1. BAB I
PENDAHULUAN
ii
A. Latar belakang
Berdasarkan pengalaman peneliti dilapangan ketika melakukan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) terdapat banyak siswa yang memperoleh
nilai rendah. Tidak semua siswa bisa memperoleh hasil belajar yang baik, ada
siswa yang memperoleh nilai sedang, dan ada yang memperoleh nilai buruk.
Banyak faktor yang mempengaruhi individu, baik yang bersumber dari dalam
dirinya (faktor internal) ataupun yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu siswa
meliputi kesehatan, inteligensi, minat, bakat, motif, dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa atau lingkungan yang
meliputi faktor keluarga, metode mengajar guru, disiplin sekolah, interaksi guru
dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, teman bergaul, dan lain-lain. Salah
satu faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor
sosial yaitu pada interaksi sosial siswa dilingkungan sekolah. Secara pengertian
umum, interaksi sosial berlangsung antara satu individu dengan individu yang
lain, individu dengan suatu kelompok, serta interaksi sosial antar kelompok
sosial. Interaksi sosial siswa di sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, dan
interaksi siswa dengan siswa.
Secara garis besar kemampuan siswa dalam berinteraksi sosial
dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu siswa yang dapat
2. dikategorikan sebagai siswa yang bisa berinteraksi sosial dengan baik atau
pandai bergaul dan sebaliknya yaitu siswa yang mengalami kesulitan bergaul
atau individu yang tidak bisa berinteraksi sosial dengan baik. Siswa yang bisa
berinteraksi sosial dengan baik biasanya dapat mengatasi berbagai persoalan di
dalam pergaulan. Mereka tidak mengalami kesulitan untuk menjalani hubungan
dengan teman baru, berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, terlibat
dalam pembicaraan yang menyenangkan, dan dapat mengakhiri pembicaraan
tanpa mengecewakan atau menyakiti orang lain. Dalam pertemuan formal,
mereka dapat mengemukakan pendapat, memberi penghargaan atau dukungan
terhadap pendapat orang lain, dan mereka dapat juga mengemukakan kritik tanpa
menyakiti orang lain. Sebaliknya, siswa yang tidak bisa berinteraksi sosial
dengan baik merasa kesulitan untuk memulai berbicara, terutama dengan orang-orang
yang belum dikenal, mereka merasa canggung dan tidak dapat terlibat
dalam pembicaraan yang menyenangkan. Dalam hubungan formal, mereka
kurang atau bahkan tidak berani mengemukakan pendapat, pujian, keluhan dan
ii
sebagainya.
Interaksi sosial siswa yang baik akan menciptakan hubungan yang
harmonis. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang baik dapat dilihat dengan adanya
suatu kerjasama, saling menghormati dan saling menghargai. Kerjasama
semakin tercipta tatkala ditemukan suatu permasalahan dalam proses
pembelajaran disekolah. Siswa akan dengan senang hati saling berdiskusi dan
saling membantu dalam memecahkan masalah kesulitan belajar yang
dihadapinya. Interaksi sosial yang baik diantara siswa juga dapat menciptakan
3. sikap saling menghargai dan terciptanya suasana yang nyaman dalam belajar
serta akan mendorong siswa untuk berprestasi di lingkungan sekolah.
Sebaliknya interaksi sosial siswa yang tidak baik, ditandai dengan
hubungan antar siswa diliputi rasa kebencian, dan kurangnya kerjasama diantara
siswa. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang tidak baik dapat kita lihat dimana
siswa saling membenci, saling menjatuhkan, dan terbentuknya kelompok teman
sebaya dimana masing-masing kelompok saling menyerang atau saling
menjatuhkan sehingga akan menciptakan hubungan yang kurang harmonis
diantara siswa. Interaksi sosial yang tidak baik di lingkungan sekolah juga akan
menciptakan suasana belajar yang kurang nyaman atau kondusif. Hal semacam ini
akan menghambat kemajuan siswa dalam proses pembelajaran karena kurangnya
kerjasama, komunikasi, dan siswa kurang menghargai siswa yang lain sehingga
sering menimbulkan suasana belajar yang selalu gaduh, tegang, sering ribut,
timbulnya pertengkaran, perkelahian, dan sebagainya, lingkungan seperti ini akan
menyebabkan siswa terganggu dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya
akan mempengaruhi sikapnya terhadap pembelajaran.
Faktor-faktor terbentuknya Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor,antara
lain adalah faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor ini dapat
berjalan sendiri-sendiri atau terjadi secara bersamaan.
ii
1) Faktor imitasi
Merupakan aktifitas dimana individu melakukan peniruan terhadap
tingkah laku yang disaksiskannya yang dilakukan orang lain pada saat
menghadapi situasi tertentu.
4. ii
2) Faktor sugesti
Berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap
yang berasal dari dirinya ynag kemudian diterima oleh fihak lain. Jadi proses ini
mirip dengan proses imitasi hanya saja titik tolaknya berbeda. Berlangsungnya
sugesti dapat terjadi karena fihak yang menerima dilanda oleh emosi yang
sedemikian rupa sehingga menghambat daya fikirnya yang rasional.
