1. Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
Oleh: Sudirman Said
2. owen kabeh kudu sekolah. Emakmu wong melarat jeprat, ning aja ngan uripmu pada
Ksengsara kaya kuli panggul kae". (Apapun yang terjadi, kalian semua mes sekolah.
Meskipun Ibumu amat miskin, tapi jangan sampai hidup kalian sengsara seper kuli-kuli
panggul itu). Ini ucapan almarhumah Ibu saya di suatu sore, tahun 1973, di beranda rumah
gedekberlantaitanahberatapgentengdenganwuwunganbocordisanasini.
Kami enam bersaudara kebetulan sedang ngeriung, sambil memandangi puluhan kuli panggul
bekerja bertelanjang dada, dengan punggung terbakar dan luka tergores karung goni dan
pikulan bambu. Mereka harus memindahkan puluhan ton padi hasil panen dari sawah ke
pinggir jalan. Jalanan dari sawah menuju jalan besar penuh lumpur se nggi mata kaki hingga
be s orang dewasa. Ke ka itu saya kelas lima SD, setahun setelah Bapak (Said Suwito Harsono)
wafat. Saat-saat yang paling sulit dalam perjalanan hidup keluarga kami. Ke ka wafat, Bapak
adalah seorang pensiunan Mantri Guru, Kepala Sekolah yang sebenarnya memiliki kedudukan
sosial terhormat. Tapi karena kebiasaan hidup dan kegemaran Bapak (yang kurang baik
diceritakan disini), ekonomi rumah tangga morat marit. Saya teringat se ap bulan setelah hari
gajianpensiunan,hampirpas terjadipertengkaranantaraIbudanBapak.
1
dzr
3. ulang dari kantor Pos mengambil uang pensiun Bapak sering hanya membawa amplop
Pkosong, karena uang pensiun habis dipakai membayar utang. Ibu sangat sering dak
kebagian apapun. Sementara untuk bertahan hidup dengan enam anak, harus terus
menerus berutang ke berbagai warung tetangga. Seluruh warung kelontong menjadi
langganan utang Ibu. Kalau satu pemilik warung sudah dak bersedia memberi, utangnya
pindah ke warung lain. Sesekali kalau sudah kepepet, Ibu menggadaikan apa saja yang dimiliki
untuk mendapatkan uang cash,mencicil utang agar "credit line" nya hidup lagi. Pergi ke kota
kecamatan terdekat (Ketanggungan), membawa kain ba k yang masih layak gadai, atau
dandang tembaga, atau peralatan dapur apa saja yang masih ada nilainya. Barang yang paling
nggi nilai gadainya ke ka itu adalah sepeda, tapi kami hanya punya sepeda satu-satunya dan
dipakaiBapakkemana-mana.KeadaankeuangankeluargasedikitmembaikkalauBapakdapat
lebihan uang pensiun, atau rapel kenaikan. Utang-utang yang menunggak di bayar dan Ibu
menjadilebihpercayadiri,untukkemudianmenumpukutanglagi.
2Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
4. esekali Bapak mendapatkan uang keberuntungan, saat-saat seper inilah adalah saat
Syang menyenangkan, karena bisa makan lebih enak dengan lauk ikan atau telor. Saat
makan enak lainnya adalah kalau ada keluarga atau tetangga punya hajat, mantu atau
nyuna . Biasanya Bapak diundang selamatan dan pulangnya membawa nasi berkat dengan
lauk pauk lengkap: sayur, mie, ikan, telor, bahkan sekerat daging kalau yang berhajat orang
yang berkecukupan. Dalam suasana beginilah kami dibesarkan, dan dalam suasana begini
pula ba- ba Bapak harus pergi meningglkan kami semua di tahun 1972. Usia Bapak ke ka itu
62, beliau lahir tahun 1910. Ke ka menikah, pasangan Ibu dan Bapak beda usia cukup lebar,
Ibu lebih muda 29 tahun dari pada Bapak. Ibu masih sangat muda, sementara Bapak adalah
seorang Guru yang kebetulan pernah mengajar Ibu di Sekolah Rakyat desa tetangga
(Sitanggal),yangmemanglebihmajudaridesaSlatri.
3Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
5. iSlatrike kaitubelumadasekolah.Maka,sepeninggalBapakkehidupankamisemakin
Dmemburuk. Mengurus hak pensiun janda ke ka itu seper memasuki kotak hitam,
apalagi bagi seorang desa tulen yang tak tamat SR seper Ibu. Beliau harus bolak balik
ke kota kabupaten (Brebes), lantas ke kota Karisedenan (Pekalongan), dan selanjutnya ke
ibukota provinsi (Semarang). Dapat dibayangkan tantangan yang harus dihadapi seorang
perempuan desa yang pergi ke kecamatan saja hanya untuk ke kantor pegadaian. Bukan saja
keberanian yang dak ada, dan rentan dikerjai oleh para calo pengurusan pensiun ke ka itu,
tapi juga dak memiliki uang yang cukup untuk sekedar ongkos transport. Maka proses
pengalihanhakpensiunmemakanwaktulebihdarisetahun,karenaIbuharusmenungguuang
cukupuntukbisapergikeBrebes,PekalonganatauSemarang.Banyakceritayangmenakutkan
Ibu ke ka mengurus hak pensiun jandanya, banyak koleganya yang ke ka menerima rapel
yang sudah ditunggu setahun lamanya, dipotong setengahnya oleh petugas yang membayar.
Bulan-bulan dan tahun-tahun sesudah Bapak wafat, adalah saat yang memberi pelajaran
mendalamtentangperjuanganseorangIbumembesarkananak-anaknya.
4Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
6. bu bekerja serabutan apa saja yang pen ng mendatangkan upah, meskipun upah itu
Ihanya berbentuk nasi jagung sebakul kecil (cething) dengan lauk pauk alakadarnya. Yang
pen ng bagaimana menyediakan makanan bagi anak-anaknya. Kadang-kadang jadi buruh
menyiangi padi, menanam berambang, atau ikut memanen padi untuk mendapatkan bagian.
Di saat paceklik di desa kami, tak jarang Ibu harus meninggalkan anak- anak untuk "kurung",
merantau beberapa bulan untuk mendapatkan pekerjaan. Daerah Patrol dan Haurgeulis di
Jawa Barat yang jadi salah satu lumbung padi nasional, sering jadi tujuan beliau merantau,
karena daerah ini menanam padi hampir sepanjang tahun. Jadi dak mengenal paceklik.
Untuk pergi ke Haurgeulis, Ibu naik kereta ekonomi (sepur trukthuk, kereta yang berhen di
se ap stasiun), naik dari stasiun Ketanggungan. "Ritual" Ibu sebelum berangkat adalah
mencari pinjaman uang untuk membeli karcis, dengan janji setelah pulang dari merantau di
bulanberikutnyaakandikembalikan,darisebagianupahyangditerimanya.
5Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
7. ekembali dari Haurgeulis, biasanya Ibu membawa padi (gabah), upah dari memanen.
SAturanmainyangberlakuke kaitu,kalaumemanenpadidelapanbaskom,siburuhpanen
memperoleh bagian satu baskom (8:1). Juragan yang dermawan biasanya menerapkan
aturan lebih longgar 7:1, atau memberi tambahan beberapa baskom gabah pada waktu
membagihasilpanen.Gabahhasilbagiandijemurdiperantauan,dandibawapulangnaikkereta
sudah dalam keadaan kering. Kalau Ibu merantau sebulan lamanya, bisa membawa pulang satu
atau dua karung kecil gabah kering, yang kalau digiling menjadi beras bisa menghasilkan 10
sampai 20 kilogram. Tidak semua beras itu dimasak sendiri, tapi separohnya ditukar dengan
jagung untuk dicampur baru dimasak. Harga jagung jauh lebih murah, dan dengan begitu beras
yang sudah dicampur dengan jagung itu bisa dipakai bertahan hidup lebih lama sebelum Ibu
haruspergilagikeHaurgeulis,ataudaerahlainuntukmenjadiburuhpanen.
6
dzr
8. i tahun-tahun tertentu, Ibu harus bekerja lebih keras, dan menghabiskan waktu lebih
Dlama di rantau, karena sebagian upahnya harus dijual untuk membayar uang sekolah
yang sudah beberapa bulan tertunggak. Menunggak uang sekolah ga empat bulan itu
sudah menjadi langganan, dan para guru di sekolah sudah hafal kondisi keluarga kami.
