5. iii
TIM PENYUSUN
Penasehat
dr. Erna Mulati,M.Sc. CMFM
Penanggung Jawab :
dr. Lovely Daisy, MKM
Tim Penyusun:
dr. lLyas Angsar, SpOG (K)
dr. Wira Hartiti, M.Epid
dr. Ratna Sari Junita
Kontributor :
IDI: dr. Fritzar Irmansyah, SpOG (K); dr. Dhika Prabu Armandhanu SpOG (K) M.Kes
POGI: dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K); Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG(K), MPH;
Dr. dr. Yudi M. Hidayat, SpOG (K), DMAS., M.Kes, Dr. dr. Pudjo Hartono, SpOG (K),
Prof. Dr. dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K), MPH Pokja KB dan Kespro, PP POGI:
Dr.dr.Julianto Witjaksono, SpOG (K) MGO, Prof. dr. Ova Emilia, M. med, SpOG (K),
Ph.D; dr. Detty Nurdiati, MPH, PhD, SpOG(K); Dr. dr. Yudianto Budi Saroyo, SpOG
(K),MPH; dr. Nurhadi Rahman, SpOG (K); dr. Suryono S.I, Santoso, SpOG; Dr. dr.
Herbert Situmorang, SpOG (K); dr. Cepi Teguh Pramayadi, SpOG (K), MARS ; dr.
Riyan Hari Kurniawan, SpOG (K); dr. M. Dwi Priangga SpOG (K); dr. M. Adya
Firmansha SpOG (K), dr. Marie Caesarini, SpOG; Dr. Diannisa Ikarumi, SpOG, Dr. dr.
Eka Rusdianto Gunardi, SpOG (K), MPH, IAUI :Dr. dr. Nur Rasyid, SpU, dr. Ricky
Adriansjah SpU; PKMI: Dr. dr. Wiryawan Permadi SpOG (K); Dr. dr. Hermanus
Suhartono SpOG (K); Ir. Muammar PERDATIN: dr. Alamsyah Ambo Ala Husain, SpAn-
KMN KEMENKES: dr. Erna Mulati MSc,.CMFM; dr. Lovely Daisy, MKM; dr. Yenni Yuliana;
drg. Wara Pertiwi Osing MA, dr. Wisnu Trianggono, MPH; dr. Wita Nursanthi Nasution,
MARS; dr. Isyanna Paramitta; drg. Diah Handaryati; dr. Upik Rukmini, MKM; dr.
Christian S Mamahit.M.Kes; Maylan Wulandari, SST; Indah N. Mardhika, SKM, MSc.PH;
Nabila Salsabila, SKM; Evasari Br Ginting, SKM; dr.Erni Risvayanti,M.Kes; Ika
Permatasari, SKM, MKM; Muhammad Rizki BKKBN: dr. H. Zamhir Setiawan, M.Epid ;
Mukhtar Bakti,SH,MA; drg.Widwiono, M.Kes; dr. Fajar Firdawati; dr. Ruri Mutia Ichwan;
dr. Nia Reviani, MAPS; dr. Azora Ferolita, dr. Ari Widiastuti, dr. Mataram Endra
Widagda; Lilik Aryani Falupi, SS, MPH; Dwi Ulumy, S. IP, M. Si; Agustin Ayu Asmarawati,
S.Psi; Reni Safitri, Amd; dr. Noer Aziza; Pipie Parawansha, S.K.M, MPH; Nindi
Widyakirono, A.Md; Muhamad Arfan, S.T, M.PH; Ira Fitriyani Rachmat, S.Sos; Ayu
Rachmawati Listyowardani, S.Si, MKM; dr. Popy Irawati, MPH IBI: Dr. Ade Jubaedah,
SSiT, MM, MKM; Sri Poerwaningsih SST.SKM.M.Kes; Dr. Heru Herdiawati, SST,SH,MH;
Bintang Petralina, SST, M.Keb; Ratna Chaerani, SST,Mkes UNFPA Indonesia: Riznawaty
Imma Aryanty, Ph.D; dr. Elvira Liyanto; Anggraini Sari Astuti, SKM; WHO Indonesia: dr.
Alfrida Camelia Silitonga, Jhpiego: Istiyani Purbaabsari, Cut Sofa Kumala,
Damaryanti Suryaningsih
7. v
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT
KEMENTERIAN KESEHATAN
Salah satu upaya penurunan angka kematian ibu
dapat dilakukan dengan penguatan pilar safe
motherhood, dimana pilar pertamanya adalah
pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana.
Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak
reproduksi setiap orang, membantu merencanakan
kapan dan berapa jumlah anak yang diinginkan, dan
mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
Penggunaan alat kontrasepsi secara tepat juga dapat
mengurangi risiko kematian ibu dan bayi, oleh karena itu
pemenuhan akan akses dan kualitas program Keluarga
Berencana (KB) sudah seharusnya menjadi prioritas dalam pelayanan Kesehatan.
Hal ini juga selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, yaitu pemerintah bertanggung jawab dan menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam memberikan
pelayanan KB yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan utama
bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 Kelahiran
Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2024 untuk AKI sebesar 183/100.000 Kelahiran Hidup. Angka Kematian
Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia. Pelayanan kontrasepsi atau keluarga
berencana merupakan intervensi strategis dalam menurunkan AKI dan AKB.
Namun saat ini pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana belum
sepenuhnya berjalan optimal, hal ini bisa ditunjukan dari data SDKI 2017 capaian
kesertaan ber KB untuk seluruh metode KB yaitu sebesar 63,6% dengan peserta KB
cara modern sebesar 57,2% menurun dari hasil SDKI 2012 yaitu sebesar 57,9%,
meskipun capaian metode KB Jangka Panjang (MKJP) mengalami peningkatan
dari 18,2% (SDKI 2012) menjadi 23,3% (SDKI 2017). Penggunaan metode KB justru
meningkat pada penggunaan KB metode tradisional (dari 4% pada SDKI 2012
menjadi 6% pada SDKI 2017.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan KB, salah satunya dengan penyediaan
pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan bagi petugas kesehatan dan
pengelola program dalam melakukan pengembangan dan pelaksanaan
pelayanan KB. Pedoman ini memberikan panduan dalam aspek klinis maupun
manajemen, yang kemudian akan meningkatkan pengetahuan, pemahaman
dan ketrampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas
bagi masyarakat.
Saya menyambut baik disusunnya buku Pedoman Pelayanan Kontrasepsi
dan Keluarga Berencana seraya berharap dengan adanya pedoman ini, tenaga
kesehatan dan pemegang program dapat memberikan pelayanan dan
pengembangan program yang berkelanjutan. Akhir kata saya mengucapkan
8. vi
terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan pedoman ini, semoga pedomann ini dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kualitas pelayanan KB di Indonesia.
Jakarta, November 2020
Direktur Jenderal Kesehatan
Masyarakat,
dr. Kirana Pritasari, MQIH
9. vii
KATA SAMBUTAN
DEPUTI KELUARGA BERENCANA DAN KESEHATAN REPRODUKSI (KBKR)
BKKBN
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan KB,
perlu adanya standarisasi pelayanan KB dalam rangka
mengatasi permasalahan mutu pelayanan KB (supply
side) yang berkaitan dengan ketersediaan dan
persebaran fasilitas kesehatan yang melayani KB,
ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten
dalam pelayanan KB, kemampuan bidan dan dokter
dalam memberikan penjelasan tentang pilihan
metode KB secara komprehensif termasuk mengenai
efek samping alat dan obat kontrasepsi dan
penanganannya, serta komplikasi dan kegagalan.
Untuk menjamin akses dan kualitas penyelenggaraan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi (KBKR) yang komprehensif selain melakukan optimalisasi
dalam mutu pelayanan, diperlukan penguatan dalam penyediaan sarana
penunjang pelayanan KB, pengelolaan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi
untuk seluruh pasangan usia subur, serta penguatan sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan KB di fasilitas kesehatan. Dalam memenuhi kebutuhan
terhadap beberapa hal diatas telah dituangkan didalam pedoman pelayanan
kontrasepsi dan keluarga berencana ini.
Apresiasi dan penghargaan kami sampaikan kepada Kementerian Kesehatan yang
telah menyelesaikan penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam peningkatan pelayanan KB,
khususnya bagi pengelola program KB di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
para pemangku kepentingan program KB, dan tenaga kesehatan pemberi layanan
KB di seluruh tingkatan wilayah, serta institusi pendidikan dan pelatihan kesehatan
sehingga dapat membantu mewujudkan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas,
aman bagi seluruh klien KB dan masyarakat di Indonesia. Aamiin.
Terima kasih
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, Desember 2020
Deputi Bidang Keluarga Berencana
dan Kesehatan Reproduksi
Dr. Eni Gustina, MPH
10. viii
KATA SAMBUTAN
KETUA PENGURUS PUSAT PERHIMPUNAN OBSTETRI GINEKOLOGI INDONESIA (POGI)
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, Tuhan
Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan hidayah-Nya,
Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan KB dapat diterbitkan.
Pelayanan Kontrasepsi dan KB menjadi sangat esensial
karena menjadi bagian dari kesehatan reproduksi dan
upaya-upaya pemenuhan hak-hak reproduksi perempuan.
Dimana keluarga berencana merupakan pilar utama dari
Safe Motherhood, oleh karena itu Keluarga Berencana
bersama kesehatan reproduksi tetap menjadi parameter
dalam sustainable Development Goals (SDG’S) WHO dan salah satu poin penting
untuk mencapai hal tersebut yaitu dipelukan peningkatan kualitas pelayanan
kontrasepsi dan KB.
Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan KB merupakan salah satu langkah untuk
mewujudkan pelayanan KB sesuai standar sehingga dapat membantu masyarakat
mendapatkan layanan KB dan kesehatan Reproduksi yang mereka butuhkan.
Untuk mewujudkan hal tersebut fasilitas kesehatan saat ini harus dilengkapi dengan
tenaga yang berkompeten, sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Kementerian Kesehatan, BKKBN, Pokja
KB dan Kespro POGI dan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
pedoman ini.
Semoga Allah ta’ala selalu memberkahi kita semua.
Jakarta, 21 Januari 2021
Ketua Umum Pengurus Pusat POGI
dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K)
11. ix
Kata Sambutan
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyambut baik dan
memberikan apresiasi serta penghargaan kepada
Kementerian Kesehatan yang telah menyelesaikan
penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan
Keluarga Berencana (KB).
Saya berharap pedoman ini dapat memberikan
acuan bagi petugas kesehatan dan pengelola program
dalam melakukan pengembangan dan pelaksanaan pelayanan KB, yang dapat
memberikan peningkatan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan (skill)
dalam memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas bagi masyarakat.
Pedoman ini memberikan panduan dalam aspek klinis maupun
manajemen yang akan sangat berguna bagi Bidan dalam memberikan pelayanan
KB sesuai kewenangan yang telah diatur dalam Pasal 46 undang-undang No. 4
Tahun 2019 tentang Kebidanan dimana disebutkan bahwa tugas dan wewenang
Bidan adalah sebagai pemberi pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana. Hal ini juga dipertegas dengan Kepmenkes no. 320
Tahun 2020 Tentang Standar Profesi Bidan, khususnya kompetensi Pemasangan
IUD/Implant di Level 4 Bagi Bidan Lulusan Profesi dan Level 3 bagi Ahli Madya
Kebidanan.
Ikatan Bidan Indonesia berharap Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan
Keluarga Berencana ini, dapat memenuhi kebutuhan penjaminan akses dan
kualitas penyelenggaraan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR),
khususnya bagi Bidan dalam memberikan pelayanan yang holistik, komprehensif,
dan berkesinambungan diberbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan baik di
Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Lanjutan (FKTRL) dan Praktik
Mandiri Bidan.
Semoga dengan terbitnya Pedoman ini dapat membantu dalam
optimalisasi mutu pelayanan, penguatan penyediaan dan sarana penunjang
pelayanan KB, serta pengelolaan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi serta
penguatan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB di fasilitas kesehatan
yang pada akhirnya dapat meningkatkn derajat kesehatan masyarakat serta
menurunkan AKI dan AKB, Stunting, serta menyiapkan generasi unggul menuju
Indonesia Maju.