3) Faktor Identifikasi
Sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan
dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, oleh karena kepribadian
seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses identifikasi dapat
berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar), maupun dengan disengaja
oleh karena seringkali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam
proses kehidupan.
4 Faktor Simpati
Merupakan suatu proses dimana seseorang tertarik pada pihak lain. Didalam
proses ini perasaan memegang peran yang sangat penting, walaupun dorongan
utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerjasama dengasnnya.
JENIS-JENIS INTERAKSI
Dalam setiap interaksi senantiasa di dalamnya mengimplikasikan adanya
kominikasi antarpribadi. Demikian pula sebaliknya, setiap komunikasi antar
5. pribadi senantias mengandung interaksi. Adalah sulit untuk memisahkan antar
keduanya. Atas dasar itu, maka setidaknya ada tiga jenis yaitu:
ii
a. Interaksi verbal
Interaksi verbal adalah interaksi yang terjadi bila 2 orang atau lebih
melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau
pembicaraan. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling bertukar [ercakapan satu sam
lain.
b. Interaksi fisik
Interaksi fisik adalah interaksi yang terjadi manakala dua orang atau lebih
melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya: ekspresi
wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak.
c. Interaksi emosional
Interaksi yang terjadi manakala individu melakukan kontak satu sama lain
dengan melakukan curahan perasaan
.Pendidikan karakter
Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang berkaitan dengan suatu sistem
yang mengarah pada terjadinya perubahan yang baik dan karakter yang berkaitan
dengan sikap seseorang.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas
adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Dengan demikian karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan
keterampilan (skills).
6. Secara etimologis karakter berasal dari bahasa Yunani, Charassein yang
artinya ‘mengukir’.Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan.
Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan
kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika
pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat
diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi
ii
tertentu. (Singh dan Agwan, 2000)
Dilihat dari sudut pengertian, ternyata karakter dan akhlak tidak memiliki
perbedaan yang signifikan.Keduanya didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
terjadi tanpa ada lagi pemikiran karena sudah tertanam dalam pikiran, dan
dengan kata lain, keduanya dapat disebut dengan kebiasaan. Kebiasaan yang
dilakukan secara berulang-ulang yang didahului dengan kesadaran dan
pemahaman akan menjadi karakter seseorang (Abdullah Munir, 2010)
Menurut Simon Philips dalam Quari (2010:10), karakter adalah kumpulan
tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan
perilaku yang ditampilkan. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik,
atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterima dari lingkungan. Dari pendapat di atas dipahami bahwa
karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral.
Jadi, ‘orang berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu)
positif.Dengan demikian, pendidikan karakter, secara implisit mengandung arti
membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi
moral yang positif atau baik, bukan yang negatif atau buruk.
7. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber
dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga
disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar diantaranya cinta kepada
Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan
santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan. Dengan demikian diharapkan melalui
pendidikan karakter dapat dibangun wawasan kebangsaan serta mendorong
inovasi dan kreasi siswa. Di samping itu nilai-nilai yang perlu dibangun dalam
diri generasi penerus bangsa secara nasional yakni kejujuran, kerja keras,
menghargai perbedaan, kerja sama, toleransi, dan disiplin.
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekeri, yang hasilnya terlihat dalam tindakan
nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,
menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya (Thomas Lickona, 1991
dalam Ratna Megawangi, 2007: 83). Menurut Aristoteles karakter erat kaitannya
dengan habit atau kebiasaan yang kerap dimanifestasikan dalam tingkah laku
(Megawangi, Ibid)Kahn (2010), menyatakan terdapat empat jenis pendidikan
karakter yang selama ini dilaksanakan dalam proses pendidikan:
Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran
ii
wahyu Tuhan (konservasi moral);
8. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya , antara lain yang berupa budi
pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para
pemimpin bangsa (konservasi lingkungan);
Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan);
Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses
skesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan (konservasi humanis).
. Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai – nilai
karakter pada peserta didik,yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai- nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesame manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan
ii
kamil.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
Faktor- Faktor Pendidikan Karakter
1. Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran
yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil
9. dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan
ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang
mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen
sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan
karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui
ii
strategi :
1. Keteladanan
2. Intervensi
3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4. Penguatan.
Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan
pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses
pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang
dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai
luhur
Pilar – Pilar Pendidikan Karakter
1. Pendidikan kara kter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap
orang dapat menyetujui – nilai-nilai yang tidak mengandung politis,
religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita
jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan
Berkarakter, yaitu sebagai berikut :
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
10. Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal –
melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian
untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri
ii
dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan
bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan
mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan
kemarahan, hinaan dan perselisihan
3. Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah
sebelum bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas
pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka;
mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan
menyalahkan orang lain sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan
rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
11. ii
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama,
melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati
hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter & Nilai-nilai Pembentuk
Karakter.
Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
Pendidikan kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha
Esa berdasarkan Pancasila
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,
pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
4. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
12. pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter
pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18
nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values)
yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
ii
pendidikan nasional, yaitu:
1. Jujur
2. Toleransi
3. Disiplin
4. Kerja keras
5. Kreatif
6. Mandiri
7. Demokratis
8. Rasa Ingin Tahu
9. Semangat Kebangsaan
10. Cinta Tanah Air
11. Menghargai Prestasi
12. Bersahabat/Komunikatif
13. Cinta Damai
14. Gemar Membaca
15. Peduli Lingkungan
16. Peduli Sosial
13. ii
17. Tanggung Jawab
18. Religious
Beberapa Pendekatan Dalam Pendidikan Karakter
1. Pendekatan perkembangan moral kognitif
Bertujuan membimbing seseorang dalam mengembangkan pertimbangan
moralnya berdasarkan pada suatu pola yang disebut peringkat artinya dalam
pendekatan ini dapat diketahui bahwa ia mematuhi peraturan moral (yang semula
lantaran takut hukuman namun selanjutnya karena ia memiliki kesadaran yang
berasaskan prinsip moral universal)
2. Pendekatan analisis nilai
Focus utama dalam pendekatan ini adalah membimbing peserta didik agar
ia dapat berpikir agar dapat berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan
suatu masalah yang mengandung nilai-nilai. Pendekatan ini memerlukan seorang
guru yang mampu fakta persoalan yang relevan.
3. Pendekatan perilaku social merupakan respon atas stimulus pendekatan ini
dapat digambarkan dengan model S-R atau suatu kaitan (stimulus respon)tingkah
laku seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh
J. B. Skinner, yang akhirnya memunculkan subaliran
4. Pendekatan kognitif
Menekankan bahwa tingkah laku merupakan proses mental, yang
menunjukan bahwa individu atau organism aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan dalam menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.
14. Pendekatan kognitif sebenernya merupakan aplikasi atau pelaksanaan dari teori
perkembangan kognitif . Teori piaget memberikan banyak konsep dalam bidang
psikologi perkembangan yang berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan.
Menurut piaget kemampuan kognitif adalah kemampuan seseorang dalam
merepresentasikan dunia berdasarkan kenyataan yang dilihat dan dirasakan. Piaget
membuat skema dan membaginya ke dalam 4 pireode sebagai berikut
a. periode sensori motor (usia 0-2 tahun)
b. periode pra operasional (usia 2-7 tahun)
c. periode operasional konkret (usia 7-11 tahun)
d. Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
ii
5. Pendekatan Afektif
Pendekatan afektif atau pendekatan sikap yang digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam pendidikan karakter memiliki konsep yang menjelaskan bahwa
belajar dipandang sebagai upaya sedar seorang individu untuk memperoleh
perubahan perilaku secara keseluruhan, baik perubahan dalam aspek konitif,
afektif, dan psikomotor.
Strategi guru berkomunikasi terhadap peerta didik
Dari hasil kualitatif cara guru berkomunikasi trhadap peserta didik, yang
dilakukan dikelas, ditemukan bahwa strategi yang dilakuanya dalam
berkomunikasi dengan peserta didik yaitu dengan cara mengajak peserta didik
untuk berpikir tentang materi yang akan disampaikan agar mengajak peserta didik
tersebut tidak hanya diam mendengarkan guru akan tetapi juga ikut
berkomunikasi dengan guru dan peserta didik yang lainya.
15. Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa komponen, salah satu nya
terdapat pendidik dan peserta didik serta tujuan yang ingin di capai pada proses
pembelajaran tertentu. Untuk menjalankan proses pembelajaran yang optimal
pendidik harus menganalisis peserta didiknya terlebih dahulu yang meliputi
karakteristik umum, karakteristik akademik, maupun karakteristik uniknya
yang dapat mempengaruhi kemampuan, intelektual, dan proses belajarnya.
Dengan memahami karakteristik umum peserta didik, pendidik akan dapat
merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan
pembelajaran yang kondusif akan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa
sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang diinginkan.
ii
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu intraksi ?
2. Apa itu pendidikan karakter ?
3. Bagaimana interaksi sosial terhadap karakter peserta didik ?
4. Bagaimana tujuan dan fungsi pendidikan karakter ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: “untuk mengetahui
kamampuan tentang interaksi sosial terhadap karakter peserta didik disekolah”.
16. ii
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Sebagai bahan masukan untuk megetahui tentag pengaruh interaksi
sosial terhadap karakter peserta didik dikelas x .
b. Sebagai bahan informasi bagi penelitian yang relevan dengan obyek
penelitian ini .
c. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam rangka penyususnan
kebijakan yang berhubungan tentang pengaruh interaksi sosial
terhadap karakter peserta didik dikelas MAN Kota Baru Raha.
17. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
ii
A. Pengertian Interaksi Sosial
Homans (2004: 87), mendefinisikan interaksi sebagai suatu
kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya.
Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung
pengertian bahwa interaksi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan
individu lain yang menjadi pasangannya.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interkasi sosial
maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Proses sosial adalah
suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi
antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya didalam
amasyarakat. Menurut Soerjono Soekanto, proses sosial diartikan sebagai
cara-cara berhubungan yang dapat dilihat jika individu dan kelompok-kelompok
sosial saling bertemu serta menentukan sistem dan bentuk
hubungan sosial.
18. ii
Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interaksi sosial terdiri atas kontak sosial dan komunikasi
sosial. Kontak sosial tidak hanya dengan bersentuhan fisik. Dengan
perkembangan tehnologi manusia dapat berhubungan tanpa bersentuhan, misalnya
melalui telepon, telegrap dan lain-lain. Komunikasi dapat diartikan jika seseorang
dapat memberi arti pada perilaku orang lain atau perasaan-perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut.
Sumber-Sumber Interaksi Sosial
Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor
imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati.
1. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap,
tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
2. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan
seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang
disugestikan tanpa berfikir rasional.
3. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada
orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai
dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
4. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa
dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
5. Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami
oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan
orang lain.
19. ii
B. Pengertian karakter
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi
dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang
baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai
luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Sedangkan menurut ahli psikologi, Singh dan Agwan, (2000: 47)
karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan
tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter
seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana
individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu
Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai –
nilai karakter pada peserta didik,yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai- nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesame manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan
kamil.
20. Menurut Akhmad Sudrajat kita mesti mengerti makna dari karakter itu
sendiri terlebih dahulu . Pengertian Karakter menurut Depdiknas adalah
bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personlitas, sifat, tabiat,
temperamen, dan watak. Sementara itu yang disebut dengan berkarakter ialah
berkepribadian , berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pendapat Tadzkirotun Musfiroh (2008). Menurutnya karakter mengacu
pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Makna karakter itu sendiri sebenarnya berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan pada
aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku sehingga orang
yang tidak jujur , kejam, rakus dan berperilaku jelek. Sebaliknya orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia. Seseorang
dianggap memiliki karakter mulia apabila ia mempunyai pengetahuan yang
mendalam tentang potensi dirinya adalah terpupuknya sikap terpuji, seperti penuh
reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kratif –inovatif, mandiri,
hidup sehat, bertanggung jawab dll. Dengan demikian karakter atau karakteristik
adalah realisasi perkembangan positif dalam hal intelektual, emosional, social,
ii
etika dan perilaku .
Menurut David Elkind dan Freddy sweet, Ph.D. (2004) pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru yang mampu
mempengaruhi karakter peserta didik,Guru membantu membentuk watak peserta
didik agar senantisa positif .
21. Adapun T. ramli (2003) menyatakan bahwasannya pendidikan karakter
memiliki esensi yang sama dengan pendidikan moral atau akhlak. Dalam konteks
pendidikan di Indonesia pendidikan karakter ialah pendidikan nilai yakni
penanaman nilai-nilai luhur yang di gali dari budaya bangsa Indonesia. pijakan
utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan
karakter ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Ada beberapa
nilai karakter dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada
peserta didik, yakni rasa cinta kepada Tuhan yang maha esa dan ciptaannya,
tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, mampu
bekerjsama, percaya diri, kreatif, mau bekerja keras, pantang menyerah, adil serta
memiliki sifat kepimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta damai dan cinta
persatuan. Guru harus berusaha menumbuhkan nilai nilai tersebut melalui spirit
keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengejaran dan wacana.
Beberapa Pendekatan Dalam Pendidikan Karakter
1. Pendekatan perkembangan moral kognitif
Bertujuan membimbing seseorang dalam mengembangkan pertimbangan
moralnya berdasarkan pada suatu pola yang disebut peringkat artinya dalam
pendekatan ini dapat diketahui bahwa ia mematuhi peraturan moral (yang
semula lantaran takut hukuman namun selanjutnya karena ia memiliki
kesadaran yang berasaskan prinsip moral universal)
ii
22. ii
2. Pendekatan analisis nilai
Focus utama dalam pendekatan ini adalah membimbing peserta didik agar ia
dapat berpikir agar dapat berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan
suatu masalah yang mengandung nilai-nilai. Pendekatan ini memerlukan
seorang guru yang mampu fakta persoalan yang relevan.
3. Pendekatan perilaku social merupakan respon atas stimulus pendekatan ini
dapat digambarkan dengan model S-R atau suatu kaitan (stimulus
respon)tingkah laku seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan
ini dipelopori oleh J. B. Skinner, yang akhirnya memunculkan subaliran
4. Pendekatan kognitif
Menekankan bahwa tingkah laku merupakan proses mental, yang
menunjukan bahwa individu atau organism aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan dalam menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.