Syukurnya, ada beberapa guru yang dulu pernah menjadi murid Bapak, jadi mereka
"pengerten", dak mengejar bayaran uang sekolah terlalu menekan ke kami. Sesekalo Ibu
bergan "profesi", membuat kue dan dijajakan keliling kampung. Kuenya macam-macam,
sesederhana singkong diparut dicampur gula terus dibungkus daun pisang dan dikukus
(sekarangsayamengenalnyadengansebutan" mus"),ataugemblongsingkongditaburikelapa
parut,ataukolakpisang.
7
dzr
9. i lain waktu, biasanya ke ka memulai bulan puasa sampai menjelang lebaran, Ibu
Dmembuka warung kecil di emperan rumah; menyediakan candil, kembang pacar, dan
makanan pembuka puasa lainnya. Ke ka orang-orang kaya tertentu punya hajat, Ibu
sering diminta bantuan membuat kue-kue kering: rengginang, kembang goyang, atau kue
semprong. Kalau pakai kacamata manajemen, mungkin inilah yang disebut "networking",
hubungan baik dengan beberapa keluarga kaya itu yang membuat mereka sering
memberikan pertolongan di saat sangat kepepet dak ada jalan lain. Bantuan yang diberikan
bisa pinjaman uang SPP atau beras dan jagung untuk menyambung makan anak-anak. Dalam
urusan pinjam meminjam, sepanjang pengetahuan saya, Ibu selalu saja berusaha menepa
janjimengembalikanpinjaman,meskipununtukitubeliauharusmeminjamlagikeoranglain.
"Gali lubang tutup lubang", memang, tapi dengan itu Ibu menjaga kepercayaan orang untuk
memenuhi janjinya. Dan karena kepercayaan itu se ap kali Ibu membutuhkan bantuan
mereka,jarangsekaliditolak.
8
dzr
10. ua kisah sulitnya hidup berikut ini, sering saya ceritakan ke anak-anak saya berulang-
Dulang sebagai pengingat dan penggugah rasa syukur. Suatu ke ka adik laki- laki di
bawah saya persis (Sartono, namanya) sakit diare, yang memaksa dia harus bolak balik
buangairbesarsepanjangmalam.Karenahanyapunyapersediaanminyaksatu"senthir"kami
semua (bertujuh!!), dur di salah satu bilik. Ibu dan adik-adik yang kecil dur di atas, dan yang
lain dur di lantai beralas kar pandan. Pada saat Sartono harus buang air, senthir itu harus
menyertainya ke kali di seberang jalan. Tentu saja di masa itu keluarga yang kayapun belum
mengenal WC dalam rumah, jadi semua warga buang air di sungai. Warga yang lebih kaya
punya "jobong", tempat buang air dari bilik bamboo atau anyaman daun kelapa (bleketepe)
yang dibangun dengan ang dan dudukan bambu, di tepi tanggul sungai. Semua anak-anak
harus ikut serta ke sungai, menemani Sartono karena dak berani di nggal dalam kegelapan.
Selesai buang air, kami semua ikut ke sumur mengiku lampu senthir, setelah Sartono bersih-
bersih kami ramai -ramai masuk bilik lagi untuk dur. Beberapa waktu kemudian Sartono
mules dan minta diantar buang ke sungai lagi, dan kami semua dibangunkan Ibu untuk
mengiku Sartono ke kali, ke sumur, dan kembali ke bilik dur lagi. Malam itu berkali-kali,
semua anak-anak harus berjalan dalam kantuk, berpindah-pindah karena hanya ada satu
lampu penerangan, sebuah senthir yang dibuat dari kaleng cat cap sepeda ukuran gelas air
mineral.
9Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
11. erita kedua adalah saat adik kami ke empat lahir, dan keluarga kami harus mengadakan
Ckenduri memberi nama. Nama adik keempat kami adalah Emy. Dia lahir dalam situasi
paceklik,hargaberasbegitu nggidanlangkapula.Untukmembelibahan makanandan
minyakpeneranganse apkeluargaharusantridiBalaiDesamengambilkupon.Krisisekonomi
setelah sanering dan inflasi gila-gilaan sedang melanda Indonesia ke ka itu. Karena dak
cukup punya beras, maka untuk memasak tumpeng dicampurlah dengan jagung. Setelah nasi
masak, mulailah usaha membuat tumpeng dengan nasi beras campuran jagung. Se ap kali
cetakan tumpeng dari kukusan bamboo diangkat, saat yang bersamaan puncak tumpeng
berguguran karena "pera". Ibu mencobanya berkali-kali sambil terus mencucurkan air mata.
Saya masih sangat kecil ke ka itu, dan belum paham sepenuhnya mengapa Ibu menangis.
Setelah cukup besar, apalagi setelah dewasa menjalani hidup saya baru paham makna
tangisan itu. Tekanan hidup yang harus dihadapi, rasa malu karena tak mampu menyediakan
hidangan yang pantas di hari pen ng, dan juga gelapnya memandang hari depan anak-
anaknyarupanyamenghantuiperasaanIbu.
10Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
12. ata sanak family di kampung, ke ka muda Ibu terbilang can k. Meskipun dak cukup
Kuang, Ibu bisa dandan. Ketrampilan menjahitnya membantu beliau mampu membuat
berbagai model pakaian, seper rok, rok span, kain kebaya, sampai daster; bahkan baju
dan celana untuk anak-anaknya. Pakaian favorit saya di masa kecil adalah angsop (celana
pendek terusan mirip baju mon r berkantong di dada). Yang is mewa dari baju model ini
adalah kuat dan awet, karena terbuat dari kantong bekas tepung terigu. Anak-anak sebaya
saya sering memakainya tanpa diwenter (diwarnai), sehingga cap kunci atau segi ga biru
dengan tulisan "bogasari" masing terbaca. Banyak tetangga sering minta tolong Ibu
menjahitkan baju model angsop. Di saat-saat tertentu, ketrampilan menjahit Ibu juga sangat
menolong keuangan, terutama menjelang hari lebaran. Ketrampilan menjahit menjadi
hiburannya. Dengan itu beliau punya perasaan bisa membantu orang. Kepada keluarga yang
jauh lebih susah, Ibu sering menjahitkan baju gra s bagi anak-anaknya. Bahannya diambil dari
kain cita, potongan-potongan kecil sisa orang menjahitkan baju. Mendapat baju "baru" gra s,
para tetangga bahagianya bukan main. Meskipun tampilan baju baru itu tampak tak normal,
banyak sekali jahitan sambungan, dengan tata warna yang dak selalu matching. (Kalau itu
terjadi sekarang, disebutnya daur ulang atau penjahit ramah lingkungan). Inilah salah satu
pelajaran hidup terpen ng, dalam keadaan serba terbataspun Ibu tetap terdorong untuk
membantu orang lain. Kemampuan kita bukan prasyarat untuk membuat diri ringan tangan
membantu sesama. Kemauan meringankan beban orang yang lebih menderita dari kitalah
yangharusnyamenjadipendorongutama,sekecilapapunbentukbantuankita.
11Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
13. Ibu saya, Tarnju, terlahir di tahun 1939 (hanya tahun yang beliau ingat, dak ada keterangan
tanggal lahir. KTP orang-orang tua ke ka itu kadang-kadang dak menulis tanggal dan bulan
lahir). Sepenuhnya orang desa; lahir, dibesarkan, menikah, bernak pinak, hingga wafat nggal
di desa yang sama: desa Slatri, kecamatan Larangan, kabupaten Brebes. Karena keadaan, Ibu
dak tamat Sekolah Rakyat, kira-kira kalau ukuran sekarang hanya sampai kelas 3 SD. Beliau
wafat tahun 2000 di saat semua anaknya sudah "sekolah": seluruh kakak dan adik
menyelesaikan SLTA, sesuai cita-citanya. Ibu saya adalah isteri kedua Bapak, yang dinikahi
setelah isteri pertama beliau wafat karena sakit. Dari isteri pertama Bapak memiliki empat
anak, satu laki-laki, ga perempuan. Sikap Ibu yang ngemong kepada anak-anak Bapak dari
isteri pertama (anak tertua dari isteri pertama usianya lebih tua dari Ibu saya), membuat kami
bersepuluh bergaul sepr saudara kandung. Mereka jauh lebih mampu, karena keluarga Ibu
mereka tergolong keturunan orang kaya. Hubungan persaudaraan yang demikian membuat
banyak masa-masa sulit kami lewa dengan pertolongan kakak-kakak sambung kami.