Jakarta, Februari 2021
Ketua Umum Pengurus Besar IBI
Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes
13. xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat
dan RidhoNya, Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana dapat
diselesaikan. Buku ini disusun untuk memberikan panduan yang update bagi
petugas kesehatan.
Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ditujukan bagi tenaga
kesehatan dan pengelola program KB. Buku ini hadir agar menjadi acuan dalam
memberikan pelayanan kontrasepsi serta pengembangan program KB yang
berkelanjutan.
Buku pedoman ini menjelaskan tentang kebijakan pelayanan KB, metode
kontrasepsi, prosedur klinis pelayanan KB dan manajemen pelayanan KB. Pedoman
ini disusun bersama-sama dengan BKKBN, organisasi profesi (PP POGI, PP IBI) dan
lintas program terkait.
Terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan Pedoman
Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ini, khususnya kepada mintra
pembangunan UNFPA yang telah mendukung pelaksanaan penyusunan pedoman
ini. Saran dan masukan dalam upaya penyempurnaan buku pedoman ini terus
kami harapkan. Semoga buku pedoman ini dapat bermanfaat dan diterima
dengan baik oleh sejawat tenaga kesehatan dan pengelola program KB.
Jakarta, November 2020
Direktur Kesehatan Keluarga,
dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM
15. xiii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN.........................................................................................................v
KATA PENGANTAR...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xiii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN .......................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
1.2 TUJUAN ............................................................................................................... 4
1.2.1 UMUM................................................................................................. 4
1.2.2 KHUSUS............................................................................................... 4
1.3 SASARAN............................................................................................................ 5
1.4 RUANG LINGKUP .............................................................................................. 5
1.5 DASAR HUKUM.................................................................................................. 5
BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN KB ...........................................................................9
2.1. PENTINGNYA PERENCANAAN KEHAMILAN............................................... 9
2.2. KEBIJAKAN PELAYANAN KB ........................................................................... 9
2.3. PERMASALAHAN PELAYANAN KB .............................................................. 13
2.4. PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM PELAYANAN KB.......................... 16
2.5. STANDARISASI PELAYANAN KONTRASEPSI............................................... 18
BAB III METODE KONTRASEPSI......................................................................................21
3.1. PENGKLASIFIKASIAN METODE KONTRASEPSI........................................... 21
3.2. EFEKTIVITAS KONTRASEPSI............................................................................. 22
3.3. JENIS METODE KONTRASEPSI....................................................................... 23
3.3.1. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)............................ 23
3.3.2. KONTRASEPSI IMPLAN .................................................................. 33
3.3.3. KONTRASEPSI SUNTIK..................................................................... 38
3.3.4. KONTRASEPSI PIL............................................................................ 49
3.3.5. KONDOM ........................................................................................ 61
3.3.6. TUBEKTOMI....................................................................................... 63
3.3.7. VASEKTOMI ..................................................................................... 65
3.3.8. METODE AMENORE LAKTASI (MAL) .......................................... 67
3.3.9. METODE SADAR MASA SUBUR ................................................... 68
3.3.10. SANGGAMA TERPUTUS ................................................................ 72
BAB IV PROSEDUR KLINIS PELAYANAN KB .............................................................73
4.1 ALGORITMA PELAYANAN KB....................................................................... 73
16. xiv
4.1.1 ALGORITMA PELAYANAN KB DI FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA........................................................................ 73
4.1.2 ALGORITMA UNTUK METODE KONTRASEPSI HORMONAL... 74
4.1.3 ALGORITMA UNTUK AKDR ........................................................ 75
4.2 PELAKSANAAN PROSEDUR PELAYANAN.................................................. 77
4.2.1 PRA PELAYANAN........................................................................... 77
4.2.2 PELAYANAN KONTRASEPSI.......................................................... 90
4.2.3 PASCA PELAYANAN KONTRASEPSI ......................................... 196
4.2.4 PELAYANAN KONTRASEPSI PADA KONDISI KHUSUS............ 220
BAB V MANAJEMEN PELAYANAN KB ...................................................................237
5.1 PERENCANAAN ............................................................................................ 237
5.1.1 PENENTUAN SASARAN ............................................................... 237
5.1.2 SUMBER DAYA MANUSIA........................................................... 238
5.1.3 SARANA DAN PRASARANA ...................................................... 238
5.1.4 ALAT DAN OBAT KONTRASEPSI ................................................ 239
5.1.5 JARINGAN PELAYANAN ............................................................ 245
5.1.6 PEMBIAYAAN................................................................................ 245
5.2 PELAKSANAAN.............................................................................................. 246
5.2.1 PENCEGAHAN INFEKSI ............................................................... 246
5.2.2 KLASIFIKASI FASILITAS PELAYANAN.......................................... 249
5.2.3 SISTEM RUJUKAN.......................................................................... 251
5.3 PEMANTAUAN DAN EVALUASI.................................................................. 254
5.3.1 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB........................................... 254
5.3.2 PENCATATAN DAN PELAPORAN............................................. 255
5.3.3 INDIKATOR KEBERHASILAN PROGRAM .................................. 257
BAB VI .......................................................................................................................261
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................263
17. xv
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
A. DAFTAR ISTILAH
1. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate): Rata-rata banyaknya anak
yang dilahirkan hidup oleh seorang perempuan selama masa
reproduksinya.
2. Contraceptive Prevalence Rate: Persentase cakupan peserta KB aktif
dibandingkan dengan jumlah PUS di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu.
3. Efek Samping Kontrasepsi: efek yang tidak diinginkan yang dapat terjadi
akibat penggunaan alat kontrasepsi
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan: suatu tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
5. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama: adalah fasilitas kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan komprehensif non spesialistik berupa
pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.
6. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan: adalah Fasilitas Kesehatan
pelayanan komprehensif spesialistik atau sub spesialistik.
7. Informed consent: Persetujuan tertulis tentang tindakan medis yang
diberikan kepada klien atau keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien
tersebut.
8. KB Pasca Persalinan (KBPP): penggunaan suatu metode kontrasepsi
sesudah melahirkan sampai 6 minggu/42 hari melahirkan.
9. Kegagalan KB: Kasus terjadinya kehamilan pada akseptor KB aktif, yang
pada saat tersebut menggunakan metode kontrasepsi.
10. Komplikasi Kontrasepsi: Gangguan kesehatan ringan sampai berat bagi
klien yang terjadi akibat penggunaan metode kontrasepsi.
11. Pasangan Usia Subur (PUS): pasangan yang istrinya berumur antara 15-49
tahun.
12. Peserta KB Aktif : Akseptor yang pada saat ini sedang memakai alat atau
obat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau yang mengakhiri
kesuburan, dan masih terlindungi oleh kontrasepsi.
13. Peserta KB Baru: peserta yang baru pertama kali menggunakan metode
kontrasepsi termasuk mereka yang pasca keguguran dan sesudah
melahirkan,
14. Unmet Need : Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau
yang ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan
kontrasepsi.
15. Vasektomi : Metode Sterilisasi Pria
16. Tubektomi: Metode Sterilisasi Perempuan
18. xvi
B. DAFTAR SINGKATAN
ABPK-KB : Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB
AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndromes
AKI : Angka Kematian Ibu
AKB : Angka Kematian Bayi
AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
Alokon : Alat dan Obat Kontrasepsi
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
BPJS : Badan Penyelengggara Jaminan Sosial
BPM : Bidan Praktek Mandiri
CBR : Crude Birth Rate
CPR : Contraceptive Prevalence Rate
CTU : Contraceptive Technology Update
DO : Drop-out
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FKRTL : Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
HIV : Human Immunodeficiency Virus
ICPD : International Conference on Population and Development
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
IDI : Ikatan Dokter Indonesia
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IMS : Infeksi Menular Seksual
JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KSK : Kontrasepsi Suntik Kombinasi
KPK : Kontrasepsi Pil Kombinasi
KSP : Kontrasepsi Suntik Progestin
KPP : Kontrasepsi Pil Progestin
MAL : Metode Amenore Laktasi
MDGs : Millenium Development Goals
MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
MUPEN : Mobil Unit Penerangan
MOP : Metode Operasi Pria
MOW : Metode Operasi Wanita
Nakes : Tenaga Kesehatan
PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
PKMI : Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia
PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana
POGI : Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia
PSA : Public Service Announcement
PUS : Pasangan Usia Subur
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia
SKN : Sistem Kesehatan Nasional
TFR : Total Fertility Rate
UNFPA : The United Nations Fund for Population Activities
VTP : Vasektomi Tanpa Pisau
19. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi permasalahan
utama bidang kesehatan serta masih jauh dari target global SDGs. Dari
hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menyebutkan AKI
305/100.000 Kelahiran Hidup (KH), dan target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 untuk AKI sebesar 183/100.000
Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia.
Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menyebutkan AKN
adalah 15/1.000 KH dengan target 2024 adalah 10 per 1.000 kelahiran
hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) 24/1.000 KH dengan target 2024 adalah
16/1.000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI adalah
70/100.000 KH, AKB mencapai 12/1.000 KH dan AKN 7/1.000 KH. Salah satu
pendekatan yang banyak digunakan adalah pendekatan Safe
motherhood, dimana terdapat empat pilar dalam menurunkan angka
kematian ibu, yaitu keluarga berencana, pemeriksaan kehamilan sesuai
standar, persalinan bersih dan aman, serta PONED dan PONEK. Pelayanan
kontrasepsi atau keluarga berencana merupakan merupakan intervensi
strategis dalam menurunkan AKI dan AKB.
Penggunaan kontrasepsi bertujuan untuk memenuhi hak reproduksi setiap
orang, membantu merencanakan kapan dan berapa jumlah anak yang
diinginkan, dan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Penggunaan
alat kontrasepsi secara tepat juga dapat mengurangi risiko kematian ibu
dan bayi, oleh karena itu pemenuhan akan akses dan kualitas program
Keluarga Berencana (KB) sudah seharusnya menjadi prioritas dalam
pelayanan Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan KB sesuai rekomendasi International Conference on Population
and Development (ICPD) tahun 1994, upaya penguatan manajemen
pelayanan KB menjadi salah satu upaya yang sangat penting. Hal ini juga
selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, yaitu pemerintah bertanggung jawab dan menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam
memberikan pelayanan KB yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh
masyarakat
20. 2
Saat ini pencapaian indikator KB belum sepenuhnya menunjukkan
keberhasilan, berdasarkan SDKI 2017 capaian kesertaan ber KB untuk
seluruh metode KB yaitu sebesar 63,6% dengan peserta KB cara modern
sebesar 57,2% menurun dari hasil SDKI 2012 yaitu sebesar 57,9%, meskipun
capaian metode KB Jangka Panjang (MKJP) mengalami peningkatan dari
18,2% (SDKI 2012) menjadi 23,3% (SDKI 2017).
Penggunaan metode KB justru meningkat pada penggunaan KB metode
tradisional (dari 4% pada SDKI 2012 menjadi 6% pada SDKI 2017.
Peningkatan kualitas pelayanan KB di Indonesia diarahkan untuk menjaga
kelangsungan pemakaian alat atau metode KB, dimana salah satu
indikator untuk mengukurnya adalah tingkat putus pakai.
SDKI 2017 menunjukkan sebagian besar peserta KB menghentikan
penggunaan metode KB nya karena efek samping/masalah kesehatan
(33,2%), hal ini dapat disebabkan antara lain karena kualitas konseling yang
belum optimal atau bahkan tidak dilakukan oleh petugas Kesehatan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, ditetapkan bahwa Pemerintah Pusat berwenang
untuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintahan. Pada pembagian urusan
pemerintahan bidang pengendalian penduduk dan keluarga berencana,
salah satu sub urusan yang menjadi tugas pemerintah pusat adalah
menyusun standarisasi pelayananan keluarga berencana, oleh karena itu
penting untuk menyediakan satu pedoman yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan pelayanan kontrasepsi dan Keluarga Berencana.
