masih terbatas,
beberapa usaha dan capaian di bidang pengembangan iptek telah
dihasilkan melalui 4 (empat) program di dalam 6 (enam) bidang
fokus pembangunan iptek selama kurun waktu 2004-2009.
Di bidang pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) telah berhasil mengembangkan dan melepas beberapa
varietas unggul padi hibrida, varietas unggul jagung dan kedelai.
Untuk mendukung diversifikasi pangan, telah pula dikumpulkan
cadangan plasma nutfah untuk talas, ubi kayu, dan telah
2
IMD 2009
dikembangkan bibit unggul hasil rekayasa genetika pisang, kedelai,
kacang hijau, manggis, nenas, dan pepaya. Telah dikembangkan
juga teknik-teknik pemuliaan ternak untuk mendapatkan varietas
sapi unggul dan vaksin untuk ternak untuk mencegah penyakit
cacing hati, serta Kit Radioimmunoassay (RIA) untuk membantu
keberhasilan proses inseminasi buatan, dan berbagai suplemen
pakan ternak multi nutrisi.
Dalam rangka mengembangkan energi baru dan terbarukan,
atas koordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) telah berhasil dikembangkan teknologi rancang bangun
biofuel, PLTB 25 kW, PLTU mulut-tambang, eksplorasi migas lepas
pantai, dan survey laut untuk eksplorasi-mineral, serta
pemanfaatan bijih besi lokal utuk bahan baku industri baja.
Di samping itu di BPPT telah dikembangkan pula
pemanfaatan fuel grade ethanol sebagai bahan bakar di sektor
transportasi, dan saat ini telah dilakukan sertifikasi produk-produk
Fuel Grade Ethanol (FGE) serta Gasohol E-10 dan Gasohol E-20.
Selanjutnya telah dikembangkan pula teknologi pengolahan minyak
nabati berbasis biji jarak untuk subtitusi BBM termasuk alat press
biji jarak yang mudah diterapkan.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 6
Di bidang transportasi, di BPPT juga telah dikembangkan
teknologi Boogie kereta duorail dan monorail pada kecepatan
medium dan tinggi, teknologi persinyalan dan sistem peringatan
otomatis penutup pintu perlintasan kereta api, Rail Fastening untuk
memperkuat dudukan rel pada bantalan kayu. Juga telah berhasil
dikembangkan Kapal Bersayap dengan Efek Permukaan (Wing-in-
Surface Effect Ship – WISE).
Di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil
dikembangkan aplikasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang siap
dimanfaatkan untuk kebutuhan administrasi. Saat ini aplikasi
berbasis open source tengah dikembangkan untuk keperluan-
keperluan penelitian seperti pengolah sintesis DNA, simulasi
protein, dan sebagainya. Selain itu, telah berhasil dikembangkan
rangkaian penerima ’Chip Wimax’, suatu sistem komunikasi
generasi modern dengan frekuensi 2.3 GHz dan 3.3 Ghz, serta
sistem Technical Assistance Pengembangan E-Government, paket
aplikasi SIMDA.
Sementara itu, dalam bidang teknologi pertahanan dan
keamanan atas koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi dan
kerjasama BPPT-PT. PINDAD telah berhasil dikembangkan Panser
6x6 yang dapat mengangkut sampai 13 personil tempur dan Panser
4x4 untuk mengangkut 12 personil, disain dan contoh awal senjata
berpeluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi gas air
mata kaliber 38 mm dan geranat gas air mata untuk pengendalian
kerusuhan massa, alat komunikasi yang dinamakan Alkom (Alat
Komunikasi) Tactical Radio HF Spread Spectrum Frequency
Hopping yang berbasis teknologi digital hopping, digital voice dan
pengacakan suara (voice encryption), radio jammer untuk
mengganggu sistim komunikasi musuh dan sekaligus dapat
digunakan untuk mengetahui posisi (lokasi) musuh, transponder
sasaran torpedo latih yang dapat mendeteksi dan menelusuri kapal
selam di sekitar Kapal Atas Air; pesawat udara tanpa awak (PUNA),
Blast Effect Bomb (BEB) yang merupakan bom latih yang
memberikan efek suara ledakan keras seperti bom tajam. Dalam
rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), BAKOSURTANAL telah melakukan demarkasi dan
deliniasi di wilayah perbatasan antara RI-Malaysia, RI-Papua
Nuginia (PNG) dan RI-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL)
serta menyusun peta batas wilayah NKRI.
Hasil yang baik juga terlihat dalam bidang kesehatan dan
obat. Di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) terutama telah
dikuasai perangkat teknologi nuklir untuk penanggulangan penyakit
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 7
kanker dan infeksi bakteri. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) telah dikembangkan protein human EPO yang saat
ini akan memasuki uji klinis, interferon I-2a yang sering digunakan
sebagai anti viral dan anti kanker, produk herbal menjadi bahan
baku obat kardiovaskuler, hepatitis, diabetes, anti trombosit, anti
malaria (artemisinin dan analognya), anti oksidan, anti kanker, anti
kolesterol, dan anti tuberkulosis. Di samping itu Indonesia telah
membangun kemampuan untuk mengembangkan Vaksin Flu
Burung sendiri.
1.2. Lingkungan Strategis
Dinamika perubahan lingkungan strategis khususnya
lingkungan global adalah proses yang tidak dapat dihindari oleh
bangsa Indonesia yang merupakan bagian dari tata kehidupan
global, karena globalisasi adalah fenomena sejagad yang sudah kita
masuki, dan tidak dapat kita tarik kembali. Secara eksternal faktual
Indonesia merupakan bagian dari tata kehidupan global. Indonesia
tidak dapat lepas dan mengisolasi diri sebagai sistem tertutup
terhadap globalisasi. Bangsa Indonesia sudah memasuki dan
terbuka terhadap arus global.
Perkembangan Iptek telah membawa revolusi 3T yaitu
perubahan radikal dalam transportasi, telekomunikasi, dan tourisme
yang mengabaikan batas wilayah negara. Arus barang, jasa, orang,
informasi, dan investasi semakin cepat dan mengakibatkan
perubahan yang sangat cepat terhadap tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Berkembangnya teknologi informasi mengakibatkan hampir
tidak ada hambatan bagi penduduk dunia untuk melakukan
interaksi satu dengan lainnya, arus informasi baik positif maupun
negatif begitu cepat sampai kepada rakyat Indonesia. Revolusi
transportasi dan telekomunikasi telah mengakibatkan mobilitas
penduduk dunia yang tidak lagi mengenal batas wilayah yang
berdampak pada adanya masalah-masalah pertahanan dan
keamanan di wilayah perbatasan. Arus globalisasi memberikan
dampak baik positif maupun negatif yang berakibat adanya
transformasi baik di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya
serta pertahanan dan keamanan.
Bila dicermati keterkaitan antara kejadian di lingkup global
dengan kejadian di lingkup regional maupun nasional, demikian
pula dengan hubungan antara negara-negara yang terletak dalam
satu kawasan maupun antar kawasan, baik secara langsung
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 8
maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap proses yang
terjadi di suatu negara.
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan pembangunan iptek
nasional, perubahan lingkungan strategis menjadi sangat penting,
karena akan menentukan pilihan strategi dan upaya-upaya yang
diambil. Mengikuti perkembangan iptek, khususnya teknologi
informasi, arus globalisasi menimbulkan peningkatan arus barang,
jasa dan orang, termasuk iptek, yang masuk dan keluar dari
wilayah kita.
Proses globalisasi, yang ditandai dengan meningkatnya saling
ketergantungan yang berlangsung begitu cepat di antara negara-
negara, selain membawa peluang juga mengandung tantangan.
Berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta
peningkatan arus perdagangan dan keuangan internasional,
berbagai negara, perusahaan dan lembaga baik di pusat maupun di
daerah, khususnya yang memiliki kemampuan dan sarana
penunjang, dapat memperluas jangkauan pengaruh pasarnya
hingga menjangkau bagian lain dunia dengan cara yang jauh lebih
ekonomis dan singkat.
Berkaitan dengan pembangunan iptek nasional, UNDP dalam
Human Development Report (2001) memperkenalkan konsep global
technology hub atas inovasi teknologi, yang didefinisikan sebagai
lokasi yang paling aktif di dalam era digital dalam pengembangan
inovasi teknologi. Berdasarkan survei oleh UNDP tahun 2000
terhadap pemerintah lokal, industri dan media, lokasi inovasi
diranking dari 1 - 4 untuk 4 bidang besar:
a. Kemampuan lembaga riset dan universitas untuk melatih
pekerja ahli atau mengembangkan teknologi.
b. Keberadaan perusahaan yang mapan atau perusahaan
multinasional dalam menumbuhkan keahlian dan stabilitas
ekonomi.
c. Populasi para enterpreneur untuk bergerak memulai
perusahaan ventura baru.
d. Kemampuan modal ventura untuk menjamin, bahwa ide-ide
teknologi baru dapat masuk ke pasar.
Dari survei tersebut dideteksi 46 teknologi hub di seluruh
dunia. Dari 10 besar (nilai di atas 13) pertama 5 hub (pusat
inovasi) berada di AS (Silicon Valley, Boston, Raleigh-Durham-
Chapel Hill, Austin, San Fransisco). Nilai sempurna (nilai 16) dimiliki
oleh Silicon Valley, AS. Benua terbanyak memiliki hub adalah
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 9
Amerika (16), menyusul Eropa (15) dan Asia (11). Hal-hal yang
menarik adalah data berdasarkan benua, ternyata Kuala Lumpur
(Malaysia) dan Singapura termasuk 2 dari 10 hub di Asia. El
Ghazala, Tunisia juga termasuk salah satu dari hub global ini.
Perkembangan global penting di negara-negara yang
berpengaruh dalam bidang iptek yang berhubungan dengan
Indonesia perlu diungkap. Salah satunya adalah China.
Perkembangan China dalam menyerap investasi berbagai negara
besar sangat mengagumkan. Pembangunan infrastruktur ekonomi,
SDM yang berlimpah dan murah, iklim investasi yang ramah
membuat China menjadi salah satu negara yang sangat efisien bagi
industri manufaktur. Produk-produk industri China membanjiri
pasar global termasuk Indonesia, dengan harga yang relatif murah.
Kemajuan iptek China juga tumbuh dengan sangat luar biasa. Tiga
lokasi global hub inovasi teknologi dimiliki China yakni Taipei,
Hsinchu dan Hong Kong. Taipei menempati peringkat 10 di atas
Bangalore dan satu tingkat di bawah San Fransisco. Indonesia
memiliki hubungan dengan Taiwan sebatas hubungan ekonomi,
perdagangan, investasi dan sosial budaya sesuai dengan
kesepakatan ketika pemulihan hubungan diplomatik 1990. Taiwan
adalah partner dagang dan investor yang cukup signifikan
kontribusinya terhadap pembangunan Indonesia, termasuk
wisatawannya. Taiwan juga memiliki kemampuan high-tech yang
diperlukan oleh Indonesia dalam kerangka transfer teknologi.
Pengaruh global lain adalah Jepang yang merupakan mitra
dagang terbesar Indonesia. Hingga tahun 2005, volume
perdagangan kedua negara mencapai US$25 milyar (ekspor US$ 18
milyar, impor US$ 7 milyar dengan surplus US$ 11 milyar).
Masuknya bantuan pemerintah Jepang diikuti oleh masuknya
investasi dari kalangan swastanya. Sampai sebelum kemunculan
China selaku sasaran investasi Jepang, Indonesia masih merupakan
tujuan utama investasi Jepang di Asia. Sejak 1967 hingga 2005,
investasi Jepang terkonsentrasi di sektor manufaktur non-migas,
sehingga memberikan manfaat langsung bagi Indonesia, karena
meski padat modal, namun bersifat padat karya dengan teknologi
bervariasi mulai dari menengah sampai teknologi tinggi (alas kaki,
tekstil, pakaian jadi, kulkas, radio/tape recorder, vcd/dvd player,
microwave, televisi, sepeda motor, mobil, dll). Sementara investasi
negara maju lain kebanyakan terkonsentrasi hanya di sektor migas,
yang padat modal dan teknologi tinggi, namun tidak padat karya.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 10
India sangat mendorong pengembangan industri jasa dan
informasi teknologi yang terpusat di Bangalore. Dengan
kemampuan outsourcing dan pemrosesan data yang dimiliki,
Bangalore bahkan disebut-sebut sebagai Silicon Valley kedua.
Sumber daya manusia bidang teknologi informasi yang melimpah di
India membuat Bangalore menempati posisi 11 dari peringkat
global hub inovasi Iptek yang disusun UNDP (2001). Secara
khusus, bidang-bidang kerjasama antara Indonesia dan India
meliputi kerjasama politik dalam bentuk dukungan di berbagai
bidang, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sains dan teknologi
dalam bentuk kerjasama teknologi ruang angkasa, tenologi nuklir,
satelit, bioteknologi, kerjasama teknik lainnya dalam bentuk
beasiswa, pendidikan dan pelatihan di berbagai bidang. Seluruh
kerjasama ini dibicarakan dan disepakati dalam wadah Forum
Konsultasi Bilateral dan Komisi Bersama antara Indonesia dan India
yang telah dimulai sejak tahun 2003. Kerjasama yang perlu
ditingkatkan adalah pada bidang-bidang strategis (seperti
pertahanan keamanan, energi, ekonomi, Iptek dan pendidikan) dan
tidak hanya terjebak dalam tataran teknis/sektoral seperti yang
telah dicapai selama ini. Untuk dapat mencapai kepentingan di
bidang-bidang strategis tersebut, Indonesia harus mampu
memanfaatkan kerjasama bilateral dan regional secara lebih efektif.
Dalam lingkup regional lembaga multilateral yang perlu
dicermati adalah ASEAN. Indonesia berpandangan bahwa ASEAN
merupakan salah satu soko guru politik luar negerinya. Bagi
Indonesia, kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai dan
kondusif ditinjau dari berbagai aspek merupakan modal dasar yang
penting untuk pembangunan di dalam negeri. Hal ini sejalan
dengan pendekatan lingkaran-lingkaran konsentris yang digunakan
oleh Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Perihal
kepemimpinan Indonesia di dalam ASEAN, dapat dikemukakan
bahwa berdasarkan kondisi objektif, potensi kepemimpinan
Indonesia di kawasan Asia Tenggara masih tetap besar. Namun
Indonesia berkeyakinan bahwa kepemimpinan yang bijak adalah
kepemimpinan yang tidak dipaksakan, melainkan yang diraih
melalui kualitas diplomasi dan kontribusi konkrit Indonesia kepada
kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa
sejak 1997/1998, dengan dicurahkannya perhatian pada proses
reformasi politik dan penanggulangan krisis ekonomi dalam negeri,
telah terdapat dampak yang kurang menguntungkan terhadap
peran Indonesia dalam ASEAN. Namun demikian, seiring dengan
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 11
pemulihan kondisi dalam negeri, maka dalam kurang lebih dua
tahun terakhir, Indonesia telah mampu meningkatkan kembali
perhatiannya kepada ASEAN. Upaya-upaya untuk meningkatkan
peran Indonesia di ASEAN akan terus dikembangkan.
Dengan perkembangan iptek di negara tetangga yang sudah
cukup maju, seperti di Singapura dan Malaysia - dua negara ini
termasuk sebagai lokasi global hub inovasi teknologi - Indonesia
perlu lebih menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini penting
untuk memacu semangat untuk bersaing secara positif dengan
negara tetangga. Bila tidak, maka nilai tambah dari sumber daya
alam (SDA) yang melimpah di negara kita akan lebih banyak
dinikmati oleh negara tetangga tersebut melalui jasa teknologi.
Belum lagi dengan akan berlakunya Pasar Bebas ASEAN 2015,
tekanan kompetisi dalam regional ini semakin tinggi. Bila tidak
disikapi dengan penuh keseriusan, maka bangsa kita akan
tertinggal dan hanya akan mendapat beban dan kerugian dari
dibukanya Pasar Bebas ASEAN tersebut.
Bagi Negara berkembang, globalisasi menawarkan perspektif
baru bagi integrasi ekonomi dan kemungkinan perbaikan kinerja
ekonomi, antara lain:
Multilateralisme: Merupakan forum terbaik untuk
menangani berbagai permasalahan global. Untuk itu,
berbagai upaya global telah dilakukan di berbagai forum
seperti PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan
lembaga-lembaga Bretton Woods (Bank Dunia dan IMF).
Telah di sepakati berbagai agenda pembangunan global
seperti UN Millenium Development Goals (MDGs), WTO Doha
Developtment Agenda, the Monterrey Consensus on
Financing for Development maupun Johannesburg Declaration
on Sustainable dan Johannesburg Plan of Implementation.
Millennium Development Goals (MDGs): Berisi berbagai
komitmen dan target yang harus dicapai masyarakat
internasional dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang
berkelanjutan. Melalui Millennium Summit, para pemimpin
dunia menegaskan, bahwa berbagai manfaat globalisasi
seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan
berkelanjutan, peningkatan standar hidup, penciptaan
lapangan kerja dan pemberian manfaat yang besar bagi umat
manusia dari peningkatan teknologi harus dikelola melalui
upaya bersama dan tidak dapat diserahkan kepada
mekanisme pasar semata.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 12
Pendanaan bagi pembangunan: Pada sektor keuangan,
Monterrey Consensus, mengenai pendanaan bagi
pembangunan yang disahkan pada tahun 2002, merupakan
inisiatif internasional dalam menanggulangi tantangan bagi
pemenuhan kebutuhan dana pembangunan di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara berkembang. Konsesus ini
menyentuh berbagai isu seperti mobilisasi sumber keuangan
domestik dan internasional, serta kerjasama teknik dan
keuangan internasional termasuk Official Development
Assistant (ODA) dan isu-isu hutang luar negeri.
Peluang yang muncul secara nasional adalah membaiknya
perekonomian nasional Indonesia. Diperkirakan antara tahun 2007
– 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan laju rata-rata
sekitar 6 persen per tahun. Semangat reformasi dapat dijadikan
momentum untuk mengadakan perubahan mendasar di segala
bidang, termasuk dalam upaya pembangunan iptek. Pesatnya
kemajuan iptek pada dua dasawarsa terakhir memberikan
sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan iptek yang
bisa didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung
penguatan ekonomi dan daya saing bangsa. Kecenderungan global
perkembangan Iptek dapat dipantau dan diantisipasi secara terus-
menerus dalam rangka seleksi, adaptasi, dan pemfokusan
penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya
masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan
terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang
dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk
meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki QCD (Quality,
Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang
berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar
menghasilkan barang dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu
bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan.
Globalisasi mengandung resiko dan tidak jarang
mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang berat, misalnya:
(a) Keterbukaan pasar modal global dapat membuat pasar
keuangan dalam negeri rentan gejolak yang mendadak, (b) Banyak
negara berkembang menjadi tersisih (marginalized) karena tidak
diperlukannya buruh yang tidak terdidik dan turunnya pendapatan
riil, (c) Adanya jurang pemisah kemampuan Iptek karena
kelangkaan sumber dana untuk meningkatkan kemampuan tersebut
di negara berkembang, (d) Keadaan itu menyebabkan banyak
negara berkembang kembali mencoba bertumpu pada ekspor
produk komoditas primer yang bernilai tambah rendah.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 13
1.3. Potensi dan Permasalahan
1.3.1. Potensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
rangkaian dari 17.502 pulau besar dan kecil yang dinyatakan dalam
Undang-undang nomor 17 tahun 1985 sebagai negara kepulauan
(Archipelagic State), dari Sabang hingga Merauke, yang hampir
sama panjang dengan Benua Amerika, dengan jumlah penduduk
lebih dari 230 juta jiwa dan terdiri dari 100 suku dengan 583
bahasa daerah dan beragam keyakinan dan budaya.
Sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya
alam, maka Indonesia mempunyai potensi lebih besar untuk
menjadi negara maju, karena mempunyai modal pembangunan
yang siap diolah. Kekayaan hutan nasional hanya kalah dari Brasil.
Sebagai negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas
merupakan modal pembangunan yang tidak dimiliki oleh negara
lain di dunia. biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan,
serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi
dan obat-obatan.
Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk
terbesar di dunia, dapat menjadikan populasi penduduk tersebut
sebagai aset human capital. Jumlah angkatan kerja Indonesia yang
masih mendominasi populasi, dapat digunakan untuk melaksanakan
pembangunan nasional. Kekayaan sumberdaya alam dan populasi
yang besar, apabila dikelola dengan baik, akan menjadi modal
pembangunan yang jarang dipunyai oleh negara lain.
Perguruan tinggi (PT), lembaga litbang dan industri
menjadi pihak-pihak yang kompeten untuk mengolah dan
memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis
sumberdaya alam tersebut. Tahun 2009, jumlah perguruan tinggi
negeri (PTN) sebanyak 82 dan perguruan tinggi swasta (PTS)
sebanyak 2556 merupakan sarana untuk menghasilkan SDM yang
berkualitas, dan dapat didorong menjadi universitas riset yang
menghasilkan inovasi-inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh
industri nasional. Demikian juga lembaga riset non-kementerian
(LPNK) dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi serta
lembaga-lembaga riset departemen merupakan sarana untuk
mengembangkan dan mendorong pemanfaatan teknologi.
Faktor lain yang juga sangat penting dalam mendukung
investasi dan pertumbuhan ekonomi adalah keamanan. Kondisi
keamanan nasional saat ini sangat baik, meskipun masih ada
beberapa gerakan separatis di beberapa daerah. Keberhasilan Polri
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 14
membongkar kasus terorisme serta kasus-kasus tindak kriminal lain
yang meresahkan masyarakat dan pengusaha beberapa waktu
yang lalu, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk iklim usaha
dan investasi dari dalam maupun luar negeri. Investasi baru akan
memberikan peluang bagi adopsi teknologi baru. Hal ini akan
meningkatkan kemampuan adopsi teknologi di sektor produksi, dan
meningkatkan pemanfaatan hasil riset dalam negeri yang sesuai
dengan kebutuhan industri.
Pembangunan Nasional, pada hakekatnya adalah upaya
pemenuhan atas kepentingan nasional, yakni kepentingan
keamanan nasional dan peningkatan kesejahteraan, yang sekaligus
merupakan aspirasi masyarakat Indonesia, baik secara individual
maupun sosial, yang beragam dan menempati wilayah yang luas
tersebut. Dalam sudut pandang ini, Iptek adalah sebuah instrumen
(tool) yang membantu agar proses pembangunan nasional berjalan
lancar, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan
peradaban, untuk kemudian demi terwujudnya stabilitas nasional
yang kondusif.
1.3.2. Permasalahan
Menurut data Institute for Management Development (IMD) tahun
2009 daya saing Indonesia berada pada posisi 42 dari 56 negara,
mengalami peningkatan dari tahun 2008 (peringkat 51) dan tahun
2007 (peringkat 54). Akan tetapi peningkatan tersebut baru
bersumber pada kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi
pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (business
efficiency), sedang infrastruktur (infrastructure) yang di dalamnya
antara lain mencakup infrastruktur sains dan infrastruktur teknologi
menunjukkan penurunan. Sementara data World Economic Forum
(WEF) tahun 2009 menunjukkan bahwa daya saing Indonesia
berada pada posisi 54 dari 133 negara. Lebih jauh WEF
menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia berada pada area transisi
dari kelompok negara yang ekonominya bergantung pada
pemanfaatan sumber daya alam (factor driven) menuju kelompok
negara yang ekonominya mengandalkan efisiensi (efficiency
driven). Di sisi lain, negara-negara yang tergabung dalam
Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD)
yang merupakan kelompok negara maju ekonominya bergantung
pada inovasi (innovation driven). Fenomena ini menunjukkan
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 15
bahwa Iptek belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam ekonomi Indonesia.
Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya
saing Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pada
tataran makro terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) Tidak kondusifnya
kondisi ekonomi makro; (b) Buruknya kualitas kelembagaan publik
sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) Lemahnya
kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang
peningkatan produktivitas; dan pada tataran mikro, terdapat 2
(dua) faktor, yaitu: (a) Rendahnya efisiensi produksi; dan (b)
Lemahnya iklim persaingan usaha. Karenanya, untuk
meningkatkan peran Iptek dalam peningkatan daya saing nasional
diperlukan kebijakan pembangunan Iptek yang di satu sisi dapat
memajukan penguasaan Iptek, dan di sisi lain dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perekonomian
nasional. Untuk itu, kebijakan pembangunan Iptek harus mampu
mendorong terwujudnya jaringan yang saling memperkuat antara
penghasil dan pengguna Iptek sehingga terjadi aliran sumber daya
Iptek secara optimal. Paradigma ini mengantarkan pada
pendekatan sistemik yang dikenal sebagai Sistem Inovasi Nasional
(SINas).
Secara lebih mendasar faktor-faktor yang menjadi akar
permasalahan rendahnya daya saing nasional dari sisi
pengembangan teknologi antara lain adalah: 1) Ketergantungan
produk industri serta sarana dan prasarana kebutuhan nasional
seperti pertahanan dan yang lainnya terhadap impor masih sangat
tinggi; 2) Lemahnya kualitas SDM dan penguasaan serta
pengembangan teknologi penunjang industri, sehingga sulit
diharapkan tercapainya peningkatan produktivitas melalui inovasi-
inovasi teknologi. Rendahnya kandungan dalam negeri produk-
produk industri nasional adalah akibat lemahnya struktur industri
utama dalam membangun industri-industri penunjang dan pemasok
bahan baku/antara (intermediate) di dalam negeri, lemahnya upaya
pengembangan produk, serta tidak adanya koordinasi lintas
sektoral yang baik, sehingga tuntutan terhadap kebutuhan litbang
dan teknologi sangat minim.
Dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa
dilihat dari sudut pandang: kelembagaan, sumber daya, jaringan,
relevansi dan produktivitas litbang, serta pendayagunaan iptek.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 16
a. Kelembagaan Iptek
Pembangunan Kelembagaan Iptek (orgaware), yaitu struktur
organisasi, tata-laksana, kultur, dll., telah dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai dengan periode 2005-2009. Namun
dirasakan masih harus ditingkatkan, agar kelembagaan iptek dapat
mengokohkan Sistem Nasional Iptek (SINas Iptek) dan
berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Sistem
insentif, penghargaan dan budaya masyarakat yang kondusif dalam
pengembangan IPTEK masih perlu ditingkatkan. Sementara itu,
sistem inovasi yang mendorong tumbuhnya daya saing dan
berkembangnya industri/ekonomi berbasis IPTEK belum tumbuh
dengan kokoh. Hal ini diindikasikan sbb.:
1. Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Ristek secara
umum masih menghadapi kendala eksternal seperti: LPNK
Ristek masih diperlakukan sebagai lembaga pemerintah umum
lain, tanpa kualifikasi sebagai lembaga litbang dengan
kebutuhan-kebutuhan yang khusus. Dengan mekanisme
pendanaan pemerintah yang ada sekarang, lembaga litbang
kurang termotivasi untuk bekerja sama dengan pihak luar