Kesulitan ekonomi yang amat berat, membuat kami satu per satu secara bergiliran "ngenger"
disalahsatuanakBapakdariisteripertama.
12Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
14. Sejak sebelum sekolah saya sudah menumpang, sambil membantu mengerjakan pekerjaan
rumah seper mencuci dan menstrika baju, menyiram tanaman, dan sesekali bekerja di
sawah. Prak s sejak sekolah, hidup saya ditopang oleh keluarga tempat saya menumpang
itu. Saya sendiri adalah produk pengecualian dalam keluarga besar Ibu dan Bapak. Selepas
SMA, meskipun menda ar ke sana kemari, tapi sadar sepenuhnya tak akan mampu
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih nggi. Sampai suatu hari setelah bersiap jadi
penganggur, saya membaca iklan di Koran Suara Karya yang ditunjukkan oleh Kakak lain ibu,
yang berprofesi guru. Iklan pengumuman penerimaan mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara,yangbelakanganmerubahtotalperjalananhidupkamisekeluarga.Sakingawamnya,
mengeja STAN pun saya dak bisa. Ke ka ditanya oleh teman-teman yang sama-sama
sedang periksa kesehatan di Rumah Sakit kabupaten, saya menyebutnya Es Te A En, dan oleh
teman-temanyangsudahlebihtahudiluruskan:"Mas,maksudnyaSTAN..ya".
Perjalanan kuliah di STAN juga tak kalah menariknya. Meneruskan tradisi "ngenger" saya
menumpang di family, seorang perwira Polisi nggal di Kompleks dengan ukuran yang
terbatas. Dengan anak ga orang, dan keponakan yang menumpang ga orang ditambah
saya,menjaditantangantersendiriuntukmengelolatempat durdanruanganinteraksi.Tiga
orang-orang "penumpang" laki-laki diberi tempat dur di balik lemari makan, membelah
ruang makan berukuran 3 kali 3 meter. Di belakang lemari makan ada dipan, yang sudah
digunakan oleh "senior", maka saya kebagian dur di kolong dipan itu dengan alas lampit
daunpandan,tanpaKasur.
13Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
15. ekerjadenganLebihKeras
Bbu bekerja serabutan apa saja yang pen ng mendatangkan upah, meskipun upah itu
Ihanya berbentuk nasi jagung sebakul kecil (cething) dengan lauk pauk alakadarnya. Yang
pen ng bagaimana menyediakan makanan bagi anak-anaknya. Kadang-kadang jadi buruh
menyiangi padi, menanam berambang, atau ikut memanen padi untuk mendapatkan bagian.
Di saat paceklik di desa kami, tak jarang Ibu harus meninggalkan anak- anak untuk "kurung",
merantau beberapa bulan untuk mendapatkan pekerjaan. Daerah Patrol dan Haurgeulis di
Jawa Barat yang jadi salah satu lumbung padi nasional, sering jadi tujuan beliau merantau,
karena daerah ini menanam padi hampir sepanjang tahun. Jadi dak mengenal paceklik.
Untuk pergi ke Haurgeulis, Ibu naik kereta ekonomi (sepur trukthuk, kereta yang berhen di
se ap stasiun), naik dari stasiun Ketanggungan. "Ritual" Ibu sebelum berangkat adalah
mencari pinjaman uang untuk membeli karcis, dengan janji setelah pulang dari merantau di
bulanberikutnyaakandikembalikan,darisebagianupahyangditerimanya.
ekembali dari Haurgeulis, biasanya Ibu membawa padi (gabah), upah dari memanen.