Dalam penyusunan pedoman khususnya pada pelayanan kontrsepsi,
pemerintah mengacu pada hasil adopsi dan adaptasi dari empat buku
Pedoman KB (four cornerstones of family planning guidance) yang
diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO). Keempat buku ini disusun melalui proses yang dimulai
dari kajian sistematik dan penilaian bukti penelitian kualitas tinggi. Buku-
buku tersebut telah diperbarui sesuai dengan bukti baru yang muncul, dan
konsensus yang dicapai oleh para ahli internasional di bidang KB. Keempat
buku WHO tersebut diperuntukkan sebagai acuan dan alat bantu bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan KB berkualitas,
mengembangkan dan menerapkan pedoman perencanaan keluarga
untuk program KB nasional.
21. 3
Dalam pertemuan regional anggota WHO SEARO (Regional Meeting to
strengthen capacity in new WHO family planning guidelines: Towards
universal reproductive health coverage in the SDGs era) tanggal 17-19 April
2017 di New Delhi telah disepakati oleh seluruh anggota untuk mengadopsi
buku-buku pedoman KB WHO tersebut. Keempat buku tersebut telah
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia meliputi, Kriteria Kelayakan
Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi (Medical Eligibility Criteria for
Contraceptive Use) Edisi ke 5 tahun 2015, Rekomendasi Praktek Terpilih
untuk Penggunaan Kontrasepsi (Selected Practice Recommendations for
Contraceptive Use) Edisi Ketiga 2016, Buku Pegangan Global untuk
Penyedia Keluarga Berencana (The Global Handbook for Family Planning
Providers) Edisi 2018 dan Alat Bantu Pengambilan Keputusan untuk Klien
dan Penyedia Keluarga Berencana (Decision-making Tool for Family
Planning Clients and Providers)
Buku pertama, kriteria kelayakan medis untuk penggunaan kontrasepsi
memberikan informasi dan panduan menyeluruh tentang keamanan
berbagai metode kontrasepsi untuk digunakan dalam konteks kondisi dan
karakteristik kesehatan tertentu. Buku kedua, Rekomendasi Praktik Terpilih
pada Penggunaan Kontrasepsi, memberikan panduan bagaimana
menggunakan metode kontrasepsi dengan aman dan efektif ketika
mereka dianggap layak secara medis.
Buku ketiga Pegangan Global untuk Penyedia Keluarga Berencana,
menawarkan informasi teknis untuk membantu penyedia layanan
kesehatan dalam memberikan metode Keluarga Berencana yang sesuai
dan efektif. Informasi tersebut menggabungkan dan mencerminkan Kriteria
Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi dan Rekomendasi Praktek
Terpilih untuk Penggunaan Kontrasepsi Buku ini menyediakan panduan
spesifik dan praktis pada 21 metode Keluarga Berencana. Buku itu juga
mencakup isu Kesehatan yang mungkin timbul pada konteks layanan
Keluarga Berencana. Buku ke empat Alat Bantu Pengambilan Keputusan
untuk Klien dan Penyedia Keluarga Berencana berupa lembar balik,
menggabungkan pedoman WHO ke dalam suatu alat yang membantu
para penyedia Keluarga Berencana dan klien untuk mendiskusikan pilihan
Keluarga Berencana dan membantu klien membuat keputusan. Alat
lembar balik ini mengarahkan para penyedia dan klien melalui proses yang
terstruktur yang memfasilitasi pemilihan dan penggunaan metode Keluarga
Berencana. Alat tersebut juga membantu memandu kunjungan ulang para
klien Keluarga Berencana.
22. 4
Buku Kriteria Kelayakan Medis untuk Penggunaan Kontrasepsi dan buku
Rekomendasi Praktek Terpilih untuk Penggunaan Kontrasepsi ditujukan
untuk pembuat kebijakan dan manajer program dan diperlakukan sebagai
referensi penting untuk membuat pedoman nasional.
Dua buku lainnya Buku Pegangan Global untuk Penyedia Keluarga
Berencana dan Buku Alat Bantu Pengambilan Keputusan untuk Klien dan
Penyedia Keluarga Berencana ditujukan untuk penyedia layanan keluarga
berencana garis depan di berbagai tingkat, yang mencakup banyak
informasi teknis penting untuk membantu penyedia meningkatkan
kemampuan mereka dalam pemberian layanan dan konseling.
Saat ini pelaksanaan pelayan KB masih mengacu pada Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kontrasepsi yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh
Perkumpulkan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) dan telah beberapa
kali dicetak ulang oleh BKKBN. Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terkini perlu dilaksanakan pembaharuan dan
pengkinian standar pelayanan KB, sehingga dapat meningkatkan kualitas
dalam pemberian pelayanan kontrasepsi. Oleh karena itu Kementerian
Kesehatan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) bersama dengan Organisasi Profesi menerbitkan buku Pedoman
Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga Berencana (KB) sebagai acuan bagi
pengelola program dan penyedia layanan keluarga Berencana.
1.2 TUJUAN
1.2.1 UMUM
Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB sebagai upaya
mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi.
1.2.2 KHUSUS
1. Meningkatkan kemampuan pengelola program KB dalam manajemen
pelayanan kontrasepsi dan KB.
2. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan KB yang berkualitas berdasarkan rekomendasi berbasis bukti.
3. Meningkatkan kesertaan ber KB dan menurunkan putus pakai
penggunaan kontrasepsi
23. 5
1.3 SASARAN
Pengelola program ditingkat Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta penyedia layanan KB.
1.4 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penyusunan Pedoman Pelayanan Kontrasepsi dan Keluarga
Berencana meliputi kebijakan pelayanan KB, manajemen pelayanan KB
dan metode kontrasepsi.
1.5 DASAR HUKUM
1. Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
2. Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
8. Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan
9. Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2014
tentang Sistim Infomasi Kesehatan
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kesehatan Reproduksi
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga
14. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024
24. 6
15. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional.
16. Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan
Kesehatan
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun 2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
18. Peraturan Menteri Kesehatan 1464/PER/X/ 2010 tentang Ijin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA CBGs)
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.
22. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2016
tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan
Program Jaminan Kesehatan
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 tahun 2016 tentang
Kefarmasian
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat.
26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 26 Tahun 2019
Tentang peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun
2014 Tentang Keperawatan.
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi
dan Perijinan RS.
28. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 tahun 2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024
29. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 21 Tahun
2011, Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum
Sebelum Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan
Kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan Seksual
30. eraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Nomor: 316/PER/G4/2015 tentang Panduan Tata Cara
Pengelolaan Data Rutin Program Kependudukan, Keluarga Berencana
dan Pembangunan Keluarga.
25. 7
31. Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Nomor: 481/PER/G4/2016 tentang Sistem Informasi Keluarga.
32. Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat dan Obat
Kontrasepsi Bagi Pasangan Usia Subur dalam Pelayanan Keluarga
Berencana.
33. Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun 2020 -
2024
34. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/514 Tahun 2015 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama.
35. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Standar
Profesi Bidan
36. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 425 Tahun 2020 tentang Standar
Profesi Perawat
37. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2012 tentang Standar
Kompetensi Dokter Indonesia
27. 9
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN KB
2.1. PENTINGNYA PERENCANAAN KEHAMILAN
Merencanakan kehamilan penting untuk dilakukan karena kehamilan
bukanlah suatu hal yang mudah untuk dijalani setiap pasangan suami istri.
Banyak yang harus dipersiapkan sebelum kehamilan baik itu secara
mental, fisik dan finansial. Kehamilan yang tidak direncanakan dengan baik
dapat memberi dampak buruk bagi ibu dan bayinya.
Dalam mempersiapkan kehamilan harus mempertimbangkan risiko dan
manfaat kesehatan bersama dengan keadaan lain seperti usia, kesuburan,
akses ke layanan kesehatan, dukungan pengasuhan anak, keadaan sosial
dan ekonomi, dan preferensi pribadi dalam membuat pilihan untuk waktu
kehamilan berikutnya. Hal ini penting agar terhindar dari komplikasi yang
mungkin terjadi selama kehamilan. Selain itu jarak antar kelahiran perlu
diatur demi kesehatan dan kesejahteraan ibu maupun bayi
Rekomendasi WHO tahun 2005, jarak yang yang dianjurkan untuk
kehamilan berikutnya adalah minimal 24 bulan. Dasar dari rekomendasinya
adalah bahwa menunggu selama 24 bulan setelah kelahiran hidup akan
membantu mengurangi risiko yang merugikan bagi ibu, perinatal dan bayi.
Selain itu, interval yang direkomendasikan ini dianggap konsisten dengan
rekomendasi WHO / UNICEF untuk menyusui setidaknya selama dua tahun,
dan juga dianggap mudah digunakan dalam program: "dua tahun". WHO
juga merekomendasikan untuk kehamilan berikutnya setelah keguguran
adalah minimal enam bulan untuk mengurangi risiko yang merugikan pada
ibu dan perinatal.
2.2. KEBIJAKAN PELAYANAN KB
Menurut WHO (World Health Organization) expert Committee 1970
Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami
istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga
Keluarga Berencana dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
28. 10
mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Pengaturan kehamilan adalah upaya untuk membantu pasangan suami
istri untuk melahirkan pada usia yang ideal, memiliki jumlah anak, dan
mengatur jarak kelahiran anak yang ideal dengan menggunakan cara,
alat, dan obat kontrasepsi. Kebijakan keluarga berencana dilaksanakan
untuk membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil
keputusan dan mewujudkan hak reproduksi secara bertanggung jawab
tentang: (1) Usia ideal perkawinan; (2) Usia ideal untuk melahirkan; (3)
Jumlah ideal anak; (4) Jarak ideal kelahiran anak; dan (5) Penyuluhan
kesehatan reproduksi.
Selanjutnya tujuan kebijakan keluarga berencana berdasarkan Undang
Undang Nomor 52 tahun 2009, meliputi:
1. Mengatur kehamilan yang diinginkan;
2. Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan
anak;
3. Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi;
4. Meningkatkan partisipasi dan kesertaan laki-laki dalam praktek
keluarga berencana;
5. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan
jarak kehamilan.
Sehubungan dengan hal tersebut, tujuan reproduksi yang
direkomendasikan antara lain:
1. Menunda kehamilan pada pasangan muda, ibu yang belum berusia
20 (dua puluh) tahun, atau klien yang memiliki masalah kesehatan;
2. Mengatur jarak kehamilan pada klien yang berusia antara 20 (dua
puluh) sampai 35 (tiga puluh lima) tahun; atau
3. Pada klien yang berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun
diharapkan tidak hamil lagi.
4. Mengatur jumlah anak yaitu klien yang telah menikah anak > 2,
diharapkan tidak hamil lagi
29. 11
Upaya lain yang juga dilaksanakan dalam peningkatan pelayanan KB yaitu
melalui penguatan pemberdayaan masyarakat. Dalam peraturan menteri
kesehatan tetang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan. Bahwa
salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah kesehatan ibu
bayi dan balita, dimana pelayanan KB termasuk di dalamnya dengan
mengutamakan upaya promotif dan preventif serta menguatkan peran
tenaga pendamping dan kader.
Salah satu kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang tertuang
dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-
2024, antara lain melalui Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi, mencakup: perluasan akses
dan kualitas pelayanan KB serta kesehatan reproduksi (kespro) sesuai
karakteristik wilayah yang didukung oleh optimalisasi peran sektor swasta
dan pemerintah melalui advokasi, komunikasi, informasi, edukasi (KIE)
Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK/Bangga
Kencana) dan konseling KB dan Kespro; peningkatan kompetensi Penyuluh
Keluarga Berencana (PKB) dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB), tenaga lini lapangan, dan tenaga kesehatan dalam pelayanan KB;
penguatan fasilitas pelayanan kesehatan, jaringan dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan serta upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat; dan peningkatan KB pasca persalinan.
Selanjutnya Kementerian Kesehatan telah menjabarkannya dalam
Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024,
dengan menetapkan penurunan angka kematian ibu sebagai major
project, yang harus digarap dengan langkah-langkah strategis, efektif dan
efisien. Salah satu Indikator pencapaian sasaran kegiatan tersebut untuk
meningkatnya akses dan kualitas upaya kesehatan keluarga adalah
Jumlah kabupaten/kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
usia reproduksi yaitu Kabupaten/Kota yang mempunyai minimal 50%
puskesmas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin
(kespro catin), dan; seluruh Puskesmas mampu dan memberikan
pelayanan KB Pasca Persalinan. Targetnya pada sebanyak 514
kabupaten/kota pada tahun 2024.