untuk menunjang pengembangan teknologi industri. Lemahnya
keterkaitan antara lembaga litbang dengan sisi permintaan
akibat perubahan teknologi industri yang sangat cepat sukar
diikuti oleh lembaga riset karena keterbatasan SDM. Sistem
operasional LPNK Ristek yang kurang memberi peluang untuk
menjalin kaitan aktif dengan sektor swasta, tidak adanya
sistem insentif yang mendorong LPNK Ristek untuk menjalin
kaitan dengan pihak swasta, tidak adanya kaitan yang jelas
antara LPNK Ristek dengan kebijakan industri nasional dalam
rangka seleksi proyek, kecenderungan LPNK Ristek berorientasi
terbatas pada industri strategis juga masih menjadi kendala
(Thee, 1997).
Di lain pihak hasil-hasil penelitian dan pengembangan dari
LPNK belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya
sektor industri menjadi bergantung pada teknologi impor. Salah
satu penyebabnya adalah penelitian dan pengembangan di
LPNK selama ini masih dilakukan dengan paradigma supply-
driven. Untuk itu, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah
mengubah paradigma penelitian dan pengembangan dari
supply-driven menjadi demand-driven, hasil penelitian dan
pengembangan dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan
sektor riel di Indonesia.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 17
2. Dari segi organisasi, KRT sebagai kementerian yang ditugasi
mengkoordinasikan LPNK Ristek di bawahnya, memiliki
keunggulan dan juga kelemahan. Bergantung pada
orientasinya baik ke arah riset dasar maupun teknologi industri,
beberapa negara memiliki bentuk yang berbeda-beda.
Beberapa negara menggabungkan Kementerian Ristek mereka
dengan Departemen Pendidikan atau Dirjen Perguruan Tinggi,
sementara negara lain menggabungkan Kementerian Ristek
dengan Departemen Perindustrian. Penggabungan kantor
Kementerian Ristek seperti ini memang menguntungkan dari
aspek koordinasi, sehingga mempertajam fokus dan
memudahkan implementasi. Di sisi lain, masalah yang mungkin
muncul adalah aspek tumpang-tindih program di antara LPNK-
LPNK Ristek, termasuk juga tumpang-tindih anggaran.
Karenanya konsolidasi dan koordinasi kelembagaan dan
program iptek, baik antara KRT dengan LPNK-LPNK Ristek, KRT
dengan kementerian terkait, dan keterkaitan antara lembaga
riset - perguran tinggi - dunia usaha dan antara pusat dan
daerah menjadi penting. Kemungkinan membenahi masalah
tumpang tindih ini harus menjadi program prioritas utama
sistem penelitian dan pengembangan Iptek dalam rangka
mencapai penguatan Sistem Inovasi Nasional.
3. Dari segi kualitas, survei WEF pada tahun 2007
memperlihatkan bahwa kualitas lembaga riset iptek, Indonesia
menempati posisi ke-28, sebuah peringkat yang cukup baik.
Namun sayangnya, posisi ini menurun pada tahun 2009,
menempati posisi ke-43 dari 133 negara. Akan tetapi, bila
dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN lainnya, maka
posisi Indonesia ini masih cukup baik, bahkan melampaui
Thailand, yang berada pada posisi ke-60. Salah satu bukti
meningkatnya kualitas lembaga litbang adalah masuknya
beberapa lembaga litbang dalam daftar 2.000 lembaga litbang
terbaik dunia pada World Rank Research Center. Dari daftar
tersebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menduduki peringkat ke-201, merupakan yang terbaik Asia
Tenggara. Selain itu, terdapat 2 (dua) lembaga penelitian di
Indonesia yang masuk dalam peringkat terbaik, yaitu Center
for International Forest Research (Cifor) pada peringkat ke-
425, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pertanian pada peringkat ke 771. Di samping itu, Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman telah ditetapkan oleh World Health
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 18
Organisation (WHO) sebagai institusi / laboratorium untuk
mengkonfirmasi diagnosis flu burung dan menjadi rujukan
dunia mengenai virus H1N1 sehingga telah menjadi lembaga
riset kelas dunia dalam bidang biologi molekuler.
4. Selama kurun waktu 2005-2009, berbagai sistem insentif
untuk peneliti dan badan usaha telah dikembangkan, salah
satunya dan yang cukup signifikan adalah dengan
diterbitkannya PP. 35/2007 tentang pengalokasian sebagian
pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan
perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi. PP ini dirancang
untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan
badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang
mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas
kemampuan iptek-nya, PP ini dapat menjadi pemicu bagi
penguatan inovasi teknologi di level industri. Namun demikian,
berbagai insentif dan kondisi yang kondusif bagi swasta perlu
terus dikembangkan pemerintah, sehingga swasta tertarik
untuk melaksanakan upaya peningkatan kemampuan
teknologinya.
5. Untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan
masyarakat, sekaligus mengokohkan budaya Iptek di kalangan
peneliti, berbagai penghargaan, acara-acara, pameran ilmiah,
dan sarana dan prasarana bagi sosialisasi iptek telah
dikembangkan. Penghargaan peneliti terbaik, Harteknas yang
diperingati setiap tahun, pameran Ritech Expo setiap tahun,
Wisata Iptek dan Jambore Iptek, Rakornas Iptek tahunan,
berbagai olimpiade sains untuk pelajar dan mahasiswa,
pengelolaan pusat peragaan iptek, dan lain-lain adalah
berbagai upaya untuk mengembangkan budaya ilmiah di
kalangan masyarakat. Kemudian dengan diterbitkannya Inpres
No. 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional
(Jakstranas) Iptek, Jakstranas Iptek memberikan arahan yang
jelas terutama dalam upaya koordinasi antar instansi-instansi
yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah
kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah
di bidang Iptek. Namun berbagai upaya sosialisasi kebijakan
ini dirasakan masih belum cukup. Secara umum, budaya
bangsa masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang
mempunyai sifat penalaran obyektif, rasional, maju, unggul
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 19
dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah
yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih
suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka
belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi
yang ada. Budaya miopis (cari untung cepat), instant, hedonis,
masih kental mewarnai secara umum masyarakat kita. Selain
itu budaya penelitian, sebagai pondasi kelembagaan ristek,
masih rapuh. Pendidikan kita masih belum berhasil
membudayakan rasa ingin tahu siswa, budaya belajar, dan
apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah. Masih muncul
budaya sekedar ingin cepat lulus, plagiarisme, mengejar
gelaran, mengejar nilai, dll., yang secara umum lebih
mementingkan simbol daripada isi, ijasah dari pada kualitas.
6. Sampai dengan tahun 2009 terjadi penguatan regulasi/
kerangka kebijakan pembangunan Iptek yang patut diapresiasi.
Setelah amandemen ke - 4 UUD 1945, dimana di dalam salah
satu pasalnya tercantum Visi Pembangunan Iptek Nasional,
pada tahun 2002 diundangkan UU No.18/tahun 2002 tentang
Sistem Nasional Iptek, yang menjadi landasan konsepsional
pembangunan Iptek. Kemudian dari tahun 2005 – 2009
dihasilkan 4 PP turunan dari UU. No.18 tahun 2002, yakni: (1)
PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan
Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang
mengamanatkan agar hasil – hasil penelitian yang dilakukan
oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan
Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai
tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan
negara; (2) PP 41/2006 tentang perizinan melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing,
lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha
asing, dan orang asing yang mengatur tentang perijinan bagi
individual maupun lembaga asing yang akan melaksanakan
penelitian pengembangan di Indonesia; (3) PP 35/2007
tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha
untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan
difusi teknologi yang dirancang untuk memajukan pelaksanaan
pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai
sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam
meningkatkan kapasitas kemampuan Ipteknya, maka PP ini
dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 20
teknologi di level industri; (4) PP No. 48/2009 tentang
perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan
penerapan Iptek yang beresiko tinggi dan berbahaya yang
dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang
dan penerapan iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya
bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Semua ini
memperlihatkan mantapnya struktur kebijakan pembangunan
Iptek nasional.
7. Dalam kaitannya dengan sinergi kelembagaan iptek,
pembangunan iptek nasional saat ini masih harus ditingkatkan.
Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini misalnya
belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek dalam sistem
inovasi yang ada. Mekanisme intermediasi iptek yang
menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek
dengan kebutuhan pengguna iptek dalam sistem inovasi masih
belum berkembang dengan baik. Masalah ini dapat terlihat dari
belum tertatanya infrastruktur iptek, seperti institusi yang
mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan iptek
menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan
dalam sistem produksi. Integrasi iptek di sektor riset-
khususnya lembaga riset pemerintah - dengan industri di
sektor produksi masih belum menyatu dalam sebuah harmoni.
Dengan kata lain pembangunan iptek di sisi penyediaan
(supply side) dengan pembangunan di sisi permintaan
(demand side) masih belum terintegrasi.
b. Sumberdaya Iptek
Secara umum pembangunan sumber daya iptek Indonesia
saat ini masih relatif lemah, karenanya dirasakan harus
ditingkatkan, agar kelembagaan iptek dapat mengokohkan sistem
nasional iptek dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian
tujuan negara. Hal ini diindikasikan dengan :
1. Prosentase penduduk berpendidikan tinggi (Strata 1 ke atas) di
Indonesia sangat rendah dibanding dengan negara-negara lain
seperti Thailand, Malaysia, bahkan India dan China. Tingkat
pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan
dari 9,5 % pada tahun 1990 menjadi 17,5 % pada tahun 2007,
Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 21
Malaysia (30,2%), Singapura (55,6%), Thailand (48,3%) dan
Filipina (28,5%), meski lebih tinggi dari Vietnam (15,9%)3
.
2. Jumlah SDM Iptek Indonesia sangat sedikit dibanding negara-
negara maju, tetapi masih lebih besar dibanding beberapa
negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Dari data World
Bank, SDM Iptek mayoritas berada di lembaga pemerintah
sebesar (85%), sedangkan SDM Iptek di industri hanya sekitar
15%4
. Bila diperhatikan lebih jauh, SDM Iptek yang berada di
lembaga pemerintah sebagian besar berada di lembaga litbang
LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian). Walaupun
jumlahnya masih relatif rendah bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN, tetapi secara kualitas terjadi
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikannya,
dimana terjadi peningkatan jumlah SDM yang berpendidikan
S1, S2 dan S3 pada kurun waktu 2005-2009, yaitu kurang lebih
11.846 orang pada tahun 2005, 12.465 pada tahun 2006,
12.756 pada tahun 2007 dan 12.889 pada tahun 2008. Mereka
berkarir dalam berbagai jabatan fungsional, di antaranya
peneliti,perekayasa, pranata komputer, pengawas radiasi,
3
UNESCO, 2008
4
World Bank, 2009
pranata nuklir, surveyor pemetaan, penyelidik bumi, dan lain-
lain. Khusus tenaga fungsional peneliti, saat ini terdapat lebih
kurang 7.649 peneliti yang tersebar di berbagai lembaga
litbang dan 286 peneliti di antaranya memiliki kualifikasi
sebagai Profesor Riset. Adapun tenaga peneliti di perguruan
tinggi saat ini lebih kurang 80.000 peneliti.
3. Dari aspek ketersediaan ilmuwan dan engineer, maka
pada tahun 2007 menurut WEF Indonesia menempati posisi
ke-27, sedikit menurun di tahun 2008 dan 2009 pada peringkat
ke-31. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara
tetangga ASEAN lainnya, maka ketersediaan ilmuwan dan
engineer di Indonesia ini relatif baik, bahkan kita menempati
posisi di atas Malaysia, dengan peringkat ke-33. Di ASEAN kita
tepat berada di bawah posisi Singapura yang menempati posisi
ke-14.
4. Anggaran pemerintah untuk riset iptek sangat kecil dibanding
dengan negara-negara lain di ASEAN sekalipun. Rasio
anggaran iptek nasional terhadap PDB terus menurun dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2006, total belanja
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 22
litbang sebagai persentase dari PDB Indonesia sebesar 0,05
% angka ini lebih rendah dari Filipina, Vietnam, Thailand,
Malaysia dan Singapura, artinya terendah se - ASEAN.
Anggaran litbang Vietnam saja hampir 4 kali lipat dari
anggaran litbang kita.5
5. Dari aspek penyediaan dana perusahaan untuk litbang,
Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-27. Kemudian
secara fluktuatif kembali pada posisi ke-28 di tahun 2009.
Dibanding negara tetangga, posisi Indonesia cukup baik,
berada di atas Filipina dan Thailand, namun sedikit di bawah
Malaysia, peringkat ke-19. Secara umum 70% dana litbang
dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara kontribusi swasta
dalam litbang di Indonesia hanya sekitar 30%. Kondisi ini
terbalik dengan negara yang relatif maju seperti Korea Selatan
atau Jepang, dimana kontribusi anggaran swasta untuk riset
mencapai 80%, dan anggaran riset pemerintah hanya 20%
dari total anggaran riset nasional.6
6. Kondisi sarana dan prasarana Iptek yang menonjol khususnya
sebelum krisis ekonomi tahun 1998 - terlihat dari
5
World Bank, 2009
6
World Bank, 2009
beroperasinya delapan wahana industri (sebagai vehicle bagi
transformasi industri) yaitu industri penerbangan, industri
maritim dan perkapalan, industri alat transportasi darat,
industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri
rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri
pertahanan keamanan, yang kesemuanya berbentuk sepuluh
BUMN Industri Strategis, yakni PT IPTN (pesawat terbang), PT
PAL (kapal laut), PT PINDAD (peralatan rekayasa), PT Krakatau
Steel (baja), PT INKA (kereta api), Perum Dahana (eksplosif
komersil), PT INTI (telekomunikasi), PT LEN (elektronik), PT
BARATA (industri rekayasa berat), dan PT BBI (turbin, mesin).
Sejak krisis ekonomi tahun 1998 secara relatif pembangunan
sarana dan prasarana iptek terhenti. Bahkan, masalah
pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan-peralatan canggih
ini menjadi isu yang menonjol. Sekarang ini pemikiran yang
berkembang adalah bagaimana mengoptimasikan potensi yang
ada, yakni SDM, biaya perawatan, dengan program iptek, serta
peluang spin-off di luar tugas pokok lembaga. Dengan kata lain
posisi pembangunan sarana dan pra-sarana iptek berada pada
status ”defensif”.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 23
Selain itu, sarana prasarana litbang yang telah dibangun di
berbagai lokasi, di antaranya yang paling menonjol adalah di
kawasan Pusat Penelitian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Puspiptek) Serpong yang di dalamnya terdapat 35
laboratorium yang dikembangkan untuk mendukung fungsi
litbang berbagai lembaga litbang di antaranya LIPI, BATAN,
BPPT, dan Kementerian Lingkungan Hidup, perlu direvitalisasi
untuk mendukung produktivitas Iptek.
c. Jaringan Iptek
Pembangunan Jaringan Iptek secara berkesinambungan terus
dilaksanakan dalam periode waktu 2005-2009. Dengan berdirinya
Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah, hal ini menuntut
terbentuknya jaringan iptek yang semakin luas dan kompleks, yakni
bukan hanya jaringan antar lembaga riset - perguruan tinggi -
badan usaha atau jaringan antar sektor, namun juga jaringan Iptek
antar pusat dan daerah serta jaringan internasional, termasuk
jaringan informasi dan SDM. Karenanya dirasakan, bahwa jaringan
iptek ini masih relatif lemah dan perlu terus dikuatkan. Sinergi
kebijakan terkait pembangunan iptek antara stake-holder yang ada
masih belum kokoh. Hal-hal tersebut diindikasikan dengan:
1. Kinerja kerjasama riset antara universitas - industri di
Indonesia pada tahun 2007 menurut evaluasi WEF ditempatkan
pada posisi ke-64. Angka ini terus membaik secara signifikan.
Pada tahun 2008 peringkat ini meningkat ke posisi 54, dan
bahkan secara fantastik pada tahun 2009 kerjasama riset
antara universitas-industri di Indonesia dinilai WEF menempati
posisi ke-43. Kinerja ini dibandingkan dengan capaian negara
tetangga ASEAN relatif baik. Indonesia menempati peringkat di
atas negara Vietnam, Filipina, dan bahkan Thailand, peringkat
ke-44, meski masih di bawah Singapura dan Malaysia, yang
menempati peringkat ke-4 dan 22. Namun demikian, koordinasi
pembangunan Iptek khususnya antar stake-holder di luar LPNK
ristek masih belum menampakkan soliditas dan produktivitas
yang memadai. Berbagai forum koordinasi iptek baik sektoral,
nasional, maupun regional perlu terus dikembangkan.
2. Kemudian juga teramati lemahnya sinergi kebijakan Iptek
intra institusi/aktor pengembang iptek (LPNK ristek, lembaga
riset departemen teknis, industri dan perguruan tinggi), serta
antar institusi pengembang iptek dengan pengguna Iptek.
Lemahnya sinergi kebijakan iptek ini, menyebabkan kegiatan
iptek baik dari segi kualitas dan skalanya belum mampu
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 24
memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang
pendidikan, industri, dan iptek belum terintegrasi sehingga
mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi
penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum
tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di
samping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif
bagi pengembangan kemampuan iptek.
3. Pada tahun 2006, FDI (Foreign Direct Invesment) Inward
Indonesia sebagai persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina,
Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara
tersebut. Singapura memiliki FDI Inward sebagai persen dari
GDP yang terbesar diantara negara-negara tersebut yaitu
sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing,
Indonesia secara perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada
tahun 2008. 7
4. Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007
menempati posisi ke-85 dari 131 negara. Capaian ini menurun
secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun menjadi peringkat
7
, UNCTAD, 2009
ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi
ke-87. Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi
sedikit lebih baik dibanding Filipina, peringkat ke-106.
Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih baik.
Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam
aspek penggunaan internet menempati posisi ke-15 dari 133
negara yang disurvei WEF. Sementara untuk penggunaan
internet pita lebar (broadband), peringkat Indonesia
berada pada posisi ke-101. Dibandingkan dengan negara
tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah. Vietnam
dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89.
Sementara Thailand dan Malaysia berada pada peringkat ke-78
dan ke-55.8
d. Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek
Penguasaan Iptek melalui Riset dan Pengembangan (litbang),
perekayasaan serta pemanfaatan iptek nasional terus digulirkan
pemerintah dalam periode pembangunan 2005-2009. Namun
dibandingkan dengan laju peningkatan litbang negara lain, harus
8
, UNDP, 2009
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 25
diakui bahwa capaian kita masih lemah. Kontribusi litbang iptek
bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara masih harus
ditingkatkan, misalnya saja tercermin dari indikator-indikator
pembangunan iptek sbb.:
1. Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk
publikasi ilmiah internasional dan paten masih sangat rendah,
hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per
tahun9
. Menurut World Intellectual Property Organization
(WIPO), jumlah paten internasional Indonesia sampai dengan
tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun 2008 jumlah
paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718
(4,14 % dari seluruh paten yang terdaftar). Hal ini
menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia juga semakin
dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing.
2. Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di
Kantor Paten Amerika Serikat sebesar 19 paten lebih sedikit
dibandingkan dengan Malaysia (168), Singapura (450), Filipina
(22) dan Thailand (40)10
9
, SCORPUS, 2009
10
USPTO, 2008/2009
Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek,
data WEF 2009 memperlihatan, bahwa ketersediaan
teknologi mutakhir di Indonesia semakin menurun. Pada
tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara,
menjadi posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di
antara negara-negara ASEAN Indonesia berada di atas Vietnam
(posisi ke-75) dan Philipina (87), tetapi jauh di bawah
Singapura (3), Malaysia (24), Thailand (36).
e. Pendayagunaan Iptek
Pendayagunaan IPTEK dalam berbagai bidang pembangunan
untuk pemercepatan pencapaian tujuan nasional, yakni dalam
bidang hankam, kesejahteraan rakyat, pelayanan publik dan
pengokohan daya saing ekonomi terus-menerus dilakukan selama
kurun waktu 2005-2009. Namun dirasakan, bahwa kontribusi iptek
dalam pemercepatan pencapaian tujuan negara masih terbatas dan
perlu terus ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan indikator-indikator
sbb.:
1. Dari segi jumlah produk riset yang terkomersialisasi,
ternyata sebanyak 85%-nya berasal dari produk riset di
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 26
departemen teknis. Kontribusi produk riset yang
dikomersialisasi dari LPNK Ristek hanya 15%-nya saja (LIPI,
2007). Data ini memperlihatkan bahwa lembaga litbang
kementerian lebih produktif dalam komersialisasi hasil litbang
mereka daripada LPNK Ristek.
2. Dari aspek perolehan paten sederhana (utility patent),
pada tahun 2007, sesuai dengan survei WEF, Indonesia
menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif mengalami
perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati
peringkat ke-84. Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia
menempati posisi ke-87. Di antara negara tetangga, peringkat
kita berada di bawah Singapura (11), Malaysia (29), Thailand
(68), dan bahkan Filipina (78).
3. Ekspor teknologi tinggi sebagai persen ekspor manufaktur
Indonesia mengalami fluktuasi mulai dari tahun 2001 sampai
tahun 2007. Pada tahun 2007 ekspor teknologi tinggi sebagai
persen dari ekspor manufaktur Indonesia sebesar 11%, masih
lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (46%), Malaysia
(52%), Thailand (27%), dan Filipina (54%), namun masih lebih
tinggi dibandingkan dengan Vietnam (5,6% tahun 2006).
4. Dalam aspek penyerapan teknologi pada tingkat perusahaan,
dari tahun 2007 sampai tahun 2009 menampilkan peningkatan
yang cukup berarti. Pada tahun 2007 Indonesia berada pada
posisi ke-67 dan terus meningkat dua tangga di tahun 2009
menjadi ke peringkat ke-65. Posisi ini lebih rendah
dibandingkan Malaysia (37), Singapura (13), Thailand (61),
Filipina (54) dan Vietnam (51).
5. Pendayagunaan iptek di bidang Hankam sejak krisis ekonomi
tahun 1998 menurun. Ini ditandai dengan menurunnya kinerja
industri strategis (BUMNIS). PT. DI memberhentikan ribuan
karyawannya. DPIS (Dewan Pengelola Industri Strategis),
bahkan kemudian BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis)
dibubarkan. PT BPIS yang merupakan holding company dari
BUMN industri strategis menyusul dibubarkan. PT Barata, BBI,
Pindad dll. kondisinya memprihatinkan. Berbagai laboratorium
uji di kawasan PUSPIPTEK yang dirancang untuk mendukung
industri strategis harus berpikir keras untuk menutupi biaya
pemeliharaan alat dan SDM. Akhir-akhir ini PT Pindad mulai
bergeliat dengan mengembangkan alutsista.
6. Pendayagunaan iptek untuk layanan dan kesejahteraan publik,
secara konstan menampilkan peran yang konsisten meski
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 27
dapat dikatakan marjinal. Pengembangan satelit oleh LAPAN;
pengembangan perangkat Tsunami Early Warning System
(TEWS) untuk bencana tsunami; prediksi pasang surut laut
tahunan oleh BAKOSURTANAL yang dapat mengurangi korban
bencana akibat laut pasang; aplikasi e-goverment untuk
menunjang proses pemerintahan dan pemilu; aplikasi teknologi
ramah lingkungan, pengolahan sampah, limbah dan air;
teknologi untuk mitigasi bencana; serta berbagai riset untuk
ketahanan pangan dan energi. Pelaksanaan litbang dan
pendayagunaan iptek selama periode 2005-2009 cukup baik,
namun skalanya tidak terlalu masif, sehingga tidak nampak
secara nasional, maupun bila dikomparasi dengan negara-
negara tetangga.
Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap kondisi
pembangunan iptek nasional saat ini, sebagaimana yang dibahas di
atas, terlihat bahwa pembangunan iptek nasional kita masih belum
optimal dan masih mengalami berbagai kendala dari aspek
kemampuan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan, relevansi
dan produktivitas iptek, serta pendayagunaannya secara luas,
sehingga kontribusinya terhadap pemercepatan pembangunan
nasional dalam rangka mencapai tujuan negara secara umum
masih belum maksimal. Bila dianalisis lebih dalam dan ditarik akar
permasalahannya, maka pokok-pokok persoalan yang harus
dipecahkan dalam rangka meningkatkan pembangunan Iptek
nasional ke depan adalah sebagai berikut:
a. Masih lemahnya pembangunan iptek nasional dari sisi
penyediaan (supply side) berupa pengelolaan
teknostruktur yang baik. Dimana masih terbatasnya
kemampuan kelembagaan iptek (organisasi, regulasi,
koordinasi, intermediasi, sistem inovasi, budaya), sumber
daya iptek (berupa SDM, anggaran, dan sarana dan
prasarana termasuk perpustakaan dan sistem informasi
Iptek), jaringan iptek (sinergi kebijakan inter sektor, antar
sektor, antar stake holder, antar kementerian, antar pusat dan
daerah, dll.), relevansi dan produktivitas litbang iptek,
serta pendayagunaan iptek dalam berbagai bidang
pembangunan.
b. Masih lemahnya pembangunan iptek nasional dari sisi
permintaan (demand side). Lemahnya minat dan
kontribusi swasta bagi pembangunan Iptek nasional, baik
keterlibatan dalam riset maupun pendanaan. Kegiatan Iptek
masih didominasi oleh lembaga riset pemerintah. PMA
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 28
(Perusahaan Modal Asing) pada umumnya melaksanakan riset
di kantor pusat mereka. Sektor riil belum bergerak dengan
baik. Karakteristik industri kita masih didominasi produk
dengan kandungan teknologi rendah, berbasis SDA, terbatas
pada teknologi produksi belum sampai pada teknologi
pengembangan produk apalagi riset, dan masih dalam tingkat
kemampuan perubahan kecil (incremental). Ini berkaitan
