SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia
sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia
dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang
Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga
diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal
dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban.
Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar
norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari
“dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat
diimplementasikan dimasyaakat.
Salah satu kebudayaan yang terjadi masyarakat umumnya dan remaja pada khususnya adalah
budaya konsumtif . Kita mungkin masih ingat peristiwa tahun lalu (25/11), ribuan massa
mengatre untuk pembelian telepon seluar Blackberry seri terbaru dengan potongan harga
tertinggi di Lobi Utara Pasific Place, SCBD, Jakarta Selatan. Massa rela mengantre dengan
iming-iming harga murah, sehingga terjadilah aksi berdesak-desakan, aksi dorong-
mendorong yang mengakibatkan beberapa orang pingsan, dan satu pengunjung menderita
patah tulang (Republika.co.id)
Untuk memenuhi gaya hidup, manusia bisa garang. Mau mencuri, menodong bahkan
membunuh, mau berbuat apapun demi tujuannya. Akibat gaya hidup ini pula, banyak tikus-
tikus berdasi berkeliaran baik di kantor pemerintahan maupun swasta. Dengan gaya hidup
konsumtif banyak pula terjerat hutang, dan masuk buih. Kemudian kasus-kasus korupsi tak
asing di telinga kita. Dengan berbagai istilah, rekening gendut, gayus, cek pelawat dll.
2
Sehingga kitapun muak mendengar berita-berita tersebut setiap harinya. Budaya konsumtif
seperti sudah mendarah daging dalam masyarakat kita.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ekonomi yang memiliki sifat tidak pernah puas,
banyak keinginan dan kebutuhan yang selalu meminta untuk di penuhi, dan selalu
mempertimbangkan pengorbanan dan manfaat dalam memenuhi kebutuhan dalam
kehidupannya. Sejak lahir hingga akhir hayatnya manusia tidak akan pernah dapat di
pisahkan dari kegiatan konsumsi. Konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan
nilai guna suatu barang dan jasa sehingga manusia memiliki perilaku konsumtrif yaitu
kecenderungan untuk membelanjakan pendapatan yang di peroleh pada barang-barang yang
akan di konsumsi.
Kehidupan manusia dalam kesehariannya tidak lepas dari kebutuhan konsumsi, yakni
pemakaian barang-barang (produksi). Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu
yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya.
Kehendak ini dapat disamakan pula dengan tenaga pendorong supaya berbuat sesuatu,
bertingkah laku. Banyaknya tuntutan atas kebutuhan diharapkan agar manusia mampu
memilah-milah mana barang yang hendak dikonsumsi, karena tidaklah semua barang yang
ada di pasaran harus dibeli sehingga berakibat pada perilaku konsumtif.
Remaja sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena
karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya
mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli
tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan
karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru,
ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya.
Budaya konsumtif pada Remaja
Remaja merupakan obyek yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok
usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen karena remaja biasanya
mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros
3
dalam menggunakan uangnya, lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku
dan biasanya lebih mementingkan gengsinya untuk membeli barang-barang bermerk agar
mereka dianggap tidak ketinggalan zaman.
Bagaimanapun perilaku membeli yang berlebihan, lepas kendali tidak lagi mencerminkan
usaha untuk memanfaatkan uang secara ekonomis, apabila dibiarkan terus menerus akan
sangat berbahaya, sebab akan membawa dampak negatif yakni mengeluarkan uang tanpa
perhitungan. Anak-anak muda memiliki kecenderungan berperilaku konsumtif.
Terlihat pada pola konsumsi yang berlebihan, dikarenakan keinginannya untuk mengangkat
wibawa diantara teman-teman sebayanya. Mereka menganggap bahwa kelompok sosial
menilai dirinya berdasarkan antara lain pada benda -benda yang dimiliki dan banyaknya uang
yang dibelanjakan. Hal ini membuat mereka cenderung berupaya untuk meningkatkan status
dirinya melalui pembelian barang-barang yang dapat mencerminkan peningkatan simbol
statusnya dengan tanpa berfikir untuk bersikap hemat.
Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif
atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang
yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha.
Secara tidak langsung, perilaku di atas menunjukkan adanya dampak negatif bagi individu
maupun keluarga. Namun, apakah benar pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu
dan keluarga berdampak negatif ? oleh karenanya, melalui tulisan ini, penulis ingin mencoba
untuk mengkajinya secara komperhensif, dengan rumusan masalahnya, yakni ; bagaimanakah
dampak pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu dan keluarga ?
4
B. MANFAAT DAN TUJUAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pengidentifikasian masalah yang dapat diambil
sebagai berikut :
1. Apakah dampak dari prilaku konsumtif ?
2. Bagaimana cara untuk bisa menghilangkan sikap berprilaku konsumtif
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.
Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat
yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh
status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu
periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa,
yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.
Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa
disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami
perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan permasalahan, statemen ini sudah
dikemukakan jauh pada masa lalu di awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu
Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa
badai dan tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang
menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri.
Berkaitan dengan klasifikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut
Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monk, dkk (2000)
memberi batasan usia remaja adalah 12-30 tahun, sedangkann menurut Stanley Hall (dalam
Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan
para ahli juga dapat dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya
masa remaja sanagt variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan atau kemampuan
remaja dalam pemenuhan kapaasitas diri sebagai sosok orang dewasa.
6
James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2002: 3) ”mengemukakan bahwa perilaku konsumtif
dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam
usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Perilaku konsumtif bisa dilakukan oleh siapa saja. Fromm menyiratkan bahwa manusia
zaman ini terpesona oleh kemungkinan membeli dan membeli, terutama barang-barang baru.
Manusia lapar akan konsumsi, tindakan membeli dan mengkonsumsi telah menjadi tujuan
irasional dan kompulsif, karena tujuannya terletak pada membeli itu sendiri tanpa hubungan
sedikitpun dengan manfaatnya atau dengan kesenangan dalam membeli dan mengkonsumsi
barang-barang.
Perilaku konsumsi individu yang tidak mencerminkan usaha untuk memenuhi kebutuhan
akan tetapi lebih kepada keinginannya maka perilaku seperti ini oleh para ahli disebut sebagai
perilaku yang tidak rasional, dimana perilaku ini lebih menonjolkan pada penampakan gengsi
atau status individual. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi
menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam perilaku
konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhannya serta
bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan.
Perilaku konsumtif masyarakat pada dasarnya terbentuk ketika remaja yang kemudian
terbawa hingga dewasa. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila
melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui
eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu.
Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu
menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang “tren”. Remaja
dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang
superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan
oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)
dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai
pada kepopulerannya.Apakah perilaku pola hidup konsumtif sesuai dengan pancasila?
Sesungguhnya perilaku hidup konsumsi memiliki banyak dampak negatifnya dari pada
dampak positifnya. Dampak negative dari perilaku pola hidup konsumtif terjadinya pada
7
seseorang yang tidak memiliki keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaranya
(boros). Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Dampak yang lebih parah lagi jika pemenuhannya menggunakan cara yang tidak benar missal
korupsi,dan tindak pidanan lainnya.
Dari penjelasan diatas maka dapat kita bandingkan dengan isi yang terkandung dalam butir-
butir pancasila. Dalam butir-butir pancasila yaitu sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” butir ke 7 yang berbunyi “Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang
bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah”. Pancasila sebagai ideology bangsa telah
menyaring pegaruh yang berasal yang dari luar. Pancasila telah melarang kita untuk hidup
bermewah-mewahan dan boros atau yang sering kita sebut dengan perilaku konsumtif karena
dapat menimbulkan banyak dampak negative seperti yang telah disebutkan pada penjelasan
sebelumnya.
Johnstone, mengemukakan tipe-tipe konsumen remaja yakni :
1. Remaja amat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual
2. Mudah terbujuk rayuan iklan, terutama pada kerapian kertas bungkus (apalagi jika
dihiasi dengan warna-warna yang menarik)
3. Tidak berfikir hemat
4. Kurang realistis, romantis dan mudah terbujuk (impulsif)
B. Pengertian Budaya Konsumtif
1. Pengertian Budaya
Budaya atau yang dikenal dengan kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekertta yaitu kata
Buddhayah, kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal
hal yang berkaitan dengan budi atau akal manusia. Sedangkan dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut dengan Culture, kata Culture sendiri berasal dari kata latin colere yang
berarti mengola atau mengerjakan.
8
Sendangkan Pengertian budaya yang lebih lengkap, budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga
banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.
2. Pengertian Konsumtifisme
Konsumtifisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata
sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.).
Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan,
menghabiskan sesuatu.
Lubis (Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi
berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang
sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.
Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan
perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa
batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.
Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan
menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki
kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih
mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan
mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan
dan kenyamanan fisik.
9
Sangat menarik, dalam bahasa inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan
penggunaan sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus. Bahkan
kata ini juga digunakan bagi orang yang terkena TBC di paru-paru.
Konsumtif, bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan
berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan
hidup, gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi,
menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu.
Namun rasanya tidak adil dan amat naif jika hanya berhenti mengartikan kata “konsumtif”
hanya demikian saja, karena menurut hemat penulis, manusia memang “konsumtif”.
Maksudnya, bukankah memang ada sifat mengkonsumsi sesuatu dalam kehidupan kita. Saat
ini saudara-saudara sedang mengkonsumsi waktu dan energi saudara untuk mendengarkan
saya berbicara. Tadi kita mengkonsumsi makanan. Kita juga menggunakan Villa tempat kita
retreat ini untuk berteduh, beristirahat. Setiap waktu kita pasti mengkonsumsi, menggunakan,
memakai sesuatu. Kita memakai atau menggunakan, atau meng-konsumsi sesuatu karena
kebutuhan-kebutuhan.
3. Remaja dan Pola Hidup Konsumtif.
Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya
antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu,
remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan
cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan
oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja yang memiliki
orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah
menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode
yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak
pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif.
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga
usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh
lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima
dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk
mengikuti berbagai atribut yang sedang in.
10
Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang
superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan
oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)
dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai
pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan
secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa
yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini
menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam
perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif.
Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah
lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam
cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara
instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak
ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.
4. Pola Hidup Konsumtif dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Individu dan Keluarga.
Konsumtifisme, dalam pandangan ekonomi adalah gaya hidup yang mengutamakan
keinginan untuk mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Sifat ini cenderung
mengabaikan faktor pendapatan dan ketersediaan sumber daya ekonomi, yang seharusnya
menjadi pertimbangan utama seseorang sebelum melakukan tindakan konsumsi. Dalam
tataran yang lebih luas, jika tidak mampu megendalikan sifat konsumtifisme-nya, tentu akan
menjadi bahaya komunal yang sanggup menggulung bangsa ini pada kebangkrutan.
Dalam perspektif psikologis, pola hidup konsumtif adalah produk kebudayaan hedonis dari
sebuah masyarakat yang “sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan
(shock culture). Pola hidup ini terbentuk secara sadar atau tidak sadar berasal dari pola hidup
yang dijalani manusia setiap harinya. Proses pembentukan prilaku manusia, termasuk juga
prilaku konsumerisme umumnya berasal dari stimulus yang diterima oleh panca indera
melalui proses sosial atau melalui media audio visual yang kemudian terinternalisasi dan
membentuk kepribadian.
11
Saat sekarang, pola hidup konsumtifisme sebenarnya secara pelan-pelan sedang diajarkan
oleh media, masyarakat dan bahkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Lihatlah di
TV, majalah dan Koran yang setiap hari gencar menayangkan gaya hidup glamour, penuh
dengan sikap konsumtif yang dipamerkan terang-terangan. Juga masyarakat kita adalah
masyarakat yang terlanjur mengganggap sifat tersebut sebagai bagian hidup yang wajar.
Sebuah fakta menunjukan, bahwa ukuran seseorang dikatakan sukses apabila ia mampu
menumpuk barang-barang mewah di rumah, tanpa peduli apakah barang-barang tersebut
diperoleh dengan cara berhutang. Lebih parah lagi, sekolah sebagai penyelenggara
pendidikan ternyata ikut memberi andil bagi pembentukan sifat konsumtifisme dengan
melegalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti jor-joran membawa handphone (HP) dan
kebiasaan jajan pada anak didiknya. Maka lihatlah, suasana sekitar sekolah pada saat jam
istirahat yang riuh rendah dengan siswa-siswa yang antri jajan.