Pendekatan kognitif sebenernya merupakan aplikasi atau pelaksanaan dari
teori perkembangan kognitif . Teori piaget memberikan banyak konsep dalam
bidang psikologi perkembangan yang berpengaruh terhadap perkembangan
kecerdasan.
Menurut piaget kemampuan kognitif adalah kemampuan seseorang dalam
merepresentasikan dunia berdasarkan kenyataan yang dilihat dan dirasakan.
Piaget membuat skema dan membaginya ke dalam 4 pireode sebagai berikut
a. periode sensori motor (usia 0-2 tahun)
b. periode pra operasional (usia 2-7 tahun)
c. periode operasional konkret (usia 7-11 tahun)
23. d. Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
ii
5. Pendekatan Afektif
Pendekatan afektif atau pendekatan sikap yang digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam pendidikan karakter memiliki konsep yang menjelaskan
bahwa belajar dipandang sebagai upaya sedar seorang individu untuk
memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan, baik perubahan dalam
aspek konitif, afektif, dan psikomotor.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur
universal (Ratna Megawangi, 2003), yaitu pertama: karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; kedua: kemandirian dan tanggungjawab;
ketiga: kejujuran/amanah, diplomatis; keempat: hormat dan santun;
kelima:dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
keenam: percaya diri dan pekerja keras; ketujuh: kepemimpinan dan keadilan;
kedelapan: baik dan rendah hati, dan; kesembilan: karakter toleransi,
kedamaian, dan kesatuan.
Pilar-pilar karakter ini baiknya ditumbuhkembangkan pada anak sejak
usia dini. Karena usia dini adalah masa keemasan (golden age) dimana 50%
variabilitas kecerdasan seseorang mulai terbentuk pada usianya yang baru
menginjak 4 tahun. Selanjutnya peningkatan kecerdasan sebesar 30% terjadi
ketika anak berusia 8 tahun. 20% sisanya terbentuk hingga anak memasuki
usia pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini kita lihat bahwa
lingkungan rumah dan keluarga sebagai sumber belajar pertama tentu
24. memegang peran yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter
ii
anak.
Pengertian Karakteristik Peserta Didik
Menurut Piuas Partanto, Dahlan (1994) Karakteristik berasal dari kata
karakter dengan arti tabiat/watak, pembawaan atau kebiasaan yang dimiliki oleh
individu yang relatif tetap.
Menurut Moh. Uzer Usman (1989) Karakteristik adalah mengacu kepada
karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara
teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan
Menurut Sudirman (1990) Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola
kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan
dari lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Menurut Hamzah. B. Uno (2007) Karakteristik siswa adalah aspek-aspek
atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar,
gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki.
Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik
adalah unsur penting dalam kegiatan interaksi edukatif karena sebagai pokok
persoalan dalam semua aktifitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah, 2000)
Menurut kelompok kami karakteristik umum peserta didik ialah
karakter/gaya hidup individu secara umum (yang dipengaruhi oleh usia, gender,
25. latar belakang) yang telah dibawa sejak lahir dan dari lingkungan sosialnya untuk
ii
menantukan kualitas hidupnya.
Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Usia
Fase- Fase Perkembangan Manusia
1. Permulaan kehidupan (konsepsi)
2. Fase prenatal (dalam kandungan)
3. Proses kelahiran (± 0-9 bulan)
4. Masa bayi/anak balita (± 0-1 tahun)
5. Masa kanak-kanak (± 1-5 tahun)
6. Masa anak-anak (± 5-12 tahun)
7. Masa remaja (± 12-18 tahun)
8. Masa dewasa awal (± 18-25 tahun)
9. Masa dewasa (± 25-45)
10. Masa dewasa akhir (± 45- 55)
11. Masa akhir kehidupan (± 55 tagu ke atas
Menurut Kurnia (2007) : Karakteristik atau kepribadian seseorang
dapat berkembang secara bertahap. Berikut ini adalah krakteristik
perkembangan pada masa anak samapai masa puber
peserta didik dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
26. didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”1.
Dalam konsep tersebut mengandung 5 konsep, yakni interaksi, peserta didik,
pendidik, sumber belajar dan lingkungan belajar. Marilah kita kaji dengan
cermat satu per satu. Dalam kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, kata
interaksi mengandung arti pengaruh timbal balik, saling mempengaruhi satu
sama lain, saling manarik, saling menerima dan memberi2.
Peserta didik menurut pasal 1 butir 4 UU nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu. Sementara itu dalam pasal 1 butir 6 UU Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
ii
menyelenggarakan pendidikan3
Sumber belajar atau learning resources, secara umum diartikan
sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan oleh peserta didik dan pendidik
dalam proses belajar dan pembelajaran. Jika dikelompokkan, sumber belajar
dapat berupa sumber belajar tertulis/cetakan, terekam, tersiar, jaringan, dan
lingkungan (alam, sosial, budaya, spiritual). Lingkungan belajar adalah
lingkungan yang menjadi latar terjadinya proses belajar seperti di kelas,
27. perpustakaan, sekolah, tempat kursus, warnet, keluarga, masyarakat, dan alam
ii
semesta.