dengan kebijakan pemerintah dan sistem insentif ekonomi.
c. Masih terbatasnya integrasi iptek di sisi permintaan
dengan sisi penyediaan: Iptek kini tidak lagi menjadi
mainstream; lemahnya sinergi kebijakan iptek (berupa
integrasi program, koordinasi, harmonisasi kegiatan,
dukungan anggaran, serta intermediasi, yang terjadi baik intra
lembaga/aktor penghasil Iptek, maupun antar penghasil iptek
dengan pengguna iptek atau secara umum lemahnya
koordinasi dan sinergi diantara stake holder pembangunan
Iptek); masih lemahnya sosialisasi regulasi yang telah ada;
lemahnya budaya iptek. Budaya bangsa secara umum masih
belum mencerminkan nilai-nilai iptek yang mempunyai
penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri.
Akibatnya sense of urgency terhadap pembangunan iptek
masih lemah.
Persoalan-persoalan di atas secara langsung telah
menghambat pembangunan iptek di Indonesia dan memperlemah
kontribusinya bagi laju pembangunan nasional untuk mencapai
tujuan negara, karenanya perlu mendapat perhatian serius dan
penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 29
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
Dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 4
ayat (2), Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) adalah:
menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah. Tugas Pokok KRT
adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan
koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam
melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Riset dan Teknologi
menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu
pengetahuan, dan teknologi;
2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu
pengetahuan dan teknologi;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggungjawabnya;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di
bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.
Visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra ini
disesuaikan dengan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian
Riset dan Teknologi di atas.
2.1. Visi
Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan
Iptek nasional, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian
Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi yang ingin
diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang
memberikan pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan
dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau
target yang ditetapkan.
Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan
sebelumnya, maka pembangunan iptek ke depan harus diarahkan
kepada peningkatan kontribusi iptek secara langsung dalam
pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara.
Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan
Iptek 2010 – 2014 adalah:
Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 30
Deskripsi iptek untuk kesejahteraan dimaksudkan dengan
kemajuan Iptek nasional yang dapat meningkatkan produktivitas
dan daya saing produk industri, membuka lapangan pekerjaan
baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan
pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat
memajukan perekonomian bangsa. Kemajuan iptek mampu
menyelesaikan permasalahan lingkungan, perubahan iklim,
ketahanan pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan
dan keamanan, dll, yang pada akhirnya meningkatkan rasa aman,
ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
Deskripsi iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan
dengan kemajuan iptek nasional yang mempengaruhi segala aspek
kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hasil-
hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai
economic value, dan memberikan social impact yang positif bagi
kehidupan bangsa dan negara. Hal ini akan tercermin dari
meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi,
jumlah S3 per tahun yang dihasilkan Perguruan Tinggi dalam
negeri, jumlah publikasi ilmiah internasional dan indek sitasi,
dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme akan
produk dalam negeri, dan kemandirian Iptek. Penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan iptek yang maju menempatkan
Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang berdiri sama
tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara lain di
dunia. Kemajuan iptek nasional juga akan menempatkan Indonesia
menjadi negara dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan
budaya material dan non-material buah dari penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan iptek.
2.2. Misi
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut diatas,
ditetapkan misi Kementerian Riset dan Teknologi yaitu:
1. Memperkuat daya dukung iptek untuk mempercepat
pencapaian tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; serta
turut serta menjaga ketertiban dunia.
2. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan
iptek sebagai basis dalam membangun daya saing, kemandirian
dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan
internasional, serta mencapai kemajuan peradaban bangsa.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 31
Misi ini mencakup upaya menjawab permasalahan
pembangunan Iptek saat ini dan masa mendatang dalam aspek:
kelembagaan iptek, sumber daya iptek, jaringan iptek, relevansi
dan produktifitas iptek, dan pendayagunaan iptek.
2.3. Tujuan
Untuk mencapai visi dan misi Kementerian Riset dan
Teknologi seperti yang dikemukakan di atas, maka visi dan misi
tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih terarah dan
operasional. Untuk meningkatkan kontribusi teknologi yang nyata
terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan
memajukan peradaban, maka tujuan sebagai-berikut harus dicapai:
1. Meningkatkan kontribusi iptek bagi pembangunan nasional;
2. Meningkatkan kemampuan litbang nasional.
2.4. Sasaran
Tujuan di atas akan dicapai apabila tercapai penguatan dalam
unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional di sisi supply yakni:
Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping
penguatan core business iptek itu sendiri, yakni Relevansi dan
Produktivitas Iptek serta penguatan Pendayagunaan Iptek di
kalangan pengguna baik masyarakat, pemerintah maupun dunia
industri.
Karena itulah, sasaran pembangunan iptek ke depan adalah:
1. Tercapainya Penguatan Kelembagaan Iptek;
2. Tercapainya Penguatan Sumber Daya Iptek;
3. Tercapainya Penguatan Jaringan Iptek;
4. Meningkatkan Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek;
5. Meningkatkan Pendayagunaan Iptek.
2.5 Tahapan Sistem Inovasi Nasional (SINas)
Dalam rangka mencapai visi dan Misi kementerian Risset dan
Teknologi serta memperkokoh sistem Inovasi Nasional yang akan
dicapai sampai dengan tahun 2025 maka diperlukan tahapan
sebagai berikut:
2.5.1 Tahap Awal: Komitmen Politik
Untuk membangun dasar yang kokoh bagi pembangunan
Sistem Inovasi Nasional (SINas), maka perlu diawali dengan
komitmen politik yang tinggi, membangun kesadaran publik, agar
masyarakat sadar Iptek dan menjadikan Iptek sebagai basis
pembangunan bangsa.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 32
2.5.2 Tahap Penguatan: Penguatan SINas (2010-
2015)
Kemudian dilakukan peningkatan pengembangan Iptek
melalui penguatan Sistem Inovasi Nasional, yakni penguatan dasar
kebijakan, kelembagaan, jaringan dan sumber daya, serta
ekosistem inovasi baik dalam sisi penyedia, sisi penerima, maupun
sisi intermediasi.
2.5.3 Tahap Akselerasi: Optimalisasi SINas (2015-
2020)
Selanjutnya percepatan (akselerasi) pembangunan Iptek
dilakukan untuk mewujudkan industri/masyarakat berbasis
Iptek, dimana diharapkan perekonomian sudah semakin membaik
dengan dorongan optimalisasi SINas yang semakin memadai.
2.5.4 Tahap Berkelanjutan: Pengokohan SINas (2020-
2025)
Untuk meningkatkan kemampuan Iptek nasional secara
berkelanjutan, maka dilakukan secara terus-menerus pengokohan
SINas dengan memantabkan unsur-unsur SINas.
Sedangkan tahapan Penguatan SINas yang diimplementasikan
dalam Renstra tahuan 2010-2014 akan dapat dicapai melalui
tahapan sebagai berikut:
Tahun 2010-2011: Tahapan Pembangunan Dasar SINas melalui
Penyusunan Renstra 2010-2014, Reorganisasi Kementerian Riset
dan Teknologi, program insentif penelitian KRT, program
implementasi SINas dan SIDa, program penguatan dan
peningkatan mutu infrastruktur penelitian, program pengembangan
SDM, program gerakan inovasi teknologi bagi pemuda dan
mahasiswa, serta program penggalakan perolehan HAKI.
Tahun 2011-2013: Tahapan Implementasi SINas melalui program-
program realisasi secara nasional dan daerah secara masif di
seluruh tanah air dengan memanfaatkan potensi daerah yang
terintegrasi dengan inovasi teknologi dengan terus mengokohkan
pembangunan SDM dan infrastruktur inovasi seperti Techno-Park
untuk mendukung SINas.
Tahun 2013-2014: Tahapan Pengokohan SINas melalui program-
program realisasi secara nasional dan daerah yang semakin nyata
dengan indikasi terwujudnya proyek-proyek inovasi bersama yang
melibatkan secara kokoh pemasok Iptek pengguna Iptek untuk
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 33
pemenuhan kebutuhan National Security (Hankam, pangan dan
energi), peningkatan daya saing industri dan layanan masyarakat.
Gambar 2.1
Tahapan Pengokohan SINas
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 34
BAB III
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
3.1.1. Arah Kebijakan Nasional
A. Pancasila
Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional serta
falsafah/pandangan hidup bangsa, Pancasila secara konsepsional
mengandung nilai-nilai Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Persatuan
dan Kesatuan dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan
yang harmonis serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjadi landasan
idiil yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman pada saat
ini dan masa mendatang khususnya dalam mendorong
pembangunan Iptek nasional.
B. UUD 1945
UUD 1945 mengamanatkan:
1. “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia” (Pasal 31 ayat (5));
2. “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat
manusia” (Pasal 28 c ayat (1)).
Nilai-nilai dalam butir UUD-1945 digunakan sebagai landasan
konstitusional dan dasar hukum dalam menyusun konsepsi
pembangunan Iptek nasional.
C. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3)
Iptek
Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sisnas P3
Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan
Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat
semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 35
berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi
landasan konsepsional pembangunan Iptek nasional.
D. RPJPN, RPJMN
RPJPN 2005-2025:
Dalam RPJPN disebutkan bahwa pembangunan iptek
diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan
baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan
mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk
menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil
penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan
masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui
peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa
berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan
lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan
pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi,
kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan;
pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah
penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi.
RPJMN 2010-2014:
Dalam Bab IV RPJMN 2010-2014 tentang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, dinyatakan bahwa kebijakan iptek diarahkan kepada :
1. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang
dan lembaga pendukung untuk mendukung proses trans er
dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju
prototip industri sampai menghasilkan produk komersial
(penguatan sistem ino asi nasional);
2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek
untuk menghasilkan produktivitas litbang yang berdayaguna
bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta
kreativitas nasional;
3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik
peneliti di lingkup nasional maupun internasional untuk
mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan
pendayagunaan litbang nasional;
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 36
4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk
ketersediaan teknologi yang dibutuhkan oleh industri dan
masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas
masyarakat;
5. meningkatkan pendayagunaan iptek dalam sektor produksi
untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan
terhadap iptek dalam negeri.
Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi
pembangunan iptek dilaksanakan melalui dua prioritas
pembangunan yaitu:
1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi
aspek kelembagaan, sumberdaya dan jaringan, yang
berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi
pembangunan Iptek dalam jangka panjang.
2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan
Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan sesuai dengan arah yang
digariskan dalam RPJPN 2005-2025.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013 37
Gambar 3.1. Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
38
E. Peraturan perundangan lain di bidang iptek
Inpres No. 4 Tahun 2003:
Inpres tentang Pengkoordinasian Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek
memberikan arahan yang jelas untuk perumusan dan pelaksanaan
Jakstranas Iptek terutama dalam upaya pengkoordinasian antar
instansi yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah
kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah.
PP No. 20 Tahun 2005:
PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta
Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga
Penelitian dan Pengembangan ini mengamanatkan, agar hasil–hasil
penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga
Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan
nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan
negara.
PP 41/2006:
PP tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian
dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing
mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing
yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia.
PP ini dirancang agar kepentingan nasional tetap terjaga dan kita
mendapat manfaat yang maksimal dengan masuknya peneliti atau
lembaga penelitian asing di Indonesia.
PP 35/2007:
PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk
peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi
teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan
pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai
sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam
meningkatkan kapasitas kemampuan ipteknya, PP 35/2007 dapat
menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level
industri.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
39
PP No. 48/2009:
PP tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian,
pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang beresiko tinggi dan berbahaya ini dirancang untuk menjaga
agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan iptek tidak
menimbulkan resiko dan bahaya yang tidak diperlukan bagi
masyarakat dan lingkungan hidup.
F. Prioritas Nasional KIB II:
Presiden telah menetapkan 11 Prioritas Nasional dalam
program pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, yakni:
1. Re ormasi birokrasi dan “good go ernance”.
2. Pendidikan
3. Kesehatan
4. Penanggulangan kemiskinan
5. Ketahanan pangan
6. Infrastruktur
7. Iklim investasi dan bisnis
8. Energi
9. Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana
10. Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik
11. Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi.
Peran pembangunan iptek, sangat dituntut untuk mendukung
dan mensukseskan implementasi 11 Prioritas Nasional di atas.
Sebagai langkah awal KIB II, telah disusun dan diumumkan
15 program pilihan aksi prioritas 100 hari, dengan rincian sebagai
berikut:
1. Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan
penegakan hukum seperti makelar kasus, suap menyuap,
pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan tidak
semestinya dan sebagainya yang rasa keadilan dan kepastian
hukum;
2. Revitalisasi industri pertahanan. Perlu ada rencana induk
dan arah revitalisasi sehingga bisa penuhi kebutuhan dalam
negeri dan kontrak sedang berjalan;
3. Penanggulangan terorisme. Peningkatan kapasitas dan
restrukturisasi lembaga penanggulangan terorisme untuk lebih
libatkan seluruh lapisan masyarakat;
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
40
4. Listrik. Memastikan terpenuhinya kebutuhan listrik di seluruh
Indonesia dalam lima tahun kedepan;
5. Peningkatan produksi dan ketahanan pangan. Perumusan
kembali rencana induk untuk meningkatkan ketahanan pangan
yang lebih terintegrasi dengan faktor pendukung, irigasi, pupuk
dan subsidi khusus bunga bagi petani;
6. Perindutrian. Memastikan revitalisasi industri pabrik pupuk
dan gula yang meliputi penggunaan teknologi dan
pembiayaannya;
7. Pembenahan keruwetan penggunaan tanah dan tata
ruang. Terutama sinkronisasi antara UU Kehutanan, UU
Pertambangan, UU Lingkungan Hidup serta tata perijinan dan
penggunaan di lapangan;
8. Infrastruktur. Prioritasnya pemotongan rencana
pembangunan ruas jalan yang penting antar propinsi dan di
pulau besar, termasuk fasilitas pelabuhan, dermaga, bandara
dan infrastrktur perhubungan dan perikanan;
9. Pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan menengah
yang dikaitkan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemantapan
rencana penyaluran KUR senilai Rp. 10 triliun dalam 5 tahun
yang libatkan bank, swasta dan lembaga penjaminan;
10. Mobilisasi sumber pembiayaan di luar APBN dan APBD
untuk membiayai pembangunan. Ini terkait pembangunan
infrastruktur, listrik, ketahanan pangan yang klop dengan segi
pembiayaan dan investasi;
11. Perubahan iklim dan lingkungan hidup, yaitu intensifkan
pemberontasan pembalakan hutan, menjaga hutan lindung dan
mencegah kebakaran hutan serta kelestarian terumbu karang;
12. Reformasi kesehatan. Prioritasnya bukan lagi berobat gratis,
melainkan sehat gratis bagi warga miskin. Maka fasilitas
kesehatan masyarakat harus lebih diberi penguatan kapasitas
dan kapabilitas;
13. Reformasi pendidikan. Memastikannya ada keterkaitan
antara hasil lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia
usaha selaku pasar tenaga kerja;
14. Peningkatan kesiapan penanggulangan bencana dengan
membentuk satuan khusus dengan segala fasilitas yang
dibutuhkan dan siap setiap saat diterjunkan ke berbagai lokasi
bencana;
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
41
15. Sinergi antara pusat dan daerah yang bisa mencegah
pemborosan. Sinergi meliputi jajaran pemerintah, kegiatan
pembangunan ekonomi, kesejahteraan, hukum dan keamanan.
G. Arahan Presiden Republik Indonesia tentang
pengembangan Iptek
Dalam pidatonya di depan masyarakat ilmiah Indonesia
tanggal 20 Januari 2010, Presiden RI mengarahkan bahwa agar
bangsa kita menjadi bangsa yang menguasai iptek, maka kita harus
bisa menempatkan inovasi sebagai urat nadi kehidupan bangsa
Indonesia. Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi Innovation
Nation, bangsa inovasi, yaitu sebuah rumah bagi manusia-manusia
yang kreatif dan inovatif.
Untuk mencapai itu, hal penting yang harus dibangun adalah
sebagai-berikut:
1. Perubahan mindset, berupa pengembangan budaya unggul—a
culture of excellence — baik di birokrasi, di universitas,
maupun di sektor swasta sehingga tercipta sistem dan
lingkungan nasional yang bisa melahirkan inovator-inovator
yang kreatif; sikap open-mind dan risk-taking, yang membuat
komunitas iptek Indonesia harus berwawasan jauh lebih
terbuka dan lebih progresif dari masanya, dan dari masyarakat,
untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.
2. Investasi dan Insentif. Untuk memunculkan inovasi diperlukan
inkubator-inkubator di lingkungan pemerintah, universitas,
perusahaan, dan lain-lain sehingga harus ada sumberdaya dan
dana yang cukup, serta program yang berkesinambungan.
Pengembangan enterpreneurship juga harus dilakukan karena
enterpreneurship identik dengan inovasi, risk-taking, peluang,
dan dinamisme. Namun dalam hal ini, kita tidak harus selalu
menjadi inventor teknologi baru tetapi dapat mencari,
menyerap dan mengembangkan teknologi baru untuk
pembangunan Indonesia.
3. Kebijakan pemerintah dan kolaborasi, karena hampir semua
inovasi teknologi merupakan hasil dari suatu kolaborasi,
apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,
antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari
semuanya. Karena itulah, harus didorong upaya untuk
membangun networking dan kolaborasi yang seluas-luasnya
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
42
dengan lembaga penelitian, lembaga kajian dan universitas
manapun di dunia.
Juga diarahkan bahwa bangsa Indonesia harus menguasai
teknologi yang dapat menjawab tantangan-tantangan pokok yang
dihadapi, yaitu:
1. Teknologi untuk pengentasan kemiskinan (pro-poor
technology).
2. Teknologi hijau (green technology)
3. Teknologi pangan
4. Teknologi industri
5. Teknologi kesehatan
6. Teknologi maritim
7. Teknologi pertahanan
8. Teknologi transportasi
9. Teknologi energi
10. Teknologi masa depan.
Mengacu pada landasan idiil, landasan konstitusionil,
landasan operasional (RPJPN, RPJMN dan Peraturan Perundangan
lainnya, Prioritas Nasional KIB II, dan Arahan Presiden) di atas,
maka pembangunan Iptek diharapkan berada dalam track yang
benar sesuai tujuannya, yakni bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya percepatan pencapaian Tujuan Negara, sesuai dengan
Pembukaan UUD45, yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia (hankam); memajukan
kesejahteraan umum (kesejahteraan dan ekonomi); mencerdaskan
kehidupan bangsa (pelayanan); dan turut serta menjaga ketertiban
dunia), serta meningkatkan daya saing, serta kemandirian dalam
memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan
internasional.
Dalam rumusan yang lebih konkret, maka pembangunan
iptek diharapkan mampu:
1. Berperan penting dalam membangun kemandirian bangsa guna
menciptakan sistem pertahanan keamanan nasional yang
kokoh, yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi
guna meningkatkan daya saing ekonomi nasional, dalam rangka
mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan, serta
memajukan kesejahteraan umum.
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
43
3. Mempercepat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,
tercapainya kemajuan bangsa dan kesejahteraan kehidupan
rakyat, melalui pelayanan teknologi bagi publik.
4. Memberikan solusi bagi terciptanya pembangunan
berkelanjutan dalam rangka turut berpartisipasi menangani
masalah lingkungan global seperti: pemanasan global,
perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup.
3.1.2. Strategi Kebijakan Nasional
Untuk menjalankan 11 prioritas nasional dan prioritas
terpilih dari KIB II, maka strategi yang dipilih adalah:
[1] Sinergi kebijakan lintas sektoral (perubahan dan keberlanjutan,
menghilangkan hambatan, percepatan dan peningkatan)
[2] Kemitraan antara pemerintah dan swasta
[3] Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator
[4] Menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan
[5] Memperkuat rantai nilai perekonomian
[6] Meningkatkan akses pendidikan
[7] Meningkatkan kesehatan masyarakat.
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Riset dan
Teknologi
3.2.1. Arah Kebijakan.
Urgensi untuk pembangunan Sistem Nasional Iptek tidak
dapat lagi ditampik, karena hanya ada satu pilihan untuk
menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju, yakni
meningkatkan kemampuan, penguasaan dan kemandirian iptek
nasional. Iptek yang dimaksud adalah iptek yang tepat bagi solusi
permasalahan nasional di segala bidang.
Seperti disebutkan sebelumnya, kontribusi teknologi yang
nyata terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan
memajukan peradaban akan terwujud apabila terbangun sebuah
sistem yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang mampu
menyediakan iklim yang mendorong inovasi di tanah air yang
dikenal sebagai sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas). Karena
itulah arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi
adalah menumbuhkembangkan motivasi, memberikan
stimulasi dan fasilitasi, serta menciptakan iklim yang
kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2)
14/Dok-BP/III/2013
44
Teknologi melalui: [1] Kelembagaan iptek yang efektif, [2]
Sumberdaya iptek yang kuat, [3] Jaringan antar-kelembagaan iptek
yang saling memperkuat (mutualistik), [4] Relevansi dan
produktivitas iptek yang tinggi, dan [5] Pendayagunaan iptek yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sistem Inovasi Nasional adalah jaringan antar institusi publik
dan swasta dalam suatu wilayah nasional (SINas) dan daerah
(SIDa) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan
memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan
sehingga menghasilkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh
masyarakat. Para aktor utama yang menggerakkan Sistem Inovasi
Nasional adalah perguruan tinggi, industri, dan lembaga litbang;
sedangkan aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional dan
daerah), lembaga pembiayaan (pendanaan ventura), konsumen
(end user), lembaga intermediasi, lembaga paten dan sertifikasi,
lembaga diklat dan lain-lain.
Ada berbagai komponen yang berinteraksi membentuk SINas
diantaranya adalah wirausaha (entrepreneur), penemu (inventor)
dan peneliti. Entrepreneur berkontribusi dalam menarik investor
(domestik dan internasional) dengan skema pendanaan alternatif
selain perbankan (venture capital). Inventor dan peneliti terkait
dengan sistem inovasi yang lebih luas (global, regional dan
nasional). Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang
membangun efektivitas bekerjanya SINas, yaitu:
1. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM
berkualitas,
2. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif
bagi industri berbasis ilmu pengetahuan, serta
3. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas).
Dari hasil Rakornas Ristek 2008, disepakati bahwa kerangka
kebijakan inovasi nasional terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan
inovasi pokok, yaitu:
a. Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif
bagi perkembangan inovasi dan bisnis: misalnya penataan
insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi;
penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan
berisiko (risk capital, seperti modal ventura); penataan
kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan
standar atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01