30. 12
Selain itu salah satu sasaran kebijakan yang tertuang dalam dokumen
rencana strategis BKKBN 2020-2024 yaitu meningkatnya kesertaan keluarga
dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Indikator yang
digunakan untuk mencapai sasaran tersebut diantaranya adalah:
1. meningkatkan persentase angka prevalensi kontrasepsi modern
(Modern Contraceptive Prevelance Rate/mcpr) dengan target 63,41
persen pada tahun 2024
2. menurunkan persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi
(Unmet need) dengan target 7, 40 persen pada tahun 2024
3. meningkatkan Persentase Peserta KB Aktif (PA) Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) dengan target 28, 9 persen pada tahun 2024
4. menurunkan Angka Kelahiran Remaja Umur 15-19 tahun/Age Specific
Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dengan target 18 kelahiran per 1000
WUS usia 15-19 tahun pada tahun 2024
Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan adanya koordinasi dan
sinkronisasi, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah dalam upaya untuk
peningkatan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib meningkatkan akses dan kualitas
informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan kontrasepsi dengan cara:
1. Menyediakan metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan pasangan
suami istri dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi
kesehatan, dan norma agama;
2. Menyeimbangkan kebutuhan laki-laki dan perempuan;
3. Menyediakan informasi yang lengkap, akurat, dan mudah diperoleh
tentang efek samping, komplikasi, dan kegagalan kontrasepsi, termasuk
manfaatnya dalam pencegahan penyebaran virus penyebab penyakit
penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menular karena hubungan
seksual;
4. Meningkatkan keamanan, keterjangkauan, jaminan kerahasiaan, serta
ketersediaan alat, obat dan cara kontrasepsi yang bermutu tinggi;
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia petugas keluarga
berencana;
6. menyediakan pelayanan ulang dan penanganan efek samping dan
komplikasi pemakaian alat kontrasepsi;
7. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi esensial di tingkat primer
dan komprehensif pada tingkat rujukan;
8. Melakukan promosi pentingnya air susu ibu serta menyusui secara ekslusif
31. 13
untuk mencegah kehamilan 6 (enam) bulan pasca kelahiran,
meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak
9. Melalui pemberian informasi tentang pencegahan terjadinya
ketidakmampuan pasangan untuk mempunyai anak setelah 12 (dua
belas) bulan tanpa menggunakan alat pengaturan kehamilan bagi
pasangan suami isteri.
Program Keluarga Berencana dikelola oleh dua lembaga, yaitu BKKBN dari
segi permintaan (Demand Side) dan Kementerian Kesehatan dari segi
penyediaan pelayanan (Supply Side). Kegiatan utama di demand side
yaitu penggerakan masyarakat, yang dilakukan antara lain melalui promosi
KB, serta pemberian informasi dan motivasi kepada masyarakat.
Kementerian Kesehatan di supply side menyediakan kesiapan fasyankes,
tenaga kesehatan, jaminan kesehatan, maupun obat dan alkes kecuali
alat dan obat kontrasepsi (alokon) yang disediakan oleh BKKBN.
Selain melakukan pemasangan alokon dan penanganan efek samping,
komplikasi dan kegagalan, tenaga kesehatan juga dapat melaksanakan
penggerakan melalui konseling KB menggunakan alat bantu pengambilan
keputusan (ABPK) dan penapisan kondisi kesehatan klien menggunakan
Roda KLOP (Diagram Lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Dalam
Penggunaan Kontrasepsi).
Tentunya sangat penting untuk memastikan kedua Lembaga/institusi dapat
bekerjasama dan berkolaborasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan program-program yang ada, sehingga berdampak pada
keberhasilan program keluarga berencana.
2.3. PERMASALAHAN PELAYANAN KB
Dalam pelaksanaan kebijakan pelayanan KB masih belum dilakukan
dengan optimal, hal ini terlihat dari masih ditemukannya beberapa
permasalahan dalam pelayanan KB antara lain :
A. Angka Kelahiran Total / Total Fertility Rate (Rata-rata banyaknya anak
yang dilahirkan hidup oleh seorang perempuan selama masa
reproduksinya) masih tinggi. TFR saat ini berada di 2,4 (SDKI 2017) dan
2,45 (SKAP 2019) masih jauh dari target tahun 2024 yaitu sebesar 2,1%.
32. 14
B. Age Specific Fertility Rate (ASFR) perempuan usia 15-19 tahun masih
tinggi, dimana hanya mengalami penurunan dari 48 (2012) menjadi 36
(2017) sementara target yang harus dicapai pada tahun 2024 adalah
14, sehingga masih perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan
kehamilan di usia dini mengingat 4T merupakan salah satu risiko
terjadinya kematian ibu.
C. Pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak lagi atau yang ingin
menjarangkan kelahiran, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi
(Unmet Need) masih tinggi. Dari data tren penurunannya justru
stagnan di angka 11% dalam 10 tahun terakhir. Sementara target
sebesar 7,4% pada tahun 2024.
D. Pencapaian persentase cakupan peserta KB aktif dibandingkan
dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu (Contraceptive Prevalence Rate /CPR) belum
sesuai harapan.
E. Selain itu cakupan Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR)
juga mengalami penurunan. Berdasarkan data SDKI 2017 masih
sebesar 57,2, dan pada tahun 2019 menurun berdasarkan data
Susenas 2019 yaitu sebesat 54,55%, sementara target tahun 2024
adalah 63,4%
F. Kesertaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) rendah.
Prevalensi Pemakaian MKJP menurut data baseline SDKI tahun 2012,
sebesar 18,3%. Jika dilihat dari hasil Survey capaian tahun 2016 sudah
meningkat menjadi 21,6% dan menurun pada tahun 2019 menjadi
21,39 (Susenas). Sementara target RPJMN tahun 2024 sebesar 28,39 %.
G. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi menurun yang
ditunjukkan dengan peningkatan dari 21 pada SDKI tahun 2002
meningkat menjadi 26 (tahun 2007), 27 (tahun 2012) dan 29 (tahun
2017). Sementara target RPJMN adalah 20 pada tahun 2024.
H. Berdasarkan Method Information Index (MII) Indonesia (Laporan Family
Planning 2020 (FP2020) tahun 2015-2017 persentase kualitas konseling
KB adalah sebesar 30,4%. Dimana Indeks yang digunakan untuk
mengukur kualitas konseling KB yang diterima klien, yang meliputi:
Informasi tentang metode lain ber-KB di luar yang
diketahui/dikehendaki klien (57,6%); Informasi tentang efek samping
kontrasepsi (49,2), dan Informasi tentang hal yang perlu dilakukan jika
mengalami efek samping kontrasepsi (36,8). Terlihat bahwa konseling
belum dilakukan dengan optimal. Sehingga perlu dilakukan upaya
untuk penguatan pelaksanaan konseling ini, termasuk teknis
pelaksanaannya yang dapat lebih mudah dilaksanakan oleh petugas
33. 15
Kesehatan.
I. Kualitas pelayanan KB masih belum optimal termasuk peran dokter
umum dalam pelayanan kontrasepsi masih rendah
J. Belum optimalnya pelaksanaan Pelayanan KB dalam era JKN. Karena
masih ditemukan permasalahan terkait pembiayaan, khususnya terkait
jasa pelayanan. Ada beberapa hal yang belum jelas sehingga
pelayanan tersebut tidak masuk dalam pembiayaan JKN, tetapi tidak
dapat juga dibiayai oleh program, sehingga pelaksanaan pelayanan
tidak dapat dilakukan dengan optimal.
a. Antara lain terkait pelayanan tubektomi interval yang tidak dapat
dilakukan di Rumah Sakit, karena yang dapat dibiayai hanya yang
mempunyai indikasi medis.
K. Berdasarkan data SDKI 2017, Pemakaiaan alat/cara KB Modern
diantara perempuan kawin lebih tinggi pada yang tinggal di
perdesaan (59%) dibandingkan yang tinggal diperkotaan (55%), dan
pemakaiaan alat/cara KB modern diantara perempuan kawin tertinggi
pada perempuan yang tamat SD (64%). Angka ini terus menurun
sejalan dengan meningkatnya pendidikan.
L. Berdasarkan data SDKI 2017, Meskipun hanya sedikit disparitas
berdasarkan kuintil kekayaan dan tempat tinggal, terdapat disparitas
berdasarkan pendidikan, yaitu penggunaan kontrasepsi di antara
perempuan yang tidak berpendidikan hampir 2 kali lebih rendah
dibandingkan dengan yang mengenyam pendidikan dasar yang
prevalensinya paling tinggi.
M. Berdasarkan data SDKI 2017, Ada juga disparitas yang cukup besar
menurut provinsi, dengan prevalensi kontrasepsi di Papua dan Papua
Barat paling rendah (35%) dibandingkan dengan provinsi dengan
prevalensi tertinggi di Kalimantan Tengah (69%).
N. Masih adanya kepercayaan masyarakat atau mitos terkait KB seperti
KB dilarang agama, banyak anak banyak rezeki dan juga informasi lain
yang salah di masyarakat
O. Belum optimalnya koordinasi lintas sektor dalam hal pelayanan KB
Dari data ini terlihat belum optimalnya cakupan program keluarga
berencana. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan upaya yang
lebih intensif lagi untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga
dapat mencapai target-target program yang diharapkan.
34. 16
2.4. PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM PELAYANAN KB
Tenaga Kesehatan yang berperan dalam pemberian pelayanan KB
diantaranya adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter
spesialis urologi, dokter spesialis bedah umum, dokter umum, bidan dan
perawat. Dalam praktiknya, kompetensi dan kewenangan masing-masing
tenaga kesehatan tersebut dalam pelayanan Keluarga Berencana diatur
oleh pemerintah melalui beberapa peraturan.
Menurut penjelasan Undang Undang Tenaga Kesehatan Pasal 62 ayat (1)
huruf c, yang dimaksud dengan "kewenangan berdasarkan kompetensi"
adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara
mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya.
Tenaga kesehatan yang diperlukan termasuk kewenangan dan
kompetensi untuk pelayanan kontrasepsi dapat dilihat pada tabel berikut:
36. 18
Kompetensi tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan kontrasepsi
mengacu pada standar kompetensi yang dikeluarkan oleh masing-masing
kolegium profesi. Sedangkan kewenangan merujuk pada regulasi yang
dikeluarkan pemerintah. Sehingga kompetensi tenaga kesehatan akan
dibatasi oleh kewenangan yang melekat padanya. Untuk meningkatkan
kualitas pemberian konseling maka tenaga kesehatan sebaiknya
mendapatkan pelatihan Komunikasi Inter Personal (KIP)/konseling
menggunakan (ABPK) ber KB.
2.5. STANDARISASI PELAYANAN KONTRASEPSI
Langkah-langkah dalam pelayanan kontrasepsi dilakukan meliputi :
A. Pra Pelayanan:
1. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Pelayanan KIE dilakukan di lapangan oleh tenaga penyuluh
KB/PLKB dan kader serta tenaga kesehatan. Pelayanan KIE
dapat dilakukan secara berkelompok ataupun perorangan.
Tujuan untuk memberikan pengetahuan, mengubah sikap dan
perilaku terhadap perencanaan keluarga baik untuk menunda,
menjarangkan/membatasi kelahiran melalui penggunaan
kontrasepsi.
KIE dapat dilakukan melalui pertemuan, kunjungan rumah
dengan menggunakan/memanfaatkan media antara lain
media cetak, media sosial, media elektronik, Mobil Unit
Penerangan (MUPEN), dan Public Service Announcement (PSA).
Penyampaian materi KIE disesuaikan dengan kearifan dan
budaya lokal.
2. Konseling
Konseling dilakukan untuk memberikan berbagai masukan dalam
metode kontrasepsi dan hal-hal yang dianggap perlu untuk
diperhatikan dalam metode kontrasepsi yang menjadi pilihan klien
berdasarkan tujuan reproduksinya. Tindakan konseling ini disebut
sebagai informed choice.
3. Penapisan
Penapisan klien merupakan upaya untuk melakukan kajian tentang
kondisi kesehatan klien dengan menggunakan alat bantu berupa
diagram lingkaran Kriteria Kelayakan Medis Kontrasepsi (Roda
37. 19
KLOP). Kondisi kesehatan dan karakteristik individu akan
menentukan pilihan metode kontrasepsi yang diinginkan dan tepat
untuk klien.