Dari pengertian di atas kita mengetahui ciri utama pembelajaran
adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Ini
menunjukkan bahwa unsur kesengajaan dari pihak di luar individu yang
melakukan proses belajar, dalam hal ini pendidik secara perorangan atau
secara kolektif dalam suatu sistem, merupakan ciri utama dari konsep
pembelajaran. Perlu diingat bahwa tidak semua proses belajar terjadi dengan
sengaja. Di samping itu, ciri lain dari pembelajaran adalah adanya interaksi
yang sengaja diprogramkan. Interaksi tersebut terjadi antara peserta didik
yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik dengan pendidik, peserta
didik lainnya, media, dan atau sumber belajar lainnya.
Ciri lain dari pembelajaran adalah adanya komponen-komponen yang
saling berkaitan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan,
materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran menjadi
mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki peserta
didik setelah mengikuti suatu pembelajaran tertentu. Materi pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dibahas dalam pembelajaran dalam rangka
mencaAqidah Akhlak tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan pembelajaran
mengacu pada penggunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dan
media dalam rangka membangun proses belajar antara lain membahas materi
dan melakukan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicaAqidah Akhlak secara optimal. Proses pembelajaran dalam arti yang luas
28. merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,
membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
ii
pencerdasan kehidupan bangsa4.
Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Gender
Bebrapa para ahli mengatakan bahwa perbedaan gender dalam kaitannya
dengan kognisi dan prestasi mungkin bersifat situasional. Perbedaan itu bervariasi
menurut waktu dan tempat (Biklen &Pollard, 2001) dan mungkin berinteraksi
dengan ras dan kelas sosial (Pollard, 1998). Penulis Boys and Girls Learn
Differently mengatakan bahwa perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan memang ada akibat perbedaan dalam otak mereka.
Perbedaan Anak Perempuan dengan Anak Laki-Laki
Menurut Diane (1995, 1996), ada beberapa perbedaan anak perempuan
dan anak laki-laki, anak perempuan menunjukkan kinerja yang lebih baik
di bidang seni bahasa, pemahaman bacaan, dan komunikasi tertulis dan
lisan. Sedangkan anak laki-laki terlihat sedikit unggul di bidang
matematika dan penalaran matematis.
Menurut Ormrod (2000) :
Fitur Anak
Perempuan
Anak Laki-Laki Implikasi untuk
Pendidikan
Kemampuan
Kognitif
Lebih baik dalam
tugas-tugas
Lebih baik dalam
keterampilan
Berharap anak laki-laki
dan perempuan
29. verbal visual-spasial memiliki kemampuan
ii
kognitif yang sama
Fisik Sebelum
pubertas
kapabilitasnya
sama
Setelah pubertas,
lebih unggul
dalam hal tinggi
badan dan
kekuatan otot
Mengasusmsikan kedua
gender memiliki
potendi untuk
mengembangkan
berbagai keterampilan
fisik dan motorik
Motivasi Peduli pada
prestasi sekolah,
tetapi kurang
berani
mengambil
resiko
Usaha yang besar
di subjek-subjek
“stereotipikal laki-laki”
Mendorong kedua
gender unggul disemua
subjek. Menghindari
stereotip
Self-Esteem Cenderung
melihat diriny
sendiri lebih
kompeten di
bidang hubungan
interpersonal
Lebih memiliki
rasa percaya diri
untuk
mrngrndalikan
dan mengatasi
masalah.
Lebih menilai
kinerjanya sendiri
secara positif
Menunjukkan kepada
semua siswa bahwa
mereka bisa berhasil di
bidang-bidang yang
kontrastereotip
30. ii
Aspirasi
Karier
Hubungan
Interpersonal
Memiliki
ekspektasi jangka
panjang yang
lebih tinggi untuk
dirinya sendiri
Menunjukkan otang-orang
yang sukses
dalam karier di semua
bidang sekaligus dalam
keluarga
Cenderung lebih
afiliatif dan lebih
banyak membentuk
hubungan dekat.
Nyaman berada di
situasi yang
kompetitif dan
menyukai
lingkungan yang
kooperatif
Cenderung
menunjukkan agresi
fisik yang lebih
tinggi
Mengajari kedua
gender cara-cara
berinteraksi
dengan baik dan
memeberikan
lingkungan yang
kooperatif untuk
mengakomodasi
kecenderungan
afiliatif anak
perempuan.
Karakteristik Umum Peserta Didik dari Segi Latar Belakang
Budaya, Etnis, Ras
Budaya mengacu pada bagaimana anggota-anggota suatu
kelompok memikirkan tentang tidakan sosial dan resolusi masalah.