More Related Content

What's hot

Pedoman Teknis SL-PTT 2013
Pedoman Teknis SL-PTT 2013Pedoman Teknis SL-PTT 2013
Pedoman Teknis SL-PTT 2013
Oki
 
01. penjelasan umum 17 09-2007
01. penjelasan umum 17 09-200701. penjelasan umum 17 09-2007
01. penjelasan umum 17 09-2007
bintang purba
 
2. modul keuangan lanjutan i
2. modul keuangan lanjutan i2. modul keuangan lanjutan i
2. modul keuangan lanjutan iGrace Kerry
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
EKPD
 
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
joihot
 
RPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku IRPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku I
Dadang Solihin
 
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
RitaSyakira
 
Buku daftar informasi publik sumsel 2021
Buku daftar informasi publik sumsel 2021Buku daftar informasi publik sumsel 2021
Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Ditjen P2P
 
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
Oswar Mungkasa
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
EKPD
 
Juklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi PendidikanJuklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi Pendidikan
achillewz
 
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
Guss No
 

What's hot (17)

Renstra revisi bb pengkajian 2015 2019
Renstra revisi bb pengkajian 2015 2019Renstra revisi bb pengkajian 2015 2019
Renstra revisi bb pengkajian 2015 2019
 
Pedoman Teknis SL-PTT 2013
Pedoman Teknis SL-PTT 2013Pedoman Teknis SL-PTT 2013
Pedoman Teknis SL-PTT 2013
 
01. penjelasan umum 17 09-2007
01. penjelasan umum 17 09-200701. penjelasan umum 17 09-2007
01. penjelasan umum 17 09-2007
 
2. modul keuangan lanjutan i
2. modul keuangan lanjutan i2. modul keuangan lanjutan i
2. modul keuangan lanjutan i
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi GorontaloLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Gorontalo
 
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
Dokumen RTRW Kota Bandung Tahun 2011 - 2031
 
Data surat masuk tahun 2019
Data surat masuk tahun 2019Data surat masuk tahun 2019
Data surat masuk tahun 2019
 
Data surat masuk tahun 2020
Data surat masuk tahun 2020Data surat masuk tahun 2020
Data surat masuk tahun 2020
 
Buku i final
Buku i finalBuku i final
Buku i final
 
RPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku IRPJMN II (2010-2014) Buku I
RPJMN II (2010-2014) Buku I
 
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
Panduan tugas proktor pengawas utama dikdas (1)
 
Buku daftar informasi publik sumsel 2021
Buku daftar informasi publik sumsel 2021Buku daftar informasi publik sumsel 2021
Buku daftar informasi publik sumsel 2021
 
Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013
 
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2010-2014 bida...
 
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera UtaraLaporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
Laporan Awal EKPD 2011 Provinsi Sumatera Utara
 
Juklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi PendidikanJuklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi Pendidikan
 
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
Juknis DAK Tahun 2013 (SD-SMP) - Permendikbud No 12 Tahun 2013
 

Viewers also liked

Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
01112015
 
Pola Penanganan Sampah Domestik
Pola Penanganan Sampah DomestikPola Penanganan Sampah Domestik
Pola Penanganan Sampah Domestik
infosanitasi
 
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran SanitasiSinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
infosanitasi
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
infosanitasi
 
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
Joy Irman
 
Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah PermukimanPola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
infosanitasi
 

Viewers also liked (6)

Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
Paparan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam ...
 
Pola Penanganan Sampah Domestik
Pola Penanganan Sampah DomestikPola Penanganan Sampah Domestik
Pola Penanganan Sampah Domestik
 
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran SanitasiSinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
Sinkronisasi Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Sanitasi
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
 
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
Pembangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Skala Komunal, > 50 KK)
 
Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah PermukimanPola Penanganan Air Limbah Permukiman
Pola Penanganan Air Limbah Permukiman
 

Similar to 26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01

26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
firmanfds
 
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
firmanfds
 
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
teknopemuda
 
Penguatan Sistem Inovasi Daerah
Penguatan Sistem Inovasi DaerahPenguatan Sistem Inovasi Daerah
Penguatan Sistem Inovasi Daerah
Muh Saleh
 
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdfMateri Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
ArisIrawan6
 
APP BPKP 2023.pdf
APP BPKP 2023.pdfAPP BPKP 2023.pdf
APP BPKP 2023.pdf
herywijanarko1
 
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
 
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalKp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalYanggi Herdiana
 
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
ilusiDigulSelatan
 
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdfBuku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
FahmiDzikrullah
 
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
Yuni
 
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
siemenshd
 
Panduan ppttg-2018
Panduan ppttg-2018Panduan ppttg-2018
Panduan ppttg-2018
ROPIUDIN ROPIUDIN
 
Renja kemenperin 2018 versi buku
Renja kemenperin 2018   versi bukuRenja kemenperin 2018   versi buku
Renja kemenperin 2018 versi buku
budiyantoSilaban
 
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdfAbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
FredrikhendrikThome
 
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
Agaton Kenshanahan
 
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Joy Irman
 

Similar to 26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01 (20)

26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
 
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01.pdf
 
Rencana strategis mendikbud 2014
Rencana strategis mendikbud 2014Rencana strategis mendikbud 2014
Rencana strategis mendikbud 2014
 
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
PEDOMAN TECHNOPRENEURSHIP PEMUDA 2013
 
Penguatan Sistem Inovasi Daerah
Penguatan Sistem Inovasi DaerahPenguatan Sistem Inovasi Daerah
Penguatan Sistem Inovasi Daerah
 
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdfMateri Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
Materi Deputi RID-Paparan Per BRIN No 5 Tahun 2023 14 Juni 2023-1.pdf
 
APP BPKP 2023.pdf
APP BPKP 2023.pdfAPP BPKP 2023.pdf
APP BPKP 2023.pdf
 
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
Buku Pedoman Beasiswa Pascasarjana 2011
 
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasionalKp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
Kp 414-tahun-2013-ttg-rencana-induk-pelabuhan-nasional
 
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
 
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdfBuku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
Buku-Panduan-Pendaftaran-BPI-Bergelar-Tahun-2023-Rev-1.8_edNK_REV-3.pdf
 
RENSTRA KEMENTRIAN PU
RENSTRA KEMENTRIAN PURENSTRA KEMENTRIAN PU
RENSTRA KEMENTRIAN PU
 
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
Se 11 2019 SURAT EDARAN MENTERI PUPR NOMOR: 11/SE/M/2019 TENTANG PETUNJUK TEK...
 