Suasana yang sebaliknya terjadi di perpustakaan-perpustakaan yang sunyi lengang. Budaya
konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang semestinya menjadi
kebiasaan bangsa yang tengah merangkak maju seperti bangsa Indonesia. Konsumtifisme
yang sifatnya menghabiskan sumber daya, jika tanpa imbangan kemampuan dan kreativitas
berproduksi, hanya akan menggiring bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing
dengan bangsa lain, serta berpotensi kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan
untuk kehidupan generasi mendatang.
Penyelenggara pendidikan semestinya memikul tanggung jawab pendidikan yang tidak
sekadar memberikan pelajaran pengetahuan (transfer knowledge), tapi juga sekaligus
membentuk karakter anak didik yang berjiwa produktif dengan meminimalisir sifat
konsumerismenya sehingga ke depan bangsa ini mampu bersaing dalam percaturan global.
Berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Fromm, maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik umum perilaku konsumtif yakni:
1. Pembelian Yang Impulsif
Adalah pembelian yang dilakukan tanpa rencana. Pembelian dibagi menjadi dua yakni
pembelian yang disugesti (sugesti buying) dan pembelian tanpa rencana berdasarkan ide
12
saran orang lain. Sedangkan pembelian pengingat adalah pembelian tanpa rencana yang
berdasarkan pada keinginan saja.
2. Pembelian Yang tidak Rasional
Adalah pembelian yang dilakukan berdasarkan motif emosional, yang berkaitan dengan
perasaan atau emosi seseorang seperti rasa cinta, kenyamanan. kebanggaan, kepraktisan dan
status sosial. Perbedaan dengan faktor rasional yang menekankan pada kebutuhan yang
sesungguhnya.
3. Pembelian yang bersifat pemborosan
Adalah pembelian dengan mengeluarkan uang yang digunakan untuk hal-hal yang kurang
diperlukan.
Sheth, mengindikasikan perilaku konsumtif sebagai compulsive buying dan compulsive
consumptions yaitu:
1. Compulsive buying
Sebagai suatu tendensi kronis untuk membeli produk secara berlebihan dan melampaui
kebutuhan dan sumber daya seseorang. Seorang compulsive buyer cenderung senang
(bahkan keranjingan) berbelanja, selalu membeli item-item yang mungkin dia sendiri tidak
pernah memakainya (terutama barang-barang yang sedang diobral) dan bahkan membeli
produk yang sesungguhnya diluar batas kemampuan finansialnya.
2. Compulsive Consumptions
Didefinisikan sebagai respon terhadap dorongan atau hasrat yang tidak terkendali untuk
mendapatkan, menggunakan atau mengalami suatu perasaan, substansi atau aktivitas yang
menyebabkan individu secara berulang terlibat dalam perilaku yang akhirnya dapat
merugikan dirinya sendiri atau orang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua, yaitu internal dan eksternal :
13
1. Faktor Internal. Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis
dan faktor pribadi.
a. Faktor psikologis, juga sangat mempengaruhi seseorang dalam bergaya hidup
konsumtif
b. Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu
produk, barang / jasa maka mereka cenderung akan membeli tanpa menggunakan
faktor rasionalnya.
c. Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka
motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan ini menyebabkan orang tersebut
bertindak secara rasional.
d. Sikap pendirian dan kepercayaan. Melalui bertindak dan belajar orang akan
memperoleh kepercayaan dan pendirian. Dengan kepercayaan pada penjual yang
berlebihan dan dengan pendirian yang tidak stabil dapat menyebabkan terjadinya
perilaku konsumtif.
2. Faktor Eksternal / Lingkungan. Perilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan di
mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor
eksternal dan mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial,
kelompok sosial, dan keluarga.
Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif,
tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang
tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok.
Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu :
1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.
Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli
barang tersebut.
2. Membeli produk karena kemasannya menarik.
Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang
14
dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya
motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus
dengan rapi dan menarik.
3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.
Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya
mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya
dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian
orang lain. Mahasiswa membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang
penampilan diri.
4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau
kegunaannya).
Konsumen mahasiswa cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan
mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.
5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.
Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,
berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat
eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang
lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar
kelihatan lebih keren dimata orang lain.
6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.
Mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk
menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga
cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan
publik figure produk tersebut.
7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan
menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
15
Mahasiswa sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa
yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan
Cross (dalam Hurlock,1999) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang
mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih
percaya diri.
8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).
Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain
dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis
dipakainya.
PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan Masalah
1. Harus tega
Tega, maksudnya tak berarti sama sekali tidak membelikan barang keperluan kita sehari-hari,
tetapi memberi batasan. Bila sudah di luar kewajaran, Dengan cara ini, kita mendidik diri kita
sendiri untuk bersikap rasional, tidak asal beli barang kalau mau atau suka. Ini bukan soal
punya atau tidak punya uang. Kemampuan mengendalikan diri agar tak konsumtif sangat
penting bagi seseorang. Sebab, bila dibiarkan sampai dewasa, akan memunculkan sikap
korupsi demi membeli benda kesukaan.
2. Belajar menghargai
Kita harus bisa untuk menghindarkan diri dari pola hidup konsumtif, cobalah untuk
menghargai uang sebisa mungkin. Idealnya, sejak dini diperkenalkan konsep uang. Caranya,
antara lain, dengan memberi mainan jenis mata uang dan nilai nominalnya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan panjang di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulannya, yakni ; pola
hidup konsumtif memiliki dampak negatif bagi individu dan keluarga, hal ini terjadi karena
pola hidup konsumtif merupakan produk kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang
“sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan (shock culture). Budaya
konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang hanya akan menggiring
bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi
kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan generasi mendatang.
B. Saran
Biasakan untuk hidup sederhana dan tidak terlalu mengikuti trend (khususnya kaum wanita)
yang ada. Control pengularan dalam 1 bulan ke depan dengan membuat daftar barang
kebutuhan apa saja yang akan dibeli dengan membuat list, dengan cara ini dimaksudkan agar
kita dapat memonitor barang yang memang benar-benar dibutuhkan dan barang yang tidak
perlu atau belum dibutuhkan pada saat itu.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_a0251_0607193_chapter1.pdf
http://sdk2.yski.info/index.php?option=com_content&view=article&id=174:pola
-hidup-konsumtif&catid=64:artikel&Itemid=142
http://ahmadrajafi.wordpress.com/2011/01/31/pola-hidup-konsumtif/
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/20/04451025/Pola.Hidup.Konsumtif.ya
ng.Bisa.Memicu.Korupsi