Sedangkan etnis mengacu pada kelompok-kelompok yang memiliki
31. warisan budaya yang sama. Ras mengacu pada kelompok-kelompok yang
memiliki cciri-ciri sifat biologis yang sama.
Budaya menggambarkan istilah way of life kelompok secara
keseluruhan termasuk sejarah, tradisi, sikap dan nilai-nilai. Budaya adalah
bagiamana anggota-anggota suatu kelompok berpikir dan cara yang
mereka lakukan untuk mengatasi masalah dalam kehidupan kolektif.
Budaya adalah sesuatu yang dipelajari dan selalu berubah, tidak pernah
ii
statis.
Etnis mengacu pada kelompok yang memiliki bahasa dan identitas
yang sama. Misalnya orang-orang yang memiliki suku yang sama,
keturunan jawa, padang, melayu, batak, dll meskipun dalam satu
kebangsaan Indonesia. Ras adalah istilah yang diberikan kepada
kelompok-kelompok yang memilki ciri-ciri biologis yang sama.
32. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
ii
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang
dituntut menggunakan informasi mulai dari pengumpulan data.penjelasan
terhadap data tersebut, serta penaikan kesimpulan dari hasilnya ( Arikunto, 2006:
12)
B. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di MAN Kota Baru di Raha siswa siswi kelas x
C. subjek dan objek penelitian
adapun subjek dan objek penelitian yang dimaksud adalah orang yang akan
memberikan informasi mengenai permasalahan yang ditelitisedangkan objek
peneltian adalah permasalahan yang ada dalam sebuah penelitian ( Ridwan 2009 :
56 ).
D. Data dan sumber data
Dalam penelitian ini, verifikasi data dilakukan selama penelitian
berlangsung dan verifikasi data akan peneliti hentikan apabila data yang diperoleh
sudah jenuh. Selanjutnya peneliti akan menarik keputusan atau kesimpulan
berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan hasil kualitatif yang telah dipilih
di MAN Kota Baru Raha.
33. ii
E. Metode
Metode ini digunakan dalam penelitian ini adalah mtode deskritif dengan
pendekatan kualitatif menurut Saebani ( 2008: 90 ) didefenisikan sebagai
metode yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai gejala dan
fakta yang terdapat dalam kehidupan sosial secara mendalam.selanjutnya
Dermadi ( 2011:7).
Penelitin deskritif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan
gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab
pertanyaan – pertanyaan sehubungan dengan suatu subjek penelitian pada
saat ini.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari
dua orang guru mata pelajaran sosiologi kelas x dan siswa siswi kelas x
MAN Kota Baru di Raha.
F. Tehnik pengumpulan data
Tehnik yang digunakan dalam pengambilan data dilakukan dengan
cara kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil kualitatif dengan informan seta hasil
observasi tentang interaksi soial peserta didik dalam proses pebelajaran
sosiologi kelas x MAN Kota Baru di Raha.
34. ii
G. Analisis data
Data dianalisis dengan menggunakan tehnik analisis data seperti
yang dikemukakan oleh Miles Huberman ( dalam sugiyono ,2009:183)
yaitu dengan langkah- langkah sebagai berikut:
Reduksi Data
Mereduksi data berarti mengurangi data atau merangkum data.
Dalam penelitian ,semua data peneliti dikumpul dari hasil kualitatif di
MAN Kota Baru Raha akan dipilih hal – hal yang pokok saja berdasarkan
fokus penelitian.
Penyajia data
Setelah merangkum data, proses selanjutnya adalah melakukan
penyajian data dengan tujuan untuk memudahkan peneliti untuk
mengorganisasikan data berdasarkan fokus penelitian.
kesimpulan yang diperoleh sebagai hasil penelitian dianalisis kembali
dengan pengujian keabsahan data sebagai berikut:
Kredibilitas
Kredibilitas bertujuan agar peneliti lebih mudah dalam melakukan
penelitian dan memperoleh data yang lebih akurat mengenai interaksi
peserta didik dalam proses pembelajaran sosiologi kelas x MAN Kota
Baru Raha.
35. ii
Transferbilitas
Taransferbilitas bertujuan agar hasil penelitian yang diperoleh
dapat diaplikasikan oleh pemakai peneliti
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hasil interaksi sosial terhadap
karakter peserta didik di MAN Kota Baru Raha bentuk interaksi sosial
yang dilakukan guru dengan peserta didik yaitu dengan memberikan
pertanyaan, mendatangi murid yang terbilang pasif agar murid tersebut
terpancing kektifanya dalam proses pembelajaran.
Interaksi sosial kelompok belajar yang satu dengan kelompok
belajar yang lain, yaitu interaksi sosial yang dilakukan kelompok belajar
yang satu dengan kelompok belajar yang lain dengan saling bertanya
dengan menanggapi agar peserta didik tersebut lebih aktif ketika proses
pembelajaran sehingga kemudian terjadilah diskusi antar kelompok
tersebut untuk menyampai kesimpula dari prtanyaan.
Pendidikan karakter adalah sebuah system yang menanamkan nilai
– nilai karakter pada peserta didik,yang mengandung komponen
pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nilai- nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, maupun bangsa,
sehingga akan terwujud insan kamil.
36. Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang berkaitan dengan suatu sistem
yang mengarah pada terjadinya perubahan yang baik dan karakter yang
berkaitan dengan sikap seseorang.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa
Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Dengan demikian karakter
mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
ii
(motivations), dan keterampilan (skills).
Saran
Adapun saran dari proposal ini yaitu Sehubungan dengan
penelitian yang dilakukan, maka peneliti memberikan saran yang berkaitan
dengan usaha peningkatan minat belajar bagi siswa sebaiknya menerapkan
model pembelajaran Group Investigation
37. DAFTAR PUSTAKA
Passimaulia,2003.analisis kemampuan keuangan koperasi unit desa(KUD) Moono
ii
jaya.skripsi,kendri
http://id.wikipedia.Tithie ae./ PengertianPendidikanKarakter.htm
Blog at WordPress.com. The Retro-Fitted Theme
Anonim. http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-perkembangan-sosial.
html diakses tanggal 1/3/2014 pukul 13.30
Asrori, Muhammad. 2005. Perkembangan Peserta Didik. Malang: Wineka Media
Sunarto dan B. Agung Hartono. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah
Pertama . Jakarta
Anonim. http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-perkembangan-sosial.
html diakses tanggal 1/3/2014 pukul 13.30
Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer, Surabaya:
Bintang Timur, 1995, hal 269
Modul Psikologi Perkembangan, Universitas Negeri Jakarta, 2004
Richard I. Arends, Learning To Teach, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008
http://www.scribd.com/doc/86538676/Karakteristik-Peserta-Didik-Dalam-
Proses-Pembelajaran
http://guru-ina.blogspot.com/2012/03/karakteristik-siswa.html
http://onnyrudianto.wordpress.com/2011/07/24/beberapa-karakter-peserta-didik/
38. PENGARUH INTERAKSI SOSIAL
KARAKTER PESERTA DIDIK DIKELAS X MAN KOTA
BARU DI RAHA
PROPOSAL
Ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Mengikuti Seminar Proposal
OLEH:
WA HANIA
STAMBUK: 21115064
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYA KENDARI
2014
ii
39. HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan panitia penguji
proposal pada program studi konsentrasi pendidikan luar sekolah jurusan
sosiologi fakultas keguruan dan ilmu dan pendidikan univeritas
ii
muhammadiyah kendari.
NAMA : WA HANIA
NIM : 21115064
Pembimbing I pembimbing II
Drs H. Muh Natsir, M.si Irwan Alimudin. S.pd.,M.pd
Mengetahui:
Dekan fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas Muhammadiya
Drs.H. Muh. Natsir,M.Si
NIP: 19640828 199303 1 002
40. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
limpahan rahmat dan Hidayah-Nya jualah sehingga proposal ini yang berjudul
‘’Pengaruh Interaksi Sosial Terhadap Karakter Peserta Didik Dikelas X Man Kota
Baru Raha’’ dapat tersusun dan dapat terselesaikan, walaupun dalam bentuk yang
ii
sangat sederhana.
Dalam penulisan proposal ini sejak awal hinngga selesai penyusunannya,
penulis banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun hal tesebut dapat
diselesaikan berkat bimbingan arahan dan petunjuk dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan terutama diajukan
kepada Bapak Drs. H. Muh.Natsir, M.si sebagai pembimbing pertama dan Bapak
Irwan Alimudin, Spd.,M.pd sebagai pembimbing kedua, yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan membimbing penulis sehingga
proposal ini dapat tersusun sebagaimana adanya.
Demikian ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil,
semoga bantuan yang telah diterima mendapat imbalan pahala dari Allah SWT.
Dan penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
yang cinta akan ilmu pengetahuan. Amin
Kendari, November 2014
Penulis
41. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i
HALAMAN PESERTUJUAN PEMBIMBING………………………… ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… v
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….… 1
A. Latar Belakang………………………………………………............... 1
B. Rumusan Masalah………………………………………….................. 15
C. Tujuan Penelitian………………………………………….................... 15
D. Manfaat Penlitian…………………………………………................... 16
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………………... 17
A. pengertian dari interaksi………………………………………............ 17.
B. pengertian pendidikan karakter………………………………………... 19
C. peranan peserata didik………………………………………………… 22
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….... 32
A. Jenis Penelitian……………………………………………………… 32
B. waktu dan Tempat Penelitian………………………………………….. 32
C. tehnik Pengumpuln Data……………………………………………… 32
D. Tehnik Analisis Data………………………………………………… 32
E. Penyajian Data………………………………………………………… 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ii
42. DAFTAR LAMPIAN
Lampiran 1. Kisi – kisi instrument penelitian…………………………………..44
Lampiran 2. Panduan wawancara untuk peranan……………………………45
ii