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
02. 07032024 Mekanisme Clearance Anggaran TIK (Bali).pptx
 
Panduan ppttg-2018
Panduan ppttg-2018Panduan ppttg-2018
Panduan ppttg-2018
 
Renja kemenperin 2018 versi buku
Renja kemenperin 2018   versi bukuRenja kemenperin 2018   versi buku
Renja kemenperin 2018 versi buku
 
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdfAbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
AbhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhiiiiubhhakaLAP.pdf
 
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
Salinan Perpres Nomor 73 Tahun 2019
 
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014
 
Panduan diseminasi-2018
Panduan diseminasi-2018Panduan diseminasi-2018
Panduan diseminasi-2018
 

More from firmanfds

Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologiesHistoric and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
firmanfds
 
Aad1920.full
Aad1920.fullAad1920.full
Aad1920.full
firmanfds
 
Intech hybrid solar-vehicles
Intech hybrid solar-vehiclesIntech hybrid solar-vehicles
Intech hybrid solar-vehicles
firmanfds
 
35381
3538135381
35381
firmanfds
 
Hidrokarbion
HidrokarbionHidrokarbion
Hidrokarbion
firmanfds
 
Emas
EmasEmas
Emas
firmanfds
 
Mining Engineering
Mining Engineering Mining Engineering
Mining Engineering
firmanfds
 
Blog
BlogBlog
Blog
firmanfds
 
Tri
TriTri
Doc2 140130005556-phpapp02
Doc2 140130005556-phpapp02Doc2 140130005556-phpapp02
Doc2 140130005556-phpapp02
firmanfds
 

More from firmanfds (10)

Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologiesHistoric and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
Historic and recent progress in solar chimney power plant enhancing technologies
 
Aad1920.full
Aad1920.fullAad1920.full
Aad1920.full
 
Intech hybrid solar-vehicles
Intech hybrid solar-vehiclesIntech hybrid solar-vehicles
Intech hybrid solar-vehicles
 
35381
3538135381
35381
 
Hidrokarbion
HidrokarbionHidrokarbion
Hidrokarbion
 
Emas
EmasEmas
Emas
 
Mining Engineering
Mining Engineering Mining Engineering
Mining Engineering
 
Blog
BlogBlog
Blog
 
Tri
TriTri
Tri
 
Doc2 140130005556-phpapp02
Doc2 140130005556-phpapp02Doc2 140130005556-phpapp02
Doc2 140130005556-phpapp02
 

Recently uploaded

RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
muhammadiswahyudi12
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Tsabitpattipeilohy
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
jayakartalumajang1
 
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.pptMatematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
AzrilAld
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
delphijean1
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
rhamset
 
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptxPembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
muhhaekalsn
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
HADIANNAS
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
indahrosantiTeknikSi
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
AnandhaAdkhaM1
 

Recently uploaded (10)

RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
 
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.pptMatematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
Matematika diskrit: metode pohon/trees.ppt
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
 
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptxPembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS.pptx
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
 