More Related Content

Similar to Makalah ibd new

Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Mira Erviana
 
Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Mira Erviana
 
Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Mira Erviana
 
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)Psikologi konsumen (Psikologi Industri)
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)Dede Nurholis
 
Tugas Soft Skill Perilaku Konsumen
Tugas Soft Skill Perilaku KonsumenTugas Soft Skill Perilaku Konsumen
Tugas Soft Skill Perilaku KonsumenMira Erviana
 
Perilaku konsumen tugas 9
Perilaku konsumen tugas 9Perilaku konsumen tugas 9
Perilaku konsumen tugas 9Agus Tommy
 
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakat
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakatpengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakat
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakatAisyah Salsabilla Rositha
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidupNhofa Eriana
 
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphone
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphonePertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphone
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphonefazaoleole
 
Individu,keluarga,dan masyarakat
Individu,keluarga,dan masyarakatIndividu,keluarga,dan masyarakat
Individu,keluarga,dan masyarakativansahrulmubaroq
 
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptx
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptxPPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptx
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptxTheresiaSimamora1
 
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...masayu44
 
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...masayu44
 
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasMakalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasPryses Jaklyn
 

Similar to Makalah ibd new (20)

Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6
 
Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6
 
Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6Tugas soft skill ke 6
Tugas soft skill ke 6
 
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)Psikologi konsumen (Psikologi Industri)
Psikologi konsumen (Psikologi Industri)
 
Tugas Soft Skill Perilaku Konsumen
Tugas Soft Skill Perilaku KonsumenTugas Soft Skill Perilaku Konsumen
Tugas Soft Skill Perilaku Konsumen
 