SAturan main yang berlaku ke ka itu, kalau memanen padi delapan baskom, si buruh
panen memperoleh bagian satu baskom (8:1). Juragan yang dermawan biasanya
menerapkanaturanlebihlonggar7:1,ataumemberitambahan beberapabaskomgabah pada
waktu membagi hasil panen. Gabah hasil bagian dijemur di perantauan, dan dibawa pulang
naik kereta sudah dalam keadaan kering. Kalau Ibu merantau sebulan lamanya, bisa
membawa pulang satu atau dua karung kecil gabah kering, yang kalau digiling menjadi beras
bisa menghasilkan 10 sampai 20 kilogram. Tidak semua beras itu dimasak sendiri, tapi
separohnya ditukar dengan jagung untuk dicampur baru dimasak. Harga jagung jauh lebih
murah, dan dengan begitu beras yang sudah dicampur dengan jagung itu bisa dipakai
bertahan hidup lebih lama sebelum Ibu harus pergi lagi ke Haurgeulis, atau daerah lain untuk
menjadiburuhpanen.
i tahun-tahun tertentu, Ibu harus bekerja lebih keras, dan menghabiskan waktu lebih
Dlama di rantau, karena sebagian upahnya harus dijual untuk membayar uang sekolah
yang sudah beberapa bulan tertunggak. Menunggak uang sekolah ga empat bulan itu
sudah menjadi langganan, dan para guru di sekolah sudah hafal kondisi keluarga kami.
Syukurnya, ada beberapa guru yang dulu pernah menjadi murid Bapak, jadi mereka
"pengerten", dak mengejar bayaran uang sekolah terlalu menekan ke kami. Sesekalo Ibu
bergan "profesi", membuat kue dan dijajakan keliling kampung. Kuenya macam-macam,
sesederhana singkong diparut dicampur gula terus dibungkus daun pisang dan dikukus
(sekarang saya mengenalnya dengan sebutan " mus"), atau gemblong singkong ditaburi
kelapaparut,ataukolakpisang.
i lain waktu, biasanya ke ka memulai bulan puasa sampai menjelang lebaran, Ibu
Dmembuka warung kecil di emperan rumah; menyediakan candil, kembang pacar, dan
makanan pembuka puasa lainnya. Ke ka orang-orang kaya tertentu punya hajat, Ibu
sering diminta bantuan membuat kue-kue kering: rengginang, kembang goyang, atau kue
semprong. Kalau pakai kacamata manajemen, mungkin inilah yang disebut "networking",
hubunganbaikdenganbeberapakeluargakayaituyangmembuatmerekaseringmemberikan
pertolongan di saat sangat kepepet dak ada jalan lain. Bantuan yang diberikan bisa pinjaman
uang SPP atau beras dan jagung untuk menyambung makan anak-anak. Dalam urusan pinjam
meminjam, sepanjang pengetahuan saya, Ibu selalu saja berusaha menepa janji
mengembalikanpinjaman,meskipununtukitubeliauharusmeminjamlagikeoranglain."Gali
lubang tutup lubang", memang, tapi dengan itu Ibu menjaga kepercayaan orang untuk
memenuhi janjinya. Dan karena kepercayaan itu se ap kali Ibu membutuhkan bantuan
mereka,jarangsekaliditolak.
lhamdulillah, bersyukur kepada Allah SWT saya dapat melewa masa-masa indah itu
Adengan selamat, tanpa sakit, hingga mendapat status Calon Pegawai Negeri Sipil. Di
k inilah, saya merasa sudah menjadi manusia seutuhnya. Memiliki penghasilan,
bisa mengirim sebagian penghasilan untuk Ibu dan adik-adik meneruskan sekolah. Saat Ibu
wafat keadaan kami sudah jauh berbeda. Sudah beberapa tahun saya mengundurkan diri
dari PNS. Ibu bahagia karena saya masih "memaksakan" diri terus mengajar di STAN. "Man,
STAN berjasa besar menyelamatkan kehidupan keluarga kita, jangan pernah melupakan
STAN", pesannya suatu ke ka. Program bea siswa yang disediakan oleh Kementerian
Keuangan membawa saya ke jendela dunia. Ak vitas professional dan sosial saya memberi
kesempatan untuk terus berkontribusi, baik di sector public, swasta, maupun organisasi nir-
laba. Secara ekonomi, keadaan keluarga besar kami, Alhamdulillah, telah "mentas", keluar
dari kubangan kemiskinan absolut. Tidak semua berkecukupan, tetapi jauh dari suasana
kekurangan.