Tujuan utama penapisan klien adalah:
Ada atau tidak adanya kehamilan;
Menentukan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus
misalnya menyusui atau tidak menyusui pada penggunaan KB
pasca persalinan;
Menentukan masalah kesehatan yang membutuhkan
pengamatan dan pengelolaan lebih lanjut misalnya klien
dengan HIV.
Klien tidak selalu memberikan informasi yang benar tentang kondisi
kesehatannya, sehingga petugas kesehatan harus mengetahui
bagaimana keadaan klien sebenarnya, bila diperlukan petugas
dapat mengulangi pertanyaan yang berbeda.
Perlu juga diperhitungkan masalah sosial, budaya atau agama
yang mungkin berpengaruh terhadap respon klien tersebut
termasuk pasangannya. Untuk sebagian besar klien bisa
diselesaikan dengan cara anamnesis terarah, sehingga masalah
utama dikenali atau kemungkinan hamil dapat dicegah.
Beberapa metode kontrasepsi tidak membutuhkan pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan panggul, kecuali AKDR, tubektomi, dan
vasektomi dan pemeriksaan laboratorium untuk klien dilakukan
apabila terdapat indikasi medis.
4. Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan
Persetujuan tindakan tenaga kesehatan merupakan persetujuan
tindakan yang menyatakan kesediaan dan kesiapan klien untuk
ber-KB. Persetujuan tindakan medis secara tertulis diberikan untuk
pelayanan kontrasepsi seperti suntik KB, AKDR, implan, tubektomi
dan vasektomi, sedangkan untuk metode kontrasepsi pil dan
kondom dapat diberikan persetujuan tindakan medis secara lisan.
Setiap pelayanan kontrasepsi harus memperhatikan hak-hak
reproduksi individu dan pasangannya, sehingga harus diawali
dengan pemberian informasi yang lengkap, jujur dan benar
38. 20
tentang metode kontrasepsi yang akan digunakan oleh klien
tersebut.
Penjelasan persetujuan tindakan tenaga kesehatan sekurang-
kurangnya mencakup beberapa hal berikut:
Tata cara tindakan pelayanan;
Tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
Alternatif tindakan lain;
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
B. Pelayanan Kontrasepsi
Menurut waktu pelaksanaannya, pelayanan kontrasepsi dilakukan
pada:
1. masa interval, yaitu pelayanan kontrasepsi yang dilakukan selain
pada masa pascapersalinan dan pascakeguguran
2. pascapersalinan, yaitu pada 0 - 42 hari sesudah melahirkan
3. pascakeguguran, yaitu pada 0 - 14 hari sesudah keguguran
4. pelayanan kontrasepsi darurat, yaitu dalam 3 hari sampai dengan 5
hari pascasenggama yang tidak terlindung dengan kontrasepsi
yang tepat dan konsisten.
Tindakan pemberian pelayanan kontrasepsi meliputi pemasangan
atau pencabutan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), pemasangan
atau pencabutan Implan, pemberian Suntik, Pil, Kondom, pelayanan
Tubektomi dan Vasektomi serta pemberian konseling Metode Amenore
Laktasi (MAL).
C. Pasca Pelayanan
Konseling pasca pelayananan dari tiap metode kontrasepsi sangat
dibutuhkan. Konseling ini bertujuan agar klien dapat mengetahui
berbagai efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi. Klien
diharapkan juga dapat membedakan masalah yang dapat ditangani
sendiri di rumah dan efek samping atau komplikasi yang harus
mendapat pelayanan medis. Pemberian informasi yang baik akan
membuat klien lebih memahami tentang metode kontrasepsi
pilihannya dan konsisten dalam penggunaannya.
39. 21
BAB III
METODE KONTRASEPSI
3.1. PENGKLASIFIKASIAN METODE KONTRASEPSI
Banyak klasifikasi yang digunakan untuk metode kontrasepsi seperti yang
terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel Pengklasifikasian Metode Kontrasepsi
NO
METODE
KANDUNGAN
MASA
PERLINDUNGAN
MODERN/TRADISIONAL
HORMONAL
NON
HORMONAL
MKJP
NON
MKJP
MODERN TRADISIONAL
1 AKDR Cu √ √ √
2 AKDR LNG √ √ √
3 Implan √ √ √
4 Suntik √ √ √
5 Pil √ √ √
6 Kondom √ √ √
7 Tubektomi/
MOW
√ √ √
8 Vasektomi/
MOP
√ √ √
9 Metode
Amenore
Laktasi/ MAL
√ √ √
10 Sadar Masa
Subur
√ √ √
11 Sanggama
Terputus
√ √ √
Metode kontrasepsi dibagi atas tiga yaitu berdasarkan kandungan, masa
perlindungan, cara modern dan tradisional sesuai dengan penggolongan di
tabel. Metode kontrasepsi yang digunakan dalam program pemerintah adalah
berdasarkan masa perlindungan yaitu Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) dan non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non-MKJP).
Pemahaman yang jelas dan transparan diperlukan untuk klasifikasi Metode
Kontrasepsi Modern/Tradisional yang umum digunakan. Departemen Kesehatan
Reproduksi dan Riset dari Organisasi Kesehatan Dunia (The World Health
Organization Department of Reproductive Health and Research) dan United
States Agency for International Development (USAID) mengadakan konsultasi
teknis pada bulan Januari 2015 untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan klasifikasi Metode Kontrasepsi Modern/Tradisional. Dalam konsultasi
tersebut disepakati bahwa Metode Kontrasepsi Modern harus memiliki
karakteristik sebagai berikut: dasar yang kuat dalam biologi reproduksi, protokol
yang tepat untuk penggunaan yang benar dan data yang ada menunjukkan
40. 22
bahwa metode tersebut telah diuji dalam studi yang dirancang dengan tepat
untuk menilai kemanjuran dalam berbagai kondisi. Dengan karakteristik ini,
metode kontrasepsi baru ketika mereka datang di pasar umumnya akan
dimasukkan sebagai modern. Semua inovasi kontrasepsi baru harus diuji
terhadap kriteria ini untuk didefinisikan sebagai "modern".
3.2. EFEKTIVITAS KONTRASEPSI
Metode
Keluarga Berencana
Angka Kehamilan
Tahun Pertamaa
(Trussell & Aikenb
)
Angka Kehamilan
12 bulanc
(Polis et al.d
)
Penggunaan
konsisten dan benar
Penggunaan
biasa
Penggunaan
biasa
Implan 0,1 0,1 0,6
Vasektomi 0,1 0,15
Tubektomi 0,5 0,5
AKDR Levonorgestrel 0,5 0,7
AKDR Copper 0,6 0,8 1,4
MAL (6 bulan) 0,9e
2e
Kontrasepsi Suntik Kombinasi 0,05e
3e
Kontrasepsi Suntik Progestin 0,2 4 1,7
Kontrasepsi Pil Kombinasi 0,3 7 5,5
Kontrasepsi Pil Progestin 0,3 7
Kondom Pria 2 13 5,4
Sadar Masa Subur
Metode Hari Standar 2 12
Metode 2 Hari 4 14
Metode Ovulasi 3 23
Sanggama Terputus 4 20 13,4
Kondom Perempuan 5 21
Tanpa Metode 85 85
0 – 0,9 Sangat Efektif
1 - 9 Efektif
10 - 19 Efektif Sedang
20 + Kurang Efektif
a
Angka sebagian besar dari Amerika Serikat, Data dari sumber yang tersedia yang dirasa terbaik oleh penulis.
b
Trussell J and Aiken ARA. Contraceptive efficacy. In: Hatcher RA et al. Contraceptive Technology, 21sd revised edition. New York, Ardent
Media, 2018.
c
Angka dari negara-negara berkembang. Data dari self-report survey berbasis populasi.
d
Polis CB et al. Contraceptive failure rates in the developing world: an analysis of Demographic and Health Survey data in 43 countries. New
York: Guttmacher Institute, 2016.
e
Hatcher R et al. Contraceptive technology, 20th ed, New York, Ardent Media, 2011.
Sumber : Keluarga Berencana Buku Pedoman Global Untuk Penyedia Layanan Edisi 2018
41. 23
3.3. JENIS METODE KONTRASEPSI
Metode kontrasepsi yang dijelaskan pada bab ini merupakan metode
kotrasepsi yang tersedia di Indonesia. Untuk merk dagang yang di tuliskan
sebagai contoh merupakan merk dagang alokon yang masuk dalam
program pemerintah.
3.3.1. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)
A. AKDR Copper
Pengertian:
AKDR Copper adalah suatu rangka plastik yang lentur dan kecil dengan
lengan atau kawat Copper (tembaga) di sekitarnya.
Jenis:
AKDR Cu T 380 A merupakan AKDR yang disediakan oleh Pemerintah
(Program)
AKDR Nova T 380 tidak disediakan oleh Pemerintah (Non Program) tetapi
banyak digunakan sebagai KB Mandiri
Cara kerja:
Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke saluran telur karena
tembaga pada AKDR menyebabkan reaksi inflamasi steril yang toksik buat
sperma
Jangka waktu pemakaian:
Jangka waktu pemakaian berjangka panjang dapat hingga 10 tahun,
serta sangat efektif dan bersifat reversibel.
Batas usia pemakai:
Dapat dipakai oleh perempuan pada usia reproduksi.
AKDR Cu T 380 A AKDR Nova T 380
42. 24
Efektivitas:
Memiliki efektivitas tinggi berkisar 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam
1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
Kembalinya kesuburan:
Kembalinya kesuburan tinggi setelah AKDR copper T dilepas.
Keuntungan :
Mencegah kehamilan dengan sangat efektif Kurang dari 1 kehamilan
per 100 perempuan yang menggunakan AKDR selama tahun pertama
Efektif segera setelah pemasangan
Berjangka Panjang, Studi menunjukkan bahwa AKDR CuT-380A efektif
hingga 12 tahun, namun ijin edar berlaku untuk 10 tahun penggunaan.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI Dapat dipasang segera
setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi)
Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir)
Kesuburan segera kembali setelah AKDR dilepas.
Keterbatasan :
Pemasangannya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
secara khusus memasangnya pada rahim perempuan melalui vagina
dan serviks. Seringkali klien takut selama pemasangan
Tidak ada perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan
yang sering berganti pasangan
Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri
AKDR mungkin keluar dari uterus tanpa diketahui
Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu
dengan cara memasukkan jari ke dalam vagina (sebagian
perempuan tidak mau melakukan ini).
Kriteria Kelayakan Medis
Yang boleh menggunakan AKDR Copper
AKDR aman dan efektif bagi hampir semua perempuan, termasuk
perempuan yang:
Telah atau belum memiliki anak
Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih
dari 40 tahun
Baru saja mengalami keguguran (jika tidak ada bukti terjadi infeksi)
43. 25
Sedang menyusui
Melakukan pekerjaan fisik yang berat
Pernah mengalami kehamilan ektopik
Pernah mengalami Penyakit Radang Panggul (PRP)
Menderita infeksi vagina
Menderita anemia
Menderita penyakit klinis HIV ringan atau tanpa gejala baik sedang
atau tidak dalam terapi antiretroviral
Yang tidak boleh menggunakan AKDR Copper
Biasanya, perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan
AKDR- Copper:
Antara 48 jam dan 4 minggu pascapersalinan
Penyakit trofoblas gestasional nonkanker (jinak)
Menderita kanker ovarium
Memiliki risiko individual sangat tinggi untuk IMS pada saat
pemasangan
Mengidap penyakit klinis HIV berat atau lanjut
Menderita systemic lupus erythematosus dengan trombositopenia
berat
Pada kondisi tersebut diatas, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia atau
tidak dapat diterima oleh klien, tenaga kesehatan terlatih yang dapat menilai
kondisi dan situasi klien secara hati-hati dapat memutuskan bahwa klien dapat
menggunakan AKDR-Copper pada kondisi tersebut diatas. Tenaga kesehatan
perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien, dan pada kebanyakan
kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut
44. 26
1. Waktu pemasangan AKDR Copper:
Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan AKDR Copper
kapanpun ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi
medis yang menghambat
KONDISI KLIEN WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER
Menstruasi teratur Kapan saja pada bulan tersebut
• Jika mulai dalam 12 hari setelah permulaan
menstruasi, tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
• Jika mulai lebih dari 12 hari setelah
permulaan menstruasi, AKDR dapat
dipasang kapan saja jika yakin ia tidak
hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
Berganti dari metode
lain
• Segera, jika klien menggunakan metode
secara konsisten dan benar atau jika
sudah yakin tidak hamil. Tidak perlu
menunggu menstruasi berikutnya. Tidak
perlu metode kontrasepsi tambahan.