Perilaku konsumen tugas 9
Perilaku konsumen tugas 9Perilaku konsumen tugas 9
Perilaku konsumen tugas 9
 
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakat
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakatpengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakat
pengaruh iklan terhadap pola hidup masyarakat
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskil 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidupSoftskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
Softskill 4 kepribadian nilai dan gaya hidup
 
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphone
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphonePertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphone
Pertimbangan apa yang dilakukan saat membeli produk handphone
 
Individu,keluarga,dan masyarakat
Individu,keluarga,dan masyarakatIndividu,keluarga,dan masyarakat
Individu,keluarga,dan masyarakat
 
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptx
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptxPPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptx
PPT Sosialisasi, Nilai dan Norma.pptx
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
 
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang...
 
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan BebasMakalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
Makalah Bahasa Indonesia - Pergaulan Bebas
 

More from husnul khotimah (20)

Terapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akromTerapi iii kel 1 pak akrom
Terapi iii kel 1 pak akrom
 
Paget's desease
Paget's deseasePaget's desease
Paget's desease
 
Nikah siri
Nikah siriNikah siri
Nikah siri
 
Myastinea
MyastineaMyastinea
Myastinea
 
Kelompok 12
Kelompok 12Kelompok 12
Kelompok 12
 
Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)Kelompok 12(1)
Kelompok 12(1)
 
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyahImplementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
Implementasi nilai ekonomi dalam program muhammadiyah
 
Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]Drp interaksi obat [autosaved]
Drp interaksi obat [autosaved]
 
Aomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubukAomk antiperspiran bubuk
Aomk antiperspiran bubuk
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasi
 
Pengantar mfi
Pengantar mfiPengantar mfi
Pengantar mfi
 
Cpob 2012
Cpob 2012Cpob 2012
Cpob 2012
 
Uu kesehatan
Uu kesehatanUu kesehatan
Uu kesehatan
 
Und kes pert i
Und kes pert iUnd kes pert i
Und kes pert i
 
Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2Sumpah dan etika per 2
Sumpah dan etika per 2
 
Pp51kuliah pert i dan ii
Pp51kuliah pert i dan iiPp51kuliah pert i dan ii
Pp51kuliah pert i dan ii
 
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikaUu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
 
Pertemuan ke ii
Pertemuan ke iiPertemuan ke ii
Pertemuan ke ii
 
Pertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan vPertemuan iv dan v
Pertemuan iv dan v
 