Kebiasaan Ibu menolong sesama, terus berlanjut sampai kami berkemampuan
membahagiakan beliau. Sering kali anak-anak merasa gemas, karena maksud memberikan
ini dan itu, tapi ujungnya apapun yang dimiliki selalu dibagi ke orang sekeliling. Se ap kali
dihadapkan pada kesempatan berbuat sesuatu untuk orang banyak, saya selalu ingat pesan
Ibu: "kamu bisa seper ini karena jasa negara, dan banyak orang membantumu". Sesekali
saya dak berfikir panjang untuk meninggalkan pekerjaan yang mapan, memasuki wilayah
pelayanan publik. Ke ka menyelesaikan tulisan ini, saya dilanda kerinduan yang mendalam
kepada Ibu. Beberapa malam yang lalu, sampai saya bermimpi bertemu beliau, entah dalam
suasanaapa.Banyakhalyangmenjadikenangan,sekaligussumberpelajaranhidup.
14Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
16. ebetulan saja saya sering membagi pengetahuan tentang manajemen organisasi,
Kmanajemen human capital, dan hal-hal yang berkaitan dengan Kepemimpinan. Salah
satu cerita favorit saya adalah sikap Kaisar Hirohito setelah Jepang kalah dari sekutu
dalam perang dunia kedua. Setelah mengumpulkan para pe nggi negara, yang ditanya
pertama adalah" "berapa guru yang masih hidup". Dengan pendidikanlah Jepang memulai
pembangunannya kembali untuk bangkit kembali, dan belakangan terbuk sebagai raksasa
ekonomi dunia. Korea Selatan pun berhasil naik kelas dari negara berkembang menjadi
negara industri maju, karena investasi besar -besaran dalam pendidikan dan teknologi.
Begitupun Singapura, disain pembangunan yang disiapkan pertama kali ke ka Inggris
memberi kemerdekaan adalah menyelaraskan rencana pembangunan ekonomi dengan
rencana pembangunan pendidikannya. Negara kota dengan luas seperempat DKI Jakarta,
kini menjadi pusat pergaulan bisnis dunia, karena pendidikan. Almarhum Ibu saya, tentu tak
pernah ke Korea, Singapura apalagi Jepang. Tidak juga membaca literature atau berita dunia,
karena keterbatasan pendidikannya. Berhen sekolah di kelas 3 Sekolah Rakyat, dak
membuatnya berhen memikirkan masa depan anak-anaknya. Tekadnya yang kuat: apapun
yang terjadi, kalian mes sekolah!!, telah merubah keadaan seluruh keluarga, dak hanya
keluargain ,tapiseluruhkeluargabesarkami.
15Ibuku Keren!Ibuku Keren!Ibuku Keren!
Tidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi VisionerTidak Sekolah, Tapi Visioner
dzr
17. PendidikanadalahEskalatorbagiSe apManusiaIndonesiaHari-hariini,semuasepupudan
keponakan berlomba menempuh pendidikan se nggi- ngginya. Seper ada kesepakatan
untuk menempatkan pendidikan sebagai prioritas, dalam keadaan apapun. Dr. Anies
Baswedan, seorang Pendidik dan Pemimpin Pergerakan dalam berbagai kesempatan sering
menyebut: "Pendidikan adalah eskalator bagi se ap manusia Indonesia untuk naik kelas,
dak saja bagi dirinya, tetapi bagi lingkungan yang lebih luas". Dalam perenungan saya
merasakan kehadiran Ibu, seorang perempuan desa, tak berpendidikan, yang ternyata
telah membuk kannya. Perjalanan hidup yang sarat dengan penderitaan, kesulitan, dan
serba keterbatasan, sedikitpun dak menyurutkan tekadnya untuk mengentaskan anak
cucu keturunannya, dari perangkap keterbelakangan. Saya berdoa, semoga surga lah
tempatbeliaudialamabadinya.DirgahayuuntukkaumIbuIndonesia.
Jakarta,22Desember2013
*PenulismerupakanAlumniSTAN
16
dzr