• Jika berganti dari suntik, AKDR dapat
dipasang saat suntik ulangan seharusnya
diberikan. Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
Segera setelah
melahirkan (tanpa
memandang status
menyusui)
• Kapanpun dalam 48 jam setelah
melahirkan, termasuk persalinan sesar.
(Penyedia layanan memerlukan
pelatihan khusus untuk pemasangan
paskapersalinan dengan tangan atau
dengan forsep.)
• Jika lebih dari 48 jam, tunda hingga
setidaknya 4 minggu setelah melahirkan.
ASI eksklusif atau
hampir eksklusif
Kurang dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Jika AKDR tidak dipasang dalam 48 jam
pertama setelah melahirkan dan
menstruasi klien belum muncul kembali,
AKDR dapat dipasang kapan saja antara
4 minggu dan 6 bulan. Tidak perlu
metode kontrasepsi tambahan.
45. 27
KONDISI KLIEN WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER
• Jika telah menstruasi, AKDR dapat
dipasang seperti saran yang diberikan
kepada perempuan yang memiliki siklus
menstruasi
ASI eksklusif atau
hampir eksklusif
Lebih dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, AKDR dapat
dipasang kapan saja jika yakin tidak
hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
• Jika telah menstruasi, AKDR dapat
dipasang seperti yang dianjurkan pada
perempuan yang memiliki siklus
menstruasi (lihat halaman sebelumnya).
ASI tidak eksklusif atau
tidak menyusui
Lebih dari 4 minggu
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, AKDR dapat
dipasang kapan saja sepanjang dapat
dipastikan bahwa klien tidak hamil. Tidak
perlu metode kontrasepsi tambahan.
• Jika telah menstruasi, AKDR dapat
dipasang seperti saran yang dianjurkan
pada perempuan yang memiliki siklus
menstruasi normal
Tidak menstruasi (tidak
berhubungan dengan
melahirkan atau
menyusui)
• Kapan saja jika dapat dipastikan bahwa
klien tidak hamil Tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
Tidak menstruasi
setelah keguguran
atau aborsi
Segera, jika AKDR dipasang dalam 12 hari
setelah keguguran atau aborsi trimester 1
atau trimester 2 dan jika tidak terjadi infeksi.
Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.
Jika lebih dari 12 hari setelah keguguran
atau aborsi trimester 1 atau trimester 2
dan tidak terjadi infeksi, AKDR dapat
dipasang kapan saja jika yakin ia tidak
hamil. Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
Jika terjadi infeksi, obati atau rujuk dan
bantu klien memilih metode lain. Jika klien
tetap ingin menggunakan AKDR, AKDR
tersebut dapat dipasang setelah infeksi
46. 28
KONDISI KLIEN WAKTU PEMASANGAN AKDR COPPER
sembuh sempurna.
Pemasangan AKDR setelah keguguran
atau aborsi trimester 2 membutuhkan
pelatihan khusus. Jika tidak terlatih secara
khusus, tunda pemasangan hingga
setidaknya 4 minggu pasca keguguran
atau aborsi.
Setelah
menggunakan Pil
Kontrasepsi Darurat
(PKD)
• AKDR dapat dipasang pada hari yang
sama dengan hari minum PKD (PKD
progestin, kombinasi, atau ulipristal
acetate). Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
• Jika tidak dipasang segera, namun klien
kembali untuk pemasangan AKDR, AKDR
dapat dipasang kapan saja sepanjang
dapat ditegaskan bahwa klien tidak
hamil
Untuk kontrasepsi
darurat
• Dalam 5 hari setelah hubungan seksual
tanpa pengaman.
• Bila waktu ovulasi dapat diperkirakan,
AKDR dapat dipasang sampai dengan 5
hari setelah ovulasi. Terkadang lebih dari 5
hari setelah hubungan seksual tanpa
pengaman.
*Metode kontrasepsi tambahan mencakup abstinensia, kondom pria dan perempuan, spermisida, dan
sanggama terputus.
Spermisida dan sanggama terputus merupakan metode kontrasepsi yang paling tidak efektif. Beri kondom
jika memungkinkan.
B. AKDR Levonorgestrel (AKDR-LNG)
Pengertian:
AKDR LNG adalah suatu alat berbahan plastik berbentuk T
yang secara terus-menerus melepaskan sejumlah kecil hormon
progestin (levonorgestrel) setiap hari.
AKDR Levonorgestrel tidak disediakan oleh Pemerintah (Non
Program) tetapi banyak digunakan sebagai KB Mandiri
47. 29
Cara kerja:
Menghambat sperma membuahi sel telur telur.
Jangka waktu pemakaian:
Jangka waktu pemakaian berjangka panjang, efektif untuk pemakaian 5
tahun dan bersifat reversibel.
Batas usia pemakai:
Dapat dipakai oleh perempuan pada usia reproduksi.
Keuntungan
Mencegah Kehamilan dengan sangat efektif Kurang dari 1 kehamilan
per 100 perempuan yang menggunakan AKDR-LNG selama tahun
pertama (2 per 1.000 perempuan)
Berjangka Panjang
Studi menunjukkan bahwa AKDR Mirena efektif hingga 7 tahun, namun
ijin edar berlaku untuk 5 tahun penggunaan.
Tidak mempengaruhi hubungan seksual
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
Kesuburan segera kembali setelah AKDR dilepas
Mengurangi nyeri haid
Mengurangi jumlah darah haid sehingga dapat mencegah anemia
defisiensi besi
Sebagai pengobatan alternatif pengganti operasi pada perdarahan
uterus disfungsional dan adenomiosis
Keterbatasan
Pemasangan dan pencabutan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih secara khusus memasangnya pada uterus.
Mahal
Kriteria Kelayakan Medis
Yang boleh menggunakan AKDR-LNG :
AKDR-LNG aman dan efektif untuk hampir semua perempuan, termasuk
perempuan yang:
Telah atau belum memiliki anak
Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berumur lebih
dari 40 tahun
Baru saja mengalami keguguran (jika tidak ada bukti terjadi infeksi)
Sedang menyusui
Melakukan pekerjaan fisik yang berat
48. 30
Pernah mengalami kehamilan ektopik
Pernah mengalami penyakit radang panggul (PRP)
Menderita infeksi vagina
Menderita anemia
Menderita penyakit klinis HIV ringan atau tanpa gejala baik dengan
atau tanpa pengobatan antiretroviral
Yang tidak boleh menggunakan AKDR-LNG :
Biasanya, perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan
AKDR- LNG:
Antara 48 jam dan 4 minggu pascapersalinan
Penggumpalan darah vena dalam di kaki atau paru akut
Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
muncul kembali
Sirosis berat atau tumor hepar berat
Penyakit tropoblas gestasional nonkanker (jinak)
Menderita kanker ovarium
Memiliki risiko individual sangat tinggi untuk IMS pada saat
pemasangan
Mengidap penyakit klinis HIV berat atau lanjut
Menderita systemic lupus erythematosus dengan antibodi antifosfolipid
positif (atau tidak diketahui), dan tidak dalam terapi imunosupresif.
Pada kondisi khusus, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia atau tidak
dapat diterima oleh klien, penyedia layanan berkualifikasi yang dapat
menilai kondisi dan situasi klien secara hati-hati dapat memutuskan bahwa
klien dapat menggunakan AKDR-LNG pada kondisi tersebut diatas.
Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien,
dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak
lanjut
Waktu pemasangan AKDR LNG:
Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan AKDR LNG kapanpun
ia menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis
yang menghambat
KONDISI WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG
Segera setelah melahirkan
(tanpa memandang status
menyusui)
• Kapanpun dalam 48 jam
pascapersalinan.
• Jika lebih dari 48 jam, tunda hingga
setidaknya 4 minggu pascapersalinan
49. 31
KONDISI WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG
Menstruasi teratur atau
berganti dari metode
nonhormonal
Kapanpun pada bulan tersebut
• Jika ia memulai dalam 7 hari setelah
permulaan menstruasi, tidak perlu
metode kontrasepsi tambahan.
• Jika lebih dari 7 hari setelah permulaan
menstruasi, AKDR-LNG dapat dipasang
kapanpun selama yakin ia tidak hamil.
Klien akan memerlukan metode
kontrasepsi tambahan* untuk 7 hari
pertama setelah pemasangan.
Berganti dari metode
hormonal
• Segera, jika klien menggunakan
metode secara konsisten dan benar
atau jika yakin klien tidak hamil. Tidak
perlu menunggu menstruasi
berikutnya.
• Jika klien memulai dalam 7 hari setelah
permulaan menstruasi, tidak perlu
metode kontrasepsi tambahan.
• Jika lebih dari 7 hari setelah permulaan
menstruasi, klien akan memerlukan
metode kontrasepsi tambahan* untuk
7 hari pertama setelah pemasangan.
• Jika klien berganti dari suntik, AKDR-
LNG dapat dipasang ketika suntik
ulangan seharusnya diberikan. Tidak
perlu metode kontrasepsi tambahan
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Kurang dari 6 bulan setelah
melahirkan
• Jika AKDR-LNG tidak dipasang dalam
48 jam pertama pascapersalinan dan
menstruasi klien belum muncul
kembali, AKDR-LNG dapat dipasang
kapanpun antara 4 minggu dan 6
bulan. Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan.
• Jika menstruasi klien telah muncul
kembali, AKDR-LNG dapat dipasang
seperti saran yang diberikan kepada
klien dengan siklus menstruasi.
50. 32
KONDISI WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Lebih dari 6 bulan setelah
melahirkan
• Jika menstruasi klien belum muncul
kembali, AKDR-LNG dapat dipasang
kapanpun sepanjang yakin klien tidak
hamil. Klien akan memerlukan metode
kontrasepsi tambahan untuk 7 hari
pertama setelah pemasangan.
• Jika menstruasi klien telah muncul
kembali, AKDR-LNG dapat dipasang
seperti saran yang diberikan kepada
klien dengan siklus menstruasi (lihat
halaman sebelumnya
ASI tidak eksklusif atau tidak
menyusui
Kurang dari 4 minggu setelah
melahirkan
Jika AKDR-LNG tidak dipasang dalam 48
jam pertama pasca persalinan, tunda
hingga setidaknya 4 minggu pasca
persalinan
ASI tidak eksklusif atau tidak
menyusui
Lebih dari 4 minggu setelah
melahirkan
• Jika menstruasi belum muncul kembali,
AKDR- LNG dapat dipasang kapanpun
sepanjang dapat dipastikan bahwa
klien tidak hamil. Klien akan
memerlukan metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama
setelah pemasangan.
• Jika menstruasi telah muncul kembali,
AKDR-LNG dapat dipasang seperti
saran yang diberikan kepada klien
dengan siklus menstruasi
Tidak menstruasi (tidak
berhubungan dengan
melahirkan atau menyusui)
Kapanpun jika dapat ditegaskan bahwa
klien tidak hamil. Klien akan memerlukan
metode kontrasepsi tambahan untuk 7
hari pertama setelah pemasangan
Setelah keguguran atau
aborsi
• Segera, jika AKDR-LNG dipasang
dalam 7 hari setelah keguguran atau
aborsi trimester 1 atau trimester 2 dan
jika tidak terjadi infeksi. Tidak perlu
metode kontrasepsi tambahan.
• Jika lebih dari 7 hari setelah keguguran
atau aborsi trimester 1 atau trimester 2
51. 33
KONDISI WAKTU PEMASANGAN AKDR LNG
dan tidak terjadi infeksi, AKDR-LNG
dapat dipasang kapanpun selama
yakin ia tidak hamil. Klien akan
memerlukan metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama
setelah pemasangan.