Pert iii
Pert iiiPert iii
Pert iii
 

Makalah ibd new

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat. Salah satu kebudayaan yang terjadi masyarakat umumnya dan remaja pada khususnya adalah budaya konsumtif . Kita mungkin masih ingat peristiwa tahun lalu (25/11), ribuan massa mengatre untuk pembelian telepon seluar Blackberry seri terbaru dengan potongan harga tertinggi di Lobi Utara Pasific Place, SCBD, Jakarta Selatan. Massa rela mengantre dengan iming-iming harga murah, sehingga terjadilah aksi berdesak-desakan, aksi dorong- mendorong yang mengakibatkan beberapa orang pingsan, dan satu pengunjung menderita patah tulang (Republika.co.id) Untuk memenuhi gaya hidup, manusia bisa garang. Mau mencuri, menodong bahkan membunuh, mau berbuat apapun demi tujuannya. Akibat gaya hidup ini pula, banyak tikus- tikus berdasi berkeliaran baik di kantor pemerintahan maupun swasta. Dengan gaya hidup konsumtif banyak pula terjerat hutang, dan masuk buih. Kemudian kasus-kasus korupsi tak asing di telinga kita. Dengan berbagai istilah, rekening gendut, gayus, cek pelawat dll.
  • 2. 2 Sehingga kitapun muak mendengar berita-berita tersebut setiap harinya. Budaya konsumtif seperti sudah mendarah daging dalam masyarakat kita. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ekonomi yang memiliki sifat tidak pernah puas, banyak keinginan dan kebutuhan yang selalu meminta untuk di penuhi, dan selalu mempertimbangkan pengorbanan dan manfaat dalam memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya. Sejak lahir hingga akhir hayatnya manusia tidak akan pernah dapat di pisahkan dari kegiatan konsumsi. Konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang dan jasa sehingga manusia memiliki perilaku konsumtrif yaitu kecenderungan untuk membelanjakan pendapatan yang di peroleh pada barang-barang yang akan di konsumsi. Kehidupan manusia dalam kesehariannya tidak lepas dari kebutuhan konsumsi, yakni pemakaian barang-barang (produksi). Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Kehendak ini dapat disamakan pula dengan tenaga pendorong supaya berbuat sesuatu, bertingkah laku. Banyaknya tuntutan atas kebutuhan diharapkan agar manusia mampu memilah-milah mana barang yang hendak dikonsumsi, karena tidaklah semua barang yang ada di pasaran harus dibeli sehingga berakibat pada perilaku konsumtif. Remaja sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehingga akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya. Budaya konsumtif pada Remaja Remaja merupakan obyek yang menarik untuk diminati oleh para ahli pemasaran. Kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial bagi produsen karena remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros
  • 3. 3 dalam menggunakan uangnya, lebih mudah terpengaruh teman sebaya dalam hal berperilaku dan biasanya lebih mementingkan gengsinya untuk membeli barang-barang bermerk agar mereka dianggap tidak ketinggalan zaman. Bagaimanapun perilaku membeli yang berlebihan, lepas kendali tidak lagi mencerminkan usaha untuk memanfaatkan uang secara ekonomis, apabila dibiarkan terus menerus akan sangat berbahaya, sebab akan membawa dampak negatif yakni mengeluarkan uang tanpa perhitungan. Anak-anak muda memiliki kecenderungan berperilaku konsumtif. Terlihat pada pola konsumsi yang berlebihan, dikarenakan keinginannya untuk mengangkat wibawa diantara teman-teman sebayanya. Mereka menganggap bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan antara lain pada benda -benda yang dimiliki dan banyaknya uang yang dibelanjakan. Hal ini membuat mereka cenderung berupaya untuk meningkatkan status dirinya melalui pembelian barang-barang yang dapat mencerminkan peningkatan simbol statusnya dengan tanpa berfikir untuk bersikap hemat. Contoh ini relatif mudah untuk menentukan apakah seseorang telah berperilaku konsumtif atau tidak. Tapi coba bayangkan seseorang yang memiliki penghasilan 1 juta, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya 400 ribu, dan 300 ribu digunakan untuk membeli barang yang tidak dia butuhkan, sedang sisanya digunakan untk menambah modalnya dalam usaha. Secara tidak langsung, perilaku di atas menunjukkan adanya dampak negatif bagi individu maupun keluarga. Namun, apakah benar pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu dan keluarga berdampak negatif ? oleh karenanya, melalui tulisan ini, penulis ingin mencoba untuk mengkajinya secara komperhensif, dengan rumusan masalahnya, yakni ; bagaimanakah dampak pola hidup kunsumtif terhadap pendidikan individu dan keluarga ?
  • 4. 4 B. MANFAAT DAN TUJUAN Berdasarkan latar belakang di atas, maka pengidentifikasian masalah yang dapat diambil sebagai berikut : 1. Apakah dampak dari prilaku konsumtif ? 2. Bagaimana cara untuk bisa menghilangkan sikap berprilaku konsumtif
  • 5. 5 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan permasalahan, statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu di awal abad ke-20 oleh bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu adalah bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress). Selain itu juga masih banyak beberapa kalangan yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Berkaitan dengan klasifikasi usia remaja, terdapat beberapa pendapat seperti menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monk, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-30 tahun, sedangkann menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan para ahli juga dapat dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sanagt variatif hal ini sangat berkaitan dengan kecakapan atau kemampuan remaja dalam pemenuhan kapaasitas diri sebagai sosok orang dewasa.
  • 6. 6 James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2002: 3) ”mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Perilaku konsumtif bisa dilakukan oleh siapa saja. Fromm menyiratkan bahwa manusia zaman ini terpesona oleh kemungkinan membeli dan membeli, terutama barang-barang baru. Manusia lapar akan konsumsi, tindakan membeli dan mengkonsumsi telah menjadi tujuan irasional dan kompulsif, karena tujuannya terletak pada membeli itu sendiri tanpa hubungan sedikitpun dengan manfaatnya atau dengan kesenangan dalam membeli dan mengkonsumsi barang-barang. Perilaku konsumsi individu yang tidak mencerminkan usaha untuk memenuhi kebutuhan akan tetapi lebih kepada keinginannya maka perilaku seperti ini oleh para ahli disebut sebagai perilaku yang tidak rasional, dimana perilaku ini lebih menonjolkan pada penampakan gengsi atau status individual. Keputusan pembelian yang didominasi oleh faktor emosi menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif. Hal ini dapat dibuktikan dalam perilaku konsumtif yaitu perilaku membeli sesuatu yang belum tentu menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama dan menimbulkan pemborosan. Perilaku konsumtif masyarakat pada dasarnya terbentuk ketika remaja yang kemudian terbawa hingga dewasa. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang “tren”. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.Apakah perilaku pola hidup konsumtif sesuai dengan pancasila? Sesungguhnya perilaku hidup konsumsi memiliki banyak dampak negatifnya dari pada dampak positifnya. Dampak negative dari perilaku pola hidup konsumtif terjadinya pada
  • 7. 7 seseorang yang tidak memiliki keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaranya (boros). Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya. Dampak yang lebih parah lagi jika pemenuhannya menggunakan cara yang tidak benar missal korupsi,dan tindak pidanan lainnya. Dari penjelasan diatas maka dapat kita bandingkan dengan isi yang terkandung dalam butir- butir pancasila. Dalam butir-butir pancasila yaitu sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” butir ke 7 yang berbunyi “Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah”. Pancasila sebagai ideology bangsa telah menyaring pegaruh yang berasal yang dari luar. Pancasila telah melarang kita untuk hidup bermewah-mewahan dan boros atau yang sering kita sebut dengan perilaku konsumtif karena dapat menimbulkan banyak dampak negative seperti yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya. Johnstone, mengemukakan tipe-tipe konsumen remaja yakni : 1. Remaja amat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual 2. Mudah terbujuk rayuan iklan, terutama pada kerapian kertas bungkus (apalagi jika dihiasi dengan warna-warna yang menarik) 3. Tidak berfikir hemat 4. Kurang realistis, romantis dan mudah terbujuk (impulsif) B. Pengertian Budaya Konsumtif 1. Pengertian Budaya Budaya atau yang dikenal dengan kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekertta yaitu kata Buddhayah, kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal hal yang berkaitan dengan budi atau akal manusia. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut dengan Culture, kata Culture sendiri berasal dari kata latin colere yang berarti mengola atau mengerjakan.
  • 8. 8 Sendangkan Pengertian budaya yang lebih lengkap, budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. 2. Pengertian Konsumtifisme Konsumtifisme memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.), konsumsi (Ind.). Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi, memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu. Lubis (Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kencenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan. Kesimpulannya adalah perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki kencenderungan untuk mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dimana individu lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan serta ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, pengunaan segala hal yang paling mewah yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik.
  • 9. 9 Sangat menarik, dalam bahasa inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan sesuatu hal dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus. Bahkan kata ini juga digunakan bagi orang yang terkena TBC di paru-paru. Konsumtif, bisa digunakan untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan berlebihan dan destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan hidup, gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi, menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu. Namun rasanya tidak adil dan amat naif jika hanya berhenti mengartikan kata “konsumtif” hanya demikian saja, karena menurut hemat penulis, manusia memang “konsumtif”. Maksudnya, bukankah memang ada sifat mengkonsumsi sesuatu dalam kehidupan kita. Saat ini saudara-saudara sedang mengkonsumsi waktu dan energi saudara untuk mendengarkan saya berbicara. Tadi kita mengkonsumsi makanan. Kita juga menggunakan Villa tempat kita retreat ini untuk berteduh, beristirahat. Setiap waktu kita pasti mengkonsumsi, menggunakan, memakai sesuatu. Kita memakai atau menggunakan, atau meng-konsumsi sesuatu karena kebutuhan-kebutuhan. 3. Remaja dan Pola Hidup Konsumtif. Bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial. Alasannya antara lain karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja. Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Alhasil, muncullah perilaku yang konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in.
  • 10. 10 Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya. Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika. 4. Pola Hidup Konsumtif dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Individu dan Keluarga. Konsumtifisme, dalam pandangan ekonomi adalah gaya hidup yang mengutamakan keinginan untuk mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Sifat ini cenderung mengabaikan faktor pendapatan dan ketersediaan sumber daya ekonomi, yang seharusnya menjadi pertimbangan utama seseorang sebelum melakukan tindakan konsumsi. Dalam tataran yang lebih luas, jika tidak mampu megendalikan sifat konsumtifisme-nya, tentu akan menjadi bahaya komunal yang sanggup menggulung bangsa ini pada kebangkrutan. Dalam perspektif psikologis, pola hidup konsumtif adalah produk kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang “sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan (shock culture). Pola hidup ini terbentuk secara sadar atau tidak sadar berasal dari pola hidup yang dijalani manusia setiap harinya. Proses pembentukan prilaku manusia, termasuk juga prilaku konsumerisme umumnya berasal dari stimulus yang diterima oleh panca indera melalui proses sosial atau melalui media audio visual yang kemudian terinternalisasi dan membentuk kepribadian.
  • 11. 11 Saat sekarang, pola hidup konsumtifisme sebenarnya secara pelan-pelan sedang diajarkan oleh media, masyarakat dan bahkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Lihatlah di TV, majalah dan Koran yang setiap hari gencar menayangkan gaya hidup glamour, penuh dengan sikap konsumtif yang dipamerkan terang-terangan. Juga masyarakat kita adalah masyarakat yang terlanjur mengganggap sifat tersebut sebagai bagian hidup yang wajar. Sebuah fakta menunjukan, bahwa ukuran seseorang dikatakan sukses apabila ia mampu menumpuk barang-barang mewah di rumah, tanpa peduli apakah barang-barang tersebut diperoleh dengan cara berhutang. Lebih parah lagi, sekolah sebagai penyelenggara pendidikan ternyata ikut memberi andil bagi pembentukan sifat konsumtifisme dengan melegalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti jor-joran membawa handphone (HP) dan kebiasaan jajan pada anak didiknya. Maka lihatlah, suasana sekitar sekolah pada saat jam istirahat yang riuh rendah dengan siswa-siswa yang antri jajan. Suasana yang sebaliknya terjadi di perpustakaan-perpustakaan yang sunyi lengang. Budaya konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang semestinya menjadi kebiasaan bangsa yang tengah merangkak maju seperti bangsa Indonesia. Konsumtifisme yang sifatnya menghabiskan sumber daya, jika tanpa imbangan kemampuan dan kreativitas berproduksi, hanya akan menggiring bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan generasi mendatang. Penyelenggara pendidikan semestinya memikul tanggung jawab pendidikan yang tidak sekadar memberikan pelajaran pengetahuan (transfer knowledge), tapi juga sekaligus membentuk karakter anak didik yang berjiwa produktif dengan meminimalisir sifat konsumerismenya sehingga ke depan bangsa ini mampu bersaing dalam percaturan global. Berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Fromm, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik umum perilaku konsumtif yakni: 1. Pembelian Yang Impulsif Adalah pembelian yang dilakukan tanpa rencana. Pembelian dibagi menjadi dua yakni pembelian yang disugesti (sugesti buying) dan pembelian tanpa rencana berdasarkan ide
  • 12. 12 saran orang lain. Sedangkan pembelian pengingat adalah pembelian tanpa rencana yang berdasarkan pada keinginan saja. 2. Pembelian Yang tidak Rasional Adalah pembelian yang dilakukan berdasarkan motif emosional, yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang seperti rasa cinta, kenyamanan. kebanggaan, kepraktisan dan status sosial. Perbedaan dengan faktor rasional yang menekankan pada kebutuhan yang sesungguhnya. 3. Pembelian yang bersifat pemborosan Adalah pembelian dengan mengeluarkan uang yang digunakan untuk hal-hal yang kurang diperlukan. Sheth, mengindikasikan perilaku konsumtif sebagai compulsive buying dan compulsive consumptions yaitu: 1. Compulsive buying Sebagai suatu tendensi kronis untuk membeli produk secara berlebihan dan melampaui kebutuhan dan sumber daya seseorang. Seorang compulsive buyer cenderung senang (bahkan keranjingan) berbelanja, selalu membeli item-item yang mungkin dia sendiri tidak pernah memakainya (terutama barang-barang yang sedang diobral) dan bahkan membeli produk yang sesungguhnya diluar batas kemampuan finansialnya. 2. Compulsive Consumptions Didefinisikan sebagai respon terhadap dorongan atau hasrat yang tidak terkendali untuk mendapatkan, menggunakan atau mengalami suatu perasaan, substansi atau aktivitas yang menyebabkan individu secara berulang terlibat dalam perilaku yang akhirnya dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua, yaitu internal dan eksternal :
  • 13. 13 1. Faktor Internal. Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis dan faktor pribadi. a. Faktor psikologis, juga sangat mempengaruhi seseorang dalam bergaya hidup konsumtif b. Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu produk, barang / jasa maka mereka cenderung akan membeli tanpa menggunakan faktor rasionalnya. c. Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan ini menyebabkan orang tersebut bertindak secara rasional. d. Sikap pendirian dan kepercayaan. Melalui bertindak dan belajar orang akan memperoleh kepercayaan dan pendirian. Dengan kepercayaan pada penjual yang berlebihan dan dengan pendirian yang tidak stabil dapat menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif. 2. Faktor Eksternal / Lingkungan. Perilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor eksternal dan mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial, dan keluarga. Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu : 1. Membeli produk karena iming-iming hadiah. Individu membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. 2. Membeli produk karena kemasannya menarik. Konsumen sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang
  • 14. 14 dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik. 3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi. Konsumen mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar mahasiswa selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Mahasiswa membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri. 4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Konsumen mahasiswa cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah. 5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status. Mahasiswa mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain. 6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan. Mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure produk tersebut. 7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.
  • 15. 15 Mahasiswa sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Cross dan Cross (dalam Hurlock,1999) juga menambahkan bahwa dengan membeli produk yang mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri. 8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Mahasiswa akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya. PEMECAHAN MASALAH Pemecahan Masalah 1. Harus tega Tega, maksudnya tak berarti sama sekali tidak membelikan barang keperluan kita sehari-hari, tetapi memberi batasan. Bila sudah di luar kewajaran, Dengan cara ini, kita mendidik diri kita sendiri untuk bersikap rasional, tidak asal beli barang kalau mau atau suka. Ini bukan soal punya atau tidak punya uang. Kemampuan mengendalikan diri agar tak konsumtif sangat penting bagi seseorang. Sebab, bila dibiarkan sampai dewasa, akan memunculkan sikap korupsi demi membeli benda kesukaan. 2. Belajar menghargai Kita harus bisa untuk menghindarkan diri dari pola hidup konsumtif, cobalah untuk menghargai uang sebisa mungkin. Idealnya, sejak dini diperkenalkan konsep uang. Caranya, antara lain, dengan memberi mainan jenis mata uang dan nilai nominalnya.
  • 16. 16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan panjang di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulannya, yakni ; pola hidup konsumtif memiliki dampak negatif bagi individu dan keluarga, hal ini terjadi karena pola hidup konsumtif merupakan produk kebudayaan hedonis dari sebuah masyarakat yang “sakit” atau setidaknya tengah mengalami benturan kebudayaan (shock culture). Budaya konsumtifisme merupakan paradoks atas budaya produktif yang hanya akan menggiring bangsa ini menjadi bangsa yang kalah dalam bersaing dengan bangsa lain, serta berpotensi kehilangan sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kehidupan generasi mendatang. B. Saran Biasakan untuk hidup sederhana dan tidak terlalu mengikuti trend (khususnya kaum wanita) yang ada. Control pengularan dalam 1 bulan ke depan dengan membuat daftar barang kebutuhan apa saja yang akan dibeli dengan membuat list, dengan cara ini dimaksudkan agar kita dapat memonitor barang yang memang benar-benar dibutuhkan dan barang yang tidak perlu atau belum dibutuhkan pada saat itu.