26mkpiii2013salinanperubahanrenstrakrt2010 2014-140130004953-phpapp01

  • 1. RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2010 – 2014 (REVISI KE-2) KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI JL. MH. Thamrin 8 Jakarta
  • 2. ii KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 /M/Kp/III/2013 TENTANG PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan ekonomi yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025 dan penguatan Sistem Inovasi Daerah serta menindaklanjuti hasil evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2011 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4402); 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014; 5. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan SALINAN
  • 3. iii Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025; 6. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 tentang Penunjukan Pejabat Menteri; 7. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 8. Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 03/M/PER/VI/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset dan Teknologi; 9. Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 243b/M/Kp/IX/2011 tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014; MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI TENTANG PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2010-2014. PERTAMA : Menetapkan Perubahan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010- 2014, yang selanjutnya disebut Renstra Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010- 2014 sebagaimana terdapat dalam Lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. KEDUA : Renstra Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014 merupakan panduan dalam melaksanakan penyusunan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Kementerian Riset dan Teknologi. KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 243b/M/Kp/IX/2011 tentang Perubahan Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 2013 MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, TTD. GUSTI MUHAMMAD HATTA Salinan yang sah sesuai dengan aslinya Kementerian Riset dan Teknologi Kepala Biro Hukum dan Humas, TTD. Dadit Herdikiagung
  • 4. iv KATA PENGANTAR Peranan iptek dalam pembangunan bangsa disadari semakin penting. Hal ini juga sudah dirasakan oleh pemerintah dengan menekankan pentingnya peningkatan kemampuan iptek dalam kerangka penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2010-2014. Dalam periode 2010 – 2014, salah satu tantangan yang paling besar adalah bagaimana membangun SINas yang mengintegrasikan unsur-unsur SINas melalui satu simpul tujuan bersama, yakni menyejahterakan rakyat Indonesia. Program dan kegiatan perlu disinkronisasikan antar-kelembagaan SINas guna meningkatkan efektivitas dalam mencapai tujuan bersama tersebut dan meningkatkan efisiensinya dalam mengelola sumberdaya yang semakin terbatas. Keberhasilan dalam membangun SINas akan terlihat dari kelancaran aliran teknologi dari pengembang ke pengguna dan aliran informasi antara semua pelaku yang terlibat, baik sebagai aktor utama maupun pihak-pihak pendukung SINas. Oleh karena itu, diperlukan langkah dalam membangun SINas agar kontribusi teknologi terhadap pembangunan nasional meningkat melalui: 1. Sinkronisasi antara teknologi yang dikembangkan dengan permasalahan yang dihadapi industri dan kebutuhan nyata masyarakat dan negara; 2. Rangsangan untuk tumbuh-kembang industri produsen barang dan/atau jasa yang berbasis teknologi nasional dan sesuai dengan permintaan pasar domestik; 3. Vitalisasi lembaga intermediasi untuk percepatan proses adopsi teknologi nasional oleh industri dalam negeri dan sebaliknya juga arus informasi kebutuhan teknologi kepada pihak pengembang teknologi; dan 4. Dukungan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk memfasilitasi, menstimulasi, dan mengakselerasi interaksi antar-aktor SINas dan hubungan dengan kelembagaan pendukung lainnya. Keempat langkah ini terkait satu sama lain. Oleh sebab itu, seluruh upaya tersebut harus dilaksanakan secara interaktif dan sinambung. Keberhasilan membangun SINas hanya dapat dicapai jika semua langkah ini dapat dieksekusi dengan baik. Demikian pula, kebijakan bidang fokus masih tetap relevan untuk periode lima tahun ke depan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat adalah pangan, energi, infrastruktur (transportasi, informasi dan komunikasi), dan kesehatan; sedangkan untuk menjaga stabilitas keamanan nasional diperlukan dukungan bidang fokus pertahanan dan keamanan. Memperhatikan adanya perubahan lingkungan strategis selama 2 tahun Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, terutama dengan adanya kebijakan pembangunan ekonomi yang dituangkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Tahun 2011-2025 dan menindaklanjuti rekomendasi hasil evaluasi Lakip 2011 oleh Kementerian PAN & RB maka dirasa perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap Rencana Strategis Kementerian Ristek tahun 2010-2014 dengan menggunakan pendekatan Balance Score Card. Menteri Negara Riset dan Teknologi TTD. Gusti Muhammad Hatta
  • 5. v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................... i KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR 26/M/KP/III/2013 TENTANG PERUBAHAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2010-2014 ............................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................. iv DAFTAR ISI ....................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN............................................. 1 1.1. KONDISI UMUM.................................................. 2 1.2. LINGKUNGAN STRATEGIS……........…………………………. 7 1.3. POTENSI DAN PERMASALAHAN................................... 13 BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ............... 29 2.1. VISI..................................................... 29 2.2. MISI .........……........…………………………… 30 2.3. TUJUAN................................................ 31 2.4. 2.5. SASARAN ............................................. TAHAPAN SISTEM INOVASI NASIONAL… 31 31 BAB IV. PENUTUP ...................................................... 54 LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB III. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI ................. 34 3.1. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL .......................................... 34 3.2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI …………….......…………........................... 43
  • 6. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 1 BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional yang dicitakan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) diwarnai dengan semangat manajemen nasional dengan tag-line:”change and continuity, debottlenecking, acceleration and enhancement, unity-together we can”. Semangat mengusung perubahan dan berkelanjutan, memperlancar seluruh saluran komunikasi dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Percepatan dan pemacuan menganut prinsip bahwa jika dilakukan secara bersama, tentunya kita bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semangat ini mencerminkan dinamika, keharmonisan, kecepatan, dan kebersamaan dalam manajemen pemerintahan untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Suatu deklarasi itikad luhur untuk melancarkan jalan bagi keamanan, keadilan, demokrasi dan kesejahteraan, dimana dicitakan pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang dikelola melalui penguasaan Iptek yang memadai. Sesuai dengan semangat di atas, perubahan keempat UUD 1945 Pasal 31(5), mengamanatkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai “engine of tomorrow” mempunyai peran penting bagi pencapaian kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan iptek hanya akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, jika produk yang dihasilkan bisa didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau dapat menjadi solusi bagi permasalahan nyata yang dihadapi pemerintah maupun masyarakat. Keberhasilan pembangunan Iptek yang telah dicapai pada periode 2004-2009 merupakan langkah awal bagi keberhasilan yang lebih besar dan menyeluruh yang diharapkan akan tercapai pada periode 2010-2014. Untuk itu perlu digali dan dilakukan pendekatan serta strategi lanjutan dalam rangka mewujudkannya. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) ini diturunkan dari RPJP, RPJMN, Visi, Misi, Agenda dan 11 program
  • 7. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 2 Prioritas Nasional KIB II, dan Kontrak Kinerja Menristek. Program Kementerian Riset dan Teknologi disusun untuk menjamin kontinuitas dan konsistensi program pembangunan iptek, sekaligus menyelesaikan masalah dan kendala yang belum sepenuhnya tertangani pada periode 2004-2009 serta mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang diperkirakan akan timbul pada lima tahun kedepan. Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk meningkatkan peran dan kemampuan Kementerian dalam mendorong dan menghela pembangunan iptek nasional yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Ini dapat dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang memungkinkan terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang tidak hanya dapat memperkuat proses pengembangan iptek, tetapi juga dapat menjembatani dan mengarahkan agar hasil-hasil pengembangan iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. Karena itulah program pembangunan iptek ke depan diarahkan untuk mewujudkan sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi program serta menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk merealisasikannya. Program disusun berlandaskan visi dan misi yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa mendatang. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 bersifat mengikat ke dalam internal KRT dalam aspek perumusan kebijakan nasional tentang litbang iptek, koordinasi pelaksanaan kebijakan dan sinkronisasi program, termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi yang akan disampaikan kepada Presiden sesuai dengan tupoksinya. 1.1. Kondisi Umum Dengan kekayaan alam yang melimpah dan potensi SDM yang besar, disertai penguasaan iptek yang maju, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa adi kuasa di dunia sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah. Secara umum cara pandang kita terhadap penguasaan iptek masih bersifat parsial, dengan mengesampingkan upaya yang sistematis untuk menjadikan iptek benar-benar sebagai mesin bagi pembangunan nasional. Karenanya sangat dibutuhkan upaya nasional yang melibatkan seluruh stake-holder iptek untuk
  • 8. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 3 mencapai tingkat penguasaan iptek yang dapat memberikan nilai tambah tinggi bagi proses perekonomian dan mencegah terjadinya disintegrasi peran iptek dari proses pembangunan nasional. Sebagai indikasi akan produktivitas di bidang iptek, jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional hasil karya ilmuwan Indonesia selama tahun 2005-2008 yang tercatat dalam Scopus (2009) adalah sebanyak 6.553 paper. Bidang ilmu yang dominan dalam publikasi ilmiah di jurnal internasional hasil karya ilmuwan Indonesia adalah clinical medicine dan plant and animal sciences. Sementara itu, paten yang didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia dalam kurun waktu tahun 1991 – 2008, hanya 4.14% yang berasal dari dalam negeri dan sisanya merupakan usulan paten asing. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan pasar yang besar bagi teknologi asing. Ironisnya jumlah ilmuwan doktor terbanyak berada di lembaga penelitian pemerintah terutama yang berkaitan dengan bidang teknik non-pertanian, dan hanya sebagian kecil saja yang berlatar belakang bidang pertanian dan kedokteran1. Dari data ini paling tidak bisa diajukan dua tesis penting: pertama, bahwa kemajuan iptek hanya bisa dicapai apabila 1 Data LIPI tahun 2004 pengembangan iptek dilakukan sejalan dengan pemecahan masalah riil secara langsung (demand-driven). Kedua, bahwa ilmuwan yang terkonsentrasi di lembaga pemerintah non- Kementerian (LPNK) belum terlibat secara nyata dalam aktifitas penerapan Iptek untuk pembangunan nasional. Keterkaitan technology-supply and demand menjadi hal yang penting dalam upaya pengembangan teknologi. Bisa dipahami kenapa bidang pertanian dan kedokteran termasuk bidang yang paling maju kontribusi ilmiahnya dibanding dengan bidang lain manapun di Indonesia, karena kedua bidang ini secara langsung berkaitan dengan permasalahan riil masyarakat, dengan kata lain karena keterkaitan yang baik antara sisi pemasok dan pengguna Iptek. Di bidang lain, terutama teknik dan rekayasa, permasalahannya bukan terletak pada sisi supply. Tetapi lebih pada sisi demand serta upaya 'menjembatani' kedua sisi itu yang tidak optimal, sehingga keterkaitan yang erat antara keduanya tidak terbangun. Kebutuhan akan teknologi bagi dunia industri, yang masih terkonsentrasi pada low-tech dan medium-tech, sangat besar dan terus membesar. Hanya saja kebutuhan itu selama ini hanya bisa dipenuhi dari produk impor.
  • 9. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 4 Upaya menjembatani sisi supply dan demand dilakukan dalam sebuah sistem yang dikenal dengan Sistem Inovasi, yaitu sebuah jaringan rantai pemasok teknologi (technology supply chain) yang mengaitkan antara institusi pemasok teknologi dan pengguna teknologi, yang pada tataran nasional disebut Sistem Inovasi Nasional (SINas) dan pada tataran daerah disebut Sistem Inovasi Daerah (SIDA). Melalui Sistem Inovasi Nasional dan Sistem Inovasi Daerah diharapkan dapat terjadi interaksi yang koheren dalam kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya, sehingga menumbuhkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Keberhasilan membuat jembatan yang menghubungkan sisi demand dan supply teknologi antara industri serta lembaga pengguna iptek dengan lembaga litbang iptek menjadi kunci penting bagi kemajuan iptek nasional. Peningkatan kebutuhan akan litbang terapan pada industri identik dengan peningkatan demand akan teknologi kepada litbang pemerintah maupun perguruan tinggi sebagai produsen teknologi. Karenanya kebijakan insentif bagi industri untuk melakukan litbang sebagaimana diterapkan di negara-negara maju menjadi sangat penting. Beberapa kebijakan pemerintah terbaru seperti pemberian insentif fiskal bagi perusahaan yang melakukan litbang terapan berbasis Iptek (PP 35/2007) dan adanya larangan ekspor bahan tambang yang tidak diolah (UU No.4/2009) adalah salah satu langkah untuk mendorong proses pertambahan nilai bagi industri yang merupakan motor penggerak demand teknologi. Kita menyadari bahwa kemampuan iptek, terutama dalam percaturan global, masih lemah. Misalnya, dilihat dari belanja litbang, pengeluaran Indonesia sangatlah kecil. Belanja litbang per PDB Indonesia masih di bawah 0.1%, ini jauh dari rata-rata negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) yang sudah diatas 2%. Negara Asia seperti Jepang dan Korea sudah mengalokasikan anggaran di atas 3%, sementara China sekitar 1.5%. Bahkan jika dibanding dengan negara ASEAN pun, belanja litbang Indonesia masih jauh lebih rendah, di mana Singapore sudah mencapai di atas 2% dan Malaysia sekitar 0.5%. Sumber pembiayaan belanja litbang Indonesia sebagian besar (>70%) masih berasal dari anggaran pemerintah dan pelaksana litbang pun hampir seluruhnya merupakan institusi pemerintah. Ini berbeda dengan negara-negara maju pada umumnya, dimana belanja litbang sebagian besar bersumber dari dunia usaha/industri dan pelaksana litbang juga banyak dari dunia usaha. Dari kondisi ini
  • 10. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 5 dapatlah dimengerti bahwa aktivitas litbang di Indonesia masih didominasi oleh sektor pemerintah, akibatnya belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan perekonomian nasional. Intensitas sumberdaya manusia iptek Indonesia juga masih jauh lebih rendah dibanding dengan negara–negara Asia lain. Jumlah personil litbang Indonesia baru mencapai 1 per 10.000 penduduk. Angka ini jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang mencapai sekitar 6 per 10.000 penduduk, sementara Singapura sudah mencapai hampir 70 per 10.000 penduduk.2 Meskipun kondisi sumberdaya iptek yang masih terbatas, beberapa usaha dan capaian di bidang pengembangan iptek telah dihasilkan melalui 4 (empat) program di dalam 6 (enam) bidang fokus pembangunan iptek selama kurun waktu 2004-2009. Di bidang pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berhasil mengembangkan dan melepas beberapa varietas unggul padi hibrida, varietas unggul jagung dan kedelai. Untuk mendukung diversifikasi pangan, telah pula dikumpulkan cadangan plasma nutfah untuk talas, ubi kayu, dan telah 2 IMD 2009 dikembangkan bibit unggul hasil rekayasa genetika pisang, kedelai, kacang hijau, manggis, nenas, dan pepaya. Telah dikembangkan juga teknik-teknik pemuliaan ternak untuk mendapatkan varietas sapi unggul dan vaksin untuk ternak untuk mencegah penyakit cacing hati, serta Kit Radioimmunoassay (RIA) untuk membantu keberhasilan proses inseminasi buatan, dan berbagai suplemen pakan ternak multi nutrisi. Dalam rangka mengembangkan energi baru dan terbarukan, atas koordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berhasil dikembangkan teknologi rancang bangun biofuel, PLTB 25 kW, PLTU mulut-tambang, eksplorasi migas lepas pantai, dan survey laut untuk eksplorasi-mineral, serta pemanfaatan bijih besi lokal utuk bahan baku industri baja. Di samping itu di BPPT telah dikembangkan pula pemanfaatan fuel grade ethanol sebagai bahan bakar di sektor transportasi, dan saat ini telah dilakukan sertifikasi produk-produk Fuel Grade Ethanol (FGE) serta Gasohol E-10 dan Gasohol E-20. Selanjutnya telah dikembangkan pula teknologi pengolahan minyak nabati berbasis biji jarak untuk subtitusi BBM termasuk alat press biji jarak yang mudah diterapkan.
  • 11. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 6 Di bidang transportasi, di BPPT juga telah dikembangkan teknologi Boogie kereta duorail dan monorail pada kecepatan medium dan tinggi, teknologi persinyalan dan sistem peringatan otomatis penutup pintu perlintasan kereta api, Rail Fastening untuk memperkuat dudukan rel pada bantalan kayu. Juga telah berhasil dikembangkan Kapal Bersayap dengan Efek Permukaan (Wing-in- Surface Effect Ship – WISE). Di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil dikembangkan aplikasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang siap dimanfaatkan untuk kebutuhan administrasi. Saat ini aplikasi berbasis open source tengah dikembangkan untuk keperluan- keperluan penelitian seperti pengolah sintesis DNA, simulasi protein, dan sebagainya. Selain itu, telah berhasil dikembangkan rangkaian penerima ’Chip Wimax’, suatu sistem komunikasi generasi modern dengan frekuensi 2.3 GHz dan 3.3 Ghz, serta sistem Technical Assistance Pengembangan E-Government, paket aplikasi SIMDA. Sementara itu, dalam bidang teknologi pertahanan dan keamanan atas koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi dan kerjasama BPPT-PT. PINDAD telah berhasil dikembangkan Panser 6x6 yang dapat mengangkut sampai 13 personil tempur dan Panser 4x4 untuk mengangkut 12 personil, disain dan contoh awal senjata berpeluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi gas air mata kaliber 38 mm dan geranat gas air mata untuk pengendalian kerusuhan massa, alat komunikasi yang dinamakan Alkom (Alat Komunikasi) Tactical Radio HF Spread Spectrum Frequency Hopping yang berbasis teknologi digital hopping, digital voice dan pengacakan suara (voice encryption), radio jammer untuk mengganggu sistim komunikasi musuh dan sekaligus dapat digunakan untuk mengetahui posisi (lokasi) musuh, transponder sasaran torpedo latih yang dapat mendeteksi dan menelusuri kapal selam di sekitar Kapal Atas Air; pesawat udara tanpa awak (PUNA), Blast Effect Bomb (BEB) yang merupakan bom latih yang memberikan efek suara ledakan keras seperti bom tajam. Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), BAKOSURTANAL telah melakukan demarkasi dan deliniasi di wilayah perbatasan antara RI-Malaysia, RI-Papua Nuginia (PNG) dan RI-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) serta menyusun peta batas wilayah NKRI. Hasil yang baik juga terlihat dalam bidang kesehatan dan obat. Di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) terutama telah dikuasai perangkat teknologi nuklir untuk penanggulangan penyakit
  • 12. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 7 kanker dan infeksi bakteri. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah dikembangkan protein human EPO yang saat ini akan memasuki uji klinis, interferon I-2a yang sering digunakan sebagai anti viral dan anti kanker, produk herbal menjadi bahan baku obat kardiovaskuler, hepatitis, diabetes, anti trombosit, anti malaria (artemisinin dan analognya), anti oksidan, anti kanker, anti kolesterol, dan anti tuberkulosis. Di samping itu Indonesia telah membangun kemampuan untuk mengembangkan Vaksin Flu Burung sendiri. 1.2. Lingkungan Strategis Dinamika perubahan lingkungan strategis khususnya lingkungan global adalah proses yang tidak dapat dihindari oleh bangsa Indonesia yang merupakan bagian dari tata kehidupan global, karena globalisasi adalah fenomena sejagad yang sudah kita masuki, dan tidak dapat kita tarik kembali. Secara eksternal faktual Indonesia merupakan bagian dari tata kehidupan global. Indonesia tidak dapat lepas dan mengisolasi diri sebagai sistem tertutup terhadap globalisasi. Bangsa Indonesia sudah memasuki dan terbuka terhadap arus global. Perkembangan Iptek telah membawa revolusi 3T yaitu perubahan radikal dalam transportasi, telekomunikasi, dan tourisme yang mengabaikan batas wilayah negara. Arus barang, jasa, orang, informasi, dan investasi semakin cepat dan mengakibatkan perubahan yang sangat cepat terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Berkembangnya teknologi informasi mengakibatkan hampir tidak ada hambatan bagi penduduk dunia untuk melakukan interaksi satu dengan lainnya, arus informasi baik positif maupun negatif begitu cepat sampai kepada rakyat Indonesia. Revolusi transportasi dan telekomunikasi telah mengakibatkan mobilitas penduduk dunia yang tidak lagi mengenal batas wilayah yang berdampak pada adanya masalah-masalah pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Arus globalisasi memberikan dampak baik positif maupun negatif yang berakibat adanya transformasi baik di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Bila dicermati keterkaitan antara kejadian di lingkup global dengan kejadian di lingkup regional maupun nasional, demikian pula dengan hubungan antara negara-negara yang terletak dalam satu kawasan maupun antar kawasan, baik secara langsung
  • 13. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 8 maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap proses yang terjadi di suatu negara. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan pembangunan iptek nasional, perubahan lingkungan strategis menjadi sangat penting, karena akan menentukan pilihan strategi dan upaya-upaya yang diambil. Mengikuti perkembangan iptek, khususnya teknologi informasi, arus globalisasi menimbulkan peningkatan arus barang, jasa dan orang, termasuk iptek, yang masuk dan keluar dari wilayah kita. Proses globalisasi, yang ditandai dengan meningkatnya saling ketergantungan yang berlangsung begitu cepat di antara negara- negara, selain membawa peluang juga mengandung tantangan. Berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta peningkatan arus perdagangan dan keuangan internasional, berbagai negara, perusahaan dan lembaga baik di pusat maupun di daerah, khususnya yang memiliki kemampuan dan sarana penunjang, dapat memperluas jangkauan pengaruh pasarnya hingga menjangkau bagian lain dunia dengan cara yang jauh lebih ekonomis dan singkat. Berkaitan dengan pembangunan iptek nasional, UNDP dalam Human Development Report (2001) memperkenalkan konsep global technology hub atas inovasi teknologi, yang didefinisikan sebagai lokasi yang paling aktif di dalam era digital dalam pengembangan inovasi teknologi. Berdasarkan survei oleh UNDP tahun 2000 terhadap pemerintah lokal, industri dan media, lokasi inovasi diranking dari 1 - 4 untuk 4 bidang besar: a. Kemampuan lembaga riset dan universitas untuk melatih pekerja ahli atau mengembangkan teknologi. b. Keberadaan perusahaan yang mapan atau perusahaan multinasional dalam menumbuhkan keahlian dan stabilitas ekonomi. c. Populasi para enterpreneur untuk bergerak memulai perusahaan ventura baru. d. Kemampuan modal ventura untuk menjamin, bahwa ide-ide teknologi baru dapat masuk ke pasar. Dari survei tersebut dideteksi 46 teknologi hub di seluruh dunia. Dari 10 besar (nilai di atas 13) pertama 5 hub (pusat inovasi) berada di AS (Silicon Valley, Boston, Raleigh-Durham- Chapel Hill, Austin, San Fransisco). Nilai sempurna (nilai 16) dimiliki oleh Silicon Valley, AS. Benua terbanyak memiliki hub adalah
  • 14. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 9 Amerika (16), menyusul Eropa (15) dan Asia (11). Hal-hal yang menarik adalah data berdasarkan benua, ternyata Kuala Lumpur (Malaysia) dan Singapura termasuk 2 dari 10 hub di Asia. El Ghazala, Tunisia juga termasuk salah satu dari hub global ini. Perkembangan global penting di negara-negara yang berpengaruh dalam bidang iptek yang berhubungan dengan Indonesia perlu diungkap. Salah satunya adalah China. Perkembangan China dalam menyerap investasi berbagai negara besar sangat mengagumkan. Pembangunan infrastruktur ekonomi, SDM yang berlimpah dan murah, iklim investasi yang ramah membuat China menjadi salah satu negara yang sangat efisien bagi industri manufaktur. Produk-produk industri China membanjiri pasar global termasuk Indonesia, dengan harga yang relatif murah. Kemajuan iptek China juga tumbuh dengan sangat luar biasa. Tiga lokasi global hub inovasi teknologi dimiliki China yakni Taipei, Hsinchu dan Hong Kong. Taipei menempati peringkat 10 di atas Bangalore dan satu tingkat di bawah San Fransisco. Indonesia memiliki hubungan dengan Taiwan sebatas hubungan ekonomi, perdagangan, investasi dan sosial budaya sesuai dengan kesepakatan ketika pemulihan hubungan diplomatik 1990. Taiwan adalah partner dagang dan investor yang cukup signifikan kontribusinya terhadap pembangunan Indonesia, termasuk wisatawannya. Taiwan juga memiliki kemampuan high-tech yang diperlukan oleh Indonesia dalam kerangka transfer teknologi. Pengaruh global lain adalah Jepang yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Hingga tahun 2005, volume perdagangan kedua negara mencapai US$25 milyar (ekspor US$ 18 milyar, impor US$ 7 milyar dengan surplus US$ 11 milyar). Masuknya bantuan pemerintah Jepang diikuti oleh masuknya investasi dari kalangan swastanya. Sampai sebelum kemunculan China selaku sasaran investasi Jepang, Indonesia masih merupakan tujuan utama investasi Jepang di Asia. Sejak 1967 hingga 2005, investasi Jepang terkonsentrasi di sektor manufaktur non-migas, sehingga memberikan manfaat langsung bagi Indonesia, karena meski padat modal, namun bersifat padat karya dengan teknologi bervariasi mulai dari menengah sampai teknologi tinggi (alas kaki, tekstil, pakaian jadi, kulkas, radio/tape recorder, vcd/dvd player, microwave, televisi, sepeda motor, mobil, dll). Sementara investasi negara maju lain kebanyakan terkonsentrasi hanya di sektor migas, yang padat modal dan teknologi tinggi, namun tidak padat karya.
  • 15. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 10 India sangat mendorong pengembangan industri jasa dan informasi teknologi yang terpusat di Bangalore. Dengan kemampuan outsourcing dan pemrosesan data yang dimiliki, Bangalore bahkan disebut-sebut sebagai Silicon Valley kedua. Sumber daya manusia bidang teknologi informasi yang melimpah di India membuat Bangalore menempati posisi 11 dari peringkat global hub inovasi Iptek yang disusun UNDP (2001). Secara khusus, bidang-bidang kerjasama antara Indonesia dan India meliputi kerjasama politik dalam bentuk dukungan di berbagai bidang, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sains dan teknologi dalam bentuk kerjasama teknologi ruang angkasa, tenologi nuklir, satelit, bioteknologi, kerjasama teknik lainnya dalam bentuk beasiswa, pendidikan dan pelatihan di berbagai bidang. Seluruh kerjasama ini dibicarakan dan disepakati dalam wadah Forum Konsultasi Bilateral dan Komisi Bersama antara Indonesia dan India yang telah dimulai sejak tahun 2003. Kerjasama yang perlu ditingkatkan adalah pada bidang-bidang strategis (seperti pertahanan keamanan, energi, ekonomi, Iptek dan pendidikan) dan tidak hanya terjebak dalam tataran teknis/sektoral seperti yang telah dicapai selama ini. Untuk dapat mencapai kepentingan di bidang-bidang strategis tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan kerjasama bilateral dan regional secara lebih efektif. Dalam lingkup regional lembaga multilateral yang perlu dicermati adalah ASEAN. Indonesia berpandangan bahwa ASEAN merupakan salah satu soko guru politik luar negerinya. Bagi Indonesia, kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai dan kondusif ditinjau dari berbagai aspek merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pendekatan lingkaran-lingkaran konsentris yang digunakan oleh Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Perihal kepemimpinan Indonesia di dalam ASEAN, dapat dikemukakan bahwa berdasarkan kondisi objektif, potensi kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara masih tetap besar. Namun Indonesia berkeyakinan bahwa kepemimpinan yang bijak adalah kepemimpinan yang tidak dipaksakan, melainkan yang diraih melalui kualitas diplomasi dan kontribusi konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa sejak 1997/1998, dengan dicurahkannya perhatian pada proses reformasi politik dan penanggulangan krisis ekonomi dalam negeri, telah terdapat dampak yang kurang menguntungkan terhadap peran Indonesia dalam ASEAN. Namun demikian, seiring dengan