• Jika terjadi infeksi, obati atau rujuk dan
bantu klien memilih metode lain. Jika
klien tetap ingin menggunakan AKDR-
LNG, AKDR tersebut dapat dipasang
setelah infeksi bersih sempurna.
• Pemasangan AKDR-LNG setelah
keguguran atau aborsi trimester 2
membutuhkan pelatihan khusus. Jika
tidak terlatih secara khusus, tunda
pemasangan hingga setidaknya 4
minggu pasca keguguran atau
abortus
Setelah menggunakan Pil
Kontrasepsi Darurat
progestin, kombinasi, atau
ulipristal acetate (UPA)
• AKDR-LNG dapat dipasang sepanjang
dapat dipastikan bahwa klien tidak
hamil, misal setelah menstruasi
berikutnya mulai. Berikan metode
kontrasepsi tambahan atau pil untuk
digunakan sampai dengan AKDR
dipasang.
• AKDR-LNG seharusnya tidak dipasang
dalam 6 hari pertama setelah minum
PKD UPA. Obat-obat ini berinteraksi:
jika AKDR-LNG dipasang lebih awal,
dan keduanya ada di dalam tubuh,
akibatnya satu atau keduanya
mungkin menjadi kurang efektif.
3.3.2. KONTRASEPSI IMPLAN
Pengertian:
Implan merupakan batang plastik berukuran kecil yang lentur, seukuran
batang korek api, yang melepaskan progestin yang menyerupai hormon
progesteron alami di tubuh perempuan.
52. 34
Jenis implan:
Implan Dua Batang: terdiri dari 2 batang implan mengandung hormon
Levonorgestrel 75 mg/batang. Efektif hingga 4 tahun penggunaan
(studi terkini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki efektivitas tinggi
hingga 5 tahun).
Implan Satu Batang (Implanon) : terdiri dari 1 batang implan
mengandung hormon Etonogestrel 68 mg, efektif hingga 3 tahun
penggunaan (studi terkini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki
efektivitas tinggi hingga 5 tahun).
Cara kerja:
Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi)
Mengentalkan lendir serviks (menghambat bertemunya sperma dan
telur)
Efektivitas:
Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama
penggunaan Implan. Risiko kecil kehamilan masih berlanjut setelah tahun
pertama pemakaian.
Kembalinya kesuburan:
Kembalinya kesuburan tinggi setelah Implan dilepas.
Keuntungan :
Klien tidak perlu melakukan apapun setelah implan terpasang
Mencegah kehamilan dengan sangat efektif
Kurang dari 1 kehamilan per 100 perempuan yang menggunakan
implan pada tahun pertama (1 per 1.000 perempuan).
Merupakan metode kontrasepsi jangka panjang untuk 3 hingga 5
tahun, tergantung jenis implan.
Tidak mengganggu hubungan seksual
Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
Kesuburan dapat kembali dengan segera setelah implan dilepas.
Mengurangi nyeri haid
Mengurangi jumlah darah haid sehingga dapat mencegah anemia
defisiensi besi
53. 35
Keterbatasan :
Tidak ada perlindungan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS).
Membutuhkan tenaga kesehatan yang terlatih secara khusus untuk
memasang dan melepas. Klien tidak dapat memulai atau
menghentikan pemakaian implan secara mandiri.
Kriteria Kelayakan Medis :
Yang boleh menggunakan Implan
Hampir semua perempuan dapat menggunakan implan secara aman dan
efektif, termasuk perempuan yang:
Telah atau belum memiliki anak
Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih
dari 40 tahun
Baru saja mengalami keguguran, atau kehamilan ektopik
Merokok, tanpa bergantung pada usia perempuan maupun jumlah
rokok yang dihisap
Sedang menyusui
Menderita anemia atau riwayat anemia
Menderita varises vena
Terkena HIV, sedang atau tidak dalam terapi antiretroviral
Yang tidak boleh menggunakan Implan
Perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan implan:
Penggumpalan darah akut pada vena dalam dikaki atau paru
Perdarahan vaginal yang tidak dapat dijelaskan sebelum evaluasi
terhadap kemungkinan kondisi serius yang mendasari
Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
kambuh
Sirosis hati atau tumor hati berat
Systemic lupus erythematosus dengan antibodi antifosfolipid positif (atau
tidak diketahui), dan tidak dalam terapi imunosupresif.
Namun, pada kondisi khusus, saat metode yang lebih sesuai tidak tersedia
atau tidak dapat diterima oleh klien, penyedia layanan berkualifikasi akan
memutuskan bila klien dapat menggunakan implan pada kondisi tersebut
diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi
klien, dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk
tindak lanjut.
54. 36
Waktu pemasangan Implan:
Seorang perempuan dapat menjalani pemasangan implan kapanpun ia
menghendaki selama yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang
menghambat
KONDISI WAKTU PEMASANGAN IMPLAN
Menstruasi teratur atau
berganti dari metode
nonhormonal
Kapan pun pada bulan tersebut
• Jika mulai dalam 7 hari setelah permulaan
menstruasinya,, tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
• Jika mulai dari 7 hari setelah permulaan
menstruasinya, implan dapat dipasang
kapan saja jika yakin tidak hamil. Perlu
metode kontrasepsi tambahan untuk 7 hari
pertama setelah pemasangan.
Berganti dari metode
hormonal lainnya
• Segera, jika klien menggunakan metode
hormonal secara konsisten dan benar atau
jika klien yakin tidak hamil. Tidak perlu
menunggu menstruasi bulan berikutnya.
Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.
• Jika klien berganti dari KSK atau KSP, implan
dapat dipasang ketika suntik ulangan
seharusnya diberikan. Tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Kurang dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, implan dapat
dipasang pada klien kapan saja di antara
waktu melahirkan sampai dengan 6 bulan.
Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan.
• Jika telah menstruasi, implan dapat
dipasang seperti yang dianjurkan pada
perempuan yang memiliki siklus menstruasi
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Lebih dari 6 bulan setelah
melahirkan
• Jika belum menstruasi, implan dapat
dipasang pada klien kapan saja jika yakin
tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama setelah
pemasangan.
• Jika telah menstruasi, implan dapat
dipasang seperti yang dianjurkan pada
perempuan yang memiliki siklus menstruasi
55. 37
KONDISI WAKTU PEMASANGAN IMPLAN
ASI Tidak Eksklusif
Jika belum menstruasi
• Implan dapat dipasang kapan saja jika
yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama setelah
pemasangan
ASI Tidak Eksklusif
Jika telah menstruasi
• Jika menstruasi klien telah kembali, implan
dapat dipasang seperti yang dianjurkan
pada perempuan yang memiliki siklus
menstruasi normal
Tidak Menyusui
Kurang dari 4 minggu
setelah melahirkan
• Implan dapat dipasang kapan saja. Tidak
perlu metode kontrasepsi tambahan
Tidak Menyusui
Lebih dari 4 minggu
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, implan dapat
dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil.
Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk
7 hari pertama setelah pemasangan.
• Jika menstruasi telah kembali, implan dapat
dipasang seperti yang dianjurkan pada
perempuan dengan siklus menstruasi
normal
Tidak menstruasi (tidak
berhubungan dengan
melahirkan atau
menyusui)
• Implan dapat dipasang kapan saja jika
yakin tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama setelah
pemasangan.
Setelah keguguran atau
aborsi
• Segera. Jika implan dipasang dalam 7 hari
setelah keguguran atau aborsi trimester 1
atau trimester 2, tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
• Jika lebih dari 7 hari setelah keguguran
atau aborsi trimester 1 atau 2, implan dapat
dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil.
Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk
7 hari pertama setelah pemasangan
56. 38
KONDISI WAKTU PEMASANGAN IMPLAN
Setelah pemakaian Pil
Kontrasepsi Darurat (PKD)
• Implan dapat dipasang pada hari yang
sama dengan penggunaan PKD.
• Perlu metode kontrasepsi tambahan untuk
7 hari pertama.
• Bila tidak segera memulai menggunakan
implan, tetapi klien masih ingin tetap
menggunakannya, ia dapat memulai
kapan saja asalkan yakin tidak hamil.
Setelah pemakaian PKD ulipristal asetat:
• Implan dapat dipasang pada hari ke-6
setelah menggunakan PKD UPA. Tidak perlu
menunggu menstruasi bulan berikutnya.
Implan dan UPA berinteraksi. Jika implan
dipasang lebih dulu; sehingga keduanya
berada di dalam tubuh, salah satu atau
keduanya bisa menjadi kurang efektif
• Buat janji agar klien kembali pada hari ke-6
untuk pemasangan implan, atau sesegera
mungkin setelahnya.
• Perlu metode kontrasepsi tambahan sejak
dari minum PKD UPA sampai dengan 7 hari
setelah pemasangan implan.
• JIka klien tidak memulai pada hari ke-6
namun kembali sesudahnya untuk
penggunaan implan, implan dapat
dipasang kapan saja jika yakin tidak hamil.
3.3.3. KONTRASEPSI SUNTIK
A. KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI (KSK)
Pengertian:
Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK) mengandung 2 hormon – yaitu progestin
dan estrogen – seperti hormon progesteron dan estrogen alami pada
tubuh perempuan
57. 39
Jenis:
Kontrasepsi Suntik Kombinasi yang mengandung 2 hormon – yaitu
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) / Estradiol Cypionate yang
disediakan Pemerintah :
1. Suntikan 1 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 50
mg/ml, dan estradiol cypionate 10 mg/ml.
2. Suntikan 2 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 60
mg/ml, dan estradiol cypionate 7,5 mg/ml.
3. Suntikan 3 bulan sekali mengandung medroxyprogesterone acetate 120
mg/ml, dan estradiol cypionate 10 mg/ml.
Cara Kerja:
Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi).
Membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma
terganggu
Perubahan pada endometrium (atrofi) sehingga implantasi terganggu
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
Keuntungan:
Tidak perlu pemakaian setiap hari
Dapat dihentikan kapan saja
Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
Baik untuk menjarangkan kehamilan
Keterbatasan :
Harus kembali ke tenaga kesehatan untuk disuntik tepat waktu
Efektivitas KSK tergantung pada kembalinya yang tepat waktu: Risiko
kehamilan meningkat saat klien terlambat suntik ulang atau
melewatkan suatu suntikan.
Kemungkinan keterlambatan pemulihan kesuburan setelah
penghentian pemakaian
Kriteria Kelayakan Medis :
Yang dapat menggunakan Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK):
Hampir semua perempuan dapat dengan aman dan efektif
menggunakan KSK, termasuk perempuan yang:
Telah atau belum memiliki anak
Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan berusia lebih dari 40
tahun
Baru saja mengalami abortus atau keguguran
58. 40
Merokok berapa pun jumlah batang rokok yang dihisap per hari dan
berumur kurang dari 35 tahun
Merokok kurang dari 15 batang per hari dan berumur lebih dari 35
tahun
Anemia atau mempunyai riwayat anemia.
Menderita varises vena.
Terkena HIV, sedang atau tidak sedang dalam terapi antiretroviral
Yang tidak dapat menggunakan Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK):
Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KSK :
Tidak menyusui dan melahirkan kurang dari 3 minggu, tanpa risiko
tambahan terbentuknya penggumpalan darah di vena dalam (TVD –
Trombosis Vena Dalam)
Tidak menyusui dan melahirkan antara 3 dan 6 minggu pasca
persalinan dengan risiko tambahan yang memungkinkan terbentuknya
TVD
Sedang menyusui antara 6 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan
Usia 35 tahun atau lebih dan merokok lebih dari 15 batang per hari
Tekanan darah tinggi (tekanan sistolik antara 140 dan 159 mmHg atau
tekanan diastolik antara 90 dan 99 mmHg)
Tekanan darah tinggi terkontrol, yang memungkinkan untuk evaluasi
lanjutan
Riwayat tekanan darah tinggi, di mana tekanan darah tidak dapat
diukur (termasuk tekanan darah tinggi terkait kehamilan)
Penyakit infeksi atau tumor hati berat
Usia 35 tahun atau lebih dengan sakit kepala migrain tanpa aura
Usia kurang dari 35 tahun dengan sakit kepala migrain yang telah
muncul atau memberat saat memakai KSK
Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
muncul kembali
Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan
pembuluh darah arteri, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena
diabetes
Faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti usia
tua, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi
Sedang dalam terapi lamotrigine. KSK dapat mengurangi efektivitas
lamotrigin
Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai
atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan terpercaya akan
memutuskan bila klien dapat menggunakan KSK dengan kondisi tersebut
diatas. Penyedia layanan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi
59. 41
klien dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk
tindak lanjut.
Waktu Pemberian Kontrasepsi Suntik Kombinasi (KSK):
Seorang perempuan dapat memulai KSK kapanpun ia menghendaki selama
yakin ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat
KONDISI WAKTU PEMBERIAN KSK
Menstruasi teratur atau
berganti dari metode
nonhormonal
Kapan pun di bulan tersebut
• Jika mulai dalam 7 hari setelah permulaan
menstruasinya, tidak perlu kontrasepsi
tambahan*.
• Jika mulai lebih dari 7 hari setelah
permulaan menstruasinya, klien .dapat
mulai menggunakan KSK kapan saja jika
yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi
tambahan* untuk 7 hari pertama setelah
suntikan.
• Jika berganti dari AKDR, ia dapat segera
mulai menggunakan KSK
Berganti dari metode
hormonal
• Segera, jika telah memakai kontrasepsi
hormonal secara konsisten dan benar
atau yakin tidak hamil. Tidak perlu
menunggu menstruasi bulan berikutnya.
Tidak perlu metode kontrasepsi
tambahan*.
• Jika berganti dari suntik yang lain,
penyuntikan suntik yang baru dapat
dilakukan saat suntik ulangan seharusnya
diberikan. Tidak perlu kontrasepsi
tambahan
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Kurang dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Tunda suntik pertama sampai dengan 6
bulan setelah melahirkan atau ketika ASI
tidak lagi menjadi sumber nutrisi utama
bayi – mana saja yang lebih dulu
ASI eksklusif atau hampir
eksklusif
Lebih dari 6 bulan setelah
melahirkan
• Jika belum menstruasi, klien dapat
memulai KSK kapan saja jika yakin tidak
hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7
hari pertama setelah suntikan.
60. 42
KONDISI WAKTU PEMBERIAN KSK
• Jika telah menstruasi, klien dapat memulai
KSk seperti dianjurkan pada klien yang
memiliki siklus menstruasi normal
ASI tidak Eksklusif
Kurang dari 6 minggu
setelah melahirkan
Tunda suntik pertama sampai dengan
setidaknya 6 minggu setelah melahirkan
ASI tidak Eksklusif
Lebih dari 6 minggu
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, klien dapat
memulai KSK kapan saja jika yakin tidak
hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7
hari pertama setelah suntikan.
• Jika telah mentruasi, klien dapat memulai
KSB seperti dianjurkan pada klien yang
memiliki siklus menstruasi normal
Tidak Menyusui
Kurang dari 4 minggu
setelah melahirkan
• Klien dapat mulai menggunakan KSK
kapan pun antara hari ke 21-28 setelah
melahirkan. Tidak perlu kontrasepsi
tambahan. (Jika ada risiko tambahan
untuk trombosis vena dalam, tunggu
hingga 6 minggu.
Tidak Menyusui
Lebih dari 4 minggu
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, klien dapat
memulai KSK kapan saja jika yakin tidak
hamil. Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7
hari pertama setelah suntikan.
• Jika telah mentruasi, klien dapat memulai
KSK seperti dianjurkan pada klien yang
memiliki siklus menstruasi normal
Tidak menstruasi (tidak
berhubungan dengan
melahirkan / menyusui)
Klien dapat memulai KSK kapan saja jika
yakin tidak hamil. Perlu kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama setelah
suntikan
Setelah keguguran atau
aborsi
• Segera. Jika klien mulai menggunakan
dalam 7 hari setelah keguguran trimester
1 atau trimester 2 atau aborsi, tidak perlu
metode kontrasepsi tambahan.
• Jika klien memulainya lebih dari 7 hari
setelah keguguran trimester 1 atau
trimester 2 atau aborsi, ia dapat memulai
61. 43
KONDISI WAKTU PEMBERIAN KSK
KSK kapan pun jika yakin tidak hamil.
Perlu kontrasepsi tambahan untuk 7 hari
pertama setelah suntikan
Setelah pemakaian Pil
Kontrasepsi Darurat (PKD)
Setelah pemakaian Kontrasepsi Pil Progestin
(KPP) atau Pil Kontrasepsi Darurat Kombinasi
(PKDK)
• Klien dapat mulai menggunakan suntik
pada hari klien selesai menggunakan PKD.
Tidak perlu menunggu menstruasi untuk
mulai menggunakan suntik. Perlu
kontrasepsi tambahan untuk 7 hari
pertama setelah suntikan.
• Jika klien tidak segera memulainya,
namun kembali untuk suntikan, maka ia
dapat segera mulai kapan saja jika yakin
tidak hamil.
Setelah pemakaian Pil Kontrasepsi Darurat
(PKD) ulipristal asetat (UPA):
• Klien dapat mulai suntikan pada hari ke-6
setelah minum PKD UPA. Tidak perlu
menunggu menstruasi bulan berikutnya.
Ada interaksi antara KSK dan UPA jika
suntikan dimulai lebih awal dan karena
keduanya ada dalam tubuh, akibatnya
satu atau keduanya akan menjadi kurang
efektif.
• Buat janji kunjungan kembali untuk disuntik
pada hari ke-6 setelah penggunaan UPA,
atau sesegera mungkin setelahnya.
• Perlu kontrasepsi tambahan dari saat ia
minum PKD UPA sampai 7 hari sesudah
suntikan.
• Jika klien tidak mulai suntik pada hari ke-6
namun kembalinya nanti, ia dapat
memulai suntikan kapan saja jika yakin
tidak hamil.
62. 44
B. KONTRASEPSI SUNTIK PROGESTIN (KSP)
Pengertian:
Kontrasepsi suntik yang mengandung Progestin saja seperti hormon
progesteron alami dalam tubuh perempuan.
Jenis:
1. Program Pemerintah (disediakan oleh BKKBN):
Depo Medroxyprogesterone Acetate (DMPA), 150 mg/vial (1 ml)
merupakan suntikan intra muskuler.
2. Nonprogram :
• Depo subQ provera 104 suntikan subkutan setiap 3 bulan dengan
sistem suntik Uniject dalam prefilled dosis tunggal syring hipodermik.
• Norethisterone Enanthate (NET-EN) suntikan intra muskuler setiap 2
bulan
Cara Kerja :
Mencegah pelepasan telur dari ovarium (menekan ovulasi)
Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma
Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
Keuntungan :
Suntikan setiap 2-3 bulan.
Tidak perlu penggunaan setiap hari
Tidak mengganggu hubungan seksual
Dapat digunakan oleh perempuan menyusui dimulai 6 bulan setelah
melahirkan
Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai
perimenopause
Membantu mencegah: Kanker Endometrium, Mioma Uteri
Mungkin membantu mencegah: Penyakit radang panggul
simptomatis, Anemia defisiensi besi
63. 45
Mengurangi: Krisis sel sabit pada perempuan dengan anemia sel sabit,
Gejala endometriosis (nyeri panggul, menstruasi yang tidak teratur)
Keterbatasan :
Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan
untuk suntikan ulang
Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu
Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian,
rata-rata 4 bulan
Pada pemakaian jangka panjang dapat sedikit menurunkan densitas
(kepadatan) tulang
Kriteria Kelayakan Medis :
Yang boleh menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP):
Hampir semua perempuan dapat dengan aman dan efektif
menggunakan KSP, termasuk perempuan yang:
Telah atau belum memiliki anak
Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan berusia lebih dari 40
tahun
Baru saja mengalami keguguran
Merokok tanpa melihat usia perempuan maupun jumlah rokok yang
dihisap
Sedang menyusui, mulai segera setelah 6 minggu setelah melahirkan
Terkena HIV, sedang atau tidak sedang dalam terapi antiretroviral.
Yang tidak boleh menggunakan Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) :
Perempuan dengan kondisi di bawah ini sebaiknya tidak memakai KSP :
Menyusui dan melahirkan kurang dari 6 minggu sejak melahirkan
(pertimbangkan risiko kehamilan selanjutnya dan kemungkinan
terbatasnya akses lanjutan untuk mendapatkan suntik)
Tekanan darah sangat tinggi (tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih
atau tekanan diastolik 100 mmHg atau lebih)
Mengalami penggumpalan darah akut pada vena dalam di kaki atau
paru
Riwayat penyakit jantung atau sedang menderita penyakit jantung
terkait obstruksi atau penyempitan pembuluh darah (penyakit jantung
iskemik)
Riwayat stroke
Memiliki faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti
diabetes dan tekanan darah tinggi
64. 46
Mengalami perdarahan vaginal yang tidak diketahui sebelum evaluasi
kemungkinan kondisi medis serius yang mendasari
Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
kambuh
Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan
pembuluh darah arteri, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena
diabetes
Menderita sirosis hati atau tumor hati
Menderita systemic lupus erythematosus (SLE) dengan antibodi
antifosfolipid positif (atau tidak diketahui) dan tidak dalam terapi
imunosupresif, atau trombositopenia berat.
Pada kondisi tersebut diatas, saat tidak ada kontrasepsi lain yang lebih sesuai
atau tidak dapat diterima klien, penyedia layanan akan memutuskan bila klien
dapat menggunakan KSP dengan kondisi tersebut diatas. Penyedia layanan
perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi klien dan pada
kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk tindak lanjut.
Waktu pemberian Kontrasepsi Suntik Progestin (KSP) : Seorang
perempuan dapat memulai KSP kapanpun ia menghendaki selama yakin
ia tidak hamil dan tidak ada kondisi medis yang menghambat
KONDISI WAKTU PEMBERIAN KSP
Menstruasi atau
berganti dari metode
non hormonal
Kapan pun pada bulan tersebut
• Jika klien mulai dalam 7 hari setelah
permulaan menstruasi, tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
• Jika klien mulai lebih 7 hari setelah
permulaan menstruasinya, ia dapat mulai
menggunakan KSP kapan saja jika yakin
tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi
tambahan untuk 2 hari pertama minum pil.
• Jika berganti dari AKDR, dapat segera mulai
menggunakan KSP
Berganti dari metode
hormonal
• Jika telah menggunakan metode hormonal
secara konsisten dan benar atau jika yakin
tidak hamil, KSP dapat segera digunakan.
Tidak perlu menunggu menstruasi bulan
berikutnya. Tidak perlu kontrasepsi
tambahan.
65. 47
KONDISI WAKTU PEMBERIAN KSP
• Jika berganti dari kontrasepsi suntik lainnya,
klien dapat mulai menggunakan suntik baru
saat suntik ulangan seharusnya diberikan.
Tidak perlu kontrasepsi tambahan
ASI eksklusif atau
hampir eksklusif
Kurang dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Jika melahirkan kurang dari 6 minggu yang
lalu, tunda suntikan pertama sampai dengan
setidaknya 6 minggu setelah melahirkan.
• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP kapan saja antara 6
minggu dan 6 bulan. Tidak perlu metode
kontrasepsi tambahan.
• Jika telah mentruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP seperti yang dianjurkan
pada klien yang memiliki siklus menstruasi
ASI eksklusif atau
hampir eksklusif
Lebih dari 6 bulan
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP kapan saja jika yakin ia
tidak hamil. Perlu metode kontrasepsi
tambahan untuk 7 hari pertama setelah
suntik.
• Jika telah mentruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP seperti yang dianjurkan
pada klien yang memiliki siklus menstruasi
ASI tidak eksklusif
Kurang dari 6 minggu
setelah melahirkan
Tunda suntikan pertama sampai dengan
setidaknya 6 minggu setelah melahirkan
ASI tidak eksklusif
Lebih dari 6 minggu
setelah melahirkan
• Jika belum menstruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP kapan saja jika yakin ia
tidak hamil. Klien memerlukan metode
kontrasepsi tambahan untuk 7 hari pertama
setelah suntik
• Jika telah mentruasi, klien dapat mulai
menggunakan KSP seperti yang dianjurkan
pada klien yang memiliki siklus menstruasi
Tidak Menyusui
Kurang dari 4 minggu
setelah melahirkan
Klien dapat mulai menggunakan KSP kapan
saja. Tidak perlu metode kontrasepsi tambahan