Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Esay Cerpen Mbak Mendut Karya Gunawan Maryanto
1. Oki Feri Juniawan (120210402021)
PBSI – FKIP – Universitas Jember
2014
Mbak Mendut
Cerpen karya Gunawan Maryanto (Koran Tempo, 19 Februari 2012)
Siapa yang tidak tahu Teater Garasi?. Teater besar di kota Yogyakarta yang terkenal
dengan julukan “Laboratorium Penciptaan Teater” ini banyak memproduksi pementasan
fenomenal. Salah satunya adalah Repertoar Hujan yang dipentaskan di Jogjakarta, Surakarta,
Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Tokyo pada tahun 2001—2005. Pementasan tersebut
merupakan hasil karya Gunawan Maryanto. Seorang seniman dan sastrawan angkatan 2000
yang merupakan penggiat di Teater Garasi. Sastrawan yang lahir di Yogjakarta, 10 April
1976 ini tidak hanya berkarya dalam bentuk naskah dan pementasan teater saja, namun juga
dalam bentuk karya tulis berupa prosa dan puisi serta kritik seni pertunjukan yang
terpublikasikan lewat Koran Tempo, Media Indonesia, Kompas, Jawa Pos, Suara Merdeka,
Kedaulatan Rakyat, Bernas, BlockNotProse, BlockNotPoetry, On/Off, Jurnal Kolong Budaya,
Jurnal Puisi, Jurnal Prosa, Jurnal Cerpen, Jurnal Kalam, dan LeBur Theater Quarterly.
Salah satu cerpennya yang menarik ialah Mbak Mendut yang diterbitkan oleh Koran
Tempo, 19 Februari 2012. Cerita dalam cerpen tersebut merupakan gubahan dari cerita rakyat
klasik Rara Mendut (dibaca "Roro Mendut" dalam bahasa Jawa) yang merupakan salah satu
cerita dalam Babad Tanah Jawi (teks Jawa kuna). Hal ini memiliki persamaan pada cerpen
Gunawan Maryanto yang berjudul Ranggalawe (Jawa Pos, 10 Juli 2010). Keduanya
berangkat dari cerita rakyat Jawa yang penuh dengan tragedi.
Letak perbedaannya ialah pada cara Gunawan Maryanto menceritakan kembali
gubahan kedua cerita rakyat tersebut kepada pembaca. Pada cerita Mbak Mendut, Gunawan
Maryanto menuangkan kisah Rara Mendut ke dalam latar kehidupan modern. Bahkan ia
menempatkan dirinya sendiri sebagai tokoh di dalam ceritanya. Hal ini dapat dilihat pada
paragaraf ke-13: “....Nama saya Mendut, Mas Gunawan. Gubrak. Seluruh hal tiba-tiba
runtuh menimpaku. Ia bahkan tahu namaku....”. Gunawan Maryanto berperan sebagai orang
yang mengagumi Mbak Mendut yang merupakan seorang penjual rokok. Ia amat prihatin
mendengarkan kisah perjalanan Mbak Mendut mulai dari desa hingga berada di kota
Yogyakarta. Di dalam ceritanya pun tokoh Gunawan Maryanto menyaksikan sendiri mayat
2. Mbak Mendut yaang menjadi korban pembunuhan. Dari sinilah pengarang Gunawan
Maryanto menceritakan kembali kisah “Rara Mendut” ke dalam cerpennya. Seolah-olah ia
mengalami langsung tragedi Mbak Mendut yang sama persis dialami oleh Rara Mendut.
Sehingga bagi para pembaca yang sebelumnya tidak tahu mengenai kisah “Rara Mendut”,
akan berpikir bahwa Gunawan Maryanto sedang menceritakan pengalaman pribadinya ke
dalam sebuah cerpen.
Gunawan Maryanto ingin merefleksikan kehidupan Rara Mendut sebagai penjual
rokok erotis ke dalam kehidupan saat ini. Rara Mendut ketika berjualan rokok lintingannya,
dengan lem dari jilatan lidahnya menggambarkan telah dikenalnya potensi perempuan dalam
pemasaran, bahkan pada zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Hal ini juga Gunawan Maryanto
ceritakan ke dalam cerpennya. Seorang Mbak Mendut yang menawan dapat menarik
pelanggan untuk datang ke warungnya, terutama pelanggan laki-laki. Di samping itu,
penolakan Rara Mendut diperistri oleh Tumenggung Wiraguna yang notabene adalah
seseorang yang kaya dan berkuasa, memperlihatkan adanya sifat kemandirian perempuan
Nusantara yang telah ada. Hal ini diceritakan dalam cerpen, ketika Mbak Mendut lari dari
jeratan Pak Wira dan kemudian berusaha mencukupi kehidupannya dengan berjualan rokok.
Sedangkan pada cerita Ranggalawe, ia menceritakan sosok Aku sedang menonton
pertunjukan ketoprak dengan kisah “Ranggalawe” sesuai dengan kisah aslinya. Tokoh Aku
disini tidak lagi ia beri identitas. Uniknya, dibalik cerita “Ranggalawe” yang sedang ditonton
oleh tokoh Aku, ada cerita lain yang dialami oleh para aktor pembawa kisah “Ranggalawe”
tersebut. Malam itu merupakan malam terakhir pertunjukan ketoprak, karena mereka telah
diusir dari tempat itu dengan alasan tertentu.
Ini membuktikan bahwa Gunawan Maryanto adalah sosok pengarang yang mencintai
kebudayaan lokal. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil karya-karyanya yang berasal dari
gubahan cerita rakyat dan mitologi. Dari cerita rakyat ialah cerpen Mbak Mendut &
Ranggalawe. Sedangkan gubahannya dari mitologi dapat ditemukan pada cepernnya yang
berjudul Aswatama Pulang (Koran Tempo, 8 September 2013), yang digubah dari mitologi
Mahabharata.