  • 16. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 11 pemulihan kondisi dalam negeri, maka dalam kurang lebih dua tahun terakhir, Indonesia telah mampu meningkatkan kembali perhatiannya kepada ASEAN. Upaya-upaya untuk meningkatkan peran Indonesia di ASEAN akan terus dikembangkan. Dengan perkembangan iptek di negara tetangga yang sudah cukup maju, seperti di Singapura dan Malaysia - dua negara ini termasuk sebagai lokasi global hub inovasi teknologi - Indonesia perlu lebih menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini penting untuk memacu semangat untuk bersaing secara positif dengan negara tetangga. Bila tidak, maka nilai tambah dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negara kita akan lebih banyak dinikmati oleh negara tetangga tersebut melalui jasa teknologi. Belum lagi dengan akan berlakunya Pasar Bebas ASEAN 2015, tekanan kompetisi dalam regional ini semakin tinggi. Bila tidak disikapi dengan penuh keseriusan, maka bangsa kita akan tertinggal dan hanya akan mendapat beban dan kerugian dari dibukanya Pasar Bebas ASEAN tersebut. Bagi Negara berkembang, globalisasi menawarkan perspektif baru bagi integrasi ekonomi dan kemungkinan perbaikan kinerja ekonomi, antara lain: Multilateralisme: Merupakan forum terbaik untuk menangani berbagai permasalahan global. Untuk itu, berbagai upaya global telah dilakukan di berbagai forum seperti PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan lembaga-lembaga Bretton Woods (Bank Dunia dan IMF). Telah di sepakati berbagai agenda pembangunan global seperti UN Millenium Development Goals (MDGs), WTO Doha Developtment Agenda, the Monterrey Consensus on Financing for Development maupun Johannesburg Declaration on Sustainable dan Johannesburg Plan of Implementation. Millennium Development Goals (MDGs): Berisi berbagai komitmen dan target yang harus dicapai masyarakat internasional dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Melalui Millennium Summit, para pemimpin dunia menegaskan, bahwa berbagai manfaat globalisasi seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan, peningkatan standar hidup, penciptaan lapangan kerja dan pemberian manfaat yang besar bagi umat manusia dari peningkatan teknologi harus dikelola melalui upaya bersama dan tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar semata.
  • 17. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 12 Pendanaan bagi pembangunan: Pada sektor keuangan, Monterrey Consensus, mengenai pendanaan bagi pembangunan yang disahkan pada tahun 2002, merupakan inisiatif internasional dalam menanggulangi tantangan bagi pemenuhan kebutuhan dana pembangunan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Konsesus ini menyentuh berbagai isu seperti mobilisasi sumber keuangan domestik dan internasional, serta kerjasama teknik dan keuangan internasional termasuk Official Development Assistant (ODA) dan isu-isu hutang luar negeri. Peluang yang muncul secara nasional adalah membaiknya perekonomian nasional Indonesia. Diperkirakan antara tahun 2007 – 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun. Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pembangunan iptek. Pesatnya kemajuan iptek pada dua dasawarsa terakhir memberikan sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan iptek yang bisa didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi dan daya saing bangsa. Kecenderungan global perkembangan Iptek dapat dipantau dan diantisipasi secara terus- menerus dalam rangka seleksi, adaptasi, dan pemfokusan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan. Globalisasi mengandung resiko dan tidak jarang mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang berat, misalnya: (a) Keterbukaan pasar modal global dapat membuat pasar keuangan dalam negeri rentan gejolak yang mendadak, (b) Banyak negara berkembang menjadi tersisih (marginalized) karena tidak diperlukannya buruh yang tidak terdidik dan turunnya pendapatan riil, (c) Adanya jurang pemisah kemampuan Iptek karena kelangkaan sumber dana untuk meningkatkan kemampuan tersebut di negara berkembang, (d) Keadaan itu menyebabkan banyak negara berkembang kembali mencoba bertumpu pada ekspor produk komoditas primer yang bernilai tambah rendah.
  • 18. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 13 1.3. Potensi dan Permasalahan 1.3.1. Potensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan rangkaian dari 17.502 pulau besar dan kecil yang dinyatakan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 1985 sebagai negara kepulauan (Archipelagic State), dari Sabang hingga Merauke, yang hampir sama panjang dengan Benua Amerika, dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa dan terdiri dari 100 suku dengan 583 bahasa daerah dan beragam keyakinan dan budaya. Sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, maka Indonesia mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi negara maju, karena mempunyai modal pembangunan yang siap diolah. Kekayaan hutan nasional hanya kalah dari Brasil. Sebagai negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang tidak dimiliki oleh negara lain di dunia. biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan, serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi dan obat-obatan. Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dapat menjadikan populasi penduduk tersebut sebagai aset human capital. Jumlah angkatan kerja Indonesia yang masih mendominasi populasi, dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kekayaan sumberdaya alam dan populasi yang besar, apabila dikelola dengan baik, akan menjadi modal pembangunan yang jarang dipunyai oleh negara lain. Perguruan tinggi (PT), lembaga litbang dan industri menjadi pihak-pihak yang kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis sumberdaya alam tersebut. Tahun 2009, jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) sebanyak 82 dan perguruan tinggi swasta (PTS) sebanyak 2556 merupakan sarana untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, dan dapat didorong menjadi universitas riset yang menghasilkan inovasi-inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh industri nasional. Demikian juga lembaga riset non-kementerian (LPNK) dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi serta lembaga-lembaga riset departemen merupakan sarana untuk mengembangkan dan mendorong pemanfaatan teknologi. Faktor lain yang juga sangat penting dalam mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi adalah keamanan. Kondisi keamanan nasional saat ini sangat baik, meskipun masih ada beberapa gerakan separatis di beberapa daerah. Keberhasilan Polri
  • 19. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 14 membongkar kasus terorisme serta kasus-kasus tindak kriminal lain yang meresahkan masyarakat dan pengusaha beberapa waktu yang lalu, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk iklim usaha dan investasi dari dalam maupun luar negeri. Investasi baru akan memberikan peluang bagi adopsi teknologi baru. Hal ini akan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi di sektor produksi, dan meningkatkan pemanfaatan hasil riset dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan industri. Pembangunan Nasional, pada hakekatnya adalah upaya pemenuhan atas kepentingan nasional, yakni kepentingan keamanan nasional dan peningkatan kesejahteraan, yang sekaligus merupakan aspirasi masyarakat Indonesia, baik secara individual maupun sosial, yang beragam dan menempati wilayah yang luas tersebut. Dalam sudut pandang ini, Iptek adalah sebuah instrumen (tool) yang membantu agar proses pembangunan nasional berjalan lancar, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban, untuk kemudian demi terwujudnya stabilitas nasional yang kondusif. 1.3.2. Permasalahan Menurut data Institute for Management Development (IMD) tahun 2009 daya saing Indonesia berada pada posisi 42 dari 56 negara, mengalami peningkatan dari tahun 2008 (peringkat 51) dan tahun 2007 (peringkat 54). Akan tetapi peningkatan tersebut baru bersumber pada kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (business efficiency), sedang infrastruktur (infrastructure) yang di dalamnya antara lain mencakup infrastruktur sains dan infrastruktur teknologi menunjukkan penurunan. Sementara data World Economic Forum (WEF) tahun 2009 menunjukkan bahwa daya saing Indonesia berada pada posisi 54 dari 133 negara. Lebih jauh WEF menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia berada pada area transisi dari kelompok negara yang ekonominya bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam (factor driven) menuju kelompok negara yang ekonominya mengandalkan efisiensi (efficiency driven). Di sisi lain, negara-negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang merupakan kelompok negara maju ekonominya bergantung pada inovasi (innovation driven). Fenomena ini menunjukkan
  • 20. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 15 bahwa Iptek belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam ekonomi Indonesia. Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya saing Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pada tataran makro terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) Tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) Buruknya kualitas kelembagaan publik sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang peningkatan produktivitas; dan pada tataran mikro, terdapat 2 (dua) faktor, yaitu: (a) Rendahnya efisiensi produksi; dan (b) Lemahnya iklim persaingan usaha. Karenanya, untuk meningkatkan peran Iptek dalam peningkatan daya saing nasional diperlukan kebijakan pembangunan Iptek yang di satu sisi dapat memajukan penguasaan Iptek, dan di sisi lain dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan perekonomian nasional. Untuk itu, kebijakan pembangunan Iptek harus mampu mendorong terwujudnya jaringan yang saling memperkuat antara penghasil dan pengguna Iptek sehingga terjadi aliran sumber daya Iptek secara optimal. Paradigma ini mengantarkan pada pendekatan sistemik yang dikenal sebagai Sistem Inovasi Nasional (SINas). Secara lebih mendasar faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya daya saing nasional dari sisi pengembangan teknologi antara lain adalah: 1) Ketergantungan produk industri serta sarana dan prasarana kebutuhan nasional seperti pertahanan dan yang lainnya terhadap impor masih sangat tinggi; 2) Lemahnya kualitas SDM dan penguasaan serta pengembangan teknologi penunjang industri, sehingga sulit diharapkan tercapainya peningkatan produktivitas melalui inovasi- inovasi teknologi. Rendahnya kandungan dalam negeri produk- produk industri nasional adalah akibat lemahnya struktur industri utama dalam membangun industri-industri penunjang dan pemasok bahan baku/antara (intermediate) di dalam negeri, lemahnya upaya pengembangan produk, serta tidak adanya koordinasi lintas sektoral yang baik, sehingga tuntutan terhadap kebutuhan litbang dan teknologi sangat minim. Dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa dilihat dari sudut pandang: kelembagaan, sumber daya, jaringan, relevansi dan produktivitas litbang, serta pendayagunaan iptek.
  • 21. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 16 a. Kelembagaan Iptek Pembangunan Kelembagaan Iptek (orgaware), yaitu struktur organisasi, tata-laksana, kultur, dll., telah dilaksanakan secara berkesinambungan sampai dengan periode 2005-2009. Namun dirasakan masih harus ditingkatkan, agar kelembagaan iptek dapat mengokohkan Sistem Nasional Iptek (SINas Iptek) dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Sistem insentif, penghargaan dan budaya masyarakat yang kondusif dalam pengembangan IPTEK masih perlu ditingkatkan. Sementara itu, sistem inovasi yang mendorong tumbuhnya daya saing dan berkembangnya industri/ekonomi berbasis IPTEK belum tumbuh dengan kokoh. Hal ini diindikasikan sbb.: 1. Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Ristek secara umum masih menghadapi kendala eksternal seperti: LPNK Ristek masih diperlakukan sebagai lembaga pemerintah umum lain, tanpa kualifikasi sebagai lembaga litbang dengan kebutuhan-kebutuhan yang khusus. Dengan mekanisme pendanaan pemerintah yang ada sekarang, lembaga litbang kurang termotivasi untuk bekerja sama dengan pihak luar untuk menunjang pengembangan teknologi industri. Lemahnya keterkaitan antara lembaga litbang dengan sisi permintaan akibat perubahan teknologi industri yang sangat cepat sukar diikuti oleh lembaga riset karena keterbatasan SDM. Sistem operasional LPNK Ristek yang kurang memberi peluang untuk menjalin kaitan aktif dengan sektor swasta, tidak adanya sistem insentif yang mendorong LPNK Ristek untuk menjalin kaitan dengan pihak swasta, tidak adanya kaitan yang jelas antara LPNK Ristek dengan kebijakan industri nasional dalam rangka seleksi proyek, kecenderungan LPNK Ristek berorientasi terbatas pada industri strategis juga masih menjadi kendala (Thee, 1997). Di lain pihak hasil-hasil penelitian dan pengembangan dari LPNK belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Akibatnya sektor industri menjadi bergantung pada teknologi impor. Salah satu penyebabnya adalah penelitian dan pengembangan di LPNK selama ini masih dilakukan dengan paradigma supply- driven. Untuk itu, hal mendasar yang perlu dilakukan adalah mengubah paradigma penelitian dan pengembangan dari supply-driven menjadi demand-driven, hasil penelitian dan pengembangan dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan sektor riel di Indonesia.
  • 22. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 17 2. Dari segi organisasi, KRT sebagai kementerian yang ditugasi mengkoordinasikan LPNK Ristek di bawahnya, memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Bergantung pada orientasinya baik ke arah riset dasar maupun teknologi industri, beberapa negara memiliki bentuk yang berbeda-beda. Beberapa negara menggabungkan Kementerian Ristek mereka dengan Departemen Pendidikan atau Dirjen Perguruan Tinggi, sementara negara lain menggabungkan Kementerian Ristek dengan Departemen Perindustrian. Penggabungan kantor Kementerian Ristek seperti ini memang menguntungkan dari aspek koordinasi, sehingga mempertajam fokus dan memudahkan implementasi. Di sisi lain, masalah yang mungkin muncul adalah aspek tumpang-tindih program di antara LPNK- LPNK Ristek, termasuk juga tumpang-tindih anggaran. Karenanya konsolidasi dan koordinasi kelembagaan dan program iptek, baik antara KRT dengan LPNK-LPNK Ristek, KRT dengan kementerian terkait, dan keterkaitan antara lembaga riset - perguran tinggi - dunia usaha dan antara pusat dan daerah menjadi penting. Kemungkinan membenahi masalah tumpang tindih ini harus menjadi program prioritas utama sistem penelitian dan pengembangan Iptek dalam rangka mencapai penguatan Sistem Inovasi Nasional. 3. Dari segi kualitas, survei WEF pada tahun 2007 memperlihatkan bahwa kualitas lembaga riset iptek, Indonesia menempati posisi ke-28, sebuah peringkat yang cukup baik. Namun sayangnya, posisi ini menurun pada tahun 2009, menempati posisi ke-43 dari 133 negara. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN lainnya, maka posisi Indonesia ini masih cukup baik, bahkan melampaui Thailand, yang berada pada posisi ke-60. Salah satu bukti meningkatnya kualitas lembaga litbang adalah masuknya beberapa lembaga litbang dalam daftar 2.000 lembaga litbang terbaik dunia pada World Rank Research Center. Dari daftar tersebut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menduduki peringkat ke-201, merupakan yang terbaik Asia Tenggara. Selain itu, terdapat 2 (dua) lembaga penelitian di Indonesia yang masuk dalam peringkat terbaik, yaitu Center for International Forest Research (Cifor) pada peringkat ke- 425, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian pada peringkat ke 771. Di samping itu, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah ditetapkan oleh World Health
  • 23. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 18 Organisation (WHO) sebagai institusi / laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis flu burung dan menjadi rujukan dunia mengenai virus H1N1 sehingga telah menjadi lembaga riset kelas dunia dalam bidang biologi molekuler. 4. Selama kurun waktu 2005-2009, berbagai sistem insentif untuk peneliti dan badan usaha telah dikembangkan, salah satunya dan yang cukup signifikan adalah dengan diterbitkannya PP. 35/2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi. PP ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan iptek-nya, PP ini dapat menjadi pemicu bagi penguatan inovasi teknologi di level industri. Namun demikian, berbagai insentif dan kondisi yang kondusif bagi swasta perlu terus dikembangkan pemerintah, sehingga swasta tertarik untuk melaksanakan upaya peningkatan kemampuan teknologinya. 5. Untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan masyarakat, sekaligus mengokohkan budaya Iptek di kalangan peneliti, berbagai penghargaan, acara-acara, pameran ilmiah, dan sarana dan prasarana bagi sosialisasi iptek telah dikembangkan. Penghargaan peneliti terbaik, Harteknas yang diperingati setiap tahun, pameran Ritech Expo setiap tahun, Wisata Iptek dan Jambore Iptek, Rakornas Iptek tahunan, berbagai olimpiade sains untuk pelajar dan mahasiswa, pengelolaan pusat peragaan iptek, dan lain-lain adalah berbagai upaya untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan masyarakat. Kemudian dengan diterbitkannya Inpres No. 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional (Jakstranas) Iptek, Jakstranas Iptek memberikan arahan yang jelas terutama dalam upaya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang Iptek. Namun berbagai upaya sosialisasi kebijakan ini dirasakan masih belum cukup. Secara umum, budaya bangsa masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai sifat penalaran obyektif, rasional, maju, unggul
  • 24. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 19 dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada. Budaya miopis (cari untung cepat), instant, hedonis, masih kental mewarnai secara umum masyarakat kita. Selain itu budaya penelitian, sebagai pondasi kelembagaan ristek, masih rapuh. Pendidikan kita masih belum berhasil membudayakan rasa ingin tahu siswa, budaya belajar, dan apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah. Masih muncul budaya sekedar ingin cepat lulus, plagiarisme, mengejar gelaran, mengejar nilai, dll., yang secara umum lebih mementingkan simbol daripada isi, ijasah dari pada kualitas. 6. Sampai dengan tahun 2009 terjadi penguatan regulasi/ kerangka kebijakan pembangunan Iptek yang patut diapresiasi. Setelah amandemen ke - 4 UUD 1945, dimana di dalam salah satu pasalnya tercantum Visi Pembangunan Iptek Nasional, pada tahun 2002 diundangkan UU No.18/tahun 2002 tentang Sistem Nasional Iptek, yang menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek. Kemudian dari tahun 2005 – 2009 dihasilkan 4 PP turunan dari UU. No.18 tahun 2002, yakni: (1) PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang mengamanatkan agar hasil – hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara; (2) PP 41/2006 tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia; (3) PP 35/2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi yang dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan Ipteknya, maka PP ini dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi
  • 25. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 20 teknologi di level industri; (4) PP No. 48/2009 tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek yang beresiko tinggi dan berbahaya yang dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Semua ini memperlihatkan mantapnya struktur kebijakan pembangunan Iptek nasional. 7. Dalam kaitannya dengan sinergi kelembagaan iptek, pembangunan iptek nasional saat ini masih harus ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini misalnya belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek dalam sistem inovasi yang ada. Mekanisme intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia iptek dengan kebutuhan pengguna iptek dalam sistem inovasi masih belum berkembang dengan baik. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur iptek, seperti institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Integrasi iptek di sektor riset- khususnya lembaga riset pemerintah - dengan industri di sektor produksi masih belum menyatu dalam sebuah harmoni. Dengan kata lain pembangunan iptek di sisi penyediaan (supply side) dengan pembangunan di sisi permintaan (demand side) masih belum terintegrasi. b. Sumberdaya Iptek Secara umum pembangunan sumber daya iptek Indonesia saat ini masih relatif lemah, karenanya dirasakan harus ditingkatkan, agar kelembagaan iptek dapat mengokohkan sistem nasional iptek dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Hal ini diindikasikan dengan : 1. Prosentase penduduk berpendidikan tinggi (Strata 1 ke atas) di Indonesia sangat rendah dibanding dengan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, bahkan India dan China. Tingkat pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan dari 9,5 % pada tahun 1990 menjadi 17,5 % pada tahun 2007, Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
  • 26. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 21 Malaysia (30,2%), Singapura (55,6%), Thailand (48,3%) dan Filipina (28,5%), meski lebih tinggi dari Vietnam (15,9%)3 . 2. Jumlah SDM Iptek Indonesia sangat sedikit dibanding negara- negara maju, tetapi masih lebih besar dibanding beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Dari data World Bank, SDM Iptek mayoritas berada di lembaga pemerintah sebesar (85%), sedangkan SDM Iptek di industri hanya sekitar 15%4 . Bila diperhatikan lebih jauh, SDM Iptek yang berada di lembaga pemerintah sebagian besar berada di lembaga litbang LPNK (Lembaga Pemerintah Non Kementerian). Walaupun jumlahnya masih relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, tetapi secara kualitas terjadi peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikannya, dimana terjadi peningkatan jumlah SDM yang berpendidikan S1, S2 dan S3 pada kurun waktu 2005-2009, yaitu kurang lebih 11.846 orang pada tahun 2005, 12.465 pada tahun 2006, 12.756 pada tahun 2007 dan 12.889 pada tahun 2008. Mereka berkarir dalam berbagai jabatan fungsional, di antaranya peneliti,perekayasa, pranata komputer, pengawas radiasi, 3 UNESCO, 2008 4 World Bank, 2009 pranata nuklir, surveyor pemetaan, penyelidik bumi, dan lain- lain. Khusus tenaga fungsional peneliti, saat ini terdapat lebih kurang 7.649 peneliti yang tersebar di berbagai lembaga litbang dan 286 peneliti di antaranya memiliki kualifikasi sebagai Profesor Riset. Adapun tenaga peneliti di perguruan tinggi saat ini lebih kurang 80.000 peneliti. 3. Dari aspek ketersediaan ilmuwan dan engineer, maka pada tahun 2007 menurut WEF Indonesia menempati posisi ke-27, sedikit menurun di tahun 2008 dan 2009 pada peringkat ke-31. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN lainnya, maka ketersediaan ilmuwan dan engineer di Indonesia ini relatif baik, bahkan kita menempati posisi di atas Malaysia, dengan peringkat ke-33. Di ASEAN kita tepat berada di bawah posisi Singapura yang menempati posisi ke-14. 4. Anggaran pemerintah untuk riset iptek sangat kecil dibanding dengan negara-negara lain di ASEAN sekalipun. Rasio anggaran iptek nasional terhadap PDB terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2006, total belanja
  • 27. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 22 litbang sebagai persentase dari PDB Indonesia sebesar 0,05 % angka ini lebih rendah dari Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura, artinya terendah se - ASEAN. Anggaran litbang Vietnam saja hampir 4 kali lipat dari anggaran litbang kita.5 5. Dari aspek penyediaan dana perusahaan untuk litbang, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-27. Kemudian secara fluktuatif kembali pada posisi ke-28 di tahun 2009. Dibanding negara tetangga, posisi Indonesia cukup baik, berada di atas Filipina dan Thailand, namun sedikit di bawah Malaysia, peringkat ke-19. Secara umum 70% dana litbang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara kontribusi swasta dalam litbang di Indonesia hanya sekitar 30%. Kondisi ini terbalik dengan negara yang relatif maju seperti Korea Selatan atau Jepang, dimana kontribusi anggaran swasta untuk riset mencapai 80%, dan anggaran riset pemerintah hanya 20% dari total anggaran riset nasional.6 6. Kondisi sarana dan prasarana Iptek yang menonjol khususnya sebelum krisis ekonomi tahun 1998 - terlihat dari 5 World Bank, 2009 6 World Bank, 2009 beroperasinya delapan wahana industri (sebagai vehicle bagi transformasi industri) yaitu industri penerbangan, industri maritim dan perkapalan, industri alat transportasi darat, industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri pertahanan keamanan, yang kesemuanya berbentuk sepuluh BUMN Industri Strategis, yakni PT IPTN (pesawat terbang), PT PAL (kapal laut), PT PINDAD (peralatan rekayasa), PT Krakatau Steel (baja), PT INKA (kereta api), Perum Dahana (eksplosif komersil), PT INTI (telekomunikasi), PT LEN (elektronik), PT BARATA (industri rekayasa berat), dan PT BBI (turbin, mesin). Sejak krisis ekonomi tahun 1998 secara relatif pembangunan sarana dan prasarana iptek terhenti. Bahkan, masalah pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan-peralatan canggih ini menjadi isu yang menonjol. Sekarang ini pemikiran yang berkembang adalah bagaimana mengoptimasikan potensi yang ada, yakni SDM, biaya perawatan, dengan program iptek, serta peluang spin-off di luar tugas pokok lembaga. Dengan kata lain posisi pembangunan sarana dan pra-sarana iptek berada pada status ”defensif”.
  • 28. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 23 Selain itu, sarana prasarana litbang yang telah dibangun di berbagai lokasi, di antaranya yang paling menonjol adalah di kawasan Pusat Penelitian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong yang di dalamnya terdapat 35 laboratorium yang dikembangkan untuk mendukung fungsi litbang berbagai lembaga litbang di antaranya LIPI, BATAN, BPPT, dan Kementerian Lingkungan Hidup, perlu direvitalisasi untuk mendukung produktivitas Iptek. c. Jaringan Iptek Pembangunan Jaringan Iptek secara berkesinambungan terus dilaksanakan dalam periode waktu 2005-2009. Dengan berdirinya Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah, hal ini menuntut terbentuknya jaringan iptek yang semakin luas dan kompleks, yakni bukan hanya jaringan antar lembaga riset - perguruan tinggi - badan usaha atau jaringan antar sektor, namun juga jaringan Iptek antar pusat dan daerah serta jaringan internasional, termasuk jaringan informasi dan SDM. Karenanya dirasakan, bahwa jaringan iptek ini masih relatif lemah dan perlu terus dikuatkan. Sinergi kebijakan terkait pembangunan iptek antara stake-holder yang ada masih belum kokoh. Hal-hal tersebut diindikasikan dengan: 1. Kinerja kerjasama riset antara universitas - industri di Indonesia pada tahun 2007 menurut evaluasi WEF ditempatkan pada posisi ke-64. Angka ini terus membaik secara signifikan. Pada tahun 2008 peringkat ini meningkat ke posisi 54, dan bahkan secara fantastik pada tahun 2009 kerjasama riset antara universitas-industri di Indonesia dinilai WEF menempati posisi ke-43. Kinerja ini dibandingkan dengan capaian negara tetangga ASEAN relatif baik. Indonesia menempati peringkat di atas negara Vietnam, Filipina, dan bahkan Thailand, peringkat ke-44, meski masih di bawah Singapura dan Malaysia, yang menempati peringkat ke-4 dan 22. Namun demikian, koordinasi pembangunan Iptek khususnya antar stake-holder di luar LPNK ristek masih belum menampakkan soliditas dan produktivitas yang memadai. Berbagai forum koordinasi iptek baik sektoral, nasional, maupun regional perlu terus dikembangkan. 2. Kemudian juga teramati lemahnya sinergi kebijakan Iptek intra institusi/aktor pengembang iptek (LPNK ristek, lembaga riset departemen teknis, industri dan perguruan tinggi), serta antar institusi pengembang iptek dengan pengguna Iptek. Lemahnya sinergi kebijakan iptek ini, menyebabkan kegiatan iptek baik dari segi kualitas dan skalanya belum mampu
  • 29. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 24 memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di samping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan iptek. 3. Pada tahun 2006, FDI (Foreign Direct Invesment) Inward Indonesia sebagai persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara tersebut. Singapura memiliki FDI Inward sebagai persen dari GDP yang terbesar diantara negara-negara tersebut yaitu sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing, Indonesia secara perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada tahun 2008. 7 4. Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-85 dari 131 negara. Capaian ini menurun secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun menjadi peringkat 7 , UNCTAD, 2009 ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi ke-87. Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi sedikit lebih baik dibanding Filipina, peringkat ke-106. Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam aspek penggunaan internet menempati posisi ke-15 dari 133 negara yang disurvei WEF. Sementara untuk penggunaan internet pita lebar (broadband), peringkat Indonesia berada pada posisi ke-101. Dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah. Vietnam dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89. Sementara Thailand dan Malaysia berada pada peringkat ke-78 dan ke-55.8 d. Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek Penguasaan Iptek melalui Riset dan Pengembangan (litbang), perekayasaan serta pemanfaatan iptek nasional terus digulirkan pemerintah dalam periode pembangunan 2005-2009. Namun dibandingkan dengan laju peningkatan litbang negara lain, harus 8 , UNDP, 2009
  • 30. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 25 diakui bahwa capaian kita masih lemah. Kontribusi litbang iptek bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara masih harus ditingkatkan, misalnya saja tercermin dari indikator-indikator pembangunan iptek sbb.: 1. Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah internasional dan paten masih sangat rendah, hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per tahun9 . Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), jumlah paten internasional Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun 2008 jumlah paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718 (4,14 % dari seluruh paten yang terdaftar). Hal ini menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia juga semakin dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing. 2. Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di Kantor Paten Amerika Serikat sebesar 19 paten lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia (168), Singapura (450), Filipina (22) dan Thailand (40)10 9 , SCORPUS, 2009 10 USPTO, 2008/2009 Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek, data WEF 2009 memperlihatan, bahwa ketersediaan teknologi mutakhir di Indonesia semakin menurun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara, menjadi posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di antara negara-negara ASEAN Indonesia berada di atas Vietnam (posisi ke-75) dan Philipina (87), tetapi jauh di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Thailand (36). e. Pendayagunaan Iptek Pendayagunaan IPTEK dalam berbagai bidang pembangunan untuk pemercepatan pencapaian tujuan nasional, yakni dalam bidang hankam, kesejahteraan rakyat, pelayanan publik dan pengokohan daya saing ekonomi terus-menerus dilakukan selama kurun waktu 2005-2009. Namun dirasakan, bahwa kontribusi iptek dalam pemercepatan pencapaian tujuan negara masih terbatas dan perlu terus ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan indikator-indikator sbb.: 1. Dari segi jumlah produk riset yang terkomersialisasi, ternyata sebanyak 85%-nya berasal dari produk riset di
  • 31. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 26 departemen teknis. Kontribusi produk riset yang dikomersialisasi dari LPNK Ristek hanya 15%-nya saja (LIPI, 2007). Data ini memperlihatkan bahwa lembaga litbang kementerian lebih produktif dalam komersialisasi hasil litbang mereka daripada LPNK Ristek. 2. Dari aspek perolehan paten sederhana (utility patent), pada tahun 2007, sesuai dengan survei WEF, Indonesia menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif mengalami perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati peringkat ke-84. Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia menempati posisi ke-87. Di antara negara tetangga, peringkat kita berada di bawah Singapura (11), Malaysia (29), Thailand (68), dan bahkan Filipina (78). 3. Ekspor teknologi tinggi sebagai persen ekspor manufaktur Indonesia mengalami fluktuasi mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 ekspor teknologi tinggi sebagai persen dari ekspor manufaktur Indonesia sebesar 11%, masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (46%), Malaysia (52%), Thailand (27%), dan Filipina (54%), namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (5,6% tahun 2006). 4. Dalam aspek penyerapan teknologi pada tingkat perusahaan, dari tahun 2007 sampai tahun 2009 menampilkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2007 Indonesia berada pada posisi ke-67 dan terus meningkat dua tangga di tahun 2009 menjadi ke peringkat ke-65. Posisi ini lebih rendah dibandingkan Malaysia (37), Singapura (13), Thailand (61), Filipina (54) dan Vietnam (51). 5. Pendayagunaan iptek di bidang Hankam sejak krisis ekonomi tahun 1998 menurun. Ini ditandai dengan menurunnya kinerja industri strategis (BUMNIS). PT. DI memberhentikan ribuan karyawannya. DPIS (Dewan Pengelola Industri Strategis), bahkan kemudian BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) dibubarkan. PT BPIS yang merupakan holding company dari BUMN industri strategis menyusul dibubarkan. PT Barata, BBI, Pindad dll. kondisinya memprihatinkan. Berbagai laboratorium uji di kawasan PUSPIPTEK yang dirancang untuk mendukung industri strategis harus berpikir keras untuk menutupi biaya pemeliharaan alat dan SDM. Akhir-akhir ini PT Pindad mulai bergeliat dengan mengembangkan alutsista. 6. Pendayagunaan iptek untuk layanan dan kesejahteraan publik, secara konstan menampilkan peran yang konsisten meski
  • 32. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 27 dapat dikatakan marjinal. Pengembangan satelit oleh LAPAN; pengembangan perangkat Tsunami Early Warning System (TEWS) untuk bencana tsunami; prediksi pasang surut laut tahunan oleh BAKOSURTANAL yang dapat mengurangi korban bencana akibat laut pasang; aplikasi e-goverment untuk menunjang proses pemerintahan dan pemilu; aplikasi teknologi ramah lingkungan, pengolahan sampah, limbah dan air; teknologi untuk mitigasi bencana; serta berbagai riset untuk ketahanan pangan dan energi. Pelaksanaan litbang dan pendayagunaan iptek selama periode 2005-2009 cukup baik, namun skalanya tidak terlalu masif, sehingga tidak nampak secara nasional, maupun bila dikomparasi dengan negara- negara tetangga. Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap kondisi pembangunan iptek nasional saat ini, sebagaimana yang dibahas di atas, terlihat bahwa pembangunan iptek nasional kita masih belum optimal dan masih mengalami berbagai kendala dari aspek kemampuan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan, relevansi dan produktivitas iptek, serta pendayagunaannya secara luas, sehingga kontribusinya terhadap pemercepatan pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara secara umum masih belum maksimal. Bila dianalisis lebih dalam dan ditarik akar permasalahannya, maka pokok-pokok persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka meningkatkan pembangunan Iptek nasional ke depan adalah sebagai berikut: a. Masih lemahnya pembangunan iptek nasional dari sisi penyediaan (supply side) berupa pengelolaan teknostruktur yang baik. Dimana masih terbatasnya kemampuan kelembagaan iptek (organisasi, regulasi, koordinasi, intermediasi, sistem inovasi, budaya), sumber daya iptek (berupa SDM, anggaran, dan sarana dan prasarana termasuk perpustakaan dan sistem informasi Iptek), jaringan iptek (sinergi kebijakan inter sektor, antar sektor, antar stake holder, antar kementerian, antar pusat dan daerah, dll.), relevansi dan produktivitas litbang iptek, serta pendayagunaan iptek dalam berbagai bidang pembangunan. b. Masih lemahnya pembangunan iptek nasional dari sisi permintaan (demand side). Lemahnya minat dan kontribusi swasta bagi pembangunan Iptek nasional, baik keterlibatan dalam riset maupun pendanaan. Kegiatan Iptek masih didominasi oleh lembaga riset pemerintah. PMA
  • 33. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 28 (Perusahaan Modal Asing) pada umumnya melaksanakan riset di kantor pusat mereka. Sektor riil belum bergerak dengan baik. Karakteristik industri kita masih didominasi produk dengan kandungan teknologi rendah, berbasis SDA, terbatas pada teknologi produksi belum sampai pada teknologi pengembangan produk apalagi riset, dan masih dalam tingkat kemampuan perubahan kecil (incremental). Ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan sistem insentif ekonomi. c. Masih terbatasnya integrasi iptek di sisi permintaan dengan sisi penyediaan: Iptek kini tidak lagi menjadi mainstream; lemahnya sinergi kebijakan iptek (berupa integrasi program, koordinasi, harmonisasi kegiatan, dukungan anggaran, serta intermediasi, yang terjadi baik intra lembaga/aktor penghasil Iptek, maupun antar penghasil iptek dengan pengguna iptek atau secara umum lemahnya koordinasi dan sinergi diantara stake holder pembangunan Iptek); masih lemahnya sosialisasi regulasi yang telah ada; lemahnya budaya iptek. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Akibatnya sense of urgency terhadap pembangunan iptek masih lemah. Persoalan-persoalan di atas secara langsung telah menghambat pembangunan iptek di Indonesia dan memperlemah kontribusinya bagi laju pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara, karenanya perlu mendapat perhatian serius dan penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait.
  • 34. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 29 BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN Dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 4 ayat (2), Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) adalah: menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah. Tugas Pokok KRT adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Riset dan Teknologi menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi; 2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi; 3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya; 4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; 5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra ini disesuaikan dengan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi di atas. 2.1. Visi Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan Iptek nasional, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang memberikan pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka pembangunan iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan kontribusi iptek secara langsung dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara. Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek 2010 – 2014 adalah: Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban
  • 35. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 30 Deskripsi iptek untuk kesejahteraan dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian bangsa. Kemajuan iptek mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan, perubahan iklim, ketahanan pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan dan keamanan, dll, yang pada akhirnya meningkatkan rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Deskripsi iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan dengan kemajuan iptek nasional yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hasil- hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai economic value, dan memberikan social impact yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal ini akan tercermin dari meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi, jumlah S3 per tahun yang dihasilkan Perguruan Tinggi dalam negeri, jumlah publikasi ilmiah internasional dan indek sitasi, dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme akan produk dalam negeri, dan kemandirian Iptek. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek yang maju menempatkan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara lain di dunia. Kemajuan iptek nasional juga akan menempatkan Indonesia menjadi negara dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan budaya material dan non-material buah dari penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek. 2.2. Misi Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan misi Kementerian Riset dan Teknologi yaitu: 1. Memperkuat daya dukung iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; serta turut serta menjaga ketertiban dunia. 2. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan iptek sebagai basis dalam membangun daya saing, kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional, serta mencapai kemajuan peradaban bangsa.
  • 36. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 31 Misi ini mencakup upaya menjawab permasalahan pembangunan Iptek saat ini dan masa mendatang dalam aspek: kelembagaan iptek, sumber daya iptek, jaringan iptek, relevansi dan produktifitas iptek, dan pendayagunaan iptek. 2.3. Tujuan Untuk mencapai visi dan misi Kementerian Riset dan Teknologi seperti yang dikemukakan di atas, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih terarah dan operasional. Untuk meningkatkan kontribusi teknologi yang nyata terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban, maka tujuan sebagai-berikut harus dicapai: 1. Meningkatkan kontribusi iptek bagi pembangunan nasional; 2. Meningkatkan kemampuan litbang nasional. 2.4. Sasaran Tujuan di atas akan dicapai apabila tercapai penguatan dalam unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional di sisi supply yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping penguatan core business iptek itu sendiri, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek serta penguatan Pendayagunaan Iptek di kalangan pengguna baik masyarakat, pemerintah maupun dunia industri. Karena itulah, sasaran pembangunan iptek ke depan adalah: 1. Tercapainya Penguatan Kelembagaan Iptek; 2. Tercapainya Penguatan Sumber Daya Iptek; 3. Tercapainya Penguatan Jaringan Iptek; 4. Meningkatkan Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek; 5. Meningkatkan Pendayagunaan Iptek. 2.5 Tahapan Sistem Inovasi Nasional (SINas) Dalam rangka mencapai visi dan Misi kementerian Risset dan Teknologi serta memperkokoh sistem Inovasi Nasional yang akan dicapai sampai dengan tahun 2025 maka diperlukan tahapan sebagai berikut: 2.5.1 Tahap Awal: Komitmen Politik Untuk membangun dasar yang kokoh bagi pembangunan Sistem Inovasi Nasional (SINas), maka perlu diawali dengan komitmen politik yang tinggi, membangun kesadaran publik, agar masyarakat sadar Iptek dan menjadikan Iptek sebagai basis pembangunan bangsa.
  • 37. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 32 2.5.2 Tahap Penguatan: Penguatan SINas (2010- 2015) Kemudian dilakukan peningkatan pengembangan Iptek melalui penguatan Sistem Inovasi Nasional, yakni penguatan dasar kebijakan, kelembagaan, jaringan dan sumber daya, serta ekosistem inovasi baik dalam sisi penyedia, sisi penerima, maupun sisi intermediasi. 2.5.3 Tahap Akselerasi: Optimalisasi SINas (2015- 2020) Selanjutnya percepatan (akselerasi) pembangunan Iptek dilakukan untuk mewujudkan industri/masyarakat berbasis Iptek, dimana diharapkan perekonomian sudah semakin membaik dengan dorongan optimalisasi SINas yang semakin memadai. 2.5.4 Tahap Berkelanjutan: Pengokohan SINas (2020- 2025) Untuk meningkatkan kemampuan Iptek nasional secara berkelanjutan, maka dilakukan secara terus-menerus pengokohan SINas dengan memantabkan unsur-unsur SINas. Sedangkan tahapan Penguatan SINas yang diimplementasikan dalam Renstra tahuan 2010-2014 akan dapat dicapai melalui tahapan sebagai berikut: Tahun 2010-2011: Tahapan Pembangunan Dasar SINas melalui Penyusunan Renstra 2010-2014, Reorganisasi Kementerian Riset dan Teknologi, program insentif penelitian KRT, program implementasi SINas dan SIDa, program penguatan dan peningkatan mutu infrastruktur penelitian, program pengembangan SDM, program gerakan inovasi teknologi bagi pemuda dan mahasiswa, serta program penggalakan perolehan HAKI. Tahun 2011-2013: Tahapan Implementasi SINas melalui program- program realisasi secara nasional dan daerah secara masif di seluruh tanah air dengan memanfaatkan potensi daerah yang terintegrasi dengan inovasi teknologi dengan terus mengokohkan pembangunan SDM dan infrastruktur inovasi seperti Techno-Park untuk mendukung SINas. Tahun 2013-2014: Tahapan Pengokohan SINas melalui program- program realisasi secara nasional dan daerah yang semakin nyata dengan indikasi terwujudnya proyek-proyek inovasi bersama yang melibatkan secara kokoh pemasok Iptek pengguna Iptek untuk
  • 38. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 33 pemenuhan kebutuhan National Security (Hankam, pangan dan energi), peningkatan daya saing industri dan layanan masyarakat. Gambar 2.1 Tahapan Pengokohan SINas
  • 39. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 34 BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional 3.1.1. Arah Kebijakan Nasional A. Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Ideologi Nasional serta falsafah/pandangan hidup bangsa, Pancasila secara konsepsional mengandung nilai-nilai Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Persatuan dan Kesatuan dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang harmonis serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjadi landasan idiil yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman pada saat ini dan masa mendatang khususnya dalam mendorong pembangunan Iptek nasional. B. UUD 1945 UUD 1945 mengamanatkan: 1. “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” (Pasal 31 ayat (5)); 2. “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia” (Pasal 28 c ayat (1)). Nilai-nilai dalam butir UUD-1945 digunakan sebagai landasan konstitusional dan dasar hukum dalam menyusun konsepsi pembangunan Iptek nasional. C. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sisnas P3 Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk
  • 40. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 35 berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek nasional. D. RPJPN, RPJMN RPJPN 2005-2025: Dalam RPJPN disebutkan bahwa pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. RPJMN 2010-2014: Dalam Bab IV RPJMN 2010-2014 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dinyatakan bahwa kebijakan iptek diarahkan kepada : 1. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung untuk mendukung proses trans er dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju prototip industri sampai menghasilkan produk komersial (penguatan sistem ino asi nasional); 2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produktivitas litbang yang berdayaguna bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta kreativitas nasional; 3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik peneliti di lingkup nasional maupun internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional;
  • 41. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 36 4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk ketersediaan teknologi yang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas masyarakat; 5. meningkatkan pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri. Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi pembangunan iptek dilaksanakan melalui dua prioritas pembangunan yaitu: 1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi aspek kelembagaan, sumberdaya dan jaringan, yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang. 2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025.
  • 42. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 37 Gambar 3.1. Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN
  • 43. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 38 E. Peraturan perundangan lain di bidang iptek Inpres No. 4 Tahun 2003: Inpres tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek memberikan arahan yang jelas untuk perumusan dan pelaksanaan Jakstranas Iptek terutama dalam upaya pengkoordinasian antar instansi yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah. PP No. 20 Tahun 2005: PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ini mengamanatkan, agar hasil–hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar- besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara. PP 41/2006: PP tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia. PP ini dirancang agar kepentingan nasional tetap terjaga dan kita mendapat manfaat yang maksimal dengan masuknya peneliti atau lembaga penelitian asing di Indonesia. PP 35/2007: PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan ipteknya, PP 35/2007 dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri.
  • 44. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 39 PP No. 48/2009: PP tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko tinggi dan berbahaya ini dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya yang tidak diperlukan bagi masyarakat dan lingkungan hidup. F. Prioritas Nasional KIB II: Presiden telah menetapkan 11 Prioritas Nasional dalam program pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, yakni: 1. Re ormasi birokrasi dan “good go ernance”. 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Penanggulangan kemiskinan 5. Ketahanan pangan 6. Infrastruktur 7. Iklim investasi dan bisnis 8. Energi 9. Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana 10. Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik 11. Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi. Peran pembangunan iptek, sangat dituntut untuk mendukung dan mensukseskan implementasi 11 Prioritas Nasional di atas. Sebagai langkah awal KIB II, telah disusun dan diumumkan 15 program pilihan aksi prioritas 100 hari, dengan rincian sebagai berikut: 1. Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukum seperti makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan tidak semestinya dan sebagainya yang rasa keadilan dan kepastian hukum; 2. Revitalisasi industri pertahanan. Perlu ada rencana induk dan arah revitalisasi sehingga bisa penuhi kebutuhan dalam negeri dan kontrak sedang berjalan; 3. Penanggulangan terorisme. Peningkatan kapasitas dan restrukturisasi lembaga penanggulangan terorisme untuk lebih libatkan seluruh lapisan masyarakat;
  • 45. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 40 4. Listrik. Memastikan terpenuhinya kebutuhan listrik di seluruh Indonesia dalam lima tahun kedepan; 5. Peningkatan produksi dan ketahanan pangan. Perumusan kembali rencana induk untuk meningkatkan ketahanan pangan yang lebih terintegrasi dengan faktor pendukung, irigasi, pupuk dan subsidi khusus bunga bagi petani; 6. Perindutrian. Memastikan revitalisasi industri pabrik pupuk dan gula yang meliputi penggunaan teknologi dan pembiayaannya; 7. Pembenahan keruwetan penggunaan tanah dan tata ruang. Terutama sinkronisasi antara UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Lingkungan Hidup serta tata perijinan dan penggunaan di lapangan; 8. Infrastruktur. Prioritasnya pemotongan rencana pembangunan ruas jalan yang penting antar propinsi dan di pulau besar, termasuk fasilitas pelabuhan, dermaga, bandara dan infrastrktur perhubungan dan perikanan; 9. Pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan menengah yang dikaitkan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemantapan rencana penyaluran KUR senilai Rp. 10 triliun dalam 5 tahun yang libatkan bank, swasta dan lembaga penjaminan; 10. Mobilisasi sumber pembiayaan di luar APBN dan APBD untuk membiayai pembangunan. Ini terkait pembangunan infrastruktur, listrik, ketahanan pangan yang klop dengan segi pembiayaan dan investasi; 11. Perubahan iklim dan lingkungan hidup, yaitu intensifkan pemberontasan pembalakan hutan, menjaga hutan lindung dan mencegah kebakaran hutan serta kelestarian terumbu karang; 12. Reformasi kesehatan. Prioritasnya bukan lagi berobat gratis, melainkan sehat gratis bagi warga miskin. Maka fasilitas kesehatan masyarakat harus lebih diberi penguatan kapasitas dan kapabilitas; 13. Reformasi pendidikan. Memastikannya ada keterkaitan antara hasil lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha selaku pasar tenaga kerja; 14. Peningkatan kesiapan penanggulangan bencana dengan membentuk satuan khusus dengan segala fasilitas yang dibutuhkan dan siap setiap saat diterjunkan ke berbagai lokasi bencana;
  • 46. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 41 15. Sinergi antara pusat dan daerah yang bisa mencegah pemborosan. Sinergi meliputi jajaran pemerintah, kegiatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, hukum dan keamanan. G. Arahan Presiden Republik Indonesia tentang pengembangan Iptek Dalam pidatonya di depan masyarakat ilmiah Indonesia tanggal 20 Januari 2010, Presiden RI mengarahkan bahwa agar bangsa kita menjadi bangsa yang menguasai iptek, maka kita harus bisa menempatkan inovasi sebagai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi Innovation Nation, bangsa inovasi, yaitu sebuah rumah bagi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif. Untuk mencapai itu, hal penting yang harus dibangun adalah sebagai-berikut: 1. Perubahan mindset, berupa pengembangan budaya unggul—a culture of excellence — baik di birokrasi, di universitas, maupun di sektor swasta sehingga tercipta sistem dan lingkungan nasional yang bisa melahirkan inovator-inovator yang kreatif; sikap open-mind dan risk-taking, yang membuat komunitas iptek Indonesia harus berwawasan jauh lebih terbuka dan lebih progresif dari masanya, dan dari masyarakat, untuk mengembangkan ilmu dan teknologi. 2. Investasi dan Insentif. Untuk memunculkan inovasi diperlukan inkubator-inkubator di lingkungan pemerintah, universitas, perusahaan, dan lain-lain sehingga harus ada sumberdaya dan dana yang cukup, serta program yang berkesinambungan. Pengembangan enterpreneurship juga harus dilakukan karena enterpreneurship identik dengan inovasi, risk-taking, peluang, dan dinamisme. Namun dalam hal ini, kita tidak harus selalu menjadi inventor teknologi baru tetapi dapat mencari, menyerap dan mengembangkan teknologi baru untuk pembangunan Indonesia. 3. Kebijakan pemerintah dan kolaborasi, karena hampir semua inovasi teknologi merupakan hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas, antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Karena itulah, harus didorong upaya untuk membangun networking dan kolaborasi yang seluas-luasnya
  • 47. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 42 dengan lembaga penelitian, lembaga kajian dan universitas manapun di dunia. Juga diarahkan bahwa bangsa Indonesia harus menguasai teknologi yang dapat menjawab tantangan-tantangan pokok yang dihadapi, yaitu: 1. Teknologi untuk pengentasan kemiskinan (pro-poor technology). 2. Teknologi hijau (green technology) 3. Teknologi pangan 4. Teknologi industri 5. Teknologi kesehatan 6. Teknologi maritim 7. Teknologi pertahanan 8. Teknologi transportasi 9. Teknologi energi 10. Teknologi masa depan. Mengacu pada landasan idiil, landasan konstitusionil, landasan operasional (RPJPN, RPJMN dan Peraturan Perundangan lainnya, Prioritas Nasional KIB II, dan Arahan Presiden) di atas, maka pembangunan Iptek diharapkan berada dalam track yang benar sesuai tujuannya, yakni bagian yang tidak terpisahkan dari upaya percepatan pencapaian Tujuan Negara, sesuai dengan Pembukaan UUD45, yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (hankam); memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan dan ekonomi); mencerdaskan kehidupan bangsa (pelayanan); dan turut serta menjaga ketertiban dunia), serta meningkatkan daya saing, serta kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. Dalam rumusan yang lebih konkret, maka pembangunan iptek diharapkan mampu: 1. Berperan penting dalam membangun kemandirian bangsa guna menciptakan sistem pertahanan keamanan nasional yang kokoh, yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi guna meningkatkan daya saing ekonomi nasional, dalam rangka mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan, serta memajukan kesejahteraan umum.
  • 48. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 43 3. Mempercepat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tercapainya kemajuan bangsa dan kesejahteraan kehidupan rakyat, melalui pelayanan teknologi bagi publik. 4. Memberikan solusi bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan dalam rangka turut berpartisipasi menangani masalah lingkungan global seperti: pemanasan global, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup. 3.1.2. Strategi Kebijakan Nasional Untuk menjalankan 11 prioritas nasional dan prioritas terpilih dari KIB II, maka strategi yang dipilih adalah: [1] Sinergi kebijakan lintas sektoral (perubahan dan keberlanjutan, menghilangkan hambatan, percepatan dan peningkatan) [2] Kemitraan antara pemerintah dan swasta [3] Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator [4] Menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan [5] Memperkuat rantai nilai perekonomian [6] Meningkatkan akses pendidikan [7] Meningkatkan kesehatan masyarakat. 3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Riset dan Teknologi 3.2.1. Arah Kebijakan. Urgensi untuk pembangunan Sistem Nasional Iptek tidak dapat lagi ditampik, karena hanya ada satu pilihan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju, yakni meningkatkan kemampuan, penguasaan dan kemandirian iptek nasional. Iptek yang dimaksud adalah iptek yang tepat bagi solusi permasalahan nasional di segala bidang. Seperti disebutkan sebelumnya, kontribusi teknologi yang nyata terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban akan terwujud apabila terbangun sebuah sistem yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang mampu menyediakan iklim yang mendorong inovasi di tanah air yang dikenal sebagai sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas). Karena itulah arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi adalah menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
  • 49. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 (Revisi ke-2) 14/Dok-BP/III/2013 44 Teknologi melalui: [1] Kelembagaan iptek yang efektif, [2] Sumberdaya iptek yang kuat, [3] Jaringan antar-kelembagaan iptek yang saling memperkuat (mutualistik), [4] Relevansi dan produktivitas iptek yang tinggi, dan [5] Pendayagunaan iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sistem Inovasi Nasional adalah jaringan antar institusi publik dan swasta dalam suatu wilayah nasional (SINas) dan daerah (SIDa) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan sehingga menghasilkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Para aktor utama yang menggerakkan Sistem Inovasi Nasional adalah perguruan tinggi, industri, dan lembaga litbang; sedangkan aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional dan daerah), lembaga pembiayaan (pendanaan ventura), konsumen (end user), lembaga intermediasi, lembaga paten dan sertifikasi, lembaga diklat dan lain-lain. Ada berbagai komponen yang berinteraksi membentuk SINas diantaranya adalah wirausaha (entrepreneur), penemu (inventor) dan peneliti. Entrepreneur berkontribusi dalam menarik investor (domestik dan internasional) dengan skema pendanaan alternatif selain perbankan (venture capital). Inventor dan peneliti terkait dengan sistem inovasi yang lebih luas (global, regional dan nasional). Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang membangun efektivitas bekerjanya SINas, yaitu: 1. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM berkualitas, 2. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif bagi industri berbasis ilmu pengetahuan, serta 3. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas). Dari hasil Rakornas Ristek 2008, disepakati bahwa kerangka kebijakan inovasi nasional terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan inovasi pokok, yaitu: a. Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan inovasi dan bisnis: misalnya penataan insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi; penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan berisiko (risk capital, seperti modal ventura); penataan kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan standar atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan